BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan penting di Indonesia, karena kakao sebagai penghasil devisa negara, sebagai sumber penghasil bagi petani maupun masyarakat lainnya. Indonesia merupakan salah satu produsen kakao utama di dunia setela Pantai Gading dan Ghana. Indonesia mempunyai tanaman kakao paling luas didunia yaitu sekitar 1.462.000 ha. Yang terdiri dari 90% perkebunan rakyat dan sisanya perkebunan swasta dan negara, dengan produksi mencapai 1.315.800 ton/th. Produktivitas kakao Indonesia hingga saat ini rata-rata masih rendah yaitu sekitar 900 kg/ha. Beberapa penyebabnya adalah bahan tanaman yang kurang baik, teknologi budidaya yang kurang optimal, tanaman yang sudah berumur tua, serta masalah serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Diperkirakan rata-rata kehilangan hasil akibat OPT mencapai 30% setiap tahunnya bahkan ada penyakit penting yang dapat mengakibatkan kematian tanaman(Karmawati et al.,2010). Sehingga dalam budidaya kakao pada umumnya sekitar 40% dari biaya produksi dialokasikan untuk biaya pengendalian OPT (Sulistyowati et al, 2003). Pengendalian hama pada tanaman kakao pada umumnya petani masih menggunakan insektisida kimiawi. Penggunaan insektesida kimiawi yang tidak tepat akan membawa dampak yang buruk lebih merugikan dibanding manfaat yang dihasilkan antara lain dapat menyebabkan timbulnya resistensi hama, munculnya hama sekunder, pencemaran lingkungan dan ditolaknya produk karena masalah residu yang melebihi ambang batas toleransi. Penggunaan insektesida kimiawi secara intensif, juga memberikan berbagai dampak yang tidak diinginkan, terkait dengan kerusakan ekosistem lahan pertanian, terganggunya ekosistem fauna dan flora di sekitar lahan pertanian dan kesehatan petani dan pekerja (Regnault-Roger, 2005). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya terjadi keracunan pestisida antara 44.000-2.000.000 orang dan dari angka tersebut yang terbanyak terjadi di negara berkembang (Siswanto et al.,2012).
Salah satu dampak negatif penggunaan pestisida yang kurang bijaksana adalah bahaya adanya residu pestisida pada produk tanaman yang dilindungi maupun pada lingkungan sekitar. Produk tanaman kakao Indonesia, biji keringnya digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk hilir dengan berbagai varian maupun produk antara (intermediate products), sebagian besar diekspor ke negara-negara maju. Negara pengimpor biji kakao umumnya sangat peduki terhadap aspek kesehatan maupun lingkungan. Oleh karena itu adanya residu bahan berbahaya sangat diperhatikan. Jepang yang merupakan salah satu pengimpor produk kakao dari Indonesia, sangat ketat memberlakukan residu bahan berbahaya, khususnya dari bahan agrokimia pestisida. Hal ini sangat penting bagi prospek pasar kakao Indonesia di pasar global mengingat berbagai negara pengimpor kakao saat ini sangat peduli terhadap masalah residu pestisida, karena berkaitan dengan kesehatan konsumen di negara tersebut (Soekadar, 2013).
1.2. Permasalahan
Apakah kadar klorpirfos yang terdapat pada perkebunan tanaman kakao di kabupaten Karo dan Kabupaten Labuhan Batu telah sesuai dengan kadar yang telah ditentukan?
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui kadar residu pestisida klorpirifos pada tanaman kakao di Kabupaten Karo dan Labuhan Batu.
1.4. Manfaat
Dapat mengetahui kadar residu pestisida pada klorpirifos pada tanaman kakao di Kabupaten Karo dan Kabupaten Labuhan Batu.