• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN A. Pencurian Dengan Kekerasan Sebagai Bagian dari Kejahatan Kekerasan - Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN A. Pencurian Dengan Kekerasan Sebagai Bagian dari Kejahatan Kekerasan - Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Di Polsek Bagan Sinembah Riau"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat

dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita

dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang

berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tidak mudah

untuk memahami kejahatan itu sendiri. Kejahatan muncul bukan saja dari campur

tangan penguasa saja, tetapi juga muncul dari persoalan pribadi ataupun keluarga.

Individu yang merasa dirinya menjadi korban perbuatan orang lain, akan mencari

balas terhadap pelakunya.56

Pada abad 18 muncullah para penulis yang kemudian disebut sebagai

mazhab klasik, sebagai reaksi atas ketidak pastian hukum dan ketidak adilan serta

sewenang-wenangan penguasa. Mazhab klasik ini mengartikan kejahatan sebagai

perbuatan yang melanggar undang-undang. Ajarannya yang terpenting adalah

doktrin nullum crimen sine lege yang berarti tidak ada kejahatan apabila

undang-undang tidak menyatakan perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang dilarang.57

Lama kelamaan timbul ketidakpuasan terhadap ajaran mazhab ini dan pada

akhir abad ke-19 muncullah pandangan baru yang lebih menitikberatkan pada

pelakunya dalam studi terhadap kejahatan. Mazhab ini muncul diantara para studi

kejahatan di Italia yang kemudian disebut Mazhab Positif. Mazhab positif ini di

pelopori oleh C. Lombroso, seorang dokter ahli ilmu kedokteran kehakiman. Ia

56

Topo Santoso, Kriminologi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hlm.1

57

(2)

mengartikan bahwa kejahatan sebagai perbuatan yang melanggar hukum alam

(natural law). Aliran ini berusaha untuk mengatasi relativitas dari hukum pidana dengan mengajukan konsep kejahatan yang non hukum. Perkembangan

selanjutnya, konsep kejahatan yang non hukum tersebut banyak menguasai para

sarjana Kriminologi di Amerika terutama sampai pertengahan abad ke 20.58

Beberapa kritikan terhadap mazhab tersebut diajukan oleh Ray Jeffery

yang menyatakan bahwa dalam mempelajari kejahatan harus dipejari dalam

rangka hukum pidana. Sebab dari hukum pidana, kita dapat mengetahui

bagaimanakah suatu tingkah laku dipandang sebagai kejahatan dan bagaimana

peraturan perundang-undangan berinteraksi dengan system norma yang lain.59

Kejahatan ini sebenarnya telah pikirkan sejak beradad-abad lalu oleh para

ilmuwan terkenal. Misalnya, Plato (427-347 SM ), plato menyatakan dalam

bukunya ‘Republiek’ menyatakan bahwa emas, manusia adalah merupakan sumber dari banyak kejahatan. Aristoteles (382-322 SM ) menyatakan bahwa

kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar

tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk

kemewahan. Thomas Aquino (1226-1274) memberikan beberapa pendapatnya

tentang pengaruh kemiskinan atas kejahatan. “orang kaya yang hidup untuk

kesenangan dan memboros-boroskan kekayaannya, jika suatu kali jatuh miskin,

mudah menjadi pencuri”. Thomas More (1478-1535) dalam bukunya Utopia

(1516), ia menceritakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan kedapa penjahat

pada waktu itu tidak berdampak banyak untuk menghapuskan kejahatan yang

58

Ibid, hlm. 23

59

(3)

terjadi. Untuk itu katanya, harus dicari sebab musabab kejahatan dan

menghapuskannya.60

Selain para sarjana diatas, ada juga pendapat sarnaja yang lain. Misalnya,

R. Soesilo, ia membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian

kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian kejahatan adalah

suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan Undang-undang. Untuk

dapat melihat apakah perbuatan itu bertentangan dengan undang-undang atau

tidak, maka undang-undang itu haruslah diciptakan terlebih dahulu sebelum

adanya peristiwa pidana. Hal ini selain untuk mencegah adanya tindakan yang

sewenang-wenang dari pihak penguasa juga agar dapat memberikan kepastian

hokum.61

Asas ini dalam hukum pidana disebut “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali” artinya tidak ada suatu perbuatan yang boleh dijatuhi hukuman selain berdasarkan ketentutan perundang-undangan yang telah dibuat

sebelumnya. Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan

adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga

sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman

dan ketertiban.62

Menurut M.A Elliot, Kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat

modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum yang dapat dijahuti

hukuman penjara, hukuman mati, dan hukuman denda. Pendapat lain

dikemukakan oleh J.E.Sahetapy dalam bukunya Causa Kejahatan dan beberapa

60

Santoso, Op.Cit

61

Ediwarman , dkk, Azas-azas Kriminologi, USU PRESS, 1994, hlm.45

62

(4)

analisis kriminologi yang menyatakan bahwa kejahatan adalah tidak lain dan tidak

bukan hanyalah suatu penanaman belaka yang diberikan oleh pemerintah selaku

pihak yang berkuasa dimana dalam pelaksanaannya dibebankan kepada pundak

hakim untuk memberikan penilaian atau pertimbangan apakah suatu persoalan

yang diajukan adalah perbuatan pidana atau bukan.63

Menurut J.M Bemmelem dalam bukunya Criminologie tahun 1958,

kejahatan adalah suatu tindakan atau kelakuan yang merugikan dan merusak

asusila, yang menimbulkan kegoncangan besar kepada masyarakat tertentu,

sehingga masyarakat ituberhak mencela dan mengadakan perlawanan terhadap

kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan penderitaan terhadap pelaku

perbuatan itu (pembalasan).64

Pada bab I sebelumnya, telah dijelaskan pengertian dari kejahatan

kekerasan itu sendiri. Pada bab II ini akan membahas jenis-jenis dari kejahatan

kekerasan itu sendiri. Menurut Haskell dan Yablonsky, ada empat jenis perbuatan

yang menjadi dasar kategori kejahatan kekerasan, yaitu Pembunuhan (moord ), perkosaan dengan penganiyaan (forcible rape), Perampokan (robbery), dan penganiayaan berat (aggravated assault).65

Penelitian ini akan membahas satu-persatu bagian dari kejahatan kekerasan diatas,

antara lain :

63

Ibid, hlm. 46

64

Stephan, Hurwitz, Kriminologi, Jakarta : PT. Bina Aksara, 1986, hlm. 4

65

(5)

1. Pembunuhan Berencana ( pasal 340 KUHP )

Isinya sebagai berikut :

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukumj karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau hukuman penjara selama-lamanya dua puluh tahun”66

Rumusan tersebut diatas terdiri dari unsur-unsur :

3. Unsur Subyektif

4. Dengan Sengaja

5. Dengan rencana terlebih dahulu

4. Unsur Obyektif

d. Perbuatan : menghilangkan nyawa

e. Obyeknya : nyawa orang lain.

Pasal 340 KUHP dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh

unsur dalam pasal 338 KUHP, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni

“dengan direncanakan terlebih dahulu”.67 Pebedaan antara pembunuhan dengan

pembunuhan direncanakan terlebih dahulu terletak dalam apa yang terjadi didalam

diri sipelaku sebelum pelaksanaan menghilangkan jiwa seseorang. Untuk

pembunuhan direncanakan terlebih dahulu, diperlukan berpikir secara tenang bagi

pelaku. Pengambilan keputusan dalam pembunuhan biasa dalam menghilangkan

jiwa seseorang dan pelaksaannya merupakan suatu kesatuan, sedangkan pada

pembunuhan direncanakan terlebih dahulu kedua hal tersebut terpisah oleh waktu

66

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor : POLITEIA, 1994,

hlm. 241

67

(6)

yang diperlukan guna berpikir secara tenang tentang pelaksanaannya, juga waktu

untuk member kesempatan guna membatalkan pelaksanaannya.68

Jangka waktu itu bukan menjadi criteria bagi pembunuhan yang

direncanakan terlebih dahulu. Jangka waktu dapat digunakan sebagai petunjuk

adanya rencana terlebih dahulu, tetapi tidak menjadi bukti. Direncanakan terlabih

dahulu memang terjadi pada seseorang dalam suatu keadaan dimana mengambil

putusan untuk menghilangkan jiwa seseorang ditimbulkan oleh hawa nafsu nya

dan dibawah pengaruh hawa nafsu itu juga dipersiapkan pelaksanaannya, setelah

dilakukannya perbuatan itu.69

Mengenai unsur dengan direncanakan terlebih dahulu, pada dasarnya

mengandung tiga (3) unsur, yaitu 70:

a. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang.

Memutuskan kehendak dalam suasana tenang adalah pada saat

memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana batin yang

tenang. Suasana batin yang tenang adalah suasana tidak tergesa-gesa atau

tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi, sehingga perbuatan nya

itu dapat terwujud.

b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan

pelaksanaan kehendak.

Waktu yang cukup ini adalah relative, dalam arti tidak diukur dari lamanya

waktu tertentu, malainkan bergantung pada keadaan atau kejadian kongret yang

68

Ibid

69

Anwar, Moch ( Dading ), Hukum pidana bagian khusus ( KUHP buku II ), Alumni Bandung, 1980, hlm 93

70

(7)

berlaku. Tidak terlalu singkat, karena jika terlalu singkat, tidak mempunyai

kesempatan lagi untuk berpikir-pikir, karena tergesa-gesa, waktu yang demikian

sudah tidak menggambarkan suasana yang tenang. Begitu juga tidak boleh terlalu

lama, sebab bila terlalu lama sudah tidak lagi menggambarkan ada hubungan

antara pengambilan keputusan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan

pembunuhan.

Sebagai adanya hubungan itu, dapat dilihat dari indikatornya bahwa dalam

waktu itu : (1) dia masih sempat untuk menarik kehendaknya membunuh, (2) bila

kehendaknya sudah bulat, ada waktu yang cukup untuk memikirkan bagaimana

cara yang akan digunakan dan alat apa yang akan di gunakan dalam

pelaksanaannya.

Mengenai adanya cukup waktu, dalam tenggang waktu ada kesempatan

untuk memikirkan dengan tenang untung ruginya pembunuhan itu dan lain

sebagainya. Arrest HR (22-1909) menyatakan bahwa “ untuk dapat diterimanya

suatu rencana terlebih dahulu, maka adalah perlu adanya tenggang waktu pendek

atau panjang dalam melakukan pertimbangan dan pemikiran yang tenang. Pelaku

harus dapat mempertimbangkan makna dan akibat-akibat perbuatannya, dalam

suatu suasana kejiwaan yang memungkinkan untuk berpikir” (Soenarto

Soerodibroto, 1994 :207 ).

c. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang

Maksud suasana tenang disini adalah pembunuhan dilakukan tidak dalam

suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut dan sebagainya. Ketiga

(8)

tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah, maka sudah tidak lagi dengan

direncanakan terlebih dahulu71. Contoh, I.Ketut Penter telah lama bermusuhan

dengan Amak Miasi, pada hari senin, tanggal 8 September 1986. I. ketut Penter

berjumpa dengan Amak Miasi disawah kampong Bongor Desa Jembatan Kembar

Kabupaten Lombok Barat. Pada waktu bertemu, mereka saling memaki dan

menantang. Setelah I. Ketut Penter mendengan makian dan tantangan dari Amak

Miasi, maka ia pulang mengambil tombak yang bergagang kayu panjang. Setelah

mengambil tomabak, ia pergi ke tempat Amak Miasi , kemudian I. Ketut

menusukkan tomabknya kearah dada kanan Amak Miasi sehingga dada nya

tembus dan tulang dadanya ke-7 dan ke-8 putus. Akibat dari tusukan tombak

tersebut, Amak Miasi terjatuh dan meninggal dunia.72

Pasal 340 oleh karena mengulang lagi seluruh unsur pasal 338, maka

pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri

(een zelfstanding misdrijf ) lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam pokok

(pasal 338 ).73

2. Pemerkosaan (pasal 285 KUHP)

Pasal 285 berisi : “ Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”.74

71

Chazawi, Op.Cit, hlm. 84

72

Suharto, Hukum Pidana Materil, cet : II, Jakarta : Sinar Grafika, 1996, hlm. 84

73

Ibid

74

(9)

Pasal 285 adalah rumusan perbuatan kejahatan terhadap kesusilaan dengan

unsur kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan

istrinya untuk bersetubuh, maka pasarl ini disebut kejahatan “Perkosaan”.75

Unsur pemberatana pidana dalam pasal ini ialah : “ dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk

bersetubuh”. Dalam delik ini, yang perlu dibuktikan adalah :76

a. Bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan yang bagaimana dilakukan pelaku

sehingga persetubuhan dapat terlaksana.

b. Kekerasan atau ancaman kekrasan harus ada hubungannya langsung dengan

persetubuhan yang dilakukan pelaku.

c. Bahwa persetubuhan tersebut tidak diketahui oleh korban

d. Korban adalah bukan istrinya.

Delik yang diatur dalam pasal 285 KUHP kehendak yang dimaksud

adalah bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan dengan kekerasan

atau ancaman kekerasan. Delik perkosaan pada umum nya tidak dilakukan di

depan umum, sehingga dalam pembuktikannya akan mengalami hambatan,

kecuali di dukung oleh petunjuk yang kuat dan menurut logika dapat meyakinkan

bahwa perbuatan tersebut dapat terbukti.77 Tindak pidana yang mirip dengan pasal

285 ini adalah pasal 289 KUHP yaitu “penyerangan kesusilaan dengan perbuatan”

(feitelijke aanranding der eerbaarheid) yang isinya sebagai berikut78 :

75

Suharto, ibid, hlm. 84

76

Ibid, hlm. 85

77

Suharto, Loc.Cit

78

(10)

Pasal 289 KUHP : “ barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun”79

Menurut komentar penulis belanda, perbuatan cabul yang dipaksakan

dalam pasal 289, merupakan pengertian umum yang meliputi perbuatan

bersetubuh dari pasal 285 sebagai pengertian khusus. Perbedaan lain antara pasal

285 dengan 289 antara lain 80:

a. Perkosaan untuk bersetubuh hanya dapat dilakukan oleh seorang laki-laki

terhadap seorang perempuan, sedangkan perkosaan untuk cabul juga dapat

dilakukan oleh perempuan terhadap seorang laki-laki.

b. Perkosaan untuk bersetubuh hanya dapat dilakukan diluar perkawinan,

sehingga seorang suami boleh saja memperkosa istrinya untuk bersetubuh.

Sedangkan perkosaan untuk cabul juga dapat dilakukan didalam perkawinan,

sehingga tidak boleh seorang suami memaksa isterinya untuk cabul atau

seorang istri semaksa suaminya untuk dicabul.

3. Pencurian dengan Kekerasan (pasal 365 KUHP).

Isinya sebagai berikut :

Ayat (1) : “hukuman dengan penjara selama-lamanya Sembilan tahun, dihukum dengan pencurian yang didahului, disertai atau adiikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya ysng turut melakukan kejahatan itu akan melarikan siri atau supaya barang atau yang dicuri itu tetap d tanangan si pencuri”.

79

Soesilo,R, Op.Cit, hlm. 212. “perbuatan cabul” adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan ( kesopanan ) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya : cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada

80

(11)

Ayat (2) : “ Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan : 1e : Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam didalam sebuah rumah atau

pekarangan yang tertutup, yang ada rumahnya atau didajalan umum atau didalam kereta api atau term yang sedang berjalan.

2e : Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih.

3e : Jika sitersalah masuk ketempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu atau pakaian jabatan palsu.

4e : Jika perbuatan itu menjadikan ada orang menadapat luka berat.

Ayat (3) : “Hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan jika karena perbuatan itu ada orang mati’

Ayat (4) : “ Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penajara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan, jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat atau mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan disertai pula oleh salah satu hal yang dikarenakan dalam no.1 dan 3”.81

Unsur delik yang terdapat pada pasal 365 ayat (1) adalah :

Unsur Objektif :82

1). Cara atau Upaya yang digunakan

a. Kekerasan, atau;

b. Ancaman kekerasan.

2). Yang ditujukan kepada orang.

3). Waktu penggunaan upaya kekerasan dan/atau ancaman kekerasan itu ialah:

a. Sebelum,

b. Pada saat,

c. Setelah.

81

R. Soesilo, Op.Cit, hlm. 253-254

82

(12)

Unsur Subjektif :

1. Digunakannya kekerasan atau ancaman kekerasan itu, dengan maksud yang

ditujukan:

a. Untuk mempersiapkan pencurian

b. Untuk mempermudah pencurian,

c. Untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lain apabila

tertangkap tangan,

d. Untuk tetang menguasai benda yang dicuri agar tetap berada ditangannya.

Pada pasal 365 KUHP ini merupakan pencurian dengan kekerasan dengan

keadaan yang membertakan karena didahului, disertai atau diikuti dengan

kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud untuk menyiapkan,

mempermudah, melarikan diri sendiri atau untuk tetap meguasai atas barang yang

dicurinya yang dilakuka pada waktu dan dengan cara tertentu yang dilakukan oleh

dua orang atau lebih dan mengakibatkan seperti yang dilakukan dalam pasal 265

ayat (2) dan (3) KUHP, dengan demikian pasal ini disebut “pencurian dengan

kekarasan”.83

Pasal 365 ini, yang perlu dibuktikan pada delik ini ialah :”bentuk

kekerasan atau ancaman kekerasan yang bagaimanakah yang dilakukan oleh

pelaku. Bentuk kekerasan diatas dapat dilihat pada pasal 89 KUHP84. Seperti yang

83

Suharto, Op.Cit, hlm. 79

84

Suharto, Op.Cit, hlm .80

(13)

telah dirumuskan pada pasal 365 KUHP, bahwa pencuri waktu malam ke tempat

melakukan kejahatan dengan didahuliu, disertai atau diikuti dengan kekerasan

atau ancaman kekerasan, maka terlah terjadi beberasapa tindak pidana yang

dilakukan.

4. Penganiayaan Berat (pasal 354 KUHP)

Isinya sebagai berikut ;

Ayat (1) : “Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun’’

Ayat (2) : “Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, sitersalah dihukum selama-lamanya sepuluh tahun”.85

Unsur-unsur yang terdapat pada pasal 354 KUHP ini ialah :

e. Kesalahannya : adanya Kesengajaan ( opzettelijk )

f. Perbuatannya : Melukai berat

g. Obyeknya : tubuh orang lain

h. Akibatnya : Luka Berat

Unsur akibat dari kesengajaan sebetulnya sudah merupakan bagian atau

kesatuan dari unsur perbuatan melukai berat, karena perbuatan melukai berat

adalah suatu perbuatan yang untuk terjadinya secara sempurnya memerlukan

adanya akibat. Tanpa timbunya akibat luka berat, suatu perbuatan tidak dapat

dikualifikasikan sebagai perbuatan melukai berat.86

85

Soesilo, Op.Cit,h.246. Agar sitersalah dapat dikenakan pasal ini, maka harus ada niat dan maksud dari sitersalah, apabila tidak bermasud dan luka berat itu hanya merupakan akibat dari perbuatannya saja, maka sitersalah tidak dikenakan pasal ini, tetapi akan dikenakan “penganiayaan biasa yang berakibat luka berat” ( pasal 351 alinea 2 ).tentang luka berat itu sendir, terdapat pada pasal 90

86

(14)

Perbuatan melukai berat adalah rumusan yang bersifat abstrak, artinya

suatu rumusan perbuatan yang tidak dengan terang bagaimana bentuknya, dengan

begitu bentuk perbuatannya terdiri dari banyak perbuatan kongkret yang dapat

diketahui setelah perbuatan terwujud. Akibat kematian bukanlah tujuan atau

kehendak dari pelaku, yang menjadi kehendak pelaku adalah luka beratnya saja87.

Berbeda dengan penganiayaan biasa yang menimbulkan luka berat (pasal

351 ayat 2 ) maupun penganiayaan berencana yang menimbulkan luka berat (353

ayat 2 ). Untuk terjadinya penganiayaan berat secara sempurna, akibat luka berat

yang dituju harus sudah timbul. Pada penganiayaan biasa dan penganiayaan

berencana sudah dapat terjadi dengan sempurna walaupun luka berat nya tidak

timbul88.

Pada penganiayaan berat, apabila luka berat tidak timbul, maka yang

terjadi barulah percobaannya, yakni percobaan penganiyaan berat ( 354 jo 53 ).

Pada penganiayaan biasa yang menimbulkan kematian ( 351 ayat 3), kesengajaan

ditujukan pada perbuatan yang sekaligus pada rasa sakitnya korban. Pada

penganiayaan berencana (353), kesengajaannya selain ditujukan pada perbuatan

dan akibat yang sama seperti pada penganiayaan biasa, juga ditujukan pada

rencana lebih dulu, dan sama-sama tidak ditujukan pada akibat kematian. Pada

penganiayaan berat (pasal 354 ), kesengajaannya selain ditujukan perbuatannya

juga ditujukan pada akibat luka beratnya. Akibat kematian pada penganiayaan

berat bukanlah merupakan unsur penganiayaan berat.89

87

Ibid, hlm. 32

88

Ibid, h. 33

89

(15)

Perbuatan yang akan dikategorikan sebagai luka berat harus ditentukan

oleh ahli professional dibidangnya, yaitu dokter, melaluii visum et repertum. Percobaan untuk melakukan penganiayaan berat ini dipidana. Syarat adanya

percobaan penganiayaan berat ini yaitu bahwa kesengajaan ditujukan terhadap

perbuatan untuk menimbulkan luka berat pada tubuh orang lain.90

B.Pengaturan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan dalam KUHP

Peraturan hukum positif utama yang berlaku di Indonesia adalah KUHP,

dimana KUHP sendiri merupakan kodifikasi dari hukum pidana dan berlaku untuk

semua golongan penduduk, yaitu golongan timur asing, bumiputera, dan Eropa.

Dengan demikian dapat dikatakan ada suatu bentuk kesamaan atau keseragaman

dalam peraturan hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Sejak adanya UU No

73 tahun 1958 yang menentukan berlakunya UU no 1 tahun 1946 tentang

peraturan hukum pidana untuk seluruh Indonesia, hukum pidana materiil

Indonesia menjadi seragam untuk seluruh tanah air. Menurut Pasal VI UU no 1

tahun 1946, nama resmi dari KUHP awalnya adalah “Wetboek Van strafrecht

voor Nederlandsch-Indie” yang diubah menjadi “Wetboek van Strafrecht” atau

dapat pula disebut sebagai “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” (Moeljatno,

2005 : v).91

Di Indonesia, Menurut Mulyana W. Kusumah pada umumnya kejahatan

yang menduduki kuantitasnya adalah pencurian biasa, dan pencurian dengan

pemberatan, kemudian menyusul pencurian dengan kekerasan, termasuk

penodongan dan perampokan, dan disusul oleh kejahatan-kejahatan kesusilaan.

90

Mahmud, Mulyadi, Criminal Policy, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008, hlm.50

91

(16)

Pencurian dengan kekerasan ini disebut juga pencurian dengan kualifikasi

(gequalificeerde deifstal) atau pencurian khusus dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu sehingga bersifat lebih berat dan maka dari itu diancam

dengan hukuman yang maksimumnya lebih tinggi yaitu lebih dari hukuman

penjara lima tahun dari Pasal 362 KUHP dan hal ini diatur didalam buku II KUHP

pada bab XXII dan perumusannya sebagaimana disebut dalam Pasal 363.92

Menurut P.A.F. Lamintang, bahwa (gequalificeerde deifstal) adalah pencurian yang mempunyai unsur-unsur dari perbuatan pencurian di dalam

bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan lain-lain unsur, sehingga

ancaman hukumannya menjadi diperberat.93

Pasal-pasal yang mengatur tentang pencurian, diatur pada BAB XXII dari

pasal 362 s/d pasal 366 KUHP.

Pasal 362 KUHP, yang bunyinya :

“Barangsiapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian dengan hukuman maksimal lima tahun”94

1. Unsur “mengambil” barang

Unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan “mengambil”

barang. Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya dan mengalihkannya

92

Ibid

93

P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan terhadap Harta Kekayaan,Cet. 2, Jakarta:Sinar Grafika, 2009, hlm .13

94

(17)

ketempat lain. Yang dimaksud dengan kata “mengambil” ialah sebelum perbuatan

itu dilakukan.95

Pencurian (diefstal) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabila barang tersebut sudah pindah tempat. Apabila orang baru memegang saja barang itu dan

belum berpindah tempat, maka orang itu belum dapat dikatakan mencuri akan

tetapi baru mencoba mencuri.96

Perbuatan “mengambil” terang tidak ada, apabila barangnya oleh yang

berpihak diserahkan kepada pelaku. Apabila penyerahan ini disebabkan oleh

pembujukan dengan tipu muslihat, maka ada tindakan pidana “penipuan”. Jika

penyerahan ini disebabkan karena adanya pekasaan dengan kekerasan oleh

sipelaku, maka ada perbuatan tindak pidana “pemerasa” (afpersing), dan jika

paksaan ini berupa kekerasan langsung maka ada perbuatan tindak pidana

“pengancaman” (afdreiging).97 2. Yang diambil harus “barang”

Suatu barang adalah segala sesuatu yang berwujud termasuk pula binatang

(bukan manusia). Dalam pengertian barang termasuk pula daya listrik dan gas,

meskipun tidak berwujud. Barang ini tidak perlu mempunyai nilai ekonomis.

Apabila mengambil sesuatu barang tidak dengan ijin dari pemiliknya, masuk

pencurian.98

3. Barang itu harus ‘seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain”

95

Gerson W. Bawengan, Hukum Pidana didalam Teori dan Praktek, cet : II, Jakarta: P.T. PRADNYA PARAMITA, hlm.147

96

Soesilo, op.cit, h.250

97

Wirjono, Prodjodikoro, Tindak-tindak pidana tertentu di indonesia, cet : II, Jakarta - bandung : P.T.Eresco, hlm.15

98

(18)

Sifat tindak pidana pencurian adalah merugikan kekayaan si korban, maka

barang yang diambil harus berharga. Harga ini tidak selalu bersifat ekonomis.

Barang yang diambil dapat seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, yaitu

apabila merupakan suatu barang warisan yang belum dibagi-bagi, dan pencuri

adalah salah seorang ahli waris yang turut berhak atas barang yang tersebut.

Contoh lain sebagian kepunyaan orang lain misalnya : A bersama B membeli

sebuah sepeda, maka sepeda itu milik A dan B, disimpan di rumah A kemudian

dicuri oleh B. Suatu barang yang bukan kepunyaan seseorang tidak menimbulkan

pencurian, misalnya binatang yang hidup di alam bebas dan barang-barang yang

sudah di buang oleh pemiliknya.99

Pengambilan itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk

dimilikinya. Orang karena keliru mengambil barang orang lain itu bukan

pencurian. Seseorang menemukan barang di jalan lalu mengambilnya. Bila waktu

mengambilnya sudah ada maksud untuk memiliki barang itu, maka masuk

pencurian. Jika waktu mengambil itu pikiran terdakwa akan menyerahkan barang

itu ke pihak yang berwenang, akan tetapi setelah sampai di rumah barang itu

dimiliki untuk diri sendiri (tidak diserahkan ke polisi) maka ia salah karena

“penggelapan” (Pasal 372) karena waktu barang itu dimilikinya sudah berada di

tangannya.100

4. Pengambilan barang harus dengan maksud untuk “memiliki” barang itu dengan

‘melawan hukum (melawan hak)’.

99

Ibid

100

(19)

Unsur “memiliki barangnya dengan melanggar hukum” ini juga terdapat

pada pasal 372 KUHP, bahkan disitu tidak hanya harus ada tujuan (oogmerk) untuk itu, melainkan perbuatan si pelaku harus masuk perumusan “memiliki

barang dengan melanggar hukum”. Wujud dari memiliki barang dalam pasal 362

KUHP dengan 372 KUHP belum terwujud, tetapi ada seorang ahli yang bernama

Noyon-Langemeyer yang berpendapat mengenai wujud tersebut.

Noyon-Langermeyer berpendapat bahwa ada suatu kontradiksi antara

‘memiliki barang’ dan’melangar hukum’. ‘Memiliki barang’ berarti menjadikan

dirinya sebagai pemilik, dan untuk menjadi pemilik suatu barang, harus menurut

hukum. Setiap pemilik barang adalah pemilik menurut hukum, maka sebenarnya

adalah tidak mungkin orang memiliki barang milik orang lain dengan melanggar

hukum. Oleh karena itu jika melanggar hukum, maka tidak mungkin orang lain

menjadi pemilik (Noyon-Langemeyer, jilid III, h.141).101

Pasal 363 KUHP yang berbunyi :

Ayat (1) : Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1. Pencurian ternak;

2. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi,atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang

3. Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;

4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih;

5. Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

101

(20)

Ayat (2) : “Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.102

Penjelasan :

Pencurian dalam Pasal ini dinamakan pencurian dengan pemberatan atau

pencurian dengan kualifikasi dan diancam dengan hukuman yang lebih berat,

sedangkan yang diartikan dengan pencurian dengan pemberatan adalah pencurian

yang disertai dengan salah satu keadaan seperti berikut:

a. Bila ada barang yang dicuri itu adalah hewan (semua binatang yang memamah

biak, binatang berkuku satu dan babi). Pencurian dianggap berat karena hewan

merupakan milik seorang petani yang yang terpenting.

b. Bila pencurian itu dilakukan pada waktu kejadian bencana alam :

1. Pencurian ini diancam hukuman labih berat, karena pada waktu semacam itu

orang-orang semua ribut dan barang-barang dalam keadaan tidak terjaga,

sedang orang yang mempergunakan saat orang lain mendapat musibah ini

untuk berbuat kejahatan adalah orang yang rendah budinya;

2. Antara terjadinya bencana dengan pencurian itu harus ada hubungannya,

artinya pencuri harus betul-betul mempergunakan kesempatan itu untuk

mencuri. Tidak masuk disini misalnya seorang yang mencuri dalam satu

rumah dalam kota itu dan kebetulan saja pada saat itu dibagian kota ada

kebakaran, karena disini pencuri tidak sengaja memakai kesempatan yang

ada karena kebakaran itu;

102

(21)

3. Alasan untuk memberatkan hukuman atas pencurian ini adalah bahwa

peristiwa-peristiwa semacam ini menimbulkan keributan rasa kekhawatiran

pada khalayak ramai yang memudahkan seorang jahat melakukan

pencurian, sedangkan seharusnya orang- orang sebaliknya memberikan

pertolongan kepada para korban.

c. Apabila pencurian itu dilakukan pada waktu malam, dalam rumah atau

pekarangan tertutup yang ada rumahnya.

1. Malam adalah waktu antara matahari terbenam dan terbit103

2. Rumah (woning) adalah tempat yang dipergunakan untuk berdiam

siang-malam. Sebuah gudang atau toko yang tidak didiami siang dan malam tidak

masuk dalam pengertian rumah, sabaliknya gubuk atau kereta, perahu yang

siang malam dipergunakan sebagai kediaman masuk dalam pengertian

rumah; Pekarangan tertutup adalah suatu pekarangan yang sekelilingnya ada

tanda-tanda batas yang kelihatan nyata seperti selokan, pagar bambu, pagar

hidup, pagar kawat dan sebagainya. Tidak perlu tertutup rapat-rapat,

sehingga orang tidak dapat masuk sama sekali; Disini pencuri harus

betul-betul masuk dalam kedalam rumah tersebut dan melakukan pencurian disitu.

Apabila ia berdiri diluar dan menggait pakaian melalui jendela dengan

tongkat atau ia mengulurkan tangannya saja kedalam rumah untuk

mengambil barang, tidak termasuk disini;

Unsur ”waktu malam” digabungkan dengan tempat rumah kediaman atau

pekarangan tertutup dimana ada rumah kediaman,ditambah dengan unsur

103

(22)

adanya si pencuri di situ tanpa atau bertentangan dengan kehendak yang

berhak. Gabungan unsur-unsur ini memang bernada memberikan sifat lebih

jahat kepada pencurian.

d. Apabila pencurian itu dilakukan oleh dua orang atau lebih. Supaya masuk

disini maka dua orang atau lebih itu semua harus bertindak sebagai pembuat

atau turut melakukan (Pasal 55), bukan misalnya yang satu sebagai pembuat

sedangkan yang lain hanya membantu melakukan104 saja (pasl 56).

Hal ini menunjuk pada dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam

melakukan tindak pidana pencurian. Tidak perlu ada rancangan bersama yang

mendahului pencurian, tetapi tidak cukup apabila mereka secara kebetulan

pada persamaam waktu mengambil barang-barang.

Dengan digunakannya kata dilakukan (gepleeged), bukan kata diadakan (begaan), maka pasal ini hanya berlaku apabila ada dua orang atau lebih yang masuk istilah turut melakukan105 (medeplegen) dari Pasal 55 ayat (1) nomor 1

KUHP dan memenuhi syarat bekerja sama. Pasal 363 ayat (1) nomor 4 KUHP

tidak berlaku apabila hanya ada seorang pelaku (dader) dan ada seorang pembantu (medeplichtige) dari Pasal 55 ayat (1) nomor 2 KUHP.

104

“membantu melakukan”, apabila ia sengaja memberikan bantuan tersebut, pada waktu atau sebelum kejahatan itu dilakukan. Bila bantuan itu diberikan sesudah kajatahan terjadi, maka orang itu melakukan perbuatan “sekongkol” atau “tadah”. Elemen “sengaja” harus ada didalam nya, sehingga apabila ada orang member bantuan secara kebetulan dengan tidak mengetahui kejahatan, maka tidak dihukum. Elemen “niat” juga harus ada didalamnya (lihat pasal 56 KUHP).

105

(23)

e. Apabila dalam pencurian itu, pencuri masuk ke tempat kejahatan atau

mencapai barang yang dicurinya dengan jalan membongkar, memecah dan

sebagainya.

1. Membongkar, pengertian membongkar adalah merusak barang yang agak

besar misalnya pintu atau tembok. Disini harus ada barang yang rusak, putus

atau pecah. Pembongkaran (braak) terjadi apabila misalnya dibuat lubang

pada suatu tembok atau dinding suatu rumah. Pencuri yang mengangkat

pintu dari engselnya, sedang engsel itu tidak ada kerusakan sama sekali

tidak termasuk pengertian membongkar;

2. Memecah yaitu merusak barang yang agak kecil misalnya kaca jendela.

Perusakan (verbreking) terjadi apabila misalnya hanya satu rantai pengikat

pintu diputuskan, atau kunci dari suatu peti dirusak;

3. Memanjat menurut Pasal 99 KUHP yaitu masuk dengan melalui lubang

yang sudah ada, tetapi tidak untuk tempat orang lewat, atau masuk dengan

melalui lubang dalam tanah yang sengaja digali, demikian juga melalui

selokan atau parit yang gunanya senagai penutup halaman. Arti memanjat

diperluas hingga meliputi membuat lubang di dalam tanah di bawah tembok

dan masuk rumah melalui lubang tersebut, dan meliputi pula melalui

selokan atau parit yang ditujukan untuk membatasi suatu pekarangan yang

dengan demikian dianggap tertutup (besloten erf);

4. Anak kunci palsu menurut Pasal 100 KUHP adalah segala macam anak

kunci yang tidak digunakan oleh yang berhak untuk membuka kunci dari

(24)

diperluas hingga meliputi semua perkakas berwujud apa saja yang

digunakan untuk membuka kunci, misalnya sepotong kawat;

5. Perintah palsu yaitu suatu perintah yang kelihatannya seperti surat perintah

asli yang dikeluarkan oleh orang yang berwajib, tetapi sebenarnya bukan;

Pakaian jabatan palsu (valsch costuum) adalah kostum yang dipakai oleh seseorang, sedang ia tidak berhak untuk itu. Pakaian itu tidak perlu pakaian

jabatan pemerintah, dapat pula pakaian seragam seragam dari sebuah

perusahaan pertikelir.

Dalam pasal 362 sub 5 ini dikatakan :

1. Si tersalah masuk ke tempat kejahatan dengan jalan membongkar dan lain

sebagainya. Ini berarti pembongkaran tersebut untuk masuk ke tempat tersebut,

dan bukan untuk keluar atau keperluan lain;

2. Si tersalah mencapai barang yang dicurinya dengan jalan membongkar dan lain

sebagainya. Mencapai artinya memasukkan ke dalam kekuasaannya.

Pemberatan hukuman yang telah disebutkan diatas, maka apabila orang

sedang melakukan pembongkaran atau perusakan atau pemanjatan, dan pada

waktu itu diketahui sehingga si pelaku lari, orang itu sudah dapat dipersalahkan

melakukan percobaan melakukan pencurian (poging tot diefstal) karena perbuatan pembongkaran dan lain-lain tersebut dapat dianggap termasuk tahap menjalankan

(25)

pengambilan barang sebagai perbuatan pokok dari pencurian sama sekali belum

mulai dijalankan.106

Dalam kasus pencurian, penelitian akan lebih membahas pasal 365 KUHP

yaitu Pencurian dengan Kekerasan.

Pasal 365 KUHP, berbunyi ;

Ayat (1) : “hukuman dengan penjara selama-lamanya Sembilan tahun, dihukum dengan pencurian yang didahului, disertai atau adiikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya ysng turut melakukan kejahatan itu akan melarikan siri atau supaya barang atau yang dicuri itu tetap d tanangan si pencuri”. Ayat (2) : “Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun, dijatuhkan : 1e. : Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam didalam sebuah rumah atau

pekarangan yang tertutup, yang ada rumahnya atau didajalan umum atau didalam kereta api atau term yang sedang berjalan.

2e. : Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih.

3e. : Jika sitersalah masuk ketempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu atau pakaian jabatan palsu.

4e. : Jika perbuatan itu menjadikan ada orang menadapat luka berat.

Ayat (3) : “Hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun dijatuhkan jika karena perbuatan itu ada orang mati’

Ayat (4) : “Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penajara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan, jika perbuatan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat atau mati, dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih dan disertai pula oleh salah satu hal yang dikarenakan dalam no.1 dan 3.107

Penjelasan :

Ayat 1 : Pasal ini merupakan “pencurian dengan kekerasan”. Kekerasan atau

ancaman ini harus dilakukan pada “orang’ dan bukan benda atau barang.dan dapat

dilakukan sebelumnya, bersama-sama tau setelah pencurian itu dilakukan. Dengan

106

Skripsi (online) oleh Dian Savitri, judul : KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH “PREMANISME” (Studi Kasus di Poltabes Surakarta), Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2009.

107

(26)

maksud untuk menyiapkan atau memudahkan pencurian itu, jika tertangkap

tangan supaya ada kesempatan bagi dirinya atau kawannya yang turut melakukan

untuk dapat melarikan diri.108

Hal ini adalah pencurian khusu dari pasal 365 ayat (1) KUHP. Unsur istimewa

yang ditambah pada pencurian biasa ialah “menggunakan kekerasan” atau

“ancaman kekerasan” dengan dua macam maksud, yaitu :

Maksud 1 : untuk mempersiapkan pencurian. Perbuatan kekerasan atau ancaman

kekerasan mendahului pengambilan barang, missal nya memukul atau menembak

atau mengikat penjaga rumah.

Maksud 2 : untuk mempermudah pencurian. Pengambilan barang dipermudah

dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, misalnya memukul penghuni rumah

atau menodong mereka agar mereka diam saja dan tidak bergerak, sehingga

pencuri lain mengambil barang-barang dalm rumah.109

Ayat 2 sub (1) : Melakukan pencurian di jalanan umum atau di dalam kereta api

yang sedang berjalan. Alasan yang dapat memberatkan sipelaku ialah bahwa pada

dua tempat ini, si korban tidak mudah mendapat pertolongan dari orang lain.

Ada persamaan dan perbedaan antara pencurian dengan kekerasan mirip dengan

pembunuhan pada Pasal 339 KUHP.

Persamaannya :

a. Kedua kejahatan ini mempunyai unsur kesalahan yang sama, yaitu “dengan

Maksud”. Maksud digunakannya kekerasan dan ancaman kekerasan (pasal365)

atau membunuh (Pasal 339) ditujukan untuk :

108

Ibid, h. 254

109

(27)

1. Mempersiapkan

2. Mempermudah pelaksanaan

3. Dalam hal tertangkap tangan untuk :

(a) Melepaskan dari pemidanaan (Pasal 339), memungkinkan untuk melarikan

diri (Pasal 365)

(b) Dapat menguasai benda yang diperoleh dari kejahatan

b. Waktu/saat digunakannya kekerasan atau ancaman kekerasan (pasal 365),

membunuh (pasal 339) adalah :

1. Sebelum

2. Pada saat

3. Dan setelah pencurian (pasal 339), dan kejakahatan lain (Pasal 365) terjadi.

c. Baik pencurian pada pasal 365 maupun kejahatan pada pasal 339 sama

berakibat adanya kematian orang lain.

Perbedaannya :

a. Pencurian dengan kekerasan pada pasal 365, kejahatan pokoknya adalah

pencurian. Sedangkan pada kejahatan dalam pasal 339, kejahatan pokoknya

adalah pembunuhan.

b. Kesengajaan pada pasal 365 tidak ditujukan pada kematian orang lain.

Sedangkan pada pasal 339 ditujukan pada matinya orang.

c. Pada pencurian dengan kekerasan yang ada pada pada pasal 365, menggunakan

upaya kekerasan dan atau ancaman kekerasan. Maksudnya adalah untuk

mempersiapkan, memudahkan pelaksanaan pencurian dan seterusnya. Artinya

(28)

(secara subyektif) terhadap kejahatan pokok (pencurian). Tetapi pada pasal

339, kejahatan lain itu tidak mempunyai peranan atau andil (secara subyektif)

terhadap kejahatan pokok yakni pembunuhan.

d. Pada unsur maksud, apabila tertangkap tangan , kekerasan ataupun ancaman

kekerasan bertujuan untuk dapat melarikan dirinya sendiri atau peserta lain.

Sedangkan pada pasal 339, maksud itu , apabila tertangkap tangan ditujukan

untuk menghindarkan diri dari pemidanaan bagi dirinya maupun peserta

lainnya.

e. Kejahatan pada pasal 365 hanya ada satu tindak pidana saja, yakni pencurian.

Kekerasan atau ancaman kekerasan bukan tindak pidana tetapi upaya untuk

memberatkan pidana pada pencurian. Sedangkan pada pasal 339, terdapat dua

(2) tindak pidana yang saling berhubungan erat.

f. Factor pemberat pada pencurian pasal 365 adalah kekerasan dan ancaman

kekerasan. Sedangkan factor pemberat pada pasal 339 adalah tindak pidana

lain.

g. Pada pencurian dengan kekerasan ada bentuk yang memungkinkan untuk

dijatuhi pidana mati (pasal 365 ayat (4) ). Sedangkan bagi pembunuhan pasal

339, tidak ada kemungkinan dijahutinya pidana mati.

h. Kekerasan dan ancaman kekerasan adalah upaya melakukan kejahatan pokok,

(29)

kejahatan pokok, tetapi yang dianggap sebagai kejahatan pokok adalah adanya

tindak pidana lain tersebut.110

110

Referensi

Dokumen terkait

Faktor penghambat yang dirasakan oleh Kepolisian Sektor Pakuan Ratu dalam upaya penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan di kecamatan Pakuan

Pencurian dengan kekerasan merupakan masalah sosial sekaligus masalah hukum dalam masyarakat. Pencurian dengan kekerasan terjadi bukan hanya faktor ekonomi saja tetapi

Barangsiapa menyebabkan karena kesalahannya kebakaran, peletusan atau banjir, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan

Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan diketahui dari hal-hal yang melekat

Dengan Permasalahan sebagai berikut : bagaimana pengaturan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di Polsek Bagan Sinembah, bagaimana penanggulangan tindak pidana

Kalau dalam pencurian biasa ancaman pidananya maksimal lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah, maka pencurian dengan kekerasan yang

Posisi Telah melakukan beberapa kali tindak Pidana pencurian dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik di dalam dakwaan maupun tuntutan jaksa penuntut umum, telah menerapkan

Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Penjara Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dalam menjatuhkan putusan, hakim harus mempertimbangkan