BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara yang mengandalkan sektor pertanian sebagai
penopang pembangunan juga sebagi sumber mata pencaharian penduduknya.
Sektor pertanian di Indonesia meliputi subsektor tanaman, bahan makanan,
subsektor hortikultura, subsektor perikanan, subsektor peternakan dan subsektor
kehutanan. Pada tahap awal pembangunan, sektor pertanian merupakan penopang
perekonomian. Dapat dikatakan demikian, karena pertanian membentuk proporsi
yang sangat besar bagi devisa negara, penyedia lapangan kerja dan sumber
pendapatan masyarakat (Khazanani, 2011).
Salah satu dari subsektor pertanian di Indonesia yang sedang semarak
dikembangkan adalah subsektor hortikultura. Hortikultura merupakan salah satu
subsektor penting dalam pembangunan pertanian. Secara garis besar, komoditas
hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits),
tanaman berkhasiat obat (medicinal plants), tanaman hias (ornamental plants)
termasuk didalamnya tanaman air, lumut dan jamur yang dapat berfungsi sebagai
sayuran, tanaman obat atau tanaman hias (Departemen Pertanian, 2014).
Menurut Dirjen Hortikultura tahun 2008, telah ditetapkan empat komoditas
unggulan Provinsi Sumatera Utara yaitu komoditas kentang, jeruk, kubis dan
tanaman hias. Indonesia masih tertinggal dalam produktivitasnya hanya 16,58
ton/hektar jika dibandingkan dengan negara di luar Indonesia misalnya China dan
Bangladesh, Korea Utara, Nepal, Pakistan, Vietnam dan Korea Selatan. Untuk
Asia kondisi terakhir, sepertinya Korea Selatan dan China merupakan negara
dengan produksi tertinggi mencapai sekitar 30 – 35 ton/hektar. Masih jauh
dibandingkan dengan Belanda yang mencapai sekitar 70 – 80 ton/hektar, Amerika
80 – 90 ton/hektar dan Australia kemungkinan tertinggi mencapai di atas 100
ton/hektar. Besar kemungkinan angka-angka di atas sekarang sudah lebih tinggi
lagi (Anonimous, 2011).
Indonesia masih tertinggal dalam produktivitasnya hanya 16,58 ton/hektar. Jauh
tertinggal dibandingkan Australia, Belanda, China dan lainnya. Sementara untuk
produktivitas kentang pada daerah Sumatera Utara dalam empat tahun terakhir
yaitu sebagai berikut :
Tabel 1.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang di Sumatera Utara Tahun 2009-2012
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009 - 2012
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat luas areal mengalami fluktuatif, sama
halnya dengan produksi dan produktivitas dari tahun ke tahun. Untuk produksi
tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 2,61 % , disusul tahun 2011 kembali
menurun sebesar 2,47 % dan ditahun 2012 meningkat kembali sebesar 4,6 %.
Sementara produktivitas pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 2,10 %
namun berbeda dengan tahun 2011 dan 2012 masing-masing mengalami
Tahun Luas panen Produksi Produktivitas
(Ha) (Ton) (Ton/Ha)
2009 8013 129587 16,17
2010 7972 126203 15,83
2011 7203 123078 17,09
Untuk sentra produksi kentang pada daerah Sumatera Utara dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Gambar 1.1 Daerah Sentra Produksi Tanaman Kentang di Sumatera Utara Tahun 2012
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2012
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa Kabupaten Karo merupakan daerah
penghasil kentang terbesar karena menghasilkan 41,8 % dari total komoditas
kentang yang ada di Sumatera Utara. Disusul oleh Kabupaten Simalungun sebesar
35,94 %, Samosir 11,47 %, Dairi 5,79 %, Tapanuli Utara 2,22 % dan kabupaten
No Kecamatan Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Luas Produksi Produktivitas Luas Produksi Produktivitas Luas Produksi Produktivitas Luas Produksi Produktivitas Luas Produksi Produktivitas panen (Ton) (Ton/ Ha) panen (Ton) (Ton/Ha) panen (Ton) (Ton/Ha) panen (Ton) (Ton/Ha) panen (Ton) (Ton/Ha)
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 9. Simpang Empat 194 1.925 9,92 230 4.663 20,27 234 3.041 12.995.7 205 2.925 14.268.3 229 3.363 14,69 10. Naman Teran 465 5.813 12,50 832 6.852 8,24 1.183 22.584 19.090.4 666 13.351 20.046.5 192 3.360 17,50 11. Merdeka 273 3.826 14,01 324 5.740 17,72 383 5.606 14.637.0 325 4.826 14.849.2 396 6.940 17,53 12. Kabanjahe 124 2.530 20,40 215 3.594 16,72 381 7.237 18.994.7 290 5.800 20.000 237 4.594 19,38 13. Berastagi 120 1.754 14,62 120 1.533 12,78 108 2.083 19.287.0 153 2.754 18.000 147 2.333 15,87 14. Tiga Panah 198 2.579 13,03 98 987 10,07 298 3.178 10.664.4 212 3.579 16.882.1 107 1.520 14,21 15. Dolat Rayat 52 982 18,88 87 895 10,29 94 1.410 15.000 69 1.304 18.898.6 109 1.267 11,62 16. Merek 222 2.598 11,70 378 4.875 12,90 502 7.076 14.095.6 257 3.598 14.000 409 5.999 14,67 17. Barus Jahe 120 1.284 10,70 135 1.591 11,79 89 1.744 19.595.5 142 2.284 16.084.5 156 2.791 17,89
Total 1.768 23.291 125,77 135 30.730 120,76 3.272 53.959 57.231 2.319 40.421 42.740 1.983 32.185 143,35
Sementara untuk luas panen, produksi dan produktivitas kentang di Kabupaten
Karo menurut Per Kecamatan sebagai sentra produksi kentang sebelum dan
sesudah Erupsi Gunung Sinabung pada tahun 2013 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Data Produksi Tanaman Komoditi Kentang Per Kecamatan Tahun 2010-2014 Kabupaten Karo
Pada tahun 2012, Kecamatan Naman Teran menghasilkan produksi kentang
sebesar 22.584 Ton, pada tahun 2013 menghasilkan produksi sebesar 13.351 Ton,
pada tahun 2014 Kecamatan Naman Teran menghasilkan 3.360 Ton. Produksi
kentang mengalami penurunan yang sangat drastis pada tahun 2014 yang
dikarenakan dampak erupsi Gunung Sinabung pada saat itu banyak merusak
hamparan usahatani tanaman kentang di Kecamatan Naman Teran akibat terkena
abu vulkanik dan larva dingin.
Salah satu daerah di Sumatera Utara juga terkena dampak bencana alam Gunung
meletus yaitu meletusnya Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Meletusnya
Gunung Sinabung diawali dengan datangnya gempa bumi. Gempa bumi dalam
pengertian ilmiah adalah getaran (ground shaking) akibat pelepasan energi secara
bentuk gelombang seismik (dalam bahasa Yunani seismos, berarti mengguncang).
Dikenal dua kategori gempa yaitu gempa tektonik, getaran yang terjadi akibat
pelepasan energi tiba-tiba pada zona tumbukan lempeng dimana salah satu
lempeng tertekan dan kemudian patah, dan gempa vulkanik yaitu getaran yang
terjadi akibat desakan cairan panas (magma) yang keluar melalui mekanisme
letusan gunung. Getaran gempa akibat aktivitas magma yang bergerak keatas
melalui kawah sehingga menyebabkan pergeseran formasi batuan di sekitarnya.
Saat magma bergerak ke permukaan gunung, ia memecahkan batu-batuan yang
mengakibatkan getaran bumi terus menerus yang berlangsung selama beberapa
jam hingga beberapa hari. Akibat guncangan gempa vulkanik permukaan bumi
terbelah dan menggeser formasi batuan sehingga bangunan atau gedung-gedung
dalam radius jarak tertentu mengalami kehancuran atau runtuh. (Dzikron,2006)
Dengan demikian Gunung Sinabung menunjukkan adanya tanda-tanda
peningkatan kegiatan yang menjadikan masyarakat siap-siap. Namun pada 29
Agustus 2010 tengah malam pukul 00.08 WIB, terdengar suara gemuruh. Dengan
aktivitas tersebut maka Gunung Sinabung diubah tipenya dari tipe B menjadi tipe
A dan statusnya dinyatakan AWAS terhitung pukul 00.10 WIB tanggal 29
Agustus 2010. Hal ini karena pada pukul 00.10 WIB setelah berkoordinasi dengan
tim di lapangan, diputuskan dilakukan pengungsian masyarakat yang bermukim
dan beraktivitas pada radius 6 km dari kawah aktif (Rovicky, 2010).
Setelah Gunung Sinabung dinyatakan aman maka penduduk pulang kembali ke
rumah masing-masing. Akan tetapi keadaan penduduk sekitar daerah yang terkena
meletusnya Gunung Sinabung tersebut dimana banyak perubahan yang
ditimbulkan, baik bidang sosial maupun bidang usahatani, khususnya tanaman
kentang.
Akibat letusan gunung berapi, beberapa material yang keluar dari kepundan
gunung tersebut antara lain adalah awan panas, material pijar, hujan abu,
kemungkinan gas beracun yang terlempar ke atmosfer. Semua material tersebut
memiliki dampak yang berbeda – beda terhadap lingkungan hidup, terdapat
dampak negatif dan dampak positif. Gunung Sinabung mengeluarkan bahan
material vulkanik seperti debu dan awan panas yang disemburkan ke udara saat
terjadi suatu letusan dan jatuh wilayah hingga mencapai > 25 km dari kawah ke
arah timur karena pengaruh hembusan angin. Di beberapa desa mengalami
dampak langsung antara lain bangunan/rumah, lahan, dan tanaman diselimuti
oleh debu dan diperparah lagi selama 3 minggu pasca erupsi tidak ada turun
hujan. Lahan pertanian yang merupakan mata pencarian masyarakat sekitar tidak
luput dari tutupan debu vulkanik tersebut. Secara kasat mata, kondisi tanaman
yang terkena dampak debu vulkanik masih tumbuh baik, namun di beberapa
tempat yang terkena penutupan debu vulkanik yang tebal menunjukkan gejala
kelayuan sampai kematian dengan pembagian luasan yang berbeda-beda, yakni
tanaman pangan (jagung, padi, ubi jalar, kacang tanah) seluas 2.639 ha, tanaman
sayuran (cabe, tomat, kubis, kentang, petsai, dan lain-lain) seluas 2.368 ha,
tanaman buah-buahan (jeruk, pisang, alpukat, dan lain-lain) seluas 828 ha, serta
tanaman perkebunan (kopi, kakao, dan lain-lain) seluas 1.126 ha. Dengan
Berdasarkan hasil pra survei yang dilakukan langsung di desa daerah penelitian,
diketahui bahwa kegiatan usahatani di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran
Kabupaten Karo sendiri menanam beberapa tanaman, seperti tanaman
sayur-sayuran yaitu, Kentang, Wortel, dan Tomat. Tanaman buah-buahan, yaitu Jeruk.
Dengan lahan yang cukup luas dan petani yang cukup banyak
mengusahatanikannya. Sedangkan terdapat pula tanaman-tanaman lain yang
diusahatanikan di daerah tersebut seperti, Terung, Buncis, Cabai, Kol Bunga,
Brokoli. Tetapi dengan jumlah petani yang sangat sedikit dan lahan yang sangat
terbatas. Petani di Desa Kuta Rayat adalah petani yang heterogen karena ada
beberapa jenis tanaman yang dibudidayakan di desa tersebut.
Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran ini adalah salah satu dari beberapa
desa penghasil kentang terbesar yang terkena dampak erupsi Gunung Sinabung.
Kecamatan Naman Teran ini terdiri dari 14 Desa, salah satunya adalah Desa Kuta
Rayat yang memiliki 11 kelompok tani dan jumlah petani yang memiliki
usahatani kentang di desa tersebut 335 petani dengan jumlah populasi penduduk
di Desa Kuta Rayat 666 KK, Kecamatan ini merupakan penghasil produksi
kentang tersebar di Kabupaten Karo.
Dampak sesudah letusan erupsi Gunung Sinabung di Desa Kuta Rayat 70 %
hamparan area lahan usahatani kentang rusak akibat erupsi Gunung Sinabung
pada 23 Desember 2013 besarnya aliran larva dingin dan debu vulkanik merusak
lahan pertanian yang menyebabkan banyak lahan pertanian rusak dan hasil
produksi usahatani di desa pun mengalami penurunan. Sedangkan erupsi Gunung
pertanian ini di buktikan hasil produksi setelah erupsi pada tahun 2010 tidak
mengalami penurunan.
Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo merupakan salah satu
desa yang terkena dampak meletusnya Gunung Sinabung tersebut. Sebelum
meletusnya Gunung Sinabung di Desa Kuta Rayat merupakan desa yang tentram
dan subur dimana aktivitas sehari-hari masyarakatnya lebih banyak bertani. Tanah
pertanian di desa ini sangat subur dan udaranya pun sejuk. Pendapatan masyarakat
pun berasal dari hasil pertanian yang mereka jual. Karena tanahnya yang subur,
hasil pertanian pun melimpah dan pendapatan dari hasil pertanian pun mencukupi.
Karena Pendapatan yang cukup dari hasil pertanian tersebut maka rata-rata
masyarakatnya menyekolahkan anak-anak dalam keluarga. Ada yang bersekolah
di desa ada pula yang disekolahkan keluar kota. Jika dilihat dari segi kesehatan
maka rata-rata penduduk memiliki kesehatan yang baik sebelum meletusnya
Gunung Sinabung. Hal ini dapat dilihat dari sepinya pengunjung puskesmas yang
ada di desa ini. Semua aktivitas berlangsung normal-normal saja. Akan tetapi
sesudah meletusnya Gunung Sinabung, semua keadaan mengalami perubahan
yang drastis. Banyak dampak yang ditimbulkan sesudah meletusnya Gunung
Sinabung terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat, khususnya pada lahan
pertanian yang ada di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran.
Dukungan pemerintah terhadap Desa Kuta Rayat sebelum dan sesudah erupsi
Gunung Sinabung diberikan dalam bentuk program dengan tujuan untuk
peningkatan hasil - hasil produksi pertanian khususnya usahatani tanaman
kentang dan memberikan bantuan bibit, pupuk, dan obat - obatan tanaman pada
tahun 2012 sebelum erupsi Gunung Sinabung, sedangkan sesudah erupsi Gunung
Sinabung yaitu di tahun 2014 pemerintah kembali memberikan bantuan bibit
kentang dan melaksanakan kegiatan penyuluhan namun hasil dari kegiatan
tersebut belum dapat meningkatkan hasil produksi kentang dan tanaman lainnya
di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melihat bagaimana
“Dampak sebelum dan sesudah Erupsi Gunung Sinabung terhadap Usahatani
Kentang di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo”.
1.2Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan :
1. Bagaimana perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas kentang
sebelum dan sesudah erupsi Gunung Sinabung di daerah penelitian?
2. Bagaimana dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produksi,
produktivitas, biaya, harga, penerimaan dan pendapatan usahatani kentang
di daerah penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas
2. Untuk menganalisis dampak erupsi Gunung Sinabung terhadap produksi,
produktivitasi, biaya, harga, penerimaan dan pendapatan usahatani kentang
di daerah penelitian.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi bagi petani kentang mengenai dampak erupsi
Gunung Sinabung.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk menyusun program
pertanian di masa mendatang, khususnya di daerah sekitar Gunung Sinabung.
3. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di fakultas Pertanian