Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat
dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita
dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang
berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tidak mudah
untuk memahami kejahatan itu sendiri. Kejahatan muncul bukan saja dari campur
tangan penguasa saja, tetapi juga muncul dari persoalan pribadi ataupun keluarga.
Individu yang merasa dirinya menjadi korban perbuatan orang lain, akan mencari
balas terhadap pelakunya.56
Pada abad 18 muncullah para penulis yang kemudian disebut sebagai
mazhab klasik, sebagai reaksi atas ketidak pastian hukum dan ketidak adilan serta
sewenang-wenangan penguasa. Mazhab klasik ini mengartikan kejahatan sebagai
perbuatan yang melanggar undang-undang. Ajarannya yang terpenting adalah
doktrin nullum crimen sine lege yang berarti tidak ada kejahatan apabila
undang-undang tidak menyatakan perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang dilarang.57
Lama kelamaan timbul ketidakpuasan terhadap ajaran mazhab ini dan pada
akhir abad ke-19 muncullah pandangan baru yang lebih menitikberatkan pada
pelakunya dalam studi terhadap kejahatan. Mazhab ini muncul diantara para studi
kejahatan di Italia yang kemudian disebut Mazhab Positif. Mazhab positif ini di
pelopori oleh C. Lombroso, seorang dokter ahli ilmu kedokteran kehakiman. Ia
56
Topo Santoso, Kriminologi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hlm.1
57
mengartikan bahwa kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar hukum alam
(natural law). Aliran ini berusaha untuk mengatasi relativitas dari hukum pidana dengan mengajukan konsep kejahatan yang non hukum. Perkembangan
selanjutnya, konsep kejahatan yang non hukum tersebut banyak menguasai para
sarjana Kriminologi di Amerika terutama sampai pertengahan abad ke 20.58
Beberapa kritikan terhadap mazhab tersebut diajukan oleh Ray Jeffery
yang menyatakan bahwa dalam mempelajari kejahatan harus dipejari dalam
rangka hukum pidana. Sebab dari hukum pidana, kita dapat mengetahui
bagaimanakah suatu tingkah laku dipandang sebagai kejahatan dan bagaimana
peraturan perundang-undangan berinteraksi dengan system norma yang lain.59
Kejahatan ini sebenarnya telah pikirkan sejak beradad-abad lalu oleh para
ilmuwan terkenal. Misalnya, Plato (427-347 SM ), plato menyatakan dalam
bukunya ‘Republiek’ menyatakan bahwa emas, manusia adalah merupakan sumber dari banyak kejahatan. Aristoteles (382-322 SM ) menyatakan bahwa
kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar
tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk
kemewahan. Thomas Aquino (1226-1274) memberikan beberapa pendapatnya
tentang pengaruh kemiskinan atas kejahatan. “orang kaya yang hidup untuk
kesenangan dan memboros-boroskan kekayaannya, jika suatu kali jatuh miskin,
mudah menjadi pencuri”. Thomas More (1478-1535) dalam bukunya Utopia
(1516), ia menceritakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan kedapa penjahat
pada waktu itu tidak berdampak banyak untuk menghapuskan kejahatan yang
58
Ibid, hlm. 23
59
terjadi. Untuk itu katanya, harus dicari sebab musabab kejahatan dan
menghapuskannya.60
Selain para sarjana diatas, ada juga pendapat sarnaja yang lain. Misalnya,
R. Soesilo, ia membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian
kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian kejahatan adalah
suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan Undang-undang. Untuk
dapat melihat apakah perbuatan itu bertentangan dengan undang-undang atau
tidak, maka undang-undang itu haruslah diciptakan terlebih dahulu sebelum
adanya peristiwa pidana. Hal ini selain untuk mencegah adanya tindakan yang
sewenang-wenang dari pihak penguasa juga agar dapat memberikan kepastian
hokum.61
Asas ini dalam hukum pidana disebut “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali” artinya tidak ada suatu perbuatan yang boleh dijatuhi hukuman selain berdasarkan ketentutan perundang-undangan yang telah dibuat
sebelumnya. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan
adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga
sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman
dan ketertiban.62
Menurut M.A Elliot, Kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat
modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum yang dapat dijahuti
hukuman penjara, hukuman mati, dan hukuman denda. Pendapat lain
dikemukakan oleh J.E.Sahetapy dalam bukunya Causa Kejahatan dan beberapa
60
Santoso, Op.Cit
61
Ediwarman , dkk, Azas-azas Kriminologi, USU PRESS, 1994, hlm.45
62
analisis kriminologi yang menyatakan bahwa kejahatan adalah tidak lain dan tidak
bukan hanyalah suatu penanaman belaka yang diberikan oleh pemerintah selaku
pihak yang berkuasa dimana dalam pelaksanaannya dibebankan kepada pundak
hakim untuk memberikan penilaian atau pertimbangan apakah suatu persoalan
yang diajukan adalah perbuatan pidana atau bukan.63
Menurut J.M Bemmelem dalam bukunya Criminologie tahun 1958,
kejahatan adalah suatu tindakan atau kelakuan yang merugikan dan merusak
asusila, yang menimbulkan kegoncangan besar kepada masyarakat tertentu,
sehingga masyarakat ituberhak mencela dan mengadakan perlawanan terhadap
kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan penderitaan terhadap pelaku
perbuatan itu (pembalasan).64
Pada bab I sebelumnya, telah dijelaskan pengertian dari kejahatan
kekerasan itu sendiri. Pada bab II ini akan membahas jenis-jenis dari kejahatan
kekerasan itu sendiri. Menurut Haskell dan Yablonsky, ada empat jenis perbuatan
yang menjadi dasar kategori kejahatan kekerasan, yaitu Pembunuhan (moord ), perkosaan dengan penganiyaan (forcible rape), Perampokan (robbery), dan penganiayaan berat (aggravated assault).65
Penelitian ini akan membahas satu-persatu bagian dari kejahatan kekerasan diatas,
antara lain :
63
Ibid, hlm. 46
64
Stephan, Hurwitz, Kriminologi, Jakarta : PT. Bina Aksara, 1986, hlm. 4
65
1. Pembunuhan Berencana ( pasal 340 KUHP )
Isinya sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukumj karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau hukuman penjara selama-lamanya dua puluh tahun”66
Rumusan tersebut diatas terdiri dari unsur-unsur :
3. Unsur Subyektif
4. Dengan Sengaja
5. Dengan rencana terlebih dahulu
4. Unsur Obyektif
d. Perbuatan : menghilangkan nyawa
e. Obyeknya : nyawa orang lain.
Pasal 340 KUHP dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh
unsur dalam pasal 338 KUHP, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni
“dengan direncanakan terlebih dahulu”.67 Pebedaan antara pembunuhan dengan
pembunuhan direncanakan terlebih dahulu terletak dalam apa yang terjadi didalam
diri sipelaku sebelum pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang. Untuk
pembunuhan direncanakan terlebih dahulu, diperlukan berpikir secara tenang bagi
pelaku. Pengambilan keputusan dalam pembunuhan biasa dalam menghilangkan
jiwa seseorang dan pelaksaannya merupakan suatu kesatuan, sedangkan pada
pembunuhan direncanakan terlebih dahulu kedua hal tersebut terpisah oleh waktu
66
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor : POLITEIA, 1994,
hlm. 241
67
yang diperlukan guna berpikir secara tenang tentang pelaksanaannya, juga waktu
untuk member kesempatan guna membatalkan pelaksanaannya.68
Jangka waktu itu bukan menjadi criteria bagi pembunuhan yang
direncanakan terlebih dahulu. Jangka waktu dapat digunakan sebagai petunjuk
adanya rencana terlebih dahulu, tetapi tidak menjadi bukti. Direncanakan terlabih
dahulu memang terjadi pada seseorang dalam suatu keadaan dimana mengambil
putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan oleh hawa nafsu nya
dan dibawah pengaruh hawa nafsu itu juga dipersiapkan pelaksanaannya, setelah
dilakukannya perbuatan itu.69
Mengenai unsur dengan direncanakan terlebih dahulu, pada dasarnya
mengandung tiga (3) unsur, yaitu 70:
a. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang.
Memutuskan kehendak dalam suasana tenang adalah pada saat
memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana batin yang
tenang. Suasana batin yang tenang adalah suasana tidak tergesa-gesa atau
tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi, sehingga perbuatan nya
itu dapat terwujud.
b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan
pelaksanaan kehendak.
Waktu yang cukup ini adalah relative, dalam arti tidak diukur dari lamanya
waktu tertentu, malainkan bergantung pada keadaan atau kejadian kongret yang
68
Ibid
69
Anwar, Moch ( Dading ), Hukum pidana bagian khusus ( KUHP buku II ), Alumni Bandung, 1980, hlm 93
70
berlaku. Tidak terlalu singkat, karena jika terlalu singkat, tidak mempunyai
kesempatan lagi untuk berpikir-pikir, karena tergesa-gesa, waktu yang demikian
sudah tidak menggambarkan suasana yang tenang. Begitu juga tidak boleh terlalu
lama, sebab bila terlalu lama sudah tidak lagi menggambarkan ada hubungan
antara pengambilan keputusan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan
pembunuhan.
Sebagai adanya hubungan itu, dapat dilihat dari indikatornya bahwa dalam
waktu itu : (1) dia masih sempat untuk menarik kehendaknya membunuh, (2) bila
kehendaknya sudah bulat, ada waktu yang cukup untuk memikirkan bagaimana
cara yang akan digunakan dan alat apa yang akan di gunakan dalam
pelaksanaannya.
Mengenai adanya cukup waktu, dalam tenggang waktu ada kesempatan
untuk memikirkan dengan tenang untung ruginya pembunuhan itu dan lain
sebagainya. Arrest HR (22-1909) menyatakan bahwa “ untuk dapat diterimanya
suatu rencana terlebih dahulu, maka adalah perlu adanya tenggang waktu pendek
atau panjang dalam melakukan pertimbangan dan pemikiran yang tenang. Pelaku
harus dapat mempertimbangkan makna dan akibat-akibat perbuatannya, dalam
suatu suasana kejiwaan yang memungkinkan untuk berpikir” (Soenarto
Soerodibroto, 1994 :207 ).
c. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang
Maksud suasana tenang disini adalah pembunuhan dilakukan tidak dalam
suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut dan sebagainya. Ketiga
tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah, maka sudah tidak lagi dengan
direncanakan terlebih dahulu71. Contoh, I.Ketut Penter telah lama bermusuhan
dengan Amak Miasi, pada hari senin, tanggal 8 September 1986. I. ketut Penter
berjumpa dengan Amak Miasi disawah kampong Bongor Desa Jembatan Kembar
Kabupaten Lombok Barat. Pada waktu bertemu, mereka saling memaki dan
menantang. Setelah I. Ketut Penter mendengan makian dan tantangan dari Amak
Miasi, maka ia pulang mengambil tombak yang bergagang kayu panjang. Setelah
mengambil tomabak, ia pergi ke tempat Amak Miasi , kemudian I. Ketut
menusukkan tomabknya kearah dada kanan Amak Miasi sehingga dada nya
tembus dan tulang dadanya ke-7 dan ke-8 putus. Akibat dari tusukan tombak
tersebut, Amak Miasi terjatuh dan meninggal dunia.72
Pasal 340 oleh karena mengulang lagi seluruh unsur pasal 338, maka
pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri
(een zelfstanding misdrijf ) lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam pokok
(pasal 338 ).73
2. Pemerkosaan (pasal 285 KUHP)
Pasal 285 berisi : “ Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”.74
71
Chazawi, Op.Cit, hlm. 84
72
Suharto, Hukum Pidana Materil, cet : II, Jakarta : Sinar Grafika, 1996, hlm. 84
73
Ibid
74
Pasal 285 adalah rumusan perbuatan kejahatan terhadap kesusilaan dengan
unsur kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan
istrinya untuk bersetubuh, maka pasarl ini disebut kejahatan “Perkosaan”.75
Unsur pemberatana pidana dalam pasal ini ialah : “ dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk
bersetubuh”. Dalam delik ini, yang perlu dibuktikan adalah :76
a. Bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan yang bagaimana dilakukan pelaku
sehingga persetubuhan dapat terlaksana.
b. Kekerasan atau ancaman kekrasan harus ada hubungannya langsung dengan
persetubuhan yang dilakukan pelaku.
c. Bahwa persetubuhan tersebut tidak diketahui oleh korban
d. Korban adalah bukan istrinya.
Delik yang diatur dalam pasal 285 KUHP kehendak yang dimaksud
adalah bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan. Delik perkosaan pada umum nya tidak dilakukan di
depan umum, sehingga dalam pembuktikannya akan mengalami hambatan,
kecuali di dukung oleh petunjuk yang kuat dan menurut logika dapat meyakinkan
bahwa perbuatan tersebut dapat terbukti.77 Tindak pidana yang mirip dengan pasal
285 ini adalah pasal 289 KUHP yaitu “penyerangan kesusilaan dengan perbuatan”
(feitelijke aanranding der eerbaarheid) yang isinya sebagai berikut78 :
75
Suharto, ibid, hlm. 84
76
Ibid, hlm. 85
77
Suharto, Loc.Cit
78
Pasal 289 KUHP : “ barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun”79
Menurut komentar penulis belanda, perbuatan cabul yang dipaksakan
dalam pasal 289, merupakan pengertian umum yang meliputi perbuatan
bersetubuh dari pasal 285 sebagai pengertian khusus. Perbedaan lain antara pasal
285 dengan 289 antara lain 80:
a. Perkosaan untuk bersetubuh hanya dapat dilakukan oleh seorang laki-laki
terhadap seorang perempuan, sedangkan perkosaan untuk cabul juga dapat
dilakukan oleh perempuan terhadap seorang laki-laki.
b. Perkosaan untuk bersetubuh hanya dapat dilakukan diluar perkawinan,
sehingga seorang suami boleh saja memperkosa istrinya untuk bersetubuh.
Sedangkan perkosaan untuk cabul juga dapat dilakukan didalam perkawinan,
sehingga tidak boleh seorang suami memaksa isterinya untuk cabul atau
seorang istri semaksa suaminya untuk dicabul.
3. Pencurian dengan Kekerasan (pasal 365 KUHP).
Isinya sebagai berikut :
Ayat (1) : “hukuman dengan penjara selama-lamanya Sembilan tahun, dihukum dengan pencurian yang didahului, disertai atau adiikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya ysng turut melakukan kejahatan itu akan melarikan siri atau supaya barang atau yang dicuri itu tetap d tanangan si pencuri”.
79
Soesilo,R, Op.Cit, hlm. 212. “perbuatan cabul” adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan ( kesopanan ) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya : cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada
80
Ayat (2) : “ Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan : 1e : Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam didalam sebuah rumah atau
pekarangan yang tertutup, yang ada rumahnya atau didajalan umum atau didalam kereta api atau term yang sedang berjalan.
2e : Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih.
3e : Jika sitersalah masuk ketempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu atau pakaian jabatan palsu.
4e : Jika perbuatan itu menjadikan ada orang menadapat luka berat.
Ayat (3) : “Hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan jika karena perbuatan itu ada orang mati’
Ayat (4) : “ Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penajara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan, jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat atau mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan disertai pula oleh salah satu hal yang dikarenakan dalam no.1 dan 3”.81
Unsur delik yang terdapat pada pasal 365 ayat (1) adalah :
Unsur Objektif :82
1). Cara atau Upaya yang digunakan
a. Kekerasan, atau;
b. Ancaman kekerasan.
2). Yang ditujukan kepada orang.
3). Waktu penggunaan upaya kekerasan dan/atau ancaman kekerasan itu ialah:
a. Sebelum,
b. Pada saat,
c. Setelah.
81
R. Soesilo, Op.Cit, hlm. 253-254
82
Unsur Subjektif :
1. Digunakannya kekerasan atau ancaman kekerasan itu, dengan maksud yang
ditujukan:
a. Untuk mempersiapkan pencurian
b. Untuk mempermudah pencurian,
c. Untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lain apabila
tertangkap tangan,
d. Untuk tetang menguasai benda yang dicuri agar tetap berada ditangannya.
Pada pasal 365 KUHP ini merupakan pencurian dengan kekerasan dengan
keadaan yang membertakan karena didahului, disertai atau diikuti dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud untuk menyiapkan,
mempermudah, melarikan diri sendiri atau untuk tetap meguasai atas barang yang
dicurinya yang dilakuka pada waktu dan dengan cara tertentu yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih dan mengakibatkan seperti yang dilakukan dalam pasal 265
ayat (2) dan (3) KUHP, dengan demikian pasal ini disebut “pencurian dengan
kekarasan”.83
Pasal 365 ini, yang perlu dibuktikan pada delik ini ialah :”bentuk
kekerasan atau ancaman kekerasan yang bagaimanakah yang dilakukan oleh
pelaku. Bentuk kekerasan diatas dapat dilihat pada pasal 89 KUHP84. Seperti yang
83
Suharto, Op.Cit, hlm. 79
84
Suharto, Op.Cit, hlm .80
telah dirumuskan pada pasal 365 KUHP, bahwa pencuri waktu malam ke tempat
melakukan kejahatan dengan didahuliu, disertai atau diikuti dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan, maka terlah terjadi beberasapa tindak pidana yang
dilakukan.
4. Penganiayaan Berat (pasal 354 KUHP)
Isinya sebagai berikut ;
Ayat (1) : “Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun’’
Ayat (2) : “Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, sitersalah dihukum selama-lamanya sepuluh tahun”.85
Unsur-unsur yang terdapat pada pasal 354 KUHP ini ialah :
e. Kesalahannya : adanya Kesengajaan ( opzettelijk )
f. Perbuatannya : Melukai berat
g. Obyeknya : tubuh orang lain
h. Akibatnya : Luka Berat
Unsur akibat dari kesengajaan sebetulnya sudah merupakan bagian atau
kesatuan dari unsur perbuatan melukai berat, karena perbuatan melukai berat
adalah suatu perbuatan yang untuk terjadinya secara sempurnya memerlukan
adanya akibat. Tanpa timbunya akibat luka berat, suatu perbuatan tidak dapat
dikualifikasikan sebagai perbuatan melukai berat.86
85
Soesilo, Op.Cit,h.246. Agar sitersalah dapat dikenakan pasal ini, maka harus ada niat dan maksud dari sitersalah, apabila tidak bermasud dan luka berat itu hanya merupakan akibat dari perbuatannya saja, maka sitersalah tidak dikenakan pasal ini, tetapi akan dikenakan “penganiayaan biasa yang berakibat luka berat” ( pasal 351 alinea 2 ).tentang luka berat itu sendir, terdapat pada pasal 90
86
Perbuatan melukai berat adalah rumusan yang bersifat abstrak, artinya
suatu rumusan perbuatan yang tidak dengan terang bagaimana bentuknya, dengan
begitu bentuk perbuatannya terdiri dari banyak perbuatan kongkret yang dapat
diketahui setelah perbuatan terwujud. Akibat kematian bukanlah tujuan atau
kehendak dari pelaku, yang menjadi kehendak pelaku adalah luka beratnya saja87.
Berbeda dengan penganiayaan biasa yang menimbulkan luka berat (pasal
351 ayat 2 ) maupun penganiayaan berencana yang menimbulkan luka berat (353
ayat 2 ). Untuk terjadinya penganiayaan berat secara sempurna, akibat luka berat
yang dituju harus sudah timbul. Pada penganiayaan biasa dan penganiayaan
berencana sudah dapat terjadi dengan sempurna walaupun luka berat nya tidak
timbul88.
Pada penganiayaan berat, apabila luka berat tidak timbul, maka yang
terjadi barulah percobaannya, yakni percobaan penganiyaan berat ( 354 jo 53 ).
Pada penganiayaan biasa yang menimbulkan kematian ( 351 ayat 3), kesengajaan
ditujukan pada perbuatan yang sekaligus pada rasa sakitnya korban. Pada
penganiayaan berencana (353), kesengajaannya selain ditujukan pada perbuatan
dan akibat yang sama seperti pada penganiayaan biasa, juga ditujukan pada
rencana lebih dulu, dan sama-sama tidak ditujukan pada akibat kematian. Pada
penganiayaan berat (pasal 354 ), kesengajaannya selain ditujukan perbuatannya
juga ditujukan pada akibat luka beratnya. Akibat kematian pada penganiayaan
berat bukanlah merupakan unsur penganiayaan berat.89
87
Ibid, hlm. 32
88
Ibid, h. 33
89
Perbuatan yang akan dikategorikan sebagai luka berat harus ditentukan
oleh ahli professional dibidangnya, yaitu dokter, melaluii visum et repertum. Percobaan untuk melakukan penganiayaan berat ini dipidana. Syarat adanya
percobaan penganiayaan berat ini yaitu bahwa kesengajaan ditujukan terhadap
perbuatan untuk menimbulkan luka berat pada tubuh orang lain.90
B.Pengaturan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan dalam KUHP
Peraturan hukum positif utama yang berlaku di Indonesia adalah KUHP,
dimana KUHP sendiri merupakan kodifikasi dari hukum pidana dan berlaku untuk
semua golongan penduduk, yaitu golongan timur asing, bumiputera, dan Eropa.
Dengan demikian dapat dikatakan ada suatu bentuk kesamaan atau keseragaman
dalam peraturan hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Sejak adanya UU No
73 tahun 1958 yang menentukan berlakunya UU no 1 tahun 1946 tentang
peraturan hukum pidana untuk seluruh Indonesia, hukum pidana materiil
Indonesia menjadi seragam untuk seluruh tanah air. Menurut Pasal VI UU no 1
tahun 1946, nama resmi dari KUHP awalnya adalah “Wetboek Van strafrecht
voor Nederlandsch-Indie” yang diubah menjadi “Wetboek van Strafrecht” atau
dapat pula disebut sebagai “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” (Moeljatno,
2005 : v).91
Di Indonesia, Menurut Mulyana W. Kusumah pada umumnya kejahatan
yang menduduki kuantitasnya adalah pencurian biasa, dan pencurian dengan
pemberatan, kemudian menyusul pencurian dengan kekerasan, termasuk
penodongan dan perampokan, dan disusul oleh kejahatan-kejahatan kesusilaan.
90
Mahmud, Mulyadi, Criminal Policy, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008, hlm.50
91
Pencurian dengan kekerasan ini disebut juga pencurian dengan kualifikasi
(gequalificeerde deifstal) atau pencurian khusus dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu sehingga bersifat lebih berat dan maka dari itu diancam
dengan hukuman yang maksimumnya lebih tinggi yaitu lebih dari hukuman
penjara lima tahun dari Pasal 362 KUHP dan hal ini diatur didalam buku II KUHP
pada bab XXII dan perumusannya sebagaimana disebut dalam Pasal 363.92
Menurut P.A.F. Lamintang, bahwa (gequalificeerde deifstal) adalah pencurian yang mempunyai unsur-unsur dari perbuatan pencurian di dalam
bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan lain-lain unsur, sehingga
ancaman hukumannya menjadi diperberat.93
Pasal-pasal yang mengatur tentang pencurian, diatur pada BAB XXII dari
pasal 362 s/d pasal 366 KUHP.
Pasal 362 KUHP, yang bunyinya :
“Barangsiapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian dengan hukuman maksimal lima tahun”94
1. Unsur “mengambil” barang
Unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan “mengambil”
barang. Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya dan mengalihkannya
92
Ibid
93
P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan terhadap Harta Kekayaan,Cet. 2, Jakarta:Sinar Grafika, 2009, hlm .13
94
ketempat lain. Yang dimaksud dengan kata “mengambil” ialah sebelum perbuatan
itu dilakukan.95
Pencurian (diefstal) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabila barang tersebut sudah pindah tempat. Apabila orang baru memegang saja barang itu dan
belum berpindah tempat, maka orang itu belum dapat dikatakan mencuri akan
tetapi baru mencoba mencuri.96
Perbuatan “mengambil” terang tidak ada, apabila barangnya oleh yang
berpihak diserahkan kepada pelaku. Apabila penyerahan ini disebabkan oleh
pembujukan dengan tipu muslihat, maka ada tindakan pidana “penipuan”. Jika
penyerahan ini disebabkan karena adanya pekasaan dengan kekerasan oleh
sipelaku, maka ada perbuatan tindak pidana “pemerasa” (afpersing), dan jika
paksaan ini berupa kekerasan langsung maka ada perbuatan tindak pidana
“pengancaman” (afdreiging).97 2. Yang diambil harus “barang”
Suatu barang adalah segala sesuatu yang berwujud termasuk pula binatang
(bukan manusia). Dalam pengertian barang termasuk pula daya listrik dan gas,
meskipun tidak berwujud. Barang ini tidak perlu mempunyai nilai ekonomis.
Apabila mengambil sesuatu barang tidak dengan ijin dari pemiliknya, masuk
pencurian.98
3. Barang itu harus ‘seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain”
95
Gerson W. Bawengan, Hukum Pidana didalam Teori dan Praktek, cet : II, Jakarta: P.T. PRADNYA PARAMITA, hlm.147
96
Soesilo, op.cit, h.250
97
Wirjono, Prodjodikoro, Tindak-tindak pidana tertentu di indonesia, cet : II, Jakarta - bandung : P.T.Eresco, hlm.15
98
Sifat tindak pidana pencurian adalah merugikan kekayaan si korban, maka
barang yang diambil harus berharga. Harga ini tidak selalu bersifat ekonomis.
Barang yang diambil dapat seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, yaitu
apabila merupakan suatu barang warisan yang belum dibagi-bagi, dan pencuri
adalah salah seorang ahli waris yang turut berhak atas barang yang tersebut.
Contoh lain sebagian kepunyaan orang lain misalnya : A bersama B membeli
sebuah sepeda, maka sepeda itu milik A dan B, disimpan di rumah A kemudian
dicuri oleh B. Suatu barang yang bukan kepunyaan seseorang tidak menimbulkan
pencurian, misalnya binatang yang hidup di alam bebas dan barang-barang yang
sudah di buang oleh pemiliknya.99
Pengambilan itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk
dimilikinya. Orang karena keliru mengambil barang orang lain itu bukan
pencurian. Seseorang menemukan barang di jalan lalu mengambilnya. Bila waktu
mengambilnya sudah ada maksud untuk memiliki barang itu, maka masuk
pencurian. Jika waktu mengambil itu pikiran terdakwa akan menyerahkan barang
itu ke pihak yang berwenang, akan tetapi setelah sampai di rumah barang itu
dimiliki untuk diri sendiri (tidak diserahkan ke polisi) maka ia salah karena
“penggelapan” (Pasal 372) karena waktu barang itu dimilikinya sudah berada di
tangannya.100
4. Pengambilan barang harus dengan maksud untuk “memiliki” barang itu dengan
‘melawan hukum (melawan hak)’.
99
Ibid
100
Unsur “memiliki barangnya dengan melanggar hukum” ini juga terdapat
pada pasal 372 KUHP, bahkan disitu tidak hanya harus ada tujuan (oogmerk) untuk itu, melainkan perbuatan si pelaku harus masuk perumusan “memiliki
barang dengan melanggar hukum”. Wujud dari memiliki barang dalam pasal 362
KUHP dengan 372 KUHP belum terwujud, tetapi ada seorang ahli yang bernama
Noyon-Langemeyer yang berpendapat mengenai wujud tersebut.
Noyon-Langermeyer berpendapat bahwa ada suatu kontradiksi antara
‘memiliki barang’ dan’melangar hukum’. ‘Memiliki barang’ berarti menjadikan
dirinya sebagai pemilik, dan untuk menjadi pemilik suatu barang, harus menurut
hukum. Setiap pemilik barang adalah pemilik menurut hukum, maka sebenarnya
adalah tidak mungkin orang memiliki barang milik orang lain dengan melanggar
hukum. Oleh karena itu jika melanggar hukum, maka tidak mungkin orang lain
menjadi pemilik (Noyon-Langemeyer, jilid III, h.141).101
Pasal 363 KUHP yang berbunyi :
Ayat (1) : Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1. Pencurian ternak;
2. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi,atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang
3. Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih;
5. Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
101
Ayat (2) : “Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.102
Penjelasan :
Pencurian dalam Pasal ini dinamakan pencurian dengan pemberatan atau
pencurian dengan kualifikasi dan diancam dengan hukuman yang lebih berat,
sedangkan yang diartikan dengan pencurian dengan pemberatan adalah pencurian
yang disertai dengan salah satu keadaan seperti berikut:
a. Bila ada barang yang dicuri itu adalah hewan (semua binatang yang memamah
biak, binatang berkuku satu dan babi). Pencurian dianggap berat karena hewan
merupakan milik seorang petani yang yang terpenting.
b. Bila pencurian itu dilakukan pada waktu kejadian bencana alam :
1. Pencurian ini diancam hukuman labih berat, karena pada waktu semacam itu
orang-orang semua ribut dan barang-barang dalam keadaan tidak terjaga,
sedang orang yang mempergunakan saat orang lain mendapat musibah ini
untuk berbuat kejahatan adalah orang yang rendah budinya;
2. Antara terjadinya bencana dengan pencurian itu harus ada hubungannya,
artinya pencuri harus betul-betul mempergunakan kesempatan itu untuk
mencuri. Tidak masuk disini misalnya seorang yang mencuri dalam satu
rumah dalam kota itu dan kebetulan saja pada saat itu dibagian kota ada
kebakaran, karena disini pencuri tidak sengaja memakai kesempatan yang
ada karena kebakaran itu;
102
3. Alasan untuk memberatkan hukuman atas pencurian ini adalah bahwa
peristiwa-peristiwa semacam ini menimbulkan keributan rasa kekhawatiran
pada khalayak ramai yang memudahkan seorang jahat melakukan
pencurian, sedangkan seharusnya orang- orang sebaliknya memberikan
pertolongan kepada para korban.
c. Apabila pencurian itu dilakukan pada waktu malam, dalam rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya.
1. Malam adalah waktu antara matahari terbenam dan terbit103
2. Rumah (woning) adalah tempat yang dipergunakan untuk berdiam
siang-malam. Sebuah gudang atau toko yang tidak didiami siang dan malam tidak
masuk dalam pengertian rumah, sabaliknya gubuk atau kereta, perahu yang
siang malam dipergunakan sebagai kediaman masuk dalam pengertian
rumah; Pekarangan tertutup adalah suatu pekarangan yang sekelilingnya ada
tanda-tanda batas yang kelihatan nyata seperti selokan, pagar bambu, pagar
hidup, pagar kawat dan sebagainya. Tidak perlu tertutup rapat-rapat,
sehingga orang tidak dapat masuk sama sekali; Disini pencuri harus
betul-betul masuk dalam kedalam rumah tersebut dan melakukan pencurian disitu.
Apabila ia berdiri diluar dan menggait pakaian melalui jendela dengan
tongkat atau ia mengulurkan tangannya saja kedalam rumah untuk
mengambil barang, tidak termasuk disini;
Unsur ”waktu malam” digabungkan dengan tempat rumah kediaman atau
pekarangan tertutup dimana ada rumah kediaman,ditambah dengan unsur
103
adanya si pencuri di situ tanpa atau bertentangan dengan kehendak yang
berhak. Gabungan unsur-unsur ini memang bernada memberikan sifat lebih
jahat kepada pencurian.
d. Apabila pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih. Supaya masuk
disini maka dua orang atau lebih itu semua harus bertindak sebagai pembuat
atau turut melakukan (Pasal 55), bukan misalnya yang satu sebagai pembuat
sedangkan yang lain hanya membantu melakukan104 saja (pasl 56).
Hal ini menunjuk pada dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam
melakukan tindak pidana pencurian. Tidak perlu ada rancangan bersama yang
mendahului pencurian, tetapi tidak cukup apabila mereka secara kebetulan
pada persamaam waktu mengambil barang-barang.
Dengan digunakannya kata dilakukan (gepleeged), bukan kata diadakan (begaan), maka pasal ini hanya berlaku apabila ada dua orang atau lebih yang masuk istilah turut melakukan105 (medeplegen) dari Pasal 55 ayat (1) nomor 1
KUHP dan memenuhi syarat bekerja sama. Pasal 363 ayat (1) nomor 4 KUHP
tidak berlaku apabila hanya ada seorang pelaku (dader) dan ada seorang pembantu (medeplichtige) dari Pasal 55 ayat (1) nomor 2 KUHP.
104
“membantu melakukan”, apabila ia sengaja memberikan bantuan tersebut, pada waktu atau sebelum kejahatan itu dilakukan. Bila bantuan itu diberikan sesudah kajatahan terjadi, maka orang itu melakukan perbuatan “sekongkol” atau “tadah”. Elemen “sengaja” harus ada didalam nya, sehingga apabila ada orang member bantuan secara kebetulan dengan tidak mengetahui kejahatan, maka tidak dihukum. Elemen “niat” juga harus ada didalamnya (lihat pasal 56 KUHP).
105
e. Apabila dalam pencurian itu, pencuri masuk ke tempat kejahatan atau
mencapai barang yang dicurinya dengan jalan membongkar, memecah dan
sebagainya.
1. Membongkar, pengertian membongkar adalah merusak barang yang agak
besar misalnya pintu atau tembok. Disini harus ada barang yang rusak, putus
atau pecah. Pembongkaran (braak) terjadi apabila misalnya dibuat lubang
pada suatu tembok atau dinding suatu rumah. Pencuri yang mengangkat
pintu dari engselnya, sedang engsel itu tidak ada kerusakan sama sekali
tidak termasuk pengertian membongkar;
2. Memecah yaitu merusak barang yang agak kecil misalnya kaca jendela.
Perusakan (verbreking) terjadi apabila misalnya hanya satu rantai pengikat
pintu diputuskan, atau kunci dari suatu peti dirusak;
3. Memanjat menurut Pasal 99 KUHP yaitu masuk dengan melalui lubang
yang sudah ada, tetapi tidak untuk tempat orang lewat, atau masuk dengan
melalui lubang dalam tanah yang sengaja digali, demikian juga melalui
selokan atau parit yang gunanya senagai penutup halaman. Arti memanjat
diperluas hingga meliputi membuat lubang di dalam tanah di bawah tembok
dan masuk rumah melalui lubang tersebut, dan meliputi pula melalui
selokan atau parit yang ditujukan untuk membatasi suatu pekarangan yang
dengan demikian dianggap tertutup (besloten erf);
4. Anak kunci palsu menurut Pasal 100 KUHP adalah segala macam anak
kunci yang tidak digunakan oleh yang berhak untuk membuka kunci dari
diperluas hingga meliputi semua perkakas berwujud apa saja yang
digunakan untuk membuka kunci, misalnya sepotong kawat;
5. Perintah palsu yaitu suatu perintah yang kelihatannya seperti surat perintah
asli yang dikeluarkan oleh orang yang berwajib, tetapi sebenarnya bukan;
Pakaian jabatan palsu (valsch costuum) adalah kostum yang dipakai oleh seseorang, sedang ia tidak berhak untuk itu. Pakaian itu tidak perlu pakaian
jabatan pemerintah, dapat pula pakaian seragam seragam dari sebuah
perusahaan pertikelir.
Dalam pasal 362 sub 5 ini dikatakan :
1. Si tersalah masuk ke tempat kejahatan dengan jalan membongkar dan lain
sebagainya. Ini berarti pembongkaran tersebut untuk masuk ke tempat tersebut,
dan bukan untuk keluar atau keperluan lain;
2. Si tersalah mencapai barang yang dicurinya dengan jalan membongkar dan lain
sebagainya. Mencapai artinya memasukkan ke dalam kekuasaannya.
Pemberatan hukuman yang telah disebutkan diatas, maka apabila orang
sedang melakukan pembongkaran atau perusakan atau pemanjatan, dan pada
waktu itu diketahui sehingga si pelaku lari, orang itu sudah dapat dipersalahkan
melakukan percobaan melakukan pencurian (poging tot diefstal) karena perbuatan pembongkaran dan lain-lain tersebut dapat dianggap termasuk tahap menjalankan
pengambilan barang sebagai perbuatan pokok dari pencurian sama sekali belum
mulai dijalankan.106
Dalam kasus pencurian, penelitian akan lebih membahas pasal 365 KUHP
yaitu Pencurian dengan Kekerasan.
Pasal 365 KUHP, berbunyi ;
Ayat (1) : “hukuman dengan penjara selama-lamanya Sembilan tahun, dihukum dengan pencurian yang didahului, disertai atau adiikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya ysng turut melakukan kejahatan itu akan melarikan siri atau supaya barang atau yang dicuri itu tetap d tanangan si pencuri”. Ayat (2) : “Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan : 1e. : Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam didalam sebuah rumah atau
pekarangan yang tertutup, yang ada rumahnya atau didajalan umum atau didalam kereta api atau term yang sedang berjalan.
2e. : Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih.
3e. : Jika sitersalah masuk ketempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu atau pakaian jabatan palsu.
4e. : Jika perbuatan itu menjadikan ada orang menadapat luka berat.
Ayat (3) : “Hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan jika karena perbuatan itu ada orang mati’
Ayat (4) : “Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penajara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan, jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat atau mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan disertai pula oleh salah satu hal yang dikarenakan dalam no.1 dan 3.107
Penjelasan :
Ayat 1 : Pasal ini merupakan “pencurian dengan kekerasan”. Kekerasan atau
ancaman ini harus dilakukan pada “orang’ dan bukan benda atau barang.dan dapat
dilakukan sebelumnya, bersama-sama tau setelah pencurian itu dilakukan. Dengan
106
Skripsi (online) oleh Dian Savitri, judul : KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH “PREMANISME” (Studi Kasus di Poltabes Surakarta), Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2009.
107
maksud untuk menyiapkan atau memudahkan pencurian itu, jika tertangkap
tangan supaya ada kesempatan bagi dirinya atau kawannya yang turut melakukan
untuk dapat melarikan diri.108
Hal ini adalah pencurian khusu dari pasal 365 ayat (1) KUHP. Unsur istimewa
yang ditambah pada pencurian biasa ialah “menggunakan kekerasan” atau
“ancaman kekerasan” dengan dua macam maksud, yaitu :
Maksud 1 : untuk mempersiapkan pencurian. Perbuatan kekerasan atau ancaman
kekerasan mendahului pengambilan barang, missal nya memukul atau menembak
atau mengikat penjaga rumah.
Maksud 2 : untuk mempermudah pencurian. Pengambilan barang dipermudah
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, misalnya memukul penghuni rumah
atau menodong mereka agar mereka diam saja dan tidak bergerak, sehingga
pencuri lain mengambil barang-barang dalm rumah.109
Ayat 2 sub (1) : Melakukan pencurian di jalanan umum atau di dalam kereta api
yang sedang berjalan. Alasan yang dapat memberatkan sipelaku ialah bahwa pada
dua tempat ini, si korban tidak mudah mendapat pertolongan dari orang lain.
Ada persamaan dan perbedaan antara pencurian dengan kekerasan mirip dengan
pembunuhan pada Pasal 339 KUHP.
Persamaannya :
a. Kedua kejahatan ini mempunyai unsur kesalahan yang sama, yaitu “dengan
Maksud”. Maksud digunakannya kekerasan dan ancaman kekerasan (pasal365)
atau membunuh (Pasal 339) ditujukan untuk :
108
Ibid, h. 254
109
1. Mempersiapkan
2. Mempermudah pelaksanaan
3. Dalam hal tertangkap tangan untuk :
(a) Melepaskan dari pemidanaan (Pasal 339), memungkinkan untuk melarikan
diri (Pasal 365)
(b) Dapat menguasai benda yang diperoleh dari kejahatan
b. Waktu/saat digunakannya kekerasan atau ancaman kekerasan (pasal 365),
membunuh (pasal 339) adalah :
1. Sebelum
2. Pada saat
3. Dan setelah pencurian (pasal 339), dan kejakahatan lain (Pasal 365) terjadi.
c. Baik pencurian pada pasal 365 maupun kejahatan pada pasal 339 sama
berakibat adanya kematian orang lain.
Perbedaannya :
a. Pencurian dengan kekerasan pada pasal 365, kejahatan pokoknya adalah
pencurian. Sedangkan pada kejahatan dalam pasal 339, kejahatan pokoknya
adalah pembunuhan.
b. Kesengajaan pada pasal 365 tidak ditujukan pada kematian orang lain.
Sedangkan pada pasal 339 ditujukan pada matinya orang.
c. Pada pencurian dengan kekerasan yang ada pada pada pasal 365, menggunakan
upaya kekerasan dan atau ancaman kekerasan. Maksudnya adalah untuk
mempersiapkan, memudahkan pelaksanaan pencurian dan seterusnya. Artinya
(secara subyektif) terhadap kejahatan pokok (pencurian). Tetapi pada pasal
339, kejahatan lain itu tidak mempunyai peranan atau andil (secara subyektif)
terhadap kejahatan pokok yakni pembunuhan.
d. Pada unsur maksud, apabila tertangkap tangan , kekerasan ataupun ancaman
kekerasan bertujuan untuk dapat melarikan dirinya sendiri atau peserta lain.
Sedangkan pada pasal 339, maksud itu , apabila tertangkap tangan ditujukan
untuk menghindarkan diri dari pemidanaan bagi dirinya maupun peserta
lainnya.
e. Kejahatan pada pasal 365 hanya ada satu tindak pidana saja, yakni pencurian.
Kekerasan atau ancaman kekerasan bukan tindak pidana tetapi upaya untuk
memberatkan pidana pada pencurian. Sedangkan pada pasal 339, terdapat dua
(2) tindak pidana yang saling berhubungan erat.
f. Factor pemberat pada pencurian pasal 365 adalah kekerasan dan ancaman
kekerasan. Sedangkan factor pemberat pada pasal 339 adalah tindak pidana
lain.
g. Pada pencurian dengan kekerasan ada bentuk yang memungkinkan untuk
dijatuhi pidana mati (pasal 365 ayat (4) ). Sedangkan bagi pembunuhan pasal
339, tidak ada kemungkinan dijahutinya pidana mati.
h. Kekerasan dan ancaman kekerasan adalah upaya melakukan kejahatan pokok,
kejahatan pokok, tetapi yang dianggap sebagai kejahatan pokok adalah adanya
tindak pidana lain tersebut.110
110