• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapora Dan Praktikum Filum Platyhelminthes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Lapora Dan Praktikum Filum Platyhelminthes"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

A. Judul

Phyllum Platyhelminthes B. Tujuan

Kegiatan praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat:

1. Mengenal keanekaragaman hewan Platyhelminthes.

2. Mengamati struktur morfologi organisme yang tergolong Platyhelminthes dan klasifkasinya.

3. Mengelompokkan hewan-hewan Platyhelminthes ke dalam classis yang berbeda berdasarkan persamaan dan perbedaan ciri.

4. Mengidentifkasi ciri-ciri khas dari setiap classis.

C. Landasan Teori

1. Karakteristik Platyhelminthes

Platyhelminthes merupakan cacing yang berbentuk pipih dan mempunyai tubuh simetri radial. Ukuran tubuh dari cacing ini bervariasi mulai yang tampak mikroskopis beberapa milimeter hingga berukuran panjang belasan meter. Sebagian besar cacing pipih tidak berwarna. Sementara yang hidup bebas ada yang berwarna coklat, abu, hitam atau berwarna cerah. Warna ini disebabkan karena adanya pigmen pada tubuhnya. Bagian ujung anterior pada cacing ini berupa kepala. Pada bagian ventralnya terdapat mulut atau lubang genital. Mulut dan lubang genital ini jelas pada Turbellaria, tetapi tidak tampak jelas pada Trematoda dan Cestoda (Kastawi, 2005).

(2)

rongga tubuh (acoela). Ruangan-ruangan di dalam tubuh yang ada diantara berbagai organ terisi dengan mesenkim yang biasanya disebut parenkim (Kastawi, 2005).

Platyhelminthes mempunyai alat kelamin yang tidak terpisah (hermafrodit), artinya dalam satu species terdapat alat reproduksi jantan maupun betina kecuali pada beberapa familia dari Digenia. Sistem reproduksi pada kebanyakan cacing pipih sangat berkembang dan kompleks. Pada kebanyakan cacing pipih telurnya tidak mempunyai kuning telur, tetapi dilengkapi oleh sel yolk khusus yang tertutup oleh cangkok telur. Pada classis platyhelminthes ada yang bisa melakukan pembuahan sendiri ada juga yang tidak dapat melakukan pembuahan sendiri. Yang bisa melakukan pembuahan sendiri adalah classis Trematoda dan Cestoda, sedangkan pada classis Turbellaria tidak dapat melakukan pembuahan sendiri (Kastawi, 2005).

Platyhelminthes belum mempunyai alat pernapasan khusus. Pengambilan oksigen bagi anggota yang hidup bebas dilakukan secara difusi melalui permukaan tubuhnya sedangkan anggota yang hidup sebagai parasit bernapas secara anaerob, artinya respirasi berlangsung tanpa oksigen. Hal ini karena Platyhelminthes yang parasit hidup dalam lingkungan yang kekurangan oksigen. Cacing ini sudah mulai maju dalam hal sistem ekskresinya walaupun masih sangat sederhana. Selain itu Platyhelminthes sudah memiliki alat-alat pencernaan yang mendukung sistem pencernaannya antara lain terdiri dari mulut, faring, dan usus, walaupun pada classis tertentu ada yang tidak memiliki mulut yaitu Cestoda (Kastawi, 2005).

(3)

darah manusia, kantung kemih katak, otot babi, unggas, dan beberapa jenis vertebrata lainnya (Kastawi, 2005)

2. Klasifikasi Platyhelminthes a. Turbellaria

Hampir semua Turbellaria hidup bebas dan kebanyakan hidup di laut. Turbellaria air tawar yang paling dikenal adalah anggota-anggota genus Dugesia, umumnya disebut Planaria. Berlimpah di kolam-kolam dan sungai-sungai kecil yang tidak tercemar, Planaria sp. memakan hewan-hewan yang lebih kecil atau memakan bangkai hewan. Mereka bergerak dengan silia pada permukaan ventralnya, meluncur di sepanjang lapisan mukus yang disekresikannya. Beberapa Turbellaria yang lain juga menggunakan otot-ototnya untuk berenang melalui air dengan gerakan berdenyut (Campbell, Reece, Urry, Cain, Wasserman, Minorsky, Jackson, 2008).

Beberapa Planaria sp. dapat bereproduksi secara aseksual melalui fisi. Induk berkonstriksi kira-kira dibagian tengah tubuhnya, memisah menjadi ujung kepala dan ujung ekor, masing-masing ujung kemudian meregenerasikan bagian bagian yang hilang. Reproduksi seksual juga terjadi. Planaria hermafrodit, dan pasang-pasang yang kawin umumnya saling melakukan fertilisasi silang (Campbell et al., 2008).

b. Trematoda

(4)

Trematoda hidup sebagai parasit di dalam tubuh hewan lain. Kebanyakan memiliki alat penghisap (sucker) yang melekat ke organ-organ internal atau permukaan-permukaan luar dari hewan inang. Lapisan luar yang keras membantu melindungi parasit di dalam inangnya. Organ-organ reproduksi menempati hampir di seluruh bagian dalam dari cacing-cacing ini (Campbell et al., 2008).

c. Cestoda

Cacing pita (Cestoda) bersifat parasit. Cacing pita dewasa sebagian besar hidup di dalam vertebrata, termasuk manusia. Pada kebanyakan cacing pita, bagian ujung anterior atau scolex dipersenjatai dengan penghisap dan kait yang digunakan untuk melekatkan diri ke lapisan usus inangnya. Cacing pita tidak memiliki mulut dan rongga gastrovaskular. Mereka mengabsorpsi nutrien yang dilepaskan oleh pencernaan di dalam usus inang. Absrorpsi terjadi di seluruh permukaan tubuh cacing pita (Kastawi, 2005).

d. Daur Hidup Fasciola hepatica

Fasciola hepatica hidup parasit di dalam empedu atau dalam pembuluh darah hati manusia dan hewan ternak seperti sapi, babi, kerbau, dan domba. Daur hidup Fasciola hepatica sebagai berikut.

Telur  mirasidium  masuk ke tubuh Lymnea (siput air tawar) 

sporokista  redia  serkaria  metaserkaria  kista  masuk ke tubuh

domba, lembu, biri-biri, atau kerbau  cacing dewasa (Kusumawati, Hidayat, Retnaningati, 2012).

D. Metode Praktikum 1. Alat dan bahan

a. Alat

1) Mikroskop monokuler dan binokuler beserta perlengkapannya 2) Loupe

(5)

5) Alat tulis (pensil dan buku) 6) Kamera atau handphone 7) Penggaris

b. Bahan

1) Preparat segar dan awetan cacing Plathyhelmintes 2)Dugesia sp. (planaria) yang masih segar

3) Siput Lymnea sp. 2. Cara kerja

Untuk pengamatan morfologi planaria, cacing hati dan beberapa contoh cacing pita.

a. Planaria segar diambil dengan pipet ke dalam kaca arloji yang telah berisi air bersih.

b. Lalu Planaria diamati dengan mikroskop binokuler atau loupe.

1) Arah dorsal bagian kepala terdapat dua buah bintik mata dan aurikel. 2) Warna bagian dorsal dan ventral dibedakan.

3) Mulut terdapat pada bagian ventral.

4) Panjang dan lebar dari planaria tersebut diukur dengan penggaris. 5) Bagian tubuh Planaria dipotong dengan memanjang atau melintang

untuk pengamatan daya regenerasinya.

6)Planaria tersebut dipelihara dalam cawan petri dan diamati setiap hari sampai terbentuk individu baru yang menyerupai induk asal. Bagian tubuh mana yang lebih cepat (kepala/ekor).

c. Cacing hati diambil dan diletakkan di atas kaca arloji. d. Bagian tubuh cacing hati diamati dengan loupe

Bagian yang diamati:

1) Bagian anterior dan posterior 2) Bagian dorsal dan ventral. 3) Oral sucker dan ventral sucker

(6)

a. Preparat awetan Planaria yang telah disediakan diambil kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop.

b. Bagian-bagian seperti mulut, faring, usus pada bagian depan dan belakang diamati.

c. Preparat awetan sayatan melintang dari Planaria diamati dan tentukan bagian-bagian:

1) Faring, berupa rongga/lingkaran besar terdapat di tengah tubuh. 2) Usus, di kiri kanan faring.

3) Batang syaraf, di bagian ventral.

4) Silia, epidermis, otot longitudinal, dorsoventral dan melingkar. d. Lalu preparat awetan Fasciola hepatica diamati dengan mikroskop

binokuler dan tentukan bagian-bagian : 1) Oral sucker dan ventral sucker. 2) Faring

3) Usus, yang bercabang-cabang. 4) Kelenjar yolk

5) Testis dan uterus.

e. Preparat awetan Taenia sp. diamati dan tentukan bagian-bagian : 1) Kepala (scolex) yang memiliki : sucker (alat penghisap), rostellum

(karangan kait), hooks (kait). 2) Leher (neck)

3) Proglotid dewasa, berisi : uterus, testis, kelenjar yolk, vagina dan lubang genital.

Untuk pengamatan tahapan-tahapan siklus hidup Fasciola hepatica pada siput Lymnea sp.

a. Beberapa siput Lymnea sp. dipecahkan dengan pinset di dalam kaca arloji atau gelas piala yang telah berisi air bersih. Jika terdapat larva cacing akan tampak serbuk-serbuk halus berwarna keputih-putihan. b. Cairan yang mengandung benda keputih-putihan tadi diteteskan pada

(7)

c. Tahap-tahap siklus cacing hati diamati serta ditentukan : 1) Metaserkaria (berupa kista)

2) Serkaria (larva yang berekor)

3) Redia (kista yang berisi cercaria muda) 4) Sporokista (kista yang berisi redia muda)

E. Hasil Pengamatan

Tabel 1 Identifikasi Phyllum Platyhelminthes berdasarkan struktur tubuh No Nama

Mulut Anus Intestine Sucker Alat reproduksi

Classis

1 Dugesia sp. Bilateral Pipih Tidak Ada Tidak

ada Ada Tidak ada Ada Turbellaria

2 Taenia

saginata Bilateral Pipih Ya

Tidak ada

Tidak

ada Tidak ada Ada Ada Cestoda

3 Taenia sp. Bilateral Pipih Ya Tidak ada

Tidak

ada Tidak ada Ada Ada Cestoda

4 Echinococcus

granulosus Bilateral Pipih Ya

Tidak ada

Tidak

ada Tidak ada Ada Ada Cestoda

5 Taenia

serrata Bilateral Pipih Ya

Tidak ada

Tidak

ada Tidak ada Ada Ada Cestoda

6 Moniezia

expanza Bilateral Pipih Ya

Tidak ada

Tidak

ada Tidak ada Ada Ada Cestoda

7 Fasciola

hepatica Bilateral Pipih Tidak Ada

Tidak

ada Ada Ada Ada Trematoda

8 Taenia

pisiformis Bilateral Pipih Ya

Tidak ada

Tidak

(8)

No Nama

Mulut Anus Intestine Sucker Alat reproduksi

ada Tidak ada Ada Ada Cestoda

10

Taenia solium Bilateral Pipih Ya Tidak ada

Tidak

ada Tidak ada Ada Ada Cestoda

Tabel 2. Klasifikasi Phyllum Platyhelminthes N

o

Klasifikasi Gambar Observasi Gambar Internet

1 Kingdom : Animalia

Species : Taenia sp.

Gambar F.1 Taenia sp.

(Ayu,2014)

Gambar F.2 Taenia sp.

(Temanson,2009)

Gambar F.3 Taenia saginata

(Ayu,2014)

Gambar F.4 Taenia saginata

(9)

3 Kingdom : Animalia Phyllum :

Platyhelminthes Classis : Cestoda Ordo : Cyclophyllidea Familia : Taeniidae Genus : Taenia

Species : Taenia solium

Gambar F.5 Taenia solium

(Ayu,2014)

Gambar F.6 Taenia solium

(Geske,2008)

4 Kingdom : Animalia Phyllum :

Platyhelminthes Classis : Cestoda Ordo : Cyclophyllidea Familia : Taeniidae Genus : Taenia

Species : Taenia serrata

Gambar F.7 Taenia serrata

(Ayu,2014)

Gambar F.8 Taenia serrata

(Wattles,2009)

5 Kingdom : Animalia Phyllum :

Platyhelminthes Classis : Cestoda Ordo : Cyclophyllidea Familia : Taeniidae Genus : Taenia

Species : Taenia pisiformis

Gambar F.9 Taenia pisiformis

(Ayu,2014)

Gambar F.10 Taenia pisiformis

(10)

6 Kingdom : Animalia

Species : Moniezia expanza

Gambar F.11 Moniezia expanza

(Ayu,2014)

Gambar F.12 Moniezia expanza

(Nolan,2009)

Species : Thysanosoma actinoides

Gambar F.13 Thysanosoma actinoides

(Ayu,2014)

Gambar F.14 Thysanosoma actinoides

(Anonim,2014)

Species : Fasciola hepatica

Gambar F.15 Fasciola hepatica

(Ayu,2014)

Gambar F.16 Fasciola hepatica

(11)

9 Kingdom : Animalia Phyllum :

Platyhelminthes Classis : Turbellaria Ordo : Tricladida Familia : Dugesiidae Genus : Dugesia

Species : Dugesia sp.

Gambar F.17 Dugesia sp.

(Aziz,2014)

Gambar F.18 Dugesia sp.

(Lana,1994)

10 Kingdom : Animalia Phyllum :

Platyhelminthes Classis : Cestoda Ordo : Cyclophyllidea Familia : Taeniidae Genus : Echinococcus

Species : Echinococcus granulosus

Gambar F.19 Echinococcus granulosus

(Aziz,2014)

Gambar F.20 Echinococcus granulosus

(Cojman,2013)

F. Jawaban Pertanyaan

1. Dapatkah anda menemukan persamaan yang dimiliki oleh setiap species yang anda temukan? Tuliskan persamaan-persamaan tersebut!

Jawaban:

(12)

2. Dapatkah anda menemukan perbedaan yang dimiliki oleh setiap species tersebut sehingga dimasukkan pada classis yang berbeda? Tuliskan perbedaan-perbedaannya!

Jawaban:

Turbellaria: bentuk pipih memanjang dan memiliki cilia pada bagian ventral tubuhnya yang digunakan untuk bergerak sehingga disebut cacing getar; Trematoda: memiliki bentuk seperti daun, memiliki alat penghisap (sucker) dan hook yang digunakan untuk melekat pada tubuh inangnya sehingga disebut cacing hisap; Cestoda: tubuhnya berupa strobilus yang terdiri dari beberapa proglotid sehingga membentuk pita, oleh karena itu cestoda disebut sebagai cacing pita, mulutnya terletak di bagian anterior. 3. Tuliskan ciri khas dari tiap-tiap classis pada kolom berikut:

Classis Ciri Khas

Turbellaria

Hidup bebas, tidak beruas, epidermis bersilia, bentuknya pipih memanjang, mulut terletak di bagian ventral, tidak mempunyai alat penghisap, umumnya berpigmen

Trematoda

Hidup sebagai parasit, tidak beruas, tidak bersilia, epidermis dilapisi kutikula, bentuknya seperti daun, alat penghisap satu atau lebih, mulut terletak di bagian anterior, saluran pencernaan bercabang dua

Cestoda Hidup sebagai parasit, epidermis dilapisi kutikula, tidak bersilia, tubuhnya bersegmen/ruas, bentuknya seperti pita, tidak berpigmen, tidak mempunyai saluran pencernaan, mempunyai kepala (Scolex) di bagian anterior dengan

(13)

memiliki hospes sementara

4. Tuliskan kegunaan dan manfaat dari species-species Platyhelminthes yang anda temukan:

Jawaban:

Planaria berperan sebagai salah satu makanan bagi organisme lain, contohnya ikan. Sedangkan Fasciola hepatica dapat menyebabkan penyakit hati pada manusia, Taenia sp. dapat menjadi parasite pada hati dan tubuh manusia.

5. Dari teori perkuliahan atau buku sumber yang anda peroleh mengenai phyllum Platyhelminthes, lengkapilah table berikut ini:

Phyllum Platyhelminthes

Pencernaan Makanan

Alat pencernaan tidak lengkap terdiri atas mulut, faring, dan intestine yang bercabang-bercabang kecuali pada classis cestoda tidak memiliki alat pencernaan.

Ekskresi Alat ekskresi berupa sel api

Pernapasan Tidak memiliki sistem pernapasan

Sistem Syaraf

Sistem saraf dengan sepasang ganglia anterior yang dihubungkan dengan satu atau tiga pasang tali saraf longitudinal dan tali-tali saraf transversal, disebut sistem saraf tangga tali

Reproduksi

Setiap individu memiliki alat reproduksi jantan dan betina (berumah satu), ada yang tidak dapat melakukan fertilisasi sendiri (Turbellaria), tetapi umumnya dapat (Trematoda dan Cestoda). Fertilisasi internal, umumnya memiliki bentuk larva tetapi ada juga yang tidak

G. Pembahasan

(14)

1. Dugesia tigrina

Dugesia tigrina merupakan salah satu species Platyhelminthes yang masuk ke dalam classis Turbellaria. Hewan ini dikelompokkan ke dalam classis Tubellaria karena memiliki beberapa karakteristik, yaitu pada permukaan tubuhnya terdapat silia (rambut getar) yang digunakan untuk bergerak, kemudian di bagian anterior tubuhnya berbentuk segitiga dan memiliki sepasang bintik mata yang berfungsi untuk membedakan keadaan gelap dan terang (Agisni, 2012).

Karakteristik lain pada Dugesia tigrina yang digolongkan dalam classis Turbellaria yaitu pada umumnya tubuh berpigmen, memiliki mulut di bagian ventral, tidak memiliki alat penghisap dan tidak memiliki ruas pada tubuhnya, hal tersebut yang membedakan anatara classis Turbelaria dengan classis lain dari Phyllum Platyhelminthes (Syulasmi, Sriyati, Peristiwati, 2011, hal. 21).

Dugesia tigrina ini kami temukan di perairan tawar, karena memang hewan ini biasanya hidup di kolam, danau, atau mata air. Manfaat dari hewan ini yaitu dapat dijadikan pakan ikan dan indikator air bersih (Agisni, 2012).

Berdasarkan hasil pengamatan, Planaria atau Dugesia tigrina yang kami potong menjadi 3 bagian (anterior, tengah, dan posterior) menunjukkan bahwa yang lebih cepat beregenerasi adalah bagian dari anteriornya, hipotesis yang dapat menjelaskan hal tersebut yaitu pada potongan di bagian anteriornya kemungkinan terambil faring yang berada di tengah mendekati bagian anterior, faring tersebut menunjang untuk proses makan dan nutrisi makanan yang diserap tercukupi, sehingga sel-selnya lebih cepat beregenerasi. Sedangkan pada bagian posterior yang tidak memiliki faring, saat beregenerasi bagian tersebut harus terlebih dahulu membentuk faring untuk menunjang proses makan dan menyerap nutrisi, sehingga butuh proses yang lebih lama untuk beregenerasi.

(15)

Dilihat dari morfologinya, Chinococcus granulosis dewasa berukuran 3-6 mm. Memiliki scolex, leher, strobila yang terdiri dari 3-4. Segmennya terdiri atas immature proglotid, mature proglotid dan gravid proglotid yang mempunyai ukuran paling besar dan panjang dari segmen lainnya. Memiliki 4 alat hisap dengan rosteleum yang memiliki 2 kait (Chopperandco, 2013).

Hewan ini dikelompokka ke dalam classis Cestoda, karena memiliki scolex, bersegmen dan hidup sebagai parasit. Species ini berparasit di tubuh hewan karnivora khususnya anjing. Perantaranya ialah manusia, kambing, domba, sapi, dan lain-lain. Larva dari pecies ini menyebabkan penyakit hidatidosis (Chopperandco, 2013).

3. Fasciola hepatica

Fasciola hepatica dewasa mempunyai panjang tubuh antara 12.22-29.00 mm (Periago, et al. dalam Ericka, 2012). Species ini berbentuk pipih, memiliki usus yang bercabang, biasanya hidup di saluran empedu pada sapi. Sesuai dengan pendapat Brown dalam Ericka (2012) Fasciola hepatica berbentuk pipih seperti daun dengan bentuk bahu yang khas yang disebabkan oleh kerucut kepalanya (chepalic cone), batil hisap kepala dan perut yang sama besarnya di daerah kerucut kepala, usus dengan banyak cabang di vertikulum, testis yang bercabang banyak dan tersusun sebagai tandem, kelenjar vitellaria yang bercabang-cabang secara merata di bagian lateral dan posterior badan, uterus pendek dan berkelok-kelok.

Fase larva Fasciola hepatica pada tubuh siput Lymnea sp. yang telah kami amati, terdiri dari fase sporokista, fase redia I, fase redia II, dan fase serkaria. Siput Lymnea sp. dijadikan inang karena memiliki lendir dan tubuhnya cocok bagi keberlangsungan hidup dari larva Fasciola hepatica. Kami membedakan setiap fase larva Fasciola hepatica yang ada pada

(16)

melihat adanya faring dan larva mengandung serkaria muda tanpa ekor, sedangkan pada fase redia II, di dalamnya terdapat serkaria yang aktif bergerak, pada fase ini juga memiliki faring. Kemudian fase serkaria, pada fase ini serkaria keluar dari dalam redia II dan kami melihat larva serkaria ini memiliki ekor.

4. Moniezia expanza

Moniezia expanza ini hidup sebagai parasit. Alasan cacing ini dimasukkan ke dalam classis Cestoda karena karakteristik morfologinya yaitu memiliki scolex, sucker, kait, tidak berpigmen, dan tubuhnya memiliki proglotid. Sesuai dengan pendapat Kastawi (2005) Cacing pita (Cestoda) bersifat parasit. Cacing pita dewasa sebagian besar hidup didalam vertebrata, termasuk manusia. Pada kebanyakan cacing pita, bagian ujung anterior atau scolex dipersenjatai dengan pengisap dan kait yang digunakan untuk melekatkan diri ke lapisan usus inangnya. Cacing pita tidak memiliki mulut dan rongga gastrovaskular. Mereka mengabsropsi nutrien yang dilepaskan oleh pencernaan di dalam usus inang. Absrorpsi terjadi di seluruh permukaan tubuh cacing pita.

5. Taenia pisiformis

(17)

proglotid semakin ke ujung semakin bertambah, berdasarkan hasil diskusi hal tersebut dikarenakan pada bagian proglotid muda, alat reproduksinya masih belum lengkap, sedangkan semakin ke bawah proglotid semakin dewasa dan memiliki organ reproduksi yang semakin lengkap, hingga akhirnya membentuk proglotid gravid yang mengandung individu-individu baru berupa telur. Telur-telur ini memerlukan ruang yang cukup, sebab itulah bagian proglotidnya membesar.

6. Taenia Saginata

Taenia saginata merupakan cacing terbesar dari spesies yang termasuk dalam genus Taenia . Panjang cacing dewasa biasanya 4 sampai 10 m. Tubuhnya bersegmen. Tubuh berwarna putih dan terdiri dari tiga bagian : scolex , leher dan Strobila . Scolex terdiri dari empat pengisap, tetapi tidak memiliki kait. (Jr. Washington, Allen, Janda, Koneman, Procop, Paul, Gail, 2006). Dikelompokkan ke dalam classis Cestoda karena memiliki scolex, bersegmen dan hidup sebagai parasit. Species ini berparasit di tubuh hewan karnivora khususnya anjing. Perantaranya ialah manusia, kambing, domba, sapi, dan lain-lain. Larva dari pecies ini menyebabkan penyakit hidatidosis (Chopperandco, 2013).

7. Taenia serrata

Taenia serrata merupakan cacing pipih yang digolongkan ke dalam classis Cestoda. Berdasarkan pengamatan, cacing ini terdiri atas scolex, sucker, proglotid, tidak berpigmen. Beberapa hal dari hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa species ini digolongkan ke dalam classis Cestoda, sama dengan cacing Taenia yang lain. Didukung adanya pendapat Kastawi (2005) menyatakan bahwa pada classis Cestoda memiliki tubuh yang terbagi menjadi beberapa segmen yang disebut proglotid, pada ujung anterior tubuhnya muncul sebagai scolex dan memiliki sucker dan kait.

8. Taenia solium

(18)

yang menjadi salah satu alasan kenapa species ini dikelompokkan ke dalam classis Cestoda. Sesuai dengan salah satu pendapat bahwa Cacing pita (Cestoda) bersifat parasit. Cacing pita dewasa sebagian besar hidup didalam vertebrata, termasuk manusia. Pada kebanyakan cacing pita, bagian ujung anterior atau scolex dipersenjatai dengan pengisap dan kait yang digunakan untuk melekatkan diri ke lapisan usus inangnya. Cacing pita tidak memiliki mulut dan rongga gastrovaskular. Mereka mengabsropsi nutrien yang dilepaskan oleh pencernaan di dalam usus inang. Absrorpsi terjadi di seluruh permukaan tubuh cacing pita (Kastawi, 2005).

9. Taenia sp.

Taenia sp.yang diamati memiliki persamaan karakteristik dengan

Taenia saginata, Taenia solium, Taenia pisiformis, dan Taenia serrata

yang dikelompokkan ke dalam classis Cestoda karena memiliki scolex, sucker, kait, tidak berpigmen, dan tubuhnya memiliki proglotid. Kastawi (2005) menyatakan bahwa pada classis Cestoda memiliki tubuh yang terbagi menjadi beberapa segmen yang disebut proglotid, pada ujung anterior tubuhnya muncul sebagai scolex dan memiliki sucker dan kait.

10. Thysanosoma actinoides

Berdasarkan pengamatan, species ini berbentuk pipih, memiliki scolex, tidak berpigmen, dan tubuhnya memiliki segmen atau proglotid. Itu sebabnya dikelompokkan ke dalam classis Cestoda. Cacing ini biasanya dapat ditemukan saluran empedu pada domba. Tergolong cacing pita tebal (familia Anocephalidae). Tubuhnya memiliki proglotid dan scolex (Anonim, 2000).

H. Kesimpulan

1. Keanekaragaman phyllum Platyhelminthes yang telah diamati diantaranya:

(19)

2. Platyhelminthes adalah hewan multiseluler berupa cacing pipih dorsoventral yang tidak memiliki coelom dan simetri tubuhnya simetri bilateral. Platyhelminthes termasuk triploblastik karena tersusun dari tiga lapis jaringan yaitu ektoderm (menyusun lapisan luar seperti epidermis), mesoderm (lapisan tengah), dan endoderm (menyusun lapisan dalam seperti sistem pencernaan). Epidermis pada classis Turbellaria mengandung silia, lendir, dan bintik mata, sedangkan pada Trematoda dan Cestoda epidermisnya mengandung kutikula dan memiliki alat penghisap (sucker) dan kait (hook) untuk menempel pada hospesnya. Platyhelminthes tidak memiliki rangka, sistem respirasi, dan sistem peredaran darah. Sistem ekskresinya menggunakan sel api atau aprotonephridia yang terdapat pada nefridiofor. Sistem saraf dengan sepasang ganglion anterior yang dihubungkan dengan satu atau tiga pasang tali saraf longitudinal dan transversal.

3. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa phyllum Platyhelminthes terbagi ke dalam tiga classis yang didasari oleh perbedaan struktur tubuhnya. Ketiga classis tersebut adalah: Turbellaria, Trematoda, dan Cestoda. Adapun species yang berhasil kami amati dan kami kelompokkan diantaranya Dugesia sp. yang termasuk ke dalam classis Turbellaria karena memiliki mulut di bagian ventral dan tidak memiliki sucker, memiliki alat pencernaan dan bintik mata. Spesimen yang termasuk ke dalam classis Trematoda diantaranya Fasciola hepatica, karena memiliki mulut dibagian anterior, memiliki sucker dan alat pencernaan. Sedangkan Taenia solium, Taenia serrate, Taenia saginata, Taenia pisiformis, Taenia sp, Moniezia expansa, Thypanosoma actinoides

termasuk ke dalam classis Cestoda karena tidak memiliki alat pencernaan, memiliki scolex (kepala) yang terdiri dari hooks (kait), rostellum (karangan kait), sucker (alat penempel dan penghisap) dan struktur tubuh terdiri dari proglotid atau bersegmen.

(20)

Trematoda memiliki ciri khas mempunyai alat pencernaan, sucker dan mulut dibagian anterior. Sementara classis Cestoda tidak memiliki alat pencernaan dan memiliki scolex (kepala) yang terdiri dari hooks (kait),

rostellum (karangan kait), sucker (alat penempel dan penghisap) dan struktur tubuh terdiri dari proglotid atau bersegmen.

DAFTAR PUSTAKA

Agisni, G.I. (2012). Phyllum Platyhelminthes. [Online]. Tersedia di: gitaintanagisni.blogspot.com. Diakses 13 Maret 2014.

Campbell, Reece, Michael. (2008). Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta : Erlangga

Ericka, D. (2012). Fasciola hepatica (Cacing Hati). [Online]. Tersedia di: http:// erickbio.wordpress.com/2012/08/12/fasciola-hepatica-cacing-hati/.

Diakses 14 Maret 2014.

Kusumawati, R., Hidayat, M., dan Retnaningati, D. (2012) Detik-detik Ujian Nasional Biologi. Klaten : Intan Pariwarna.

Mirza, I., Kurniasih. (2002). Identifikasi Cacing Eurytrema sp. Pada Ternak Sapi Berdasarkan Ciri-ciri Morfologis. [Online]. Tersedia di: http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/pronas02-72.pdf . Diakses 14 Maret 2014.

Roberts, L. S., and J. Janovy. Gerald d. schmidt & larry s.(2005). Roberts' Foundations of Parasitology. 8th Edition. Missouri: McGraw-Hill Science/Engineering/Math.

Syulasmi,A. Sriyati, S. Peristiwati. (2011). Petunjuk Praktikum Zoologi Invertebrata. Bandung: Universitas Pendidikan Biologi.

(21)

PUSTAKA GAMBAR Gambar E.1 Taenia sp.

Ayu, 2014 [11 Maret 2014] Gambar E.2 Taenia sp.

http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2009/temanson_caro/Habitat%20and %20Nutrition.htm [13 Maret 2014]

Gambar E.3 Taenia saginata

Ayu, 2014 [11 Maret 2014] Gambar E.4 Taenia saginata

http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2009/temanson_caro/Classification.htm [13 Maret 2014]

Gambar E.5 Taenia solium

Ayu, 2014 [11 Maret 2014] Gambar E.6 Taenia solium

http://bioweb.uwlax.edu/bio203/s2008/geske_rich/nutrition.htm [13 Maret 2014]

Gambar E.7 Taenia serrate

Ayu, 2014 [11 Maret 2014] Gambar E.8 Taenia serrate

http://www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2009/

AnnieWattles_parasite/AnnieWattles_Linguatula.html [13 Maret 2014] Gambar E.9 Taenia pisiformis

(22)

Gambar E.10 Taenia pisiformis

http://www.wormsandgermsblog.com/2008/07/articles/animals/cats/ tapeworms-in-dogs-and-cats/ [13 Maret 2014]

Gambar E.11 Moniezia expanza

Ayu, 2014 [11 Maret 2014] Gambar E.12 Moniezia expanza

http://cal.vet.upenn.edu/projects/parasit06/website/lab6new2009.htm [13 Maret 2014]

Gambar E.13 Thysanosoma actinoides

Ayu, 2014 [11 Maret 2014] Gambar E.14 Thysanosoma actinoides

http://quizlet.com/16321193/parasite-lab-final-flash-cards/ [13 Maret 2014]

Gambar E.15 Fasciola hepatica

Ayu, 2014 [11 Maret 2014] Gambar E.16 Fasciola hepatica

http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Fasciola-hepatica-adults.jpg [13 Maret 2014]

Gambar E.17 Dugesia sp.

Ayu, 2014 [11 Maret 2014] Gambar E.18 Dugesia sp.

http://digilander.libero.it/enrlana/e_plmo1.htm [13 Maret 2014] Gambar E.19 Echinococcus granulosus

Ayu, 2014 [11 Maret 2014] Gambar E.20 Echinococcus granulosus

Gambar

Tabel 1 Identifikasi Phyllum Platyhelminthes berdasarkan struktur tubuh
Gambar Observasi
Gambar F.5 Taenia solium
Gambar F.11 Moniezia expanza
+2

Referensi

Dokumen terkait

dari hewan yang dapat bergerak seperti cacing Tubifex sp, Artemia sp, Dhapnia sp, Monia sp, dan jentik nyamuk, karena pakan tersebut selain memiliki jumlah protein

citriperdus karena memiliki ciri-ciri yang hampir sama, yaitu memiliki warna tubuh yang hitam mengkilat dengan lilin yang berwarna putih di bagian tepi

Lumut hati bertalus tidak memiliki batang dan daun, permukaan talus yang kontak dengan substrat disebut permukaan ventral sementara yang lain disebut bagian

Lamtoro : tumbuhan yang memiliki biji pipih; disebut juga petai cina, mlanding (Jawa). Limbah : sisa proses produksi; bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak

Jenis parasit ini biasa disebut dengan cacing jangkar karena bentuk tubuhnya yaitu bagian kepalanya seperti jangkar yang akan dibenamkan pada tubuh

• Tubuh pipih memanjang dan bersegmen, memiliki sepasang antena dan satu pasang kaki setiap segmen, tubuh terdiri atas kepala dan abdomen, thoraxnya tidak jelas • Alat

Eckstrom (2002) menyatakan bahwa kuda yang memiliki gen agouti dalam kondisi genotip AA atau Aa (A_) disebut bay, yaitu warna hitam hanya pada bagian ujung tubuh (surai, ekor,

- Untuk memisahkan cacing dengan media pertumbuhannya bio-slurry dapat dilakukan dengan meletakkan media cacing di sinar matahari, cacing akan bergerak ke bagian yang tidak terkena