DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku :
Abdulsyani, Sosiologi Kriminal, Remadja Karya, Bandung, 1987.
Atmasasmita, Romli, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Mandar
Maju, Bandung, 1995.
Danil, Elwi, Korupsi, Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2012.
Dep. P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.
Djaja, Ermansjah, Tipologi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Mandar Maju,
Bandung, 2010.
Hamdan, M., Politik Hukum Pidana , PT Raja Grafindo Pustaka, Jakarta, 1997.
Hartanti, Evi, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar
Grafika, Jakarta, 1985.
Hamzah, Andi, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1983.
, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Pradnya Paramita,
Jakarta, 1993.
, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1994.
Lamintang, P.A.F., Hukum Penitensier Indonesia, Armiko: Bandung, 1984.
Djambatan, Jakarta, 2004.
Mahardika, Tim, Kumpulan Undang-Undang Tentang Narkotika dan
Psikotropika, Pustaka Mahardika, Yogyakarta, 2011.
--- , Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta, Pustaka Mahardika, Yogyakarta, 2015.
Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011.
Mertokusomo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta,
1999.
Mubyarto, Ilmu Ekonomi, Ilmu Sosial dan Keadilan, Yayasan Agro Ekonomika,
Jakarta, 1980.
Muladi dan Barda Nawawi Arif, Teori-Teori dan Kebijakan dalam Pidana,
Alumni, Bandung, 1984.
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sumur Bandung,
Bandung, 1977.
Remmelik, Jam, Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting KUHP
dan Padanannya dalam KUHP Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2003.
Rohim, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi, Pena Multi Media, Jakarta,
2008.
Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
Rajawali Press, Jakarta, 2001.
Suparni, Niniek, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan
Waluyo, Bambang, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.
Wiyono, R., Pembahasan Undang - Undang Pemberantasan Tindak pidana
Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.
Perundang-undangan :
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tahun 2012
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Undang- Undang Nomor. 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Undang- Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Internet :
http://www.scribd.com/doc/252884949/Paper-Korupsi#scribd diakses pada hari
rabu tanggal 22 April 2015 pukul 23.00 WIB.
http://alsaindonesia.org/site/ailrc-alsalcunud/ diakses tanggal 26 April 2015.
http://abdul-rossi.blogspot.com/2011/04/pidana-denda.html, diakses tanggal 5
UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
A. Putusan Nomor 52/ Pid.Sus.K/2013/PN.Mdn
1. Kasus Posisi
a. Kronologis
Pada tanggal 5 April 2002 dengan dikeluarkan Surat Edaran Direktur
Jenderal Anggaran Departemen Keuangan RI Nomor : SE - 49 / A / 2002 tentang
Perubahan tarif PPh pasal 21 yang ditanggung pemerintah bagi pejabat negara,
pegawai negeri sipil dan pensiunan atas penghasilan yang dibebankan kepada
keuangan negara atau keuangan daerah disesuaikan dengan Undang - Undang
Nomor : 17 tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang - Undang Nomor :
7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang antara lain menyebutkan bahwa
kelebihan penyetoran PPh pasal 21 PNS Daerah oleh Pemerintah Daerah sebagai
akibat diberlakukannya Undang - Undang Nomor : 17 tahun 2000 tentang
Perubahan Ketiga atas Undang - Undang Nomor : 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan agar diselesaikan melalui mekanisme restitusi pajak kepada Kantor
Pelayanan Pajak setempat.
Perubahan tarif itu membuat ada Surat Penawaran Kompensasi/Restitusi
02 kepada Bupati Kabupaten Langkat, yang pada tanggal 8 Januari 2003 KAP
Hasnil M. Yasin & Rekan memperbarui kembali surat penawaran tersebut yang
kemudian berjumpa dan membicarakan langsung kepada terdakwa selaku Kepala
Bagian Keuangan Pemkab. Langkat, dan selanjutnya setelah disepakati bersama
oleh terdakwa disampaikan dan dilaporkan kepada Bupati Langkat tentang hasil
pembahasan terhadap surat penawaran tersebut, dimana selanjutnya surat
penawaran yang sudah ditanda tangani oleh Drs. H. Hasnil, MM sebagai
Managing Partner KAP Hasnil. M. Yasin & Rekan tersebut disetujui dan ditanda
tangani oleh Bupati tersebut.
Biaya pekerjaan / honorarium sebesar 20 % dalam pengembalian PPh pasal
21 sebagaimana yang tercantum dalam surat perjanjian kerjsama tersebut yang
diparaf oleh Terdakwa Drs. Surya Djahisa, M.Si bertentangan dengan pasal 28
ayat (7) Keppres Nomor : 18 tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang / Jasa Instansi Pemerintah yang menyebutkan kontrak
persentase hanya berlaku untuk pelaksanaan jasa konsultasi di bidang konstruksi
dan pekerjaan pemborongan tertentu.
Setelah Surat Perjanjian Kerja dibuat dan ditandatangani, selanjutnya
Terdakwa Drs. Surya Djahisa, M.Si selaku Kepala Bagian Keungan Pemkab
Langkat yang juga sekaligus menjabat Sekretaris Panitia Anggaran, mengusulkan
dan memasukkan / merencanakan anggaran untuk jasa konsultan pajak sebesar
Rp. 400.000.000,00, yang pada akhirnya disetujui oleh DPRD Kabupaten Langkat
dan kemudian pada tanggal 4 Februari 2003 Bupati Langkat mengeluarkan Surat
Nomor : 12 tahun 2003 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kabupaten Langkat Tahun Anggaran 2003 sebesar Rp.
404.108.105.925,00. Dimana dari jumlah tersebut alokasi anggaran Biaya
Pengurusan PPh pasal 21 sebesar Rp. 400.000.000,00. Hal ini menunjukkan
kondisi yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor : 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah, khususnya Pasal 25 yang menyebutkan “Tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran atas beban APBD tidak dilakukan sebelum ditetapkan dalam
Peraturan Daerah tentang APBD dan ditempatkan dalam Lembaran Daerah” .
Pada tanggal 28 Juli 2003 Drs. H. Hasnil, MM menerima pembayaran jasa
Akuntan Publik dalam rangka penghitungan kelebihan pembayaran Pajak
Penghasilan pasal 21 tahun 2001 dan 2002 dari Sdr. Buyung Ritonga selaku
Pemegang Kas Daerah Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat
sesuai dengan bukti Kas Bon pada Kas Daerah sebesar Rp. 400.000.000,00,-.
Pada tanggal 14 Oktober 2003 Bupati Langkat mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor : 903 - 28 / SK / 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan
Daerah Nomor : 14 tahun 2003 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (PAPBD) Kabupaten Langkat Tahun Anggaran 2003 sebesar Rp.
411.407.250.600,00. Dari jumlah tersebut alokasi anggaran Biaya Pengurusan
PPh pasal 21 bertambah Rp. 800.000.000,00 sehingga menjadi sebesar Rp.
1.200.000.000,00, dan pada tanggal 10 November 2003 Bupati Langkat
menerbitkan Surat Keputusan Nomor : R / 935 / Keu / 2003 tentang Otorisasi
Pada tanggal 1 Desember 2003 Bendaharawan UUDP Sekretariat Daerah
Kabupaten Langkat Sdri. Yantini Syafriani mengajukan SPP untuk Biaya
Pengurusan PPh pasal 21 sebanyak 8 (delapan) lembar sejumlah
Rp.793.574.876,00 yang dalam realitasnya SPM Beban Sementara yang akan
sebesar Rp. 793.574.876,00 tersebut tidak dibayarkan kepada Yantini Syafriani
selaku Bendahara Pengeluaran Sekretariat Kabupaten Langkat, karena atas
permintaan terdakwa selaku Kepala Bagian Keuangan Pemkab Langkat langsung
kepada Sdr. Buyung Ritonga selaku Pemegang Kas Daerah, maka uang tersebut
diserahkan oleh Sdr. Buyung Ritonga kepada Terdakwa secara 2 (dua) tahap,
dimana tahap pertama sebesar Rp. 500.000.000,00 dan tahap kedua (satu minggu
kemudian) sisanya sebesar Rp. 293.574.876,00. sehingga dari jumlah SPM
sebesar Rp. 1.193.574.876,00 yang terdiri dari SPM Beban Tetap sebesar Rp.
400.000.000,00 dan SPM Beban Sementara sebesar Rp. 793.574.876,00, hanya
SPM Beban Tetap sebesar Rp. 400.000.000,00 yang dibayarkan kepada Drs. H.
Hasnil, MM dan SPM Beban Sementara sebesar Rp. 793.574.876,00 diterima
langsung oleh Terdakwa.
Rangkaian perbuatan Terdakwa Drs. Surya Djahisa, M.Si dalam proses
Penunjukan Langsung terhadap Kantor Akuntan Publik tersebut untuk
melaksanakan pekerjaan Penghitungan kelebihan pembayaran pajak penghasilan
Pegawai Negeri Sipil (PPH pasal 21) tahun 2001 dan 2002 pada Sekretariat
Pemerintahan Kabupaten Langkat yang direkayasa tersebut dan bertentangan
dengan ketentuan peraturan Keputusan Presiden Nomor : 18 tahun 2000 tentang
Terdakwa Drs. Surya Djahisa, M.Sisebesar Rp. 793.574.876,00 dan atau setidak -
tidaknya orang lain yaitu Drs. Hasnil, MM sebesar Rp. 400.000.000,00, sehingga
telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 1.193.574.876,00 (satu milyar
seratus sembilan puluh tiga juta lima ratus tujuh puluh empat ribu delapan ratus
tujuh puluh enam rupiah) atau setidak - tidaknya sekitar jumlah tersebut, yang
dihitung dari seluruh jumlah pengeluaran APBD Kabupaten Langkat Tahun
Anggaran 2003 baik beban tetap sebesar Rp. 400.000.000,00 dan beban sementara
sebesar Rp. 793.574.876,00 untuk pengurusan kompensasi PPh pasal 21 tahun
2001 dan tahun 2002 tersebut, sebagaimana hasil perhitungan kerugian keuangan
negara sesuai dengan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan
Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam pengadaan Jasa Akuntan
Publik pada Sekretariat Kabupaten Langkat Tahun Anggaran 2003 Nomor : SR -
1574 / PW02 / 5 / 2011 tanggal 15 Maret 2011 yang dibuat oleh BPKP.
b. Dakwaan
Surat dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan
dakwaan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan. Hakim tidak dapat
menjatuhkan pidana di luas batas-batas dakwaan. Hal-hal yang diuraikan dalam
dakwaan dapat dilihat dari Pasal 143 KUHAP.69
Dakwaan Primair Diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah
diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dakwaan Subsidair Diancam pidana dalam Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah di diubah
dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1)
ke- 1 KUHP.
c. Tuntutan
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara
pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus
oleh hakim di sidang pengadilan.70
Atas dakwaan tersebut, selanjutnya Jaksa Penuntut Umum mengajukan
tuntutan sebagai berikut:
1) Menyatakan terdakwa Drs. Surya Djahisa, M.Sitelah terbukti terbukti secara
sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Dakwaan Primair yaitu : Perbuatan Terdakwa
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) jo. pasal 18
Undang - Undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang RI
Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang - Undang RI Nomor :
31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. pasal 55 ayat
(1) ke - 1 KUH Pidana ;
2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Drs. Surya Djahisa, M.Sidengan
pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan 6 (enam) bulan ;
3) Menghukum terdakwa Drs. Surya Djahisa, M.Simembayar denda sebesar Rp.
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), subsidair : 3 (tiga) bulan kurungan ;
d. Fakta-Fakta Hukum
1) Keterangan Saksi
Keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti dalam perkara pidana
yang mengenai suatu peristiwa pidana yang saksi dengar sendiri, saksi lihat
sendiri, dan saksi alami sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya.
Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Kekecualian menjadi saksi
tercantum dalam pasal 168 KUHAP.71
a) Saksi : Sudarsono, S.Sos, saksi menerangkan sebagai berikut :
Saksi menyatakan bahwa pada tahun 2002 ada Surat Edaran dari Dirjen
Anggaran yaitu Surat Edaran Nomor : SE - 49 / A / 2002 yaitu tentang Perubahan
Tarif PPh pasal 21. Setelah adanya Surat Edaran dari Dirjen Anggaran tersebut
yang membuat pada penggajian pada Pemkab Langkat ada kelebihan pembayaran
atau ada kelebihan pemungutan pajak penghasilan yang berlaku untuk semua PNS
secara keseluruhan dan kelebihan pembayarannya berjumlah sekitar Rp.
5.967.874.380,-. Lalu Akuntan Publik datang ke Bagian Keuangan untuk
melakukan input data pada Sub Bagian Gaji kemudian data tersebut dibawa oleh
Akuntan Publik untuk dilakukan penghitungan kelebihan pembayaran pajak
penghasilan dan pada tanggal 3 Juli 2003 terbit Surat Ketetapan Pajak yang
menyatakan adanya kelebihan pajak dengan jumlah keseluruhannya Rp.
5.967.874.380,-.
Saksi mengetahui adanya kelebihan pembayaran pajak PPh pasal 21 Pemkab
Langkat malah diuntungkan sebesar Rp. 5 milyar lebih.
b) Saksi : Khairul, saksi menerangkan sebagai berikut :
Terkait dengan pajak penghasilan, saksi mengetahui ada perubahan, karena
dari tarif sebesar 10 % menjadi 5 %. Saksi mengetahui mengenai kelebihan itu
yang jelas akan menjadi kas daerah, karena untuk gaji PNS itu memang ada
dipotong pajak tapi juga diberikan tunjangan sebesar pajak, itu terdapat di daftar
gaji.
Pada bulan Desember 2002 kelebihan pembayaran pajak 5 % jumlahnya Rp.
7 milyar sekian dan saksi tidak pernah bertemu dengan akuntan publik.
c) Saksi : Dhani Setiawan Isma, S.Sos, saksi menerangkan sebagai berikut :
Seingat saksi awalnya ada seseorang datang menghadap Bupati Langkat
dengan membawa map biru yang berisi penawaran pekerjaan kompensasi /
restitusi atas kelebihan PPh pasal 21 yang bernama dr. Safrudin dan saksi ada
dipanggil Bupati Langkat untuk mengantarkan dr. Safrudin kepada Terdakwa dan
selanjutnya saksi tidak mengetahui lagi proses perkembangannya. saksi pernah
melihat surat Nomor : 049 / Pro - tax / Y / XI / 02 tanggal 18 Nopember 2002
perihal penawaran kompensasi / restitusi atas kelebihan PPh pasal 21 dari Kantor
d) Saksi : Drs. Masri Zein, saksi menerangkan sebagai berikut :
Saksi tidak mengetahui tentang pembayaran sebesar Rp. 800 juta dan saksi
tidak mengetahui sama sekali kalau khusus terhadap perubahan APBD. Setahu
saksi untuk penujukkan langsung akuntan untuk menghitung pajak itu adalah
kalau nilainya dibawah Rp. 300 juta lebih dari itu, harus melalui tender dan saksi
tidak medengar adanya proses tender terhadap penunjukkan akuntan public. Saksi
juga tidak mengetahui adanya pemotongan pajak PPh pasal 21 bagi PNS di
Pemkab Langkat.
e) Saksi : Buyung Ritonga, saksi menerangkan sebagai berikut :
Pemberitahuan yang diberikan Terdakwa selaku atasan saksi bahwa ada
kelebihan pembayaran pajak PPh pasal 21 bagi PNS tetapi tidak ada penjelasan
mengenai nantinya pada periode satu atau dua tahun kedepan terhadap PNS pada
Pemkab Langkat tidak dilakukan pemungutan PPh pasal 21 lagi dan ada
melibatkan pihak ketiga yaitu pihak konsultan akuntan publik yang bernama Sdr.
Drs. Hasnil.
Saksi ikut dalam melakukan pemotongan PPh pasal 21 yang mana jumlah
kelebihan pembayaran yang totalnya untuk tahun 2001 dan 2002 berjumlah Rp.
5.967.874.380,-. Terhadap pembayaran kepada akuntan publik sebanyak satu kali
hanya satu kali SPM sebesar Rp. 400 juta dan untuk yang kedua kalinya sebesar
Rp. 793 juta sekian dan uangnya saksi serahkan kepada Terdakwa untuk
diserahkan kepada akuntan publik dan jumlah keseluruhan SPM ada berjumlah 9
f) Saksi : H. Syahrizal, SE, saksi menerangkan sebagai berikut :
Saksi tidak mengetahui mengenai suatu kebijakan atau suatu Surat Edaran
dari Departemen Keuangan melalui Dirjen Pajak bahwa ada restitusi terhadap
pajak penghasilan. Saksi tidak pernah mendengar bahwa dalam tenggang waktu
tahun pajak 2001 dan 2002 ada kelebihan pembayaran pajak terhadap Pegawai
Negeri Sipil yang telah dilakukan pemotongan oleh bendaharawan gaji. Saksi
mengetahui pada saat penyusunan APBD tahun 2003 atas perintah atasan saya
untuk menampung biaya perhitungan restitusi kelebihan pajak PPh 21 sebesar Rp.
400 juta tetapi saksi tidak mengetahui apakah ada revisi terhadap APBD tersebut
karena masih dianggap kurang untuk melakukan pembayaran karena adanya
kesepakatan dengan pihak ketiga karena yang saksi ketahui yang ditahun 2003 itu
saja, dimana yang pertama adalah sebesar Rp. 400 juta yang murni ditampung di
APBD dan di Perubahan APBD sebesar Rp. 800 juta di Perubahan APBD 2003.
Saksi mengetahui mengenai kelebihan tersebut setelah ada di laporan
keuangan baru saksi tahu bahwa biaya restitusi itu sudah masuk dan pada waktu
akan menampungkan yang sebesar Rp. 800 juta baru saksi tahu bahwa untuk
biaya restitusi itu kurang sebesar Rp. 800 juta lagi. Saksi menerima gaji pada
tahun 2003 sesuai dengan jumlah bersihnya dan mengenai apakah ada potongan
atau tidak itu tidak saksi perhatikan.
g) Saksi : Amir Hamzah, S.Sos, saksi menerangkan sebagai berikut :
Saksi tidak pernah melihat dan membaca mengenai surat edaran dari Dirjen
mengetahuinya dan itu adalah berdasarkan SPM yang dimajukan oleh rekanan,
maka kemudian dibayarlah uang sebesar Rp. 400 juta dan jumlah tersebut sudah
ada dalam anggaran dan itu merupakan beban tetap dan dibebankan untuk biaya
konsultasi jasa konsultan sebagai pihak ketiga.
Saksi tidak mengetahui tentang tender pihak ketiga untuk perhitungan
kelebihan pembayaran pajak dan mengenai masalah tender ataupun penunjukan
langsung saksi tidak tahu, yang saksi ketahui adalah seputaran SPM saja. Ada
perubahan itu adalah mengenai pembayaran sebesar Rp. 800 juta dan itu yang
saksi ketahui sedangkan selebihnya saksi tidak tahu. Saksi tidak pernah ketemu
dengan Drs. Hasnil MM dan yang menandatangani SPM yang Rp. 400 juta dan
Rp. 800 juta tersebut adalah Terdakwa Drs. Surya Djahisa.
h) Saksi : Yantini Syafriani, saksi menerangkan sebagai berikut :
Saksi tidak pernah menangani atau menerbitkan atau menandatangani
SPMU terkait dengan kelebihan pembayaran pajak. Mengenai dana sebesar Rp.
800 juta adalah merupakan dana yang ditampung dalam anggaran perubahan
APBD tahun 2003. Saksi tidak mengetahui mengapa terjadi perubahan
pembayaran dari Rp. 400 juta menjadi Rp. 800 juta.
Saksi mengetahui mengenai pemotongan dari 10 % menjadi 5% berdasarkan
Surat Edaran dari Dirjen Pajak tetapi saksi tidak tahu siapa yang menerima uang
Rp. 800 juta. Pada waktu pencairan anggaran tersebut yaitu pada waktu
penandatanganan SPM, itu sudah tidak ada uangnya lagi dan sudah dalam bentuk
kwitansi. Bukan saksi yang membuat pertanggung jawaban tersebut, yang ada
dan kemudian saksi akan menuntut pertanggung jawabannya yang sebesar Rp.
800 juta, dan karena didalam pertanggung jawaban Surat Perintah Kerja-nya dan
lain sebagainya sama dengan yang Rp. 400 juta, maka saksi hanya terima kwitansi
saja. Saksi melihat bahwasannya kompensasinya adalah pada tahun 2001 dan
tahun 2002 untuk PPh pasal 21 yang jumlahnya sebesar Rp. 5,9 milyar. Didalam
pasal 14 ayat (2) didalam surat perjanjian disebutkan bahwasannya pembiayaan
adalah sebesar 20 % dari jumlah kompensasi yang dikembalikan. Untuk
pemotongan pajak PPh pasal 21 setiap tahunnya dilakukan dibagian di Bagian
Keuangan.
i) Saksi : Drs. Hasnil, Ak, saksi menerangkan sebagai berikut :
Pada waktu itu ada seminar mengenai restitusi pajak, berarti dalam hal ini
ada pekerjaan untuk pemerintah daerah mengenai restitusi pajak ini, kemudian
setelah adanya informasi tersebut ada beberapa kantor akuntan publik yang juga
melakukan restitusi pajak tersebut diseluruh wilayah Indonesia, jadi di Jawa
Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi dan daerah lainnya
ada dilakukan pekerjaan tersebut. Tercantum dalam surat penawaran tersebut
adalah mengenai hal - hal sehubungan dengan adanya perubahan tarif PPh pasal
21. Tarif yang saksi tawarkan adalah sebesar 35 %, tapi setelah bulan Januari
2003, karena ada kesalahan dari penawaran tersebut, oleh Bupati katanya dirubah,
katanya “jumlahnya terlalu besar”, sehingga jadinya 20 %, makanya saksi buat
lagi penawaran di bulan Januari 2003.
Pada waktu pembayaran saksi hanya diberikan Rp. 400 juta sebagai uang
menunggu lagi selama 5 atau 6 bulan, baru pada bulan Desember 2003 saksi
dibayar lagi sebesar Rp. 793 juta dan pada saat pembayaran tersebut saksi
meminta tolong Pak Surya Djahisa. Kemudian oleh Pak Surya Djahisa itu dibagi
dua lagi, saksi terima dulu sebesar Rp. 500 juta baru beberapa hari kemudian saksi
menerima lagi sebesar Rp. 293 juta.
Bahwa yang saksi bicarakan saat bertemu dengan Terdakwa adalah
mengenai hal yang berhubungan dengan restitusi pajak dan akan berhubungan
dengan Kabag Keuangan sehubungan dengan data - data yang akan diminta,
makanya saksi kemudian dibawa ke Terdakwa Surya Djahisa pada waktu itu
untuk membahas mengenai SPK. Setelah saksi bertemu dengan Terdakwa Surya
Djahisa, setelah itu saksi diajak untuk ketemu dengan Bupati untuk tanda tangan
SPK dan setelah dirembuk kapan pelaksanaan pekerjaannya dimulai, ada saksi
katakan bahwa target saksi dalam penyusunan ini adalah selama 3 (tiga) bulan,
tapi dalam SPK karena pekerjaan itu adalah berhubungan dengan kantor pajak
biasanya untuk mengerjakannya memakan waktu lebih kurang antara 3 sampai 4
bulan, jadi didalam SPK dibuat 6 bulan kerja. Dalam pembicaraan dengan
Terdakwa tidak ada dibicarakan tentang fee karena disitu Bupati telah setuju
mengenai fee sebesar 20 % tersebut, dari jumlah fee yang saksi terima, tidak ada
diberikan kepada Terdakwa.
Mekanisme restitusi pajak itu harus dilakukan oleh kantor pelayanan pajak,
tapi data - datanya itu harus disiapkan oleh pihak pemerintah daerah setempat,
misalnya harus disiapkan oleh Pemkab Langkat, bisa juga oleh konsultan untuk
misalnya disini ada kelebihan sebesar Rp. 5 milyar, dan kantor pelayanan pajak
tidak mengambil datanya, tidak mungkin seperti itu, itu yang pertama, yang
kedua, karena disini ada undang - undang yang memisahkan mengenai pajak
tersebut, karena tadinya hanya satu, pemerintah daerah dengan pemerintah pusat
hanya satu, karena adanya perubahan itu dan karena pemerintah daerah adalah
berdiri sendiri baru bisa dilaksanakan restitusi, sedangkan PNS pusat seperti PNS
Kejaksaan atau PNS Mahkamah Agung yang digaji dari pusat itu tidak bisa
dilaksanakan restitusi, karena untuk pusat itu berhubungan dengan pusat.
j) Saksi : M. Husni Hatib, S.Sos, M.Si, saksi menerangkan sebagai berikut :
Saksi hanya menangani masalah restitusi tahun 2010 keatas. Pada saat itu
saksi ada juga bertanya pada teman - teman yang kebetulan ada juga menangani
kasus yang sama, memang pada waktu itu ada kelebihan pembayaran karena tarif.
Setahu saksi terhadap kelebihan pembayaran itu seharusnya itu dikompensasi
bukan di restitusi, misalnya dibulan Januari, pada bulan berikutnya yaitu di bulan
Februari itu pajaknya tidak dipotong tapi dikompensasikan. Pada saat tahun 2001
sampai tahun 2008 tidak ada keterlibatan pihak kantor pajak, karena petugas pajak
itu tidak boleh mengintervensi, kalau sekarang sudah ada AR yang bisa
mendampingi wajib pajak untuk menghitungnya.
k) H. Syamsul Arifin, SE, saksi menerangkan sebagai berikut :
Saksi mengatakan pernah dilakukan perjanjian kerjasama antara Pemerintah
Kabupaten Langkat dengan pihak Kantor Akuntan Publik Hasnil, M. Jasin &
Rekan dalam rangka penghitungan kelebihan pembayaran pajak PNS (PPh pasal
menawarkan jasa kepada Kabupaten Langkat untuk menghitungkan kelebihan
pajak tersebut, namun pada saat itu karena saksi kurang mengerti dan saksi
menyarankan untuk membahasnya kepada pihak yang berkompeten dari
Kabupaten Langkat, selanjutnya mengenai pembahasan hal tersebut saksi tidak
mengetahuinya dan akhirnya saksi menandatangani kerjasama tersebut
berdasarkan hasil penghitungan Kabupaten Langkat mendapat kompensasi senilai
Rp. 5.967.874.380,-..
l) Saksi : Marulitua Siahaan, saksi menerangkan sebagai berikut :
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai menerima surat pemberitahuan
tahunan Pajak Penghasilan pasal 21 Pemkab Langkat tahun 2001 dan 2002,
setelah diketahui bahwa SPT tersebut lebih bayar maka secara sistem dokumen
tersebut dipisahkan dan dimasukkan dalam kelompok lebih bayar, selanjutnya
dilakukan penelitian secara administrasi yang ditindak lanjuti dengan penerbitan
Surat Perintah Pemeriksaan Pajak terhadap wajib pajak yang SPT-nya lebih bayar
tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaan bila ternyata benar lebih bayar, maka
terhadap SPT pajak penghasilan kelebihan pembayaran tersebut dikompensasikan
ke masa berikutnya. Bila hasil pemeriksaan terdapat kekurangan pembayaran
maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berikut sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2 % tiap bulannya terhitung sejak tanggal kewajiban
menyampaikan SPT dilaksanakan.
Bahwa benar surat PHP - 21 / WPJ. 01 / KP. 0406 / 2003 tanggal 30 Juni
2003 perihal Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan adalah benar tanda tangan saksi
SPT PPh pasal 21 Pemkab Langkat tahun 2001 dan 2002 ternyata masih ada
kesalahan penghitungan yakni kekurangan pembayaran sebesar Rp. 24.607.822,-
untuk tahun 2001 dan sebesar Rp. 19.636.493,- untuk tahun 2002 yang diberikan
kepada wajib pajak atau kuasanya.
2) Keterangan Ahli
a) Ahli dari Penuntut Umum
(1) Ahli : Drs. Augus Hendra Simatupang, menerangkan sebagai berikut :
Setelah diketahui adanya kelebihan pembayaran pajak tersebut kemudian
dilakukan perhitungan pajak - pajak dari wajib pajak dan setelah pemeriksaan
dilakukan apabila hasilnya menyatakan lebih bayar maka diterbitkan surat
ketetapan pajak lebih bayar yang kelebihannya dikompensasikan ke masa atau
tahun pajak berikutnya. Untuk melakukan kompensasi tersebut, petugas pajak
menerbitkan surat pemberitahuan atas kelebihan pembayaran pajak yang
menyatakan bahwa kelebihan bayar tersebut dapat diperhitungkan dengan pajak
yang terhutang atas penghasilan karyawan yang bersangkutan dalam bulan
berikutnya.
Berdasarkan pasal 3 ayat (4) Undang - Undang Nomor : 16 tahun 2000,
apabila Pemda Langkat ada kendala atau kesulitan dalam melakukan perhitungan
SPT tahun 2002 maka Pemda Langkat dapat meminta kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak setempat dan mengisi surat pemberitahuan penundaan hingga
SPT tahun 2002 dapat dilaporkan maksimal 6 bulan penundaan kewajiban
penyampaian SPT tahun 2002. Berdasarkan pasal 7 Undang - Undang Nomor : 16
tentang perubahan kedua Undang - Undang Nomor : 6 tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan apabila ada keterlambatan, maka ada
sanksi berupa denda keterlambatan sebesar Rp. 100.000,- dan untuk kelebihan
pembayaran tidak akan dikenakan denda karena denda hanya dikenakan apabila
ada kekurangan pajak.
(2) Ahli : Drs. Berman Sihombing, menerangkan sebagai berikut :
Kesimpulan terhadap pemeriksaan data tersebut adalah Berdasarkan pengujian
terhadap dokumen, maka ahli menyimpulkan bahwa pengadaan jasa akuntan
publik untuk perubahan SPT tahun 2001 2002 tidak sesuai dengan ketentuan yaitu
sebagai berikut :
1. Pengadaan tersebut tanpa persetujuan Kepala SKPD
2. Pengadaan Jasa Akuntan Publik tidak sesuai dengan ketentuan presiden No
18 tahun 2000, belum disahkannya ABD tahun 2003, tidak ada dokumen
pengadaan, tidak ada undangan dan pengumuman kepada perserta lainnya,
tidak ada pelelangan.
Berdasarkan peneitian ahli dalam kontraknya tidak ada menyebutkan berapa
nilai atau harga kontrak yang seharusnya pasti disebutkkan sesuai ketentaun
Keppres, tidak adanya jaminan dan teknis hasil pekerjaan yang dilaksanakan,
karena kewenangan menetapkan kompensasi kelebihan pajak itu ialah
kewenangan Direktorat Jenderal Pajak. Hasil perhitungan ahli kerugian negara
mencapai Rp.1.193.574.876,- (satu milyar seratus sembilan puluh tiga juta lima
berdasarkan bukti pengeluaran berkas daerah untuk pengurusan konpensasi pajak
Penghasilan, ada berupa SPT, SPM, kwitansi.
b) Saksi Ahli dari Penasehat Hukum Terdakwa
(1) Ahli : Dr. Faisal Akbar Nasution, Sh, M.Hum, menerangkan sebagai berikut :
Ahli berpendapat Terdakwa yang menjabat selaku Kepala Bagian Keuangan
Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat yang menerima perintah dari Bupati
Langkat untuk memparaf surat perjanjian kerja tersebut tidak dapat dikenakan
pertanggung jawaban karena Terdakwa adalah penerima mandat dari atasannya
dan untuk itu yang dapat dikenakan pertanggung jawabannya adalah Bupati
Langkat.
(2) Ahli : Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum., menerangkan sebagai berikut :
Ahli berpendapat Terdakwa menparaf SPK tersebut karena adanya perintah
lisan dari Bupati Langkat, jadi apabila ada unsur pidana yang bertanggung jawab
secara pidana adalah Bupati Langkat, sebab Terdakwa hanya menjalankan
perintah jabatan oleh karena itu Terdakwa selaku Kepala Bagian Keuangan
Sekretariat Daerah Kabupaten Langkat dilindungi Undang - Undang sebagai
alasan pembenar sesuai dalam pasal 51 KUHPidana.
3) Surat
Surat yang termasuk alat bukti adalah ”surat resmi” yang dibuat “pejabat
umum” yang berwenang untuk membuatnya, tapi agar surat resmi yang
bersangkutan dapat bernilai sebagai alat bukti dalam perkara pidana, surat resmi
atau dialami si pejabat, serta menjelaskan dengan tegas alasan keterangan yang
dibuatnya.72
Alat bukti yang termasuk surat sesuai dengan alat bukti yang diajukan oleh
Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah 41 (empat puluh satu) surat yang terdiri dari
36 Surat Perintah Membayar Uang (SPMU), Surat Perjanjian Kerja antara
Pemerintah Kabupaten Langkat dengan KAP.Hasnil, M. Yasin dan Rekan-Divisi
Konsulen Pajak Nomor : 01/ SPKS/ 2003 tertanggal 18 Januari 2003, Keputusan
Bupati Kabupaten Langkat Nomor : 012 / KEU / I / 2003 tentang Penunjukan
langsung dari Konpensasi / Restitusi atas kelebihan PPh Pasal 21 tanggal 17
Januari 2003, Keputusan Bupati Langkat Nomor : R - 645 / KEU / 2003 tentang
Otorisasi Anggaran Belanja Rutin TA - 2003 tertanggal 18 Juli 2003, Keputusan
Bupati Langkat Nomor : R / 935 / KEU / 2003 tertanggal 10 Nopember 2003
tentang Otoritas Anggaran Belanja Rutin Tahun Anggaran 2003, dan Berita Acara
Serah Terima Pekerjaan Nomor : 01/ SPKS /2003 tanggal 03 Juli 2003.
4) Keterangan Terdakwa
Hukum mengadakan suatu minimum bukti, yaitu bahwa suatu pengakuan
salah terdakwa seluruhnya di muka Hakim, untuk dapat menjadi bukti yang
sempurna, harus disertai keterangan yang jelas tentang keadaan-keadaan, dalam
mana peristiwa pidana diperbuat, keterangan mana semua atau sebagian harus
cocok dengan keterangan si korban atau dengan lain-lain bukti.73
72
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika, 1985, hlm. 286.
Pada tahun 2001 dan 2002 Pemerintah Kabupaten Langkat tidak mengetahui
adanya kelebihan pembayaran pajak penghasilan PNS. Kemudian pada awal tahun
2003 Akuntan Publik dari Kantor Akuntan Publik Hasnil M. Yasin dan rekan
yang bernama Drs. Hasnil datang keruang kerja di Bagian Keuangan Setdakab.
Langkat menunjukkan adanya Surat Edaran Dirjen Anggaran Departemen
Keuangan RI tentang Perubahan tarif PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah
bagi pajabat Negara, Pegawai Negeri Sipil dan Pensiunan atas penghasilan yang
dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah yang isinya tarif atas
Pajak Penghasilan pasal 21.
Surat Edaran ini tidak ada ditujukan kepada Pemerintah Kota /Kabupaten
termasuk Kabupaten Langkat. Pada saat itu Sdr. Hasnil membawa surat
penawaran perihal Penawaran Kompensasi dan Restitusi atas kelebihan PPh pasal
21 yang surat penawaran itu sudah ditanda tangani Kantor Akuntan Publik Hasnil
M. Yasin dan Rekan oleh Drs. Hasnil, MM selaku Managing Partner dan
menyetujui Pemerintah Daerah kabupaten Langkat yang ditandatangani H.
Syamsul Arifin, S.E. selaku Bupati Langkat. Selanjutnya beberapa hari berikutnya
Sdr. Hasnil menemui Terdakwa kembali dengan membawa surat Perjanjian Kerja
antara Pemerintah Kabupaten Langkat dengan KAP. Hasnil, M. Yasin & Rekan -
Divisi Konsulen Pajak Nomor : 01 / SPKS / 2003 tanggal 18 Januari 2003 dan
mengajak Terdakwa menemui Bupati Langkat untuk menandatangani surat
perjanjian tersebut dan Terdakwa paraf disebelah kanan paraf Sdr. HASNIL pada
Bupati Langkat, sedangkan Terdakwa belum sepenuhnya membaca surat
perjanjian tersebut.
Isi surat penawaran Nomor : 020 / Pro - Tax / Y / I / 03 tanggal 08 Januari
2003 perihal penawaran kompensasi dan restitusi atas kelebihan PPh pasal 21
yang telah ditandatangani Bupati Langkat yang intinya adalah mengajukan
proposal untuk melakukan penyusunan dan penyampaian perubahan SPT atas
Pajak Penghasilan pasal 21 untuk tahun 2001 dan 2002 di lingkungan pemerintah
Kabupaten Langkat, yang waktu penyampaian SPT diperhitungkan 75 (tujuh
puluh lima) hari kerja.
Terdakwa baru mengetahui setelah adanya Surat Penawaran Nomor : 020 /
Pro - Tax / Y / I / 03 tanggal 08 januari 2003 perihal penawaran kompensasi dan
restitusi atas kelebihan PPh pasal 21 yang telah disetujui Bupati yakni Surat
Penawaran Nomor : 049 / Pro - Tax / Y / 11 / 02 tanggal 18 November 2002
perihal Penawaran Kompensasi / Restitusi atas kelebihan PPh pasal 21 yang mana
honorarium penyusunan dan penyampaian SPT sebesar 35 % dari kompensasi
pajak dari Pemerintah Kabupaten Langkat namun belum disetujui Bupati,
sedangkan yang disetujui adalah sebesar 20 %. Alasan terdakwa memberikan
paraf pada Surat Perjanjian Kerja tersebut karena adanya perintah Bupati langkat
H. Syamsul Arifin. Setelah ditandatangani Surat Perjanjian Kerja antara
Pemerintah Kabupaten Langkat dengan KAP. Hasnil, M. Yasin & Rekan - Divisi
Konsulen Pajak Nomor : 01SPKS / 2003 tanggal 18 Januari 2003, maka terdakwa
selaku Kabag Keuangan sekaligus Sekretaris Panitia Anggaran mengusulkan dan
400.000.000,- yang pada akhirnya disetujui DPRD Kab. Langkat yang dituangkan
dalam Perda Nomor : 12 tahun 2003 tentang Anggaran Pendapatan dan belanja
Daerah Tahun Anggaran 2003 dengan kode nomor 2.2.2. 1049 dalam butir 17
biaya pengurusan PPh Pasal 21 sebesar Rp. 400.000.000,- namun setelah
keluarnya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan pasal 21 dari
Departemen Keuangan RI Ditjen Pajak Kantor Pelayanan pajak Nomor :
0000420102119 / 03 tanggal 03 Juli 2003 dan Nomor : 00075 / 20101 / 119 / 03
tanggal 03 Juli 2003 Pemkab Langkat mendapatkan Kompensasi sebesar Rp.
5.967.874.380,- sehingga kami memasukkan di APBD kekurangan fee konsultan
sebesar Rp. 800.000.000,- dalam Peraturan Daerah Nomor : 14 tahun 2003
tentang Perubahan APBD tahun 2003 kode rekening 2.2.3.1049.
Nilai kompensasi yang diperoleh Pemerintah Kabupaten Langkat atas
kelebihan pembayaran PPh pasal 21 PNS Pemkab Langkat tahun 2001 dan 2002
dengan jumlah keseluruhannya sebesar Rp. 5.967.874.380 yang menjadi
penerimaan APBD tahun 2003.
Setahu Terdakwa secara administrasi pembayaran terhadap pekerjaan
penghitungan kelebihan PPh pasal 21 tersebut dilakukan melalui SPM tanggal 22
Juli 2003 sebesar Rp. 400.000.000,- dan SPM tanggal 3 Desember 2003 sebesar
Rp. 793.574.876,-. Terdakwa tidak mengetahui alasan penunjukan langsung
terhadap Kantor Akuntan Publik Hasnil, M. Yasin & Rekan untuk melakukan
pekerjaan penghitungan kelebihan pembayaran PPh pasal 21 karena tidak ada
5) Petunjuk
Petunjuk dalam pasal 188 KUHAP adalah perbuatan, kejadian atau keadaan,
yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak
pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk disebut oleh Pasal 184 KUHP masih
mengikuti HIR Pasal 295. Hal ini berbeda dengan Ned. Sv. yang baru maupun
Undang-Undang Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1950 yang telah menghapus
petunjuk sebagai alat bukti.74
Dalam kasus ini yang merupakan persesuaian yang dapat ditangkap dari
fakta-fakta hukum yang berupa keterangan terdakwa, keterangan saksi ataupun
surat bahwa pemilihan terhadap konsultan akuntan publik tidaklah melalui
Pelelangan Umum/ Terbatas/ Pemilihan langsung. Berdasarkan fakta yang ada
dan dari beberapa keterangan saksi memang tidak ada Pelelangan Umum atau
proses tender terhadap akuntan publik dan bahkan beberapa saksi tidak
mengetahui adanya akuntan publik karena tidak ada pengumuman kepada
masyarakat penyedia barang/Jasa dan sebagian dari saksi bahkan tidak tahu
berapa besar pembayaran terhadap akuntan publik karena menurut mereka
berdasarkan ketentuan yang ada pembayaran terhadap akuntan publik itu
seharusnya tidak lebih dari Rp 300.000.000,-. Berdasarkan fakta- fakta yang ada
juga bahwa tidak ada Panitia Pengadaan Barang/ Jasa.
e. Pertimbangan Hakim
Adanya alasan-alasan yang kuat dalam pertimbangan sebagai dasar putusan
membuat putusan sang hakim menjadi objektif dan berwibawa.75 Sebelum
putusan sampai pada uraian pertimbangan yang menyimpulkan pendapatnya
tentang kesalahan terdakwa, fakta, dan keadaan serta alat pembuktian yang
diperoleh dalam pemeriksaan sidang, semestinya dipertimbangkan secara
argumentatif, sehingga jelas terbaca jalan pikiran yang logis dan reasoning yang
mantap, yang mendukung kesimpulan pertimbangan hakim.76
Bahwa berdasarkan fakta - fakta yang terungkap di persidangan, dalam
perkara ini yang didakwakan adalah perihal pembayaran honorarium atas
perhitungan kelebihan pembayaran pajak penghasilan pasal 21 tahun 2001 dan
2002 yang dikerjakan oleh KAP Hasnil, M. Yasin & Rekan dimana Terdakwa
selaku Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Pemkab Langkat mempunyai
kewenangan untuk menyiapkan bahan penyusunan anggaran, perubahan dan
perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), serta pengesahan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Langkat. Bahwa
berdasarkan fakta hukum tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa pasal 2 ayat
(1) Undang - Undang Nomor : 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang - Undang Nomor : 20 tahun 2001, yang didakwakan dalam Dakwaan
Primair, tidak dapat diterapkan terhadap Terdakwa dalam perkara ini oleh karena
itu Terdakwa harus dibebaskan dari Dakwaan Primair tersebut.
Pasal 3 jo. pasal 18 Undang - Undang Nomor : 20 tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang - Undang Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo. pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUH Pidana yang unsur -
unsur pokoknya sebagai berikut :
1. Setiap orang ;
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi ;
3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan ;
4. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara ;
5. Sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau yang
turut serta melakukan ;
Ad.1. Unsur : Setiap orang :
Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yaitu dari keterangan
saksi - saksi yang membenarkan bahwa yang dihadapkan untuk diperiksa dan
diadili di depan persidangan ini adalah benar Terdakwa Drs. Surya Djahisa,
M.Sidan keterangan Terdakwa yang menerangkan bahwa ia adalah orang atau
pribadi yang beridentitas sebagaimana yang tercantum dalam surat dakwaan
Penuntut Umum dan saat ini bekerja sebagai serta menyatakan dalam keadaan
sehat jasmani dan rohani. Oleh karena itu Terdakwa terbukti memenuhi unsur
Ad.2. Unsur : Dengan Tujuan Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang lain Atau
Suatu Korporasi.
Pekerjaan perhitungan kelebihan pembayaran pajak penghasilan pasal 21
tahun 2001 dan 2002 di Pemerintah Kabupaten Langkat, saksi Drs. Hasnil,
Ak.MM selaku pimpinan KAP Hasnil, M. Yasin & Rekan telah menerima
pembayaran jasa atau honorarium sebesar 1.193.574.876,- (satu milyar seratus
sembilan puluh tiga juta lima ratus tujuh puluh empat ribu delapan ratus tujuh
puluh enam rupiah) walaupun Terdakwa Drs. Surya Djahisa, M.Si selaku Kepala
Bagian Keuangan Sekretariat Pemkab Langkat mengetahui bahwa tidak ada
dilakukan tender dalam penghunjukkan kantor akuntan untuk melakukan
pekerjaan pengurusan konpensasi pajak penghasilan pasal 21.
Pembayaran jasa atau honorarium sebesar 1.193.574.876,- (satu milyar
seratus sembilan puluh tiga juta lima ratus tujuh puluh empat ribu delapan ratus
tujuh puluh enam rupiah) kepada KAP Hasnil, M. Yasin & Rekan walaupun
dalam Surat Perjanjian Kerja yang ditandatangani oleh Terdakwa, Bupati Langkat
dan Drs. Hasnil, Ak. MM tidak ada disebutkan plafon (besarnya nilai pekerjaan
yang akan dilaksanakan) serta tidak ada dilakukan tender dalam penghunjukkan
kantor akuntan untuk melakukan pekerjaan pengurusan restitusi / konpensasi
pajak penghasilan pasal 21 adalah merupakan perbuatan menguntungkan orang
lain atau suatu koorporasi yang dalam hal ini adalah saksi Drs. Hasnil, Ak. MM
Bahwa dari serangkaian pertimbangan tersebut diatas Majelis Hakim
berpendapat unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi telah terpenuhi.
Ad.3. Unsur : Menyalahgunakan Kewenangan, Kesempatan atau Sarana Yang
Ada Padanya Karena Jabatan Atau kedudukan.
Pengertian dari menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada karena jabatan atau kedudukan tersebut adalah menggunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang melekat pada jabatan dan kedudukan
yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk tujuan lain
dari maksud diberikannya kewenangan, kesempatan atau sarana tersebut.77
Perbuatan Terdakwa pada Surat Perjanjian Kerja tanpa memperhatikan
dana/anggaran tersedia dan tanpa mengkaji isi surat perjanjian, maka Terdakwa
haruslah bertanggung jawab atas kebenaran terhadap isi surat yang diparaf oleh
Terdakwa. Perbuatan Terdakwa tersebut yang memberikan paraf dalam tiap
lembar Surat Perjanjian Kerja tanpa mempelajari terlebih dahulu apakah
penawaran di surat perjanjian kerja yang disodorkan oleh saksi Drs. Hasnil, Ak.
MM dapat disetujui sesuai dengan peraturan atau ketentuan pengadaan barang
jasa di lingkungan pemerintah dan perbuatan Terdakwa selaku Kepala Bagian
Keuangan Pemkab Langkat sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Panitia
Anggaran yang mengusulkan dan memasukkan / merencanakan anggaran untuk
jasa konsultan pajak sebesar Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah) yang
kemudian disetujui oleh DPRD Kabupaten Langkat untuk dana pembayaran
77
honorarium atas pekerjaan perhitungan kelebihan PPh pasal 21 yang dikerjakan
oleh KAP Hasnil, M. Yasin & Rekan dan perbuatan Terdakwa yang
menandatangani SPM untuk pencairan pembayaran honorarium kepada KAP
Hasnil, M. Yasin & Rekan walaupun Terdakwa mengetahui bahwa mulai dari
awal proses penawaran pekerjaan yang dilakukan oleh saksi Drs. Hasnil, Ak. MM
tidak sesuai dengan prosedur atau peraturan pemerintah tentang pengadaan barang
dan jasa yaitu tidak adanya dilakukan tender dan dalam Surat Perjanjian Kerja
tidak ada dicantumkan plafon (tarif) tetapi disepakati pembayaran sebesar 20 %
dari kompensasi pengembalian pajak penghasilan pasal 21 untuk tahun 2001 dan
2002 adalah merupakan perbuatan yang menyalahgunakan kewenangan yang
bertentangan.
Dengan demikian unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan telah terbukti secara sah
dan meyakinkan.
Ad.4. Unsur : Dapat Merugikan Keuangan Negara Atau Perekonomian Negara.
Pembayaran untuk honorarium kepada saksi Drs. Hasnil, MM atas
pengurusan restitusi / kompensasi pajak penghasilan pasal 21 tahun pajak 2001
dan 2002 walaupun pekerjaan pengurusan restitusi PPh pasal 21 tersebut bukanlah
pekerjaan mendesak dan ada tenggang waktu sekitar 5 (lima) tahun
pengurusannya dan pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan sendiri oleh satuan
kerja terkait di Pemkab Langkat karena setiap bulannya sudah ada data - data
rekapan atas PPh yang telah dibebankan kepada negara mengikuti perhitungan
telah menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 1.193.574.876,- (satu
milyar seratus sembilan puluh tiga juta lima ratus tujuh puluh empat ribu delapan
ratus tujuh puluh enam rupiah) berdasarkan hasil perhitungan kerugian keuangan
negara dari BPKP Propinsi Sumatera Utara Nomor : SR - 1574 / PW02 / 5 / 2011
tanggal 15 Maret 2011.
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat
bahwa unsur “yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”
telah terpenuhi oleh Terdakwa.
Ad.5. Unsur : yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan
perbuatan.
Penuntut Umum dalam dakwaan Subsidair selain mencantumkan pasal 3
Undang - Undang Nomor : 31 tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan
Undang - Undang Nomor : 20 tahun 2001 yang juga mencantumkan pasal 55 ayat
(1) ke - 1 KUH Pidana tersebut. Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana adalah pasal yang
mengatur tentang tindak pidana penyertaan. Perbuatan Terdakwa Drs. Surya
Djahisa, M.Si selaku Kepala Bagian Keuangan Pemkab Langkat bersama - sama
dengan saksi Drs. Hasnil, MM selaku pimpinan KAP Hasnil M. Yasin & Rekan
serta Bupati Langkat H. Syamsul Arifin, SE yang telah membubuhkan paraf pada
Surat Perjanjian Kerja (Kontrak) tanpa memperhatikan peraturan yang berlaku
yaitu tidak adanya dilakukan tender atau pelelangan dalam penghunjukkan kantor
akuntan publik yang akan mengerjakan pengurusan kompensasi / restitusi atas
kelebihan PPh pasal 21 Kabupaten Langkat dan perbuatan Terdakwa Drs. Surya
untuk jasa konsultan pajak sebesar Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah)
yang kemudian disetujui oleh DPRD Kabupaten Langkat untuk dana pembayaran
honorarium atas pekerjaan perhitungan kelebihan PPh pasal 21 yang dikerjakan
oleh KAP Hasnil, M. Yasin & Rekan adalah merupakan perbuatan yang turut
serta melakukan tindak pidana.
Berdasarkan uraian di atas, Terdakwa telah bersama - sama dengan Drs.
Hasnil, MM selaku pimpinan KAP Hasnil M. Yasin & Rekan telah melakukan
perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian keuangan negara yaitu pembayaran
honorarium atas pekerjaan pengurusan kompensasi / restitusi atas kelebihan PPh
pasal 21 Kabupaten Langkat sebesar Rp. 1.193.574.876,- (satu milyar seratus
sembilan puluh tiga juta lima ratus tujuh puluh empat ribu delapan ratus tujuh
puluh enam rupiah). Dengan demikian unsur “sebagai orang yang melakukan atau yang turut serta melakukan telah terpenuhi”.
Oleh karena semua unsur dari pasal yang didakwakan dalam Dakwaan
Subsidair telah terpenuhi dan Majelis Hakim berkeyakinan bahwa tindak pidana
sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Subsidair telah terbukti, maka
Terdakwa harus dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana yang didakwakan dalam Dakwaan Subsidair tersebut.
Perbuatan Terdakwa yang telah terbukti tersebut menurut undang - undang adalah
merupakan kejahatan yang disebut dengan tindak pidana korupsi.
Perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun yang
meringankan terhadap hukuman yang akan dijatuhkan terhadap diri Terdakwa
Hal - hal yang memberatkan :
Perbuatan Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi ;
Hal - hal yang meringankan :
1. Terdakwa masih mempunyai tanggungan keluarga ;
2. Terdakwa belum pernah dipidana ;
3. Terdakwa bersikap sopan di persidangan ;
f. Putusan Hakim
Putusan Hakim adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang
pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dan
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini. Suatu putusan mengenai tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima
jika berhubung dengan perbuatan yang didakwakan tidak ada alasan hukum untuk
menuntut pidana, misalnya dalam hal delik aduan tidak ada surat pengaduan
dilampirkan pada berkas perkara atau aduan ditarik kembali, atau delik itu telah
lewat waktu atau alasan non bis in idem.78
1) Menyatakan terdakwa Drs. Surya Djahisa, M.Sitersebut tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan
dalam dakwaan Primair;
2) Membebaskan terdakwa dari dakwaan primair tersebut;
3) Menyatakan bahwa terdakwa tersebut telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana :“Turut serta melakukan Tindak Pidana Korupsi”;
4) Menjatuhkan Pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara
selama : 2 tahun dan pidana denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) atau diganti dengan kurungan selama satu bulan.
2. Analisis Putusan
Dalam fakta- fakta yang ada, Pengadaan Konsultan Akuntan Publik yang
diadakan itu memang tidak melalui pelelangan ataupun proses tender yang
bertentangan dengan ketentuan pasal 17 ayat (4) Keppres Nomor : 18 tahun 2000
yang menentukan Penunjukan Langsung adalah pengadaan jasa konsultasi yang
penyedia jasanya ditentukan olek Kepala Kantor / Satuan Kerja / Pemimpin
Proyek / bagian proyek / pejabat yang disamakan / ditunjuk dan diterapkan untuk :
a. Pengadaan Jasa Konsultasi dengan nilai sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah).
b. Pengadaan Jasa Konsultasi yang setelah dilakukan Pelelangan Ulang hanya 1
(satu) peserta yang memenuhi syarat.
c. Pengadaan yang bersifat mendesak / khusus setelah mendapatkan persetujuan
dari Menteri / Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen / Gubernur /
Bupati / Walikota / Direksi BUMN / BUMD.
Biaya pekerjaan / honorarium sebesar 20 % dalam pengembalian PPh pasal
21 sebagaimana yang tercantum dalam surat perjanjian kerjasama yang diparaf
oleh Terdakwa Drs. Surya Djahisa, M.Si bertentangan dengan pasal 28 ayat (7)
Keppres Nomor : 18 tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang
/ Jasa Instansi Pemerintah yang menyebutkan kontrak persentase hanya berlaku
untuk pelaksanaan jasa konsultasi di bidang konstruksi dan pekerjaan
pemborongan tertentu.
Dakwaan primair yang disusun oleh jaksa penuntut umum tidaklah sesuai
dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Oleh karena itu terdakwa
dibebaskan dari dakwaan primair. Dakwaan primair yang menuntut terdakwa
dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut mempunyai unsur yang tidak sesuai dengan
perbuatan terdakwa karena terdakwa dianggap melakukan penyalahgunaan
kewenangan jadi terdakwa dibebaskan dari dakwaan itu.
Memang setelah ditinjau kembali, unsur dalam pasal 2 (1) itu kurang
memenuhi unsur dari perbuatan yang dilakukan terdakwa. Dalam kasus ini terlihat
adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan terdakwa karena memperkaya
orang lain dalam hal memberikan tambahan pembayaran kepada konsultan
Akuntan Publik yang dianggap pembayarannya tidak sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Apalagi SPM yang diberikan untuk Akuntan Publik bersifat
Dalam Dakwaan Subsidair lebih lengkap dituangkan unsur-unsur tersebut
dalam Pasal 3 Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi. Unsur dari Pasal 3 jo
Pasal 18 tersebut adalah :
1. Setiap orang ;
2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi ;
3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan ;
4. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara ;
5. Sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau yang
turut serta melakukan ;
Perbedaan unsur tersebut terletak dari unsur menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.
Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan dapat terlihat dari pengakuan Terdakwa yang berdalih
membubuhkan paraf dalam Surat Perjanjian Kerja dengan Konsultan Akuntan
Publik tanpa membaca lembaran dokumen perjanjian tersebut adalah perintah dari
Bupati Langkat padahal jika kita tinjau lagi, terdakwa adalah orang yang
berpendidikan yang seharusnya tidak sembarangan membubuhkan paraf.
Seharusnya dia mempelajari isi dari surat perjanjian tersebut.
Dengan adanya paraf Terdakwa pada surat tersebut tanpa memperhatikan
dana/anggaran tersedia dan tanpa mengkaji isi surat perjanjian, maka Terdakwa
Terdakwa tidak dapat berdalih karena Terdakwa adalah orang yang berpendidikan
dan tentunya mengetahui apa akibat terhadap suatu paraf yang dibuat dimana
sesuai fakta persidangan dana pembayaran jasa atau honorarium atas pekerjaan
perhitungan kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 telah dibayarkan
seluruhnya kepada saksi Drs. Hasnil, Ak. MM, walaupun mulai dari proses awal
penawaran dan penandatangan surat perjanjian kerja sudah tidak sesuai dengan
peraturan pemerintah yang berlaku tentang tata cara pengadaan barang dan jasa di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Langkat.
Surat Perjanjian Kerja tersebut tidak mencantumkan plafon (tarif) tetapi
disepakati pembayaran sebesar 20 % dari kompensasi pengembalian pajak
penghasilan pasal 21 untuk tahun 2001 dan 2002 adalah merupakan perbuatan
yang menyalahgunakan kewenangan yang bertentangan dengan :
1) Peraturan Pemerintah Nomor : 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah :
a) Pasal 25 menyebutkan : “tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD tidak dilakukan sebelum ditetapkan dalam Peraturan Daerah
tentang APBD dan ditempat dalam lembaran daerah” ;
b) Pasal 27 ayat (2) menyebutkan : “setiap orang yang diberi wewenang menandatangani dan atau mengesahkan surat bukti yang menjadi dasar
pengeluaran atas beban APBD bertanggungjawab atas kebenaran dan
akibat dari penggunaan bukti tersebut” ;
2) Pasal 18 ayat (3) Undang - Undang Nomor : 1 tahun 2004 tentang
mengesahkan dokumen yang bekaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar
pengeluaran atas beban APBN / APBD bertanggung jawab atas kebenaran
materil dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti yang dimaksud” ; 3) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 29 tahun 2002 tentang “Pedoman
Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah dan
Penyusunan Perhitungan APBD” :
4) Pasal 27 huruf c Keppres Nomor : 18 tahun 2000 menyebutkan : “dokumen
kontrak sekurang – kurangnya memuat ketentuan nilai atau harga kontrak pekerjaan serta syarat - syarat pembayaran” ;
5) Pasal 28 ayat 7 Keppres Nomor : 18 tahun 2000 menyebutkan : “kontrak presentase hanya berlaku untuk pelaksanaan jasa konsultasi dibidang
konstruksi dan pekerjaan pemborongan tertentu” ;
Berdasarkan pertimbangan yang ada maka terpenuhi unsur-unsur dakwaan
subsidair, Terdakwa melakukan kerugian bagi negara mencapai Rp.
1.193.574.876,- (satu milyar seratus sembilan puluh tiga juta lima ratus tujuh
puluh empat ribu delapan ratus tujuh puluh enam rupiah). Tetapi yang dilihat dari
fakta yang ada, perbuatan Terdakwa Drs. Surya Djahisa, M.Si selaku Kepala
Bagian Keuangan Pemkab Langkat bersama - sama dengan saksi Drs. Hasnil, MM
selaku pimpinan KAP Hasnil M. Yasin & Rekan serta Bupati Langkat H. Syamsul
Arifin, SE yang telah membubuhkan paraf pada Surat Perjanjian Kerja (Kontrak)
tanpa memperhatikan peraturan yang berlaku yaitu tidak adanya dilakukan tender
atau pelelangan dalam penghunjukkan kantor akuntan publik yang akan
Kabupaten Langkat dan perbuatan Terdakwa Drs. Surya Djahisa, M.Si yang yang
mengusulkan dan memasukkan / merencanakan anggaran untuk jasa konsultan
pajak sebesar Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah) yang kemudian disetujui
oleh DPRD Kabupaten Langkat untuk dana pembayaran honorarium atas
pekerjaan perhitungan kelebihan PPh pasal 21 yang dikerjakan oleh KAP Hasnil,
M. Yasin & Rekan adalah merupakan perbuatan yang turut serta melakukan
tindak pidana.
Berdasarkan pertimbangan yang ada maka Hakim pantas menjatuhkan
hukuman bahwa memang si Terdakwa memenuhi unsur dakwaan subsidair lebih
tepatnya pasal 18 UUNo. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Thun 2001 Tentang tindak
Pidana korupsi yang memenuhi unsur “sebagai orang yang telah melakukan atau
turut serta melakukan.
B. Putusan Nomor: 78/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST
1. Kasus Posisi
a. Kronologis
Bahwa Terdakwa Sutrisno, SP, M.Hum menjabat sebagai Direktur Utama
PT. Hidayah Nur Wahana berdasarkan Akta Notaris No. 26 tanggal 24 Januari
2012 tentang Pernyataan Keputusan RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham
Luar Biasa) PT. Hidayah Nur Wahana yang dibuat di hadapan Notaris S.S.M.
Enarwanto, SH beralamat di Jl. Wonosari Km 6 No 272 A Baturetno,
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan pada Kementerian Pertanian RI pada
tahun 2012, berdasarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Ditjen
Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI Nomor : 0325/018-03.1.01/00/2012
tanggal 9 Desember 2011 telah melaksanakan pengadaan Bantuan Langsung
Benih Unggul (BLBU) dalam Program Peningkatan Produksi, Produktifitas dan
Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan Swasembada
Berkelanjutan (kode 108.03.06), kegiatan Pengelolaan sistem Penyediaan Benih
Tanaman Pangan (kode 1763), dengan output Benih yang tersalurkan untuk
kawasan SL-PTT dan Non SL-PTT (kode 1763.17) sebanyak 65.699.225 kg
dengan anggaran Rp. 780.085.331.000,00.
Pengadaan BLBU untuk paket 1 yang dialokasikan untuk 8 provinsi yaitu :
Provinsi Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Bengkulu dan Bangka
Belitung dengan nilai HPS yang dususun oleh Panitia Pengadaan sebesar Rp.
217.139.420.625,-. (dua ratus tujuh belas milyar seratus tiga puluh sembilan juta
empat ratus dua puluh ribu enam ratus dua puluh lima rupiah).
Penawaran yang sebesar Rp.209.800.050.000,- (dua ratus sembilan milyar
delapan ratus juta lima puluh ribu rupiah) dari HPS sebesar Rp. 217.139.420.625,-
(dua ratus tujuh belas milyar seratus tiga puluh sembilan juta empat ratus dua
puluh ribu enam ratus dua puluh lima rupiah) dan didukung dengan dokumen
pendukung penyuplai benih fiktif dengan data-data palsu berupa surat dukungan,
surat perjanjian kerjasama dan tanda tangan penyuplai benih , dokumen verifikasi,
jumlah stok benih di penangkar pendukung dan memalsukan tanda tangan para
dengan menggunakan dokumen tersebut akhirnya PT. Hidayah Nur Wahana
dimenangkan dalam pelelangan pekerjaan Penyaluran BLBU Paket 1 tahun 2012
tersebut berdasarkan penetapan pemenang lelang Nomor : 97.1/ SR.120/M/3/2012
tanggal 30 Maret 2012 oleh Menteri Pertanian RI SUSWONO selaku Pengguna
Anggaran atas dasar usulan Kepala Unit Layanan Pengadaan Ditjen Tanaman
Pangan ALIMIN SOLA dengan surat nomor : 005/KA-ULP/DJTP/III/2012.
Pada kenyataannya PT. Hidayah Nur Wahana sama sekali tidak memiliki
kemampuan menyediakan benih sebanyak yang dipersyaratkan sehingga terdakwa
selaku diraktur Utama PT. Hidayah Nur Wahana memalsu surat perjanjian
kerjasama, dokumen verifikasi, meninggikan jumlah stok benih di penangkar
pendukung dan memalsukan tanda tangan para penangkar pendukung tersebut.
Hal tersebut bertentangan dengan Perpres No. 54 tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 19 ayat (1) huruf b yang berbunyi,
“Penyedia Barang/Jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa wajib memiliki
keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan
barang/jasa”.
Bahwa ternyata pelaksanaan penyaluran BLBU tersebut oleh Terdakwa
selaku Dirut PT. Hidayah Nur Wahana tidak disalurkan keseluruhan sebagaimana
dalam Kontrak melainkan sebagian besar dokumen pencairan/pembayaran yang
diajukan oleh terdakwa atas kegiatan penyaluran BLBU tersebut adalah
Palsu/fiktif antara lain berupa Berita Acara Pemeriksaan Barang (BAPB) BLBU
Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT), Rekapitulasi Berita
Serah Terima (BAST). Setelah pembayaran Tahap I, II, III dan IV terlalu rendah
serta persyaratan pencairan banyak ditolak seperti BAPB, BAST dan rekapitulasi
BAST tidak lengkap maka Terdakwa Sutrisno, SP, M.Hum selaku Dirut PT.
Hidayah Nur Wahana memerintahkan Sdr. Oni, Fajar, Ahmad Yani (Staf PT.
HNW) pada bulan Oktober 2012 bertempat di Kantor PT. HNW di Jl. Raya Pasar
Minggu Km 18 Pasar Minggu - Jakarta Selatan untuk membuat
dokumen-dokumen fiktif seolah-olah barang sudah disalurkan sebagaimana dalam Kontrak
padahal tidak disalurkan dan oleh PPK permohonan pembayaran tersebut tetap
diproses dengan menerbitkan Surat Perintah Pembayaran sehingga Terdakwa
Wahana menerima pembayaran atas pekerjaan yang tidak dilaksanakan.
Pada pelaksanaan pengadaan BLBU paket 1 Terdakwa telah mengajukan
pembayaran secara bertahap dari Tahap I sampai dengan Tahap VIII sebesar Rp.
127.927.245.659,00 (seratus dua puluh tujuh milyar sembilan ratus dua puluh
tujuh juta dua ratus empat puluh lima ribu enam ratus lima puluh sembilan
rupiah), tetapi Terdakwa yang menyalurkan BLBU dengan volume yang tidak
sesuai Surat Perjanjian tersebut sebagaimana yang diaddendum dengan Surat
Perjanjian (Kontrak) Nomor : II.BENIH/PPK/ADD-SP/BLBU/15/P-1/X/2012
tanggal 15 Oktober 2012 bertentangan dengan Perpres No. 54 tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 118 ayat (1) huruf e dan
ayat (2) huruf d, yang menyatakan bahwa Perbuatan Penyedia Barang/Jasa yang
tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak secara
Berdasarkan pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian
menemukan adanya permasalahan dalam Penyaluran BLBU TA 2012 yaitu
adanya Kerugian negara pada kegiatan pengadaan BLBU Paket 1 TA 2012 dan
atas hal tersebut Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian telah membuat Surat
Pernyataan adanya kerugian negara pada kegiatan pengadaan BLBU TA 2012
Paket 1 berupa kelebihan pembayaran benih atas temuan Inspektorat Jenderal
Kementerian Pertanian tersebut Terdakwa membuat surat pernyataan
Kesanggupan pengembalian kelebihan bayar ke kas negara sebesar Rp.
3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah).
Perbuatan yang Terdakwa Sutrisno, SP, M.Hum bersama dengan Mahfudi
Husodo dan Zaenal Fahmi lakukan telah merugikan keuangan Negara sebesar
Rp.69.438.495.705,00 (enam puluh sembilan milyar empat ratus tiga puluh
delapan juta empat ratus sembilan puluh lima ribu tujuh ratus lima rupiah)
berdasarkan Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian
Keuangan Negara Nomor : SR-807/D6/01/2013 tanggal 06 November 2013.
b. Dakwaan
Penuntut umum menyusun dakwaan secara kumulatif :
KESATU
Primair:
Diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Subsidair
Diancam pidana dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999