BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Salah satu faktor yang utama dalam menentukan keberhasilan atau
kegagalan suatu organisasi adalah sumber daya manusia. Keunggulan bersaing
(competitive advantage) suatu organisasi sangat ditentukan oleh kualitas sumber
daya manusianya. Oleh karena itu, penanganan sumber daya manusia harus
dilakukan secara menyeluruh dan seksama dalam kerangka sistem pengelolaan
sumber daya manusia yang bersifat strategis, menyatu, dan selalu terhubung
sesuai tujuan, visi, dan misi organisasi.
Sumber daya manusia adalah aset yang sangat berharga dan merupakan
salah satu faktor penting dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan
suatu organisasi, baik organisasi pemerintahan maupun organisasi swasta. Sumber
daya manusia yang diharapkan adalah sumber daya manusia yang memiliki
kepribadian yang baik. Setiap individu pasti memiliki keunikan dalam latar
belakang kehidupannya, dinamika perilakunya, perkembangan dirinya, aspek
kepribadiannya, dan pola interaksinya dengan lingkungan.
Salah satu ukuran keberhasilan kinerja individu, tim atau organisasi
terletak pada produktivitasnya. Apabila produktivitasnya tinggi atau bertambah,
organisasi tersebut akan dinyatakan berhasil, namun apabila lebih rendah dari
merupakan sebuah alat rangkuman tentang jumlah dan kualitas performa
pekerjaan, dengan mempertimbangkan pemanfaatan sumber daya yang ada.
Filosofi mengenai produktivitas mengandung arti keinginan dan usaha dari setiap
manusia untuk selalu meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupannya.
Produktivitas kerja merupakan suatu hasil kerja dari seorang karyawan. Hasil
kerja karyawan ini merupakan suatu proses bekerja dari seseorang dalam
menghasilkan suatu barang atau jasa. Proses kerja dari karyawan ini merupakan
kinerja dari karyawan.
Pegawai memberikan kontribusi kepada perusahaan berupa kemampuan,
keahlian dan keterampilan yang dimiliki, sedangkan perusahaan diharapkan
mampu memberi imbalan dan penghargaan kepada pegawai secara adil sehingga
dapat memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada pegawainya hingga
akhirnya pegawai tersebut mampu meningkatkan produktivitas kerjanya dalam
pencapaian tujuan perusahaan.
Badan Pusat Statistik adalah Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Sebelumnya, BPS merupakan Biro
Pusat Statistik, yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1960 tentang
Sensus dan UU Nomer 7 Tahun 1960 tentang Statistik. Sebagai pengganti kedua
UU tersebut ditetapkan UU Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Berdasarkan
UU ini yang ditindaklanjuti dengan peraturan perundangan dibawahnya, secara
formal nama Biro Pusat Statistik diganti menjadi Badan Pusat Statistik.
Kemampuan Sumber Daya Manusia baik dalam hal teknis dan manajerial sangat
mendukung kelancaran tugas, sehingga beberapa indikator dipilih untuk
peningkatan birokrasi yang akuntabel. Dua sasaran strategis untuk mencapai
tujuan ini adalah meningkatnya kualitas manajemen sumber daya manusia BPS
dan meningkatnya pengawasan dan akuntabilitas kinerja aparatur BPS.
Adapun nilai-nilai inti yang dianut Badan Pusat Statistik kota Medan
1.
PROFESIONAL
a.
Kompeten : Mempunyai keahlian dalam bidang tugas yang
diemban
b.
Efektif : Memberikan hasil maksimal
c.
Efisien : Mengerjakan setiap tugas secara produktif, dengan
sumber daya minimal
d.
Inovatif : Selalu melaukan permbaruan dan/atau penyempurnaan
melalui proses pembelajaran diri secara terus menerus
e.
Sistemik : Meyakini bahwa setiap pekerjaan mempunyai tata
urutan proses perkerjaan yang satu menjadi bagian tidak
terpisahkan dari pekerjaan yang lain.
2.
INTEGRITAS
a.
Dedikasi : Memiliki pengabdian yang tinggi terhadap profesi yang
diemban dan institusi
b.
Disiplin : Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang
c.
Konsisten : Satunya kata dengan perbuatan
d.
Terbuka : Menghargai ide, saran, pendapat, masukan, dan kritik
dari berbagai pihak
e.
Akuntabel : Bertanggung jawab dan setiap langkahnya terukur
3.
AMANAH
a.
Terpercaya : Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan,
yang tidak hanya didasarkan pada logika tetapi juga sekaligus
menyentuh dimensi mental spiritual
b.
Jujur : Melaksanakan semua pekerjaan dengan tidak menyimpang
dari prinsip moralitas
c.
Tulus : Melaksanakan tugas tanpa pamrih, menghindari konflik
kepentingan (pribadi, kelompok, dan golongan), serta
mendedikasikan semua tugas untuk perlindungan kehidupan
manusia, sebagai amal ibadah atau perbuatan untuk Tuhan Yang
Maha Esa
d.
Adil : Menempatkan sesuatu secara berkeadilan dan memberikan
haknya
Seperti yang tertera dalam data diatas, salah satu nilai inti yang dianut oleh
Badan Pusat Statistik kota Medan adalah profesionalisme. Apabila nilai-nilai inti
tersebut tidak terlaksana dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap
Kurniawan, 2005:74) profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan
(competensi), yaitu memiliki pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), bisa
melakukan (ability), ditunjang dengan pengalaman (experience) yang tidak
mungkin muncul tiba-tiba tanpa melalui perjalanan waktu.
Perilaku seorang profesional dapat dinilai dari keahlian dan pengetahuan
yang luas dan bekerja dengan hati. Dengan memiliki keahlian dan pengetahuan
yang luas maka seseorang akan memiliki kepercayaan yang tinggi, mampu
bekerja efisien dan efektif, serta mampu untuk bekerja cerdas, cepat, cermat, dan
tuntas. Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas bisa disandingkan dengan
bisa bekerja. Sedangkan bekerja dengan hati bisa disandingkan dengan mau
bekerja.
Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas dapat dicapai dengan
menjadikan budaya belajar sebagai nilai yang hidup dalam kehidupan sehari-hari
para pegawai. Dengan demikian, belajar akan menjadi kebutuhan dari para
pegawai tersebut. Sehingga, mereka selalu haus akan ilmu dan pengetahuan baru
yang akan menjadikan mereka menjadi lebih mampu dalam melakukan
pekerjaannya. Belajar tidak lagi dianggap sebagai tugas dan kewajiban yang berat
tetapi sudah menjadi kebutuhan yang muncul dari dalam. Mereka akan melakukan
kegiatan pembelajaran dengan senang hati. Hal ini terjadi karena adanya dorongan
yang kuat dari dalam (inside out) diri mereka sendiri untuk belajar. Organisasi
juga harus menyediakan fasilitas dan sumberdaya yang memungkinkan para
pegawainya untuk mengembangkan diri dan mempelajari pengetahuan dan
keahlian baru. Oleh sebab itu, program pendidikan dan pelatihan professional
mengembangkan kapasitas para pegawainya. Pendidikan dan pelatihan yang
disediakan harus benar-benar berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan para
pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari.
Keahlian dan pengetahuan yang luas yang dimiliki seorang pegawai tidak
akan ada gunanya apabila tidak digunakan dan diaplikasikan dalam bekerja.
Untuk dapat bekerja secara maksimal untuk menghasilkan yang terbaik maka
seorang pegawai harus bekerja dengan sepenuh hati. Apabila seseorang dalam
bekerja tidak hanya menggunakan otak dan fikirannya saja tetapi juga bekerja
dengan sepenuh hati maka pada waktu bekerja akan timbul dorongan semangat
yang kuat yang berasal dari dalam untuk dapat bekerja sebaik mungkin. Dorongan
semangat yang berasal dari dalam diri sendiri tersebut akan menimbulkan energi
dan kemauan yang kuat untuk bekerja dengan lebih produktif dan lebih baik untuk
mencapai hasil yang maksimal.
Bekerja tidak lagi dianggap sebagai kewajiban yang memberatkan namun
bekerja dianggap sebagai hal yang menyenangkan sehingga pekerjaan dilakukan
dengan hati yang senang tanpa keterpaksaan. Dengan demikian kita akan
mempunyai kemauan yang kuat untuk bekerja lebih baik, efisien, dan produktif.
Dengan bekerja sepenuh hati, keahlian dan pengetahuan yang dimiliki akan dapat
digunakan dengan sebaik-baiknya karena fikiran semakin tajam dan jernih. Selain
itu, bekerja dengan sepenuh hati juga akan menyebabkan fisik tidak cepat merasa
lelah sehingga kita akan mampu untuk menyelesaikan
pekerjaan dengan tuntas,Terdapat tiga kriteria seseorang dikatakan profesional menurut Laila
(2012: 818), yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan
bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar
baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya
dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan. Apabila pegawai tidak
memiliki rasa profesionalisme didalam pekerjaannya, maka dapat dipastikan
tingkat produktivitas suatu perusahaan akan menurun dan tujuan yang ditentukan
akan sulit untuk dicapai.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul “PENGARUH PROFESIONALISME TERHADAP
PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI (Studi Pada Kantor Badan Pusat
Statistik Kota Medan)”
1.2.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu
penelitian dan untuk lebih memudahkan penelitian nantinya. Hal ini senada
dengan pendapat Arikunto (1998: 17) yaitu agar penelitian dapat dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya maka penulis merumuskan masalahnya sehingga jelas dari
mana harus memulai, kemana harus pergi dan dengan apa.
Adapun perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1.3.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya
sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Menurut Hasan (2002: 44)
dasar tujuan penelitian adalah memberikan informasi mengenai apa yang akan
diperoleh setelah selesai melakukan penelitian. Adapun tujuan penelitian yang
dilakukan adalah :
1.
Untuk mengetahui Profesionalisme di Kantor Badan Pusat Statistik
Kota Medan
2.
Untuk mengetahui Produktivitas Kerja Pegawai di Kantor Badan Pusat
Statistik Kota Medan
3.
Untuk mengetahui pengaruh antara Profesionalisme dengan
Produktivitas Kerja Pegawai di Kantor Badan Pusat Statistik Kota
Medan
1.4.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.
Secara Akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
khasanah kepustakaan kependidikan, dan dapat dijadikan bahan
masukan bagi pihak lain yang akan menindaklanjuti penelitian ini
dengan mengambil kancah penelitian yang berbeda dan dengan
informan penelitian yang lebih baik lagi.
2.
Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan
a.
Dapat dijadikan sebagai kontribusi terhadap pemecahan
permasalahan yang terkait dengan profesionalisme kerja pegawai
dan produktivitas kerja pegawai
b.
Sebagai masukan baru, bagi penulis maupun literature
perpustakaan yang berkaitan dengan masalah-masalah studi
administrasi publik.
1.5.
Kerangka Teori
Untuk memudahkan penulis dalam rangka menyusun penelitian ini, maka
dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan
masalah yang sedang disorot. Pedoman yang dimaksud adalah berupa kerangka
teori.
Menurut Sugiyono (2005 : 55) menyebutkan landasan teori perlu di
tegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar
perbuatan coba-coba. Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam
penelitian ini adalah:
1.5.1.
Profesionalisme
1.5.1.1.Definisi Profesionalisme
Menurut Siagian (2009:163) profesionalisme adalah, “Keandalan dan
keahlian dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu
yang tepat, cermat, dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh
pelanggan.” Sedarmayanti (2004:157) mengungkapkan bahwa, “Profesionalisme
memerlukan keahlian melalui pendidikan dan pelatihan tertentu dan dilakukan
sebagai suatu pekerjaan yang menjadi sumber penghasilan.”
Atmosoeprapto dalam Kurniawan (2005:74), menyatakan bahwa,
“Profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan (competensi), yaitu
memiliki pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), bisa melakukan (ability)
ditunjang dengan pengalaman (experience) yang tidak mungkin muncul tiba-tiba
tanpa melalui perjalanan waktu.” Profesionalisme menurut Dwiyanto (2011:157)
adalah, “Paham atau keyakinan bahwa sikap dan tindakan aparatur dalam
menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan selalu didasarkan pada
ilmu pengetahuan dan nilai-nilai profesi aparatur yang mengutamakan
kepentingan publik.”
Profesionalisme aparatur dalam hubungannya dengan organisasi publik
menurut Kurniawan (2005:79) digambarkan sebagai, “Bentuk kemampuan untuk
mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, memprioritaskan pelayanan,
dan mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan
aspirasi masyarakat atau disebut dengan istilah resposivitas.”
Atik Purwandari (2008:57) menyatakan bahwa, Profesionalisme adalah
memberi pelayanan sesuai dengan bidang ilmu yang dimiliki dan manusiawi
secara penuh/utuh tanpa memetingkan kepentingan pribadi melainkan
mementingkan kepentingan klien serta menghargai klien sebagaimana menghargai
diri sendiri. Atik Purwandari menyatakan bahwa profesional dapat dirumuskan
sebagai berikut:
“(1) Profesional mempunyai keterikatan dengan pekerjaan seumur hidup,
(2) Profesional mempunyai motivasi yang kuat atau panggilan hati nurani
komitmen seumur hidup yang layak, (3) Profesional mempunyai
kelompok ilmu pengetahuan dan keterampilan/keterampilan khusus yang
diperolehnya melalui pendidikan dan pelatihan yang lama, (4) Profesional
berorientasi pada pelayanan dengan menggunakan keahlian dalam
memenuhi kebutuhan klien, (5) Pelayanan yang diberikan kepada klien
didasarkan pada kebutuhan klien secara objektif, (6) Profesional lebih
mengetahui apa yang baik untuk klien, (7) Profesional mempunyai
otonomi dalam mempertimbangkan tindakannya, (8) Profesional
membentuk perkumpulan profesi yang menetapkan kriteria penerimaan,
standar pendidikan, perizinan, peningkatan klien dalam profesi, dan
batasan peraturan dalam profesi, (9) Profesional mempunyai kekuatan dan
status dalam bidang keahliannya dan pengetahuan khusus, (10) Profesional
dalam menyediakan layanan/mencari klien tidak boleh menggunakan
reklame.”
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme
kerja pegawai adalah kemampuan dan keterampilan pegawai dalam melaksanakan
proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja yang dipercayakan kepada
seorang pegawai sesuai dengan bidang, maupun tingkatan masing-masing
sehingga menciptakan hasil yang baik dan maksimal.
Profesional adalah orang yang terampil, handal, dan sangat bertanggung
jawab dalam menjalankan profesinya. Orang yang tidak mempunyai integritas
biasanya tidak profesional. Profesionalisme pada intinya adalah kompetensi untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan benar. Yang dimaksud
profesional adalah kemampuan, keahlian atau keterampilan seseorang dalam
bidang tertentu yang ditekuninya sedemikian rupa dalam kurun waktu tertentu
yang relatif lama sehingga hasil kerjanya bernilai tinggi dan diakui serta diterima
adalah suatu diskripsi yang anda harapkan akan diberikan oleh orang lain kepada
anda.
Ada empat sifat yang dapat mewakili sikap profesionalisme adalah sebagai
berikut: pertama, keterampilan tinggi yang didasarkan pada pengetahuan teoritis
dan sistematis; kedua, pemberian jasa dan pelayanan yang altruitis, artinya lebih
berorientasi kepada kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan pribadi;
ketiga, adanya pengawasan yang ketat atas perilaku pekerja melalui kode-kode
etik yang dihayati dalam proses sosialisasi pekerjaan, dan keempat, suatu sistem
balas jasa (berupa uang, promosi, jabatan dan kehormatan) yang merupakan
lambang prestasi kerja
.Profesionalisme pegawai sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan
pegawai yang tercermin melalui perilakunya sehari-hari dalam organisasi. Tingkat
kemampuan pegawai yang tinggi akan lebih cepat mengarah kepada pencapaian
tujuan organisasi yang telah direncanakan sebelumnya, sebaliknya apabila tingkat
kemampuan pegawai rendah kecenderungan tujuan organisasi yang akan dicapai
akan lambat bahkan menyimpang dari rencana semula. Istilah kemampuan
menunjukkan potensi untuk melaksanakan tugas yang mungkin dan tidak
mungkin dilakukan. Kalau disebut potensi maka kemampuan disini merupakan
kekuatan yang ada didalam diri seseorang. Dan istilah kemampuan dapat juga
dipergunakan untuk menunjukkan apa yang akan dapat dikerjakan seseorang,
bukan apa yang telah dikerjakan oleh seseorang.
Apa yang dikemukakan oleh Oemar Hamalik (2000 : 7-8) dapat
menambah pemahaman mengenai profesionalisme kerja pegawai atau tenaga
1.
Aspek Potensial, bahwa setiap tenaga kerja memiliki potensi-potensi
herediter yang bersifat dinamis yang terus berkembang dan dapat
dikembangkan. Potensi-potensi itu antara lain : daya mengingat, daya
berpikir, bakat dan minat, motivasi, dan potensi-potensi lainnya.
2.
Aspek Profesionalisme atau Vokasional, bahwa setiap tenaga kerja
memiliki kemampuan dan keterampilan kerja atau kejujuran dalam bidang
tertentu dengan kemampuan dan keterampilan itu dia dapat mengabdikan
dirinya dalam lapangan kerja tertentu dan menciptakan hasil yang baik
secara optimal.
3.
Aspek Fungsional, bahwa setiap tenaga kerja melaksanakan pekerjaannya
secara tepat guna, artinya dia bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya
dalam bidang yang sesuai pula. Misalnya tenaga kerja yang memiliki
keterampilan dalam bidang elektronik seharusnya bekerja dalam bidang
pekerjaan elektronik bukan bekerja sebagai tukang kayu untuk bangunan.
4.
Aspek Operasional, bahwa setiap tenaga kerja dapat mendayagunakan
kemampuan dan keterampilannya dalam proses dan prosedur pelaksanaan
kegiatan kerja yang sedang ditekuninya.
5.
Aspek Personal, bahwa setiap tenaga kerja harus memiliki sifat-sifat
kepribadian yang menunjang pekerjaannya, misalnya sikap mandiri dan
tangguh, bertanggung jawab, tekun dan rajin, mencintai pekerjaannya,
berdisiplin dan berdedikasi tinggi.
6.
Aspek Produktifitas, bahwa setiap tenaga kerja harus memiliki motif
berprestasi, berupaya agar berhasil, dan memberikan hasil dari
Dari beberapa defenisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Profesionalisme kerja pegawai adalah keseluruhan karakteristik profesional
pegawai dalam melaksanakan proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja
yang dipercayakan kepada seorang pegawai sesuai dengan bidang, tingkatan
masing-masing sehingga menciptakan hasil yang baik secara optimal.
Berdasarkan penjelasan di atas, Menurut Atmosoeprapto dalam Agung
Kurniawan (2005: 74) adapun yang menjadi indikator-indikator dari sikap
profesionalisme kerja pegawai adalah sebagai berikut:
1.
Kompetensi aparatur
Profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan (competensi)
yaitu memiliki pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) dalam
mengerjakan pekerjaan yang ditanggung jawabinya yang diperoleh
dari pendidikan dan pelatihan sesuai dengan tuntutan pekerjaannya
sebagai pegawai negeri; keterampilan tertentu (spesialisasi kerja) yang
dibutuhkan dalam bidang pekerjaan yang ditanggung jawabinya yang
ada di dalam diri pegawai yaitu tersedianya modal kecakapan,
ketangkasan atau modal lainnya yang memungkinkan anggota itu
dapat berbuat banyak bagi organisasinya; serta ditunjang dengan
tingkat pengalaman (experience) dalam melaksanakan tugas yang
diberikan yang tidak mungkin muncul tiba-tiba tanpa melalui
perjalanan waktu dimana pengalaman kerja berkaitan dengan
pengetahuan dan keterampilan orang yang mempunyai kematangan
pengalaman pekerjaan yang tinggi dalam bidang tertentu untuk
kejiwaan pengalaman kerja yang matang dalam suatu bidang tugas
akan dapat menimbulkan rasa tanggung jawab dan percaya diri.
2.
Loyalitas
Loyalitas atau kesetiaan berhubungan dengan disiplin dalam memulai
dan menyelesaikan pekerjaan yang dikerjakan, menaati segala
peraturan organisasi yang melandasi pekerjaan yang berlaku/diberikan,
melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh atasan dan berkaitan erat
dengan pemberi pelayanan yang tidak membeda-bedakan atas dasar
golongan tertentu. Loyalitas atau kesetiaan diberikan kepada
konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan rekan kerja. Loyalitas atau
kesetiaan terkait dengan kebersediaan pegawai untuk membantu
sesama rekan kerja.
3.
Budaya Organisasi
Budaya organisasi yaitu kerangka kerja yang ada yang sudah efektif
dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat yang menjadi
pedoman tingkah laku sehari-hari dan membuat keputusan untuk
karyawan dan mengarahkan tindakan mereka untuk mencapai tujuan
organisasi atau pimpinan memberikan pengarahan langsung tentang
penyelesaian pekerjaan berdasarkan peraturan dan ketentuan yang
telah ditetapkan agar tercapai tujuan organisasi. Budaya organisasi
yang pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat
difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan arena
dapat diformulasikan secara formal kedalam berbagai peraturan dan
organisasi pada bagian lain, seperti merencanakan, mengorganisasikan,
memimpin dan mengendalikan bahkan sebenarnya bila budaya tidak
sejalan dengan tugastugas ini, maka organisasi akan menghadapi masa
sulit
4.
Performansi (performance)
Performansi dapat diartikan menjadi pelaksanaan kerja, target dalam
penyelesaian pekerjaan yang diberikan dalam pelayanan kepada
masyarakat, keinginan pegawai untuk meningkatkan kemampuan dan
prestasi kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/penampilan kerja.
Performansi mempunyai hubungan erat dengan produktivitas karena
merupakan indikator dalam menentukan bagaimana usaha untuk
mencapai tingkat produktifitas yang tinggi dalam organisasi.
5.
Akuntabilitas (Accountability)
Aparatur pemerintah harus siap menerima tanggung jawab atas apapun
yang ia kerjakan. Akuntabilitas pegawai dapat dilihat dari kinerja
pegawai yaitu integritas (selalu memegang kode etik) yang ditetapkan
dalam menjalakan tugas dan pekerjaan, ketelitian dalam
menyelesaikan pekerjaan, kelengkapan saran dan prasana, kejelasan
peraturan dan kedisiplinan; pemungutan biaya pelayanan publik harus
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (pemungutan biaya lain
di luar dari ketentuan yang telah ditetapkan); dan produk pelayanan
1.5.1.2.
Ciri- Ciri Sikap Profesionalisme
Menurut Hamzah, Ada empat ciri-ciri yang bisa ditengarai sebagai
petunjuk atau indikator untuk melihat tingkat profesionalitas seseorang, yaitu :
1.
Penguasaan ilmu pengetahuan seseorang dibidang tertentu, dan
ketekunan mengikuti perkembangan ilmu yang dikuasai.
2.
Kemampuan seseorang dalam menerapkan ilmu yang dikuasai,
khususnya yang berguna bagi kepentingan sesama.
3.
Ketaatan dalam melaksanakan dan menjunjung tinggi etika keilmuan,
serta kemampuannya untuk memahami dan menghormati nilai-nilai
sosial yang berlaku dilingkungannya.
4.
Besarnya rasa tanggung jawab terhadap Tuhan, bangsa dan negara,
masyarakat, keluarga, serta diri sendiri atas segala tindak lanjut dan
perilaku dalam mengemban tugas berkaitan dengan penugasan dan
penerapan bidang ilmu yang dimiliki.
Namun secara level organisasi, Menurut Martin Jr (dalam Kurniawan,
2005:75) karakteristik profesionalisme aparatur sesuai dengan tuntutan good
governance, diantaranya :
1.
Equality
Perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Hal ini
didasarkan atas tipe prilaku birokrasi rasional yang secara konsisten
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada semua pihak tanpa
2.
Equity
Perlakuan yang sama kepada masyarakat tidak cukup, selain itu
perlakuan yang adil. Untuk masyarakat yang pluralistik diperlukan
perlakuan yang adil dan perlakuan yang sama.
3.
Loyality
Kesetiaan diberikan kepada konstitusi, hukum, pimpinan, bawahan dan
rekan kerja. Berbagai jenis kesetiaan tersebut terkait satu sama lain dan
tidak ada kesetiaan yang mutlak diberikan kepada satu jenis kesetiaan
tertentu dengan mengabaikan yang lainnya.
4.
Accountability
Setiap aparatur pemerintah harus siap menerima tanggung jawab atas
apapun yang ia kerjakan.
1.5.1.3.
Cara Pengembangan Profesionalisme
Dalam rangka mengembangan profesionalisme kerja, tentu saja diperlukan
proses pendidikan, pelatihan dan pembelajaran bagi para pegawai. Berdasarkan
kategori pegawai, pelatihan dapat berupa program orientasi pegawai baru,
pelatihan umum secara ekstensif, pelatihan pekerjaan yang spesifik, praktik
standar secara bertahap, pelatihan peralatan dan prosedur operasi. Adapun cara
pengembangan profesionalisme dapat dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan
berikut ini :
1. Menyelenggarakan kegiatan penataran dan pelatihan terhadap para
2. Memberikan kesempatan kepada para pekerja untuk melanjutkan
pendidikan ke tingkat lebih tinggi.
3. Mengirim atau menyekolahkan para pekerja pilihan keluar negeri.
4. Menyelenggarakan kegiatan seminar, loka karya atau workshop yang
berkaitan dengan peningkatan kualitas tenaga kerja
5. Menyediakan fasilitas dan bantuan dana kepada para pekerja yang
berprestasi untuk meningkatkan keahlian di bidangnya.
1.5.2.
Manajemen Sumber Daya Manusia
1.5.2.1.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Berbagai istilah yang dipakai untuk menunjukkan manajemen sumber daya
manusia antara lain: manajemen sumber daya manusia, manajemen sumber daya
insani, manajemen personalia, manajemen kepegawaiaan, manajemen perburuhan,
manajemen tenaga kerja, administrasi personalia (kepegawaian), dan hubungan
industrial.
Manajemen sumber daya manusia timbul sebagai masalah baru pada tahun
1960-an, sebelum itu kurang lebih pada tahun 1940-an yang mendominasi adalah
manajemen personalia. Antara keduanya jelas terdapat perbedaan di dalam ruang
lingkup dan tingkatannya. Manajemen sumber daya manusia mencakup
masalah-masalah yang berkaitan dengan pembinaan, penggunaan dan perlindungan sumber
daya manusia; sedangkan manajemen personalia lebih banyak berkaitan dengan
sumber daya manusia yang berada dalam perusahaan-perusahaan, yang umum
mempelajari dan mengembangkan cara- cara agar manusia dapat secara efektif di
integrasikan ke dalam berbagai organisasi guna mencapai tujuannya.
Manajemen sumber daya manusia sebenarnya merupakan suatu gerakan
pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang cukup
potensial, yang perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu
memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi maupun pengembangan
dirinya.
Istilah manajemen sumber daya manusia (MSDM) kini semakin populer,
menggantikan istilah personalia. Meskipun demikian istilah personalia ini masih
tetap dipergunakan dalam banyak organisasi untuk memahami departemen yang
menangani kegiatan-kegiatan seperti rekrut tenaga kerja, seleksi, pemberian
kompensasi dan pelatihan karyaan. Dan (MSDM) Manajemen Sumber Daya
Manusia pada akhir-akhir ini merupakan istilah yang banyak dipergunakan dalam
berbagai forum diskusi, seminar, lokakarya dan sejenisnya.
Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dari
manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat dalam fungsi atau bidang
produksi, pemasaran, keuangan maupun kepegawaian. Karena sumber daya
manusia dianggap semakin penting peranannya dalam pencapaian tujuan,
makaberbagai pengalaman
dan hasil penelitian dalam bidang sumber daya manusia
(SDM) dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut dengan Manajemen
sumber daya manusia. Istilah “manajemen” mempunyai arti sebagai kumpulan
pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage (mengelola) sumber daya
Pengertian manajemen sumber daya manusia menurut beberapa ahli,
diantaranya:
a.
Menurut Hall T. Douglas dan Goodale G. James Baha
Manajemen sumber daya manusia adalah: “Human Resource
Management is the prosses through hican optimal fit is achieved among
the employee, job, organization, and environment so that employees
reach their desired level of satisfaction and performance and the
organization meets it’s goals” Menurut Douglas (1986: 6) Manajemen
sumber daya manusia adalah suatu proses melalui mana kesesuaian
optimal diperoleh di antara pegawai, pekerjaan organisasi dan
lingkungan sehingga para pegawai mencapai tingkat kepuasan dan
performansi yang mereka inginkan dan organisasi memenuhi tujuannya.
b.
Menurut Edin Flippo dalam Malayu Hasibuan (2000: 11) Personal
management is the planning, organizing, directing, and controlling of
the procurement, development, compensation, integration,
maintenance, and separation of human resources to the end that
individual, organizational and societal objectives are accomplished.
Manajemen sumber daya manusia adalah
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan tenaga
kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan
pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk
c.
Sedangkan menurut Malayu Hasibuan (2003: 21) Manajemen sumber
daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan
tenaga kerja, agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan.
d.
Menurut Bashir Barthos (1990: 1) Manajemen sumber daya manusia
timbul sebagai suatu masalah baru pada dasaarsa 1960-an. Manajemen
sumber daya manusia mencakup masalah-masalah yang berkaitan
dengan pembinaan, penggunaan, dan perlindungan sumber-sumber daya
manusia baik yang berada dalam hubungan kerja maupun yang
berusaha sendiri.
e.
Menurut Amin Idjaja Tunggal (1993: 250) Manajemen sumber daya
manusia adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan
rekrutmen, penempatan, pelatihan, dan pengembangan anggota
organisasi.
f.
Menurut T. Hani Handoko (2001: 4) Manajemen sumber daya manusia
adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan
penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan
individu maupun organisasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian manajemen sumber daya manusia
atau manajemen personalia adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan,
kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan
sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan
1.5.2.2.
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Sofyandi Herman, Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
adalah
a.
Tujuan Organisasional
Ditujukan untuk dapat mengenali keberadaan manajemen sumber daya
manusia (MSDM) dalam memberikan kontribusi pada pencapaian
efektivitas organisasi. Walaupun secara formal suatu departemen
sumber daya manusia diciptakan untuk dapat membantu para manajer,
namun demikian para manajer tetap bertanggung jawab terhadap kinerja
karyawan. Departemen sumber daya manusia membantu para manajer
dalam menangani hal-hal yang berhubungan dengan sumber daya
manusia.
b.
Tujuan Fungsional
Ditujukan untuk mempertahankan kontribusi departemen pada tingkat
yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Sumber daya manusia
menjadi tidak berharga jika manajemen sumber daya manusia memiliki
kriteria yang lebih rendah dari tingkat kebutuhan organisasi.
c.
Tujuan Sosial
Ditujukan untuk secara etis dan sosial merespon terhadap
kebutuhankebutuhan dan tantangan-tantangan masyarakat melalui
tindakan meminimasi dampak negatif terhadap organisasi. Kegagalan
organisasi dalam menggunakan sumber dayanya bagi keuntungan
masyarakat dapat menyebabkan hambatan-hambatan.
Ditujukan untuk membantu karyawan dalam pencapaian tujuannya,
minimal tujuan-tujuan yang dapat mempertinggi kontribusi individual
terhadap organisasi. Tujuan personal karyawan harus dipertimbangkan
jika parakaryawan harus dipertahankan, dipensiunkan, atau dimotivasi.
Jika tujuan personal tidak dipertimbangkan, kinerja dan kepuasan
karyawan dapat menurun dan karyawan dapat meninggalkan organisasi.
1.5.3.
Produktivitas Kerja Pegawai
1.5.3.1.
Pengertian Produktivitas Kerja
Filosofi mengenai produktivitas mengandung arti keinginan dan usaha
setiap manusia untuk selalu mengingkatkan mutu kehidupan dan penghidupannya.
Padangan filosofis ini memberikan arti dan semangat yang cukup mendalam.
Pandangan ini juga memungkinkan setiap orang yang memahaminya untuk
memandang kerja, baik secara individual maupun berkelompok dalam suatu
organisasi sebagai suatu keutamaan. Dunia usaha saat ini semakin dituntut untuk
selalu mengutamakan produktivitasnya. Melalui produktivitas tinggi, produk
sebagai hasil dari suatu usaha kerja akan mempunyai kualitas yang kompetitif di
pasaran konsumen. Menurut jurnal internasional, penelitian membuktikan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan dari budaya organisasi terhadap produktivitas
kerja karyawan.
Produktivitas tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan berbagai
variabel, dan pembicaraan tentang produktivitas sering dikaitkan dengan etos
kerja, budaya perusahaan, kemakmuran, motivasi dan sebagainya. Dalam sebuah
kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan akan menyebabkan kepuasan yang
lebih tinggi akan mengakibatkan peningkatan produktivitas.
Produktivitas mengandung pengertian yang berkenaan dengan konsep
ekonomis, filosofis dan sistem. Sebagai konsep ekonomis, produktivitas
berkenaan dengan usaha atau kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan
jasa yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan manusia dan masyarakat pada
umumnya. Sebagai konsep filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup
dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan
dimana keadaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan mutu kehidupan
hari esok harus lebih baik dari hari ini. Hal inilah yang memberi dorongan untuk
berusaha dan mengembangkan diri. Sedangkan konsep sistem, memberikan
pedoman pemikiran bahwa pencapaian suatu tujuan harus ada kerjasama atau
keterpaduan dari unsur-unsur yang relevan sebagai sistem.
Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu ukuran perusahaan dalam
mencapai tujuannya. Sumber daya manusia merupakan elemen yang paling
strategik dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen.
Peningkatan produktivitas kerja hanya mungkin dilakukan oleh manusia. Oleh
karena itu tenaga kerja merupakan faktor penting dalam mengukur produktivitas.
Hal ini disebabkan oleh dua hal, antara lain karena besarnya biaya yang
dikorbankan untuk tenaga kerja sebagai bagian dari biaya yang terbesar untuk
pengadaan produk atau jasa dan karena masukan pada faktor-faktor lain seperti
modal.
Dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara hasil dari
dengan pendapat Sondang P. Siagian bahwa produktivitas adalah: “kemampuan
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari sarana dan prasarana yang
tersedia dengan menghasilkan output yang optimal bahkan kalau mungkin yang
maksimal.” Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa produktivitas
sangat dipengaruhi oleh faktor knowledge, skills, abilities, attitudes, dan
behaviours dari para pekerja yang ada dalam organisasi sehingga banyak program
perbaikan produktivitas meletakkan hal-hal tersebut sebagai asumsi-asumsi
dasarnya.
Peningkatan produktivitas dapat berpengaruh terhadap berbagai bidang,
misalnya : meningkatkan laba perusahaan, peningkatan pendapatan karyawan,
meningkatkan pendapat negara (pajak), harga pokok menjadi lebih rendah, harga
jual dapat diturunkan, hasil produksi menjadi lebih tersebar, lebih banyak
konsumen yang dapat menikmati, perusahaan penghasil menjadi lebih kompetitif,
menimbulkan lebih banyak waktu senggang, meningkatkan kemakmuran dan
ketahanan negara. Jika kita ingin memperbaiki produktivitas, maka pertama-tama
yang diperlukan ialah melakukan perubahan fundamental budaya perusahaan.
Pertumbuhan manusia itu dapat dicapai secara efektif, apabila orang-orang
dilibatkan dalam mengembangkan dan mengurus perusahaan. Langkah ini
melibatkan diskusi-diskusi mengenai arti dan maksud bisnis, dengan tujuan untuk
memperoleh konsensus mengenai tujuan organisasi. Organsiasi yang menerapkan
cara ini menjadi organisasi yang metanoik, yaitu suatu organisasi yang dapat
mengubah pandangan dan pikiran secara fundamental. Ia juga mengatakan bahwa
organisasi yang metanoik menghasilkan produktivitas dan motivasi pribadi secara
mereka sendiri, maka mereka semakin meningkat kerjanya untuk mencapai
kepentingan bersama, yaitu tujuan dan misi organisasi.
1.5.3.2.
Indikator Produktivitas Kerja
Produktivitas merupakan hal yang sangat penting bagi para pegawai yang
ada dalam suatu organisasi. Dengan adanya produktivitas kerja diharapkan
pekerjaan akan terlaksana secara efektif dan efisien, sehingga pada akhirnya dapat
mencapai tujuan. Untuk mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator.
Menurut Eddy Sutrisno (2011: 211) ada 5 indikator produktivitas kerja,
yaitu :
1.
Kemampuan
Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan
seorang pegawai sangat bergantung kepada keterampilan yang dimiiki
serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini memberikan daya
untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diembankan kepada mereka.
2.
Meningkatkan hasil yang dicapai
Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan
salah satu hal yang dapat dirasakan oleh yang mengerjakan maupun
orang yan gmenikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, ada usaha untuk
memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing-masing yang terlibat
3.
Semangat kerja
Ini merupakan suaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator ini
dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari
kemudian dibandingkan dengan hari sebelumnya.
4.
Pengembangan diri
Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan
kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan
dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Sebab, semakin kuat
tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga
harapan untuk menjadi lebih baik pada gilirannya akan sangat
berdampak pada keinginan pegawai untuk meningkatkan kemampuan.
5.
Mutu
Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu dari masa yang sebelumnya.
Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan kualitas
kerja seorang pegawai. Jadi, meningkatkan mutu bertujuan untuk
memberikan hasil yang terbaik yang apda gilirannya akan sangat
berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri.
1.5.3.3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja merupakan salah satu indikator untuk melihat kemajuan
suatu organisasi. Baik organisasi profit maupun organisasi non profit.
Produktivitas yang tinggi baik melalui angka statistika merupakan salah satu
wujud dari kemajuan organisasi itu. Sehingga, kita dapat berasumsi bahwa
organisasi. Setiap perusahaan selalu berkeinginan agar tenaga kerja yang dimiliki
mampu meningkatkan produktivitas yang tinggi.
Menurut Ravianto (1986: 135) Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun
faktor lain, seperti tingkat pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap, dan etika
kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial,
lingkungan kerja, iklim kerja, teknologi, sarana produksi, manajemen dan prestasi.
Menurut Simanjuntak (2005: 63), ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi produktivitas kerja pegawai, yaitu:
1.
Sikap mental, berupa motivasi kerja, disiplin kerja dan etika kerja.
2.
Pendidikan, pada umumnya orang yang memiliki pendidikan lebih
tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas yang berpengaruh
terhadap Produktifitas kerja.
3.
Keterampilan, apabila pegawai semakin terampil maka akan lebih
mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik.
4.
Manajemen, berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan
untuk memimpin serta mengendalikan staf karena manajemen yang
tepat dapat menimbulkan semangat kerja yang tinggi.
5.
Tingkat penghasilan, dapat menimbulkan semangat bekerja, dan
pegawai juga dapat memanfaatkan kemampuan yang dia miliki untuk
meningkatkan Produktifitas kerja.
6.
Gizi dan kesehatan, apabila hal ini dapat terpenuhi maka pegawai akan
7.
Jaminan sosial, untuk meningkatkan pengabdian pegawai pada
organisasi.
8.
Lingkungan dan iklim kerja, akan menolong pegawai senang bekerja
dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan
dengan baik menuju ke arah peningkatan produktifitas.
9.
Saran Produktifitas, sarana yang digunakan harus baik agar dapat
menunjang Produktifitas kerja.
Sedangkan Tiffin dan Cormick dalam Siagian, mengatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dapat disimpulkan menjadi dua
golongan, yaitu:
a.
Faktor yang ada pada diri individu, yaitu umur, temperamen,
keadaan fisik individu, kelemahan dan motivasi.
b.
Faktor yang ada diluar individu, yaitu kondisi fisik seperti suara,
penerangan, waktu, istirahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi,
lingkungan sosial, dan keluarga.
Dengan demikian, jika karyawan diperlakukan secara baik oleh atasan atau
adanya hubungan karyawan yang baik, maka karyawan tersebut akan
berpartisipasi dalam proses pencapaian tujuan organisasi, sehingga akan
berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja.
1.5.3.4.
Upaya Peningkatan Produktivitas Kerja
Sondang P. Siagian (2002:10), mengemukakan berbagai upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan produktifitas kerja :
Dalam upaya meningkatkan produktifitas kerja, salah satu
implikasinya ialah bahwa seluruh komponen organisasi harus
melakukan perbaikan secara terus menerus.
2.
Peningkatan mutu hasil pekerjaan
Berkaitan dengan upaya perbaikan secara terus menerus adalah
peningkatan mutu hasil kerja oleh semua orang dan segala komponen
organisasi, dan dalam hal ini peningkatan mutu sumber daya manusia
adalah hal yang sangat penting.
3.
Pemberdayaan sumber daya manusia
Memberdayakan sumber daya manusia yang ada didalam organisasi
dapat dilakukan dengan memberikan hak-haknya sebagai manusia,
seperti kebebasan untik memperoleh pekerjaan yang layak,
memperoleh imbalan yang wajar, memperoleh rasa aman, melibatkan
dalam pengambilan keputusan, dan lainnya.
4.
Filsafat organisasi
Cakupan dalam hal ini seperti memberikan perhatian kepada budaya
organisasi, karena budaya organisasi merupakan persepsi yang sama
tentang hakiki kehidupan dalam organisasi. Selain itu, perlunya
ketentuan formal dan prosedur, seperti standar pekerjaan yang harus
dipenuhi, disiplin organisasi, sistem imbalan, serta prosedur
1.5.3.5.
Ciri-Ciri Karyawan Produktif
Orang sering kali mengabaikan bahwa yang paling menentukan dari upaya
peningkatan produktivitas adalah munculnya perilaku produktif karyawan.
Rekayasa dalam bentuk apapun apabila tidak menghasilkan perilaku produktif
dari karyawan, tentunya tidak akan memberikan kontribusi apapun terhadap
perusahaan dan terhadap pekerja. Munculnya perilaku seseorang termasuk
perilaku produktif ditentukan oleh dua sebab yaitu individu dan lingkungan.
Perilaku produktif pada dasarnya terbentuk dari dua jenis perilaku secara
bersamaan, yakni perilaku yang efektif dan efisien. Sebagai perilaku efektif,
perilaku ini menghasilkan kinerja yang seseuai dengan rencana. Sebagai perilaku
efisien, perilaku produktif dinilai sampai seberapa jauh kinerja yang dihasilkan
dibandingkan dengan masukan yang digunakan untuk menghasilkan kinerja
tersebut. Produktivitas berhubungan pula dengan sikap mental, pandangan hidup,
etika kerja yang baik dan kemauan yang kuat secara terus-menerus menuju suatu
mutu kehidupan yang lebih baik. Sehingga karyawan yang produktif adalah
karyawan yang cekatan, dapat menghasilkan barang dan jasa sesuai mutu yang
ditetapkan dalam waktu relatif singkat.
Menurut Dale Timpe (1992: 54) Adapun ciri-ciri pegawai produktif adalah
1.
Cerdas dan dapat belajar dengan cepat
2.
Kompeten secara profesional atau teknis yaitu selalu memperdalam
pengetahuan dalam bidangnya
3.
Kreatif dan inovatif dengan memperlihatkan kecerdikan dan
keanekaragaman.
5.
Bekerja dengan cerdik, yaitu menggunakan logika, mengorganisasikan
pekerjaannya dengan efisien, tidak mudah macet dalam pekerjaan.
Selalu memperhatikan kinerja rancangan, mutu, kehandalan,
pemeliharaan, keamanan, mudah dibuat, produktivitas, biaya dan
jadwal.
6.
Selalu mencari perbaikan, tetapi tahu kapan harus berhenti
menyempurnakannya.
7.
Dianggap bernilai oleh atasannya.
8.
Memiliki prestasi yang berhasil.
9.
Selalu meningkatkan diri.
Menurut Ramelan Rahadi (1994: 37) Dengan adanya ciri-ciri pegawai
produktif dan definisi produktivitas yaitu sikap mental untuk selalu melakukan
perbaikan dan peningkatan dalam bekerja dan dalam penghidupan pada
umumnya, cara kerja hari ini harus lebih baik dari kerja hari kemarin, dan tingkat
penghidupan besok harus lebih baik dari tingkat penghidupan hari ini. Sikap
produktif adalah komitmen untuk maju, dan motivasi untuk berbuat lebih baik
lagi. Sikap demikian mendorong seseorang untuk menjadi lebih dinamis, kreatif,
inovatif serta terbuka terhadap kritik-kritik, ide-ide baru, dan
perubahan-perubahan.
Dari kedua hal tersebut didapatkan adanya dimensi-dimensi dari
produktivitas yakni:
1.
Sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan hari
ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari
dan hasil yang dicapai besok harus lebih banyak atau lebih baik dari
yang diperoleh hari ini. Sikap yang demikian membuat seseorang selalu
mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan-peningkatan dan
menjadikannya lebih produktif.
2.
Dinamis
Merupakan kemampuan untuk secara berani dan bertanggungjawab
melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu
tuntan dengan perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, dalam suatu
organisasi yang efektif dan efisien, setiap orang yang terlibat perlu
mengantisipasi perubahan dan seharusnya mereka tidak perlu takut
dengan perubahan tersebut. Dan dalam kasus tertentu, karyawan harus
sigap merespon perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim
kerja yang sudah dibangun.
3.
Kreatif
Berhubungan dengan ide, inspirasi spontan, pemikiran baru, sesuatu
yang tidak biasa dan dengan membuat sesuatu yang baru itu menjadi
kenyataan. Jadi orang yang kreatif itu adalah orang-orang yang
memiliki ide-ide baru, unik, atau sesuatu yang tidak biasa dan dapat
melaksanakan ide baru yang unik tersebut secara nyata dalam
pekerjaan.
4.
Inovatif
Suatu proses mendapatkan ide baru dan menempatkan ide-ide tersebut
dalam proses kerja yang dilakukan pada pekerjaan sehingga didapatkan
a.
Orang yang selalu mencari ide baru dari lingkungan dalam
maupun luar perusahaan
b.
Memodifikasi ide-ide baru agar cocok dengan kebutuhan
perusahaan
c.
Melaksanakan ide-ide baru dalam proses kerja sehari-hari di
perusahaan.
5.
Terbuka terhadap ide-ide baru
Seseorang yang dikatakan produktif akan memiliki sikap terbuka
terhadap ide-ide baru tetapi bukan berarti tidak memiliki pendirian yang
kuat bahkan selektif terhadap ide-ide tersebut sehingga dapat memilih
ide-ide mana yang tepat buat dirinya.
6.
Terbuka terhadap perubahan
Seseorang yang dikatakan produktif akan memiliki sikap tidak tertutup
terhadap perubahan yang terjadi dilingkungan internal ataupun
eksternal perusahaannya, dan selektif menerima perubahan-perubahan
tersebut sehingga dapat memilih dan menerima perubahan yang tepat
untuknya. Berdasarkan pemaparan dimensi produktivitas diatas dapat
disimpulkan seseorang dapat dikatakan produktif apabila memiliki
sikap yang optimis, kreatif, inovatif, terbuka terhadap ide-ide baru, dan
terbuka terhadap perubahan. Tentunya hal-hal ini harus sejalan dengan
Sesuai dengan teori- teori yang telah dikemukakan, untuk menjawab
pertanyaan dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan variabel dan indikator
sebagai berikut:
Tabel 1
Variabel dan Indikator Penelitian
No.
Tujuan Penelitian
Dasar Teori
Indikator
1.
pegawai di Kantor Badan
Pusat Statistik Kota
1.5.4.
Pengaruh Tingkat Profesionalisme Terhadap Produktivitas Kerja
Pegawai
Sumber daya manusia organisasi yang produktif merupakan aspek
penting dalam setiap perubahan yang terjadi dalam sebuah organisasi. Tuntutan
pelayanan yang lebih baik pada organisasi menjadi salah satu pendorong perlunya
upaya untuk mempersiapkan elemen penting organisasi sebagai penggerak setiap
roda kegiatan yakni sumber daya manusia agar lebih siap dan produktif dalam
kerjanya. Setiap organisasi baik berbentuk perusahaan maupun lainnya akan
selalu berupaya agar para anggota atau pekerja yang terlibat dalam kegiatan
organisasi dapat memberikan prestasi dalam bentuk produktivitas kerja yang
tinggi untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.
Untuk meningkatkan produktivitas kerja perlu adanya pegawai yang
memiliki keterampilan, keahlian dan profesionalitas pada pekerjaan, karena
apabila pegawai tidak memiliki sifat tersebut akan berakibat menurunnya
produktivitas dan merugikan organisasi. Ada empat sifat yang dapat mewakili
sikap profesionalisme adalah sebagai berikut: pertama, keterampilan tinggi yang
didasarkan pada pengetahuan teoritis dan sistematis; kedua, pemberian jasa dan
pelayanan yang altruitis, artinya lebih berorientasi kepada kepentingan umum
dibandingkan dengan kepentingan pribadi; ketiga, adanya pengawasan yang ketat
atas perilaku pekerja melalui kode-kode etik yang dihayati dalam proses
sosialisasi pekerjaan, dan keempat, suatu sistem balas jasa (berupa uang, promosi,
jabatan dan kehormatan) yang merupakan lambang prestasi kerja
.Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pegawai yang memiliki rasa
suatu perusahaan akan meningkat. Begitu sebaliknya, apabila pegawai tidak
memiliki rasa profesionalisme, produktivitas akan menurun dan tujuan yang
diharapkan akan sulit untuk dicapai.
1.6.
Hipotesis
Menurut Sugiono (2005:70), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, oleh sebab itu rumusan masalah penelitian biasanya
disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Maka dari rumusan masalah dan
kerangka teori yang dikemukakan diatas, penulis menurunkan hipotesa penelitian
sebagai berikut :
a.
Hipotesis Alternatif atau hipotesis kerja (Ha)
Terdapat pengaruh antara profesionalisme terhadap produktivitas kerja
pegawai pada Kantor Badan Pusat Statistik Kota Medan
b.
Hipotesis Nol (Ho)
Tidak terdapat pengaruh antara profesionalisme terhadap produktivitas
kerja pegawai pada Kantor Badan Pusat Statistik Kota Medan
1.7.
Definisi Konsep
Konsep adalah mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar
generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu
tertentu yang menjadi pusat perhatian, (Singarimbun,1997:33). Untuk
memberikan batas-batas yang jelas dari masing-masing konsep, guna menghindari
penelitian ini sesuai dengan kerangka teoritis yang telah dikemukakan diatas.
Adapun yang menjadi definisi konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Profesionalisme adalah kemampuan dan keterampilan pegawai dalam
melaksanakan proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja yang
dipercayakan kepada seorang pegawai sesuai dengan bidang, maupun
tingkatan masing-masing sehingga menciptakan hasil yang baik dan
maksimal.
2. Produktivitas kerja pegawai adalah kemampuan pegawai untuk
menghasilkan barang atau jasa yang dilandasi kualitas dan sikap mental
pegawai agar tujuan organisasi tercapai.
1.8.
Definisi Operasional
Menurut Singarimbun (1995:46), definisi operasional adalah unsur-unsur
penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variable sehingga
dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikator-indikator apa saja sebagai
pendukung untuk dianalisa kedalam variable-variabel tersebut.
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Variabel bebas (X), Profesionalisme diukur dengan indikator, sebgai
berikut :
1)
Kompetensi aparatur yang dimiliki pegawai yang dilihat dari:
a.
Pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) dalam
mengerjakan pekerjaan yang ditanggung jawabinya;
b.
Keterampilan tertentu (spesialisasi kerja) yang dibutuhkan
c.
Tingkat pengalaman (experience) dalam melaksanakan tugas
yang diberikan.
2)
Loyalitas yang dimiliki pegawai yang dilihat dari:
a.
Disiplin dalam memulai dan menyelesaikan pekerjaan yang
dikerjakan;
b.
Menaati segala peraturan organisasi yang melandasi pekerjaan;
c.
Melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh atasan;
d.