BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh
segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu
tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa tahun 1948 tentang
Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang
berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan
dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan
perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas
jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda,
mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan
nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.
Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa
negara mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain
jaminan kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage). Dalam
sidang ke-58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA)
menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan
yang menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
dan memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko keuangan.
WHA ke-58 mengeluarkan resolusi yang menyatakan, pembiayaan kesehatan
melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga menyarankan
kepada WHO agar mendorong negara-negara anggota untuk mengevaluasi
dampak perubahan sistem pembiayaan kesehatan terhadap pelayanan
kesehatan ketika mereka bergerak menuju Universal Health Coverage.
Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5
juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termasuk dalam
UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang
kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009
ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga
mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
Untuk mewujudkan komitmen Global dan konstitusi di atas,
pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan
masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan
perorangan.
Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan
menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan,
diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero)
yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan
pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah
memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat
skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan
dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang
No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini
mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS).
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial
Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan
dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1
Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan
Pemerintah No.101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI);
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta
Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).
Sesungguhnya keinginan untuk mendirikan BPJS baru telah dibahas
dalam proses penyusunan UU SJSN. Perdebatannya berlangsung sangat alot.
Berbagai pertimbangan tentang cost-benefit, Nasionalisme, keadilan antar
daerah dan antar golongan pekerjaan, serta pertimbangan kondisi geografis
serta ekonomis yang berbeda-beda telah pula dibahas mendalam. Apa yang
dirumuskan dalam UU SJSN, UU no 40/04, merupakan kompromi optimal.
Konsekuensi logis dari sebuah negara demokrasi adalah bahwa rumusan suatu
maupun yang tadinya kontra terhadap suatu isi atau pengaturan. Setelah
disetujui DPR, wakil rakyat, maka rumusan suatu UU mengikat semua pihak.
Sangatlah tidak layak dan tidak matang, apabila UU tersebut sudah divonis
tidak mengakomodir kepentingan kita, sebelum UU itu dilaksanakan. Kita
harus belajar konsekuen dan berani menjalankan sebuah keputusan UU,
meskipun ada aspirasi atau keinginan kita yang berbeda dengan yang
dirumuskan UU SJSN. Boleh saja kita tidak setuju dengan isi suatu UU dan
tidak ada satupun UU yang isinya 100% disetujui dan didukung oleh seluruh
rakyat. Atau, jika seseorang atau sekelompok orang yakin bahwa UU SJSN itu
merugikan kepentingan lebih banyak rakyat, maka ia atau mereka dapat
mengajukan alternatif ke DPR untuk merevisi atau membuat UU baru. Inilah
hakikat negara demokratis.
Rumah sakit di Indonesia harus berbenah diri memperbaiki
pelayanannya agar tidak semakin banyak warga yang memilih berobat ke luar
negeri.
Sampai saat ini, uang yang mengalir ke rumah sakit luar negeri setiap
tahunnya diperkirakan mencapai triliunan rupiah. “Rumah sakit memang
harus berbenah diri memperbaiki mutu agar citranya lebih baik.
Untuk pembenahan rumah sakit di Indonesia, Kementrian Kesehatan
sendiri sudah mengubah sistem akreditasi rumah sakit. Jika dulu hanya
berkutat pada proses pelayanan, maka dengan sistem akreditasi baru Joint
Commission International (JCI), parameternya bagaimana meningkatkan
kepuasan pasien, upaya keselamatan pasien, pembenahan manajemen, serta
Menurut dia, saat ini pengelola rumah sakit sudah menyadari kelemahannya
terletak pada pelayanan dan cara menghargai pasien.
Karena itu, Kemenkes membenahi rumah sakit. Saat ini,ada delapan
rumah sakit yang sedang berupaya mengubah standarnya menjadi standar
internasional. Salah satunya Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan. Standar internasional, tidak harus membangun rumah sakit baru yang
serba mewah. Namun yang harus diperbaiki adalah mutu pelayanan sehingga
bertaraf internasional dari kelas VIP hingga kelas III. Dengan begitu, pasien
Jamkesmas dan Jampersal dapat menikmati fasilitasnya.
Tapi itu tidak mudah dilakukan dan harus bertahap. Sejauh ini, RSUP
H.Adam Malik sudah berupaya menuju perbaikan. Pihak manajemen juga
akan berusaha memberikan kepastian terkait lama perawatan pasien, biaya,
diagnosa, sesuai tuntutan masyarakat.
Selain itu, Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan akan
mengoptimalkan ruang rawat inap. Saat ini kelemahan rumah sakit di
Indonesia adalah tidak adanya kepastian tentang penyakit, kesembuhan,dan
jumlah dana yang dikeluarkan.
Saat ini masih banyak terjadi diskriminatif terhadap pasien rawat inap
di rumah sakit. Pelayanan kesehatan baik itu di rumah sakit maupun di
Puskemas dan tempat lainnya lainnya agar tidak ada perbedaan. Semua pasien
harus diperlakukan sama, tanpa terkecuali. Masyarakat Indonesia masih
ba-nyak yang dikategorikan belum mampu, sehingga harus dilayani dengan baik
tanpa ada diskriminasi. Pihak pelayanan harus mengutamakan keselamatan
Jangan sampai hal tersebut terjadi, apalagi mereka yang menggunakan
program Badan Penyelenggaraan Jaminan Seosial (BPJS) Kesehatan yang kini
semua jaminan kesehatan dari pemerintah dialihkan kepesertaannya. Karena
pelayanan kesehatan rumah sakit yang mendapatkan pasien BPJS kesehatan
sudah dibayar, jadi jangan sampai ada perbedaan. Hal yang membedakan
pasien menggunakan Program BPJS Kesehatan dan yang tidak hanyalah kelas
dan biaya untuk kamar di rumah sakit. Sedangkan pelayanan tidak ada
perbedaan. Karena setiap pasien berhak mendapatkan pelayanan yang sama.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian di Rumah Sakit Adam Malik Medan. Untuk itu penulis mengambil
judul penelitian “Kualitas Pelayanan Rawat Inap Oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”.
1.2Fokus Masalah
Penelitian ini memiliki fokus masalah yang menjadi acuan peneliti
dalam melakukan penelitian. Fokus masalah ditentukan agar ada batasan yang
jelas dalam melakukan penelitian. Adapun yang menjadi fokus masalah dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui Kualitas Pelayanan Rawat Inap Oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan di Rumah
1.3Rumusan Masalah
Penelitian pada dasarnya dilakukan untuk mendapatkan data yang
dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Masalah merupakan bagian
pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana peneliti mengajukan pertanyaan
terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan dicari untuk memecahkan suatu
masalah dalam kegiatan penelitian.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka
penulis dalam melakukan penelitian merumuskan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana Kualitas Pelayanan Rawat Inap Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan?”
1.4Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk Kualitas Pelayanan Rawat Inap Oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam Kualitas
Pelayanan Rawat Inap Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
1.5Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Secara Ilmiah: bermanfaat untuk melatih dan mengembangkan
kemampuan berfikir ilmiah, sistematis, bermanfaat untuk mengembangkan
kemampuan menuliskan karya ilmiah di lapangan berdasarkan kajian –
kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.
2. Secara Akademis: bermanfaat untuk pengembangan ilmu pendidikan dan
memberikan kontribusi secara langsung dalam penelitian sosial khususnya
bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.
3. Secara Praktis: bermanfaat untuk menambah refrensi, pengetahuan, dan
alternatif bagi pemberi pelayanan Rawat Inap Oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan.
1.6Kerangka Teori
Menurut Masri Singarimbun, (1989 : 37) bahwa Teori adalah
serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan preposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antara konsep. Menurut definisi ini teori mengandung
tiga hal, yakni : Pertama, teori adalah serangkaian preposisi antar konsep –
konsep yang saling berhubungan. Kedua, teori menerangkan secara sistematis
suatu fenomena sosial dengan cara menentukan hubungan antar konsep.
Ketiga, teori menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep
hubungannya. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau
batasan – batasan tentang teori – teori yang akan dipakai sebagai landasan
penelitian yang akan dilakukan. Maka sebelum melakukan penelitian perlu
dijelaskan terlebih dahulu kerangka teori yang menjadi landasan penelitian,
yaitu sebagai berikut :
1.6.1 Pelayanan Publik
1.6.1.1Pengertian Pelayanan Publik
Kegiatan pelayanan merupakan suatu kegiatan yang
menitikberatkan pada upaya memberikan sesuatu yang terbaik bagi orang
lain. Dalam arti sempit, pelayanan publik adalah suatu tindakan pemberian
barang dan jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalam rangka
tanggung jawabnya kepada publik, baik diberikan secara langsung maupun
kemitraan dengan swasta.
1.6.1.2Bentuk – Bentuk Pelayanan Publik
Pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik
kepada masyarakat yang dilayani terdiri dari 3 macam (dalam Moenir,
2010 : 190 ), yaitu :
1. Layanan dengan lisan
Layanan dengan lisan dilakukan oleh petugas – petugas di bidang
hubungan masyarakat (HUMAS), bidang layanan informasi dan
bidang – bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau
berhasil, ada syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku layanan,
yaitu :
a. Memahami benar masalah – masalah yang termasuk dalam bidang
tugasnya.
b. Mampu memberikan penjelasan apa yang perlu dengan lancar,
singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang
ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.
c. Bertingkah laku sopan dan ramah tamah.
d. Meski dalam keadaan sepi tidak mengobrol dengan teman, karena
menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan tugas.
e. Tidak melayani orang – orang yang ingin sekedar ngobrol dengan
cara yang sopan.
2. Layanan Melalui Tulisan
Layanan melalui tulisan merupakan bentuk pelayanan yang paling
menonjol dalam pelaksanaan tugas. Tidak hanya dari segi jumlah
tetapi juga dari segi peranannya. Layanan tulisan ini terdiri atas dua
golongan, pertama layanan berupa petunjuk, informasi dan yang
sejenis ditujukan pada orang – orang yang berkepentingan, agar
memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau lembaga;
kedua, layanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan,
3. Layanan berbentuk perbuatan
Pada umumnya layanan dalam bentuk perbuatan 70 – 80 %
dilakukan oleh petugas – petugas tingkat menengah dan bawah. karena
itu faktor keahlian dan keterampilan petugas tersebut sangat
menentukan terhadap hasil perbuatan atau pekerjaan. Titik berat dari
pelayanan ini adalah perbuatan itu sendiri yang ditunggu oleh yang
berkepentingan. Jadi tujuan utama yang berkepentingan adalah
mendapatkan pelayanan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan,
bukan sekedar penjelasan atau kesanggupan secara lisan, disini faktor
kecepatan dalam pelayanan menjadi dambaan setiap orang, disertai
dengan kualitas hasil yang memadai.
1.6.1.3Asas – Asas Pelayanan Publik
Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima
kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur
pemerintah sebagai abdi masyarakat. Oleh karena itu, dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, perlu diterapkan asas – asas yang
menjadi pedoman dalam pelayanan publik.
1.6.1.4Prinsip - Prinsip Pelayanan Publik
Sendi – sendi terlaksananya pelayanan umum, pada hakekatnya
merupakan penerapan prinsip – prinsip pokok sebagai dasar yang menjadi
pedoman dalam perumusan tata laksana dan penyelenggaraan kegiatan
Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik, disebutkan bahwa dalam
penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi beberapa prinsip,
yaitu sebagai berikut :
1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan tidak berbeli – belit, mudah dipahami dan mudah
dilaksanakan.
2. Kejelasan, kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal :
a. Persyaratan teknis dan administratif pelayan publik;
b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa
dalam pelaksanaan pelayanan publik;
c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
3. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan.
4. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
5. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
hukum.
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik/pejabat yang ditunjuk
bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelayanan publik.
7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung
lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi
telekomunikasi dan informatika (telematika).
8. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh
masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telematika.
9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta
memberikan pelayanan yang ikhlas.
10.Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, disediakan ruang tunggu yang
nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah, sehat serta dilengkapi
dengan fasilitas pendukung pelayanan, speerti parkir, toilet, tempat ibadah,
dan lain – lain.
1.6.1.5Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi
penerima layanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan
dan atau penerima layanan. Berdasarkan Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, disebutkan bahwa standar
pelayanan, sekurang – kurangnya meliputi :
1. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima
pelayanan termasuk pengaduan.
2. Waktu Penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan
sampai dengan penyelesaian permohonan termasuk pengaduan.
3. Biaya Pelayanan
Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam
proses pemberian layanan.
4. Produk Layanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan
5. Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh
penyelenggara pelayanan publik.
6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat
1.6.1.6Kualitas Pelayanan Publik
Penyediaan pelayanan yang berkualitas merupakan salah satu tugas
dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh penyelenggara
pelayanan publik. Jika dihubungkan dengan administrasi publik,
pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat.
Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala
sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan
(meeting the need of customers).
1.6.2 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
1.6.2.1 Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah
badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan
berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh
penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia.
Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial maka BPJS merupakan
sebuah lembaga hukum nirlaba untuk perlindungan sosial dalam menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak
sekaligus dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di
Indonesia. BPJS sendiri terdiri dari dua bentuk yaitu BPJS Kesehatan dan
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, BPJS akan
menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia
yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT ASKES, dana tabungan dan
asuransi pegawai negeri PT TASPEN, Asuransi Sosial Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia PT ASABRI dan lembaga jaminan sosial
ketenagakerjaan PT JAMSOSTEK. Transformasi PT Askes serta PT
JAMSOSTEK menjadi BPJS yang akan dilakukan secara bertahap. Pada
tanggal 01 Januari 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan,
selanjutnya pada tahun 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS
Ketenagakerjaan.
1.6.2.2Visi dan Misi BPJS Kesehatan
Adapun yang menjadi visi BPJS Kesehatan adalah: CAKUPAN
SEMESTA 2009. Paling lambat 1 Januari 2009, seluruh penduduk
Indonesia memiliki Jaminan Kesehatan Nasional untuk memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhu
kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan
yang handal, unggul dan terpercaya.
Sedangkan Misi BPJS Kesehatan adalah:
1. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan
mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan kepesertaan
2. Menjalankan dan memantabkan sistem jaminan pelayanan kesehatan
yang efektif, efisien, dan bermutu kepada peserta melalui kemitraan
yang optimal dengan fasilitas kesehatan.
3. Mengoptimalkan pengelolaan dan dana program jaminan sosial dan
dana BPJS Kesehatan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel
untuk kesinambungan program.
4. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan
prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang baik dan meningkatkan kompetensi
pegawai untuk mencapai kinerja unggul.
5. Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem perencanaan dan
evaluasi, kajian, manajemen mutu, dan manajemen resiko atas seluruh
operasionalisasi BPJS Kesehatan.
6. Mengembangkan dan memantabkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk mendukung operasionalisasi BPJS Kesehatan.
1.6.2.3 Jaminan Pelayanan Kesehatan
Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan
agar peserta bisa memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan
kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah yang diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial dan
ekuitas. Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. Jaminan
pemelihara kesehatan adalah salah satu program Jamsostek yang
Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit,
kebutuhan alat bantu peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan,
secara efektif dan efisien. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti
program jaminan pemelihara kesehatan akan diberikan KPK (Kartu
Pemeliharaan Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan. Manfaat jaminan pemelihara kesehatan bagi perusahaan yakni
perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi
dalam bekerja sehingga lebih produktif.
1.6.2.4 Transformasi BPJS
Transformasi menjadi kosa kata penting sejak tujuh tahun terakhir
di Indonesia, tepatnya sejak diundangkannya UU SJSN pada 19 Oktober
2004. Transformasi akan menghadirkan identitas baru dalam
penyelenggaraan program jaminan sosial di Indonesia. UU BPJS
membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan
menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk
Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat
6 (enam) bulan di Indonesia. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan
jaminan kematian bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing
yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.
Empat BUMN Persero penyelenggara program jaminan social, yakni: PT
dan PT TASPEN (Persero) akan bertransformasi menjadi BPJS. UU BPJS
telah menetapkan PT ASKES (Persero) untuk bertransformasi menjadi
BPJS Kesehatan dan PT JAMSOSTEK akan bertransformasi menjadi
BPJS Ketenagakerjaan. UU BPJS belum mengatur mekanisme
transformasi PT ASABRI (Persero) dan PT TASPEN (Persero) dan
mendelegasikan pengaturannya ke Peraturan Pemerintah.
1.6.2.5 Makna Transformasi
SJSN dan UU BPJS memberi arti kata ‘transformasi’ sebagai
perubahan bentuk. BUMN Persero yang menyelenggarakan program
jaminan sosial, menjadi BPJS. Perubahan bentuk bermakna perubahan
karakteristik badan penyelenggara jaminan sosial sebagai penyesuaian
atas perubahan filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial.
Perubahan karakteristik berarti perubahan bentuk badan hukum yang
mencakup pendirian, ruang lingkup kerja dan kewenangan badan yang
selanjutnya diikuti dengan perubahan struktur organisasi, prosedur kerja
dan budaya organisasi.
a. Perubahan Filosofi Penyelenggaraan Jaminan Sosial
BUMN Persero penyelenggara jaminan sosial terdiri dari PT ASKES, PT
ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN. Keempatnya adalah badan
hukum privat yang dirikan sesuai ketentuan UU No. 19 Tahun 2003
Tentang BUMN dan tatakelolanya tunduk pada ketentuan yang diatur
dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Misi yang
perundangan yang mengatur program-program jaminan sosial bagi
berbagai kelompok pekerja. Walaupun program-program jaminan sosial
yang tengah berlangsung saat ini diatur dalam peraturan perundangan yang
berlainan, keempat Persero mengemban misi yang sama, yaitu
menyelenggarakan program jaminan sosial untuk menggairahkan
semangat kerja para pekerja. Program JAMSOSTEK diselenggarakan
dengan pertimbangan selain untuk memberikan ketenangan kerja juga
karena dianggap mempunyai dampak positif terhadap usaha-usaha
peningkatan disiplin dan produktifitas tenaga kerja. Program
JAMSOSTEK diselenggarakan untuk memberikan perlindungan dasar
untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja dan
keluarganya, serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah
menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka
bekerja. Begitu pula dengan Program ASKES dan Program TASPEN,
penyelenggaraan kedua program jaminan sosial bagi pegawai negeri sipil
adalah insentif yang bertujuan untuk meningkatkan kegairahan bekerja.
Program ASABRI adalah bagian dari hak prajurit dan anggota POLRI atas
penghasilan yang layak. Sebaliknya di era SJSN, Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) merepresentasikan Negara dalam mewujudkan hak
konstitusional warga Negara atas jaminan sosial dan hak atas pengidupan
yang layak. Penyelenggaraan jaminan sosial berbasis kepada hak
konstitusional setiap orang dan sebagai wujud tanggung jawab Negara
sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28 H
berdasarkan asas antara lain asas kemanusiaan yang berkaitan dengan
martabat manusia. BPJS mengemban misi perlindungan finansial untuk
terpenuhinya kehidupan dasar warga Negara dengan layak. Yang
dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap
orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Transformasi BUMN Persero menjadi BPJS
bertujuan untuk memenuhi prinsip dana amanat dan prinsip nir laba SJSN,
di mana dana yang dikumpulkan oleh BPJS adalah dana amanat peserta
yang dikelola oleh BPJS untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi peserta. Penyelenggaraan program jaminan sosial oleh BUMN
Perseroan tidak sesuai dengan filosofi penyelenggaraan program jaminan
sosial pasca amandemen UUD NRI 1945. Pendirian BUMN Persero antara
lain bertujuan untuk memberikan sumbangan pada perekonomian nasional
dan pendapatan negara serta untuk mengejar keuntungan.
b. Perubahan Badan Hukum
Ke empat BUMN Persero penyelenggara program jaminan sosial PT
ASKES, PT ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, adalah empat
badan privat yang terdiri dari persekutuan modal dan bertanggung jawab
kepada pemegang saham. Keempatnya bertindak sesuai dengan
kewenangan yang diberikan oleh dan sesuai dengan keputusan pemilik
saham yang tergabung dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Sebagai badan hukum privat, BUMN Persero tidak didirikan oleh
penguasa Negara dengan Undang-Undang, melainkan ia didirikan oleh
notaris dan diberi keabsahan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Menteri
mendirikan persero setelah berkonsultasi dengan Presiden dan setelah
dikaji oleh Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. Sebaliknya, pendirian
BPJS oleh penguasa Negara dengan Undang-undang, yaitu UU SJSN dan
UU BPJS. Pendirian BPJS tidak didaftarkan pada notaris dan tidak perlu
pengabsahan dari lembaga pemerintah. RUPS adalah organ Persero yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang wewenang
yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris. Transformasi
kelembagaan jaminan sosial mengeluarkan badan penyelenggara jaminan
sosial dari tatanan Persero yang berdasar pada kepemilikan saham dan
kewenangan RUPS, menuju tatanan badan hukum publik sebagai
pelaksana amanat konstitusi dan peraturan perundangan. Selanjutnya,
perubahan berlanjut pada organisasi badan penyelenggara. Didasari pada
kondisi bahwa kekayaan Negara dan saham tidak dikenal dalam SJSN,
maka RUPS tidak dikenal dalam organ BPJS. Organ BPJS terdiri dari
Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan Pengawas berfungsi melakukan
pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS, sedangkan Direksi berfungsi
melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS. Anggota
Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Berbeda dengan Dewan
Pengawas BUMN Persero, Dewan Pengawas BPJS ditetapkan oleh
Presiden. Pemilihan Dewan Pengawas BPJS dilakukan oleh Presiden dan
DPR. Presiden memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pemerintah,
sedangkan DPR memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur Pekerja,
privat, keempat BUMN Persero tersebut tidak memiliki kewenangan
publik yang seharusnya dimiliki oleh badan penyelenggara jaminan sosial.
Hambatan utama yang dialami oleh keempat BUMN Persero
adalah ketidakefektifan penegakan hukum jaminan sosial karena
ketiadaan kewenangan untuk mengatur, mengawasi maupun menjatuhkan
sanksi kepada peserta. Sebaliknya, BPJS selaku badan hukum publik
memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur publik melalui
kewenangan membuat peraturan-peraturan yang mengikat publik. Sebagai
badan hukum publik, BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban
atas pelaksanaan tugasnya kepada pejabat publik yang diwakili oleh
Presiden. BPJS menyampaikan kinerjanya dalam bentuk laporan
pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit
oleh akuntan publik kepada Presiden, dengan tembusan kepada DJSN,
paling lambat 30 Juni tahun berikutnya. Perubahan terakhir dari
serangkaian proses transformasi badan penyelenggara jaminan sosial
adalah perubahan budaya organisasi. Reposisi kedudukan peserta dan
kepemilikan dana dalam tatanan penyelenggaraan jaminan sosial
mengubah perilaku dan kinerja badan penyelenggara. Pasal 40 ayat (2) UU
BPJS mewajibkan BPJS memisahkan aset BPJS dan aset Dana Jaminan
Sosial. Pasal 40 ayat (3) UU BPJS menegaskan bahwa aset Dana Jaminan
Sosial bukan merupakan aset BPJS. Penegasan ini untuk memastikan
bahwa Dana Jaminan Sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta
1.6.2.6 Karakteristik BPJS Sebagai Badan Hukum Publik
BPJS merupakan badan hukum publik karena memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS).
2. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan,
manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU
BPJS)
3. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat
umum (Pasal 48 ayat (3) UU BPJS).
4. Bertugas mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial untuk
kepentingan peserta (Pasal 10 huruf d UU BPJS) .
5. Berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan
6. peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial
nasional (Pasal 11 huruf c UU BPJS) .
7. Bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau
lembaga internasional (Pasal 51 ayat (3) UU BPJS) .
8. Berwenang mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau
pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya (Pasal 11 huruf f
UU BPJS).
9. Pengangkatan Angggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi oleh
Presiden, setelah melalui proses seleksi publik (Pasal 28 s/d Pasal 30
1.6.2.7 Proses Transformasi
UU BPJS mengatur seluruh ketentuan pembubaran dan pengalihan
PT ASKES (Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Ketentuan
pembubaran BUMN Persero tidak berlaku bagi pembubaran PT ASKES
(Persero) dan PT JAMSOSTEK (Persero). Pembubaran kedua Persero
tersebut tidak perlu diikuti dengan likuidasi, dan tidak perlu ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
a. Transformasi PT ASKES (Persero) Menjadi BPJS Kesehatan
Masa persiapan transformasi PT ASKES (Persero) menjadi BPJS
Kesehatan adalah selama dua tahun terhitung mulai 25 November
2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Dalam masa persiapan,
Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) ditugasi untuk
menyiapkan operasional BPJS Kesehatan, serta menyiapkan
pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT
Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan. Penyiapan operasional BPJS
Kesehatan mencakup:
1) Penyusunan sistem dan prosedur operasional BPJS Kesehatan
2) Sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan
3) Penentuan program jaminan kesehatan yang sesuai dengan UU
SJSN.
4) Koordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk mengalihkan
penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Masyarakat
Kordinasi dengan KemHan, TNI dan POLRI untuk mengalihkan
penyelenggaraan program pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/POLRI
dan PNS di lingkungan KemHan,TNI/POLRI. non-pegawai negeri, dan
pegawai swasta), pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja
(investor, pemberi kerja, pensiunan, veteran, janda veteran, dan anak
veteran). Dua kelompok selain kelompok pengalihan dan PBI memiliki
prosedur pendaftaran masing-masing. Berikut tata cara pendaftaran
pekerja penerima upah non-pegawai pemerintah:
1. Perusahaan mendaftar ke BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan melakukan proses registrasi kepesertaan dan
memberikan informasi tentang virtual account untuk perusahaan (di
mana satu virtual account berlaku untuk satu perusahaan).
2. Perusahaan membayar ke bank dengan virtual account yang sudah
diberikan BPJS Kesehatan.
3. Perusahaan mengkonfirmasikan pembayaran ke BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada
perusahaan. Berikut tata cara pendataran pekerja bukan penerima upah dan
bukan pekerja:
1. Calon peserta melakukan pendaftaran ke BPJS Kesehatan dengan
mengisi formulir daftar isian peserta dan menunjukkan kartu identitas
2. BPJS Kesehatan memberikan informasi tentang virtual account calon
peserta.
Virtual account berlaku untuk masing-masing individu calon
peserta. Kemudian calon peserta melakukan pembayaran ke bank dengan
virtual account yang sudah diberikan BPJS Kesehatan.
3. Peserta melakukan konfirmasi pembayaran iuran pertama ke BPJS
Kesehatan.
4. BPJS Kesehatan memberikan kartu BPJS Kesehatan kepada peserta.
Peserta pengalihan program terdahulu juga akan mendapatkan kartu
BPJS Kesehatan. Namun, bila peserta tidak membawa kartu BPJS
ketika berobat, maka bisa menggunakan kartu yang lama,. Rinciannya,
anggota TNI/POLRI dapat memperlihatkan Kartu Tanda Anggota atau
Nomor Register Pokok dan mantan peserta Jamsostek bisa
menggunakan kartu JPK Jamsostek. Begitu juga dengan mantan
peserta Askes dan Jamkesmas, sepanjang data peserta tersebut
terdaftar di master file kepesertaan BPJS Kesehatan. Semua warga
yang mendapat jaminan kesehatan BPJS terbagi ke dalam dua
kelompok seperti yang telah dibahas di atas, yaitu:
1. PBI Jaminan Kesehatan
Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan adalah peserta
jaminan kesehatan kepada fakir miskin dan orang cacat total
sebagaimana diamanatkan dalam UU SJSN yang iurannya dibayar
oleh pemerintah. Berikut ini beberapa criteria peserta PBI Jaminan
a) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m 2 per orang
b) Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari
tanah/bambu/kayu murahan.
c) Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu
berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
d) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan
rumah tangga lain.
e) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
f) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak
terlindung/sungai/air hujan.
g) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu
bakar/arang/minyak tanah.
h) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam
seminggu.
i) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
j) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. Tidak
sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
k) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan
luas lahan 0, 5 ha. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh
perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah
Rp 600.000 per bulan.
l) Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak
m) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai
Rp 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas,
ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
2. Bukan PBI Jaminan Kesehatan
Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana yang
dimaksud merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu yang terdiri atas (sesuai Perpres No 12 Tahun
2013):
(1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas:
(a) Pegawai Negeri Sipil;
(b) Anggota TNI;
(c) Anggota Polri;
(d) Pejabat Negara;
(e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
(f) swasta; dan
(g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f
yang menerima Upah.
(2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya,
terdiri atas pekerja di luar hubungan kerja dan pekerja mandiri.
(3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas :
a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan; dan
f. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan
huruf e yang mampu membayar iuran.
Pengusaha Sementara itu, jumlah peserta anggota keluarga yang
ditanggung oleh jaminan kesehatan paling banyak 5 (lima) orang. Peserta
atau anggota keluarga yang dimaksudkan di atas meliputi:
a) Suami atau istri sah,
b) Anak kandung atau anak tiri atau anak angkat yang memenuhi kriteria
berupa:
a. Belum menikah
b. Tidak memiliki penghasilan sendiri
c. Belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih
dalam pendidikan formal
1.6.2.8Jalur Pendaftaran
Setelah konfirmasi pembayaran, perusahaan akan mendapatkan
kartu BPJS Kesehatan untuk karyawannya. Sedangkan bagi pekerja bukan
penerima upah dan bukan pekerja (wiraswasta, investor, petani, nelayan,
pedagang keliling, dan lainnya) mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan
dengan tata cara mengisi formulir daftar isian peserta dengan
menunjukkan salah satu kartu identitas, seperti KTP, SIM, KK, atau
kabupaten yang tersebar di 12 divisi regional. Masyarakat juga bisa
menghubungi call center di 500400 bila kebingungan terkait mekanisme
pendaftaran atau penggunaan JKN 2014. Bagi pengguna akses internet dan
mobile bisa mengakses informasi di www.bpjs-kesehatan.go.id.
Masyarakat juga bisa mendatangi BPJS Center atau posko BPJS 24 jam,
yang tersedia di kantor perwakilan dan divisi regional. Berikut tempat
pendaftaran kepesertaan BPJS tingkat pusat dan Prov Sulawesi.
Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara selektif yang
ditujukan untuk mendeteksi resiko penyakit dan mencegah dampak
lanjutan dari resiko penyakit tertentu.
1.6.2.9Hak Dan Kewajiban Peserta 1. Hak Peserta
a) Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh
pelayanan kesehatan;
b) Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban
serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
c) Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan;
d) Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan
atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.
a) Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang
besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b) Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan,
perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas
kesehatan tingkat pertama;
c) Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan
oleh orang yang tidak berhak;
d) Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
1.6.2.10Iuran (Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2013) a. Iuran Peserta PBI
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta
penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah sebesar Rp 19.225,00
(sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per orang per bulan.
b. Iuran Peserta Bukan PBI
1. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang
terdiri atas Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat
Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5%
(lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan.
2. Iuran sebagaimana dimaksud pada poin 1 (satu) dibayar dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. 3% (tiga persen) dibayar oleh Pemberi Kerja; dan
1.6.2.11 Pelayanan Kesehatan Yang Dijamin
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yaitu pelayanan kesehatan
non-spesifikasi :
a. Administrasi pelayanan
b. Pelayanan promitif dan preventif
c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
d. Tindakan medis non-spesialistik baik operatif manupun non-operatif
e. Transfusi darah
f. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama, dan
g. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi 2.
Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut yaitu pelayanan
kesehatan yang mencakup: Program jaminan pemelihara kesehatan
memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang
diselenggarakan di setiap jenjang Program Pelayanan Kesehatan dengan
rincian cakupan pelayanan sebagai berikut:
a. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama
adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter umum atau
dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai Pengobatan atau Dokter
praktek solo.
b. Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan)
adalah pemeriksaan dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter
spesialis atas dasar rujukan dari dokter PPK I sesuai dengan indikasi
medis
adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta yang
memerlukan perawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit
d. Pelayanan Persalinan
adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada tenaga kerja
wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta program jaminan
pemelihara kesehatan maksimum sampai dengan persalinan ke 3
(tiga).
e. Pelayanan Khusus
adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan untuk
mengembalikan fungsi tubuh
f. Emergensi
merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan
segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa.
1.6.2.12 Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Dijamin
1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana
diatur dalam peraturan yang berlaku.
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan (kecuali untu kasus gawat darurat).
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan
kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan
kerja.
4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan
5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau kosmetik.
7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (memperoleh keturunan).
8. Pelayanan ortodonsi (meratakan gigi).
9. Gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat terlarang dan/atau
alkohol.
10.Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat
melakukan hobi yang berbahaya.
11.Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional.
12.Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai
eksperimentasi.
13.Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu.
14.Perbekalan kesehatan rumah tangga.
15.Pelayanan kesehatan akibat bencana dan wabah.
1.6.3 Manajemen Pelayanan Rawat Inap 1.6.3.1Pengertian Pelayanan Rawat Inap
Rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan
pasien diinapkan di suatu ruangan di
ruang tempat pasien dirawat. Ruangan ini dulunya sering hanya berupa
inap di banyak rumah sakit sudah sangat mirip dengan kamar-kamar
rawat dari
perawatan di dalam rumah sakit, atau menginap di rumah sakit.
Rawat inap merupakan suatu bentuk perawatan, dimana pasien
dirawat dan tinggal di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu. Selama
pasien dirawat, rumah sakit harus memberikan pelayanan yang terbaik
kepada pasien (Posma 2001 yang dikutip dari Anggraini (2008).
a) Memberikan bantuan kepada orang yang mempunyai kebutuhan
b) Memberikan pelayanan atas semua hal berikut ini:
1. Apa yang mereka kehendaki
2. Kapan mereka menghendaki
3. Siapa yang ingin mereka temui
4. Mengapa mereka menginginkannya
5. Cara apa yang mereka kehendaki dalam melekukan pekerjaan
tersebut.
Pelayanan rawat inap adalah pelayanan terhadap pasien masuk
rumah sakit yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan
observasi, diagnosa, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik
lainnya (Depkes RI 1997 yang dikutip dari Suryanti (2002)).
1.6.3.2Kegiatan Pelayanan Rawat Inap a. Penerimaan Pasien ( Admission )
b. Pelayanan Medik
c. Pelayanan Penunjang Medik
e. Pelayanan Obat
f. Pelayanan Makanan
g. Pelayanan Administrasi Keuangan
Menurut Revans (1986) bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat
inap akan mengalami tingkat proses transformasi, yaitu:
1. Tahap Admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan
dirawat tinggal di rumah sakit.
2. Tahap Diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakan diagnosisnya.
Tahap Treatment,yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukan dalam
program perawatan dan therapi.
3. Tahap Inspection, yaitu secara continue diobservasi dan dibandingkan
pengaruh serta respon pasien atas pengobatan.
4. Tahap Control, yaitu setelah dianalisa kondisinya, pasien dipulangkan.
pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke
proses untuk didiagnosa ulang.
1.6.3.2.1 Sistem Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit
Alur proses pelayanan pasien unit rawat inap akan mengikuti alur
sebagai berikut :
1. Bagian Penerimaan Pasien ( Admission Departement )
2. Ruang Perawatan
1.6.3.2.2 Klasifikasi Rawat Inap di Rumah Sakit
a) Klasifikasi perawatan rumah sakit telah ditetapkan berdasarkan
tingkat fasilitas pelayanan yang disediakan oleh rumah sakit, yaitu
seperti berikut:
(1) Kelas Utama (termasuk VIP)
(2) Kelas I
(3) Kelas II dan Kelas III
b) Klasifikasi pasien berdasarkan kedatangannya
(1) pasien baru
(2) pasien lama
c) Klasifikasi pasien berdasarkan pengirimnya
(1) Dikirim oleh dokter rumah sakit
(2) Dikirim oleh dokter luar
(3) Rujukan dari puskesmas dan rumah sakit lain
(4) Datang atas kemauan sendiri
1.6.3.2.3 Kualitas Pelayanan Rawat Inap
Menurut Jacobalis (1990) kualitas pelayanan kesehatan di ruang
rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya
adalah:
a. Penampilan keprofesian atau aspek klinis, Aspek ini menyangkut
pengetahuan, sikap dan perilaku dokter dan perawat dan tenaga
b. Efisiensi dan efektifitas, Aspek ini menyangkut pemanfaatan
semua sumber daya di rumah sakit agar dapat berdaya guna dan
berhasil guna.
c. Keselamatan Pasien, Aspek ini menyangkut keselamatan dan
keamanan pasien.
d. Kepuasan Pasien, Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental,
dan sosial pasien terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan,
kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya
yang diperlukan dan sebagainya.
Menurut Jacobalis (1993), pelayanan kesehatan di ruang rawat inap
rumah sakit erat kaitanya dengan:
a. Dokter, perawat atau petugas kesehatan.
b. Aspek hubungan antar manusia.
c. Kemanusiaan.
d. Kenyamanan atau kemudahan fasilitas dan lingkungan.
e. Peralatan dan perlengkapan.
f. Biaya pengobatan.
Menurut Lupiyoadi (2001) mengemukakan bahwa pasien dalam
mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu
pada beberapa aspek yaitu:
a. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukkan bahwa
b. Kualitas pelayanan
Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka
memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang
diharapkan.
c. faktor emosional
Pasien yang merasa yakin bahwa orang lain kagum terhadap pasien
yang memilih rumah sakit dengan kategori rumah sakit mahal
cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
d.Harga
Harga merupakan aspek penting. Semakin mahal harga perawatan
maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar dan
menimbulkan kepuasan pada pasien.
e.Biaya
Pasien yang mendapatkan produk atau jasa dengan tidak
mengeluarkan biaya tambahan cenderung puas terhadap jasa
pelayanan tersebut.
1.6.3.2.4 Tujuan Pelayanan Rawat Inap
a. Membantu penderita memenuhi kebutuhannya sehari-hari sehubungan
dengan penyembuhan penyakitnya.
b. Mengembangkan hubungan kerja sama yang produktif baik antara unit
maupun antara profesi.
d. Memberikan kesempatan kepada tenaga perawat untuk meningkatkan
keterampilannya dalam hal keperawatan.
e. Meningkatkan suasana yang memungkinkan timbul dan
berkembangnya gagasan yang kreatif.
f. Mengandalkan evaluasi yang terus menerus mengenai metode
keperawatan yang dipergunakan untuk usaha peningkatan.
g. Memanfaatkan hasil evaluasi tersebut sebagai alat peningkatan atau
perbaikan praktek keperawatan dipergunakan.
1.6.3.2.5 Ruang pasien rawat inap
Ruang untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan
keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan lebih dari 24 jam.
Untuk tiap-tiap rumah sakit akan mempunyai ruang perawatan dengan
nama sendiri-sendiri sesuai dengan tingkat pelayanan dan fasilitas yang
diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasiennya.
1.6.3.2.6 Ruang Post Perawat
Ruang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian asuhan
dan pelayanan keperawatan (pre dan post conference, pengaturan jadwal),
1.6.3.2.7 Ruang Konsultasi
Ruang untuk melakukan konsultasi oleh profesi kesehatan kepada
pasien dan keluarganya.
1.6.3.2.8 Ruang Tindakan
Ruangan untuk melakukan tindakan pada pasien baik berupa
tindakan invasive ringan maupun non-invasive.
1.6.3.2.9 Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan adalah failitas pelayanan kesehatan yang
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat. Pertama kali
setiap peserta terdaftar pada satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
ditetapkan oleh BPJS Kesehatan setelah mendapat rekomendasi dinas
kesehatan tingkat kabupaten atau kota setempat. Setelah rekomendasi
diterbitkan, maka dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan selanjutnya peserta
berhak memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang diinginkan.
Namun jika peserta membutuhkan pelayanan tingkat lanjutan maka
fasilitas kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan terdekat. Fasilitas kesehatan juga wajib menjamin peserta
yang dirawat inap mendapatkan obat dan bahan medis habis pakai yang
Peserta BPJS Kesehatan yang memerlukan pelayanan gawat
darurat dapat langsung memperoleh pelayanan di semua fasilitas kesehatan
baik yang sudah bekerja sama atau belum dengan BPJS Kesehatan. Dan
jika peserta menerima pelayanan di fasilitas yang belum bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan maka harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan
yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat
daruratnya sudah teratasi dan dalam kondisi siap dipindahkan.
1.6.3.2.10 Kompensasi
Jika di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang
memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis maka BPJS Kesehatan
wajib memberikan kompensasi. Kompensasi yang dimaksud berupa biaya
transportasi bagi pasien, seorang pendamping dari pihak keluarga dan
tenaga kesehatan sesuai indikasi medis. Namun apabila peserta belum
juga puas terhadap pelayanan jaminan kesehatan yang diberikan oleh
fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka
peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara pelayanan
kesehatan dan atau BPJS Kesehatan. Atau dapat langsung datang ke posko
BPJS di kota dan desa. Ada juga hotline servis BPJS di nomor kontak
1.6.3.2.11 Kendati Mutu Dan Biaya
Pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan harus
memperhatikan mutu pelayanan yang berorientasi kepada aspek
keamanan pasien, efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan
pasien serta efesiensi biaya.
Penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan
dilakukan secara menyeluruh yang meliputi pemenuhan standar mutu
fasilitas kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan
sesuai standar yang ditetapkan serta pemantauan terhadap iuran kesehatan
peserta. Dan dalam rangka menjamin kendali mutu dan biaya maka
Menteri Kesehatan bertanggungjawab untuk melakukan penilaian
teknologi kesehatan (Health Technology Assessment), pertimbangan klinis
(Clinical Advisory) dan manfaat jaminan kesehatan, perhitungan standar
tarif, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan jaminan
kesehatan.
1.7 Definisi konsep
Konsep adalah hal yang mendasar keberadaannya di dalah sebuah
penelitian. Karena memang konseplah yang dijabarkan di dalam penelitian
tersebut menjadi beberapa hal yang lain. Menjalankan sebuah konsep
penelitian adalah melakukan usaha untuk mengamati dan menganalisa
sebuah objek tertentu. Kemudian dari hal ini diharapkan akan didapat
Sebelum melakukan penelitian maka yang paling penting untuk
dilakukan adalah menentukan konsep dari penelitian itu sendiri. Yang
dinamakan konsep adalah rancangan yang mendalam mengenai apa dan
bagaimana penelitian itu akan dilakukan, serta bagaimana metode yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
1. Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh
perusahaan guna memenuhi harapan konsumen. Pelayanan dalam hal
ini diartikan sebagai jasa atau service yang disampaikan oleh pemilik
jasa yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan dan
keramahtamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam
memberikan pelayanan untuk kepuasan konsumen.
2. Rawat inap
Rawat inap adalah istilah yang berarti proses perawatan
tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, di mana pasien
diinapkan di suatu ruangan di
ruang tempat pasien dirawat.
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Menurut UU no. 24 tahun 2011 tentang BPJS pasal 7 ayat (1) dan
Ayat (2), pasal 9 ayat (1) dan UU. No. 40 Tahun 2011 Tentang SJSN,
Pasal 1 Angka 8, Pasal 4 Dan Pasal 5 ayat (1)). Badan Penyeleggara
jaminan social kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah badan hukum
publik yang bertanggung jawab kepada presiden dan berfungsi
Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam)
Bulan di Indonesia.
Menurut Wikipedia BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan) adalah Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan
khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk
Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI,
Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha
1.8 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
Bab Ini Terdiri Dari Latar Belakang Masalah, Fokus Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Kerangka Teori, dan Definisi Konsep.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari Pendekatan dan Jenis Penelitian, Lokasi
Penelitian, Informan Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik
Analisis Data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi
penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, tugas dan fungsi
serta struktur organisasi.
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA
Bab ini memuat memuat hasil pengumpulan data di lapangan.
Dalam bab ini akan dicantumkan semua data yang diperoleh dari
lapangan atau dari lokasi penelitian selama proses penelitian dan
akan dianalisis sesuai teori yang dipakai.
BAB V PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang