• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

1

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh:

Airna Suryani

R0206061

PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan Kebisingan dengan Kelelahan Tenaga Kerja Shift Pagi di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo

Airna Suryani, R0206061, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pada Hari: , Tanggal: April 2010

Pembimbing Utama

Yeremia Rante Ada’, S. Sos, M. Kes ...

Pembimbing Pendamping

Lusi Ismayenti, ST. , M. Kes

NIP. 19720322 200812 2 001 ...

Penguji

Sri Hartati. Dra. , Apt. SU

NIP. 19490709 197903 2 001 ...

Tim Skripsi Ketua Program

Diploma IV Kesehatan Kerja FK UNS

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustakaan.

Surakarta, April 2010

(4)

ABSTRAK

Airna Suryani. 2010. HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN KELELAHAN TENAGA KERJA SHIFT PAGI DI BAGIAN WEAVING II PT. DAN LIRIS SUKOHARJO. Skripsi. Program Studi D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

PT. Dan liris Sukoharjo merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pertenunan batik. Perusahaan ini sudah memakai mesin-mesin modern yang bisingnya melebihi nilai ambang batas (NAB) 85 dBA. Kebisingan yang melebihi NAB dapat menyebabkan kelelahan bagi tenaga kerja yang terpapar selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Sehingga tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi dibagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

Penelitian ini menggunakan jenis observasional analitik, dengan menggunakan desain cross sectional. Subjek penelitiannya adalah semua tenaga kerja bagian produksi yang berjumlah 125 orang dengan teknik sampling purposive sampling. Subjek yang memenuhi kriteria tersebut berjumlah 26 orang. Data disajikan dalam bentuk tabulasi dan untuk mengetahui hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo menggunakan uji statistik korelasi person product moment.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata kebisingan di bagian weaving II sebesar 128.735 dBA (melebihi nilai ambang batas 85 dBA), sedangkan nilai rata-rata kelelahan tenaga kerja adalah 444,15 milli detik termasuk kategori lelah sedang. Berdasarkan uji statistik korelasi person product moment antara kebisingan dengan kelelahan menunjukkan bahwa nilai p adalah 0,000 (p<0,01) yang berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara kebisingan dengan kelelahan, didapat juga Rhitung sebesar 0,636 dan sumbangan antar variabel sebesar 40,45 persen.

Kesimpulan dari penelitian ini ada hubungan yang sangat signifikan antara kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

Kata kunci: kebisingan- weaving II-kelelahan.

(5)

ABSTRACT

Airna Suryani. 2010. THE RELATIONSHIP OF NOISE WITH FATIGUE MORNING SHIFT LABOR PART IN THE WEAVING II PT. DAN LIRIS SUKOHARJO. Thesis. D IV. Study Program Occupational Health University School of Medicine in Sebelas Maret Surakarta.

PT. And lyrical Sukoharjo is a company engaged in weaving batik. This company has been using modern machines which noise exceeds the threshold value (NAV) 85 dBA. Noise that exceeds the TLV can cause fatigue for workers exposed during eight-hour day or 40 hours a week. So the purpose of this study to determine the relationship of noise with the morning shift worker fatigue weaving section II PT. Sukoharjo and lyrical.

This research uses analytical observation, using cross sectional design. Subject of research are all part of the production workforce numbering 125 people with the sampling technique used purposive sampling manifold terms of women, aged 15-54 years, no previous hearing menpunyai disease history, length of employment more than five years and work eight hours long a day in a state of exposure to noise, morning shift workers and are willing to become research subjects. Subjects who meet these criteria numbered 26 people. Data presented in the form of tabulations and to know the relationship of noise with the morning shift worker fatigue on the part of weaving II PT. Sukoharjo and lyrical use of statistical test product moment correlation cent.

Pursuant to research result of average value noise shares of weaving II equal to 128.735 dBA (exceeding value float the boundary 85 dBA), while average value of labour fatigue 444,15 second milli of including tired category. Test results of product moment correlation statistic percent of noise with fatigue showed that the p value was 0.000 (p <0.01), which means there is a very significant relationship among noise with morning shift worker fatigue, got also Rhitung equal to 0,636 and contribution between variable of equal to 40,45 %.

In conclusion, rom this research there is a very between significant the noise with the morning shift worker fatigue in the weaving section II PT. Sukoharjo and lyrical.

Keywords: noise-weaving II-fatigue.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul “Pengaruh kebisingan terhadap kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving PT. Dan Liris Sukoharjo”, dengan baik. Adapun maksud penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan studi diploma IV untuk mencapai gelar Sarjana Sain Terapan.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak, oleh karena itu penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi, Sp. KJ, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Prof. Dr. dr. A.A Subijanto, MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Putu Suriyasa., dr., MS., PKK., Sp.Ok, selaku ketua program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan dukungan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Yeremia Rante Ada’, S.Sos, M.Kes, selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan pengarahan untuk terselesainya skripsi ini.

5. Ibu Lusi Ismayenti, ST, M.Kes, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan pengarahan untuk terselesainya skripsi ini.

6. Ibu Sri Hartati, Dra. Apt. Su, selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan untuk terselesainya skripsi ini.

7. Ibu Dian Koernia R selaku sekretariat dan humas PT. Dan Liris Sukoharjo, yang telah memberikan izin untuk melekukan penelitian ini.

8. Bapak Eko Budiyanto, bapak paryoto selaku pembimbing lapangan di PT. Dan Liris Sukoharjo yang telah meluangkan waktunya untuk mendampingi peneliti dalam pengambilan data, dan seluruh tenaga kerja di bagian weaving II yang membantu penelitian ini.

9. Kedua orang tua, adikku, seluruh keluarga dan kekasihku yang telah memberikan kasih sayang, doa dan dukungan kepada peneliti.

10. Rekan-rekan angkatan 2006 dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi akademika Program Diploma IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah wawasan ilmu di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.

Surakarta, April 2010

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERYATAAN... iii

ABSTRAK... iv

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 35

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

C. Subjek Penelitian ... 35

D. Teknik Sampling ... 36

E. Identifikasi Variabel Penelitian ... 36

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 38

G. Desain Penelitian ... 40

H. Teknik Pengambilan Data ... 41

(8)

J. Prosedur Penelitian ... 42

K. Instrumen Penelitian ... 43

L. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Umum Perusahaan ... 47

B. Karakteristik ... 53

C. Kebisingan ... 56

D. Kelelahan ... 57

BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 60

B. Kebisingan ... 62

C. Kelelahan ... 64

D. Hubungan Kebisingan dengan Kelelahan ... 66

E. Keterbatasan Penelitian ... 69

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 70

B. Saram ... 71

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangak Pemikiran ... 34

Gambar 2. Sruktur Hubungan antar Variabel ... 38

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan ... 11

Tabel 2. Kriteria Tingkat Kelelahan ... 17

Tabel 3. Kategori Ambang Batas IMT ... 20

Tabel 4. Tingkat Hubungan Korelasi ... 46

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Umur Tenaga Kerja di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, Tahun 2010. ... 53

Tabel 6. Karakteristik Sampel Masa Kerja Tenaga Kerja di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, Tahun 2010. ... 54

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh (IMT) Tenaga Kerja di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, Tahun 2010. ... 55

Tabel 8. Data Hasil Pengukuran Kebisingan ... 56

Tabel 9. Data Hasil Pengukuran Kelelahan Sebelum Kerja ... 57

Tabel 10. Data Hasil Pengukuran Kelelahan Sesudah Kerja ... 58

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Pegukuran Kebisingan di Bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

Lampiran 2. Data Sampel Tenaga Kerja Wanita di Bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

Lampiran 3. Data Hasil Pengukuran Kelelahan Sebelum Kerja dan Sesudah Kerja di Bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

Lampiran 4. Hasil uji hubungan kebisingan dengan kelelahan. Lampiran 5. Dokumentasi.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan di Indonesia dilaksanakan pada segala bidang untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materi maupun spiritual. Visi pembangunan kesehatan di Indonesia adalah Indonesia Sehat 2010 dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Departemen Kesehatan RI, 2002). Menurut teori Blum yang dikutip oleh Sugeng Budiono, (2003) bahwa status kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Hal tersebut berlaku pula pada kesehatan tenaga kerja.

Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum (Suma’mur, 2009).

(13)

ketulian permanen juga akan berdampak negatif lain seperti gangguan komunikasi, efek pada pekerjaan dan reaksi masyarakat (Anhar Hadian, 2000). Di Indonesia intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB(A) untuk waktu kerja 8 jam perhari, seperti yang diatur dalam Kepmenaker no. KEP 51/MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja. Kebisingan yang melebihi nilai ambang batas bisa menyebabkan kelelahan.

Berdasarkan survei di negara maju diketahui bahwa 10-50% penduduk mengalami kelelahan akibat kerja, yang salah satu faktor penyebabnya adalah kebisingan. Hal ini terlihat dengan adanya prevalensi kelelahan sekitar 20% pasien yang membutuhkan perawatan (Santosa, 1982). Penelitian yang dilakukan oleh Tri Yuni Ulfa Hanifa (2005) di industri pengolahan kayu brumbung perum perhutani semarang, berdasarkan uji Pearson untuk menguji hubungan antara kebisingan dengan kelelahan diperoleh hasil, (p = 0,003 <0,05), bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebisingan dengan kelelahan. Dalam penelitian tersebut juga diperoleh hasil berupa kebisingan dapat menyebabkan kelelahan sebesar 42,8% dan sisanya dipengaruhi faktor lain.

(14)

Palur Raya Karanganyar bahwa ada 90% tenaga kerja mengalami kelelahan sedang dan 10% kelelahan berat akibat paparan bising sebesar 82,4 dBA.

PT. Dan Liris Sukoharjo, merupakan perusahaan khusus pertenunan yang sebagian digunakan untuk industri batik. Pada survei awal, peneliti mengukur intensitas kebisingan tempat kerja di bagian weaving II yang sebelumnya belum pernah diukur tingkat kebisingannya. Kebisingan di bagian weaving II berasal dari mesin Air Jet Loom, dengan intensitas kebisingan

yaitu rata-rata 130 dBA, dan dalam berkerja tenaga kerja berada di samping mesin tersebut, dan tiap 1 orang tenaga kerja menangani 8 mesin. Tenaga kerja juga mengalami beberapa keluhan seperti capek dan pegal. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut dapat diketahui bahwa intensitas kebisingan yang ada ditempat kerja melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan, yaitu 85 dBA untuk 8 jam kerja seperti yang diatur dalam Kepmenaker no. KEP 51/MEN/1999, dan tenaga kerja mengalami beberapa keluhan.

Dengan mengacu pada hasil survei awal yang dilakukan oleh peneliti, maka peneliti ingin mengadakan penelitian mengenai “Hubungan Kebisingan Dengan Kelelahan Tenaga Kerja Shift Pagi di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo”.

B. Rumusan Masalah

(15)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ingin mengetahui :

1. Intensitas kebisingan di bagian weaving II PT. Dan Liris sukoharjo.

2. Tingkat kelelahan tenaga kerja shift pagi sebelum kerja dan sesudah kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

3. Hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

4. Kekuatan hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

D. Manfaat Penelitian

1) Teoritis

Diharapkan dapat membuktikan teori bahwa ada hubungan kebisingan dari mesin Air Jet Loom dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

2) Aplikatif

a. Bagi tenaga kerja

(16)

2) Diharapkan tenaga kerja dengan kesadaran penuh melakukan upaya mengurangi kelelahan dari paparan kebisingan yang dialami salah satunya mau menggunakan alat pelindung diri yang disediakan.

b. Bagi perusahaan

1) Diharapkan menambah pengetahuan bagi manejemen perusahaan tentang tingkat kelelahan tenga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

2) Diharapkan menambah masukan bagi manajemen perusahaan tentang tingkat kelelahan tenaga kerja shift pagi sebelum kerja dan sesudah kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo supaya melakukan tindakan atau upaya perbaikan selanjutnya.

c. Bagi pembaca

1) Diharapkan menambah wacana kepustakaan keilmuan tentang teori-teori kebisingan dan kelelahan, khususnya tentang hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

(17)

d. Bagi Peneliti

1) Diharapkan menambah pengetahuan dan referensi tentang teori kebisingan dan kelelahan terutama tentang hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

2) Diharapkan dapat meningkatkan wawasan tentang tingkat kelelahan tenaga kerja shift pagi sebelum kerja dan sesudah kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

(18)

18

A. Tinjauan Pustaka 1. Kebisingan

Kebisingan dapat diartikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia (Dwi P Sasongko, 2000). Sedangkan bising adalah suara atau bunyi yang tidak diinginkan (Sugeng Budiono, 2003).

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999). Kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki bagi manusia (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002).

(19)

Jenis kebisingan menurut Suma’mur, (2009):

a. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (Steady state, Wide band noise).

Misal: mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar.

b. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (Steady state, narrow band noise).

Misal: gergaji sirkuler, katup gas.

c. Kebisingan terputus-putus (intermittent). Misal: lalu lintas, suara kapal terbang.

d. Kebisingan impulsive (impact impulsive noise). Misal: tembakan bedil, meriam, ledakan. e. Kebisingan impulsive berulang.

Misal: mesin tempa, pandai besi.

Menurut Rasmito Soemanegara (1975), bising diberbagai industri dalam garis besar dapat digolongkan dalam 2 golongan, yaitu :

a. Bising-bising impulsive

(20)

telinga tengah. Getaran-getaran yang menyebabkan kerusakan ini dapat melalui udara maupun melalui tulang.

b. Bising-bising tetap

Kebisingan tetap (steady state noise) adalah kebisingan dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB. Sebagai contoh suara yang ditimbulkan oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar (steady state wide band noise), suara mesin gergaji sirkuler (circular chain

saw), dan suara yang ditimbulkan oleh katup (steady state narrow

band noise).

Menurut Dirjen PPM dan PL, Depkes & Kessos RI, Tahun 2000, sumber kebisingan dibedakan menjadi:

a. Bidang industri

Industri besar termasuk didalamnya pabrik, bengkel dan sejenisnya. Bidang industri dapat dirasakan oleh tenaga kerja maupun masyarakat disekitar industri.

b. Bidang rumah tangga

Umumnya disebabkan oleh alat-alat rumah tangga dan tidak terlalu tinggi tingkat kebisingannya.

c. Bidang spesifik

(21)

Bila sumber kebisingan dilihat dari sifatnya dibagi menjadi 2 yaitu: a. Sumber kebisingan statis: pabrik, mesin, tape, dan lainnya.

b. Sumber kebisingan dinamis: mobil, pesawat terbang, kapal laut dan lainnya.

Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang dikeluarkannya, ada dua macam yaitu:

a. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contoh: sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak bergerak.

b. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis, misalnya: kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak dijalan (Men. KLH, 1989).

(22)

Berikut adalah pedoman pemaparan terhadap kebisingan (NAB Kebisingan) berdasarkan lampiran II Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja .

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu pemajanan per hari Intensitas kebisingan dalam dBA 8 Jam Waktu pemajanan per hari Intensitas kebisingan dalam dBA Sumber: Sugeng Budiono, 2003.

(23)

Menurut Dwi P Sasongko, (2000) pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung pada karakteristik fisis, waktu berlangsung, dan waktu kejadiannya. Pengaruh tersebut berbentuk gangguan yang dapat menurunkan kesehatan, kenyamanan, dan rasa aman manusia.

Beberapa bentuk gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan adalah sebagai berikut:

a. Gangguan Pendengaran

Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang berhubungan dengan komunikasi audio/suara. Alat pendengaran yang berbentuk telinga berfungsi sebagai fonoreseptor yang mampu merespons suara pada kisaran antara 0-140 dBA tanpa menimbulkan rasa sakit. Kerusakan pendengaran (dalam bentuk ketulian) merupakan penurunan sensitivitas yang berlangsung secara terus-menerus. Tindak pencegahan terhadap ketulian akibat kebisingan memerlukan kriteria yang berhubungan dengan tingkat kebisingan maksimum dan lamanya kebisingan yang diterima.

b. Gangguan Percakapan

Kebisingan bisa mengganggu percakapan sehingga mempengaruhi komunikasi yang berlangsung (tatap muka/via telepon). c. Gangguan Psikologis

(24)

lama kejadian, kompleksitas spektrum/kegaduhan dan ketidakteraturan kebisingan.

d. Gangguan Produktivitas kerja

Kebisingan dapat menimbulkan gangguan terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan seseorang memulai gangguan psikologis dan gangguan konsentrasi sehingga menurunkan produktivitas kerja. e. Gangguan Kesehatan

Kebisingan berpotensi untuk mengganggu kesehatan manusia apabila terpapar suara dalam suatu periode yang lama dan terus-menerus. Selain gangguan terhadap sistem pendengaran, kebisingan juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta meningkatkan frekuensi detak jantung dan meningkatkan tekanan darah.

Kebisingan dapat dikendalikan dengan:

a. Menghilangkan kebisingan dari sumber suara yaitu dengan mengganti beberapa alat dengan alat lain yang lebih sedikit menimbulkan bunyi (Erna Tresnaningsih, 1996).

(25)

c. Dengan memakai alat pelindung telinga yaitu ear plug atau ear muff. Alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 20-25 dBA (Dwi P Sasongko, 2000).

2. Kelelahan

Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subyektif yang biasanya disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja .

Menurut Suma’mur (2009), Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh :

a. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual) b. Kelelahan fisik umum

c. Kelelahan syaraf

d. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton

e. Kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai faktor secara menetap.

(26)

Kelelahan berbeda dengan kejemuan, sekalipun kejemuan adalah suatu faktor dari kelelahan (Suma’mur, 2009). Menurut Tarwaka, (2004) kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat. Kelelahan (fatigue) merupakan suatu perasan yang subyektif. Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (Sugeng Budiono, 2003). Jadi dapat disimpulkan bahwa kelelahan kerja bisa menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibat pada peningkatan kesalahan kerja dan kecelakaan kerja.

Gambaran mengenai gejala kelelahan (Fatigue Symptons) secara subyekif dan obyektif antara lain : perasaan lesu, mengantuk dan pusing, tidak/berkurangnya konsentrasi, berkurangnya tingkat kewaspadaan, persepsi yang buruk dan lambat, tidak ada/berkurangnya gairah untuk bekerja, menurunnya kinerja jasmani dan rohani (Sugeng Budiono, 2003).

Gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang ada hubungannya dengan kelelahan yaitu (Suma’mur, 2009):

a. Pelemahan Kegiatan ditandai dengan gejala: perasaan berat di kepala, badan merasa lelah, kaki merasa berat, menguap, merasa kacau pikiran, dan lain-lain.

(27)

c. Pelemahan Fisik ditandai dengan gejala: sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, merasa pernapasan tertekan, tremor pada anggota badan, spasme dari kelopak mata, dan merasa pening.

Menurut Suma’mur, (2009), kelelahan dapat dibedakan menjadi 2 macam:

a. Kelelahan Umum

Gejala utama kelelahan umum adalah perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena timbulnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa ‘ngantuk’ (Sugeng Budiono, 2003). Perasaan adanya kelelahan umum adalah ditandai dengan berbagai kondisi antara lain kelelahan visual yang disebabkan oleh illuminasi, luminasi dan seringnya akomodasi mata; kelelahan seluruh tubuh; kelelahan mental; kelelahan urat saraf; stress; dan rasa malas bekerja (Eko Nurmianto, 2003). Sebab sebab kelelahan umum adalah monotoni, intensitas dan lamanya kerja, mental dan fisik, keadaan lingkungan, sebab–sebab mental seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik serta penyakit. Pengaruh-pengaruh ini berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Suma’mur, 2009).

b. Kelelahan Otot (Muscular fatigue)

(28)

kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar (External sign). Tanda-tanda kelelahan otot pada percobaan– percobaan, otot dapat menjadi lelah adalah sebagai berikut :

1) Berkurangnya kemampuan untuk menjadi pendek ukurannya. 2) Bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi.

3) Memanjangnya waktu laten yaitu waktu diantara perangsangan dan saat mulai kontraksi (Sugeng Budiono, 2003). Kriteria tingkat kelelahan sebagai berikut:

Tabel 2. Kriteria Tingkat Kelelahan Waktu Reaksi

(milli detik)

Kriteria Kelelahan

150,0 – 240,0 Normal

>240,0 – <410,0 Ringan

410,0 – 580,0 Sedang

(29)

Terjadinya kelelahan tidak begitu saja, tetapi ada faktor–faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi kelelahan antara lain adalah :

a. Faktor dari individu 1) Usia

(30)

pada alat-alat tubuh, sistim kardiovaskular, hormonal (Suma’mur, 2009).

2) Status Gizi

(31)

Hasil pengukuran dikategorikan sesuai ambang batas IMT pada tabel berikut:

Tabel 3. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

No Kategori IMT

1. Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat

3. Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan Sumber: I Dewa Nyoman Supariasa, 2002.

3) Kondisi Kesehatan

Ada beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi kelelahan, penyakit tersebut antara lain :

a) Penyakit Jantung

(32)

berupa rasa sakit/nyeri pada dada (Sitepoe, Mangku, 1997). Ketika bekerja, jantung dirangsang sehingga kecepatan denyut jantung dan kekuatan pemompaannya menjadi meningkat (Arthur C. Guyton, 1997). Selain itu jika ada beban ekstra yang dialami jantung misalnya membawa beban berat, dapat mengakibatkan meningkatnya keperluan oksigen ke otot jantung. Kekurangan suplai oksigen ke otot jantung menyebabkan dada sakit (Iman Soeharto, 2004). Kekurangan oksigen jika terus menerus, maka terjadi akumulasi yang selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik dimana akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Gempur Santoso, 2004).

b) Penyakit Gangguan Ginjal

(33)

dalam tubuh ialah dengan mengendalikan kecepatan ginjal dalam mengekskresi zat-zat ini (Arthur C. Guyton, 1997). Penambahan air yang berlebihan pada cairan ekstraselular akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium plasma. Kondisi yang dapat menyebabkan hilangnya natrium pada dehidrasi hipoosmotik dan berhubungan dengan penurunan volume cairan ekstraselular yaitu dengan berkeringat (Arthur C. Guyton, 1997). Pengeluaran keringat yang banyak dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung meningkat (Suma’mur, 2009) sehingga kelelahan akan mudah terjadi. c) Penyakit Asma

(34)

atau kekurangan udara. Aktivitas otot pernapasan yang kurang seringkali membuat seseorang merasa dalam keadaan dispnea berat (Arthur C. Guyton, 1997) sehingga diperlukan banyak tenaga untuk bernapas. Hal ini yang akan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan.

d) Tekanan Darah Rendah

Penurunan kapasitas karena serangan jantung mungkin menyebabkan tekanan darah menjadi amat rendah sedemikian rupa, sehingga menyebabkan darah tidak cukup mengalir ke arteri koroner maupun ke bagian tubuh yang lain (Iman Soeharto, 2004). Dengan berkurangnya jumlah suplai darah yang dipompa dari jantung, berakibat berkurang pula jumlah oksigen sehingga terbentuklah asam laktat. Asam laktat merupakan indikasi adanya kelelahan (Eko Nurmianto, 2003). e) Tekanan Darah Tinggi

(35)

sehingga aliran darah menjadi terhalang (Iman Soeharto, 2004). Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen juga semakin memungkinkan terjadinya kelelahan (Gempur Santoso, 2004). f) Keadaan Psikologis

Manusia bekerja bukan seperti mesin, karena manusia juga mempunyai perasaan–perasaan, pemikiran–pemikiran, harapan–harapan dan kehidupan sosialnya. Hal tersebut berpengaruh pula pada keadaan dalam pekerjaan. Faktor ini dapat berupa sifat, motivasi, hadiah–hadiah, jaminan keselamatan dan kesehatannya, upah dan lain–lain (Suma’mur, 2009).

(36)

b. Faktor Dari Luar, salah satu faktor dari luar yaitu: 1) Masa kerja

Masa kerja, semakin lama masa kerja dapat dikatakan semakin tinggi kemampuan kerja yang dimiliki, semakin efisien badan dan jiwa bekerja sehingga beban kerja relatif sedikit. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Masa kerja mempengaruhi positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugas, selain itu juga terhadap ketrampilan dan pengalaman kerja yang dimiliki dalam melakukan pekerjaannya. Masa kerja berpengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebosanan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang monoton dan bersifat berulang-ulang. Grandjean menyatakan bahwa masa kerja yang panjang bisa menyebabkan kelelahan kronis sebagai akumulasi kelelahan dalam jangka panjang (Grandjean, 1993).

2) Getaran

(37)

ini menyebabkan penimbunan asam laktat dalam alat-alat dengan akibat bertambah panjangnya waktu reaksi. Sebaliknya frekuensi di atas 20 Hz menyebabkan pengenduran otot. Getaran-getaran mekanis yang terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta merta berefek melelahkan (Suma’mur, 2009). Besarnya getaran ini ditentukan oleh intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu berlangsung. Sedangkan anggota tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami dimana apabila frekuensi ini beresonansi dengan frekuensi getaran akan menimbulkan gangguan-gangguan antara lain mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat datangnya kelelahan, gangguan-gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf, otot-otot dan lainlain (Sritomo Wignjosoebroto, 2003).

3) Cuaca kerja

(38)

mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang (Suma’mur, 2009). Kelembaban sangat dipengaruhi oleh suhu udara. Suatu keadaan dimana udara sangat panas dan kelembaban tinggi akan menimbulkan pengurangan panas secara besar-besaran (karena sistem penguapan). Pengaruh lainnya adalah semakin cepatnya denyut jantung karena semakin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen. Apabila pasokan oksigen tidak mencukupi kekurangan oksigen jika terus menerus, maka terjadi akumulasi yang selanjutnya terjadi metabolisme anaerobik dimana akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Gempur Santoso, 2004).

4) Penerangan

Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja dapat melihat obyek-obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu (Suma’mur, 2009). Penerangan yang cukup dan diatur secara baik akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat memelihara kegairahan kerja.

(39)

menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu akan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke obyek guna memperbesar ukuran benda, sehingga akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).

5) Beban kerja

(40)

meningkatrnya kandungan asam laktat (Eko Nurmianto, 2003). Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Konsumsi energi dapat menghasilkan denyut jantung yang berbeda-beda, selain itu temperatur sekeliling yang tinggi, tingginya pembebanan otot statis serta semakin sedikit otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja dapat meningkatkan denyut jantung. Dengan demikian denyut jantung dipakai sebagai indeks beban kerja (Eko Nurmianto, 2003).

Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja, misalnya dengan pengaturan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat yang tepat (Suma’mur, 2009). Pengetrapan ergonomi sangat membantu, monotoni dan tegangan dapat dikurangi dengan penggunaan warna serta dekorasi pada lingkungan kerja. Demikian pula organisasi proses produksi yang tepat, selanjutnya usaha ditujukan kepada kebisingan, tekanan panas, pengudaraan dan penerangan yang baik (Suma’mur, 2009).

Untuk mencegah dan mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar (Sugeng Budiono, 2003):

(41)

c) Menerapkan penggunaan peralatan dan piranti kerja yang memenuhi standar ergonomi

d) Menjadwalkan waktu istirahat yang cukup bagi seorang tenaga kerja

e) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi tenaga kerja

f) Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik

g) Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi.

3. Hubungan Kebisingan Dengan Kelelahan

Menurut Dwi P. Sasongko, (2000) pengaruh kebisingan terhadap kesehatan selain kerusakan pada indera pendengaran, kebisingan juga menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta sistem jantung dan peredaran darah. Gangguan mental emosional berupa terganggunya kenyamanan hidup, mudah marah dan menjadi lebih peka atau mudah tersinggung. Melalui mekanisme hormonal yaitu diproduksinya hormon adrenalin, dapat meningkatkan frekuensi detak jantung dan meningkatkan tekanan darah. Kejadian ini termasuk gangguan kardiovaskuler.

(42)

karena itu diperlukan lingkungan kerja yang nyaman agar tenaga kerja terhindar dari kelelahan.

Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil serta dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja (Suma’mur, 2009).

Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang tidak dikehendaki karena pada tingkat atau intensitas tertentu dapat menimbulkan gangguan, terutama merusak alat pendengaran. Kebisingan akan mempengaruhi faal tubuh seperti gangguan pada saraf otonom yang ditandai dengan bertambahnya metabolisme, bertambahnya tegangan otot sehingga mempercepat kelelahan (Heru Setiarto, 2002).

Kelelahan terjadi apabila adanya pengaruh hal-hal diluar diri yang berwujud pada tingkah laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti suasana kerja, interaksi dengan sesama pekerja maupun dengan atasan (Depnaker, 2004). Kelelahan fisiologis merupakan kelelahan yang disebabkan karena adanya faktor-faktor yang diantaranya kebisingan.

(43)

menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002) sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas.

Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat kebisingan. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, pembicara terpaksa berteriak-teriak selain memerlukan ekstra tenaga juga menambah kebisingan (Departemen Kesehatan RI, 2003). Contoh gangguan fisiologis: naiknya tekanan darah, nadi menjadi cepat, emosi meningkat, vaso kontriksi pembuluh darah (semutan), otot menjadi tegang atau metabolisme tubuh meningkat. Semua hal ini sebenarnya merupakan mekanisme daya tahan tubuh manusia terhadap keadaan bahaya secara spontan (Benny L. Priatna dan Adhi Ari Utomo, 2002). Kebisingan juga dapat menurunkan kinerja otot yaitu berkurangnya kemampuan otot untuk melakukan kontraksi dan relaksasi, berkurangnya kemampuan otot tersebut menunjukkan terjadi kelelahan pada otot (Suma’mur, 2009).

(44)

kerja mengalami kelelahan ringan, 19% kelelahan sedang dan 9,5% kelelahan berat. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Arif Yoni Setiawan (2000) di bagian machine moulding dan floor moulding Unit Produksi Departemen Foundry PT Texmaco Perkasa Engineering Kaliwungu bahwa dengan range kebisingan 98-105 dBA pada bagian machine moulding 22,2% tenaga kerja mengalami kelelahan ringan, 51,9%

(45)

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Ada hubungan kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

Kondisi Lingkungan Kerja

(kebisingan, getaran, debu , iklim kerja, penerangan)

(46)

46

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis observasional analitik yaitu mencari hubungan antar variabel risiko dan efek yang analisisnya untuk menentukan ada tidaknya hubungan antar variabel. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional (Ahmad Pratiknyo Watik , 2003).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, alamat Desa Cemani Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.

C. Subjek Penelitian

Populasi tenaga kerja dibagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo adalah 125 orang. Subjek penelitian adalah tenaga kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut: 1. Jenis kelamin : perempuan

2. Usia : 15-54 tahun

3. Tidak mempunyai riwayat penyakit pendengaran sebelumnya.

(47)

5. Tenaga kerja shift pagi dan bersedia menjadi subjek penelitian.

Berdasarkan kriteria inklusi didapatkan 26 subjek penelitian tenaga kerja shift pagi di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan menggunakan purposive sampling, yang berarti pemilihan sekelompok subjek dengan jumlah yang telah ditentukan terlebih dahulu berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentuyang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sutrisno Hadi, 2004).

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo Notoatmodjo, 2002). Besar sampel didapatkan 26 orang di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo.

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

(48)

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kelelahan tenaga kerja.

3. Variabel Pengganggu

Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada dua, yaitu:

a. Variabel pengganggu terkendali : jenis kelamin, usia, riwayat penyakit pendengaran, dan status gizi normal dan masa kerja.

(49)

Hubungan antar variabel:

Gambar 2. Stuktur Hubungan Antar Variabel

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Kebisingan

Kebisingan adalah suara yang dihasilkan oleh mesin Air Jet Loom yaitu mesin untuk memghasilkan benang. Dalam penelitian ini yang diukur adalah intensitas kebisingan di lingkungan kerja tersebut.

Alat ukur : Sound Level Meter (SLM) Satuan : dBA (desibel)

Skala pengukuran : Rasio

(50)

2. Kelelahan

Kelelahan adalah suatu keadaan dimana tubuh mengalami penurunan kestabilannya saat terpapar kebisingan sesudah kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. Untuk mengetahui kelelahan tenaga kerjanya yaitu melalui pengukuran langsung kepada tenaga kerjanya yang dilakukan oleh peneliti sendiri dengan menggunakan :

(51)

G. Desain Penelitian

Gambar 3. Desain Penelitian Populasi

Subjek

Purposive sampling

kelelahan Kebisingan melebihi

NAB

Korelasi Pearson Product Moment

Pengukuran I ( sebelum kerja )

(52)

H. Teknik Pengambilan Data

Pada penelitian ini pengambilan data disesuaikan dengan jenis data sebagai berikut:

1. Data primer, meliputi intensitas kebisingan, hasil pengukuran kelelahan responden, serta hasil wawancara dengan responden.

2. Data sekunder dikumpulkan dengan cara pencatatan data dari bagian personalia serta gambaran umum perusahaan. Adapun data sekunder dalam penelitian ini meliputi:

a. Buku referensi yang berisi teori yang relevan terhadap objek yang diteliti.

b. Artikel maupun jurnal dari suatu media tertentu yang sesuai dengan objek yang diteliti.

I. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

(53)

2. Tahap Pelaksanaan

Pengumpulan data dilakukan selama satu bulan. Tahap pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Setelah mendapat izin dari pihak perusahaan, peneliti menjelaskan tentang tujuan dari penelitian serta memberitahu mengenai instrumen yang dipakai dalam penelitian ini.

b. Menentukan sampel penelitian sesuai dengan kuesioner penjaringan sampel yang telah diisi oleh tenaga kerja.

c. Melakukan pengukuran intensitas kebisingan dan kelelahan tenaga kerja sebelum kerja dan sesudah kerja. Pengukuran kelelahan sebelum kerja digunakan sebagai kontrol/pembanding kelelahan sebelum kerja.

d. Merekap data perolehan hasil penelitian. 3. Tahap Penyelesaian

Mengumpulkan semua data, mengolah, menganalisa dan menyimpulkan.

J. Prosedur Penelitian

(54)

langsung ke lingkungan kerja weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. Posisi pengukuran dengan ketinggian 1,2 sampai 1,5 meter di atas tanah.

Pengukuran kelelahan tenaga kerja menggunakan alat reaction timer. Pengukuran kelelahan ada 2 yaitu pengukuran kelelahan sebelum kerja dan kelelahan sesudah kerja. Pengukuran kelelahan sebelum kerja digunakan sebagai kontrol sehingga tidak diujikan. Pengukuran kelelahan sebelum kerja dilakukan pada saat tenaga kerja akan masuk tempat kerja dan pengukuran kelelahan sesudah kerja dilakukan saat tenaga kerja akan pulang, hal tersebut dilakukan agar tidak menggangu proses produksi. Pengukuran kebisingan dan kelelahan dilakukan sekali pengukuran.

K. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah :

1. Sound level meter, yaitu alat untuk mengukur intensitas kebisingan. Merek alat : Sound Level Meter RION NA-20

(55)

Teknik pengukurannya adalah: a. Putar switch ke A.

b. Putar FILTER-CAL-INT ke arah INT.

c. Putar level switch sesuai dengan tingkat kebisingan yang terukur. d. Gunakan meter dynamic characteristic selector switch “FAST”

karena jenis kebisingannya continue.

e. Pengukuran dilakukan selama 1-2 menit, mikropon diarahkan ke sumber kebisingan.

f. Jarak sound level meter dengan sumber bising adalah sesuai dengan posisi tenaga kerja selama kerja.

g. Angka skala dibaca setelah panah penunjuk dalam keadaan stabil. 2. Reaction timer yaitu alat untuk mengukur tingkat kelelahan seseorang.

Merek alat : Lakassidaya L- 77 Satuan : milli detik

(56)

Teknik pengukurannya adalah:

a. Periksa baterai dengan memasang adaptor pada stop kontak, lalu alat di “ON” kan.

b. Pastikan angka pada display menunjukkan 000,0 jika belum tekan tombol reset.

c. Untuk menilai dengan sensor suara, maka tekan tombol untuk sensor suara.

d. Operator siap menekan saklar sensor rangsang cahaya demikian juga probandus siap melihat lampu pada alat.

e. Operator menekan saklar sensor cahaya, probandus secepatnya menekan saklar OFF, untuk sensor cahaya apabila melihat cahaya lampu.

f. Untuk menilai dengan suara maka tekan tombol untuk sensor suara. g. Cara pemeriksaan untuk sensor suara adalah sama dengan cara sensor

cahaya, hanya saja probandus siap untuk mendengar suara pada alat. h. Pemeriksaan dilakukan sebanyak 20 kali, dengan catatan pemeriksaan

nomor 1-5 dan nomor 16-20 dihilangkan karena 1-5 adalah dalam taraf penyesuaian alat dan nomor 16-20 dianggap tingkat kejenuhan mulai muncul.

3. Alat tulis, yaitu untuk mencatat hasil dari pengukuran.

(57)

L. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan uji statistik korelasi person product

moment dengan menggunakan program komputer SPSS versi 17, dengan

interpretasi hasil sebagai berikut :

1. Jika p value ≤ 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan. 2. Jika p value > 0,01 tetapi < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan. 3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan (Sugiyino,

2007).

Kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi menjadi 4 area yaitu:

Tabel 4. Tingkat Hubungan Korelasi Korelasi (r) Tingkat Hubungan

0,00-0,25 Tidak ada hubungan/hubungan lemah 0,26-0,50 Hubungan sedang

0,51-0,75 Hubungan kuat

0,76-1 Hubungan sangat kuat/sempurna (Agus Riyanto, 2009).

Selanjutnya untuk menyatakan besar kecilnya sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat dapat ditentukan dengan rumus koefisien determinan, sebagai berikut:

R2= r2 x 100% Keterangan:

(58)

47

A. Deskripsi Umum Perusahaan 1. Lokasi Perusahaan

Latar belakang berdirinya PT. Dan Liris, dimulai pada tahun 1926 sebagai home industry batik. Pada tahun 1966 pemerintah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, baik berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDM) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Dengan adanya kebijakan tersebut, maka perusahaan home industry batik menjadi perseroan terbatas dengan nama PT. Batik Keris pada tahun 1971. Sejak saat itu PT. Batik Keris menerima permintaan produk yang terus meningkat dari waktu kewaktu dari para konsumen. Selanjutnya PT. Batik Keris mengambil langkah untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dan untuk mengantisipasi agar tidak terganggu aktivitas produksi PT. Batik Keris apabila suatu saat perusahaan mengalami kesulitan karena terjadi fluktuasi harga bahan baku dipasaran, maka didirikanlah perusahaan pensuplai bahan baku tekstil dan batik yaitu PT. Dan Liris pada tahun 1974.

(59)

garment di lokasi yang sama sehingga pada tahun 1982 juga didirikan pabrik

pemintalan hingga menjadi industri tekstil terpadu, dengan adanya produksi cetak (printing) dan pembuatan kain bermotif batik (finishing). Karena semakin pesatnya perkembangan perusahaan, maka pada tahun 1983 lokasi pabrik dipindahkan ke Desa Banaran, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo hingga sekarang, dan pada akhirnya menjadi industry tekstil terpadu dengan unit usaha pemintalan (spinning), pertenunan (weaving), pencelupan dan pewarnaan (dyeing), penyempurnaan (finishing), pencetakan tekstil bermotif (printing) dan konfeksi pakaian jadi (garment).

2. Ketenagakerjaan

(60)

bagian weaving II yaitu 125 tenaga kerja yang sebagian besar berjenis kelamin perempuan.

Tenaga kerja saat berkerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang standar sebagai upaya dalam mencegah bahaya di lingkungan kerja. Posisi tenaga kerja adalah berdiri dan membungkuk.

Sistem penggajian tenaga kerja PT. Dan Liris Sukoharjo dibagi menjadi 2 yaitu bulanan dan harian. Gaji bulanan merupakan pembayaran kepada staff, sedangkan gaji harian merupakan pembayaran kepada tenaga kerja harian atas dasar “no work no pay” sedang sistem pembayarannya tetap sama yaitu diberikan satu bulan sekali.

3. Proses Produksi

Kapasitas produksi yang terpasang yaitu :

· Spinning : 8.500 ball/bulan

(61)

Proses produksi PT. Dan Liris sebagai berikut:

1. Spinning

Proses spinning (pemintalan benang) merupakan proses paling awal, yang terdiri dari :

1) Blowing

Bertujuan untuk membuka ball kapas, membersihkan kapas dan juga mixing atau pencampuran berbagai jenis kapas.

2) Carding

Bertujuan untuk meluruskan serat, pemisahan antara serat panjang dengan serat pendek.

3) Lap former

Bertujuan untuk membuat lap untuk proses berikutnya dan perangkapan.

4) Drawing

Bertujuan untuk perangkapan, mengurangi ketidakrataan, dan pencampuran antara kapas alami (cotton) dengan kapas sintetis (polyster)

5) Combing

(62)

6) Flayer

Bertujuan untuk roving dan pemberian twist (puntiran)

7) Ring spinning

Bertujuan untuk mengumpulkan benang dan terakhir penomeran benang.

8) Winder

Merupakan proses tahap akhir dari proses spinning, yang bertujuan untuk penggulungan menjadi besar, menghilangkan cacat pada benang, dan terakhir adalah digulung secara berulang-ulang jika terjadi kesalahan dalam penggulangan sebelumnya.

2. Weaving

Proses weaving adalah proses penenunan benang menjadi kain mentah atau kain setengah jadi, dimana bahan bakunya adalah benag pakan dan benag lusi. Pada proses ini hasik akhirnya disebut kain greige. Setelah melalui proses inspecting yaitu proses inspeksi grade

(kualitas), maka untk pasar lokal biasanya yang dijual adalah kain greige dengan grade B dan L. Khususnya untuk pasar eksport biasanya

(63)

Kondisi lingkungan kerja di bagian weaving II ada dua ruangan yang terdapat mesin Air Jet Loom yang berjumlah 179 buah. Antara mesin tersebut tidak ada sekat pembatas sama sekali. Ruangan weaving II termasuk ruang tertutup dengan satu pintu keluar dan

masuk saja, di bagian weaving II memiliki atap seng yang dilapisi galfalum dengan tujuan untuk mengurangi kebisingan.

3. Finishing Printing

Proses finishing adalah proses mengubah kain greige untuk diberi warna dasar sesuai dengan permintaan pembali. Sedangkan proses printing adalah proses mengubah kain finishing menjadi kain siap pakai dengan pemberian motif dan penentuan desain sesuai mode dan permintaan pembeli.

4. Garment

(64)

B. Karakteristik Responden 1. Umur

Distribusi responden berdasarkan umur tenaga kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, tahun 2010 dapat digambarkan pada

tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Umur Tenaga Kerja di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, Tahun 2010.

No. Umur (tahun) Frekuensi Persentase(%)

1. 28 1 3,85%

(65)

2. Masa kerja

Distribusi frekuensi masa kerja pada tenaga kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Distribusi frekuensi Masa Kerja Tenaga Kerja di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, Tahun 2010.

No. Masa Kerja (Tahun) Frekuensi Persentase (%)

1. 10 4 15,38%

2. 11 3 11,54%

3. 12 6 23,08%

4. 13 2 7,7%

5. 14 4 15,38%

6. 17 1 3,85%

7. 19 1 3,85%

8. 23 2 7,7%

9. 25 2 7,7%

10. 28 1 3,85%

∑ rata –rata:14,88 ∑ 26 ∑ 100%

(66)

3. IMT

Distribusi frekuensi status gizi tenaga kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Indeks Massa Tubuh (IMT) Tenaga Kerja di Bagian Weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo, Tahun 2010.

No. IMT Frekuensi Persentase (%)

1. 18,3 1 3,85%

2. 18,5 6 23,08%

3. 18,6 4 15,38%

4. 18,7 4 15,38%

5. 19,5 2 7,7%

6. 19,6 2 7,7%

7. 19,7 1 3,85%

8. 19,8 1 3,85%

9. 20 1 3,85%

10. 20,7 1 3,85%

11. 21 1 3,85%

12. 22 1 3,85%

13. 23 1 3,85%

∑ rata –

rata:19,436

∑ 26 ∑ 100%

(67)

C. Hasil Pengukuran kebisingan

Berdasarkan pengukuran kebisingan dengan menggunakan alat sound level meter dengan 26 titik di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 8. Hasil pengukuran kebisingan.

No. Kebisingan (dBA) Frekuensi Persentase(%)

1. 127 4 15,36%

2. 127,4 1 3,85%

3. 127,5 7 26,92%

4. 128 4 15,36%

5. 128,5 1 3,85%

6. 128,9 1 3,85%

7. 129 6 23,08%

8. 129,5 1 3,85%

9. 129,7 1 3,85%

10. 129,9 1 3,85%

11. 130 4 15,36%

∑ rata

-rata:128,735

∑ 26 ∑ 100%

(68)

D. Hasil Pengukuran Kelelahan

Sampel yang diambil untuk diukur kelelahanya adalah 26 tenaga kerja. Hasil pengukuran sebagai berikut:

1. Pengukuran Kelelahan Tenaga Kerja Sebelum Kerja.

Hasil pengukuran kelelahan tenaga kerja sebelum kerja berdasarkan kriteria sebagai berikut:

Tabel 9. Data Hasil Pengukuran Kelelahan Sebelum Kerja

No. Kriteria Sebelum kerja Presentase

1. Normal 23 88,5%

2. Ringan 3 11,5%

3. Sedang 0 0%

4. Berat 0 0%

Jumlah 26 100%

(69)

2. Pengukuran Kelelahan Tenaga Kerja Sesudah Kerja.

Hasil pengukuran kelelahan tenaga kerja sesudah kerja berdasarkan kriteria sebagai berikut:

Tabel 10. Data Hasil Pengukuran Kelelahan Sesudah Kerja

No. Kriteria Sesudah kerja Persentase

1. Normal 0 0%

2. Ringan 12 46,2%

3. Sedang 8 30,8%

4. Berat 6 23,0%

Jumlah 26 100%

Dari tabel 10 dapat dijelaskan bahwa sesudah kerja tidak terdapat tenaga kerja (0%) dalam keadaan lelah normal, 12 tenaga kerja (46,2%) dalam keadaan lelah ringan, 8 tenaga kerja (30,8%) dalam keadaan lelah sedang, 6 tenaga kerja (23,0%) dalam keadaan lelah berat.

E. Uji Hubungan Kebisingan Dengan Kelelahan

Uji hubungan ini dengan menggunakan uji statistik correlations yaitu sebagai berikut:

Tabel 11. Hasil Uji Hubungan Kebisingan Dengan Kelelahan Variabel Significant (p) Korelasi (r) Keterangan

Kebisingan 0,000 0,636** Ada hubungan

Kelelahan 0,000 0,636**

(70)

tenaga kerja di bagian weaving II PT. Dan Liris Sukoharjo. Dari hasil uji tersebut diketahui pula bahwa rhitung(Pearson Correlation) sebesar 0,636 (tingkat hubungan korelasi (r) berada diantar 0,51-0,75), sehingga menunjukkan tingkat hubungan yang kuat. Selanjutnya untuk menentukan besar kecilnya sumbangan variabel bebas terhadap variabel terikat menggunakan rumus koefisien determinan sebagai berikut:

R2= r2 x 100%

R2= 0,6362 x 100%

R2= 40,45%

(71)

BAB V PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden 1. Umur

Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur, yaitu sejak awal kelahiran sampai umur sekitar 20 tahun. Pada umur yang meningkat akan diikuti dengan proses degenerasi dari organ sehingga dalam hal ini kemampuan organ akan menurun. Rata-rata umur tenaga kerja di bagian weaving II yaitu 36,08 tahun. Pembagian distribusi umur di bagian weaving II berdasarkan pada umur dibawah atau sama dengan 50 tahun, merupakan usia produktif sehingga masih mempunyai kemampuan kerja yang optimal. Dalam penelitian ini, semakin bertambah umur maka tingkat kelelahan akan meningkat. Hal ini sesuai dengan teori bahwa kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan 20-an dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert, David, 1996).

2. Masa Kerja

Dari hasil penelitian masa kerja responden diperoleh rata-rata masa kerja 14,88 tahun. Semakin lama masa kerja semakin lama tenaga kerja tersebut terpapar kebisingan, sehingga semakin tubuh tenaga kerja bisa menyesuaikan dengan lingkungan kerja. Semakin lama masa kerja dapat

(72)

dikatakan semakin tinggi kemampuan kerja yang dimiliki, semakin efisien badan dan jiwa bekerja sehingga beban kerja relatif sedikit dan kelelahan semakin kecil. Dalam penelitian ini masa kerja berpengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebosanan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang monoton dan bersifat berulang-ulang. Grandjean menyatakan bahwa masa kerja yang panjang bisa menyebabkan kelelahan kronis sebagai akumulasi kelelahan dalam jangka panjang (Grandjean, 1993).

3. IMT

(73)

B. Kebisingan

(74)

kebisingan di bagian weaving II karena intensitas kebisingan di bagian weaving II antara 127 dBA-130 dBA. Alat pelindung diri yang sesuai adalah

ear muff karena bisa meredam kebisingan 30 dBA, tetapi ear muff saja tidak

cukup untuk intensitas kebisingan di bagian weaving II yaitu antara 127 dBA-130 dBA, karna hanya dapat meredam kebisingan 30 dBA, sehingga perlu adanya pengendalian secara teknis. Menggunakan alat pelindung diri adalah alternatif terakhir, cara yang lain bisa berupa pemberian pelumas pada mesin Air Jet Loom sehingga intensitas kebisingan yang dihasilkan tidak terlalu tinggi, selain itu juga bisa dengan pemberian bantalan karet kepada mesin Air Jet Loom sehingga bisa mengurangi intensitas kebisingan. Memakai alat pelindung diri seperti ear muff adalah alternatif terakhir setelah mengupayakan pengendalian secara teknis dan administratif.

Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja (occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan secara fisik maupun psikis (Sihar Tigor Benjamin Tambunan, 2005). Selain dapat merusak pendengaran, kebisingan juga mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi (Sugeng Budiono, 2003).

(75)

selain gangguan kesehatan kebisingan juga menimbulkan gangguan emosional (Dwi P Sasongko, 2000). Terhadap daya kerja, kebisingan dapat mengganggu konsentrasi yang menyebabkan terjadi kesalahan ketika bekerja sehingga menurunkan prestasi kerja tenaga kerja, selain itu kebisingan juga dapat meningkatkan kelelahan (Suma’mur, 2009). Kebisingan yang terjadi dapat dikendalikan agar tingkat kebisingan tersebut sampai batas nilai yang diijinkan. Pengendalian kebisingan dilakukan pada sumber suara, pada media perantara kebisingan dan pengendalian kebisingan pada manusia (Dwi P Sasongko, 2000).

C. Kelelahan

(76)

Sehingga diperoleh rata-rata waktu reaksi sebelum kerja adalah 170,53 milli detik termasuk kategori lelah normal karena berada pada range 150,00-210,00 milli detik dan rata-rata waktu reaksi sesudah kerja adalah 444,15 milli detik, termasuk kategori lelah sedang karena berada pada range 410,00-580,00 milli detik. Dari hasil pengukuran waktu reaksi, gambaran keseluruhan tingkat kelelahan pada tenaga kerja bagian weaving II tergolong tingkat kelelahan sedang karena berada pada range 410,00-580,00 milli detik. Kenaikan rata-rata waktu reaksi menunjukkan adanya pemanjangan waktu reaksi. Dengan demikian telah terjadi kelelahan pada tenaga kerja. Hal ini berarti kebisingan dari lingkungan yang diterima oleh tenaga kerja dapat meningkatkan kelelahan tenaga kerja dan kenaikan rata-rata waktu reaksi masih dalam taraf sedang sehingga peningkatan kelelahan tergolong sedang. Dari hasil pengamatan yang diperoleh dari lapangan tenaga kerja mendapat waktu istirahat satu jam setelah bekerja selama lima jam, diharapkan dengan waktu istirahat yang diberikan kelelahan tenaga kerja akan hilang dan dapat bekerja kembali, sehingga peningkatan kelelahan tergolong sedang.

(77)

memepengaruhi kelelahan yang dikendalikan adalah jenis kelamin, usia, riwayat penyakit pendengaran, dan status gizi normal dan masa kerja sedangkan faktor yang tidak dikendalikan dalam penelitian ini adalah keadaan psikologis, getaran, cuaca kerja, beban kerja dan penerangan.

D. Hubungan Kebisingan Dengan Kelelahan

Berdasarkan pengujian korelasi didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara kebisingan dengan kelelahan. Hal ini dapat dilihat pada hasil korelasi Product Moment p=0,00 ( p < 0,01). Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Tri Yuni Ulfa Hanifa, 2005, bahwa ada hubungan signifikan antara kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja. Terdapat pula peningkatan kelelahan pada tenaga kerja setelah terpapar bising. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Noor Fatimah di bagian pecking PT. Palur Raya Karanganyar, pada tahun 2002, bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebisingan dengan kelelahan yang ditandai terdapat tenaga kerja yang mengalami peningkatan kelelahan.

Berdasarkan hasil uji korelasi Product Moment didapatkan bahwa pearson correlation (r) = 0,636, sehingga hubungan korelasinya kuat.

Berdasarkan hasil rumus koefisien determinan, bahwa sumbangan hubungan kebisingan dengan kelelahan sebesar 40.45% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor antara lain:

(78)

dari konflik mental yang terjadi di lingkungan pekerjaan, akhirnya dapat mempengaruhi kondisi fisik pekerja (Sugeng Budiono, 2003).

2. Getaran, Getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak diinginkan pada tubuh manusia. Menambahnya tonus otot-otot oleh karena getaran di bawah frekuensi 20 Hertz (Hz) menjadi sebab kelelahan. Kontraksi statis ini menyebabkan penimbunan asam laktat dalam alat-alat dengan akibat bertambah panjangnya waktu reaksi. Sebaliknya frekuensi di atas 20 Hz menyebabkan pengenduran otot. Getaran-getaran mekanis yang terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta merta berefek melelahkan (Suma’mur, 2009).

3. Cuaca kerja, Untuk ukuran suhu nikmat bagi orang Indonesia adalah 24 – 26°C. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu panas berakibat terutama menurunnya prestasi kerja pikir. Penurunan sangat hebat sesudah 32°C. Suhu panas mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang (Suma’mur, 2009).

(79)

dilaksanakan dalam kondisi aerobik, disebabkan oleh kandungan oksigen yang tidak mencukupi untuk suatu proses aerobik. Akibatnya adalah manifestasi rasa lelah yang ditandai dengan meningkatrnya kandungan asam laktat (Eko Nurmianto, 2003). Setiap pekerjaaan merupakan beban kerja bagi pelakunya. Beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja. Beban dimaksud dapat berupa beban fisik, mental atau sosial. Seseorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja (Jihad Santosa, 2005). Beban kerja fisik di bagian weaving II hanya memperbaiki benang yang rusak, maka beban fisik tenaga kerja weaving II tidak begitu besar. Beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian yang dimiliki tenaga kerja secara individu dengan individu lainnya yang sama dan beban sosial yang ringan karena hubungan antar tenaga kerja, tenaga kerja dengan atasannya adalah baik.

(80)

E. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian terdapat beberapa keterbatasan. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah:

1. Keterbatasan waktu dalam pemeriksaan kelelahan tenaga kerja.

Gambar

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan
Tabel 2. Kriteria Tingkat Kelelahan
Tabel 3. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rakyat yang berkaitan dengan program perekonomian antara lain sebagai berikut : “Menggiatkan pembangunan organisasi -organisasi rakyat , istimewa koperasi dengan cara

CITRA SURYANING WARDANI, D0213027, STRATEGI KOMUNIKASI KOMUNITAS LAKU LAMPAH (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Komunitas Laku Lampah dalam Upaya

So the idea arose, to test and utilise UAS (Unmanned Aerial Systems) for gaining the needed ortho-photos in a high spatial resolution for one SWEA test site, the Malinda

mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa Koperasi Tanjung Intan selama ini menerapkan cash basis dalam pengakuan pendapatan dan beban kurang

1. Merangkum situasi terkini dalam ruang pasar yang sudah dikenal. Hal ini memungkinkan anda untuk memahami di mana kompetisi saat ini sedang tercurah, memahami

Selain itu, untuk peneliti selanjutnya dianjurkan meneliti pada subjek yang lain, dengan variabel- variabel lain yang berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja instansi

[r]