• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Yuridis Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 2239 K Pid.Sus 2012)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan sumber pendapatan vital setiap negara yang bersumber dari

pemungutan kepada masyarakat (wajib pajak) sebagai kewajiban seorang warga negara3. Di

Negara Republik Indonesia perihal ini diatur dalam Pasal 23A Undang-undang Dasar 1945

yang menegaskan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan

negara diatur dengan undang-undang. Artinya pemungutan pajak bersifat resmi dan diatur

oleh undang-undang serta peraturan terkait lainnya.

Tindak pidana di bidang perpajakan dewasa ini semakin marak, terbukti dengan

banyaknya jumlah kasus yang telah selesai dilakukan Penyidikan dan berkasnya dinyatakan

lengkap oleh Kejaksaan (P-21) selama kurun waktu (2009-2012) yang terus mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun dengan total perkiraan kerugian negara mencapai lebih dari

1,13 trilyun rupiah. Selama 4 tahun tersebut, 92 kasus telah dilanjutkan ke tahap penuntutan

di pengadilan oleh kejaksaan dan 69 diantaranya telah divonis di pengadilan dengan putusan

penjara dan total putusan denda hampir mencapai 4,3 trilyun rupiah. Kasus tindak pidana

perpajakan didominasi oleh kasus faktur fiktif dan bendaharawan. Pelakunya didominasi oleh

Wajib Pajak Badan sebanyak 68 kasus, 14 Wajib Pajak Bendaharawan dan 10 orang Wajib

Pajak Orang Pribadi. 4 Modus operandi yang digunakan pelaku pun beragam sehingga

menyulitkan dirjen pajak untuk mengendus kejahatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak

Pribadi terutama Wajib Pajak Badan.

Jumlah Angka kerugian negara yang ditimbulkan tidaklah sedikit, disebabkan adanya

manipulasi angka yang dilaporkan melalui Surat Pemberitahuan Pajak akibat dari

3http://www.pajak.go.id/content/article/pajak-sebagai-ujung-tombak-pembangunan Diakses pada

tanggal 5 juni 2015.

4http://www.pajak.go.id/content/article/penyelesaian-kasus-tindak-pidana-di-bidang perpajakan. Diakses

(2)

disalahartikannya penerapan sistem Self Assesment yang sesungguhnya bertujuan untuk

menyederhanakan sistem administrasi dan birokrasi yang sebelumnya berbelit-belit, dengan

memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk secara aktif dapat menghitung,

membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.5 Sasaran dari sistem administrasi

yang dimaksud adalah agar pelaksanaan administrasi perpajakan dapat terlaksana dengan

sederhana, rapi serta mudah dipahami oleh anggota masyarakat wajib pajak.

Sistem yang memberi ruang kebebasan ini dijadikan sebagai celah oleh sebagian

wajib pajak untuk melakukan kejahatan di bidang perpajakan dengan melakukan

penyelewengan pajak untuk meraup keuntungan pribadi. Kasus mafia pajak Gayus

Tambunan, Grup Bakrie, yakni PT Arutmin, PT Kaltim Prima Coal, dan PT Bumi Resource6

Mengindikasikan bahwa Wajib Pajak Badan perlu mendapat sorotan tajam oleh Direktorat

Jenderal Pajak, ditambah lagi terungkapnya kasus Penggelapan Pajak terbesar periode

2002-2005 oleh Asian Agri Group yang mencapai 1,25 trilyun rupiah. Kejahatan ini terungkap

setelah dilaporkan oleh pegawainya sendiri yakni Vincentius Amin Sutanto, yang

sebelumnya melakukan pembobolan atas rekening perusahaan senilai 3,1 juta dolar dan baru

terambil 200 juta rupiah, setelah perbuatannya diketahui lantas ia melarikan diri keluar negeri

untuk menghindar dari incaran pihak AAG. Negri singa menjadi lokasi pelariannya dengan

membawa serta dokumen perusahaan. Sebagai upaya melindungi diri serta menyelamatkan

keluarganya ia memilih membongkar skandal manipulasi pajak perusahaan.7

Pada hari selasa 18 Desember 2012, Mahkamah Agung menyatakan Suwir Laut yang

kala itu menjabat sebagai Tax Manager bersalah, dipidana selama 2 tahun dan denda 2 kali

pajak terutang kepada 14 perusahaan yang tergabung dalam AAG sebesar 2,519 trilyun

5 Boediono. B, Perpajakan Indonesia (Jakarta: Diadit Media, 2000), hlm 78.

6http://www.kompasiana.com/bagjasiregar/kasus-manipulasi-pajak-dari-bakrie-hingga

bca_54f97f04a333111a648b4784 diakses pada 29 Juni 2015.

(3)

rupiah.8 melihat angka kerugian negara yang timbul disertai sanksi denda yang dikenakan

dalam putusan Mahkamah Agung tersebut memaksa mata kita terbuka lebar. Keberhasilan

dirjen pajak dalam mengungkap kasus ini merupakan terobosan sekaligus prestasi yang

membanggakan. Sebab, negara sangat membutuhkan pendapatan yang bersumber dari pajak

karena hampir 70% dana APBN berasal dari pajak.9 Oleh karenanya, pajak merupakan

sumber pendapatan yang diutamakan negara melalui pemungutan kepada wajib pajak guna

menunjang penyelenggaraan pemerintahan, meningkatkan kesejahteraan serta pertahanan

negara dan berperan penting dalam pembangunan, menciptakan pemerataan perekonomian

dan keadilan sosial.

Kendati demikian, seiring perkembangan pemungutan pajak dinilai semakin

memberatkan Wajib Pajak sehingga banyak terjadi penghindaran atas kewajiban tersebut.

Beberapa penyebabnya yaitu pemungutan yang tidak merata, cenderung terjadi pemerasan

oleh pegawai pajak di lapangan, penyimpangan dana oleh pejabat dirjen pajak maupun

penggunaan dana APBN/APBD oleh pejabat pemerintahan yang dinilai tidak tepat sasaran10.

Hal tersebut yang menjadi salah satu pemicu keengganan wajib pajak untuk melunasi

kewajiban pemenuhan pajaknya. Tindakan penyimpangan dana hasil pajak oleh pejabat

dirjen pajak sepantasnya tidak dapat ditolerir.

Disamping itu, masih ramai masyarakat yang mengeluhkan tentang minimnya sarana

dan prasarana yang dibangun oleh pemerintah sebagai pendukung kelancaran aktivitas

perekonomian. Seperti, minimnya perbaikan ataupun pembangunan infrastruktur jalan yang

berpengaruh pada harga barang-barang menjadi mahal karena tingginya biaya akomodasi.

Hal tersebut berdampak pada pendapatan masyarakat menjadi terhambat dan cenderung

mengalami kemerosotan. Sedangkan, kewajiban untuk membayar pajak tetap berjalan

8http://m.tempo.co/read/news/2013/01/11/087453787/Asian-Agri-Berkukuh-Sudah-Membayar-Pajak.

Diakses pada 5 Juni 2015.

(4)

bagaimanapun kondisinya. Artinya, telah terjadi ketidakseimbangan antara pajak yang

dibayarkan dengan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah.11 Tingginya pungutan pajak

tidak sesuai dengan penghasilan yang didapat oleh Wajib Pajak Pribadi maupun Badan

disertai rendahnya pembangunan sehingga terkesan menyengsarakan.

Jika pajak ditinjau dari fungsi budgeter (anggaran), adalah penerimaan negara dari

pemungutan pajak-pajak negara dalam APBN yang merupakan bagian dari

penerimaan/pendapatan dalam negeri dimana jumlah penerimaan dalam negeri ini bila

melebihi belanja rutin, maka sisanya merupakan tabungan pemerintah. Tabungan pemerintah

bersama-sama dengan penerimaan pembangunan merupakan dana pembangunan. Oleh

karena itu, semakin meningkatnya penerimaan negara dari hasil pemungutan pajak, semakin

meningkatkan tabungan pemerintah, yang berarti semakin menjamin terselenggaranya proyek

pembangunan.12

Berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Oleh karenanya, masalah tersebut

dapat mengancam kelanjutan penerimaan negara melalui pemungutan pajak. Bahkan, sudah

banyak perusahaan nasional yang gulung tikar dan menjalankan usahanya di negara tetangga

dengan alasan pemungutan pajak yang lebih ringan dan bebas dari pungutan liar. Fenomena

ini harusnya menjadi cambukan bagi pemerintah khususnya dirjen pajak, untuk mengevaluasi

kembali kebijakan pemungutan pajaknya, integritas serta kinerja pejabatnya sehingga

penerimaan negara tidak berkurang dan wajib pajak dapat dengan senang hati memenuhi

kewajiban pajaknya. Direktorat Jenderal Pajak perlu mengambil langkah antisipasif sebelum

seluruh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Republik hijrah ke negara tetangga, yang

mungkin akan memperkecil minat investor asing turut berpartisipasi dalam pembangunan.

Kestabilan ekonomi Nasional masih bergantung pada perusahaan yang beroperasi di

Republik ini, apabila perusahaan-perusahaan tersebut bangkrut atau menghentikan

(5)

produksinya. Tentu akan berimbas ke berbagai sektor kehidupan terutama perekonomian,

otomatis tingkat pengangguran akan meningkat yang memungkinkan masyarakat mengambil

jalan pintas demi memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu dengan melakukan kejahatan yang

menyebabkan angka kriminal pun turut meningkat. Negara kita masih mengalami krisis

lapangan pekerjaan, oleh karenanya, tarif pajak yang dikenakan haruslah menjadi perhatian

serius dengan menetapkan nilai pajak yang realistis dan tidak memberatkan perekonomian

masyarakat serta biaya operasional perusahaan. Hal ini bertujuan agar perusahaan lokal dapat

terus produktif dengan menghasilkan produk yang mampu bersaing dengan produk asing

yang bebas beredar saat ini. Serta mampu menghadapi tantangan persaingan Masyarakat

Ekonomi Asean hingga persaingan skala Global. Sebab, tak dapat dipungkiri bahwa

eksistensi Wajib Pajak Badan cukup tinggi sebagai kontributor pajak.

Berdasarkan bunyi Pasal 1 ayat 3 UUD yang menegaskan, Negara Indonesia Adalah

Negara Hukum, yang artinya bahwa segala sesuatunya berlandaskan dan harus sesuai dengan

norma serta aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian, apabila ditemukan indikasi

adanya tindak kejahatan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan, baik itu di bidang

perpajakan atau kejahatan umum wajib ditindak tegas sesuai dengan aturan hukum yang

berlaku. Kendati, upaya penyelesaian non-litigasi atau melalui pengadilan pajak kedepannya

harus diutamakan dengan menerapkan sanksi administratif yang sifatnya preventif dan lebih

efektif dalam menargetkan pengembalian kerugian keuangan negara. Kasus Asian Agri

Group pada awalnya diputus bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan dikuatkan oleh

Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat. Tetapi, putusan tersebut akhirnya dibatalkan

dengan Putusan Kasasi oleh Mahkamah Agung dengan ancaman hukuman dua (2) tahun

pidana penjara terhadap terdakwa Suwir Laut, menetapkan pidana tersebut tidak akan dijalani

kecuali jika di kemudian hari terdakwa dipersalahkan melakukan sesuatu kejahatan sebelum

(6)

tergabung dalam Asian Agri Group membayar denda lebih dari dua trilyun sebagai syarat

khusus selama satu (1) tahun. Mahkamah agung membatalkan dan dalam putusannya

mengadili sendiri terdakwa AAG berdasarkan pertimbangan hukumnya.

Dalam hal ini, pajak merupakan sumber pemasukan terbesar dalam APBN yang dari

tahun ke tahun perlu peningkatan. Akan tetapi, dalam kenyataanya, terjadi

kebocoran-kebocoran yang disebabkan oleh wajib pajak, aparat pajak maupun pihak ketiga sehingga

optimalisasi penerimaan tersebut tidak dapat tercapai.13 Apakah perbuatan dalam kasus AAG

sudah termasuk klasifikasi Tindak Pidana Perpajakan ataukah hanya merupakan pelanggaran

adminsitrasi atau merupakan delik lain dan bagaimanakah pertanggung jawaban pidananya.

B. Perumusan Masalah

Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana Formulasi Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana dalam

Tindak Pidana Perpajakan?

2. Bagaimana Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana terhadap Tindak

Pidana Perpajakan pada Putusan Mahkamah Agung No. 2239.k/pid.sus/2012?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui formulasi tentang Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban

Pidana dalam lingkup Hukum Pidana Perpajakan serta memahami

perbuatan-perbuatan yang memenuhi klasifikasi tindak pidana perpajakan, sanksi pidana dan

bagaimana pertanggung jawaban pidananya.

2. Untuk mengetahui jenis Tindak Pidana Perpajakan yang dilakukan dan bagaimana

penerapan sanksi pidana serta pihak yang dibebankan pertanggung jawaban pada

kasus a quo.

(7)

3. Mengasah kemampuan penulis dalam upaya pembelajaran menganalisa kasus

terhadap kesesuaian antara teori hukum dan praktik peradilan dengan menganalisa

secara yuridis putusan yang telah Inkracht Van Gewijsde (Berkekuatan Hukum

Tetap).

Manfaat Penelitian dalam skripsi ini, sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, memperluas cakrawala serta

memberikan kontribusi pemikiran dalam lingkup tindak pidana di bidang perpajakan

dan pertanggung jawaban pidananya. Menganalisa dan memahami substansi putusan

hakim serta mencermati pertimbangan hukumnya dalam mengadili perkara khususnya

perkara tindak pidana perpajakan, sehingga dapat menjadi referensi dari suatu kajian

ilmiah bagi mahasiswa, praktisi hukum atau masyarakat luas yang membutuhkannya.

2. Secara Praktis

a. Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajibannya sebagai

wajib pajak pribadi atau badan, menghindari pelanggaran/kejahatan di bidang

perpajakan baik yang dilakukan atas dasar sengaja ataupun karena lalai. Setelah

mengenali dan paham mengenai seluk-beluk tindak pidana perpajakan beserta

sanksinya.

b. Menumbuhkan antusias pengamat, akademisi, terkhusus mahasiswa dalam

mengawal serta mencermati penerapan hukum dalam setiap putusan yang dilahirkan

oleh hakim melalui badan peradilan pidana terutama terhadap tindak pidana khusus

(perpajakan).

c. Bagi aparat penegak hukum agar dapat menyelenggarakan sekaligus mengawal

(8)

perundang-undangan/KUHAP sehingga dapat mewujudkan tujuan hukum yang

dicita-citakan.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini mengangkat judul Analisa Yuridis Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana dalam Tindak Pidana Perpajakan (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2239 K/Pid.Sus/2012) adalah benar karya dan buah pikir penulis. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi, judul ini telah melalui proses verifikasi judul pada bagian

pendidikan yang mengelola perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk

membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau tidak terdapat judul penelitian

yang sama pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Isi dari penulisan skripsi ini adalah asli karya Penulis. Oleh karenanya, penulis mampu

bertanggung jawab sepenuhnya secara moril dan siap diuji secara ilmiah untuk

membuktikannya.

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Perbuatan Pidana

Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar

dalam ilmu hukum pidana, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam

memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Perbuatan pidana mempunyai

pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkret dalam lapangan hukum pidana,

sehingga perbuatan pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan

jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan

masyarakat.14

Di dalam suatu peraturan Perundang-undangan sering kita jumpai beberapa istilah

berbeda yang digunakan yaitu Perbuatan Pidana (di dalam UU Drt. 1951 No.1) istilah

Peristiwa Pidana (di dalam konstitusi RIS maupun dalam UUDS 1950), dan istilah Tindak

(9)

Pidana yang sering dipergunakan dalam undang-undang Pemberantasan Korupsi, Subversi,

dan lain-lain.15

Sebelum melangkah pada pengertian perbuatan pidana, perlu kiranya dipahami

pengertian perbuatan. Pengertian perbuatan ternyata yang dimaksudkan bukan hanya yang

berbentuk positif, artinya melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu yang dilarang, dan

berbentuk negatif artinya tidak berbuat sesuai yang diharuskan. Simons mengatakan bahwa

berbuat (handelen) mengandung sifat aktif, yaitu tiap gerak otot yang dikehendaki dan

dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan akibat. Sedangkan Pompe tidak menyetujuinya

dan berpendapat bahwa perbuatan (gedraging) itu dapat ditetapkan sebagai suatu kejadian

yang berasal dari manusia, yang dapat dilihat dari luar dan diarahkan kepada tujuan yang

menjadi sasaran norma.16

Apakah istilah Perbuatan Pidana itu dapat kita samakan dengan istilah belanda

Straafbar feit? Untuk menjawab itu perlu kita ketahui dahulu apakah artinya straafbar feit

adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum,

yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu

bertanggung jawab.17

“Simons merumuskan bahwa een Strafbaar feit adalah suatu handeling

(tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh Undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmaatig) dilakukan dengan kesalahan (Schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Kemudian dibagi dalam dua golongan unsur, yaitu unsur objektif berupa tindakan yang dilarang/diharuskan, akibat dari keadaan atau masalah tertentu. Dan unsur subjektif yang berupa kesalahan (Schuld) dan kemampuan bertanggung jawab (Toerekeningsvatbaar) dari petindak”. 18

15Ibid,

16 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana (Jakarta : Rajawali Pers, 2014) Hlm. 55. 17 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), Hlm 61.

18 E.Y. Kanter & S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya (Jakarta :

(10)

Van hammel merumuskan sebagai berikut : strafbaar feit adalah kelakuan orang

(menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang

patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan.19

“Moeljatno menerjemahkan istilah Strafbaar Feit dengan perbuatan pidana. Menurut pendapat beliau istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum di mana pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana. Dapat diartikan demikian karena kata perbuatan tidak mungkin berupa kelakuan alam, karena yang dapat berbuat dan hasilnya disebut perbuatan itu adalah hanya manusia. Selain itu kata perbuatan lebih menunjuk pada arti sikap yang diperlihatkan seseorang yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang dilarang hukum), tetapi dapat juga bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang diharuskan

hukum).”20

“Dalam forum terbuka pada dies natalis ke-6 UGM, Mantan Guru Besar UGM,

Moeljatno mengemukakan “bahwa jika menghadapi suatu kata majemuk perbuatan pidana”, pokok pengertian harus mengenai kata yang pertama, disini perbuatan (garis bawah penulis) dan tak mungkin mengenai orang yang melakukan perbuatan, yaitu disebabkan karena orang yang melakukan tindak disebut di situ, sekalipun harus diakui kebenaran ucapan Van Hammel, bahwa antara perbuatan dan orang yang berbuat ada hubungan yang erat dan tak dapat dipisah-pisahkan. Maka dari itu perbuatan pidana dapat diberi arti perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut. Dengan demikian pokok pengertian tetap pada perbuatan, kata yang pertama dari yang majemuk tadi. Apakah inkonkrito yang melakukan perbuatan tadi sungguh-sungguh dijatuhi pidana atau tidak, itu sudah di luar arti

perbuatan pidana.”21

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan

sebagai perbuatan yang dilarang atau diancam dengan sanksi pidana.22 Perbuatan pidana

hanya menunjuk kepada sifatnya perbuatan saja, yaitu sifat dilarang dengan ancaman pidana

kalau dilanggar.23

Menurut wujudnya atau sifatnya, perbuatan pidana ini adalah

perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam

(11)

arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlasananya tata dalam pergaulan

masyarakat yang dianggap baik dan adil.24

Tetapi tidaklah semua perbuatan yang melawan hukum atau bersifat merugikan

masyarakat dapat disebut dengan perbuatan pidana. Tidaklah semua perbuatan yang

merugikan masyarakat diberi sanksi pidana. Begitu pula, tidaklah dapat kita mengatakan

bahwa hanya perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian yang besar saja yang

dijadikan perbuatan pidana. Adalah kewajiban pemerintah untuk dengan bijaksana

menyesuaikan apa-apa yang ditentukan sebagai perbuatan pidana itu dengan perasaan hukum

yang hidup dalam masyarakat. Penentuan itu juga dipengaruhi oleh pandangan-pandangan,

apakah ancaman dan penjatuhan pidana itu adalah jalan utama untuk mencegah dilanggarnya

larangan-larangan tersebut. Jadi syarat utama dari adanya Perbuatan Pidana adalah kenyataan

bahwa ada aturan yang melarang dan mengancam dengan pidana barang siapa yang

melanggar larangan tersebut.”25

2. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Dalam hal pertanggung jawaban pidana tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan

pidana saja, akan tetapi di samping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela,

ternyata pula dalam asas hukum yang tidak tertulis : tidak dipidana jika tidak ada kesalahan

(geen straf zonder schuld, ohne schuld keine strafe).26

Asas pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah Tiada Pidana jika tanpa

kesalahan (Geen straf zonder schuld; Actus non facit reum nisi mens sist rea). Asas ini tidak

disebut dalam hukum tertulis, tetapi asas ini dianut dalam penerapan hukum di Indonesia.27

Banyak tulisan yang membicarakan tentang syarat-syarat dari mampu bertanggung

jawab atau tidak mampu bertanggung jawab, syarat utamanya adalah bahwa telah dilakukan

24Ibid. 25 Ibid.

(12)

suatu perbuatan pidana.28 Menurut pandangan-pandangan tradisional, di samping

syarat objektif melakukan perbuatan pidana, harus dipenuhi pula syarat subjektif atau

syarat-syarat mental untuk dapat dipertanggungjawabkan dan dijatuhkan pidana kepadanya. Syarat

subjektif ini disebut kesalahan.29

Mengenai kesalahan, baiknya diterangkan batasannya menurut Van Hammel

kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis, berhubungan antara keadaan

jiwa pelaku dan terwujudnya usnur-unsur delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah

pertanggungjawaban dalam hukum.30

“Dalam hal pertanggung jawaban pidana ini juga diperluas oleh pengaruh

kehendak untuk bebas dalam melakukan sesuatu atau indeterminisme (aliran klasik) dan kehendak yang tidak bebas atau determinisme (aliran modern). Namun, perbedaan tersebut diakomodir oleh Soedarto melalui kompromi dengan menempuh jalan tengah, yaitu berpegang pada paham determinisme, tetapi tetap menerima kesalahan sebagai

dasar hukum pidana.”31

Kemampuan bertanggung jawab adalah keadaan normalitas kejiwaan dan kematangan yang membawa tiga kemampuan yaitu :

1. mengerti akibat/nyata dari perbuatan sendiri

2. menyadari bahwa perbuatannya tidak diperbolehkan oleh masyarakat (bertentangan dengan ketertiban masyarakat)

3. mampu menentukan kehendaknya untuk berbuat.

Pertanggungjawaban (pidana) menjurus kepada pemidanaan pentindak, jika telah

melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang telah ditentukan dalam

Undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya suatu tindakan yang terlarang (diharuskan),

seseorang akan dipertanggunajawab-pidanakan atas tindakan-tindakan tersebut apabila

tindakan tersebut bersifat melawan hukum (dan tidak ada peniadaan sifat melawan hukum

atau Rechtsvaardigingsgrond atau alasan pembenar) untuk itu. Dilihat dari sudut kemampuan

28 Roeslan Saleh, Op.Cit. Hlm. 32. 29Ibid.

(13)

bertanggung jawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggung jawab yang dapat

dipertanggungjawabkan (pidana)-kan.32

Pertanggung jawaban pidana dalam bahasa asing disebut

Toerekenbaarheid”,”Criminal Responsibility”,”Criminal Liability”. Pertanggung jawaban

pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka/terdakwa

dipertanggungjawabakan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak.33 Dengan

perkataan lain apakah terdakwa akan dipidana atau tidak. Jika dipidana, harus tindakan yang

dilakukan bersifat melawan hukum dan terdakwa mampu bertanggung jawab. Kemampuan

tersebut memperlihatkan kesalahan dari petindak yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan.

Artinya tindakan tersebut tercela dan tertuduh menyadari tindakan yang dilakukan tersebut.

3. Pengertian Sanksi Pidana

Untuk pelanggaran yang dirasakan sebagai lebih merusak kepentingan umum, perlu

diadakan sanksi yang lebih berat, yang disebut sebagai sanksi pidana. Penentuan sanksi

pidana didasarkan pada benar-benar diperlukan adanya alat pemaksa (pamungkas) tertinggi

(Ultimum Remedium) untuk menjamin suatu norma. Oleh karena itulah maka hukum pidana

sering disebut sebagai benteng hukum (Het strafrecht is het citadel van het recht).34

Sanksi pidana perundang-undangan kita adalah : Pidana Mati, Penjara, Tutupan,

Kurungan dan Denda sebagai Pidana Pokok. Disamping itu jika perlu ada pidana tambahan,

yaitu pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang atau pengumuman keputusan hakim.

Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 10 KUHP.

Selain daripada itu, dikenal pula sanksi semacam sanksi berupa Tindakan perbaikan

(Maatregel) yaitu apabila seorang anak yang belum cukup umur melakukan suatu tindak

pidana (tertentu), maka ia dapat dikembalikan kepada orang tuanya, atau diserahkan kepada

pemerintah untuk dididik paksa terhadap anak-anak yang belum cukup umur sering dirasakan

32 E.Y. Kanter & S.R. Sianturi, Op.Cit. Hlm 249. 33 Ibid, Hlm 250.

(14)

oleh anak itu sendiri, maupun oleh orang tua dari anak, sebagai tidak lebih ringan daripada

sanksi pidana. Demikian juga jika ternyata seorang gila melakukan suatu tindak pidana, dapat

diperintahkan supaya ia dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa.35

“Dalam hukum pajak disamping sanksi administratif terdapat juga sanksi pidana.

Sanksi administratif dijatuhkan oleh administrasi untuk pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya ringan dan diberikan dalam bentuk denda. Disamping sanksi administratif masih ada sanksi pidana yang dijatuhkan untuk pelanggaran pidana dan untuk kejahatan. Pelanggaran yang diancam dengan denda pidana yang ringan, lazimnya merupakan pelanggaran yang terjadi karena kealpaan, sedangkan denda pidana yang lebih berat dijatuhkan kepada tindak pidana yang dilakukan dalam bidang perpajakan yang dikualifikasikan sebagai kejahatan.”36

Sanksi pidana, dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) (WvS) telah

menetapkan jenis-jenis pidana yang termaktub dalam Pasal 10 KUHP. Diatur dua pidana

yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri atas empat jenis pidana, dan

pidana tambahan terdiri atas tiga jenis pidana.37

Jenis-jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP ialah sebagai berikut :

a. Pidana Pokok meliputi :

1. pidana mati

2. pidana penjara

3. pidana kurungan

4. pidana denda

b. pidana tambahan meliputi :

1. pencabutan beberapa hak-hak tertentu

2. perampasan barang-barang tertentu

3. pengumuman putusan hakim.

Apabila terpidana merupakan korporasi, maka pidana tambahan yang diberikan,

sebagai berikut :

1. bahwa hak yang dicabut adalah segala hak yang diperoleh korporasi

35Ibid.

(15)

2. bahwa pencabutan hak dijatuhkan pada korporasi maka bebas dalam menentukan lama

pencabutan tersebut.38

F. Metode Penelitian

Metode dapat didefinisikan sebagai suatu cara ataupun aturan untuk melakukan sesuatu.

Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis dalam mengerjakan skripsi ini,

sebagai berikut :

1. Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

hukum normatif. Penelitian hukum normatif39 (yuridis normatif) yakni merupakan

penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan

perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam

skripsi (law in book). Penelitian yuridis normatif ini disebut juga dengan penelitian

doktrinal (doctrinal research) atau hukum dikonsepkan sebagai kaedah atau norma

yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas.40

2. Jenis dan Sumber data

Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yang

diperoleh dari:

a. Bahan Hukum Primer : UU No 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum

dan Tata cara Perpajakan, UU No 16 tahun 2000 tentang perubahan kedua

atas UU No 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, UU No 28 tahun 2007 perubahan ketiga atas UU No 6 tahun

1983 tentang K etentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang-undang Hukum Acara

38Ibid. Hlm22.

39 Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan

kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.

40 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta : PT Raja Grafindo

(16)

Pidana (KUHAP), dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan tindak pidana perpajakan.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu berupa buku yang berkaitan dengan

permasalahan dalam skripsi ini, buku-buku tentang Hukum Pidana,

Asas-asas Hukum Pidana, Hukum Pidana Perpajakan, Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan. Studi putusan Mahkamah Agung Nomor : 2239

K/Pid.Sus/2012 serta bersumber dari literatur lainnya, seperti internet yang

kiranya dapat mendukung tulisan penulis.

c. Bahan Hukum Tersier, yakni bahan hukum yang memberi petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan tersier. Bahan hukum yang

dimaksud seperti kamus hukum, majalah, serta bahan diluar bidang hukum

yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan

dalam penulisan skripsi ini.41

3. Alat Pengumpul Data

Pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

dilakukan dengan cara penelitan kepustakaan. Data yang digunakan berupa data

sekunder dengan mempelajari literatur dan putusan pengadilan yang berkaitan

dengan permasalahan dalam skripsi ini.

4. Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisa

data sekunder, Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan pustaka.42

Bahan pustaka yang meliputi bahan hukum primer (perundang-undangan), bahan

hukum sekunder (buku-buku, doktrin/asas) dan bahan hukum tersier

(17)

(ensiklopedia/opini masyarakat yang ada di majalah/koran), dengan menggunakan

pendekatan kualitatif yuridis.

G. Sistematika Penulisan

Untuk dapat menguraikan skripsi ini, penulis telah membuat sistematika penulisan

dengan mengadakan pembagian materinya atas empat bab dan tiap babnya terdiri dari

bagian-bagian (sub bab) sehingga mencerminkan suatu kesatuan materi skripsi yang terstruktur,

sebagai berikut :

BAB I : Bab ini merupakan Bab Pendahuluan yang isinya memuat Latar

Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan

Sistematika Penulisan.

BAB II : Bab ini menguraikan tentang Formulasi Perbuatan Pidana dan

Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Perpajakan,

meliputi Perbuatan Pidana dalam lingkup Perpajakan, Subjek Hukum

Pidana, Unsur Perbuatan Pidana dilanjutkan uraian tentang

Pertanggung Jawaban Pidana bagi Pelaku Tindak Pidana Perpajakan,

Sanksi Tindak Pidana Perpajakan.

BAB III : Bab ini memuat penjabaran Kasus Posisi, serta Analisa Kasus terhadap

Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2239 K/Pid.Sus/2012.

BAB IV : Bab ini merupakan Bab terakhir, yaitu sebagai Bab penutup yang berisi

Kesimpulan dan Saran yang dipetik dari pembahasan pada Bab-bab

Referensi

Dokumen terkait

Pengganaan kartu S ta llin g ynag tidak eom ni do- ngan fongeinya, diasna kortu sta llin g tid?k d i - tsapatkan pada Baatng-iBaciing jcn i* barang digu^ dang,

Ikääntyvien henkilöiden ravitsemusta ja syömistä on tutkittu paljon. Uutta tutkimusta kuitenkin tarvitaan, sillä ikääntyvien ruokaan liittyvät toiveet ja tarpeet muuttuvat ajan

(2006) menganalisis 7 variabel independen yang diduga menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan Pengendalian Internal, yaitu: (1) firm size , yang diukur dengan nilai

GDQ HIHNWLI XQWXN SHUKLWXQJDQ SDGD VLVWHP GLVWULEXVL UDGLDO $OLUDQ GD\D SDGD VLVWHP GLVWULEXVL OHELK NRPSOHNV DGDQ\D

1.2.1 Bagaimana memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar dapat memanfaatkan limbah cair pengolahan ikan untuk dijadikan pupukcair?. 1.2.2 Bagaimana memberikan

[r]

Dengan program aplikasi multimedia interaktif ini diharapkan agar pemakai lebih mengenal dan mengetahui tentang doa sehari-hari yang digunakan, sehingga tahu doa apa yang cocok

[r]