• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Jidougyakutai (kekerasan pada anak dalam keluarga) di Jepang Chapter III IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fenomena Jidougyakutai (kekerasan pada anak dalam keluarga) di Jepang Chapter III IV"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA JIDOUGYAKUTAI DI JEPANG

3.1 Perilaku Pelaku dan Proses Terjadinya Jidougyakutai

Prilaku pelaku yang melakukan jidougyakutai dalam hal ini orang tua dan juga proses terjadinya akan di analisis melalui beberapa contoh kasus yang

terjadi di Jepang. Ada beberapa kriteria tertentu dalam mengambil contoh kasus

jidougyakutai sendiri, yaitu dalam kasus tersebut dilakukan oleh orangtua kandung dan juga orang tua tiri dimana dilakukan kepada si anak yang berumur

dibawah 17 tahun.

Jidousodanjou, sebagai institusi pemerintah yang menampung laporan-laporan mengenai kasus-kasus dari jidougyakutai diambil data dari 2005 menerima laporan sebanyak 34.472 laporan kekerasan terhadap anak terjadi

sekitar 60 orang anak meninggal dunia setiap tahunnya dari kasus jidougyakutai

ini (Prideaux,2006:23).

Adapun perilaku pelaku dan proses terjadinya jidougyakutai dapat dilihat dan dianalisis dari kasus-kasus berikut sesuai kategorinya.

3.1.1 Keotoriteran Ayah Tiri dan juga Ibu Kandung

Contoh kasus ini dilansir dari artikel yang ditulis oleh Sheryl Wuudun

tahun 1999 yang berjudul Japan Admitting, and Fighting, Child Abuse dalam

New York Times

(2)

“what Miho Kakuno hated worse than the beatings was the bathtub treatment. It took place once or twice a week, even in water. Miho says that she and her younger brother were placed in the tub, while their stepfather filled it with cold water and covered them with a wooden top, leaving only a couple of inches of air for them to breathe. They could never push off the cover, she said, because there was something heavy on top. Mr. Kakuno denied all accusations of child abuse in questioning by the lawyer. Asked about the bathtub treatment, he told the lawyer that he was teaching his stepdaughter Miho how to swim, court documents say, and he said he never tortured her.”

Terjemahan:

“Miho Kakuno, seorang gadis kecil mengatakan bahwa dia dan adik

laki-lakinya yang bernama Hiroki, dimasukan kedalam bak air oleh

ayah tirinya, dalam seminggu hal ini berlangsung selama satu sampai

dua kali. Bahkan ketika musim dingin.Miho berkata ayah tirinya

memenuhi bak air tersebut dengan air dingin hingga ke atas, hanya

disisakan beberapa inchi saja dari tutup bak tersebut untuk

bernafas.Mereka tidak dapat mengangkat tutup bak air tersebut karena

terdapat sesuatu yang berat diatasnya.Tuan Kakuno mengatakan dia

membantah melakukan kekerasan kepada anaknya sendiri, dia

melakukan hal ini untuk mengajari mereka bagaimana caranya

(3)

Keotoriteran orang tua terbukti dengan ayah tiri yang mengatakan dia

merendam anak nya di dalam bak air yang diisi dengan air dingin meskipun saat

itu pada musim dingin untuk mengajari anaknya cara bagaimana berenang.

Padahal banyak cara untuk mengajari anak berenang. Bukan dengan cara

merendam anak nya dalam bak air dan hanya menyisakan beberapa inchi saja

untuk si anak bernafas dan juga si anak tidak boleh membuka penutup bak air

tersebut.

Data 2

Masalah ini dimulai semenjak ayah dari Miho dan adiknya meninggal,

dan ibu mereka menikah lagi dengan seorang lelaki bernama Kakuno,

sejak saat itulah banyak kejadian kekerasan yang dialami Miho dan

adiknya, seperti dari keterangan berikut ini:

Mieko, quikly moved to the distant city of nagano from osaka to live with Kiichiri Kakuno, a small-time shop owner who was tall, handsome and charming. Mieko’s mother, Misako Ishibashi, objected to the relationship, partly because Mr.Kakuno was married. But mieko persisted and eventually married Mr.kakuno, and Ms. Ishibashi gradually began to wonder what was happening to her grandchildren.

(4)

theacher. Could she please come to Nagano to see what was happening?

When she arrived, she was shown two large volumes of photographs that the teachers had taken of her grandchildren, both with bandages, bruises and cuts all over their bodies. In one picture, Hiroki’s face was so black and blue that it was swollen like the moon, Mrs. Ishibashi said.

“we were overwhelmed” she recalled.

Terjemahan:

“masalah dimulai sejak kematian ayah mereka. Ibunya Mieko, segera

pindah dari Nagano ke Osaka untuk tinggal bersama dengan Kiichiro

Kakuno, seorang pemilik toko yang tampan, tinggi, dan memikat

wanita. Ibunya Mieko, Misako Ishibashi, menentang hubungan Mieko

dan Kakuno. Dia juga mengkhawatirkan apa yang akan terjadi pada

cucunya.

Misako terkadang mengunjungi anak dan cucunya.Dia menemukan

luka memar pada bagian kepala dan sesuatu yang terbakar pada

punggung Hiroki. Ibunya mengatakan ia tersandung di jalan. Ketika

Misako ingin kembali pulang ke Nagano, Hiroki meratap ingin ikut

dengan neneknya. Suatu ketika pada tahun 1992, Misako mendapat

telpon dari sekolah hiroki, ia di harapkan datang ke Osaka untuk

(5)

Ketika Misako sampai di Osaka, dia diperlihatkan foto berukuran

besar yang memperlihatkan banyak perban, luka memar, dan

luka-luka sayatan di sekujur tubuhnya.Dalam satu foto, wajah Hiroki lebam

berwarna biru dan hitam.Kemudian Ishibashi berkata. “ini sudah

keterlaluan”

Orang tua Miho dan Hiroki menutupi tindakan kekerasan yang

dilakukan pada anaknya padahal bukti-bukti mengarah pada apa yang telah terjadi

pada Miho dan Hiroki merupakan tindakan yang dilakukan secar fisik.

Penganiayaan dilakuan secara berulang-ulang, hal ini dapat dilihat dari lebam

dikepalanya, luka bakar yang ada di punggungnya, banyak perban ditubuhnya,

serta luka sayatan di sekujur tubuhnya.Kasus Miho dan Hiroki ini sepenuhnya

berdasarkan faktor orang tua dimana orang tua sebagai pelaku.Semenjak ibunya

menikah lagi hubungan antara ibu, ayah tiri, dan anak tidak harmonis lagi,

sehingga jidougyakutai lebih cepat menyusup dalam hubungan orang tua dan anak yang tidak harmonis ini.

Data 3

Otoriter yang dilakukan dengan tidak memberikan kebebasan kepada

anak dapat dilihat sebagai berikut:

The first time she ran away, with the help of a theacher, school director and a police official, she was kept for a few days at the local

(6)

Then, after months of silence, a neighbor reported to a child center that Hiroki had been found one morning wandering near a large train station in muddy pajamas. Miho secretly had helped her brother escape.

The child consultation center ultimately protected Hiroki and called a lawyer who helped Mrs.Ishibashi sue her daughter for custoday. A year after Hiroki left, Miho escaped. She had spent many hours plotting. She had been to school, where she told her teachers about her plan, and then she went to a friend’s house. She prepared clothes and a small bag and left it with them.

She had once tried to leave by the front door, but had been caught. This time, she tired the window from her third-floor room. She piled up furniture in front of the window to climb out. She climbed sideways on the veranda to get to a hallway window, which she entered to go down the stairs. She took her in-line skates with her so that she could make a swift gateway over the hills. As she recalls the whole period of mistreatment, Miho gets a faraway look in her eyes, and it is clear that it still haunts her.

(7)

Terjemahan:

“pertama kali Miho dilarikan dari orang tuanya dengan dibantu oleh

guru, kepala sekolah, dan polisi. Miho selama beberapa minggu di

taruh di yougoshisetsusetempat. Namun, ia kembali kerumah ketika ayah tiri dan ibunya meminta ia kembali ke rumah.

Ketika ia mencoba melarikan diri kembali, jidousoudanjou

menyarankan dia untuk tidak kembali ke rumah lagi. Tapi hal tersebut

tidak bisa dilakukan karena tidak ada hukum yang melarang Miho

jauh dari orangtuanya.

Beberapa bulan kemudian, ada tetangga yang melaporkan pada

jidousoudanjou telah menemukan Hiroki adik Miho di stasiun pada pagi hari dengan masih mengenakan baju tidur.Ternyata Miho secara

diam- diam ingin membantu adiknya melarikan diri juga.Gurunya

mengetahui rencana Miho lari dari rumah. Dia juga sudah menyiapkan

baju dan tas kecil untuk melarikan diri bersama adiknya. Miho sudah

pernah mencoba kabur sebelumnya melalui pintu depan, tapi

tertangkap oleh ayahnya. Kali ini, dia mencoba untuk keluar dari

jendela kamarnya di lantai tiga dan menaruh tangga di bawah , dan

kali ini berhasil.

“pertama kali saya mendapatkan perlakuan dari ayah dan ibu seperti

itu saya sudah khawatir, saya khawatir bagaimana saya dan adik saya

(8)

ibu mendapatkan saya kembali dan melakukan hal yang sama kepada

kami.”jelas Miho.

Dan sekarang Miho dan adiknya berada di tempat yang tidak diketahui

oleh kedua orang tua mereka (Sherly, 1999:38).

Dalam kasus diatas tidak ditemukan setiap pelanggaran yang

dilakukan kedua anak tersebut dikenakan hukuman oleh orang tuanya.Tidak

ditemukan pujian atau tanda-tanda yang membenarkan tingkah laku anak apabila

mereka melaksanakan aturan tersebut.Dalam kasus Miho dan adiknya Hiroki,

segala tingkah laku mereka dikekang secara ketat atau kaku dan tidak adanya

kebebasan dalam melakukan sesuatu di luar dari peraturan yang sudah dibuat.Hal

ini dapat dibuktikan dari upaya si anak yang berulang kali mencoba untuk

melarikan diri dari rumah, hanya untuk menghindari perlakuan yang dilakukan

orangtuanya kepada mereka. Namun percobaan melarikan diri mereka selalu

dicari cara orangtuanya agar mereka kembali lagi kerumah. Orang tua mereka

tidak mendorong mereka untuk mengambil suatu keputusan sendiri atas

perbuatannya, tetapi mereka sudah menentukan bagaimana harus berbuat.Dengan

demikin si anak tidak mempunyai kesempatan untuk mengendalikan

perbuatan-perbuatannya sendiri.

Menurut Toru Aichi, guru besar di Universitas Kyushu mengatakan

bahwa hukum di Jepang sangat melindungi hak pada kepala keluarga untuk

mengurus rumah tangganya sendiri. Meskipun tidak sengaja melakukan tindakan

(9)

dalam mendidik si anak, hal ini tidak dapat di minta pertanggung jawabannya

secara hukum.

Hal ini lah yang semakin menguatkan sang ayah untuk melakukan

jidougyakutai kepada anak.

3.1.2 Keotoriteran Ayah Kandung dan Ibu Tiri

Data 1

Data di bawah ini dikutip dari laporan Mark Simkin, pada tahun 2004

dalam correspondent report

This report from our Tokyo. In the latest case, a couple has been arrested for allegedly trying to starve a 15 years old to death. The teenager once weighed 41 kilograms. Now, he weight just 24 kilograms. The reason is simple. For two years, he was locked in the dark room and only fed every third day. He was regularly kicked, hit, and burned with cigarettes by his father and stepmother.

(10)

the power to enter the boy’s home. But a counselor apparently though it unlikely that a 15 year old could be abused and so limited his investigation to a cursory phone call to the boy’s stepmother. “we should have taken the school’s warnings more seriously” says an official from the clinic. “we regret that”

Terjemahan:

“laporan yang didapat oleh Mark Simkin dari Tokyo melaporkan

bahwa sepasang suami-istri ditangkap karena terbukti menganiaya

anaknya yang berusia 15 tahun dengan membuat anaknya kelaparan

hingga meninggal dunia. Berat badanya yang sebelumnya 14 kg

menjadi 24 kg.Sang anak selama 2 tahun ditempatkan di dalam

ruangan yang gelap dan diberi makan setiap tiga hari sekali. Dia

sering sekali ditendang, dipukuli, dan disundut rokok oleh ayah

kandung dan ibu tirinya.

Sepasang suami-istri itu akhirnya ditangkap, dan anaknya koma di

rumah sakit.Hal ini baru ketahuan setelah sekian lama. “salah satu

teman sekelas disekolahnya berkata. “menurut guru, dia tidak bisa

datang karena sakit, tapi ternyata memang sakit karena dianiaya oleh

orangtuanya” lanjutnya “dia juga selalu memiliki luka memar

diperutnya”. Guru dan teman-teman sekolahnya mencoba untuk

berkunjung kerumahnya, tapi dirumahnya selalu tidak ada orang.

(11)

rumah anak tersebut, namun tidak disangka anak berusia 15 tahun

tersebut telah dianiaya oleh orangtuanya sendiri dan sangat minim

investigasi yang didapat dengan menghubungi ibu tirinya melalui

telepon.Salah satu dari pegawai rumah sakit menyatakan “sekolah

harus mengambil tindakan yang serius terhadap masalah yang dialami

anak ini, dan pihak sekolah setuju dengan pernyataan tersebut.” ”

Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh ayah kandung dan ibu tiri

dari kasus di atas termasuk dalam jidougyakutai fisik karena dilakukan secara sengaja, dan dilakukan secara berulang-ulang. Hal ini dapat terbukti

karena ditemukan bekas luka-luka memar di daerah perutnya, dan berat

badannya yang turun derastis dari 41 kg menjadi 24 kg karena dia hanya

diberi makan tiga kali dalam seminggu, dan sering kali dia ditendang,

dipukuli, dan disundut rokok oleh kedua orang tuanya.

Orangtuanya mencegah agar hal ini tidak diketahui oleh orang lain,

hal ini dibuktikan dengan guru dan teman-teman sekolah korban yang

mencoba mengunjungi anak tersebut ke rumahnya, namun tidak pernah

dijumpai si anak di dalam rumah nya sendiri dan ternyata si anak di taruh di

(12)

3.1.3 Keotoriteran oleh Ibu Kandung, Ayah tidak Terlibat

Kasus ini didapat dari tulisan Iikubo Tsutae yang juga meneliti

kekerasan terhadap anak di Jepang.

Data 1

(13)

Terjemahan:

“seorang ibu muda berusia 19 tahun mendorong anak perempuannya

yang berusia tiga setengah tahun hingga terbentur dengan

kotatsu( meja yang didalam nya terdapat pemanas saat musim dingin) dan berakibat geger otak hingga akhirnya meninggal dunia.

Sebelumnya si ibu menikah dengan seorang yakuza, tapi suaminya memperlakukan nya dengan kasar, hingga mereka bercerai.Kemudian

dia menikah lagi dengan seorang supir taksi yang ramah dan pendiam,

dan dia sangat bahagia memiliki suami yang baru itu.Sang ibu sangat

menikmati kehidupannya sebagai seorang ibu rumah tangga dan

menginginkan anaknya sudah pintar sejak dini, dia menginginkan

anaknya sudah dapat membaca dengan lancar dan mendapatkan

pendidikan yang terbaik. Sang ibu memberikan hukuman fisk

menceburkan kepala anaknya kedalam air dingin pada musim dingin,

atau menyundutkan okyu ke kulitnya ketika sang anak sudah tidak mau belajar atau membaca” (Iikubo Tsutae,1985:344-345).

Tindakan yang dilakukan sang ibu merupakan bentuk kekerasan fisik,

ditandai dengan hukuman-hukuman yang diberikan kepada si anak karena tidak

mau membaca dan belajar dengan dicelupkan kepala si anak ke dalam air dingin

pada musim dingin ataupun disundut dengan rokok, dan yang paling parah adalah

(14)

Pola sosialisasi yang dilakukan si ibu di atas merupakan tindakan

otoriter, hal ini terlihat karena si anak diminta menuruti keinginan ibunya untuk

bisa membaca dengan lancar, padahal anak tersebut masih berusia tiga setengah

tahun.Dalam hal ini pengasuhan si anak sepenuhnya dipegang oleh ibu karena

ayahnya bekerja sebagai supir taksi. Selain itu, si ibu tergolong masih muda, dari

segi usia belum matang dalam menghadapi anak dan tidak mengetahui kebutuhan

si anak. Keotoriteran ibunya yang menginginkan anaknya pintar cenderung

negatif karena terlalu memaksakan anaknya sehingga berujung kematian anak

tersebut.

3.1.4 Keotoriteran oleh Ayah Kandung, Ibu tidak Terlibat

Kasus dibawah ini merupakan kekerasan yang dilakukan ayah

kandung (Richardson, 2008:68).

Data 1

(15)

Terjemahan:

“seorang laki-laki berusia 1 tahun 6 bulan di pukuli dengan keras oleh

ayah kandungnya karena sang anak memakan cemilan dan jus tanpa

izin dari sang ayah. Ibunya menemukan anaknya telah meninggal

ditempat tidur. Ayah nya tidak menelpon ambulans ataupun polisi,

dan membiarkan mayatnya membusuk begitu saja. Dia menaruh es

disekitar mayat anaknya.Satu setengah bulan kemudian ayah nya

melakukan bunuh diri dengan menggantung diri dengan tali.”

Kasus di atas memperlihatkan otoriter sang ayah dalam mendidik

anaknya. Hanya karena masalah anaknya memakan cemilan dan jus tanpa izin

dari sang ayah, anaknya di pukuli hingga berujung pada kematian. Ayahnya salah

menerapkan disiplin pada anaknya dengan cara memukulinya dengan keras tanpa

menyadari sang anak tidak mampu menahan sakit karena dipukuli terus menerus

oleh sang ayah.

Tidak seluruhnya tipe orang tua di Jepang bersifat otoriter, karena

tidak diketahui secara pasti berapa persentase orang tua di Jepang yang melakukan

pola sosialisasi yang otoriter, yang demokratis karena hal itu merupakan bagian

dari privasi keluarga.

Kasus-kasus tindak jidougyakutai di atas hanya sebagian kecil saja dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya sendiri.

(16)

Dalam beberapa kasus jidougyakutaiyang ditemukan, pola sosialisasi otoriter yang dilakukan orangtua terhadap anaknya sehingga banyak terjadi kasus

kekerasan secara fisik seperti pemukulan, serta hukuman lainnya terhadap anak

dengan maksud mendidiknya secara disiplin. Tindakan disiplin yang merupakan

hukuman-hukuman fisik yang cenderung negatif merupakan bagian dari

kasusjidougyakutai.

3.2 Peran Jidousodanjou dalam Penanggulangan Jidougyakutaidi Jepang

Jidousodanjou sendiri merupakan lembaga satu-satunya yang menangani kesejahteraan masyarakat yang memiliki kekuatan yang legal oleh

hukum negara untuk mengambil anak yang mengalami kekerasan di dalam

rumahnya yang nanti akan di tempatkan di yougoshisetsu sebagai yang melindungi anak-anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya. Jidousodanjou dapat membawa orangtua dari anak yang mengalami kekerasan untuk di proses di

pengadilan bila kekerasan itu murni dilakukan oleh orangtua.Tapi hanya sedikit

jidoushodanjou yang menanggapi kekerasan terhadap anak sebagai masalah yang serius (Meiko, 1998:148).

Banyak kasus-kasus penganiayaan yang diangkat oleh media, tetapi

banyak juga yang tidak diketahui karena terkadang tindak penganiayaan terjadi di

dalam rumah tangga (jidougyakutai), dalam hal ini hanya ibu/ayah dan anak yang mengetahui.Ketakutan dan kekhawatiran atas tidaknya sendiri, sebagian kecil

(17)

Jepang.Pada umumnya, boshiryou sebagai tempat konsultasi para ibu, ada yang datang langsung berkonsultasi, tetapi banyak juga yang melakukan konsultasi

melalui telpon dan tidak menyebutkan namanya.Mereka merasa tidak menjadi ibu

yang baik dan menyalahkan dirinya sendiri, karena hal itulah mereka tidak

menginginkan diketahui identitasnya. Kebanyakan para ibu yang berkonsultasi

masih muda, berusia 20 s/d 30an tahun, tinggal di apartemen, golongan menengah,

keluarganya terlihat bahagia dan tipe ibu rumah tangga.

Kasus-kasus jidougyakutai sendiri yang dapat diangkat kepermukaan banyak mendapat kritikan dari masyarakat.Masyarakat mengkritik orangtua

tersebut sudah hilang nalurinya sebagai orangtua dan mereka terlihat gagal

sebagai orang tua karena melakukan itu. Para orangtua tidak menyadari cara

mendidik anak untuk berdisiplin yang cenderung negatif merupakan salah satu

(18)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Kekerasan yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya merupakan

sebuah gambaran akan ketidak sanggupan orang tua tersebut dalam

mengasuh ataupun mengerti akan apa yang di butuhkan anak sesuai

dengan umur dan kondisi anak tersebut. Dapat dilihat dari banyaknya

kasus kekerasan kepada anak yang terjadi di Jepang. Hal inilah yang

sekarang menjadi momok yang sangat meresahkan di Jepang.

2. Banyak yang mengatakan kekerasan terhadap anak (Jidougyakutai) terjadi akibat perubahan sisitem kekeluargaan, dimana sistem

kekeluargaan yang berubah dari sistem家 “ie” menuju ke sisitem核家族

kakukazoku” ini menyebabkan berkurangannya otoritas ayah dalam kluarga yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap anak yang

sering di lakukan orang tua untuk melampiaskan kekesalan ataupun

stresnya. Keluarga inti dalam masyarakat perkotaan di Jepang banyak

menghabiskan waktunya diluar rumah karena kesibukan kerja, sehingga

dalam hal pengasuhan anak di pegang sepenuhnya oleh ibu. Hal ini lah

menjadi salah satu penyebab munculnya Jidougyakutai di Jepang.

(19)

Kesehatan, Buruh dan Kesejahteraan Jepang jumlah kasus pada 2011

menjadi 59.862. Jumlah ini naik 3.478 kasus dari tahun 2010.Bahkan

data ini menunjukkan 84,3 persen anak yang tewas akibat penyiksaan

pada 2010 merupakan batita alias anak di bawah tiga tahun. Sebuah rekor

baru di negeri Sakura itu. Pada tahun itu, sebanyak 51 anak tewas,

termasuk 23 bayi kurang dari setahun dan 43 batita.

4. Kata Jidougyakutai terdiri dari kata 児童“jidou” dan 虐待 “gyakutai”.

Jidoumemiliki arti anak, remaja, atau anak-anak. Sedangkan gyakutai

memiliki arti perlakuan kejam, penindasan, pelecehan, atau kelakuan

tidak wajar. Dalam arti sempit 児 童 虐 待“Jidougyakutai” adalah

pelecehan anak atau kekerasan pada anak. Secara terminologi sosial

Jidougyakutaiadalah penganiayaan atau tindak kekerasan yang dilakukan pada anak-anak (yulia, 2001:10).Pengertian lain dari jidougyakutai yaitu Pada umumnya merupakan kekerasan yang terjadi di dalam rumah

tangga. Dimana istilah ini digunakan untuk memberikan istilah kekerasan

yang merujuk kepada kekerasan orang tua terhadap anak yang

didalamnya terkandung makna kekerasan dilakukan oleh orang yang kuat

atau berkuasa dalam rumah tangga dalam hal ini orang. Jidougyakutai ini

juga bermacam-macam bentuknya bisa berupa kekersan berbentuk fisik

ataupun penghancuran terhadap barang-barang bahkan juga bisa dalam

bentuk pengucapan kata-kata yang kasar yang diucapkan kepada anak

yang seharusnya kata-kata itu tidak diucapkan kepada anak. Di berbagai Yang mengerikan,

dari data ini menunjukkan separuh dari pelaku penyiksaan merupakan ibu

(20)

kasus tertentu bentuk kekerasan jidougyakutai ini sangat sadis dimana si

anak bisa saja mendapatkan luka fisik atau pun luka dalam hal psikologis

yang sangat parah yang bisa mempengaruhi tumbuh kembangnya.

Adakalanya kasus jidougyakutai ini berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama.

5. Bentuk-bentuk yang dinyatakan tindakan Jidougyakutai yang dikutip dari Departemen Sosial Jepang (Asahi Shimbun,1999) adalah Penganiayaan Fisik (gutaiteki gyakutai 具体的虐待), Pengabaian (gutaitekikyohi 具体

的 拒 否), Penganiayaan Seksual (seiteki gyakutai 性 的 虐 待), dan

Penganiayaan secara psikologi (shinriteki gyakutai 心理的虐待). Selain

dari jenis-jenis jidougyakutai diatas terdapat juga faktor yang mempengaruhi terjadinya jidougyakutai di atas yaitu karena faktor orangtua, faktor anak, dan juga faktor keluarga. Dimana hal-hal tersebut

saling berkesinambungan dalam munculnya fenomena jidougyakutai di Jepang.

6. Banyak sekali hal yang mempengaruhi mempengaruhi perilaku orangtua

dalam melakukan kekerasan terhadap anaknya sendiri, dimana perilaku

tersebut lebih memusat pada perilaku otoriter orangtua dalam keluarga

dimana mereka mengajarkan disiplin kepada anak dengan cara

memberikan hukuman-hukuman fisik mengarah kepada hukuman

bersifat negatif kepada anak dimana hal ini lah yang tidak di sadari orang

(21)

hukuman yang diberikan orangtua tersebut tidak sesuai dengan

kemampuan si anak sehingga membuat anak menderita bahkan sampai

menghilangkan nyawa si anak .Tidak seluruhnya tipe orang tua di jepang

bersifat otoriter, karena tidak diketahui secara pasti berapa persentase

orang tua di Jepang yang melakukan pola sosialisasi yang otoriter, yang

demokratis karena hal itu merupakan bagian dari privasi keluarga.

7. Jidousodanjou sendiri merupakan lembaga satu-satunya yang menangani kesejahteraan masyarakat yang memiliki kekuatan yang legal oleh

hukum negara untuk mengambil anak yang mengalami kekerasan di

dalam rumahnya yang nanti akan di tempatkan di yougoshisetsu sebagai yang melindungi anak-anak yang ditelantarkan oleh orang tuanya. Dan

jidousodanjou dapat membawa orangtua dari anak yang mengalami kekerasan untuk di proses di pengadilan bila kekerasan itu murni

dilakukan oeh orang tua. Tapi hanya sedikit jidoushodanjou yang menanggapi kekerasan terhadap anak sebagai masalah yang serius.

4.2 Saran

Jidougyakutai sendiri telah menjadi satu masalah besar di Jepang.Dimana jidougyakutai mengalami peningkatan setiap tahunnya.Masalah ini kemudian mulai banyak diperbincangkan dan dijadikan sebagai hal yang harus

di tanggulangi segera di Jepang.Penanggulangan jidougyakutai harus terus selalu di tingkatkan dari tahun ke tahunnya dimana hal ini dapat mengurangi penderitaan

(22)

kesejahteraan masyarakat di Jepang sendiri. Dengan adanya lembaga yang

Referensi

Dokumen terkait

Prosiding sebagai bentuk publikasi tertulis diharapkan akan menjadi salah satu sumber pengetahuan akurat bagi pihak- pihak yang akan menggunakannya di masa yang akan datang..

Ada beberapa cara yang dapat di lakukan oleh masyarakat awam untuk membedakan jamur beracun dengan jamur yang tidak beracun, umumnya jamur beracun mempunyai warna yang mencolok

- Soda Kue : Natrium Bicarbonat atau yang lebih dikenal dengan soda kue adalah salah satu jenis bahan pengembang yang biasa digunakan dalam pembuatan kue, rot atau makanan

Pada pseudo membran kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder dengan bakteri (misalnya Streptococcus pyogenes). Membran dan jaringan edematous dapat menyumbat

Terdapat beberapa manfaat dari penelitian ini antara lain: (1) dengan dikembangkan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) matematika kelas X SMA dapat membantu

PencampuranAspal , Pencetakan Benda Uji Hasil Benda Uji Bitumen,

Soon after the little mouse had finished gnawing away the ropes, he asked the lion to run away.. What is the purpose of

Fuzzy logic dapat dimasukkan ke dalam ontologi untuk representasi ketidakpastian informasi yang ditemukan di banyak aplikasi domain karena kurangnya jelas batas-batas