commit to user
PEREMPUAN YANG MEMASAK DENGAN KAYU BAKAR DAN
LIQUEFIED PETROLEUM GAS
(LPG)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
IMANIAR HIDAYATI ARINDHA
G.0009106
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
commit to user
commit to user
iii
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 27 Agustus 2012
Imaniar Hidayati Arindha
commit to user
iv
Imaniar Hidayati Arindha, G0009106, 2012.
Perbedaan Nilai Arus Puncak
Ekspirasi (APE) antara Perempuan yang Memasak dengan Kayu Bakar dan
Liquefied Petroleum Gas (LPG). Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Latar Belakang:
Terdapat berbagai laporan mengenai fenomena obstruksi
saluran pernapasan akibat dari penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar
memasak. Hal ini dapat diketahui dengan pemeriksaan APE yang menunjukkan
adanya penurunan nilai.
Tujuan Penelitian:
Membuktikan adanya perbedaan nilai APE pada perempuan
yang memasak menggunakan kayu bakar dan
LPG
.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik
dengan pendekatan
cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Maret 2012 di
Desa Giripeni Kecamatan Wates. Subjek yang digunakan adalah perempuan yang
memasak menggunakan kayu bakar dan LPG. Pengambilan sampel dilaksanakan
secara purposive random sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditentukan. Data diperoleh dari pengukuran langsung nilai arus puncak ekspirasi
menggunakan
Mini Wright Peak Flow Meter. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan uji Chi Square melalui program SPSS 17.0 for Windows.
Hasil Penelitian: Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai APE rata – rata
perempuan yang memasak dengan kayu bakar adalah 63,49 ± 13,01 dan kelompok
kontrol adalah 82,82 ± 6,57. Uji
t-independent p = 0,000. Uji Chi Square
p = 0,003 dengan Odd Ratio = 5,23.
Simpulan Penelitian: Terdapat perbedaan nilai APE antara perempuan yang
memasak menggunakan kayu bakar dan LPG dengan pengguna kayu bakar
memiliki risiko 5,23 kali lebih besar daripada pengguna LPG.
commit to user
v
Imaniar Hidayati Arindha, G0009106, 2012.
The Differences Value of Peak
Ekspiratory Flow (PEF) between A Woman who Cooking Use Firewood and
Liquefied Petroleum Gas (LPG). Mini Thesis. Faculty of Medicine. Sebelas Maret
University Surakarta.
Background: There are a lot of report about obstruction phenomenon because of
firewoods use for fuel consumption of cooking. Its known from decrease value of
PEF examination.
Objectives: This research aims to know the differences value of PEF between a
woman who cooking use firewood and LPG.
Methods: This research was an analytical descriptive research using cross
sectional approach and had been done in March 2012 in Giripeni Wates. The
subjects were a woman who cooking use firewood and LPG in Giripeni Wates.
Data was collected by using purposive random sampling method within inclusion
and exclusion criteria. Data was collected by directed meaurement with mini
firewood user has risk 5,23 bigger than LPG user.
commit to user
vi
Alhamdulillah hirobbil’aalamin, segala puji syukur penulis haturkan
kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis,
sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Perbedaan Nilai Arus
Puncak Ekspirasi (APE) antara Perempuan yang Memasak dengan Kayu Bakar
dan
Liquefied Petroleum Gas (LPG). Penelitian tugas karya akhir ini merupakan
salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter
di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan
berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh
rasa hormat ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada:
1.
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Ana Rima Setijadi, dr., Sp. P selaku Pembimbing Utama yang telah
menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.
3.
Novi Primadewi, dr., Sp.THT-KL, M.Kes. selaku Pembimbing Pendamping
yang tak henti-hentinya bersedia meluangkan untuk membimbing hingga
terselesainya skripsi ini.
4.
Dr. Reviono, dr., Sp. P selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak
kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Prof. Dr. Kiyatno, dr. PFK. M. Or. AIFO selaku Penguji Pendamping yang
telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
6.
Nur Hafidha Hikmayani, dr, M.ClinEpid dan Muthmainah, dr., M.Kes selaku
Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian
yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.
7.
Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayahanda M. Afdhal Darul dan Ibunda
Sri Wahyuningsih dan seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan
tiada henti, dan memberikan
support dalam segala hal sehingga
terselesaikannya penelitian ini.
8.
Sahabat-sahabat terdekat, Dhiandra Dwi Hapsari, Calista Giovani, Asri
Sukawati Putri, Aldila Akhadiyati N, dan Nani Isyrofatun, serta teman-teman
angkatan 2009 atas semangat dan bantuan yang tak henti-henti dan waktu
yang selalu tersedia.
9.
Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses
penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak
sangat diharapkan.
Surakarta, September 2012
commit to user
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... ... 5
D. Manfaat Penelitian ... ... 5
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ... ... 7
1. Sistem Respirasi ... 7
a. Pengertian Respirasi ... 7
b. Mekanisme Pertahanan Saluran Napas ... 8
2. Macam dan Patofisiologi Partikel dalam Paru ... ..11
a. Macam-Macam Ukuran Partikel ... 11
b. Patofisiologi Partikel dalam Paru ... 12
3. Kayu Bakar ... 13
a. Definisi Kayu Bakar ... 13
b. Kandungan Asap Kayu Bakar ... 14
4. Liquefied Petroleum Gas (LPG) ... 16
a. Definisi LPG ... 16
b. Kandungan Asap LPG ... 16
5. Pengukuran Faal Paru ... 17
a. Faal Paru ... 19
b. Arus Puncak Ekspirasi (APE) ... 19
c. Macam Nilai Arus Puncak Ekspirasi ... 19
commit to user
viii
C. Hipotesis ... ... 24
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ... 25
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25
C. Subjek Penelitian ... 25
D. Teknik Sampling ... 26
E. Sampel Penelitian ... 26
F. Rancangan Penelitian ... 28
G. Identifikasi Variabel Penelitian ... 28
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 29
I. Alat dan Bahan Penelitian ... 31
J. Cara Kerja ... 32
K. Teknik Analisis Data...33
BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 34
commit to user
ix
Tabel 2.1. Kandungan asap kayu bakar ... 15
Tabel 4.1. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur pada perempuan
yang memasak dengan kayu bakar dan LPG ... 35
Tabel 4.2. Distribusi sampel berdasarkan kelompok tinggi badan pada
perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan LPG ... 36
Tabel 4.3. Rata-rata persentase APE pada perempuan yang memasak dengan
kayu bakar dan LPG ... 36
Tabel 4.4. Distribusi sampel berdasarkan prevalensi obstruksi dan non
obstruksi pada perempuan yang memasak dengan kayu bakar dan
LPG ... 37
Tabel 4.5. Hasil uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov………38
Tabel 4.6. Hasil uji homogenitas ... 39
Tabel 4.7. Hasil uji t-independent ... 39
commit to user
x
Gambar 2.1 Kerangka berpikir ... 24
commit to user
xi
Lampiran 1. Inform Consent
Lampiran 2. Kuesioner penelitian
Lampiran 3. Tabel nilai APE IPP 1992
Lampiran 4. Data pengukuran arus puncak ekspirasi pada perempuan yang
memasak dengan kayu bakar dan gas LPG
Lampiran 5. Hasil uji analisis
Lampiran 6. Surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran UNS kepada
kepala Desa Giripeni Kecamatan Wates
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Respirasi adalah memasukkan gas oksigen (O
2) serta mengeluarkan gas
karbondioksida (CO
2) dari tubuh. Proses respirasi berlangsung beberapa tahap
yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi (Widiyanti et al., 2004).
Ventilasi adalah proses pergerakan udara ke dan dari dalam paru. Pada
proses ini terdiri dari dua tahap yaitu inspirasi dan ekspirasi. Agar proses
ventilasi dapat berlangsung secara sempurna diperlukan fungsi yang baik dari
saluran pernapasan, otot-otot pernapasan serta elastisitas jaringan paru dan
dinding toraks (Alsagaff, 2010).
Gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan dapat dilihat dari volume dan
kapasitas pernapasan. Volume pernapasan paru terdiri dari volume tidal, volume
cadangan inspirasi, volume cadangan ekspirasi, volume residu, dan volume
ekspirasi paksa. Sedangkan kapasitas pernapasan paru terdiri dari kapasitas
inspirasi, kapasitas residu fungsional, kapasitas vital, dan kapasitas paru total
(Alsagaff, 2010).
Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas pernapasan dapat
diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi pada
commit to user
Dari pemeriksaan dapat ditentukan gangguan fungsional ventilasi seseorang.
Jenis gangguan dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru
obstruktif dan restriktif. Gangguan paru restriktif merupakan gangguan pada
proses pengembangan paru sehingga volume paru berkurang. Sedangkan
gangguan paru obstruktif disebabkan adanya hambatan aliran udara pada saluran
pernapasan (Widiyanti et al., 2004). Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai
macam sebab salah satunya adalah polusi udara (Alsagaff, 2010).
Polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau
biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan,
mengganggu estetika dan kenyamanan. Polusi udara dapat berasal dari
sumber-sumber alami dan kegiatan manusia serta dapat terjadi baik di dalam ruangan
ataupun di luar ruangan (
indoor dan outdoor
) (Pohan et al
.
, 2003).
Polusi udara biasanya banyak terjadi pada daerah perkotaan seperti asap
kendaraan bermotor, gas buangan pabrik, pembangkit tenaga listrik, dan asap
rokok. Namun, tak terkecuali pada daerah pedesaan. Polusi udara yang biasanya
terjadi di daerah pedesaan adalah penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar
utama memasak.
Indonesia merupakan negara berkembang yang rata-rata penduduknya
adalah golongan ekonomi menengah ke bawah. Sehingga dalam kehidupan
commit to user
sebagai bahan bakar untuk memasak daripada kompor gas. Padahal debu dari
kayu bakar sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh terutama bagian pernapasan.
Kayu bakar merupakan bahan bakar tradisional untuk memasak yang
biasanya banyak digunakan di pedesaan. Namun antara 10-20% bahan bakar ini
tidak dapat terbakar secara sempurna sehingga memicu penyebaran polusi ke
udara yang dapat membahayakan kesehatan sistem pernapasan terutama pada
kaum perempuan (Mansyur, 2006).
WHO menyebutkan bahwa polusi udara di dalam rumah bertanggung
jawab terhadap 1,6 juta kematian tiap manusia setiap tahunnya dan dalam 59%
dari semua kematian akibat polusi udara di dalam ruangan dialami oleh
perempuan dan anak-anak sebagai efek pemakaian bahan bakar tradisional.
(Sukar et al
.
, 2003)
Dari salah satu penelitian oleh
International Energy Agency
tahun 2002
menyebutkan bahwa 155 juta jiwa penduduk Indonesia pada tahun 2000 masih
menggunakan arang dan kayu bakar. Sehingga penyakit infeksi saluran
pernapasan akut mencatat jumlah tertinggi di puskesmas ataupun desa di
Indonesia (Kasnodiharjo, 2007).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Syafrida pada tahun 2009 di Desa
Bantan Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang juga menunjukkan bahwa
angka kejadian infeksi saluran pernapasan akut masih tinggi yaitu 688 kasus hal
commit to user
menyebutkan masih banyak masyarakat di Kecamatan Dolok Masihul
menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak dan
menghangatkan serta timbul keluhan pernapasan seperti batuk (Saragih, 2010).
Partikel debu pada kayu bakar yang mengendap pada
mucociliary
akan
menstimulasi suatu aliran mukus. Bila produksi mukus berlebihan dan tidak
dikeluarkan akan terjadi akumulasi mukus pada saluran napas sehingga dapat
meningkatkan resistensi aliran udara (obstruktif). Untuk mengetahui perubahan
resistensi saluran pernapasan dapat diukur Arus Puncak Ekspirasinya (Siregar,
2008).
Arus Puncak Ekspirasi (APE) adalah suatu hembusan ekspirasi terbesar
yang didapat dengan melakukan tiupan maksimal paksa setelah melakukan
inspirasi maksimal (Sari, 2004). Untuk nilai APE dipengaruhi oleh umur, tinggi
badan, jenis kelamin, status gizi, riwayat penyakit paru, infeksi saluran napas
atas, dan paparan asap. Pemeriksaan APE dilakukan dengan menggunakan alat
spirometer atau
mini peak flow meter
(Maranatha, 2004). APE yang diukur
merupakan APE persentase yaitu APE ukur dibagi APE prediksi.
Dengan latar belakang inilah peneliti ingin membuktikan adanya perbedaan
nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) antara perempuan yang memasak dengan
commit to user
B.
Perumusan Masalah
Adakah perbedaan nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) antara perempuan
yang memasak dengan kayu bakar dan LPG?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Utama
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya perbedaan nilai Arus
Puncak Ekspirasi (APE) antara perempuan yang memasak dengan kayu bakar
dan LPG.
2.
Tujuan Khusus
Mengetahui nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) antara perempuan yang
memasak dengan kayu bakar dan LPG.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
a.
Memberikan informasi ilmiah yaitu membuktikan adanya perbedaan
nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) antara perempuan yang memasak
dengan kayu bakar dan LPG.
b.
Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam
commit to user
2.
Manfaat Praktis
a.
Sebagai bahan pertimbangan dalam usaha preventif terhadap timbulnya
gangguan saluran pernapasan pada perempuan.
b.
Memotivasi para perempuan untuk memperhatikan efek debu terhadap
fungsi paru, sehingga mereka lebih berhati-hati dan intensif dalam
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka
1.
Sistem Respirasi
a.
Pengertian Respirasi
Respirasi adalah gabungan aktivitas mekanisme yang berperan dalam
proses suplai oksigen ke seluruh tubuh dan pembuangan karbondioksida
atau hasil pembakaran sel (Soemantri, 2008).
Respirasi terdiri dari tiga tahap yaitu : ventilasi, difusi, dan perfusi.
Ventilasi adalah proses keluar dan masuknya udara ke dalam paru, serta
keluarnya karbondioksida dari alveoli ke udara luar. Sedangkan difusi
adalah proses berpindahnya oksigen dari alveoli ke dalam darah, serta
keluarnya karbondioksida dari darah ke alveoli. Terakhir adalah perfusi
yaitu distribusi darah yang telah teroksigenasi di dalam paru untuk
dialirkan ke seluruh tubuh (Siregar, 2008). Ketiga komponen ini selalu
bersama, bila terdapat gangguan pada salah satu atau lebih dari komponen
tersebut, maka akan terjadi gangguan pertukaran gas (Widiyanti et al.,
commit to user
b.
Mekanisme Pertahanan Saluran Napas
1)
Rongga Hidung
Rongga hidung terdiri dari dua struktur yang berbeda, yaitu
vestibulum nasi dan konka nasalis. Vestibulum merupakan bagian
rongga hidung paling depan yang permukaannya mengandung
kelenjar sebacea, kelenjar keringat, dan
vibrisae
. Hal ini
mengakibatkan penyaringan udara inspirasi dari partikel-partikel
besar bahkan serangga (Muluk, 2009).
Struktur lainnya adalah konka nasalis. Pada konka nasalis
terdapat epitel celah antara konka yang mengandung epitel
respirasi dan mengakibatkan aliran udara yang turbulen (Alsagaff,
2010). Aliran turbulen dapat menyaring udara inspirasi karena
udara yang mengalir akan membentur banyak dinding penghalang
yaitu konka nasalis, septum nasi, dan dinding faring (Guyton,
2006). Partikel yang tersuspensi di dalam udara tidak dapat
mengubah arah perjalanannya secepat udara karena mempunyai
massa dan momentum yang lebih besar dari udara. Oleh karena
itu, partikel terus maju ke depan sehingga membentur dinding
penghalang. Dengan adanya mekanisme ini, hampir tidak ada
partikel yang berdiameter lebih besar dari 2-3 mikron dapat
commit to user
2)
Lapisan Mukus dan Mukosiliaris
Semua permukaan saluran napas dari hidung sampai
bronkiolus terminalis dilapisi oleh lapisan mukus yang
disekresikan oleh membran mukosa sel goblet dalam lapisan epitel
saluran napas dan sebagian lagi oleh kelenjar submukosa yang
kecil (Guyton, 2006). Lapisan mukus tidak hanya berfungsi
mempertahankan kelembapan permukaan, tetapi juga menangkap
partikel kecil dari udara inspirasi dan menahannya agar tidak
sampai ke alveoli. Selain itu lapisan mukus pada saluran napas
juga mengandung faktor-faktor efektif dalam pertahanan yaitu
immunoglobulin terutama IgA, PMNs, interferon, dan antibodi
spesifik (Ganong, 2003).
Pada permukaan saluran napas dilapisi oleh epitel bersilia
dengan kira-kira 200 silia pada tiap epitel. Silia ini akan memukul
dengan kecepatan 10-20 kali per detik dengan arah menuju faring.
Dengan demikian, silia dalam paru akan memukul ke arah atas,
sedangkan silia dalam hidung akan memukul ke arah bawah.
Pukulan yang terus-menerus ini menyebabkan selubung mukus ini
mengalir dengan lambat, pada kecepatan beberapa milimeter per
menit ke arah faring. Kemudian mukus dan partikel yang dijerat
commit to user
3)
Refleks Batuk
Refleks batuk merupakan mekanisme yang lebih kuat untuk
mendorong sekresi ke atas sehingga dapat ditelan atau
dikeluarkan. Impuls afferen dari saluran pernapasan terutama
berjalan melalui nervus vagus ke medula oblongata. Rangkaian
otomatis digerakkan oleh sirkuit neuron medula medula oblongata
sehingga menyebabkan efek-efek sebagai berikut :
a)
Mula-mula 2,5 liter udara dihirup.
b)
Epiglotis menutup dan pita suara menutup erat-erat untuk
menjerat udara dalam paru-paru.
c)
Otot perut berkontraksi dengan kuat yang mendorong
digfragma, begitu juga otot ekspirasi berkontraksi kuat
sehingga tekanan di dalam paru-paru meningkat.
d)
Pita suara dan epiglotis tiba-tiba terbuka lebar sehingga udara
bertekanan tinggi dalam paru-paru dapat keluar. Kecepatan
udara ini dapat mencapai 75-100 ml/jam. Udara yang mengalir
keluar akan membawa benda asing apapun yang berada di
dalam bronkus dan trakea (Guyton, 2006).
4)
Makrofag Alveolar
Merupakan pertahanan yang paling akhir dan paling penting
Partikel-commit to user
partikel kecil yang berdiameter kurang dari 0,5 mikron bisa masuk
ke alveolus. Walaupun biasanya 2/3 akan dikeluarkan kembali
bersama-sama dengan udara ekspirasi, tetapi sisanya akan
dikeluarkan oleh makrofag alveolar (Ganong, 2003).
Makrofag alveolar merupakan sel fagositik yang dapat
bermigrasi dan mempunyai sifat enzimatik. Sel ini bergerak bebas
pada permukaan alveolus dan bisa meliputi serta menelan benda
asing atau mikroba. Setelah meliputi mikroba maka enzim litik
yang terdapat dalam makrofag akan membunuh dan mencernakan
mikroorganisme tersebut tanpa menimbulkan reaksi peradangan.
Partikel asing ini kemudian ditranspor oleh makrofag ke
pembuluh limfe atau bronkiolus kemudian dibuang oleh kerja
mukus dan silia.
2.
Macam dan Patofisiologi Partikel dalam Paru
a.
Macam-macam ukuran partikel
Partikel berukuran antara 5-10 mikron bila terhisap akan tertahan dan
tertimbun pada saluran napas bagian atas (Kerri, 2002). Sedangkan
partikel ukuran 3-5 mikron akan tertimbun pada saluran napas tengah.
Partikel dengan ukuran 1-3 mikron atau partikel respirabel akan tertahan
dan tertimbun di bronkiolus sampai alveoli. Partikel yang ukurannya
commit to user
yang berukuran antara 0,1-0,5 mikron berdifusi dengan gerak
Brown
keluar masuk alveoli, tetapi dapat tertimbun bila membentur alveoli.
Meskipun batas partikel respirabel adalah 5 mikron, tetapi partikel dengan
ukuran 5-10 mikron dengan kadar berbeda dapat masuk ke dalam alveoli
(Laila, 2008).
Contoh partikel yang berukuran 0,5 mikron adalah asap (
smoke
). Asap
tersusun dari berbagai macam partikel karbon hasil pembakaran dari
bahan organik baik kayu ataupun batu bara. Partikel yang tersusun di
dalamnya dapat berupa padat, cair, maupun gas. Bahan partikel asap yang
bergabung dengan debu (
dust
) atau partikel lain di udara akan membentuk
particulate matter
.
b.
Patofisiologi Partikel dalam Paru
Partikel asing yang masuk ke dalam paru akan dilawan oleh
mekanisme pertahanan pada paru seperti
vibrisae
pada rongga hidung,
silia, lapisan mukus, reflek batuk, reflek bersin, dan makrofag alveolar.
Namun, paparan partikel yang berlebihan dapat menyebabkan
peningkatan sekresi mukus. Partikel akan merangsang ujung saraf
sensorik pada saluran napas yang menimbulkan refleks lokal dan
kolinergik sehingga meningkatkan sekresi mukus (Abiyoso, 2002). Bila
produksi mukus berlebihan dan tidak dikeluarkan, maka akan terjadi
commit to user
resistensi aliran udara (obstrukti). Obstruksi adalah gangguan saluran
napas baik struktur maupun fungsi yang menimbulkan perlambatan arus
respirasi. Patofisiologi penyakit karena debu dapat timbul setelah terkena
paparan selama minimal 2 tahun (Mangunnegoro, 1994). Untuk
mendeteksi secara kuantitatif perubahan resistensi saluran pernapasan
dapat dilakukan pengukuran fungsi paru dengan spirometer (Clayton,
1991).
Partikel yang masuk dan mengendap di lapisan mukosa pada mukosa
bronkus juga dapat menyebabkan terhambatnya aktivitas silia. Hal ini
menyebabkan pergerakan cairan yang melapisi mukosa bronkus akan
sangat berkurang sehingga mengakibatkan meningkatnya iritasi pada
epitel mukosa bronkus (Yunus, 1999).
3.
Kayu Bakar
a.
Definisi Kayu Bakar
Kayu bakar merupakan bahan bakar tradisional untuk memasak yang
biasanya banyak digunakan di pedesaan. Antara 10-20% bahan bakar ini
tidak terbakar secara sempurna, hal ini memicu penyebaran polusi ke
udara yang sangat membahayakan kesehatan sistem pernapasan terutama
commit to user
b.
Kandungan Asap Kayu Bakar
Asap kayu bakar terdiri dari berbagai macam substansi yang berasal
dari proses pembakaran. Beberapa substansi yang terkandung di dalam
kayu bakar adalah partikel berbahaya. Di antaranya dapat dilihat pada
commit to user
Tabel 2.1. Kandungan Asap Kayu Bakar
Zat kimia Gram per kilogram kayu
Karbon monoksida 80-370
Metana 14-25
Organik volatil (C2-C7) 7-27
Aldehide 0,6-5,4
Total particulate matter 7-30
Partikel organik karbon 2-20
Oksigenasi PAH 0,15-1
Variasi PAH
Benzo(a)piren 3×10-4-5×10-3
Dibenzo(a,h)piren 3×10-4-1×10-3
Dibenz(a,h)antrasin 2×10-5-2×10-3
Partikel elemen karbon 0,3-0,5
Alkalin normal (C24-C30) 1×10-3-6×10-3
Siklik di- dan triterpenoid
Asam dehidroabietik 0,01-0,05
Asam isoprimarik 0,02-0,10
Lupenon 2×10-3-8×10-3
Friedelin 4×10-6-2×10-5
Dioksin klorin 1×10-5-4×10-5