• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ASURANSI A. Sejarah dan Perkembangan Asuransi di Indonesia 1. Sejarah Awal Perkembangan Asuransi Dunia - Analisis Perbandingan Asuransi Syariah Dan Asuransi Konvensional (Studi Pada Pt. Asuransi Jasindo Takaful Cabang Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ASURANSI A. Sejarah dan Perkembangan Asuransi di Indonesia 1. Sejarah Awal Perkembangan Asuransi Dunia - Analisis Perbandingan Asuransi Syariah Dan Asuransi Konvensional (Studi Pada Pt. Asuransi Jasindo Takaful Cabang Medan)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI ASURANSI

A. Sejarah dan Perkembangan Asuransi di Indonesia 1. Sejarah Awal Perkembangan Asuransi Dunia

Penelaahan dan tinjauan kebelakang merupakan suatu langkah penting untuk meneliti kembali suatu hal atau masalah, agar dapat mengikuti dengan seksama perkembangan dan kemajuannya sampai pada suatu keadaan nyata pada suatu waktu yang lebih positif. Tindakan demikian dipergunakan pula untuk mengikuti perkembangan dan kemajuan asuransi atau pertanggungan, baik sebagai lembaga maupun sebagai kegiatan. Penelaahan dimulai sejak awal timbul, pertumbuhan dan perkembangannya sampai keadaannya seperti sekarang ini. Hal ini dilakukan, karena suatu pengenalan yang dimulai sejak awal diharapkan akan memberikan suatu hasil kajian yang lebih seksama dan dapat melihatnya dengan wajar tanpa prasangka. Dengan demikian dapat diperoleh suatu hasil pengamatan dan penelaahan yang wajar pula sesuai dengan timbul dan perkembangan asuransi itu sendiri.14

Asuransi merupakan salah satu dari buah peradaban manusia dan merupakan suatu hasil evaluasi kebutuhan manusia yang sangat hakiki ialah kebutuhan akan rasa aman dan terlindung, terhadap kemungkinan menderita kerugian. Asuransi merupakan buah pikiran dan akal budi manusia untuk mencapai suatu keadaan yang dapat memenuhi kebutuhannya, terutama sekali untuk kebutuhan-kebutuhannya yang haiki sifatnya antara lain rasa aman dan

14

(2)

terlindung seperti yang dimaksud diatas. Hidup manusia itu selalu penuh dengan segala macam kemungkinan baik yang positif maupun sebaliknya, hal ini sudah merupakan suatu keadaan awal dari kehidupan itu ssendiri. Ungkapan yang tepat untuk itu dikemukakan oleh Prof. Emmy Pangaribuan Simanjuntak, SH sebagai berikut:

“Kemungkinan” bahwa manusia akan menghadapi suatu kerugian atau suatu kehilangan sudah menjadi suatu masalah bagi setiap umat manusia tidak lagi bertempat tinggal di taman Firdaus (di mana segala kebutuhan hidup sudah tersedia) dan harus berusaha dengan tenaga dan pikirannya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, untuk memiliki harta kekayaan demi kelangsungan hidup. Dari sejak lahir sampai mati, setiap orang menghadapi suatu yang tidak pasti.15

Jadi sesuai dengan sifatnya yang fana dan tidak kekal, kehidupan ini diliputi oleh ketidakpastian, semua yang ada dan yang terjadi pada hakikatnya tidak akan tetap pada suatu posisi yang sama. Ia akan bergerak ke arah dan kedudukan yang tidak dapat diketahui lebih dahulu sebelumnya. Keadaan tidak pasti inilah yang kemudian mendorong manusia untuk berdaya upaya untuk mengatasinya, antara lain, sebagaimana membuat keadaan tidak pasti tersebut menjadi suatu keadaan yang pasti.16

Asuransi yang merupakan buah peradaban manusia, diciptakan guna mengatasi kesulitan manusia termaksud diatas. Hal tersebut dimulai sebagai suatu gagasan untuk memperoleh proteksi terhadap rasa aman karena ketidakpastian yang selalu mengikutinya. Apabila kepastian sudah diperoleh maka manusia sudah merasa terlindung artinya ia sudah mendapatkan apa yang ia butuhkan ialah adanya proteksi. Asuransi yang dimulai sebagai suatu gagasan akan terpenuhinya kebutuhan akan adanya suatu proteksi termaksud di atas, tumbuh dan berkembang

(3)

terus, sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia yang sejalan dengan tingkat perkembangan kebudayaan sehingga sampai pada tingkat kemajuan ekonomi tertentu serta sampai keadaan seperti sekarang ini.17

Meskipun demikian, tidak mudah untuk menentukan dengan pasti, kapan kegiatan-kegiatan asuransi itu diinformasikan sebagai suatu kegiatan dengan formalitas-formalitas tertentu. Disamping itu juga tidak mudah menentukan kapan kegiatan asuransi mulai diatur pula secara formal.18

Beberapa buku dikemukakan bahwa asuransi itu timbul bersamaan dengan lahirnya tingkat perkembangan sosial tertentu sesuai dengan kebutuhan manusia akan proteksi/perlindungan. Atau pada tingkat perkembangan kegiatan ekonomi tertentu, yang sudah membutuhkan suatu kepastian tingkat keuntungan tertentu, sehingga membutuhkan pula adanya perlindungan tertentu bagi kelangsungan kegiatannya. Asuransi yang dimulai sebagai suatu gagasan, berkembang terus sehingga saat ini dimulai sebagai suatu gagasan, berkembang terus yang sehingga saat ini diakui sebagai suatu lembaga sosial dan ekonomi serta mempunyai peran cukup penting dalam tata pergaulan masyarakat baik di kalangan bisnis atau non bisnis.19

Namun menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH adapun sejarah lahirnya perasuransian dapat dilihat dari beberapa periode zaman, antara lain : a. Sebelum Masehi

b. Abad Pertengahan

c. Sesudah Abad Pertengahan

17Ibid.

(4)

d. Abad Ilmu dan Teknologi (sampai sekarang)

a. Sebelum Masehi

Pada zaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great (356-323 BC) seorang pembantunya bernama Antimenes memerlukan sangat banyak uang guna membiayai pemerintahannya pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes mengumumkan kepada para pemilik budak belian supaya mendaftarkan budak-budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes. Sebagau imbalannya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada budak yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu ditangkap, atau jika tidak dapat ditangkap, dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya.20

Apabila ditelaah dengan teliti, uang yang diterima oleh Antimenes dari pemilik budak itu adalah semacam premi yang diterima dari tertanggung, sedangkan kesanggupan Antimenes untuk menangkap budak yang melarikan diri atau membayar ganti kerugian karena budak yang hilang adalah semacam resiko yang dipikul oleh penanggung. Perjanjian ini mirip dengan asuransi kerugian.21

Selanjutnya, Scheltema menjelaskan bahwa pada zaman Yunani banyak juga orang yang meminjamkan sejumlah uang kepada Pemerintah Kotapraja dengan janji bahwa pemilik uang tersebut diberi bunga setiap bulan sampai wafatnya dan bahkan setelah wafatnya diberi bantuan biaya pungutan. Jadi perjanjian ini mirip dengan asuransi jiwa, bedanya hanya pada pembayaran premi dan santunan. Pada asuransi jiwa, tertanggung yang membayar premi setiap bulan,

20

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006hal. 1.

(5)

bila terjadi kematian atau asuransi jiwa berakhir tanpa kematian, tertanggung memperoleh pembayaran dari penanggung. Pada pinjaman Pemerintah Kotapraja, pemerintah membayar bunga setiap bulan kepada pemilik uang serta biaya penguburan bila pemilik uang meninggal dunia.22

Perjanjian seperti ini terus berkembang pada zaman Romawi sampai kira-kira tahun ke-10 sesudah Masehi. Pada waktu itu dibentuk semacam perkumpulan (collegium). Setiap anggota perkumpulan harus membayar uang pangkal dan iuran bulanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang meninggal dunia, perkumpulan memberikan bantuan biaya penguburan yang disampaikan kepada ahli warisnya. Apabila ada anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain, perkumpulan memberikan bantuan biaya perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara tertentu, perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara. Apabila ditelaah dengan teliti, maka dapat dipahami bahwa perjanjian tersebut merupakan peristiwa hukum permulaan dari perkembangan asuransi kerugian dan asuransi jumlah.23

b. Abad Pertengahan

Peristiwa-peristiwa hukum yang telah diuraikan di atas terus berkembang pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu) perkumpulan yang disebut glide. Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggota-anggotanya dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, glide akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana glide yang terkumpul dari anggota-anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada abad ke-9 dan mirip dengan asuransi kebakaran, bentuk perjanjian seperti ini lebih

22

Ibid.,hal. 2. 23

(6)

lanjut berkembang di Denmark, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke-13 dan abad ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya mengancam dalan perjalanan perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai tepikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal perkembangan asuransi kerugian laut.24

Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bungan tertentu, sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah dibayar kembali. Akan tetapi, apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan bunganya, ini disebut bodemeri. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi sebagai premi, sedangkan pemilik uang berfungsi sebagas pihak yang menanggung risiko kehilangan uang dalam hal terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi, uang hilang itu dianggap seolah-olah sebagai ganti kerugian kepada pemilik kapal dan barang muatannya.25

Karena ada larangan menarik bunga oleh agama Nasrani yang dianggap sebagai riba, maka pola perjanjian tersebut diubah. Dalam perjanjian peminjaman uang itu, pemberi pinjaman tidak perlu memberikan sejumlah uang lebih dahulu kepada pemilik kapal dan barang muatannya, tetapi setelah benar-benar terjadi bahaya yang menimpa kapal dan barang muatannya, barulah dapat diberikan sejumlah uang. Namun, pada permulaan berlayar pemilik kapal dan barang

24Ibid.,

(7)

muatannya perlu menyetor sejumlah uang kepada pemberi pinjaman sebagai pihak yang menanggung. Dengan ketentuan apabila tidak terjadi peristiwa yang merugikan, maka uang yang sudah disetor itu menjadi hak pemberi pinjaman. Jadi, fungsi uang setoran tersebut mirip dengan premi asuransi.26

Demikianlah permulaan perkembangan asuransi kerugian pada pengangkutan laut. Asuransi ini berkembang pesat terutama di negara-negara pantai (coastal countries), seperti Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, Denmark, dan lain-lain.

c. Sesudah Abad Pertengahan

Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan asuransikebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di negara-negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada abad ke-17, kemudian di Prancis pada abad ke-18, dan terus ke negeri Belanda. Perkembangan pesat asuransi laut di negara-negara tersebut dapat dimaklumi karena negara-negara tersebut banyak berlayar melalui laut dari dan ke negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama daerah-daerah jajahan mereka.27

Pada waktu pembentukan Code de Commerce Prancis awal abad ke-19, asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, disamping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi,

26

Ibid. 27

(8)

Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula Hindia Belanda melalui Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847.28

d. Abad Ilmu dan Teknologi

Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak positif pada perkembangan usaha bidang perasuransian. Kegiatan usaha tidak hanya bidang asuransi, tetapi juga bidang penunjang asuransi. Pembangunan bidang prasarana transportasi sampai daerah pelosok mendorong perkembangan sarana transportasi darat, laut dan udara serta meningkatkan mobilitas penumpang dari suatu daerah ke daerah bahkan ke negara lain. Ancaman bahaya lalu lintas juga semakin meningkat, sehingga kebutuhan perlindungan terhadap barang muatan dan jiwa penumpang juga meningkat. Keadaan ini mendorong perkembangan perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa serta asuransi sosial (social security insurance).29

Perkembangan usaha perasuransian mengikuti perkembangann ekonomi masyarakat. Makin tinggi pendapatan per kapita masyarakat, makin mampu masyarakat memilii harta kekayaan dan makin dibutuhkan pula perlindungan keselamatannya dari ancaman bahay. Karena pendapatan masyarakat meningkat, maka kemampuan membayar premi asuransi juga meningkat. Dengan demikian, usaha perasuransian juga berkembang. Kini banyak sekali jenis asuransi yang berkembang dalam masyarakat yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan asuransi sosial yang diatur dalam berbagai undang-undang. Khusus mengenai

28

Ibid. 29

(9)

asuransi sosial bukan didasarkan pada perjanjian, melainkan diatur dengan

undang-undang sebagai asuransi wajib (compulsory insurance)30

2. Sejarah Perkembangan Asuransi di Indonesia

Apabila ditinjau dari kurun waktu mula jadinya asuransi dan kegiatan

asuransi di Indonesia, sesungguhnya belum terlalu lama, sehingga masih

merupakan suatu lembaga yang relatif baru. Kesulitan utama bagi suatu

penyusunan yang lengkap dan sempurna ialah karena sedikitnya materi yang

didokumentasikan secara baik dan tidak ditemukan sumber yang akurat serta

langkanya narasumber.31

Asuransi sebagai suatu lembaga maupun sebagai suatu kegiatan di

Indonesia merupakan sesuatu yang relatif baru, karena asuransi sendiri bukan

sesuatu yang “asli” yang berasal dari bumi Indonesia.32

Asuransi datang bersama-sama dengan datangnya orang asing yaitu

Belanda. Asuransi baik sebagai suatu lembaga maupun sebagai suatu bagian

kegiatan perdagangan dalam tata perekonomian orang-orang Belanda dibawa

kesini sebagai suatu kebutuhan mereka. Asuransi dipergunakan sebagai suatu

lembaga yang menjamin kepentingan mereka dalam bidang perdagangan dan

perekonomian.33 Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan

Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan

30

Ibid. 31

Sri Rejeki Hartono., Op.Cit.,hal. 50. 32

Ibid. 33

(10)

asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor

perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya.34

Sampai saat ini tidak ada satu bukupun yang memuat tulisan mengenai

sejarah Hukum Indonesia yang juga memuat mengenai ditemukan dasar-dasar

asuransi di Indonesia. Di samping itu para ahli hukum adat juga tidak pernah

mengemukakan bahwa asuransi sudah ada dan dikenal dalam tata pergaulan

dalam masyrakat adat di Indonesia.35

Meskipun secara autentik tidak dapat dibuktikan bahwa dasar-dasar sudah

dikenal dan ada dalam nilai-nilai kebudayaan dan tata pergaulan asli di Indonesia,

tetapi ternyata asuransi dapat hidup dan diterima sebagai sesuatu hal yang wajar

dalam tata pergaulan masyarakat Indonesia secara luas. Dapat diterimanya

asuransi dan lembaga asuransi di Indonesia dapat ditelaah dari berbagai aspek dan

sisi.36

Pertama, dapat ditinjau dari sisi dan aspek nilai serta arti pentingnya

asuransi dan lembaga asuransi dalam bidang perekonomian pada umumnya.

Secara umum memang dapat disebutkan bahwa asuransi dan lembaga asuransi itu

adalah merupakan lembaga ekonomi, yaitu sebagai lembaga peralihan risiko.

Dengan demikian, maka asuransi adalah merupakan suatu kebutuhan dalam tata

pergaulan ekonomi, terutama pergaulan ekonomi internasional.37

Kedua, dari sisi sosial budaya, meskipun asuransi belum dapat diterima

secara mutlak, tetapi nilai manfaatnya sudah mulai dapat diterima oleh

masyarakat, khusus melalui mekanisme kerja asuransi sosial. Diterimanya hal

34

http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukum-asuransi, dikutip pada tanggal 14 Juni 2014, pukul 15:15 WIB.

35

Sri Rejeki Hartono., Loc.Cit. 36Ibid.

(11)

tersebut oleh masyarakat tidak lain karena pada asuransi sosial mengandung pula

unsur-unsur kebersamaan/gotong royong yang merupakan sesuatu yang

mempunyai nilai khusus pada masyarakat.38

Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak

diperlukan. Dengan demikian usaha perasuransian di Indonesia dapat dibagi

dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman

sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala

tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat

sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia

Belanda pada zaman penjajahan itu adalah :

1. Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda.

2. Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan

Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.39

Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda,

perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang

dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan

peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat

pribumi.40

Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu

masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan

pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran,

karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh

38Ibid.,

hal. 51. 39

Balianzahab.wordpress.com., Loc.Cit.

(12)

Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat

adanya perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II

kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya

pemsahaan- perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris.41

Secara formal masuknya asuransi dan lembaga asuransi di Indonesia ialah

sejak berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Dagang Belanda di Indonesia

pada tahun 1848. Berlakunya KUH Dagang Belanda di Indonesia adalah atas

dasar asas konkordansi yang dimuat dalam Stb 1943 No. 23, yang diundangkan

pada tanggal 30 April 1947, dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.42

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa asuransi dan lembaga asuransi

masuk dalan tata pergaulan hukum di Indonesia bersamaan dengan berlakunya

Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Belanda) yang berlaku di Indonesia

sebagaimana disebut diatas. Hal ini dapat pula dipakai sebagai suatu bukti bahwa

asuransi dan lembaga asuransi yang semula sebagai lemabaga asing mulai dikenal

di Indonesia.43

a. Periode Sebelum Tahun 1945

Pada masa-masa sebelum tahun 1945, artinya masa-masa sebelum

kemerdekaan, kegiatan perasuransian maupun usaha asuransi masih didominasi

oleh perusahaan-perusahaan Belanda.44

Keadaan yang demikian dapat dimengerti, mengingat asuransi dan

lembaga asuransi masuknya ke Indonesia juga dibawa dan untuk kepentingan

orang-orang Belanda sendiri. Tercatat perusahaan-perusahaan asuransi yang sudah

41

Ibid. 42

Op.Cit. 43

Ibid. 44

(13)

mulai beroperasi pada pertengahan abad kesembilan belas ialah

perusahaan-perusahaan asuransi kerugian maupun asuransi jiwa, yang pada umumnya masih

perusahaan milik orang Belanda.

Perusahaan asuransi jiwa yang paling tua adalah :

1) N.V. Levens Verzekering Maatschappy van de Nederlanden van 1845

2) Onderlinge Levernverzekering Gemaatschap de Olneh van 1879.45

Selanjutnya pada dekade kedua permulaan ke abad kedua puluh berdirilah

beberapa perusahaan asuransi lain. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat

digolongkan sebagai perusahaan nasional karena didirikan bukan oleh

orang-orang Belanda. Satu perusahaan asuransi jiwa yang dapat disebut sebagai

perusahaan asuransi nasional yang tertua adalah “Onderlinge Levernverzekering

Maatschappy Bumi Putera” didirikan pada tanggal 2 Februari 1912 di Magelang,

Jawa Tengah. Perusahaan ini sebenarnya merupakan suatu perusahaan dari

Onderlinge Levernverzekering Maatschappy PGH 13 atau OL PGH. Empat tahun

berikutnya, berdiri pula satu perusahaan asuransi kerugian yang didirikan oleh

sekelompok golongan Tionghoa di Semarang pada tahun 1916 dengan nama NV.

Indische Lloyd, Algemene Verzekering Maatschappy.46

b. Periode Sesudah Tahun 1945

Sesudah kemerdekaan pada tahun 1945, sampai kira-kira menjelang tahun

1950, nampaknya keadaan tanah air tidak memberikan suatu peluang yang baik

bagi tumbuhnya industri dan perusahaan asuransi. Oleh karena itu usaha untuk

45

Ibid. 46

(14)

mendirikan perusahaan asuransi hampir-hampir tidak ada. Hal ini dapat

dimengerti, mengingat suasana negara masih dalam keadaan yang tidak stabil.47

Mengingat lembaga asuransi merupakan satu mata rantai dalam rangkaian

kegiatan perekonomian, mempunyai kedudukan yang cukup pentng dan

menentukan sebagai lembaga pengaman. Oleh karena itu Bank Negara Indonesia

merasa perlu segera mendirikan satu perusahaan asuransi kerugian.48

Perusahaan asuransi yang didirikan oleh Bank Negara Indonesia pada

tahun 1950 itu adalah Maskapai Asuransi Indonesia. selanjutnya pada tahun-tahun

berikut Maskapai Asuransi Indonesia diikuti oleh beberapa perusahaan asuransi

yang lain sebagai berikut:

1)Persekutuan Andel Maskapai Asuransi “Waringin” yang didirikan oleh

“Djawa Mahaehae dan Intraport” pada tahun 1951.

2) National Insurance Company NV, pada tahun 1952

3) NV Maskapai Asuransi Umum “Wuwungan”, PT. Maskapai Asuransi Ganda

dan perusahaan Asuransi “Sinar Surya” pada tahun 1953.49

B. Dasar Hukum Asuransi

Echols dan Shadily memaknai kata insurancesebagai (a) asuransi, dan (b)

jaminan.50“Verzekering” (Bahasa Belanda) disebut pula dengan asuransi atau

juga berarti pertanggungan . Ada 2 (dua) pihak terlibat di dalam asuransi, yaitu :

yang sanggup menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat

penggantian suatu kerugian yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu

peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula dapat ditentukan saat

(15)

akan terjadinya. Asuransi berasal dari Bahasa Inggris, insurance, yang dalam

Bahasa Indonesia telah diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia..51

Asuransi terdapat nilai dan beberapa aspek yang teradopsi di dalamnnya,

namun tidak semua para sarjana mengartikan demikian. Pendapat para sarjana

terhadap asuransi adalah sebagai berikut :

a. Muhammad Muslehuddin, dalam bukunya Insurance and Islamic Law

mengadopsi pengertian asuransi dari Encyclopedia Britanica sebagai suatu

persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang tertimpa kerugian, guna

menghadapi kejadian yang tidak jelas diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut

menimpa salah seorang di antara mereka, maka beban kerugian tersebut akan

disebarkan ke seluruh kelompok.

b. Wirjono Prodjodikoro, dalam bukunya Hukum Asuransi di Indonesia memaknai

asuransi sebagai suatu persetujuan di mana pihak yang menjamin berjanji kepada

pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti

kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu

peristiwa yang belum jelas.52

Di Indonesia saat ini pengertian asuransi tercantum di dalam Kitab

Undang –undang Hukum Dagang (KUHD) dan diatur secara khusus di dalam

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Adapun

pengertian asuransi dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang Pasal 246

adalah :

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan,

51

Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Bina Aksara,Jakarta,1987. 52

(16)

atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti.”53

Ruang lingkup pengaturan dalam KUHD tersebut di atas terlihat sangat

sempit sekali. Ruang perlindungan hanya terhadap risiko kerugian, kerusakan atau

kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena

suatu peristiwa yang tidak tentu. Padahal kita tahu bahwa banyak sekali risiko

dalam kaitannya dengan kehidupan dan perkembangannya tidak hanya pada tiga

jenis pokok yang ditentukan dalam KUHD. Oleh karena itu, Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang membahas asuransi

secara khusus, telah memperluas ruang lingkup perlindungan meliputi meliputi

pula risiko dari tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga, asuransi jiwa, dan

bunga cagak hidup. Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 1992 menyatakan bahwa :

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2(dua) pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”54

Berdasarkan penjelasan di atas sudah dapat kita pahami bahwa asuransi

merupakan sebuah perjanjian yang terdiri dari pihak penanggung yang

mengikatkan diri kepada tertanggung karena suatu hal atau keadaan yang timbul,

dengan mana pihak penanggung membayar premi kepada pihak tertanggung.

Dimana perjanjian dan hal-hal yang berkaitan dengan asuransi tersebut

dicantumkan di dalam polis.

53

R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Dagang, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, hal. 510.

54

(17)

Asuransi lahir dan berkembang sudah cukup lama, baik itu di tingkat dunia

maupun dalam negeri. Penitian jejak langkah asuransi berawal dari fase-fase

bawah hingga akhirnya eksis di tengah masyarakat, dan tidak sedikit asuransi

mengeluarkan inovasi-inovasi baru agar konsumen lebih tertarik untuk

menggunakannya.

Pada pelaksanaannya, asuransi memiliki dasar ataupun landasan untuk

berbuat ataupun tidak berbuat. Landasan ini merupakan payung hukum bagi

asuransi dalam melakukan kegiatannya. Dasar hukum tersebut diatur dalam :

1. Kitab Dalam Undang – Undang Hukum Dagang (KUHD)

KUHD ada dua cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat

umum dan pengaturan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum

terdapat dalam Buku I Bab 9 Pasal 246-286 KUHD yang berlaku bagi semua jenis

asuransi, Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal

287-308 KUHD dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592-695 KUHD, dengan

perincian sebagai berikut :55

a. Buku I Bab 9 : Mengatur Asuransi Kerugian pada umumnya

b. Buku II Bab 10 : Mengatur Asuransi terhadap bahaya kebakaran, terhadap

bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah dan tentang Asuransi Jiwa.

c. Buku III Bab 10 ini dibagi atas beberapa bagian yaitu :

Bagian Pertama : mengatur Asuransi terhadap bahaya kebakaran.

Bagian Kedua : mengatur Asuransi terhadap bahaya – bahaya yang

mengancam hasil – hasil pertanian di sawah,.

Bagian Ketiga : mengatur Asuransi Jiwa.

55

(18)

d. Buku II Bab 9 : mengatur Asuransi terhadap bahaya – bahaya Laut dan

bahaya - bahaya perbudakan.

e. Buku II Bab 9 ini dibagi atas beberapa bagian yaitu :

Bagian Pertama : mengatur tentang bentuk dan isi Asuransi.

Bagian Kedua : mengatur tentang anggaran dari barang – barang yang

diasuransikan.

Bagian Ketiga : mengatur tentang awal dan akhir bahaya,

Bagian Keempat : mengatur tentang hak dan kewajiban - kewajiban

penanggung dan tertanggung,

Bagian Kelima : mengatur tentang Abandonnemen,

Bagian Keenam : mengatur tentang kewajiban – kewajiban dan hak – hak

makelar di dalam asuransi laut.

Pengaturan asuransi dalam KUHD mengutamakan segi keperdataan

yang didasarkan pada perjanjian antara tertanggung dan penanggung. Perjanjian

tersebut menimbulkan kewajiban dan hak tertanggung dan penanggung secara

bertimbal balik. Sebagai perjanjian khusus, asuransi dibuat secara tertulis dalam

bentuk akta yang disebut polis asuransi. Pengaturan asuransi dalam KUHD

meliputi substansi berikut ini :

a. Asas-asas asuransi; b. Perjanjian asuransi; c. Unsur-unsur asuransi;

d. Syarat-syarat (klausula) asuransi; e. Jenis-jenis asuransi.56

56

(19)

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992

Jika KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan,

maka Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

Lembaga Negara Nomor 13 Tahun 1992 tanggal 11 Februari 1992 mengutamakan

pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratif, yang jika dilanggar

mengaikibatkan pengenaan sanksi pidana dan administratif. Pengaturan dari segi

bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum

perasuransian dan perusahaan yang berlaku. Dari segi publik administratif artinya

kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar,

maka langgaran tersebut diancam dengan sanksi pidana dan sanksi administratif

menurut Undang-Undang Perasuransian. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1992 diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1992 tentang

Penyelenggaraan Usaha Perasuransian Lembaran Negara Nomor 120 Tahu

1992.57

Pengaturan usaha perasuransian dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1992 terdiri dari 13 bab dan 28 pasal dengann rincian substansi sebagai berikut :58

a. Bidang usaha perasuransian meliputi kegiatan :

1). Usaha asuransi, dan

2). Usaha penunjang asuransi.

b. Jenis usaha perasuransian meliputi :

1). Usaha asuransi terdiri dari asuransi kerugian asuransi jiwa, dan

reasuransi.

2). Usaha penunjang asurasi terdiri dari pialang asuransi, pialang reasuransi,

57Ibid.,

(20)

penilai kerugian asuransi, konsultan aktuaria, dan agen asuransi.

c. Perusahaan Perasuransian meliputi:

1) Perusahaan Asuransi Kerugian.

2) Perusahaan Asuransi Jiwa.

3) Perusahaan Reasuransi.

4) Perusahaan Pialang Asuransi.

5) Perusahaan Pialang Reasuransi.

6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.

7) Perusahaan Konsultan Aktuaria.

8) Perusahaan Agen Asuransi.

d. Bentuk hukum usaha Perasuransian terdiri dari :

1) Perusahaan Perseroan (Persero)

2) Koperasi

3) Perseroan Terbatas.

4) Usaha Bersama (multual).

e. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh :

1) Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia

2) Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama

dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.

f. Perizinan usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan .

g. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian Menteri Keuangan

mengenai :

1) Kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi

(21)

2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha

h. Kepailitan dan likuidasi Perusahaan Asuransi melalui keputusan Pengadilan

Niaga.

i. Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif meliputi :

1) Sanksi pidana karena kejahatan, menjalankan usaha perasuransian tanpa

izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan Perusahaan

Asuransi dan Reasuransi, menerima/menadah/membeli kekayaan

Perusahaan Asuransi hasil penggelapan, pemalsuan dokumen Perusahaan

Asuransi, Reasuransi.

2) Sanksi administratif berupa: ganti kerugian, denda administratif, peringatan,

pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha perusahaan.

3. Undang-Undang Asuransi Sosial

Asuransi sosial di Indonesia pada umumnya meliputi bidang jaminan

keselamatan agkutan umum, keselamatan kerja, dan pemeliharaan kesehatan.

Program asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1992. Perundang-undangan yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai

berikut :

a. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang (Jasa Raharja) :

1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan

Wajib

Kecelakaan Penumpang. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan

Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965.

(22)

Jalan. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 18

Tahun 1965.

b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek) :

1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja (Jamsostek).

2) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1990 tentang Penyelenggaraan

Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 33

Tahun 1977).

3) Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).

4) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial

Pegawai Negeri Sipil (ASPNS).

c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (Askes)

1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 tentang pemeliharaan

Kesehatan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Penerima Pensiun, Veteran,

Perintis Kemerdekaan beserta Keluarganya.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian dan Perundang-undangan Asuransi Sosial di samping ketentuan

Asuransi dalam KUHD, maka dianggap cukup memadai aturan hukum yang

mengatur tentang usaha perasuransian, baik dari segi keperdataan maupun dari

segi publik administratif.59

59Ibid.,

(23)

C. Tujuan dan Manfaat Asuransi

Asuransi dalam perkembangan masyarakat dan perkembangan ekonomi,

merupakan suatu lembaga keuangan. Sebab, melalui asuransi dapat menghimpun

dana dari masyarakat yang dapat berakumulasi dengan besar, yang dapat

digunakan untuk membiayai pembangunan. Selain itu, asuransi bertujuan

memberikan perlindungan (proteksi) atas kerugian keuangan yang ditimbulkan

oleh peristiwa yang tidak diduga sebelumnya. Berdasarkan prinsip keseimbangan

(indemnitas) dengan asuransi bertujuan untuk mengembalikan posisi keuangan

(financial) seseorang (tertanggung) pada keadaan semula60. Apabila diuraikan

lebih jelas lagi mengenai tujuan asuransi tersebut adalah :

1. Teori Pengalihan Risiko

Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer theory), tertanggung

menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau

terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia

akan menderita kerugian material atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara

ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi

perjalanan hidup seseorang atau ahli waris. Tertanggung sebagai pihak yang

terancam bahaya merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat

terjadi.61

Untuk mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak

tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia

mengambil alih beban risiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra

60

Tuti Rastuti, Op.Cit.,hal. 7. 61

(24)

prestasi yang disebut premi. Dalam dunia bisnis Perusahaan Asuransi selalu siap

menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk mengambil alih risiko dengan

imbalan pembayaran premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan

mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan

membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu

pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu

asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki

dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung.62

Dengan menerima risiko dari tertanggung, perusahaan asuransi jelas akan

menanggung risiko sendiri. Berkaitan dengan keadaan tersebut, timbul

pertanyaan, mengapa perusahaan asuransi bersedia menerima hal tersebut? Hal

demikian antara lain disebabkan pada dasarnya perusahaan asuransi itu memiliki

keahlian untuk menerapkan teknik-teknik mengurangi risiko yang tidak terbuka

bagi setiap pihak yang ditanggung dan karena itu membuat risiko yang dialihkan

kepadanya dapat memberikan keuntungan baginya dari premi yang dikenakan.

Adapun teknik-teknik mengurangi atau memperkecil risiko tersebut pada

dasarnya yang dapat dilakukan oleh perusahaan asuransi sebagai penanggung

adalah sebagai berikut :

a) Keahlian, yaitu dengan menjadi seorang ahli dalam menanggung risiko, maka

perusahaan asuransi mempunyai pengetahuan yang lebih banyak tentang risiko

daripada para tertanggung.

b) Pengelompokan, yaitu menerapkan berlakunya bilangan besar (law of large

number) dan membuat risiko lebih mudah untuk diramalkan dengan memakai

62

(25)

data statistik yang dihimpunnya. Apabila kelompok risiko tidak cukup besar

untuk meningkatkan daya peramalannya, para penanggung akan mengatur

kelompok-kelompok antara perusahaan sehingga penyebarannya cukup luas

untuk mengurangi penyimpangan kerugian-kerugian sebenarnya dari yang

diperkirakan.

c) Pencegahan risiko, yakni apabila keadaan keuangan perusahaan asuransi cukup

kuat, mereka dapat memperkuat atau menambah atau melengkapi saranasarana

untuk mengurangi risiko yang oleh tertanggung.

d) Melakukan pengalihan risiko lebih lanjut yaitu melalui lembaga reasuransi

yang dimungkinkan oleh Pasal 271 KUHD.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa asuransi mempunyai

fungsi atau tujuan untuk mengalihkan atau membagi risiko. Berkaitan dengan hal

tersebut, William Jr. dan heins mengatakan “Insurance is a key tool of risk

management”.

Bagi suatu perusahaan, akan memperoleh rasa tenteram dari risiko yang

dihadapinya atas kegiatan usahanya atas harta miliknya, serta dapat mendorong

keberaniannya menggiatkan usaha yang lebih besar dengan risiko yang lebih besar

pula, sebab risiko yang lebih besar tersebut telah diambil alih oleh penanggung.

Pihak bank memiliki risiko misalnya, kerugian dibawa kaburnya uang nasabah,

risiko kredit macet, risiko kecurian, risiko kebakaran, dan sebagainya.63

2. Pembayaran Ganti Kerugian

Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak

ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya

63

(26)

tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu sungguh-sungguh terjadi. Ini

merupakan kesempatan baik bagi penanggung mengumpulkan premi yang dibayar

oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika pada suatu

ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko

berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan

dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam

praktiknya, kerugian yang timbul itu bersifat sebagian (pertial loss), tidak

semuanya berupa kegiatan total (total loss). Dengan demikian, tertanggung

mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti

kerugian yang sungguh-sungguh dideritanya.64

Jika dibandingkan dengan jumlah premi yang diterima dari beberapa

tertanggung, maka jumlah ganti kerugian yang dibayarkan kepada tertanggung

yang menderita kerugian itu tidaklah begitu besar jumlahnya. Kerugian yang

diganti oleh penanggung itu hanya sebagian kecil dan jumlah premi yang diterima

dari seluruh tertanggung. Dari sudut perhitungan ekonomi, keadaan ini merupakan

faktor pendorong perkembangan Perusahaan Asuransi di samping faktor tingginya

pendapatan perkapita warga negara (warga masyarakat).

Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila dalam

jangka waktu asuransi terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan yang menimpa

diri tertanggung, maka penanggung akan membayar jumlah asuransi yang telah

disepakati bersama seperti tercantum dalam polis. Jumlah asuransi yang

disepakati itu merupakan dasar perhitungan premi dan untuk memudahkan

penanggung membayar sejumlah uang akibat terjadinya peristiwa kematian atau

64

(27)

kecelakaan. Jadi, pembayaran sejumlah uang itu bukan sebagai ganti kerugian,

karena jiwa atau raga manusia bukan harta kekayaan dan tidak dapat dinilai

dengan uang.

3. Pembayaran Santunan

Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian

bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary insurance).Akan

tetapi, undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory

insurance), artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah

undang-undang, bukan karena perjanjian. Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial

(social security insurance), Asuransi sosial bertujuan untuk melindungi

masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau

cacat tubuh. Dengan membayar sejumlah kontribusi (semacam premi),

tertanggung berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.65

Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang

terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan undang-undang,

misalnya hubungan kerja, penumpang angkutan umum. Apabila mereka mendapat

musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan berlangsung,

mereka (atau ahli warisnya) akan memperoleh pembayaran santunan dari

penanggung (BUMN), yang jumlahnya telah ditetapkan oleh undang-undang.

Jadi, tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk undang-undang

adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena

musibah diberi santunan sejumlah uang.66

65

Ibid.

66

(28)

4. Kesejahteraan Anggota

Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan

membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu

berkedudukan sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan

berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan

kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayar

sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan. Prof. Wirjono

Prodjodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan “perkumpulan

koperasi”. Asuransi ini merupakan asuransi saling menanggung (onderlinge

verzekering) atau asuransi usaha bersama (mutual insurance) yang bertujuan

mewujudkan kesejahteraan anggota.67

Setelah ditelaah dengan seksama, asuransi saling menanggung tidak dapat

digolongkan ke dalam asuransi murni, tetapi hanya mempunyai unsur-unsur yang

mirip dengan asuransi kerugian atau asuransi jumlah. Penyetoran uang iuran oleh

anggota perkumpulan (semacam premi oleh tertanggung) merupakan

pengumpulan dana untuk kesejahteraan anggotanya atau untuk mengurus

kepentingan anggotanya, misalnnya bantuan biaya upacara bagi anggota yang

mengadakan selamatan, bantuan biaya penguburan bagi anggota yang meninggal

dunia, dan biaya perawatan bagi anggota yang mengalami kecelakaan atau sakit.68

Asuransi kesejahteraan seperti ini lebih sesuai apabila dikelola oleh

perkumpulan Koperasi atau Usaha Bersama karena sesuai benar dengan asas dan

67

Ibid., hal. 15. 68

(29)

tujuan kedua badan hukum tersebut. Kedua badan hukum ini diatur dalam Pasal 7

ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 sebagai berikut :

“Usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk:

a. Perusahaan Perseroan (Persero); b. Koperasi;

c. Perseroan Terbatas; d. Usaha Bersama (mutual).”

Usaha Bersama semacam ini dalam praktik asuransi kini telah dilakukan

dalam bentuk Asuransi Takaful (asuransi kesejahteraan) berdasarkan prinsip

syari’ah Islam, yang menghindari sistem bunga yang disebut riba. Asuransi

Takaful merupakan alternatif yang dikembangkan oleh pengusaha Islam yang

menampung hasrat para peminat, mengingat sebagian besar anggota masyarakat

Indonesia beragama Islam. Oleh karena itu prospek Asuransi Takaful cukup

cerah.69

Keberadaan Asuransi yang semakin eksis di tengah masyarakat, selain

dikarenakan memiliki tujuan juga memiliki banyak manfaat yang dapat

menguatkan masyarakat untuk menggunakannya. Adapun manfaat yang diberikan

oleh Asuransi adalah sebagai berikut :70

1. Asuransi Melindungi Risiko Investasi

Kemauan untuk menanggung risiko merupakan unsur fundamental dalam

perekonomian bebas. Bilamana suatu perusahaan berusaha untuk memperoleh

keuntungan dalam bidang usahanya, maka kehadiran risiko dan ketidakpastian

tidak dapat dihindarkan , asuransi mengambil alih risiko itu. Karena asuransi

menghilangkan atau mengurangi risiko, maka para usahawan dimungkinkan dan

69

Ibid., hal. 16. 70

(30)

didorong untuk mengkonsentrasikan energi dan modal dalam usah-usaha yang

kreatif.

Seperti halnya risiko yang dikaitkan dengan individu-indivdu, maka

usaha-usaha untuk mencari rasa aman (tanpa menanggung risiko) pun akan menghalangi

kegiatan usaha yang mungkin dapat memberikan keuntungan besar. Orang tidak

akan pernah berfikir untuk memasuki suatu proyek industri baru atau

menanamkan sejumlah besar uang mereka dalam pembelian bahan baku, apabila

sebelumnya tidak dilindungi oleh asuransi yang memadai.

Perusahaan-perusahaan asuransi yang tugas utamanya adalah memberikan

perlindungan kepada perusahaan-perusahaan lain telah menjadi suatu institusi

ekonomi yang mempunyai peranan tidak kecil. Tanpa asuransi, kemajuan

ekonomi yang ada sekarang ini mustahil tercapai.

2. Asuransi sebagai Sumber Dana Investasi

Pembangunan ekonomi memerlukan dukungan investasi dalam jumlah

memadai pelaksanaanya harus berdasarkan pada kemampuan sendiri. Oleh karena

itu, diperlukan usaha keras untuk mengerahkan dana masyarakat melalui lembaga

keuangan bank dan nonbank. Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga

keuangan nonbank yang menghimpun dana masyarakat, semakin penting

peranannya sebagai sumber modal untuk investasi di berbagai bidang.

Mengingat bahwa akumulasi dana dalam perusahaan-perusahaan asuransi

pada umumnya berbentuk reserve (cadangan) maka investasi dalam surat

berharga jangka panjang seperti obligasi dan saham dapat dibenarkan. Oleh

(31)

berbagai bidang, misalnya perkapalan, pertambangan, termasuk deposito pada

bank.

3. Asuransi untuk Melengkapi Persyaratan Kredit

Kreditor lebih percaya pada perusahaan yang risiko kegiatan usahanya

diasuransikan. Pemberi kredit tidak hanya tertarik dengan keadaan perusahaan

serta kekayaannya yang ada saat ini, tetapi juga sejauh mana perusahaan tersebut

telah melindungi diri dari kejadian-kejadian yang tidak terduga di masa depan.

Dalam hubungannya dengan pinjaman dari bank, seringkali salah satu

informasi yang dibutuhkan, selain laporan keuangan perusahaan, adalah

berkenaan dengan jumlah penutupan asuransi yang memadai sebelum kredit dapat

diberikan. Demikian pula halnya apabila keseluruhan harga secara tunai yang sisa

pembayarannya ditutupi dengan hipotek, maka dia akan diminta untuk

mengasuransikan semua hartanya sehingga cukup untuk menutupi bunga atas

hipotek tersebut.

4. Asuransi dapat Mengurangi Kekhawatiran

Fungsi primer dari asuransi adalah mengurangi kekhawatiran akibat

ketidakpastian. Perusahaan asuransi tidak kuasa mencegahterjadinya

kerugian-kerugian tak terduga. Jadi, perusahaan asuransi tidaklah mengurangi

ketidakpastian terjadinya penyimpangan yang tak diharapkan itu. Ketentraman

hati yang diberikan oleh asuransi inilah salah satu jasa utama yang diterima

(32)

Bila seseorang telah membayar premi asuransi, mereka terbebas dari

kekhawatiran kerugian besar dengan memikul suatu kerugian kecil (dalam hal ini

berupa premi yang telah dibayar). Jika tidak ada asuransi, maka mereka yang

menghadapi risiko tidak akan dapat meramalkan apakah mereka akan tertimpa

kerugian besar, kerugian kecil atau tidak. Oleh karena itu, mereka tidak akan

sanggup meramalkan biayanya.

5. Asuransi Mengurangi Biaya Modal

Dalam rangka menarik modal ke dalam perusahaan-perusahaan yang

menanggung biaya besar, maka tingkat pengembalian (return) atas modal yang

telah diinvestasikan atau yang akan diinvestasikan pun harus cukup besar. Tingkat

risiko dan pengembalian modal berkaitan satu sama lain dan tidak dapat

dipisahkan. Prinsip ini mewujudkan dirinya dalam bidang investasi.

Dengan demikian, dalam dunia usaha yang beban risikonya tidak dapat

dialihkan kepada pihak lain, maka pihak-pihak penanam modal yang telah

bersedia menanggung risiko atas modal yang diinvestasikan tersebut akan

menetapkan biaya modal (cost of capital)yang lebih tinggi.

6. Asuransi Menjamin Kestabilan Perusahaan

Perusahaan-perusahaan dewasa ini menyadari arti penting asuransi sebagai

salah satu faktor yang menciptakan goodwil(jasa baik) antara kelompok pimpinan

dan karyawan. Perusahaan-perusahaan tersebut telah menyediakan polis secara

berkelompok untuk para karyawan tertentu dengan cara perusahaan membayar

keseluruhan atau sebagian premi yang telah ditetapkan.

(33)

Asumsikan, misalnya suatu perusahaan cukup kuat untuk menanggung

sendiri semua risiko kerugian yang mungkin di deritanya. Hal itu berarti

perusahaan harus dapat menentukan berapa jumlah kerugian tak terduga yang

diperkirakan akan terjadi pada masa-masa yang akan datang.

Dalam dunia usaha yang penuh dengan persaingan, kerugian-kerugian

yang ditimbulkan oleh kemungkinan bahaya di masa yang akan datang tidak dapat

ikut diperhitungkan sebagai salah satu komponen harga pokok barang yang dijual.

Selanjutnya komponen harga pokok tersebut tidak dibebankan kepada konsumen.

Dengan adanya peningkatan harga yang disebabkan penambahan biaya atas

kemungkinan kerugian tak terduga, jumlah permintaan akan turun kecuali apabila

barang tersebut sangat tidak elastis.

Dengan berusaha menentukan biaya-biaya “kebetulan” yang mungkin

dialami pada masa yang akan datang melalui program asuransi, pihak perusahaan

akan dapat mempertimbangkan atau memperhitungkan biaya tersebut sebagai

salah satu elemen dari total biaya untuk produk yang dijualnya.

8. Asuransi dapat Menyediakan Layanan Profesional

Usaha-usaha untuk memberikan bantuan teknis baik kepada individu

maupun perusahaan-perusahaan sudah semakin disadari oleh perusahaan asuransi.

Hal itu dilakukan agar perusahaan-perusahaan tersebut dapat melakukan

operasinya dengan baik dan efisien.

Jasa para ahli yang telah bekerja dalam perusahaan asuransi akan

dinikmati oleh tertanggung tanpa adanya bayaran tambahan selain dari premi yang

harus mereka bayar. Jasa-jasa yang diberikan oleh tenaga ahli dari perusahaan

(34)

mereka bekerja. Tenaga-tenaga ahli tersebut adalah karyawan dari perusahaan

asuransi. Oleh karena itu, apa pun yang mereka lakukan terhadap pihak

tertanggung merupakan pelayanan dari perusahaan asuransi.

9. Asuransi Mendorong Usaha Pencegahan Kerugian

Dewasa ini perusahaan-perusahaan asuransi banyak melakukan usaha yang

sifatnya mendorong perusahaan tertanggung untuk melindungi diri dari bahaya

yang dapat menimbulkan kerugian. Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam

berbagai bidang usaha menyadari bahwa keberhasilan yang dicapai sangat

tergantung pada kemampuan mereka untuk memberikan perlindungan dengan

biaya yang cukup wajar.

Sebagai contoh kita dapat melihat bahwa perusahaan asuransi kebakaran

menyarankan penginstalan alat-alat pengamanan, misalnya, alat-alat pemadam

kebakaran baik di kantor, rumah,, ataupun di gedung-gedung bioskop. Perusahaan

asuransi kebakaran menyarankan cara penginstalan air pada gedung-gedung yang

besar yang sedang dibangun. Dorongan-dorongan yang pada dasarnya untuk

menghemat premi asuransi ini merupakan perangsang untuk tercapainya

perlindungan terhadap kerugian.

10. Asuransi Membantu Pemeliharaan Kesehatan

Usaha lain yang sangat erat hubungannya dengan usaha-usaha yang

dilakukan untuk menghindari atau memperkecil penyebab timbulnya kerugian

adalah kampanye yang dilakukan oleh perusahaan asuransi jiwa kepada para

pemegang polis khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Adapun

perusahaan-perusahaan asuransi jiwa yang melakukan pengecekan kesehatan

(35)

mendeteksi penyakit lebih dari dini serta mengadakan pengobatan bilamana perlu.

Kontribusi perusahaan asuransi jiwa demi peningkatan kesehatan masyarakat

tidak terkira nilainya.

D. Asas-Asas dan Bagian-bagian yang Penting pada Asuransi

Asuransi dalam terminologi hukum merupakan suatu perjanjian, oleh

karena itu perjanjian itu sendiri perlu dikaji sebagai acuan menuju pada

pengertian asuransi. Di samping itu karena acuan pokok perjanjian asuransi tetap

pada pengertian dasar dari perjanjian. Secara umum pengertian perjanjian dapat

dijabarkan antara lain adalah sebagai berikut:

1. Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih.

2. Suatu hubungan hukum antara pihak, atas dasar mana pihak yang sau (yang

berpiutang atau kreditur) berhak untuk suatu prestasi dari yang lain. (yang

berhubungan atau debitur) yang juga berkewajiban melaksanakan dan

bertanggung jawab atas suatu prestasi.71

Berdasarkan Pasal 1 KUHD, ketentuan umum perjanjian dalam KUHD

Perdata dapat berlaku pula dalam perjanjian asuransi sebagai perjanjian khusus.

Dengan demikian, para pihak tunduk pula pada beberapa ketentuan-ketentuan

dalam KUH Perdata. Asas-asas yang terdapat dalam hukum perjanjian

sebagaimana diatur dalam KUH Perdata perlu diperhatikan, asas-asas termaksud

pada umumnya memberikan pengamanan terhadap kepentingan-kepentingan yang

71

(36)

berkaitan dengan pemilikan dan kebendaan. Adapun asas-asas yang lahir dari

ketentuan KUH Perdata tersebut adalah sebagai berikut :72

1. Asas Konsensual

Asas konsensual merupakan cerminan daripada Pasal 1320 (1) KUH

Perdata yang menyatakan di dalamnya syarat sah suatu perjanjian, yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian,

c. Mengenai suatu hal tertentu,

d. Suatu sebab yang halal.

Asas konsensual diambil dari salah satu syarat perjanjian yaitu adanya

kesepakatan kedua belah pihak. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan

sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan paksa adalah Contradictio interminis.

Kesepakatan memberikan pilihan kepada para pihak, untuk setuju atau tidak

setuju mengikatkan diri pada perjanjian dengan akibat hukumnya. Selain paksaan,

cacatnya kesepakatan dapat terjadi karena kekeliruan, dan kesalahan.

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang

menyatakan bahwa, “ semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Menurut Sultan Remy Sjahdeini, dalam hukum perjanjian Indonesia ruang

lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi :

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian ;

b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian ;

72

(37)

c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih isi (causa) dari perjanjian yang

dibuatnya ;

d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian ;

e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian ;

f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang

bersifat opsional (aanvullend, optional).73

Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu, sehingga

titik tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dengan demikian dapat dipahami

bahwa, kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak.

Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjanjian Indonesia

memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa adanya kata sepakat dari

salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat dapat

dibatalkan.

Hukum perjanjian dikuasai oleh “asas konsensualisme”. Ketentuan

tersebutmengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan

isi perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lainnya. Dengan kata lain asas kebebasan

berkontrak dibatasi oleh asas konsensualisme. Berdasarkan Pasal 1320 ayat (4)

para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut causa yang

dilarang oleh undang-undang, bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan

dengan ketertiban umum dengan ancaman batal demi hukum. Pasal 1338 Ayat (3)

menentukan bahwa, kebebasan suatu pihak dalam membuat perjanjian tidak dapat

diwujudkan sekehendaknya tetapi dibatasi oleh iktikad baiknya.74

73

Ibid., hal. 43.

74

(38)

3. Asas Ketentuan Mengikat

Asas ketentuan mengikat dilahirkan dari Pasal 1338 (1) KUH Perdata,

apabila dihubungkan dengan perjanjian asuransi berarti bahwa pihak penanggung

dan tertanggung atau pemegang polis terikat untuk melaksanakan ketentuan

perjanjian yang telah disepakatinya. Sebab, perjanjian yang telah dibuat oleh para

pihak memiliki kekuatan mengikat sebagaimna undang-undang yang memiliki

akibat hukum apabila tidak diindahkan oleh para pembuat perjanjian, dan hanya

berlaku bagi mereka para pihak yang membuatnya.

4. Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan ini juga terlahir dari Pasal 1338 (1) KUH Perdata. Asas

kepercayaan mengandung arti bahwa, mereka yang mengadakan perjanjian

melahirkan kepercayaan di antara kedua belah pihak, bahwa satu sama lain akan

memenuhi janjinya untuk melaksanakan prestasi seperti yang diperjanjikan.

Ketentuan tersebut berlaku pula bagi perjanjian asuransi, sehingga pemegang

polis dan penanggung terikat untuk memenuhi perjanjian yang telah dibuatnya.

Asas akepercayaan merupakan modal yang harus dimiliki para pembuat perjanjian

ketika mengucapkan kata “sepakat’ dalam membuat sebuah perjanjian.

5. Asas Persamaan Hukum

Asas persamaan hukum adalah bahwa subjek hukum yang

mengadakanperjanjian, mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam hukum,

dan tidak dibedak-bedakan satu sama lain. Keberlakuan hukum tidak mengenal

kulit, semua sama dimata hukum.

(39)

Asas keseimbangan adalah suatu asas yang menghendaki kedua belah

pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Dalam perjanjian asuransi, hak

dan kewajiban tertanggung adalah membayar premi dan menerima pembayaran

ganti kerugian, sedangkan hak dan kewajiban penanggung adalah menerima premi

dan memberikan ganti kerugian atas objek yang dipertanggungkan.75

7. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai figur hukum yang mengandung kepastian hukum.

Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Selain itu, dalam Pasal 1338 ayat

(2) KUH Perdata yang menyatakan bahwa, “perjanjian-perjanjian itu tidak dapat

ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan

yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu”

8. Asas Iktikad Baik

Asas ikitikad baik ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) yang dimana

keberlakuannya adalah untuk semua perjanjian termasuk perjanjian asuransi yang

diartikan pula secara menyeluruh bahwa, dalam pelaksanaan perjanjian tersebut

para pihak harus mengindahkan kenalaran dan kepatutan Pasal 1339 KUH

Perdata, yaitu:

“suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”76

Iktikad baik yang dikehendaki undang-undang ialah objektif. Hal demikian

memang sangat tepat. Sebab, apabila ukurannya subjektif, maka akan bersifat

75

Ibid.,hal. 46. 76

(40)

relatif. Satu pihak dapat menyatakan dengan iktikad baik, sedangkan pihak lain

mungkin menganggapnya sebaliknya.

Dalam pelaksanaanya, terdapat hal-hal yang tidak dapat dipisahkan

ataupun terdapat keharusan terhadap hal-hal tersebut untuk ada di dalam bagian

pelaksanaan asuransi. Adapun bagian-bagian terpenting yang harus diketahui dan

dipahami oleh masyarakat umum dan secara khusus bagi pengguna asuransi

adalah :

1. Risiko

Risiko adalah segala hal yang bisa terjadi pada diri manusia yang tidak

diinginkan untuk terjadi. Setiap manusia memiliki risiko atas apa pun yang dia

lakukan. Risiko yang dilindungi dengan asuransi lebih banyak merupakan risiko

yang dapat dinilai dengan uang atau disebut risiko materiil. Meskipun demikian,

risiko immateriil dapat dilindungi dengan asuransi, tetapi kerugian tidak dapat

diukur dengan finansial (dinilai dengan uang). Risiko demikian biasanya terdapat

pada asuransi sejumlah uang. Oleh karena itu, dalam asuransi sejumlah uang

(asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi pendidikan, dan sebagainya) yang

lebih menonjol manfaatnya adalah sebagai investasi (menyimpan dana). Dengan

demikian, risiko pada asuransi kerugian (misal kebakaran, kehilangan mobil,

kecurian, kebongkaran, kerusakan, dan lain-lain) adalah “ketidakpastian akan

terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian ekonomis”.77

Secara umum, jenis-jenis risiko yang dikenal dalam perasuransian antara

lain:

77

(41)

a. Risiko Umum; berarti ada ketidakpastian terjadinya suatu kerugian atau hanya ada peluang merugi dan bukan suatu peluang keuntungan dengan kata lain, risiko murni adalah suatu yang terjadi tidak juga memberikan keuntungan. b. Risiko Spekulatif atau Speculative Risk;adalah risiko yang berkaitan dengan

terjadinya dua kemungkinan, antara lain peluang mengalami kerugian finansial dan peluang memperoleh keuntungan.

c. Risiko Individu atau Risiko Pribadi; adlah risiko yang mempengaruhi kapasitas atau kemampuan seseorang memperoleh keuntungan yang dapat disebabkan mati muda, uzur, cacat fisik, dan kehilangan pekerjaan.

d. Risiko Harta; adalah terjadi kerugian keuangan apabila kita memiliki suatu benda atau harta, di mana adanyan peluang harta tersebut hilang, dicuri, atau rusak. Hilangnya suatu harta berarti suatu kerugian finansial.

e. Risiko Tanggung Gugat; adalah risiko yang mungkin kita alami atau derita sebagai tanggung jawab akibat kerugian atau lukanya pihak lain.78

Pada sebuah perusahaan risiko melekat pada setiap aktivitas kegiatan

usaha. Untuk itu, pengelolan keuangan yang benar menjadi prinsip yang harus

dilaksanakan, perusahaan haruslah memiliki apa yang disebut dengan manajemen

risiko. Manajemen risiko adalah proses pengelolaan risiko yang mencakup

identifikasi, evaluasi, dan pengendalian risiko yang dapat mengancam

kelangsungan usaha atau suatu aktivitas. Menghilangkan risiko berarti

menghapuskan semua kemungkinan terjadinya kerugian misalnya dalam

mengendarai mobil di musim hujan, kecepatan kendaraan dibatasi maksimum 60

km/jam. Menimalisasi risiko dilakukan dengan upaya-upaya untuk

meminimumkan kerugian misalnya dalam produksi, peluang terjadinya produk

gagal dapat dikurangi dengan pengawasan mutu (quality control). Sedangkan

pengalihan/transfer risiko dapat dilakukan dengan memindahkan kerugian/risiko

yang mungkin terjadi kepada pihak lain, misalnya perusahaan asuransi.79

Tidak semua risiko dapat diasuransikan, risiko-risiko yang dapat

diasuransikan adalah: risiko yang dapat diukur dengan uang, risiko homogen

78

Ibid., hal. 10. 79

(42)

(risiko yang sama dan cukup banyak dijamin oleh asuransi), risiko murni (risiko

ini tidak mendatangkan keuntungan), risiko partikular (risiko dari sumber

individu), risiko yang terjadi secara tiba-tiba (accidental)¸insurable interest

(tertanggung memiliki kepentingan atas objek pertanggungan) dan risiko yang

tidak bertentangan dengan hukum.80

2) Klaim

Klaim merupakan tuntutan dari pihak tertanggung sehubungan dengan

adanya kontrak perjanjian antara asuransi dengan pihak tertanggung yang

masing-masing pihak mengikatkan diri untuk menjamin pembayaran ganti rugi oleh

penanggung jika pembayaran premi asuransi telah dilakukan oleh pihak

tertanggung, ketika terjadi musibah yang diderita oleh pihak tertanggung.81

Klaim diajukan oleh pihak tertanggung atas dasar kerugian atau musibah

yang menimpanya, yang sebelumnya bentuk-bentuk kerugian yang dapat

ditanggung sudah diperjanjikan terlebih dahulu oleh pihak tertanggung dan

penanggung. Ketika pengajuan klaim itu diserahkan kepada pihak penanggung,

tidak serta merta pihak penanggung langsung memenuhinya. Ada tahap-tahap

dalam pemenuhan pengajuan klaim tersebut, yang mana pihak penanggung harus

melihat kerugian yang diderita tertanggung dan besar premi yang dibayar

tertanggung. Sehingga tidak ada yang merasa dirugikan dalam hal tersebut.

Pada pengajuan klaim ganti kerugian perusahaan asuransi biasanya

menggunakan sistem penggantian (reimbursement), cash plan atauprovider.

Apabila menggunakan dengan sistem reimbursement, nasabah harus membayar

80

Ibid. 81

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dimaksudkan evaluasi disini adalah mengetahui sejauh mana langkah konseling yang telah dilakukan telah mencapai hasilnya. Dapat dilihat pada perkembangan selanjutnya

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah hasil belajar akuntansi yang diajar

Pada tugas akhir ini akan dirancang suatu software untuk mendeteksi penyakit kelainan jantung PACs mengunakan RR interval dan algoritma QRS Detection Pan and

Berbagai ide yang tidak terduga oleh pasukan Bizantium dilakukan oleh Sultan yaitu memindahkan 70 kapal di utara Galata, membuat menara dari kayu, menggali terowongan bawah tanah,

Meskipun secara parsial persepsi harga tidak berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keputusan pembelian namun penilaian terhadap harga serta kualitas dari suatu

Dalam hal ini yang menjadi kajian peneliti adalah yang berkaitan dengan objek jaminan fidusia yang disita oleh Negara akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan debitur

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan adanya pengaruh Bauran Promosi yang terdiri dari Periklanan, Promosi Penjualan, dan Publisitas baik secara