• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat seiring dengan merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transportasi dan akuntabillitas telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab KepolisianNegaraRepublik Indonesia yang selanjutnya menyebabkan pula timbulnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelaksana tugas KepolisianNegaraRepublik Indonesia yang semakin meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya.

Sejak ditetapkan perubahan kedua Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 maka secara konstitusional telah terjadi perubahan yang menegaskan rumusan tugas, fungsi, dan peran KepolisianNegaraRepublik Indonesia serta pemisahan kelembagaan Tentara Nasional Indonesia dan KepolisianNegaraRepublik Indonesia sesuai dengan peran dan tugasnya masing-masing.

(2)

pengertian adalah Polisi yang berwatak sipil yang menghargai dan menghormati hak-hak masyarakat, dimana Polisi-lah yang diharapkan mengawal kepentingan masyarakat, dalam tugas lebih mengutamakan kemanusiaan, mengedepankan nilai-nilai peradapan dan keadaban, menjauhi tindakan kekerasan, mengedepankan komunikasi kepada masyarakat sehingga dalam hal ini dekat dengan masyarakat.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 ini telah didasarkan kepada paradigma baru sehingga diharapkan dapat lebih memantapkan kedudukan dan peranan serta pelaksanaan tugas KepolisianNegaraRepublik Indonesia, sebagai bagian integral dari reformasi meneyeluruh segenap tatanan kehidupan bangsa dan Negara dalam mewujudkan masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945.

Asas legalitas sebagai aktualisasi paradigma supremasi hukum dalam peraturan Perundang-Undangan yang telah ditetapkan, dalam hal ini kewenagan KepolisianNegaraRepublik Indonesia yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang telah disepakati atau disahkan oleh DPR dan Presiden, namun tindakan pencegahan preventif tetap diutamakan melalui pengembangan preventif dan azas kewajiban umum Kepolisian yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

(3)

karakteristik profesi Polisi inilah yang memberikan kewenangan berdiskresi kepada aparat Kepolisian di lapangan.1

Disisi lain Notaris merupakan profesi yang sangat terhormat dimata masyarakat dengan kewenangannya yang spesifik dalam membuat akta-akta otentik, secara sederhana dapat dikatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang, tentunya dalam membuat Akta-Akta otentik tersebut Notaris telah memahami dan mempelajari dengan seksama sesuai apa maksud kehendak dari para pihak yang menghadapnya dengan mempedomani Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pembuatan Akta otentik dimaksud, sehingga menghasilkan produk berupa Akta otentik yang valid dan sesuai dengan keinginan para pihak.

Tugas dan wewenang dimaksud diberikan kepada Notaris adalah tugas-tugas dan kewenangan yang ditentukan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Selain Notaris memiliki tugas sebagai Pejabat umum dan memiliki wewenang untuk membuat AktaOtentik, Notaris juga diberikan kewenangan lainnya sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.2 Dengan demikian kedudukan Notaris diakui secara yuridis sebagai Pejabat yang berwenang membuat AktaOtentik.

Jabatan yang dimiliki oleh seorang Notaris adalah jabatan kepercayaan dimana seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya.Sebagai seorang kepercayaan, Notaris memiliki hak untuk merahasiakan semua yang diberitahukan

1Achmad Ali,Teori Hukum Dan Teori Pradilan,(Jakarta, Kencana Premadia Group, 2012),

hal 509

2

(4)

kepadanya selaku Notaris, sekalipun ada sebagian yang tidak dicantumkan dalam Akta. Hal ini terkait dengan hak ingkar seorang Notaris, hak dimana seorang Notaris dapat mengingkari posisinya sebagai seorang saksi yang mana dibolehkan oleh Undang-Undang untuk membeberkan semua rahasia yang disimpannya, dalam keadaan tertentu yaitu hak ingkar dari Notaris dalam sumpah jabatan yang diucapkannya pada saat diangkat sebagai Notaris dimana Notaris wajib untuk merahasiakan isi Akta dan keterangan yang diperolehnya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UUJN yang menyatakan bahwa, saya akan merahasiakan isi Akta dan keterangannya diperoleh dalam pelaksanaan jabatannya.3

Namun dalam implementasinya adakalanya Notaris khilaf atau bahkan berbuat ekstrim, untuk sengaja demi memenuhi kepentingan-kepentingan pribadinya, seperti memasukkan keterangan palsu dalam Akta Otentik yang berkaitan langsung dengan minuta atau surat-surat yang dilekatkan dengan minuta atau protokol, atau bila ada ahli waris pembuat Akta yang menyatakan bahwa pada tanggal pembuatan Akta tersebut yang bersangkutan sesungguhnya telah meninggal dunia atau ada penyangkalan atas tanda tangan para pihak dan lain-lain, akibatnya produk Akta Otentik tersebut dikemudian hari menjadi bermasalah dan menjadi ranah perbuatan Pidana, sehingga harus dilakukan proses penyidikan oleh penyidik Polri.

Akta Otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai

3Muhammad Ilham Arisaputra,Kewajiban Notaris Dalam Menjaga Kerahasiaan Akta Dalam

(5)

kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi AktaNotaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan Perundang-Undangan yang terkait bagi para pihak penandatanganan Akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi AktaNotaris yang akan ditandatanganinya.4

Apabila suatu Akta merupakan AktaOtentik, maka Akta tersebut akan mempunyai tiga fungsi terhadap para pihak yang membuatnya yaitu:5

1. Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjiantertentu,

2. Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak.

3. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.

Berdasarkan hal tersebut apabila terjadi sengketa dimana salah satu pihak mengajukan Akta Otentik sebagai bukti di Pengadilan.

Akta Notaris sebagai AktaOtentik dapat mengalami degradasi (penurunan status) dengan alasan tertentu yang mengakibatkan kedudukan AktaNotaris:6

a. Dapat dibatalkan b. Batal demi hukum

c. Mempunyai kekuatan pembuktian sebagai Akta dibawah tangan

4Paragraf V Penjelasan UUJN. 5

Tan Thong Kie,Studi Notariat, Serba-Serbi Praktek Notaris, Buku I, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), hal 159

6 Habib Adjie,Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,

(6)

d. Dibatalkan oleh para pihak sendiri

e. Dibatalkan oleh Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena penerapan asas praduga sah.7

Seorang Notaris dalam menjalankan pelayanannya harus berhati-hati, karena kelalaian yang dibuatnya dapat menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari, Jika ada laporan dari pihak yang dirugikan kepada pihak Kepolisian mengenai AktaNotaris maka disinilah peran Polisi dalam penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan hukum para pihak, termasuk dalam hal ini Notaris.

Notaris biasanya dipanggil terkait kasus pertanahan dan pemalsuan dokumen, ataupun melanggar Undang-Undang Jabatan Notaris dalam membuat Aktanya, misalnya perjanjian kredit antara bank dan nasabah dan dalam hal ini Notaris membuat Akta meskipun tidak memenuhi syarat lantaran jaminannya bermasalah, adapula Notaris yang tidak mengenali kliennya karena limpahan dari Notaris lain dari daerah yang lain, dan hal-hal inilah yang sering terjadi dan berujung laporan ke Polisi, dan kapasitas Notaris bisa sebagai saksi maupun sebagai tersangka. Untuk mengecek sejarah Akta yang bermasalah tersebut maka Polisi biasanya memanggil Notaris.

Aspek formal dalam AktaNotaris dapat dijadikan dasar untuk memidanakan Notaris, sepanjang aspek-aspek formal tersebut terbukti secara sengaja bahwa Akta yang dibuat dihadapan Notaris dan oleh Notaris dijadikan suatu alat untuk melakukan

7 Asas Praduga Sah yaitu Akta Notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang

(7)

suatu tindak Pidana atau dalam pembuatan Akta pihak ataurelaasdan Notaris secara sadar, sengaja bersama-sama dengan para pihak yang bersangkutan (penghadap) melakukan atau membantu melakukan suatu tindakan hukum yang diketahuinya sebagai tindakan yang melanggar hukum.8

Dengan demikian pemidanaan terhadap Notaris dapat saja dilakukan dengan batasan jika:

1. Ada tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek formal Akta yang sengaja,penuh kesadaran dan keinsyafan serta di rencanakan, bahwa Akta yang dibuat di hadapan Notaris, bersama-sama dengan penghadap (sepakat) untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak Pidana;

2. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat Akta di hadapan atau oleh Notaris yang jika diukur berdasarkan UUJN tidak sesuai dengan UUJN; dan 3. Tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang

(untuk menilai tindakan Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris).9 Pada dasarnya, apabila secara formal apa yang dilakukan Notaris telah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), seharusnya Notaris telah sangat kuat kedudukan hukumnya, dalam pengertian telah memenuhi syarat kebenaran formal yang menjadi tanggung jawabnya. Namun pada prakteknya, hal ini tidak sesuai dengan das sollennya.Cukup banyak pada kenyataannya Notaris tidak melakukan SOP-nya dengan baik, atau terkadang melakukan beberapa kesalahan yang akibatnya cukup merugikan bagi kliennya ataupun Notaris tersebut.Pada akhirnya ketidak hati-hatiannya, baik disengaja maupun tidak di sengaja.Potensi untuk melakukan tindak Pidana tegantung pada profesionalismenya dalam bekerja dan kualitas diri pribadi Notaris itu sendiri.10

8 Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT (Kumpulan Tulisan Tentang

Notaris dan PPAT), (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2009), hal 124

9Ibid

, hal. 124-125.

10Serinem Pinem, Proses Penyidikan di Kepolisian Terhadap Notaris Sebagai Saksi Atau

(8)

Berdasarkan nota kesepahaman antara KepolisianNegaraRepublik Indonesia dengan Ikatan Notaris Indonesia Nomor 01/MOU/PP-INI/V/2006 tentang Pembinaan dan Peningkatan Profesionalisme Dibidang Penegakan Hukum bahwa dalam menjalankan jabatan sesuai dengan tugas pokok dan wewenang masing-masing terdapat keterkaitan antara Polisi sebagai pihak penyelidik/penyidik dalam upaya penegakan hukum untuk mencari dan menemukan alat bukti dalam perkara dan Notaris selaku Pejabat Umum yang berwenang membuat AktaOtentik sebagai alat bukti yang sempurna dibidang hukum Keperdataan.

Antara Polisi dan Notaris adalah sama-sama abdi hukum yang harus melaksanakan amanat rakyat yang harus dapat memberikan perlindungan, kepastian hukum, yang berintikan keadilan dan kebeneran berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, karena itulah maka nota kesepahaman ini disepakati untuk mencegah terjadinya penyimpangan tugas dan guna meningkatkan kemitraan Polri dengan INI (Ikatan Notaris Indonesia).

Penyidik Polri sebagai alat Negara mempunyai tugas untuk melakukan tindakan hukum berupa pemanggilan, pemeriksaan, penyitaan dan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab,11dan hal ini dapat juga dilakukan kepada Notaris/PPAT baik selaku saksi maupun tersangka, terutama dalam kaitannya suatu tindakan Pidana dalam pembuatan AktaNotaris-PPAT sesuai dengan ketentuan Pasal 66 UUJN.

(9)

Menurut Habib Adjie bahwa, para Notaris berharap mendapatkan perlindungan yang proporsional dalam menjalankan tugas-tugas jabatannya sebagai seorang Notaris, setidaknya ada pemeriksaan yang adil dan transparan dan ilmiah ketika Majelis Pengawas Daerah (MPD) memeriksa Notaris atas permohonan pihak Kepolisian, Kejaksaan, ataupun Pengadilan.12

Namun didalam praktek para Notaris sering memperoleh perlakuan-perlakuan yang kurang wajar didalam hubungannya dengan hak-hak yang dimiliki oleh Notaris, apabila Notaris dipanggil untuk dimintai keterangannya atau dipanggil sebagai saksi dalam hubungannya dengan sesuatu perjanjian yang dibuat dengan Akta dihadapan Notarisbersangkutan, seringkali pihak-pihak tertentu, apakah itu sengaja atau karena tidak mengetahui tentang adanya suatu peraturan Perundang-Undangan mengenai itu, seolah-olah menganggap tidak ada rahasia jabatan Notaris. Disamping itu juga dalam kenyataannya bahwa dikalangan para Notaris sendiri ada yang tidak atau kurang memahami tentang hak ingkar yang dimiliki Notaris dan baru mengetahui setelah mempergunakannya dalam persidangan. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penelitian ini menarik untuk diangkat menjadi judul penelitian tesis ini tentang“Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014”

12Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang Nomor 30

(10)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi kewenangan Polisi dalam proses penyelidikan dan penyidikan terhadap Notaris setelah terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 atas Akta yang dibuatnya?

2. Bagaimana Perlindungan hukum terhadap Notaris dalam proses penyelidikan dan penyidikan setelah terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014?

3. Bagaimana hambatan yang dihadapi pihak Kepolisian dalam menemukan kebenaran isi Akta yang dibuat Notaris sesuai dengan batasan AktaNotaris yang dapat dijadikan dasar memidanakan Notaris?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisa kewenangan Polisi dalam proses penyelidikan dan penyidikan pihak kepolisian terhadap Notaris setelah terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 atas Akta yang dibuatnya 2. Untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan hukum terhadap Notaris dalam

(11)

3. Untuk mengetahui dan menganalisa hambatan yang dihadapi pihak Kepolisian dalam menemukan kebenaran isi Akta yang dibuat Notaris sesuai dengan batasan AktaNotaris yang dapat dijadikan dasar memidanakan Notaris.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu hukum Kenotariatan secara umum dan hukum perjanjian secara khusus yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi para Notaris dan Pihak Kepolisian.

2. Manfaat Praktis

(12)

E. Keaslian Penelitian

Setelah ditelusuri terhadap judul penelitian tesis yang ada pada Program Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara maka penelitian dengan judul “Kewenangan Proses Penyelidikan Dan Penyidikan Pihak Kepolisian Terhadap Notaris Setelah Terbitnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014”belum pernah dilakukan.

Adapun penelitian yang pernah dibahas adalah:

a. Serinem Pinem dengan Nim 097011148 dengan judul tesis “Proses penyidikan di Kepolisian terhadap Notaris sebagai saksi atau tersangka dalam tindak Pidana”, Difakultas Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

b. Andi Mulia Azmi dengan Nim 097011010 dengan judul tesis “Perlindungan hukum bagi Notaris terhadap Akta yang dijadikan dasar pemeriksaan Polisi” di fakultas Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil penelusuran diatas maka penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah ke asliannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Pendapat M. Solly Lubis mengenai konsep teori adalah “ kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti”.13

(13)

Jadi teori adalah merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dalam pengalaman Empiris, sehingga teori tentang ilmu merupakan penjelasanrasional yang sesuai dengan objek penelitian dijelaskannya dan untuk mendapat verifikasi,maka harus didukung oleh data empiris yang membantu dalam mengungkapkan kebenaran.14

Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyan, artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh faktaEmpirisuntuk dapat dinyatakan benar.15

Dengan memenuhi syarat kerangka teori maka menurut Peter Mahmud bahwa penelitian hukum yang dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.16

Kerangka Teori yang digunakan dalam menganalisa permasalahan dalam tesis ini adalah Teori Tanggungjawab didukung dengan Teori Perlindungan Hukum.

Teori tentang tanggung jawab atau pertanggungjawaban hukum.Dalam hal ini teori dimaksud diambil dari Teori Hans Kelsen yang berlatar belakang aliran positivistik (hukum murni). Amanat pelaksanaan kewajiban Notaris dalam revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dapat dianalisis dari

14 M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung: CV. Mandar Maju, 1994), hal. 27. 15Ibidhal 17

(14)

teori Hans Kelsen. Berikut ini teori yang dikemukakan Hans Kelsen tentang tanggung jawab atau pertanggungjawaban, yaitu:

Konsep pertanggungjawaban hukum pada dasarnya terkait, namun tidak identik dengan konsep kewajiban hukum. Seseorang individu secara hukum diwajibkan untuk berperilaku dengan cara tertentu, jika Perilakunya yang sebaliknya merupakan syarat diberlakukannya tindakan paksa. Namun tindakan paksa ini tidak mesti ditujukan terhadap individu yang diwajibkan (pelaku pelanggaran) namun dapat ditujukan kepada individu lain yang terkait dengan individu pertama dengan cara yang ditetapkan oleh tatanan hukum. Individu yang dikenakan sanksi dikatakan “bertanggung jawab” atau secara hukum bertanggung jawab atas pelanggaran.Pada kasus pertama, seseorang bertanggung jawab atas pelanggarannya sendiri di mana individu yang diwajibkan dan yang bertanggung jawab adalah identik, si calon pelanggar dianggap bertanggung jawab.Dalam kasus kedua, seseorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan orang lain, individu yang diwajibkan dan yang bertanggung jawab tidaklah identik.Seseorang individu diwajibkan atas Perilaku yang berhukum, dan dia bertanggung jawab atas Perilaku yang tidak berhukum.Individu yang berkewajiban bisa memunculkan atau menghindari sanksi dengan Peri laku ini. Namun individu yang hanya bertanggung jawab atas tidak terpenuhinya kewajiban individu lain, (yakni atas pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain) tidak bisa memunculkan dan tidak pula menghindari sanksi dengan Perilakunya sendiri. Ini cukup jelas dalam kasus pertanggungjawaban Pidana atas pelanggaran orang lain, yakni, ketika sanksinya memiliki karakter penghukuman. Namun ia juga berterap pada pertanggungjawaban perdata atas pelanggaran orang lain, bila sanksinya memiliki karakter eksekusi perdata.17

Konsep pertanggungjawaban hukum pada dasarnya terkait, namun tidak identik dengan konsep kewajiban hukum, maksudnya bahwa pertanggungjawaban hukum bagi subjek hukum sehubungan dengan kewajiban hukum yang diperintahkan dalam Undang-Undang kepada jabatan atau tugas-tugas tertentu.Selain sebagai kewajiban hukum, juga menjadi tanggung jawab hukum untuk dipatuhi oleh subjek yang diwajibkan hukum.

17Hans Kelsen, diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien,Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu

(15)

Seseorang individu secara hukum diwajibkan untuk berprilaku dengan cara tertentu, jika Prilakunya yang sebaliknya merupakan syarat diberlakukannya tindakan paksa. Namun tindakan paksa ini tidak mesti ditujukan terhadap individu yang diwajibkan (pelaku pelanggaran) namun dapat ditujukan kepada individu lain yang terkait dengan individu pertama dengan cara yang ditetapkan oleh tatanan hukum.18

Hans Kelsen membagi tanggung jawab atau pertanggungjawaban hukum tersebut dalam 2 (dua) kategori, yakni:19

a. Seseorang bertanggung jawab atas pelanggarannya sendiri di mana individu yang diwajibkan dan yang bertanggung jawab adalah identik, si calon pelanggar dianggap bertanggung jawab.

b. Seseorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan orang lain, individu yang diwajibkan dan yang bertanggung jawab tidaklah identik.

Ternyata dalam Teori Hans Kelsen di atas, beliau juga mengakui pertanggungjawaban hukum secara individu maupun secara kolektif.20 Seseorang tidak hanya terikat pada pelanggaran yang bersifat individual saja namun termasuk pula pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain dapat pula dipertanggungjawabkan oleh orang lain. Dalam kaitan ini, unsur penting yang diperhatikan adalah adanya hubungan hukum antara para pihak.

Individu tetap bertanggung jawab atas tidak terpenuhinya kewajiban individu

18

Ibid.

19Ibid.

20 Hans Kelsen, diterjemahkan oleh Siwi Purwandari, Pengantar Teori Hukum, (Bandung:

(16)

lain (atas pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain), individu tersebut tidak bisa menghindari sanksi dengan prilakunya sendiri karena ada hubungan hukum antar masing-masing subjek hukum. Prinsip tanggung jawab demikian diakui dalam hukum Pidana dan hukum Perdata yang dikenal dengan istilah Pertanggungjawaban Individu dan Kolektif.21Namun prinsip tanggung jawabnya diadakan pembatasan-pembatasan sejauhmana individu tersebut bertanggung jawab.22

Sehubungan dengan Teori Tanggung jawab atau Pertanggungjawaban dari Teori Hans Kelsen di atas, dapat diterapkan dalam pelaksanaan jabatan Notaris sebagai Pejabat Publik yang berwenang membuat Akta Otentik guna menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan yang memerlukan suatu alat bukti tertulis yang bersifat Otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Legalitas kewenangan Notaris sebagai Pejabat Publik dalam membuat Akta Otentik merupakan salah satu cara memberikan kepastian hukum kepada masyarakat ketika masyarakat membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat Otentik. Jasa Notaris dalam proses pembangunan dan proses hukum di Pengadilan merupakan kebutuhan hukum masyarakat yang mendesak, karena Akta Otentik yang dibuat Notaris adalah bukti sempurna di sidang pengadilan.

Dengan memperhatikan kewajiban Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris sebagai dasar untuk pelaksanaan tanggung jawabnya dalam membuat Akta

(17)

Otentik. Inilah yang dikatakan oleh Hotma P. Sibuea sebagai “tumpuan berfikir dalam mewujudkan citra hukum”.23Notaris sebagai Pejabat Publik, tunduk pada kode Etik yang memuat asas hukum Moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI). Profesi Notaris merupakan jenis pekerjaan yang karena sifatnya dituntut harus tunduk pada tanggung jawab profesi hukum.24

Profesi menuntut pemenuhan nilai Moral dan nilai Moral itu sendiri merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur yang mendasari kepribadian profesional hukum.25Moral mengajarkan tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, dan susila. Kata yang sangat dekat dengan Moral adalah etika.26

Dalam menjalankan jabatannya Notaris mempunyai tanggung jawab Moral terhadap profesi, Menurut Paul F. Camanisch sebagaimana dikutip oleh K. Bertens menyatakan bahwa profesi adalah suatu masyarakat Moral (Moral community) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama, kelompok profesi memiliki kekuasaan sendiri dan tanggung jawab khusus, sebagai profesi kelompok ini mempunyai acuan yang disebut kode Etik profesi.27, dalam hal ini juga harus berani bertanggung jawab dalam menanggung segala resiko yang timbul akibat dari pelayanan itu yaitu dampak yang membahayakan dan merugikan diri sendiri, dan pihak lain.28

23Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas-Asas Umum

Pemerintahan yang Baik, (Jakarta: Erlangga, 2010), hal. 150.

24

Supriadi,Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 19.

25Ibid.

26

Abdulkadir Muhammad,Etika Profesi Hukum, (Bandung: Citra Adtya Bakti, 1997), hal. 17.

27 E. Sumaryono,Etika Profesi Hukum:Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, (Yogyakarta:

Kanisius, 1995),hal 147

(18)

Notaris harus terbuka (transparan) berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran maupun secara cuma-cuma. Sifat jujur mengandung sikap yang wajar artinya pelayanan Notaris terhadap klien pada tingkat kewajaran, tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, dan tidak memeras.29Kualitas Notaris mudah diukur, sejauh mana Notaris mampu mengemban tanggung jawab Moral dalam menjalankan tugasnya. K. Bertens, mengatakan, kualitas Moral suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Perbuatan yang memang bermaksud baik tetapi tidak menghasilkan apa-apa adalah tidak pantas disebut baik.30

Menurut Hans kelsen dalam Jimly Asshidiqie:

”Bahwa suatu konsep terkait dengan kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum (liability). Seseorang di katakan secara hukum bertanggung jawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang berlawanan. Normalnya dalam kasus sanksi dikenakan terhadapdeliquent adalah karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut harus bertangung jawab. Dalam kasus ini subyek resposibilitydan subyek kewajiban hukum adalah sama. Menurut Teori Tradisional, terdapat dua macam pertanggungjawaban yang dibedakan yaitu, pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on fault) dan pertanggungjawaban mutlak (absolute resposibility).31

Teori tanggung jawab ini menerangkan bahwa Pihak Kepolisian dan Notaris sama-sama bertanggung jawab untuk melayani kepentingan Publik yang lebih luas untuk melaksanakan missi yang ditetapkan dalam konstitusi dan peraturan

29Supriadi,Op.Cit,hal. 19. 30

K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis (Seri Filsafat Atmajaya:2), (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hal. 67.

31 Jimly Asshidiqie, dkk, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta: Sekretariat Jendral

(19)

Perundang-Undangan pelaksanaannya. Dengan kata lain tugas dan kewenangan pihak Kepolisian bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang tanggung jawabnya berpedoman pada asas-asas kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan.

Sedangkan teori perlindungan hukum berhubungan dengan hak asasi manusia yang menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum dan Pemerintah dan setiap orang demi perlindungan harkat dan martabat manusia.32

Menurut Fitzgerald, Teori Perlindungan Hukum yang diutarakan Salmond menjelaskan bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena suatu lalu lintas kepentingan, dan perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan membatasi berbagai kepentingan dilain pihak.33 Sedangkan menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.34

32Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM

(20)

Menurut Phillipus M. Hadjon, perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan refresif.35Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah untuk bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi dan perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga Pengadilan.36

Teori perlindungan hukum dalam hal ini menerangkan bahwa setiap pihak yang turut melakukan perbuatan hukum dalam pembuatan suatu Akta, baik itu saksi, para penghadap, bahkan Notaris dan pihak-pihak lain yang terkait didalamnya sama-sama mempunyai hak mendapatkan perlindungan hukum sebagai warga Negara. Dalam hal ini perlindungan hukum terhadap Notaris dalam kewajibannya untuk merahasiakan isi Akta, menjalankan jabatannya, dan sesuai Pasal 322 KUHPidana mengatur mengenai perlindungan hukum Notaris mengenai sanksi Pidana terhadap orang yang wajib merahasiakan isi Akta tetapi membuka rahasia tersebut.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.37 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.38

Terlihat dengan jelas, bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoretis (tinjauan pustaka),

35Phillipus M. Hadjon,Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu,

1987), hal 2

36Ibid

(21)

yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsi belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.39 Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah sebagai berikut:

a. Notaris adalah setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai Pejabat umum sebagai mana yang dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 pada Pasal 1 angka 1.40

b. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan41

c. Penyelidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penyelidikan.42

d. Penyidikan adalah Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti

39

Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum,(Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2000), hal 298

40Pasal 1 angka 4 Kode Etik Notaris 41Pasal 1 angka 1 KUHAP

(22)

yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak Pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.43

e. Penyelidikan adalah Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak Pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.44

G. Metode Penelitian

Istilah metode berasal dari bahasa Yunani Methods yang berarti tata cara atau jalan. Sehubungan dengan penelitian ilmiah, maka metode dalam hal ini menyangkut tentang cara kerja yaitu cara kerja yang berfungsi untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan45

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.46

Pemilihan suatu metodologi yang baik untuk suatu penelitian tergantung kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang meliputi kegiatan

43

Pasal 1 Angka 2 KUHAP

44 Pasal 1 Angka 5 KUHAP

(23)

penelitian, dan terutama jenis informasi yang diperlukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan

Penelitian yang dipergunakan adalah dengan menggunakan Perundang-Undangan(statute approach)dan pendekatan konseptual (Conseptual approach) yaitu:

a. Statute approach merupakan pendekatan yang mendasarkan pada ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku dan kaitannya dengan permasalahannya yang dibahas yaitu UUJN, KUHP, KUHAP

b. Conceptual approach merupakan pendekatan dengan mendasarkan pada pendapat para sarjana yang memberi jawaban dari permasalahan yang akan dibahas.yang ditujukan untuk menggambarkan secara tepat, akurat, dan sistematis gejala-gejala hukum terkait dengan peranan hukum dalam proses penyelidikan dan penyidikan pihak kepolisianNotaris47.

Jenis Penelitian adalah Yuridis Normatif, Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normatif ini disebut juga dengan penelitian doctrinal (doctrinal research) yaitu Suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as written in the bok, maupun hukum sebagailaw as it decided by judge through judical process.48

47

Alvi Syahrin, “Modul Perkuliahan Metode Penelitian Hukum: Pendekatan dalam Penelitian Hukum”, (Medan: Sekolah PascaSarjana Unversitas Sumatera Utara, 2008), hal. 10-35.

48 Ronald Dworkin dalam Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan

(24)

2. Sumber Data.

Sumber data penelitian ini dilakukan melalui Studi Kepustakaan (library reseach), dengan menelaah berbagai dokumen, laporan-laporan, buku-buku, literatur, dan informasi yang relevan dengan masalah yang diteliti:49

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum berupa peraturan-peraturan mengenai Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris,Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

b. Bahan hukum sekunder yaitu Bahan yang memberikan penjelasan dan ulasan-ulasan terhadap bahan hukum primer, antara lain: buku-buku, makalah, majalah, jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari internet, dan surat kabar, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari para pakar hukum yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier, yakni yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan kamus besar hukum bahasa Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan caralibrary researchdan field researchyaitu:

a. Studi Dokumen yaitu yang terdiri dari bahan hukum yang berkaitan dengan

tanggal 18 Februari 2003, hal 2, dalam Lila Nasution, Analisis Hukum Penggabungan Beberapa Bank Pemerintah Menjadi Bank Mandiri, Fakultas Ilmu Hukum Bisnis, USU, 2003, hal 35

(25)

hukum Kenotarisan, hukum Kepolisian ditunjang dengan bahan hukum lainnya. b. Wawancara yaitu dengan melakukan Tanya jawab secara langsung dengan

membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan informan yaitu pihak Kepolisian di Satuan Reserse Kriminal Polresta Medan, Pengurus Ikatan Notaris Indonesia yang diwakili di kantorNotaris wilayah Medan, dan tiga orang Notaris.

4. Analisa Data

Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka dianalisa secara kualitatif dengan menyatukan hakikat hubungan diantara variabel-variabel yang dianalisis dengan menggunakan teori yang obyektif dan satuan gejala kehidupan manusia yang diperoleh di lapangan kemudian dianalisis gejala-gejala sosial budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.50

Pada penelitian hukum normatif, pengelolahan data pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Dimana sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.51 Dalam menarik kesimpulan menggunakan Metode penarikan kesimpulan yang dipakai adalah metode deduktif yaitu data primer yang diperoleh setelah dihubungkan dengan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan sehingga peraturan

Undang-50Burhan Ashofa,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal 21

(26)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian maka dapat disimpulkan bahwakemampuan pemecahan masalah mahasiswa PGSD FKIP Universitas Riau pada pecahan melalui pendekatan model

Daging bangsa sapi potong silangan LIMPO, ANGPO dan SIMPO memiliki sifat fisik yang meliputi WHC, pH dan susut masak (cooking loss) maupun sifat kimia kadar air,

Pernyataan kebijakan SPMI UKSW adalah: “Pencapaian visi dan misi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga dilaksanakan pada seluruh komponen Tri Darma Perguruan

Praktikan bertugas melakukan penagihan pembayaran kepada para pelanggan melalui email, tanggal penagihan dilakukan sesuai dengan tanggal saat pemasangan layanan internet,

Lem ikan dengan bahan baku sisik ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer ), ikan Bandeng ( Chanos chanos Forks), dan ikan Nila ( Oreochromis niloticus ) berpengaruh

Sedangkan PDB merupakan nilai tambah bruto di tiap sector industri kreatif, dari hasil estimasi yang diperlihatkan persamaan diperoleh variabel tenaga kerja (TK)

Subyek dalam asuhan ini adalah Ny „‟N‟‟ G2P1A0 26 minggu kehamilan normal dengan nyeri punggung di PBM Dyah Ayu Amd.Keb Mojoagung jombang Hasil : asuhan kebidanan

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah kekuatan yang mengikat karyawan pada organisasi, meliputi keinginan karyawan untuk terlibat