• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS CA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS CA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

A. Pengertian

Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner dan Sudarta, 1999).

Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).

B. Etiologi

1. Diabetes tipe I : a. Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.

b. Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

c. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta. 2. Diabetes Tipe II

(2)

terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko :

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

C. Patofisiologi

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999). Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.

Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.

Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.

(3)

meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik.

D. Manifestasi klinik

Gejala diabetes mellitus type 1 muncul secara tiba–tiba pada usia anak–anak sebagai akibat dari kelainan genetika sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik. Gejala–gejalanya antara lain adalah sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, berat badan turun, kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni, cenderung terjadi pada mereka yang berusia dibawah 20 tahun.

Sedangkan diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan–lahan sampai menjadi gangguan kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala pada diabetes mellitus type I, yaitu cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit yang

berkepanjangan, biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak–anak dan remaja.

Gejala–gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat kerja. Jika glukosa darah sudah tumpah ke saluran urine sehingga bila urine tersebut tidak disiram akan dikerubungi oleh semut adalah tanda adanya gula. Gejala lain yang biasa muncul adalah penglihatan kabur, luka yang lam asembuh, kaki tersa keras, infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita, impotensi pada pria.

E. Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik (Carpenito, 2001).

Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan berhubungan

dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)

1. Diabetik Ketoasedosis (DKA)

Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak

(4)

2. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)

Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262) 3. Hypoglikemia

Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : 1256)

Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu (Long 1996) :

1. Mikrovaskuler a. Penyakit Ginjal

Salah satu akibat utama dari perubahan–perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : 1272)

b. Penyakit Mata (Katarak)

Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalui disebabkan retinopati (Sjaifoellah, 1996 : 588). Katarak

disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996 : !6)

c. Neuropati

(5)

2. Makrovaskuler

a. Penyakit Jantung Koroner

Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke

b. Pembuluh darah kaki

Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah–celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel–sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah–daerah yang tekena trauma (Long, 1996 : 17)

c. Pembuluh darah otak

Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah ke otak menurun (Long, 1996 : 17)

F. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain: 1. Pemeriksaan gula darah

Orang dengan metabolisme yang normal mampu mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dl (engliglikemi) dalam kondisi asupan makanan yang berbeda-beda. Test dilakukan sebelum dan sesudah makan serta pada waktu tidur.

2. Pemeriksaan dengan Hb

Dilakukan untuk pengontrolan DM jangka lama yang merupakan Hb minor sebagai hasil dari glikolisis normal.

3. Pemeriksaan Urine

(6)

G. Penatalaksanaan

1. Perencanaan makan

Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbangan dalam hal Karbohidrat (KH), Protein, lemak yang sesuai kecukupan gizi :

a. KH 60 –70 % b. Protein 10 –15 % c. Lemak 20 25 %

Beberapa cara menentukan jumalah kelori uantuk pasien DM melalui perhitungan menurut Bocca: Berat badan (BB) Ideal: (TB – 100) – 10% kg

1). BB ideal x 30% untuk laki-laki BB ideal x25% untuk Wanita

Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari: Ø Ringan : 100 – 200 Kkal/jam

Ø Sedang : 200 – 250 Kkal/jam Ø Berat : 400 – 900 Kkal/jam

2). Kebutuhhan basal dihituubbng seperti 1), tetapi ditambah kalori berdasarkan persentase kalori basal:

Ø Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal Ø Kerja sedang ditambah 20% dari kalori basal Ø Kerja berat ditambah 40 – 100 % dari kalori basal

Ø Pasien kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang hamil atau menyesui, ditambah 20 –30-% dari kalori basal

3) Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai berikut: Ø Pasien kurus : 2300 – 2500 Kkal

Ø Pasien nermal : 1700 – 2100 Kkal Ø Pasien gemuk : 1300 – 1500 Kkal 2. Latihan jasmani

(7)

3. Pengelolaan farmakologi a. Obat hipoglikemik oral (OHO)

1) Golongan sulfonilures bekerja dengan cara: - Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan - Menurunkan ambang sekresi insulin

- Meningkatkna sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa 2) Biguanid

- Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai bawah normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk

3) Inhibitor alfa glukosidase

- Secara kompettitf menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna sehingga menrunkan hiperglikemia pasca pransial

4) Insulin sensitizing agent

- Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai sfek farmakologi

meningkatkan sensitivitas insulin sehingga bisa mengatasi nasalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.

I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Diabetes Mellitus yaitu :

1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.

2. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.

4. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.

5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.

(8)

J. Intervensi keperawatan

a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik. Tujuan :

Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :

1.) Pantau tanda-tanda vital.

Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. 2.) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.

Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat. 3.) Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.

Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan.

4.) Timbang berat badan setiap hari.

Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.

5.) Berikan terapi cairan sesuai indikasi.

Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.

b. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.

Tujuan :

- Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat - Menunjukkan tingkat energi biasanya - Berat badan stabil atau bertambah. Intervensi :

1.) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.

(9)

Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya). 3.) Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.

Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.

4.) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.

Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien.

5.) Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.

Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia. Tujuan :

- Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.

- Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi. Intervensi :

1). Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.

Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.

2). Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.

Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang. 3). Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.

Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.

4). Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.

Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi.

5). Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.

(10)

Tujuan :

- Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.

- Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori. Intervensi :

1.) Pantau tanda-tanda vital dan status mental.

Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal

2.) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.

Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas.

3.) Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.

Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.

4.) Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki.

Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.

e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik. Tujuan :

- Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.

- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.

Intervensi :

1.) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.

Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.

2.) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup. Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan.

3.) Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas. Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.

(11)

Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.

f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.

Tujuan :

- Mengakui perasaan putus asa

- Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.

- Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.

Intervensi :

1.) Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.

Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah. 2.) Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.

Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi.kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu kemampuan koping.

3.) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.

Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

4.) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri. Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

g. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi informasi.

Tujuan :

- Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.

- Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.

- Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan. Intervensi :

(12)

Rasional : Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.

2.) Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.

Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup.

3.) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.

Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam merencanakan makan/mentaati program.

4.) Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat.

(13)

K. Daftar pustaka

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, JakartaEGC,1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, JakartaEGC,1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

(14)

Laporan pendahuluan penyakit Abses

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) 1.DEFINISI

Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar, 2004).

Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik. (Morison, 2003)

2.ETIOLOGI

Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara:

1. Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril 2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain

3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.

Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :

1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi 2. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang

3. Terdapat gangguan sistem kekebalan

Bakteri tersering penyebab abses adalah Staphylococus Aureus 3.KLASIFIKASI

(15)

Abses ginjal yaitu peradangan ginjal akibat infeksi. Ditandai dengan pembentukan sejumlah bercak kecil bernanah atau abses yang lebih besar yang disebabkan oleh infeksi yang menjalar ke jaringan ginjal melalui aliran darah.

2. Abses Perimandibular

Bila abses menyebar sampai di bawah otot-otot pengunyahan, maka akan timbul bengkak-bengkak yang keras, di mana nanah akan sukar menembus otot untuk keluar, sehingga untuk mengeluarkan nanah tersebut harus dibantu dengan operasi pembukaan abses.

3. Abses Rahang gigi

Radang kronis, yang terbungkus dengan terbentuknya nanah pada ujung akar gigi atau geraham. Menyebar ke bawah selaput tulang (sub-periostal) atau di bawah selaput lendir mulut (submucosal) atau ke bawah kulit (sub-cutaneus). Nanah bisa keluar dari saluran pada permukaan gusi atau kulit mulut (fistel). Perawatannya bisa dilakukan dengan mencabut gigi yang menjadi sumber penyakitnya atau perawatan akar dari gigi tersebut.

4. Abses Sumsum Rahang

Bila nanah menyebar ke rongga-rongga tulang, maka sumsum tulang akan terkena radang (osteomyelitis). Bagian-bagian dari tulang tersebut dapat mati dan kontradiksi dengan tubuh. Dalam hal ini nanah akan keluar dari beberapa tempat (multiple fitsel).

5. Abses dingin (cold abcess)

Pada abses ini, karena sedikitnya radang, maka abses ini merupakan abses menahun yang terbentuk secara perlahan-lahan. Biasanya terjadi pada penderita tuberkulosis tulang, persendian atau kelenjar limfa akibat perkijuan yang luas.

6. Abses hati

Abses ini akibat komplikasi disentri amuba (Latin: Entamoeba histolytica), yang sesungguhnya bukan abses, karena rongga ini tidak berisi nanah, melainkan jaringan nekrotik yang disebabkan oleh amuba. Jenis abses ini dapat dikenali dengan ditemukannya amuba pada dinding abses dengan pemeriksaan histopatologis dari jaringan.

(16)

Rongga abnormal yang berada di bagian tubuh, ketidaknormalan di bagian tubuh, disebabkan karena pengumpulan nanah di tempat rongga itu akibat proses radang yang kemudian membentuk nanah. Dinding rongga abses biasanya terdiri atas sel yang telah cedera, tetapi masih hidup. Isi abses yang berupa nanah tersebut terdiri atas sel darah putih dan jaringan yang nekrotik dan mencair. Abses biasanya disebabkan oleh kuman patogen misalnya: bisul.

4.PATOFISIOLOGI

Jika bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi suatu infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak kedalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati, sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas. Abses dalam hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam tubuh, maka infeksi bisa menyebar kedalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses. (Utama, 2001)

5.MANIFESTASI KLINIS

Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan didalam kulit atau tepat dibawah kulit terutama jika timbul diwajah.

Menurut Smeltzer & Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:

(17)

Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan. Adapun lokasi abses antar lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Abses dalam mungkin lebih menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.

6.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Temuan yang umum peradangan-panas, kemerahan, bengkak, dan nyeri-mudah mengidentifikasi abses dangkal. Abses di tempat lain mungkin hanya memproduksi gejala umum seperti demam dan ketidaknyamanan. Jika seseorang gejala dan hasil pemeriksaan fisik tidak membantu, dokter mungkin harus resor untuk baterai tes untuk menemukan lokasi abses. Biasanya sesuatu dalam mengarahkan evaluasi awal pencarian. Baru atau penyakit kronis di organ mungkin menunjukkan lokasi abses. Disfungsi organ atau sistem, misalnya kejang atau berubah fungsi usus, dapat memberikan petunjuk. Rasa sakit dan nyeri pada pemeriksaan fisik adalah temuan umum. Kadang-kadang abses yang mendalam akan makan saluran kecil (sinus) ke permukaan dan mulai bocor nanah. Sebuah abses steril hanya dapat menyebabkan benjolan yang menyakitkan jauh di pantat di mana tembakan itu diberikan.

7.KOMPLIKASI

Komplikasi mayor dari abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat menimbulkan konsekuensi yang fatal. Meskipun jarang, apabila abses tersebut mendesak struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakea. (Siregar, 2004)

8.PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut Morison (2003), Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah dan debridement.

(18)

disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.

Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa diproduksi bakteri.

Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan pembedahan dapat ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit.

Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur tak lupa penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas cinta kasih dan penyertaanNya selama menyelesaikan skripsi ini, sehingga skripsi dengan judul

Dari pemahaman yang dimiliki S1, dapat dikaji proses koneksi matematika dalam menyelesaikan masalah berdasarkan pemahaman relasional, yakni: S1 dapat menghubungkan konsep

berikut : (1) Manfaat bagi kalangan akademisi sebagai berikut : (a) memberi masukan bagi riset-riset/penelitian di bidang Manajemen Pemasaran terkait dengan kualitas

Membayar uang pendaftaran khusus bagi calon siswa yang berdomisili di luar kota Blitar, sedangkan siswa yang berdomisili di kota Blitar bebas uang pendaftaran

Permasalahan ini kemudian menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang hubungan antara antara umur, paritas dan pendampingan suami dengan

Pada kelompok perlakuan 1 (KP 1) dan kelompok perlakuan 2 (KP 2) terjadi kenaikan titer antibodi yang dihasikan pada setiap bleed yang menunjukan adanya peningkatan

Atas limpahan karunia Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul “Pengaruh Strategi Example Non Example dengan Media Benda Konkret Terhadap Hasil

Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi suhu dan waktu penggorengan, maka rendemen yang dihasilkan cenderung menurun, air yang terkandung dalam bahan semakin