• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah pengantar ilmu komunikasi forens

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah pengantar ilmu komunikasi forens"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI FORENSIK -MAK / Universitas Haur Duni NJ (north jagabaya)

30 Agustus 2016

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

II. TINDAK PIDANA DAN PEMBUKTIAN DI PENGADILAN III. ANALISIS FORENSIK KOMUNIKASI

IV. FORMULA LARUTAN V. DISCOURSE ANALYSIS

VI. BAGAIMANA PENJAHAT MEMBUAT DISKURSUS KOMUNIKASI VII. METODE ANALISIS DISKURSUS : Sintagmatik & Paradigmatik VIII. PENUTUP

I. Pendahuluan

(2)

bingkai cara berfkir untuk menafsirkan pesan secara amat berbeda dibanding dengan ketika menghadapi orang lain.

Pada kasus lain, seorang tim buser sedang membuntuti sebuah kendaraan yang baru saya diintai selesai melakukan ‘transaksi’ di sebuah gudang pelabuhan. Setelah beberapa kilometer menelusuri jalan pantai, mobil yang di kuntit berbelok memasuki kawasan perumahan mewah di tepi pantai. Di sebuah tikungan mobil itu melambat dan memberi lampu sein lalu membunyikan klakson di depan sebuah pintu rumah besar. Rekan tim buser yang duduk dibangku belakang, berseru kepada temannya yang mengemudikan didepan… , katanya “Gilaa… itu sih rumah macan….”. Rupanya sang pengemudi mobil di depan tahu kalau sedang dibuntuti, lalu ia memilih masuk kesebuah rumah kenalannya yang kebetulan pejabat berpangkat tinggi di pemerintahan. Dengan aksinya ia melakukan ‘komunikasi’ yang kira-kira maksudnya adalah ‘ lu jangan iseng ama gw….!’.

Sebuah ilustrasi tambahan lagi adalah ketika seorang perokok yang sedang berdebat soal manfaat rokok dengan temannya. Ia melontarkan argumen bahwa apa yang ia lakukan adalah punya manfaat besar untuk turut berjasa membayar cukai rokok yang manfaatnya luas kesana dan kemari. Terhadap pemerintah, terhadap even even olah raga, dan terhadap CSR beasiswa. Sesaat setelah mendengar penjelasan perokok tadi, sang recipient mengalami bias konfrmasi atau pengarahan proses berfkir untuk memanggil memori ingatan tentang sponsorsip kegiatan olah raga, tentang beasiswa dan tentang pembangunan yang dilakukan pemerintah. Dengan aksi komunikasinya, sang perokok telah berusaha merubah pandangan buruk temannya terhadap kebiasaannya merokok, (meskipun ia sendiri sedang menghadapi resiko penyakit internis akibat rokok).

(3)

atau bahkan menyebabkan kematian kasar, peristiwa manipulasi kesan menggunakan komunikasi juga biasa terjadi. Sang pelaku yang tak ingin dianggap jahat tentu akan berusaha menggunakan kalimat-kalimat yang sedapat mungkin membebaskan, atau setidaknya mengurangi beban hukum pidana yang harus ia pikul, baik secara hukum formal, maupun secara hukum norma sosial kemasyarakatan.

Di dunia kejahatan kelas kakap, secara terorganisir sebuah gerakan bawah tanah narkoba bisa membiayai kelahiran seorang senator untuk mengusung argumentasi kebebasan hak azazi manusia dalam penggunaan narkoba. Sehingga narkoba yang semula adalah hal buruk, tiba-tiba berubah menjadi simbol dari kebebasan hak azazi dengan tanggung jawab kedewasaan individual dalam menggunakannya. Al-hasil, sebuah Negara ‘antah berantah’ kemudian mensahkan penggunaan secara bertanggung jawab individual dengan tetap melarang menjual atau mengajak orang lain untuk mengkonsumsi narkoba.

(4)

dengan sendirinya secara volume jumlah lembaran kertas yang terlanjur beredar menjadi absah, meski nilainya menurun drastik.

Apakah yang menarik dari semua ilustrasi ini ?

Hal menarik yang bisa kita cetak dengan garis bawah adalah tentang adanya ruas sumbang peran yang penting dalam sebuah upaya menghindarkan diri atau membebaskan diri dari anggapan melakukan kekeliruan atau kejahatan, meskipun sebenarnya memang benar telah melakukan kekeliruan atau kejahatan. Garis bawah itu mengantar kita tentang begitu pentingnya peran komunikasi dalam membuat orang bisa membebaskan diri dari resiko sanksi atau bahkan bisa membuat orang menjadi absah dan didukung untuk melannjutkan role jahatnya.

Di sinilah letaknya kita mendapati adanya sebuah tema kajian khusus dalam komunikasi yang perlu untuk didalami secara serius. Bidang itu akan kita sebut sebgai forensik komunikasi, atau ilmu komunikasi yang berusaha mengidentifkasi dan membedah anatomi tindak komunikasi para para pelaku kejahatan.

II. Tindak Pidana Dan Pembuktian di Pengadilan

(5)

mengganggu ketenangan hidup masyarakat, adalah pasti termasuk tindak pidana. Para pelakunya akan dihukum dan diberi sanksi pidana.

Dalam praktik hukum yang bermazhab hukum positif, setiap tindak pidana harus dibuktikan terlebih dahulu status pidananya. Bahkan seorang yang telah mengaku melakukan tindak kejahatanpun tidak begitu saja akan diberi sanksi pidana jika belum dibuktikan di pngadilan bahwa ia memang benar melakukan tindak pidana. Yang jadi persoalan, untuk mengungkapkan bukti tindakan dan motif kejahatan bukanlah perkara yang mudah. Pembuktian semakin rumit ketika kejahatan dilakukan secara terencana, penuh alibi, melibatkan banyak orang, ataupun minimnya bukti fsik.

Pada tingkat kebutuhan pembuktian yang sulit, lembaga pengadilan dibantu oleh para saksi ahli, yang keahliannya dipercaya secara absah dapat menunjukan penjelasan yang memberatkan atau meringankan terdakwa pidana. Para saksi ahli itu adalah mereka yang secara khusus telah belajar teori maupun praktik ilmu forensik.

(6)

Information on corpus delicti: yaitu informasi yang membuktikan kebenaran atau ketidak benaran telah terjadi suatu tindak pidana. Misalnya adalah tidak mungkin seorang anak kecil mennggal normal ketika bedah forensic menemukan indikasi keracunan garam arsenikum, padahal peristiwa ditemukan mayat ada di dalam rumah warga biasa, sehingga dapat diduga telah terjadi pidana. Sepertti juga tidak boleh mudah diterima laporan seorang atlit renang mati secara normal di kolam renang karena tenggelam setelah ditemukan informasi forensik bedah forensik bahwa perutnya penuh air yang terminum. Sebab peristiwa terminum adalah terjadi ketika masih sadar dan bisa bergerak dan ada kontraksi otot leher menelan. Selama masih bisa sadar, seorang atlit renang tentu mampu untuk menepi. Seperti juga tidak mungkin seorang nelayan tradisional tanpa mesin melakukan perompakan di bulan desember di tengah selat sunda, sebab pada bulan desember itu sedang musim gelombang besar yang tak mugkin dihadapi perahu dayung khas pantai banten.

(7)

 Dengan nasehat ahli forensik, petugas hukum lapangan tidak akan mudah berkomentar di media masa sebelum ada fakta-fakta yang didasari bukti realita yang kuat. Misalnya adalah dalam soal peristiwa politis pemboman petugas yang menggunakan bahan peledak mesiu petasan yang dicampur paku-paku, dengan logika teknis jika mesiu meledak maka paku akan terbang menyerang petugas. Sebab, menurut ahli forensik ada bukti kebiasaan tersangka membaca buku yang tinggi, dan bukti biasa berinteraksi dengan laboratorium kimia tingkat mahir. Sehingga adalah tidak mungkin melakukan tindak pemboman cara ‘kuno’ seperti yang terjadi.

(8)

Linking a person to a crime scene: informasi tentang kemungkinan ada orang lain selain tersangka mengambil keuntungan. Dalam tindak pidana modern mungkin saja terjadi bahwa tersangka sebenarnya hanyalah hanya kepanjangan tangan (silih tangan), umpan mengalihkan perhatian, atau dijebak untuk melengkapi tkp denga posisi tersangka yang semuanya terjadi demi keuntungan fhak ketiga. Yang bisa membuktikan ini adalah para ahli forensic.

Disproving or supporting a Witness ’s Testimony: informasi pembuktian apakah keterangan yang diberikan oleh tersangka ataupun saksi berbohong atau tidak. Misalnya adalah bagaimana ahli forensik akan menolak kesaksian dari saksi mengaku mendengar sendiri pelaku mengucapkan kalimat-kalimat dalam bahasa saksi. Padahal tersangka ternyata sedang mengalami gangguan tenggorokan akut yang membuatnya tak mungkin bisa berbicara.

Identifcation of a suspect : informasi tentang identitas diri tersangka seperti sidik jari, data kesehatan gigi, kelainan motorik, atau berbagai karakteristik lain dari tresangka yang berpotensi punya kaitan dengan tindak pidana yang sedang diselidiki. Yaitu tentang nama, alamat, pekerjaan dan jam kerja, bahasa yang digunakan, tinggi dan berat badan. Juga tentang informasi yang menunjang identitas dan bisa terkait penyidikan seperti tentang kesehatan gigi, tentang fungsi tangan normal atau kidal. Identitas diri adalah juga faktor yang akan amat membantu ahli forensik dalam mengembangkan analisis. Misalya adalah amat kecil kemungkinan orang bertangan kidal melakukan penembakan dengan tangan kanan kepada sasaran yang berada di tengah warga biasa / ditempat umum.

(9)

ditemukannya pola penjelasan tentang modus, motif maupun motivasi kejahatan. Akan bisa dibedakan apakah sebuah tindak pidana adalah dilakukan secara bodoh, atau secara pintar, seperti juga bisa dibedakan tindak pidana yang spontan atau terencana atau bahkan terencana pada tingkat mahir. Kemampuan imaginasi para ahli forensic ini akan sebanding dengan kemampuan motif dan motivasi langkah catur yang pasti berbeda prospek langkahnya dua atau tiga langkah kedepan, antara pecatur amatir dengan pecatur master atau grandmaster.

Ada beberapa cabang keahlian forensik yang telah lazim digunakan untuk membantu proses penyidikan di pengadilan. Cabang-cabang itu adalah :

1. Kedokteran forensik. Cabang ini adalah cabang forensic tertua yang paling banyak digunakan sejak zaman kuno. Dengan keahlian kedokteran forensic ini dapat dibuktikan perbedaan orang yang meninggal secara wajar atau karena pembunuhan. Seperti juga dapat dibuktika apakah tersangka yang ditangkap di tkp adalah pelaku atau bukan.

2. Toksikologi forensic. Yaitu cabang keahlian tentang jenis, penggunaan dan dampak ahaya racun-racun terhadap manusia dan makhluk hidup lain. Ahli bidang ini akan tahu tentang proses bekerja racun dalam tubuh dan efek berbahayanya terhadap mekanisme biologi. Dengannya bisa dibedakan antara kematian akibat kerusakan syaraf yang bersumber dari gas amonia atau kematian kerusakan syaraf dari racun ular atau lainnya.

(10)

dipertemukan kesaksian saks yang melihat korban makan daging sebelum terbunuh dengan kesaksian bedah otopsi yang menemukan serpihan kasar daging yang tak terkunyah sebab korban ternyata tak punya geraham gigi.

4. Psikiatri forensik: dimana pikiater berperan memecahkan masalah tindak kriminal. Yaitu orang yang ahli dan bisa membedakan antara pelaku yang nervous denga pelaku tenang, dan akan bisa dibedakan juga pelaku yang tenang karena gangguan kejiwaan atau justru tenang karena profesional dalam tindak kejahatan. Misalnya adalah dalam memecahkan misteri dua buah peluru yang bersarang di tubuh korban. Akan bisa dibedakan apakah pelakunya adalah profesional, pelaku gugup, atau pelaku yang tidak profesional tapi berkarakter selalu ingin memastikan keadaan termasuk memastikan kematian lawannya tanpa berlebihan.

5. Entomologi forensik: ilmu tentang serangga untuk kepentingan forensik. Dengan ilmu ini akan dibedakan tersangka yang melakuka pembunuhan atau tidak. Misalnya adalah dengan ditemukannya larva telur lalat di jenazah yang bagi entomologi akan tahu berapa lama mayat telah mati, dan kapan tersangka berada di tempat kejadian.

6. Antropologi forensik: adalah ahli dalam meng-identifkasi sisa-sisa tulang, tengkorak, dan mumi.

(11)

untuk menyumbat sistim peredaran darah hingga menimbulkan kematian tanpa luka, atau menimbulkan kehilangan kesadaran sesaat ketika mengemudi kendaraan lalu terjadi kecelakaan.

8. Serologi dan Biologi molekuler forensik: pemanfaatan ilmu biologi molekuler (imunologi dan genetik) dalam proses peradilan. Ini amat berguna dalam membuktikan penyebab kematian atau penyakit yang terjadi kepada diri korban. Proses bio molekuler akan bisa lebih lengkap mengungkap informasi pembuktian dari sekedar membedakan antar orang yang mati karena alergi antibiotik atau alergi bau tertentu yang menyebabkan asma lalu meninggal.

9. Linguistik forensik, penerapan analisis bahasa untuk

kepentingan pengadilan. Cabang ini melakukan analisis material bahasa sebagai bukti komponen peradilan dalam kasus perdata dan pidana. Dengan bantuan linguistic dapat dibedakan antara motif carok, warok, atau motif adat lainnya. Misalnya adalah dalam berkas berkas tertulis disekitar tkp akan bisa memberi bukti tingkat dasar bahwa pelaku adalah terkait adat suku tertentu atau bukan. Meskipun sebenarnya inipun dapat saja terjadi untuk ‘justru’ sebagai upaya menyesatkan proses penyidikan. Misalnya adalah untuk mengelabui saksi, sang pelaku kriminal akan menggunakan bahasa daerah yang bukan bahasa ibu pelaku kejahatan. Misalnya ada orang menggunakan istilah ‘tajuk’ dalam ancaman agar disangka sebagai orang Palembang, atau ada pula orang menggunakan bahasa ‘sira hayang dikadek’ untuk diperdengarkan kepada saksi sebelum tindak kriminal agar disangka orang banten ciomas, dan seterusnya.

(12)

akibat remote control yang megendalikan fungsi vital tertentu di kendaraan , termasuk di pesawat boing maupun pesawat tempur.

11. Computer forensic. Telah berkembang juga cabang baru yang disebut computer forensic untuk mengidentifkasi proses proses kejahatan melalui perangkat lunak yang bisa mendukung proses kerja kejahatan robotic, maupun mendukung proses kejahatan psikis dan kejahatan informasi.

12. Digital forensic, adalah cabang khusus keahlian forensik dalam membaca tanda (signs) yang direkam oleh peralatan berbasis digital seperti CCTV.

(13)

III. Analisis Forensik Komunikasi

Sebuah ciri umum yang sudah digaris bawahi sejak bagian pendahuluan adalah tentang kebiasaan sikap komunikasi dari para pelaku kejahatan. Mereka atau pelaku kejahatan, baik yang telah jadi tersangka maupun yang belum dicurigai sedikitpun, akan dicirikan dengan punya upaya mengkomunikasikan kebohongan atau mengkomunikasikan pesan-pesan yang akan bersifat menutupi kejahatan yang sudah mereka lakukan. Cara kebohongan komunikasi mereka akan dilakukan dalam berbagai tingkat kemahiran, mulai dari tingkat kebohongan bodoh, hinga ketingkat kebohongan sangat mahir yang menyusun signal-signal atau menyusun tema obrolan orang bayaran yang bersifat menyesatkan dan menjauhkan cara berfkir penyidik dari membayangkan pelaku untuk dianggap sebagai tersangka.

(14)
(15)

ujungnya adalah ditafsirkan bahwa pelaku kejahatan “sebenarnya” tidak bersalah.

Menurut teori coding dan encoding (Stuart Hall, 1973), setiap proses komunikasi didahului dengan menciptakan dan menggunakan symbol symbol yang mewakili makna-makna. Seumpama kita para manusia telah menciptakan gaya bendera semapur (pramuka) atau menciptakan bahasa jawa atau bahasa inggris untuk mewakili makna dan perasaa kita ketika ingin mengkomunikasikannya kepada orang lain. Kalau kita mengangkat kepalan tangan sambil melotot dan mengucapkan kalimat dalam bahasa jawa ‘kowe arep ta’ thutuk toh..’, maka maksudnya adalah tentu akan mudah dimengerti oleh orang jawa lainnya. Simbol yang mengantarkan makna dan maksud itu adalah kepalan tangan, gambaran ekspresi mata melotot dan ucapan lisan verbal.

(16)

proses tafsir umum yang harus disepakati oleh penerima pesan yang dalam kajian kita kali ini adalah para penyidik, para ahli forensic dan public umum. Saat hal ini dilakukan, saat itu pula sedang terjadi upaya menutupi kejahatan dengan menggunakan komunikasi.

Yang lebih penting dari kerangka berfkir dua teori ini adalah langkah kita untuk beranjak kepada tingkat bagaimana caranya kita bisa mengkalkulasi sebuah proses komunikasi secara material positif ? yaitu mengkaji kata-kata dan symbol komunikasi yang digunakan oleh pelaku kejahatan dalam upaya dia untuk menutupi kejahatannya.

Yang dapat dan harus kita lakukan dari sisi ilmu komunikasi adalah meningkatkan atau melanjutkan kerangka berfkir triangle meaning theory dan coding & encoding theory kepada sebuah konsep sintesis baru yang akan kita sebut dengan istilah LARUTAN. Yaitu kependekan dari tiga kata kunci : lambang, rujukan dan tujuan atau motivasi komunikasi kebohongan yang disingkat sebagai larutan.

IV. Formula LARUTAN (Ibnu Hammad, Fisip-UI)

(17)

Lambang :

Bahwa dalam upaya komunikasinya pasti si pelaku akan menggunakan symbol symbol yang akan meberikan input signal informasi kepada ‘kita’ para penyidik, ahli forensic dan public.

Rujukan :

Bahwa dalam menggunakan symbol itu pasti si pelaku kejahatan akan memanfaatkan symbol yang dia tahu akan ditafsirkan secara tertentu oleh kita para penyidik, ahli forensik dan public.

(18)

Bahwa dalam merangkai simbol itu tentu akan ada tujuan, yaitu target terbentuknya arah sikap pro dengan berbagai cabangnya dari ‘kita’ kepada si pelaku kejahatan. Contoh cabang sikap pro yang jadi tujuan komunikasi bohong pelaku pada tingkat yang paling tradisional adalah ‘ masak sih dia terlibat ,wong dia kan ketika kejadian sedang ada di tempat lain’. Cabang tujuan ini dalam teori kriminologi disebut sebagai upaya komunikasi alibi. Di atas cabang ini, ada lagi berbagai cabang tujuan tingkat mahir, yang contoh kecilnya adalah terbentuknya sikap penyidik, ahli forensik serta publik umum : ‘masak sih orang yang menggunakan gadget saja tidak bisa kok bisa menjadi hacker computer atau pelaku carding crime‘. Yang terjadi kepada pelaku kejahatan komputer tingkat tinggi yang direncanakan dalam waktu lama.

Dari formula Larutan ini kita akan dapat mengidentifkasi dan melisting prioritas kecurigaan dalam mendata potensi who the suspect is dan who the prime-suspect is, Jika tampak ada orang yang berusaha mengkomunikasikan sesuatu yang akan menjauhkan dia dari dicurigai sebagai suspect terlebih prime suspect, saat itu justru kecuriagaan dapat dimulai. Seperti juga adalah layak untuk memulai daftar listing suspects terhadap orang orang yang tak dikenal tapi kompak untuk menginput informasi yang seolah olah adalah ‘bocoran rahasia’ terhadap kita penyidik dan ahli forensik --meski tentunya listing suspects itu masih pada tingkat dini. Di Amerika ‘baheula’ contoh upaya komunikasi tingkat awam yang jahat dan lazim adalah ungkapan ‘dia kan orang mexico…, tentu dia lebih layak jadi suspect dibanding saya …’, atau di masyarakat kita yang mendewakan kridensialisme akan terjadi dalam ungkapan ‘ dia kan cuma lulusan s1 dan nganggur, sementara anaknya banyak, tentu saja begini dan begitu……’, dan seterusnya.

(19)

tentu akan menyimpan pilihan kata tertentu yang mengindikasikan bahwa dia sebenarnya terlibat dalam kejahatan.

V. Meningkat kepada Discourse Analysis empat jenis simbol : visual auditory, olfactory, gustatory, dan kinesthetic.

Lebih dari sekedar analisis terhadap pilihan kata, karena upaya coding dan encoding tidak hanya terjadi melalui teks kata-kata, tapi juga bisa melalui berbagai symbol kode lainnya , maka anaiisis juga harus masuk kepada berbagai sumber sumber pesan yang lain. Secara saintifk, dapat dipertanggug jawabkan bahwa pesan-pesan memang ada dan dapat dibuat untuk ada dengan menggunakan empat metode; visual auditory, olfactory, Gustatory dan kinesthetic. Dari sini kita dapat mendefnisikan ada empat ragam wacana kejahatan komunikasi bohong yang dapat dilakukan oleh pelaku yaitu :

1. Wacana tekstual

2. Wacana aksi /action atau perbuatan

3. Wacana talks atau ucapan kata dan kalimat 4. Wacana artifacts atau benda atau barang

(20)

Singkronisasi maupun ketidak singkronan antara visual auditory denga olfactory, degan gustatory atau dengan kinesthetic dapat membuat ‘kita’ tahu bahwa si suspects memang berbohong dan tengah menutupi tindak kejahatannya. Seperti juga kita dapat tahu bahwa si suspects adalah bohong tapi justru itu menunjukan bahwa ia bukan pelaku kejahatannya.

Di tkp yang masih segar / baru saja terjadi, korban perkosaan yang di identifkasi tentu akan menyisakan tidak hanya potensi bukti DNA dari sperma. Di sana harus ada bukti lain yang singkron untuk mendukung seperti bau badan pelaku, bau deodorant pelaku yang melekat, atau celetukan tak sadar pelaku yang dalam keadaan lepas kendali. Ketika uji DNA menunjuk si A sebagai pelaku, dan menurut korban tak bisa mengenali wajahnya karena dalam gelap, tapi bau badan yang tersisa dan bau deodorant yang tersisa juga sejalan dengan apa yang ada pada diri pelaku, saat itu suspect telah naik status menjadi prime-suspect.

Namun, ketika uji DNA ternyata berbeda atau sangat tidak sisngkron dengan bau badan pelaku, maka saat itu bisa saja sedang terjadi kejahatan professional yan memang dirancang untuk mengalihkan bukti. Misalnya ketika korban wanitanya adalah tewas dan ditemukan bercak sperma di kemaluan yang di uji adalah menunjuk Sekuriti hotel sebagai pelaku, tapi anehnya ternyata ada bau rokok impor / rokok kertas di baju bagian atas korban, padahal si sekuriti hotel bukanlah perokok. Di sini kita akan tahu bagaimana komunikasi olfactory akan berperan menepis jebakan barang bukti yang sangat kuat yang dibuat oleh pelaku kejahatan.

VI. Bagaimana penjahat membuat discourse kejahatan

(21)

sekal pada tindak kejahatan yang tidak terencana ada dilakukan upaya menata discourse kejahatan oleh pelaku. Si pelaku melakukan konstruksi wacana kejahatannya (lihat Gambar 1) sedemikian rupa yang menurut pandangannya bahwa hal yang dilakukannya itu wajar bahkan dibenarkan

Pembuatan discourse dalam kejahatan terencana biasa dilakukan justru sebelum melakukan kejahatan itu sendiri. Sang pelaku akan aktif membuat discourse yang tujuannya adalah menciptakan ruang imaginasi tafsir, atau yang dalam bahasa kerangka teori kita disebut sebagai upaya mendefnisikan rujukan cara berfkir atau mendefnisikan makna kode. Sasarannya adalah ketika terjadi peristiwa kejahatan, ingatan dan imaginasi awal dari public, termasuk penyidik dan ahli forensic adalah menjauhkan pelaku dari terbayang atau dikira sebagai pelaku.

Intensitas membuat discourse ini meningkat lagi pada saat pelaku mengikuti proses hokum, namun yang bisa ia lakukan biasanya akan lebih terbatas kepada discourse verbal kata-kata dan discourse non verbal yang sebatas dapat ia lakukan tanpa banyak media dan teknologi.

Praktik lapangan dari anaisis discourse yang laizim dilakukan adalah reka ulang kejahatan. Demi mengungkap motif dan motivasi melakukan kejahatan aparat penegak hokum biasa sering melakukan rekonstruksi tindakan kejahatan yang dilakukan oleh tersangka

(22)

Saat rekonstruksi kejahatan, sangat jarang dilakukan reka ulang bagian-bagian kejahatan yang melibatkan Text dimana penjahat menuliskan tindakan yang pernah dilakukannya ataupun Talks berupa ucapan yang dinyatakannya ketika melakukan kejahatan

Metode Analisis Diskursus: Sintagmatik dan Paradigmatik

Metode ini sama tuanya dengan metode kajian semotika. Karena kajian ini memang bagian dari kajian semiotika yang dipelopori oeh Saussure (1857-1953) sang bapak kajian semiotika.

Metode sintagmatik dan paradigmatik menjelaskan hubungan

keterkaitan antara satu discourse dengan discourse lain yang ditata untuk menggiring sebuah kesimpulan tertentu. Hubungan

sintagmatik adalah hubungan penjelasan seperti hubungan antara isi paragraph ke paragraph berikutnya dalam sebuah karangan atau karya tulis. Sedangkan hubungan paradigmatic adalah hubungan dengan fakta diskursus lain yang berada di tempat berbeda. Untuk memahamipasangan konsep ini dengan mudah kita mengambil perumpamaan antara dua mobil yang berjalan gandeng dan dua mobil yang berjalan beriringan. Yang berjalan gandeng adalah sintagmatik, sedang yang berjalan beriringan adalah paradigmatic.

Dalam proses penjelasannya, diskursus paradigmatic menjadi saling berkaitan karena ada kerangka teori yang menganggapnya

berkaitan erat. Misalnya adalah fakta tentang kesulitan ekonomi dengan fakta kejadian seorang istri yang menjual diri. Meskipun ia tidak sahih secara penjeasa urutan karena banyak wanita miskin tetap bisa bertahan tidak menjua diri, tapi secara teoritis ia sahih untuk disebut berkaitan karena secara statistic kebanyakan pelau jual diri adalah mengaku punya alasan masalah ekonomi.

Dalam pembuktian kejahatan melalui forensic komunikasi, analisis sintagmatik akan melihat bagaimana konsistensi

(23)

Sedangkan anaiisis paradigmatic akan mengkaitkan pernyataan lisan dan tekstual tersangka dengan fakta-fakta lain tentang dirinya seperti catatan harian , wall media social, atau foto-foto yang ia pasang di instagram.

Dalam rumpun paradigmatik, sekurangnya ada 16 teknik analisis wacana (discourse analysis/DA) plus 4 teknik kritikal analisis diskursus yang dapat dipilih (dimodidikasi) untuk Komunikasi Forensik.

Dalam penerapannya, baik ketika menerapkan DA (discourses analysis) secara tersendiri maupun ketika menerapkan secara gabungan dengan CDA (celana dalam andi), sebaiknya dikenakan kepada narasi narasi yang dibentuk oleh tersangka atau pelaku, dan jangan terhadap narasi kuasa hukumnya. Berbagai jenis narasi yang harus dianalisis adalah meliputi empat jenis wacana yang sudah kita kenal, yaitu wacana texts, talks, Act dan Artifacts.

PENUTUP

Material material diskursus dalam bentuk teks, talks, act dan artifacts adalah material komunikasi forensik yang harus kita jadikan bahan silogisme, khususnya silogisme deduksi, dan

terkadang juga bisa silogisme induksi, dalam menyusun kesimpulan kita tentang tersangka, apakah ia bohong ataukah jujur, dan apakah ia memang bersalah dan apakah ia sebenarnya bukan pelaku

kejahatan. Silogisme deduksi itu bisa dengan basis rangkaian fakta murni tanpa tafsir teoritis (sintagmatik), tapi juga absah untuk menggunakan tafsir teoritis dalam mengkaji potensi potensi informasi pembuktian berdasar teori (paradigmatik).

(24)

mendukung, maka sebuah keputusan saksi ahli forensic dapat diajukan untuk memberatkan maupun meringankan tersangka di pengadilan. Adalah sangat tidak layak bagi seorang ahli forensic komunikasi untuk memegang sebuah rekaman obrolan di telepon lalu habis habisan menodong pengadilan agar menjebloskan tersangka ke penjara. Padahal berbagai artifak album foto di instagram, act sehari-hari, dan teks yang biasa di tulis sehari-hari di facebook berada pada posisi yang tidak sejalan atau malah bertentangan.

Adalah sangat aneh jika wacana yang biasa dtulis bertahun-tahun di media sosial maupun di buku harian atau laptop pribadi, bisa begitu saja dimentahkan oleh fakta act dari delik kejahatan yang dituduhkan. Sebab bagaimanapun melalui forensic dari sisi komunikasi, apa yang tertuang sebagai kalimat yang ditulis, dan apa yang tertuang sebaga almbum foto di instagram adalah mencerminkan personal culture, yang sangat absah dibenarkan sebagai rujukan perilaku asli dari sang tersangka atau terdakwa.

Sampai di sini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa posisi Forensik Komunikasi adalah sama pentingnya dengan forensic kedokteran, forensic mekanik, forensic toxicology dan lainnya –dalam memperkuat Majelis Hakim dalam menetapkan putusan.

PUSTAKA

Mc Menamin, Gerald R., Forensic Linguistik, CRC Press., New York, 2000.

(25)

Leonard, Robert Andrew., “Forensic Linguistic”, 2005. Dalam International Journal of Humanities. Vo 3, Melbourne. 2005.

Remenar, Vladimir., Dragan Peraković, & Goran Zovak., nformation and Communication Systems e-Forensic Framework, Zagreb Croatia, 2011.

Eckert, Wiliam G., Introduction to Forensic Science., CRC Press. New York. 1996.

Wibowo, S. Kunto Adi., Komunikasi Forensik ; keahlian yang asing dalam pengadilan, Jurnal Sosioteknologi edisi 29 tahun 12, 2013.

Republik Indonesia, Undang Undang No 8 tahun 1981, Hukum Acara Pidana. 1981.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memberikan hasil nyata perlu dikembangkan dalam lingkup satu kota atau kabupaten, sehingga nantinya benar-benar dapat diimplementasikan untuk memberikan solusi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Pengelolaan perkebunan kelapa sawit; 2) Hubungan antara biaya pengelolaan dengan pendapatan bersih rumah tangga

Fenomena ini sering terjadi dalam rumah tangga dan menjadi alasan bagi wanita untuk menolak melakukan hubungan seks dengan pasangannya, ungkapan diatas sangat sesuai dengan

kita harus menebak dan coba-coba dua bilangan yang apabila dijumlahkan akan. menghasilkan nilai koefesien b dan apabila dikalikan akan menghasilkan

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DITINJAU DARI GAYA BELAJAR VISUAL SISWA

yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Magister Teknik pada Kekhususan Manajemen Gas Program Studi Teknik Kimia Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia,

Apabila admin memilih untuk menambah gejala penyakit baru, maka sistem akan menanyakan jenis penyakit mana gejala baru tersebut akan ditambahkan. Karena, penambahan gejala ini

Dari hasil penilitian yang telah dilakukan terhadap siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 17 Bintan Tahun Pelajaran 2013/2014 diperoleh kesimpulan bahwa