• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENILITIAN : SURUHAN DAN MESIAS DALAM PERSPEKTIF ORANG DAYAK PESAGUAN DI DUSUN PENGANCING - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Suruhan: Sosok Mesianis Nirkekerasan dalam Perspektif Orang Dayak Pesaguan di Dusun Pen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III HASIL PENILITIAN : SURUHAN DAN MESIAS DALAM PERSPEKTIF ORANG DAYAK PESAGUAN DI DUSUN PENGANCING - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Suruhan: Sosok Mesianis Nirkekerasan dalam Perspektif Orang Dayak Pesaguan di Dusun Pen"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

33

BAB III

HASIL PENILITIAN :

SURUHAN

DAN MESIAS DALAM

PERSPEKTIF ORANG DAYAK PESAGUAN DI DUSUN

PENGANCING

3.1. Pendahuluan

Bab ini akan menjelaskan tentang Suruhan dan Mesias dalam perspektif Orang

Dayak Pesaguan di Pengancing. Pertanyaan wawancara dibagi menjadi tiga bagian

utama, yaitu tentang Adat Dayak Pesaguan (Suruhan), Kekristenan (Mesias) dan

bagaimana pendapat orang Dayak Pesaguan tentang Suruhan dan Mesias jika

dipadankan.

3.2. Dayak Pesaguan di Pengancing

Dayak Pesaguan adalah sub-suku Dayak di Kalimantan Barat yang tinggal di

sekitar Sungai Pesaguan. Berdasarkan letak geografis, maka orang Dayak Pesaguan

dibedakan melalui tempat tinggalnya yaitu Pesaguan Hulu, Pesaguan Tengah dan

Pesaguan Hilir. Sedangkan orang Dayak Pesaguan yang tinggal agak jauh dari sungai

Pesaguan dibedakan menjadi Pesaguan Kiri dan Pesaguan Kanan.

Orang Pengancing tinggal di sepanjang sungai Pesaguan, dan kalau dibedakan

berdasarkan tempat tinggalnya maka Dayak Pesaguan di Pengancing adalah Pesaguan

Hilir. Namun walaupun demikian, orang Dayak Pesaguan di Pengancing sebenarnya

adalah orang-orang Batu Tajam. Batu Tajam adalah kelompok masyarakat Dayak

Pesaguan yang masuk dalam Pesaguan Kiri. Batu Tajam akhirnya tersebar sampai di

Pengancing. Alasan yang paling banyak mendasari perpindahan Batu Tajam ke

Pengancing adalah pencarian lahan yang dekat dengan sumber air (Sungai Pesaguan)

(2)

34

Selain itu konflik perebutan Demong Adat juga menjadi salah satu alasan Batu Tajam

tersebar sampai di Pengancing. Bahasa yang digunakan oleh orang Dayak Pesaguan di

Pengancing adalah bahasa Batu Tajam. Bahasa Batu Tajam juga digunakan di

beberapa daerah lain seperti di Pembangunan, Temposohan dan Kembahang.1

Orang Batu Tajam adalah hasil penyebaran dari hulu Lemandau, Kampung

Ketingan – Kalimantan Tengah. Penyebaran itu dipimpin oleh Patih Buang bersama dengan keenam saudaranya yaitu Patih Burung, Patih Bubut, Patih Buku’, Patih Ruas, Patih Kariyak dan Patih Saboi. Mereka bertujuh menginjakkan kaki mereka di

Kabupaten Ketapang dan mulai melakukan penyebaran ke Sunga Kendawangan, Batu

Keling, Sarang Membulu’ dan ke Belatuk. Patih Saboi dan Patih Buang melakukan

penyebaran di Bukit Mangkul di muara Sungai Kendawangan. Lalu setelah itu mereka

berdua pindah ke Padang Sembilan. Patih Saboit dan Patih Buang kemudian pindah

kembali ke Selobohan. Di Selobohan dua Patih ini tidak menemukan kenyamanan

karena terganggu dan terancam dengan kehadiran Lanun (bajak laut atau perompak).

Akhirnya Patih Saboit dan Patih Buang pindah lagi ke Bukit Dehiang yaitu daerah

antara Kampung Mahawa dan Batu Tajam. Patih Saboi menjadi Demong di Mahawa

sedangkan Patih Buang tetap tinggal di Bukit Dehiang. Lambat laun kedua saudara ini

terlibat pertengkaran masalah wilayah adat ketemenggungan. Untuk menyelesaikan

pertengkaran itu maka dilakukanlah upacara adat dengan hasil pembagian wilayah.

Patih Saboi mendapatkan wilayah Mahawa. Patih Buang mendapatkan bagian Bukit

Dehiang. Patih Buang mendirikan sebuah kampung di Bukit Dehiang itu yang diberi

nama Kampung Kebongan Gontal. Namun saat itu Kampung Kebongan Gontal

1

(3)

35

termasuk dalam wilayah adat Demong Jelayan, maka masyarakat yang tinggal di

Kampung Gontal diminta untuk mendirikan kampung sendiri. Dan akhirnya terjadilah

apa yang sekarang disebut sebagai Batu Tajam.

3.2.1. Letak Geografis

Dusun Pengancing merupakan wilayah administratif dari Desa Segar Wangi

yang juga termasuk dalam wilayah Adminstratif Kecamatan Tumbang Titi. Dusun

Pengancing terletak di wilayah pinggiran aliran sungai Pesaguan. Dusun Pengancing

diapit oleh dua dusun yaitu Dusun Kembahang dan Dusun Mambuk. Jarak tempuh

dari Kecamatan Tumbang Titi sekitar 30-40 menit dengan jarak + 10 Km. Dusun

Pengancing terbagi menjadi 4 wilayah Rukun Tetangga (RT). Pemimpin administratif

tertinggi adalah Kepala Dusun.2

3.2.2. Mata Pencaharian, Pendidikan dan Agama

Data Kependudukan tahun 2009 menyatakan bahwa Dusun Pengancing dihuni

oleh 130 KK. Penghuni Dusun Pengancing didominasi oleh suku Dayak Pesaguan.

Pendidikan orang Dayak Pesaguan di Pengancing beragam mulai dari SD, SMP dan

SMA. Jika dilihat rata-ratanya, maka pendidikan orang Dayak Pesaguan di

Pengancing paling banyak adalah SD dan setelahnya adalah SMP. Mata pencaharian

orang Dayak Pesaguan di Pengancing pada awalnya adalah berladang dan petani

karet. Namun seiring masuknya perusahaan kelapa sawit di sekitar wilayah Dusun

Pengancing, maka sekarang mata pencaharian yang dominan adalah buruh harian di

perusahaan kelapa sawit. Petani karet masih ditekuni sebagai mata pencaharian,

namun tidak semuanya karena pengaruh cuaca dan beberapa lahan karet juga telah

dijual kepada perusahaan kelapa sawit.

2

(4)

36

Agama Kristen Protestan dan Katolik menjadi agama yang paling banyak

dipeluk oleh orang Dayak Pesaguan. Jumlah pemeluk agama Kristen Prostestan lebih

banyak dibandingkan Katolik. Pemeluk agama lainnya adalah agama Islam yang tidak

lebih dari 10 jiwa.3

3.3. Suruhan dalam Perspektif Orang Dayak Pesaguan di Pengancing

Suruhan dalam perspektif Orang Dayak Pesaguan di Pengancing adalah

utusan, pembawa pesan, dan penengah. Sebagai seorang utusan itu Suruhan bertugas

menyampaikan pesan dari satu pihak ke pihak lain. Suruhan itu selalu berkaitan

dengan pernikahan dan hukum adat.4 Dalam hal pernikahan, Suruhan menjadi orang

yang membawa pesan dari pihak perempuan kepada Demong Adat (Petinggi Adat).5

Suruhan akan menyampaikan maksud pernikahan kepada Demong Adat serta

menyatakan kesanggupan pihak perempuan (dan pihak laki-laki) dalam memenuhi

kesanggupan pembayaran adat6. Suruhan juga menjadi pengantara antara pihak

perempuan dan pihak laki-laki. Suruhan menjadi pembawa pesan bagi kedua belah

pihak agar perkawinan dapat dijalankan dan pembayaran adat bisa dibayarkan

bersama.7

3

http://pospelkesimmanuelpengancing.blogspot.co.id/ diakses pada tanggal 06 Desember 2017.

4

Wawancara dengan Bapak Martinus. Usia 49 tahun, pendidikan SD, 10 November 2017. 5

Wawancara dengan Ibu Rosalia. Usia 55 tahun, pendidikan SD, 08 November 2017. 6

Pembayaran adat biasanya berupa Tajau (guci yang terbuat dari keramik), kain batik, mangkok, piring, parang, perhiasan (anting, gelang, kalung). Pembayaran adat tergantung dari dua belah pihak yang menikah dan ditentukan oleh Demong Adat. Jika dua belah pihak yang menikah masuk dalam kategori sumbang (pernikahan masih berkaitan keluarga; misalnya keponakan menikah dengan paman atau bibiknya) maka pembayaran adatnya berbeda dengan pernikahan yang tidak

sumbang (tidak berkaitan keluarga). 7

(5)

37

Dalam hal hukum adat, Suruhan menjadi orang yang ditugaskan dalam

menelusuri kebenaran.8 Suruhan akan menyampaikan kesalahan pada orang yang

dianggap bersalah. Kalau orang tersebut tidak merasa bersalah, maka pembelaannya

juga disampaikan lewat Suruhan. Suruhan menjadi utusan kedua belah pihak yang

berkonflik guna menghindari kontak fisik.9 Namun, Suruhan sekarang tidak lagi

dibutuhkan karena bisa langsung berkomunikasi lewat telepon genggam. Suruhan

tidak lagi dibutuhkan bagi orang Dayak Pesaguan yang tidak terlalu kuat berpegang

pada Adat, dan tetap dibutuhkan bagi yang masih berpegang pada Adat.

Dalam menjalankan tugasnya orang Dayak Pesaguan mengatakan Suruhan

menggunakan kekerasan. Kekerasan yang dimaksud di sini adalah kekerasan dalam

hal sikap. Suruhan akan berkeras menyampaikan pesan dari kedua belah pihak. Salah

satu contonya adalah ketika Suruhan menyampaikan pesan dari Demong Adat

mengenai pembayaran Adat dan prosesi Adat, maka Suruhan akan berkeras agar

pembayaran Adat dan prosesi Adat harus terbayar dan berjalan dengan semestinya.

Tidak semua orang bisa menjadi Suruhan. Seseorang yang bisa menjadi

Suruhan adalah orang yang memiliki pengetahuan tentang peribahasa daerah dan soal

adat istiadat. Suruhan tidak bisa anak-anak karena belum memiliki pengetahuan

tentang adat istiadat.10 Ketua RT bisa menjadi kandidat kuat untuk menjadi Suruhan

karena posisi Ketua RT yang dipandang tinggi dalam masyarakat. Bahkan Suruhan

juga bisa berasal dari tua-tua adat karena dianggap telah memahami soal adat istiadat.

8

Wawancara dengan Bapak Ajun. Usia 25 tahun, pendidikan SMP, 10 November 2017. 9

Wawancara dengan Bapak J. Komender. Usia 74 tahun, pendidikan SD, 11 November 2017. 10

(6)

38

Suruhan dalam hal konflik, dipilih dari pihak netral.11 Kehadiran Suruhan tidak harus

selalu ada dalam kegiatan / gawai. Ketidak-harusan kehadiran Suruhan dalam setiap

kegiatan karena Suruhan selalu identik dengan pernikahan dan hukum adat (konflik).

Suruhan diperlukan kehadirannya karena Suruhan selalu menyampaikan pesan dan

kegiatan yang berjalan itu selalu berkaitan dengan dua belah pihak. Suruhan dinilai

baik karena ia dipandang bisa menjadi penengah, bisa menyelesaikan masalah,

berperan penting dalam kesuksesan acara dan memiliki sikap penolong. Keberagaman

nilai baik dalam Suruhan ini terjadi atas pengamatan dan pengalaman masing-masing

orang Dayak Pesaguan di Pengancing dalam melihat Suruhan.

Suruhan berdasarkan orang Dayak Pesaguan di Pengancing adalah perkawilan

antara dua belah pihak. Suruhan menjadi utusan yang menyampaikan pesan dari satu

pihak kepada pihak lain. Suruhan tidak melakukan kekerasan secara fisik namun lebih

kepada sikap demi terlaksananya Adat. Seseorang yang dapat diminta atau ditunjuk

menjadi Suruhan ketika ia memiliki pengetahuan tentang adat, mampu

menyampaikan pesan dengan baik dan bersikap adil. Kehadiran Suruhan diperlukan

ketika ada dua belah pihak yang terlibat dalam sebuah kegiatan / gawai. Dan Suruhan

dipandang baik karena ia selalu berusaha untuk mendamaikan dua belah pihak dan

menjadi penolong dalam suatu acara.

3.4. Mesias dalam Perspektif Orang Dayak Pesaguan di Pengancing

Orang Dayak Pesaguan di Pengancing memahami Mesias adalah seseorang

yang diurapi, Mesias itu adalah Tuhan Yesus Kristus, Juruselamat, Allah ,Gembala.

Namun ada juga yang mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui apa itu Mesias.

Mereka mengatakan bahwa Mesias tidak menggunakan kekerasan dalam

11

(7)

39

pelayanannya. Namun ada juga yang mengatakan bahwa Mesias menggunakan

kekerasan. Mesias menggunakan kekerasan ketika mengusir para pedagang di Bait

Allah.12 Mesias juga menggunakan kekerasan dalam artian sikap keras untuk tetap

percaya kepada Allah.13 Tidak semua orang bisa menjadi Mesias. Mesias tetap

adalah Allah dan Yesus Kristus dan tidak bisa tergantikan. Tidak semua orang bisa

digelari Mesias, namun semua orang bisa meneladani sikap Mesias.14 Mesias itu baik

karena ia adalah penuh kasih. Hal ini berkaitan dengan pertanyaan kedua dalam

bagian Mesias. Kebaikan Mesias juga dilihat dari pelayanannya yang menyelamatkan

dan kesetiaan dalam pelayanan. Mesias menjadi sesuatu yang baik karena

pengajarannya yang berisi kebaikan dan kebenaran.

Jadi menurut bagi orang Dayak Pesaguan Mesias itu adalah Allah yang

menjelma dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Mesias menjadi Juruselamat dengan

menolong umat manusia. Mesias juga menjadi Gembala yang mengajarkan

kebenaran. Mesias itu juga berarti seseorang yang diurapi. Ketika memahami

pelayanan Mesias, Mesias tidak menggunakan kekerasan secara fisik tapi mengajak

umat untuk bersikap keras dalam mengimani Allah. Bagi orang Dayak Pesaguan di

Pengancing, Mesias hanya bisa terjadi pada semua orang sejauh sikapnya bukan

sebagai sebutan. Tidak semua orang bisa disebut sebagai Mesias, tapi semua orang

bisa mencontoh sikap baik dari Mesias. Mesias itu menjadi sesuatu yang baik karena

memiliki kemampuan dalam menyelamatkan, mengajarkan kebaikan serta kebenaran,

penuh kasih dan kesetiaan dalam pelayanan.

12

Wawancara dengan Ibu Yohana Wita. Umur 46 tahun, pendidikan SMA, 09 November 2017.

13

Wawancara dengan Ibu Lusiana Ema. Umur 40 tahun, pendidikan SMP, 09 November 2017.

14

(8)

40

Orang Dayak Pesaguan di Pengancing hanyalah mengenal Mesias berdasarkan

pemahaman pandangan Kristen di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Mereka belum mengenal konsep Mesias nirkekerasan. Orang Dayak Pesaguan di

Pengancing mungkin tidak mengenal jika dilihat dari katanya, tapi mereka telah

menunjukkan bahwa setidaknya mereka punya pemahaman awal tentang Mesias

nirkekerasan. Mereka telah mengerti bahwa Mesias tidaklah membawa pesan

kekerasan namun lebih kepada pesan perdamaian dan pemeliharaan keutuhan

hubungan antar personal. Hal itu terlihat dari jawaban mereka yang menggunakan

istilah pembawa damai seperti Juruselamat dan Gembala.

3.5. Suruhan dan Mesias dalam Perpektif Orang Dayak Pesaguan di Pengancing

Mesias tidak bisa disetarakan dengan Suruhan. Ketidaksetaraan itu

dikarenakan Mesias adalah Allah dan Suruhan adalah manusia. Allah tidak bisa

disamakan dengan manusia. Mesias dan Suruhan sangat berbeda karena Suruhan

mengurusi Adat dan Mesias mengurusi hal religius.15 Namun Mesias bisa menjadi

setara dengan Suruhan karena sama-sama wakil dalam dunia ini yang menjadi

pengabdi masyarakat16 dengan mengajarkan kebaikan dan menciptakan kedamaian.17

Mesias dan Suruhan berusaha untuk mendamaikan agar tidak ada perselisihan. Mesias

dan Suruhan juga bisa menjadi setara karena hukum adat juga sama seperti hukum

agama.18 Jadi menurut hasil wawancara ini, Mesias dan Suruhan bisa disetarakan

dalam rangka fungsi pendamaian dan keberadaan diri mereka sebagai wakil salah satu

pihak.

15

Wawancara dengan Bapak Erwanto Katam. Umur 39 tahun, pendidikan SMA, 09 November 2017.

16

Wawancara dengan Bapak Natalius. Umur 37 tahun, pendidikan SMP, 08 November 2017. 17

Wawancara dengan Bapak Stepanus. Umur 42 tahun, pendidikan SMA, 11 November 2017. 18

(9)

41

Bagaimana orang Dayak dapat memisahkan tentang hal yang berhubungan

dengan dunia dan ilahi? Orang Dayak dikenal tidak terlalu mementingkan masalah

ketuhanan. Artinya adalah konsep ilahi tidaklah dipandang hanya sebagai satu sosok

ilahi saja. Namun konsep ilahi dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Berbagai kejadian di sekitar mereka dianggap sebagai cara sang ilahi berkomunikasi

dengan mereka.19 Kehidupan rohani mereka tidaklah menjadi kaku karena seluruh

kehidupan mereka adalah kehidupan yang saling berkaitan. Orang Dayak mampu

mengkomunikasikan antara dunia ilahi dengan dunia sekarang, keduanya memang

berbeda namun tidak terpisah.

Pemahaman keberagamaan orang Dayak ini ketika dihubungkan dalam

pemahaman Suruhan dan Mesias nirkekerasan menjadi janggal. Pemahaman

keberagamaan itu berarti orang Dayak tidak membedakan antara dunia ilahi dan dunia

manusia. Namun beberapa jawaban responden dalam topik yang dibahas ini adalah

adanya pembedaan. Pembedaan ini tentunya tidak datang dari pemahaman orang

Dayak itu sendiri. Pembedaan antara dunia ilahi dan dunia manusia datang dari

pemahaman kekristenan yang menenekankan kemenangan Kristus atas budaya. Jika

hal ini berasal dari pemahaman kekeristenan atas budaya, maka menjadi sangat wajar

karena saat itu penginjil pertama di Pengancing adalah penginjil yang beraliran injili.

Pembedaan antara budaya dan agama menjadi hal yang terbawa dan akhirnya

mendarah daging di benak orang Dayak Pesaguan di Pengancing. Jadi ketika

dihadapkan pada konsep Mesias (agama) dan Suruhan (budaya) keduanya tidak dapat

disepadanankan. Kalaupun orang Dayak Pesaguan di Pengancing bisa menganggap

19

(10)

42

Mesias nirkekerasan dan Suruhan sepadan, setidaknya itu datang dari sisi lain yaitu

fungsi tugas bukan hakikatnya.

3.6. Analisa Data

Dari hasil wawancara terlihat bahwa orang Dayak Pesaguan di Pengancing

lebih fasih dalam menjelaskan konsep Suruhan yang adalah konsep budaya

dibandingkan dengan konsep Mesias yang adalah konsep religius. Kefasihan mereka

dalam menjelaskan konsep Suruhan dalam budaya karena Suruhan adalah hal yang

sering mereka lihat dan alami kejadiannya. Suruhan menjadi sebuah konsep yang

akrab dengan kehidupan orang Dayak Pesaguan di Pengancing. Kefasihan dalam

menerangkan konsep Suruhan juga ditopang dalam semangat kecintaan terhadap adat.

Peribahasa daerah mengatakan hidup dikandung adat mati dikandung tanah.

Peribahasa itu berarti bahwa setiap orang Dayak Pesaguan di Pengancing perlu

mengetahui tentang adat istiadat yang berlaku di daerah mereka. Dan orang Dayak

Pesaguan di Pengancing dipanggil untuk patuh dan melakukan adat istiadat yang ada.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa Suruhan memiliki peranan penting

dalam hal perkawinan dan hukum adat. Suruhan memposisikan dirinya di tengah dua

belah pihak yang memiliki kepentingan. Keberadaan Suruhan yang netral dan selalu

dibutuhkan menandakan bahwa orang Dayak Pesaguan di Pengancing menghindari

kontak langsung. Oleh karenanya kehadiran Suruhan menjadi sangat penting untuk

menghindari suatu perselisihan yang bisa berujung pada perkelahian. Jika dilihat dari

sejarah terbentuknya kampung Batu Tajam dan Mahawa, juga terlihat bahwa sebisa

mungkin orang Dayak Pesaguan menghindari yang namanya perselihan antara dua

(11)

43

Jika dilihat dari sudut Mesias nirkekerasan, Suruhan juga melakukan hal yang

sama yaitu mendamaikan antara dua belah pihak. Suruhan memang bukan hanya

sekedar pesan saja, tapi ia juga bisa menjadi penasihat yang baik bagi kedua belah

pihak. Suruhan dapat memberikan masukan atau pertimbangan yang dapat dipakai

oleh kedua belah pihak. Mesias nirkekerasan memang tidak memberikan masukan

kepada dua belah pihak Yahudi yang berbeda pandangan. Mesias nirkekerasan

menjadi pengambil keputusan yang terbaik untuk kedua belah pihak, sehingga

akhirnya nirkekerasan yang ditempuhnya. Suruhan menjadi mediator agar hubungan

antar individu tetap terjaga.

Suruhan dalam setiap akhir tugasnya selalu diberikan barang sebagai bentuk

ucapan terima kasih dari kedua belah pihak yang menggunakannya. Namun Suruhan

juga tidak bisa menganggap tugasnya sebagai pembawa pesan atau penengah adalah

pekerjaan yang mudah dan berorientasi pada ‘imbalan’. Suruhan harus memahami

bahwa tugasnya adalah menjadi penengah agar kemauan dari dua belah pihak

terpenuhi sehingga acara perkawinan dapat berjalan dengan baik ataupun konflik

dapat didamaikan agar hubungan kembali harmonis.

Menurut Mesias nirkekerasan bahwa hubungan yang kembali harmonis tanpa

adanya konflik atau kekerasan adalah bukti bahwa setiap orang berada dalam kasih

Allah. Kasih Allah terwujud dalam keseharian yang diwarnai keselerasan bukan

konflik atau kekerasan. Suruhan tetap menjaga agar setiap orang tidak memalingkan

dirinya dari kasih Allah. Suruhan tetap menjaga agar kasih Allah itu tetap berada

dalam kehidupan keseharian orang Dayak Pesaguan di Pengancing.

Suruhan bukan hanya mengakomodir dua belah pihak yang terlibat, namun ia

(12)

44

Suruhan harus mengetahui tentang adat istiadat Dayak Pesaguan di Pengancing.

Suruhan bukan hanya menjadi penengah tapi ia juga menjadi penasihat dalam hal adat

istiadat. Kehadiran Suruhan menjadi penting bukan hanya karena berkaitan dengan

kegiatan dua pihak tapi berkaitan dengan keseluruhan orang Dayak Pesaguan di

Pengancing. Kesuksesan dalam mengatur acara oleh Suruhan akan membawa

kepuasan bagi dua belah pihak dan kesukacitaan bagi seluruh orang yang terlibat

dalam acara tersebut.

Jika dilihat berdasarkan definisi Mesias, harus diakui Suruhan bukanlah

seorang pemimpin. Ia tidak memiliki pengikut. Ia tidak membentuk gerakannya

sendiri. Suruhan bertindak berdasarkan ketentuan-ketentuan adat yang ada. Oleh

karenanya syarat utama dalam menjadi Suruhan adalah mengetahui tentang adat

istiadat. Namun ketika menjalankan tugasnya, Suruhan dianggap sebagai pemimpin

dalam artian ia menjadi pihak yang paling dihormati saat itu. Ketika seorang

pemimpin yang piawai dalam hal politik, maka Suruhan bisa masuk di dalamnya.

Suruhan bernegosiasi agar tujuan dapat dicapai bersama sesuai dengan kepentingan

masing-masing pihak.

Beberapa responden sulit untuk mengartikan konsep Mesias. Karena

ketidak-tahuan mereka akan Mesias. Hal itu dikarenakan karena beberapa responden jarang

hadir dalam ibadah, sehingga istilah Mesias jarang didengar. Beberapa responden lain

dapat mengartikan konsep Mesias karena sering mendengarnya dalam ibadah.

Walaupun ada beberapa responden sering mendengar dalam ibadah, tapi tetap tidak

mampu mengartikan konsep Mesias. Hal ini menunjukkan bahwa istilah Mesias

adalah istilah yang asing bagi orang Dayak Pesaguan di Pengancing. Istilah Mesias

(13)

45

dapat menjadi titik masuk bagi penjelasan Mesias nirkekerasan untuk dapat

dipadanankan dengan Suruhan.

Ketika konsep Suruhan dan Mesias hendak dipadanankan, maka ada beberapa

responden yang menolaknya dan beberapa yang menerimanya. Penolakan responden

didasari perbedaan ranah penjelasan. Responden menolak karena berpikir bahwa adat

dan agama tidak bisa bersatu. Adat dan agama bisa berjalan beriringan namun tidak

pernah dapat melebur. Responden yang menerima berpikir bahwa adat dan agama

bisa bersatu selama bertujuan untuk kebaikan hidup umat. Jadi adat dan agama

mampu melebur menjadi kesatuan hanya dalam tahapan etis bukan dogma. Kesatuan

etis hal ini berhubungan dengan Mesias nirkekerasan. Sebagaimana dibahas dalam

bab sebelumnya, Mesias nirkekerasan menjadi sebuah tahapan etis bukan dogmatis.

Suruhan hadir untuk bertindak dalam tindakan nyata sebagai bentuk tanggung

jawabnya dalam menjaga keutuhan masyarakat.

3.7. Penutup

Suruhan dan Mesias nirkekerasan menjadi dua konsep yang berbeda bagi

orang Dayak Pesaguan di Pengancing. Suruhan adalah konsep di bidang kebudayaan

dan Mesias nirkekerasan adalah konsep di bidang keagamaan. Namun benarkah dua

konsep itu tidak dapat dipadanankan? Apakah ia harus menjadi dua konsep yang

membawa kebingungan bagi orang Dayak Pesaguan di Pengancing, ketika ia harus

berdiri di antara budaya dan agama? Ketika Suruhan dan Mesias nirkekerasan dilihat

secara bersamaan ternyata mereka memiliki kesamaan di antaranya berdiri di antara

dua belah pihak dan berusaha agar tidak terjadi kekerasan di antara sesama. Hal ini

berarti sebenarnya dua konsep ini dapat dipadanankan dalam pikiran orang Dayak

Pesaguan di Pengancing. Perpadanan inilah yang akan dibahas lebih jauh dalam bab

Referensi

Dokumen terkait

Subyek penelitian ini adalah 100 mahasiswa laki-laki Dayak Kalimantan Barat yang menuntut ilmu di Yogyakarta, yang terdiri dari 50 orang yang bertato dan 50 orang yang tidak

Orang tua di Surabaya Timur lebih menyukai pesan kombinasi yang adalah gabungan antara pesan rasional yaitu konten pesan yang mengedepankan fakta, pembelajaran,

DALIHAN NA TOLU UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH ORANG BATAK TOBA DI KOTA TEGAL DARI PERSPEKTIF KONSELING.. MULTIKULTURAL

Tujuan studi ini adalah : (1) Untuk mengetahui pesan – pesan moral yang di berikan orang tua Etnis Tionghoa dalam mendidik anaknya; (2) Untuk mengetahui

WAKTU DALAM KOSMOLOGI ORANG BOTI DALAM DI TIMOR Suatu Studi dari Perspektif “Waktu Suci” menurut Mircea

Salah satu aspek kebudayaan yang digambarkan di dalam novel etnografis adalah budaya gotong royong pada masyarakat suku Dayak dan suku Asmat.. Budaya gotong royong

Model komunikasi Wilbur Scharamm digunakan untuk mengkaji lagu-lagu Barat di Indonesia dalam perspektif komunikasi, apa saja Faktor intra dan ekstra- musical yang diserap orang

Kendala dan upaya di dalam penerapan sanksi adat dalam perceraian suku Dayak Ngaju adalah ketika pihak yang harus membayar sanksi tersebut tidak memiliki cukup uang untuk membayarnya