• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Implementasi Pemasaran Relasional Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Hotel Inna Dharma Deli Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Implementasi Pemasaran Relasional Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Hotel Inna Dharma Deli Medan"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran

Menurut Kotler (2005:8) menyatakan bahwa pemasaran adalah suatu proses

sosial dan manejerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa

yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan

mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Defenisi pemasaran ini

didasarkan pada konsep inti sebagai berikut:

a. Kebutuhan manusia (human needs) adalah ketidakberadaan beberapa

kepuasan dasar. Kebutuhan ini tidak diciptakan oleh masyarakat atau

pemasar. Mereka merupakan hakikat biologis dan kondisi manusia.

b. Keinginan (wants) adalah hasrat akan pemuas kebutuhan yang spesifik.

Keinginan manusia terus dibentuk dan diperbaharui oleh kekuatan dan

lembaga sosial.

c. Permintaan (demands) adalah keinginan atas produk yang spesifik yang

didukung oleh kemampuan dan kesediaan untuk membelinya.

d. Produk (product) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk

memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan.

e. Nilai (value) adalah perkiraan konsumen atas seluruh kemampuan produk

untuk memuaskan kebutuhannya.

f. Biaya (cost) adalah pengorbanan pelanggan dalam memperoleh produk

(2)

g. Kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa dari

seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap

kinerja suatu produk atau jasa dengan harapan-harapannya.

h. Pertukaran (exchange) adalah tindakan untuk memperoleh barang yang

dikehendaki dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai imbalan.

i. Transaksi (transaction) adalah perdagangan nilai-nilai antara dua pihak

atau lebih. Transaksi melibatkan paling sedikitnya dua barang yang

bernilai, persyaratan yang disepakati, waktu kesepakatan, dan tempat

kesepakatan.

j. Pemasaran hubungan (relationship) adalah praktik membangun hubungan

jangka panjang yang memuaskan dengan pelanggan, pemasok, dan

penyalur guna mempertahankan preferensi dan bisnis jangka panjang

mereka.

k. Jaringan pemasaran (marketing network) adalah pengembangan aset unik

perusahaan yang terdiri dari perusahaan dan semua pihak pendukung yang

berkepentingan yang secara bersama-sama dengan perusahaan telah

membangun hubungan bisnis yang saling menguntungkan.

l. Pasar (market) adalah terdiri dari semua pelanggan potensial yang

memiliki kebutuhan atau keinginan tertentu yang sama, dimana para

pelanggan tersebut mungkin bersedia dan mampu melaksanakan

pertukaran untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan itu. Terdapat tiga

faktor yang harus diperhatikan dalam permintaan pasar untuk produk dan

(3)

pembelian mereka. Jadi, dalam suatu pasar akan terjadi suatu proses

pertukaran, transaksi, dan hubungan.

m. Pemasar adalah seseorang yang mencari satu atau lebih calon pembeli

yang akan terlibat dalam pertukaran nilai.

Pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan

periklanan. Tjiptono (2000:7) menyatakan pemasaran adalah suatu proses sosial

dan manajerial dimana individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka

butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran segala

sesuatu yang bernilai dengan orang atau kelompok lain.

2.2 Pemasaran Jasa dan Karakteristik Jasa

Jasa (service) adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan

oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak

berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produk jasa bisa

berhubungan dengan produk fisik maupun tidak (Kotler dalam Umar, 2003:3)

Pada dasarnya jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak

merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi

pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah

(seperti misalnya kenyamanan, kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahan

masalah yang dihadapi konsumen (Lupiyoadi, 2001:5). Menurut Kotler dan Keller

(2008:36) jasa adalah semua tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu

pihak kepada pihak lain yang pada intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan

(4)

Berdasarkan dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa jasa

merupakan sebuah tindakan atau perbuatan yang bersifat intangible atau tidak

berwujud yang ditawarkan untuk dijual kepada pihak lain yaitu pengguna jasa.

Menurut Kotler dan Keller (2008: 39), jasa memiliki beberapa karakteristik utama

yang membedakannya dengan barang. Karakteristik jasa tersebut adalah:

a. Intangibility (Tidak berwujud)

Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, artinya tidak dapat dilihat,

dirasa, diraba, dicium sebelum dibeli. Hal ini mengakibatkan pelanggan

tidak dapat memprediksi hasilnya sebelum membeli jasa tersebut.

Kesulitan untuk memprediksi suatu jasa membuat seseorang mencari

bukti-bukti yang dapat menunjukkan kualitas suatu jasa. Kualitas suatu

jasa dapat diprediksikan melalui tempat jasa tersebut diproduksi atau

dihasilkan, orang yang menghasilkan jasa, peralatan, bahan komunikasi,

simbol dan harga jasa tersebut.

b. Inseparability (Tidak terpisahkan)

Berbeda halnya dengan barang-barang fisik yang diproduksi, disimpan

dalam persediaan, distribusi, melalui berbagai perantara, dan dikonsumsi

kemudian, jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi sekaligus. Hal ini

mengakibatkan kualitas jasa ditentukan oleh interaksi produsen jasa

dengan pelanggannya. Oleh sebab itu, efektivitas individu dalam

menyampaikan jasa merupakan unsur yang penting dalam pemberian jasa.

(5)

Jasa sangat bervariasi karena kualitas jasa tergantung pada siapa yang

menyediakannya, kapan, dimana, dan untuk siapa jasa tersebut dihasilkan.

Pembeli jasa menyadari tingginya variabilitas jasa dan biasanya mencari

informasi atau membicarakannya dengan orang lain sebelum memilih

suatu jasa.

d. Perishability (Dapat musnah)

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.

Dengan demikian, bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan

berlalu begitu saja. Hal ini mengakibatkan kapasitas produksi menjadi

faktor yang kritikal. Jasa yang tepat harus disediakan untuk pelanggan

yang tepat pada tempat yang tepat di saat yang tepat dan harga yang tepat

untuk memaksimalkan profitabilitas.

Pada pemasaran jasa, terdapat seperangkat alat yang dapat digunakan oleh

pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan,

yaitu bauran pemasaran jasa. Menurut Tjiptono (2005:30), terdapat delapan

bauran pemasaran jasa, yaitu:

a. Products (Produk)

Merupakan bentuk penawaran organisasi yang ditujukan untuk mencapai

tujuan organisasi melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan

b. Pricing (Harga)

Keputusan bauran harga dengan kebijakan strategis dan taktis, seperti

tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran, dan tingkat diskriminasi

(6)

c. Promotion (Promosi)

Bauran promosi tradisional, meliputi berbagai metode untuk

mengkomunikasikan manfaat jasa kepada pelanggan potensial dan actual,

yang mana meliputi periklanan, promosi penjualan, direct marketing,

personal selling, dan public relations

d. Place (Tempat)

Keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap jasa bagi

para pelanggan potensial.

e. People (Orang)

Bagi sebagian besar jasa, orang merupakan unsur vital dalam bauran

pemasaran dimana orang merupakan penghubung langsung dalam

pelayanan jasa

f. Physical Evidence (Bukti Fisik)

Adanya bukti fisik yang dapat dilihat dari sebuah jasa yang ditawarkan

g. Process (Proses)

Proses produksi atau operasi merupakan faktor penting bagi konsumen

high-contact services, yang seringkali juga berperan sebagai co-producer

jasa yang bersangkutan

h. Customer Service (Layanan Pelanggan)

Dalam sector jasa, layanan pelanggan dapat diartikan sebagai kualitas total

(7)

2.3 Pemasaran Hotel

Sebuah hotel yang baik adalah yang mampu mendapatkan keuntungan dengan

memberikan kepuasan bagi para tamunya (Sulastiyono, 2002:21). Untuk

menciptakan itu, pihak hotel harus berusaha memberikan pelayanan terbaik agar

tercipta kepuasan dari para konsumennya. Tidak terbatas pada pemasaran

pariwisata, hotel pun mempunyai cara-cara tersendiri dalam proses pemasaran

hotelnya.

Menurut Prof G Ritherford dalam Yoeti (2004:9), pemasaran hotel adalah

aktivitas yang menggunakan strategi dan taktik yang direncanakan sedemikian

rupa untuk menyampaikan “cerita” tentang pelayanan yang dapat diberikan suatu

hotel, dengan memberikan rangsangan yang bergairah pada tamu untuk mau

memilih pesan yang disampaikan hotel untuk dibandingkan dengan pilihan hotel

pesaing.

Dari sudut pandang orang-orang yang bergerak dalam bidang industri jasa,

pemasaran dapat diartikan sebagai usaha mengolah makanan, minuman dan

akomodasi hotel menjadi produk yang diminati orang dengan memberikan nilai

tambah melalui pelayanan dan penyajian (Neil Wearne dan Alison Morrison

dalam Yoeti, 2004:10).

Menurut Morrison dalam Alma (2009:293), dalam pemasaran hotel dikenal

istilah 8P, yaitu:

a. Product

Produk yang ditawarkan oleh sebuah hotel sangat beraneka ragam, antara

(8)

dengan menyediakan kamar dan dilengkapi dengan servis fasilitas

pendukung, juga augmented product (produk fisik, jasa, dan manfaat

tambahan) yang menyangkut dengan system penyampaian jasa.

b. Partnership

Jalinan kerjasama yang dibuat oleh pihak hotel dengan kelompok lain

yang dibutuhkan oleh pihak hotel seperti kelompok kesenian, hiburan, dan

pertunjukan lainnya.

c. People

People dalam industry perhotelan terbagi menjadi dua kelompok yaitu

guests (pelanggan) dan host (pekerja hotel). Pelanggan harus dimanjakan

agar merasa puas dan host harus memberikan layanan prima kepada setiap

pelanggannya.

d. Packaging

Yaitu mengemas berbagai macam produk dalam satu harga yang biasanya

lebih murah dibandingkan dengan harga satuan. Misalnya, harga kamar

digabung dengan tiket pertandingan sepak bola dengan acara hiburan,

digabung dengan peringatan hari besar tertentu dan sebagainya.

e. Programming

Berhubungan dengan adanya aktivitas khusus atau event tertentu.

Packaging dan programming merupakan konsep yang saling berhubungan

mengingat sebagian besar packages (paket produk/jasa) terdiri atas

programming (program amal pada bulan Ramadhan bagi tamunya yang

(9)

f. Places

Yaitu system penyampaian jasa melalui saluran distribusi langsung atau

tidak langsung, melalui agen-agen perjalanan juga agen wisata

g. Promotion

Berkaitan dengan cara mengkomunikasikan jasa hotel yang ditawarkan

melalui berbagai teknik promosi seperti advertising, public relation, dan

yang paling penting adalah word of mouth promotion

h. Pricing

Adalah teknik penetapan harga hotel yang bervariasi, sesuai dengan

kondisi kamar juga waktu. Pada saat weekend atau saat libur nasional,

harga sewa kamar bisa menjadi naik, tetapi pada saat weekdays, disediakan

harga khusus untuk penyewaan kamar hotel.

2.4 Pengertian Pemasaran Relasional

Pemasaran relasional (relationship marketing) sangat relevan untuk dibahas

dalam pemasaran jasa, mengingat keterlibatan dan interaksi antara pelanggan dan

pemberi jasa begitu tinggi pada sebagian besar bisnis jasa. Pendekatan pemasaran

yang hanya berorientasi transaksi (transactional marketing) dengan sasaran

penjualan yang tinggi dalam jangka pendek menjadi kurang mendukung pada

praktek bisnis jasa. Pemasaran relasional menekankan pada usaha menarik dan

mempertahankan pelanggan melalui peningkatan hubungan perusahaan dengan

pelanggannya (Lupiyoadi, 2001).

Pemasaran Relasional (Relationship Marketing) menurut Chan (2003:6)

(10)

komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling

menguntungkan antara pelanggan dengan perusahaan.

Seiring dengan majunya perkembangan jaman, konsumen menjadi semakin

kritis. Hal ini disebabkan karena konsumen dihadapkan pada banyaknya pilihan

produk dan selain itu ditunjang dengan arus informasi tentang produk dan jasa

yang mudah diperoleh. Pemasar pun tidak tinggal diam. Mereka melakukan segala

sesuatu yang dapat mengalahkan pesaing.

Menurut Amin Tunggal (2008) Pemasaran Relasional merupakan fokus pada

hubungan antara perusahaan dan pelanggannya berdasarkan kerjasama dan

kolabarasi. Proses yang berkesinambungan dalam melaksanakan aktivitas yang

koperatif dan kolaboratif dengan pelanggan untuk menciptakan atau

meningkatkan nilai ekonomis bersama dengan biaya yang lebih rendah.

Menurut Kotler dan Amstrong (2001:228) Pemasaran Relasional adalah:

"proses mencipta, mempertahankan dan meningkatkan hubungan yang kuat

berdasar nilai dengan pelanggan dan pemegang saham”.

Menurut Berry dan Parasuraman (dalam Kotler (1997:44) Pemasaran

Relasional dibagi menjadi tiga pendekatan dalam mengembangkan nilai

pelanggan, yaitu:

a. Financial Benefit (Manfaat Keuangan)

Dua manfaat keuangan yang dapat ditawarkan perusahaan adalah program

pemasaran frekuensi dan program pemasaran klub pemasaran. Program

pemasaran frekuensi (Frequency Marketing Programs-FMPs) dirancang untuk

(11)

merupakan pengakuan akan kenyataan bahwa 20% dari pelanggan perusahaan

mungkin menghasilkan 80% bisnis bagi perusahaan.

American Airlines merupakan salah satu perusahaan pertama yang

merintis program pemasaran frekuensi ketika memutuskan untuk menawarkan

angka kredit mil gratis bagi para pelanggannya di awal 1980-an. Kemudian

hotel-hotel mengadopsi FMPs, yang dimulai oleh Marriot dengan tamu terhormatnya.

Tamu-tamu yang sering menginap menerima peningkatan kelas kamar atau kamar

gratis. Kemudian perusahaan penyewaan mobil menawarkan FMPs. Kemudian

perusahaan kartu kredit mulai menawarkan poin berdasarkan tingkat penggunaan

kartu mereka. Sebagai contoh, Sears menawarkan potongan harga kepada

pemegang kartu Discover-nya bila membayar dengan kartu tersebut.

Program pemasaran klub berguna untuk meningkatkan hubungan

perusahaan dengan pelanggan dan membuat mereka lebih dekat dengan

perusahaan. Banyak perusahaan telah menciptakan kelompok atau klub ikatan.

Keanggotaan klub mungkin ditawarkan secara otomatis dari pembelian atau

perjanjian pembelian dalam jumlah tertentu, atau dengan membayar iuran tertentu.

Beberapa klub telah menjadi amat berhasil.

Perusahaan kosmetik Jepang Shiseido telah memiliki lebih dari 10 juta

anggota Shiseido Club, yang memberikan kartu Visa, potongan harga di teater,

hotel, dan pengecer, serta juga nilai “frequent buyer”. Para anggotanya

mendapatkan majalah gratis yang berisi artikel-artikel tentang perawatan

(12)

Perusahaan permainan video Jepang Nintendo telah memiliki lebih dari 2

juta anggota Nintendo Club. Dengan $ 16 per tahun, para anggota menerima

majalah bulanan, Nintendo Power, yang memberikan ulasan atas permainan video

yang sedang ataupun akan beredar, petunjuk untuk menang dalam permainan

tersebut, dan sebagainya. Perusahaan juga telah mengadakan nomor telepon

“penasihat permainan” yang dapat dihubungi oleh para pemain yang mempunyai

pertanyaan atau masalah.

Perusahaan sepeda motor terkemuka di dunia mendirikan Harley Owners

Group (HOG), yang memiliki 127.000 anggota. Manfaat HOG mencakup majalah

(Hog Tales), buku pegangan perjalanan, pelayanan darurat di perjalanan, program

asuransi yang dirancang khusus, pelayanan pencegahan pencurian, potongan tariff

hotel, dan program Fly & Ride yang memungkinkan para anggota menyewa motor

Harley saat liburan.

Dalam level relasi ini, perusahaan menawarkan insentif financial, seperti

harga lebih murah untuk pembelian dalam volume besar atau harga lebih murah

bagi pelanggan yang telah menjadi langganan selama periode waktu tertentu.

Ikatan finansial bisa berwujud frequency rewards seperti yang ditawarkan dalam

industri penerbangan, hotel, persewaan mobil, salon kecantikan, jasa

telekomunikasi, dan lain-lain. Variasi lainnya adalah penawaran jasa dalam paket

tertentu (bundling) dan penjualan silang (crossselling) sebagaimana yang

dilakukan oleh agen perjalanan bekerja sama dengan jaringan hotel, perusahaan

penerbangan, persewaan mobil, dan jasa kartu kredit. Meskipun ikatan finansial

(13)

mudah ditiru dan tidak menghasilkan diferensiasi signifikan untuk jangka

panjang. Oleh sebab itu, ikatan semacam ini harus disertai dengan strategi relasi

lainnya.

b. Social Benefit (Manfaat Sosial)

Meskipun harga tetap penting, level relasi ini membangun relasi jangka

panjang melalui ikatan sosial, interpersonal dan financial. Pelanggan diperlakukan

sebagai "klien" atau individu yang kebutuhan dan keinginannya ingin dipahami

dan dipuaskan oleh perusahaan. Konsumen bukan sekedar 'statistik' atau

kerumunan orang tidak dikenal. Ikatan sosial dan interpersonal banyak

dipraktikkan para penyedia jasa profesional (seperti pengacara, akuntan, guru,

dosen) penyedia jasa personal (contohnya, penata rambut, konselor, dokter), dan

business-to-business services (misalnya, antara manajer relasi dan wiraniaga

dengan klien). Contoh Perusahaan jasa telekomunikasi yang aktif melakukan

berbagai aktivitas untuk para anggotanya.

Kini karyawan perusahaan berusaha meningkatkan ikatan sosial mereka

dengan para pelanggan dengan cara membuat hubungan dengan pelanggan

mereka secara lebih pribadi. Manfaat yang diperoleh adalah untuk membantu

meningkatkan hubungan dengan mempelajari kebutuhan dan keinginan para

pelanggan bahkan memberikan sesuatu yang sifatnya pribadi.

c. Structural Ties (Ikatan Struktural)

Perusahaan mungkin memberikan alat khusus kepada pelanggan atau

hubungan komputer yang menolong pelanggan mengelola pemesanan. Salah satu

(14)

terkenal, yang menginvestasikan jutaan dolar dalam kemampuan EDI (Electronic

Data Interchange-Pertukaran Data Elektronik) untuk membantu apotik kecil

mengelola persediaan, proses penerimaan pesanan, dan ruang pamernya. Contoh

yang lain adalah Milliken yang memberikan program perangkat lunak, riset

pemasaran, pelatihan penjualan, dan petunjuk penjualan kepada para pelanggan

setianya.

Ikatan struktural akan membantu hubungan yang lebih kuat dengan

pelanggan. Perusahaan akan selalu membantu konsumen untuk memberikan

informasi mengenai segala sesuatunya yang akan membantu konsumen.

Pendekatan ini berguna untuk membangun hubungan yang kuat dengan

pelanggan adalah menambah ikatan struktural. Maksudnya bahwa badan usaha -

badan usaha memberikan pendekatan atau program yang terstruktur yang dapat

menarik minat konsumen untuk mau terlibat menjadi anggota komunitas.

2.5 Loyalitas Pelanggan

2.5.1 Pengertian Loyalitas Pelanggan

Loyalitas konsumen telah diakui sebagai faktor dominan yang mempengaruhi

keberhasilan bisnis saat ini. Loyalitas konsumen (customer loyality) telah menjadi

tujuan strategis yang paling penting dari perusahaan dalam kurun waktu

belakangan ini (Goni

Pelanggan yang loyal dapat meningkatkan pendapatan badan usaha secara

terus menerus dan hal ini sangat penting bila derajat pembelian secara

berulang-ulang sangat tinggi. Menjual produk atau jasa pada pelanggan yang telah ada akan

(15)

Pengertian tentang seorang pelanggan yang loyal menurut Griffin (2003)

adalah ”A loyal customer is one who makes regular repeat purchases,purchase

across product and service lines, refers others and demonstrates an immunity to

the pull of the competition.” Hal ini berarti bahwa pelanggan yang loyal adalah

pelanggan yang memiliki ciri-ciri antara lain melakukan pembelian yang berulang

pada suatu badan usaha yang sama, membeli lini produk dan jasa yang ditawarkan

oleh badan usaha yang sama, dan memberitahukan kepada orang lain tentang

kepuasan-kepuasan yang didapat dari badan usaha dan menunjukkan kekebalan

terhadap tawaran-tawaran dari badan usaha pesaing. Dalam keadaan ini, seberapa

besar pun tawaran yang datang dari perusahaan pesaing tidak dapat mengubah

keputusan pembelian konsumen.Menurut Kotler dan Amstrong (2006), ”And the

best approach to customer retention is to deliver high customer satisfication and

value that result in customer loyalty.” Pendekatan terbaik untuk mempertahankan

pelanggan adalah dengan memberikan kepuasan yang tertinggi dan nilai kepada

pelanggan yang akan menghasilkan pelanggan loyal.

2.5.2 Karakteristik Pelanggan yang Loyal

Menurut Griffin (2003), pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai

berikut:

a. Melakukan pembelian secara teratur

b. Membeli diluar produk lini/jasa

c. Merekomendasikan kepada orang lain

(16)

2.5.3 Tahapan Loyalitas Pelanggan

Brown dalam Hurriyati (2005) mengungkapkan bahwa loyalitas pelanggan

terdiri atas tiga tahap, sebagai berikut:

a. The Courtship

Pada tahapan ini, tercipta hubungan yang erat antara perusahaan dengan

pelanggan sebatas transaksi, pelanggan masih mempertimbangkan

produk/jasa dan harga. Apabila penawaran produk/jasa dan harga yang

diberikan pesaing lebih baik, maka mereka akan berpindah.

b. The Relationship

Pada tahap ini, tercipta hubungan yang erat antar perusahaan dengan

pelanggan. Loyalitas yang terbentuk tidak lagi atas dasar pertimbangan

jasa/produk dan harga, walaupun tidak ada jaminan pelanggan tidak akan

melihat produk pesaing. Selain itu, dalam tahap ini terjadi hubungan yang

saling menguntungkan kedua belah pihak.

c. The Marriage

Pada tahapan ini hubungan jangka panjang telah tercipta dan keduanya

tidak dapat dipisahkan. Loyalitas tercipta akibat adanya kesenangan dan

ketergantungan pelanggan kepada perusahaan.

2.5.4 Jenis-Jenis Loyalitas

Terdapat empat jenis loyalitas yang berbeda yaitu:

a. Tanpa Loyalitas

Konsumen memiliki berbagai alasan tidak mengembangkan loyalitas

(17)

menghindari para pembeli sejenis ini, karena mereka tidak akan pernah

menjadi pelanggan yang loyal, mereka hanya memberikan sedikit

kontribusi terhadap keuangan perusahaan. Tantangannya adalah

menghindari sebanyak mungkin orangorang seperti ini dan lebih memilih

konsumen yang loyalitasnya dapat dikembangkan (Griffin, 2005).

b. Loyalitas Lemah

Keterikatan yang lemah digabungkan dengan pembelian berulang yang

tinggi, menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia loyalty). Konsumen ini

membeli karena kebiasaan. Loyalitas jenis ini paling sering terjadi pada

produk yang sering dibeli (Griffin, 2005).

c. Loyalitas Tersembunyi

Tingkat prerefensi yang relatif tinggi digabungkan dengan tingkat

pembelian yang rendah, menunjukan loyalitas tersembunyi (latent loyalty).

Bila pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, maka yang

menentukan pembelian berulang adalah pengarus situasi dan bukan

pengaruh sikap. Dengan memahami faktor situasi yang berkontribusi pada

loyalitas tersembunyi, maka perusahaan dapat menggunakan strategi untuk

mengatasinya (Griffin, 2005).

d. Loyalitas Premium

Loyalitas premium adalah jenis loyalitas yang paling sering dapat

ditingkatkan,yang terjadi bila ada tingkat keterkaitan yang tinggi dan

tingkat pembelian berulang yang juga tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas

(18)

tingkat preferensi yang paling tinggi tersebut,orang bangga karena

menemukan dan menggunakan produk tertentu dan senang membagi

pengetahuan mereka dengan rekan dan keluarga (Griffin, 2005).

2.6 Keputusan Pembelian

Keputusan atau niat untuk membeli merupakan sesuatu yang berhubungan

dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu, serta berapa banyak

unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Keputusan pembelian

merupakan pernyataan mental konsumen yang merefleksikan rencana pembelian

sejumlah produk dengan merek tertentu (Setiadi, 2003:17). Kotler (2009: 184)

mengatakan bahwa proses psikologi dasar memainkan peranan penting dalam

memahami bagaimana konsumen benar-benar membuat keputusan pembelian

mereka. Kotler (2009:184) mengatakan pada proses keputusan pembelian

konsumen melalui lima tahap: pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi

alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Adapun

penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Pengenalan masalah

Proses membeli dimulai dengan pengenalan masalah dimana pembeli

mengenali adanya masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan

antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan.

b. Pencarian informasi

Seorang konsumen yang sudah terkait mungkin mencari lebih banyak

informasi tetapi mungkin juga tidak. Bila dorongan konsumen kuat dan

(19)

kemungkinan akan membelinya. Bila tidak, konsumen dapat menyimpan

kebutuhan dalam ingatan atau melakukan pencarian informasi yang

berhubungan dengan kebutuhan tersebut. Pengaruh relatif dari sumber

informasi ini bervariasi menurut produk dan pembeli. Pada umumnya,

konsumen menerima sebagian besar informasi mengenai suatu produk dari

sumber komersial, yang dikendalikan oleh pemasar. Akan tetapi, sumber

paling efektif cenderung sumber pribadi. Sumber pribadi tampaknya

bahkan lebih penting dalam mempengaruhi pembelian jasa. Sumber

komersial biasanya memberitahu pembeli, tetapi sumber pribadi

membenarkan atau mengevaluasi produk bagi pembeli. Misalnya, dokter

pada umumnya belajar mengenai obat baru cari sumber komersial, tetapi

bertanya kepada dokter lain untuk informasi yang evaluatif.

c. Evaluasi alternatif

Tahap dari proses keputusan membeli, yaitu ketika konsumen

menggunakan informasi untuk mengevaluasi merk alternatif dalam

perangkat pilihan. Konsep dasar tertentu membantu menjelaskan proses

evaluasi konsumen. Pertama, kita menganggap bahwa setiap konsumen

melihat produk sebagai kumpulan atribut produk. Kedua, konsumen akan

memberikan tingkat arti penting berbeda terhadap atribut berbeda menurut

kebutuhan dan keinginan unik masing-masing. Ketiga, konsumen mungkin

akan mengembangkan satu himpunan keyakinan merek mengenai dimana

posisi setiap merek pada setiap atribut. Keempat, harapan kepuasan produk

(20)

konsumen sampai pada sikap terhadap merek berbeda lewat beberapa

prosedur evaluasi. Ada konsumen yang menggunakan lebih dari satu

prosedur evaluasi, tergantung pada konsumen dan keputusan pembelian.

Bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif barang yang akan dibeli

tergantung pada masing-masing individu dan situasi membeli spesifik.

Dalam beberapa keadaan, konsumen menggunakan perhitungan dengan

cermat dan pemikiran logis. Pada waktu lain, konsumen yang sama hanya

sedikit mengevaluasi atau tidak sama sekali; mereka membeli berdasarkan

dorongan sesaat atau tergantung pada intuisi. Kadang-kadang konsumen

mengambil keputusan membeli sendiri; kadang-kadang mereka bertanya

pada teman, petunjuk bagi konsumen, atau wiraniaga untuk memberi saran

pembelian.

Pemasar harus mempelajari pembeli untuk mengetahui bagaimana

sebenarnya mereka mengevaluasi alternatif merek. Bila mereka

mengetahui proses evaluasi apa yang sedang terjadi, pemasar dapat

membuat langkah-langkah untuk mempengaruhi keputusan membeli.

d. Keputusan membeli

Dalam tahap evaluasi, konsumen membuat peringkat merek dan

membentuk niat untuk membeli. Pada umumnya, keputusan membeli

konsumen adalah membeli merek yang paling disukai, tetapi dua faktor

dapat muncul antara niat untuk membeli dan keputusan untuk membeli.

Faktor pertama adalah sikap orang lain, yaitu pendapat dari orang lain

(21)

faktor situasi yang tidak diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat

produk yang diharapkan. Akan tetapi peristiwa-peristiwa yang tak

diharapkan bisa menambah niat pembelian.

e. Tingkah laku pasca pembelian

Tahap dari proses keputusan pembeli, yaitu konsumen mengambil

tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas atau

tidak puas. Yang menentukan pembeli merasa puas atau tidak puas dengan

suatu pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dengan

prestasi yang diterima dari produk. Bila produk tidak memenuhi harapan,

konsumen merasa tidak puas, bila memenuhi harapan konsumen merasa

puas, bila melebihi harapan konsumen akan merasa puas.

Konsumen mendasarkan harapan mereka pada informasi yang mereka

terima dari penjual, teman dan sumber-sumber yang lain. Bila penjual

melebih-lebihkan prestasi produknya, harapan konsumen tidak akan

terpenuhi dan hasilnya ketidakpuasan. Semakin besar antara kesenjangan

antara harapan dan prestasi, semakin besar ketidakpuasan kosumen. Hal

ini menunjukkan bahwa pembeli harus membuat pernyataan yang jujur

mengenai prestasi produknya sehingga pembeli akan puas.

Konsumen tidak selalu melalui lima tahap pembelian itu seluruhnya. Mereka

mungkin melewatkan satu atau beberapa tahap. Dalam pengambilan keputusan

pembelian oleh konsumen terdapat berbagai perilaku pembelian. Kotler

(2001:247) membedakan empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan

(22)

jenis perilaku tersebut adalah sebagai berikut: perilaku pembelian kompleks,

perilaku pembelian yang mengurangi ketidaksesuaian, perilaku pembelian yang

mencari variasi, perilaku pembelian menurut kebiasaan.

Engel (1995) mengatakan bahwa proses pengambilan keputusan membeli

mengacu pada tindakan konsisten dan bijaksana yang dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan. Tingkatan dalam proses pengambilan keputusan membeli lebih

terperinci dibagi menjadi 3 tingkatan dalam suatu kontinum yaitu:

a. Pengambilan Keputusan Diperluas

Pada pengambilan keputusan diperluas, konsumen terbuka pada informasi

dari berbagai sumber dan termotivasi untuk membuat pilihan yang tepat.

Pengambilan keputusan ini meliputi proses yang melibatkan pencarian

informasi internal maupun eksternal yang intensif, diikuti oleh evaluasi

yang kompleks atas sejumlah besar alternatif yang tersedia. Keenam

tahapan proses pengambilan keputusan di ikuti meskipun tidak berurutan

dan akan banyak alternatif yang di evaluasi. Jika hasil yang diharapkan

terpenuhi, maka keputusan ditunjukkan dalam bentuk rekomendasi pada

orang lain dan keinginan untuk membeli kembali.

b. Pengambilan Keputusan Antara

Pengambilan keputusan ini berada diantara kedua titik ekstrim yaitu

pengambilan keputusan diperluas dan pengambilan keputusan terbatas.

Tahap pencarian informasi dan evaluasi alternatif juga dilakukan oleh

konsumen seperti halnya pada tahap pengambilan keputusan diperluas dan

(23)

c. Pengambilan Keputusan Terbatas

Pengambilan keputusan terbatas meliputi pencarian informasi secara

internal maupun eksternal terbatas, sedikit alternatif, aturan pengambilan

keputusan sederhana atas sejumlah kecil atribut, dan evaluasi purna

pembelian yang rendah. Disini konsumen menyederhanakan proses dan

mengurangi jumlah dan variasi dari sumber informasi alternatif serta

kriteria yang digunakan untuk evaluasi. Pilihan biasanya dibuat dengan

mengikuti aturan yang sederhana seperti membeli merek yang dikenal atau

membeli dengan memilih harga yang termurah ataupun untuk mencoba

yang baru sehingga mengarah pada ganti-ganti merek. Pencarian yang

ekstensif dan evaluasi alternatif dihindari karena proses pembelian

diasumsikan sebagai hal tidak penting bagi konsumen.

Selanjutnya, proses pengambilan keputusan membeli pada konsumen dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat individual (internal) maupun

yang berasal dari lingkungan (eksternal). Engel (1995) membaginya sbb:

a. Faktor individual (internal)

1. Sumber daya konsumen

Waktu, uang dan perhatian merupakan sumber daya yang dimiliki

konsumen yang digunakan dalam setiap situasi pengambilan keputusan

2. Keterlibatan dan motivasi

Keterlibatan merupakan tingkat dari kepentingan atau ketertarikan

personal yang ditimbulkan oleh stimulus dalam situasi tertentu.

(24)

bertindak dengan pertimbangan untuk meminimalkan resiko dan untuk

memaksimalkan keutungan yang didapat dari penggunaan dan

pembelian. Keterlibatan adalah refleksi dari motivasi yang kuat di

dalam bentuk relevansi pribadi yang sangat dirasakan terhadap suatu

produk atau jasa di dalam konteks tertentu.

3. Pengetahuan

Pengetahuan konsumen terdiri dari informasi yang disimpan di dalam

ingatan. Informasi yang dimiliki konsumen mengenai produk akan

sangat mempengaruhi pola pembelian mereka

4. Sikap

Sikap didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh, intensitas, dukungan

dan kepercayaan adalah sifat penting dari sikap. Pencarian informasi

dan evaluasi yang luas atas pelbagai kemungkinan akan menghasilkan

pembentukan suatu sikap terhadap alternatif-alternatif yang

dipertimbangkan.

5. Kepribadian

Kepribadian diartikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulus

lingkungan. Kepribadian seseorang akan menentukan bagaimana

seseorang mengkonsumsi suatu produk

6. Gaya hidup

Gaya hidup diartikan sebagai pola dimana orang hidup dan

(25)

juga menentukan dalam pemilihan serta keputusan pembelian sebuah

produk.

7. Demografi

Karakteristik demografi seperti usia, pendapatan dan pendidikan juga

membedakan bagaimana seseorang terlibat dalam pengambilan

keputusan konsumen.

b. Faktor lingkungan (eksternal)

1. Budaya

Budaya dalam perilaku konsumen mengacu pada nilai, gagasan,

artefak, dan simbol-simbol lain yang bermakna yang membantu

individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi

sebagai anggota masyarakat. Perbedaan budaya juga menentukan jenis

produk yang dipilih untuk dikonsumsi.

2. Kelas sosial

Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari

individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama.

Status kelas sosial menghasilkan bentuk-bentuk perilaku konsumen

yang berbeda

3. Pengaruh kelompok dan keluarga

Keluarga adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang

dihubungkan melalui darah, perkawinan atau adopsi dan tinggal

(26)

oleh anggota lain dalam keluarganya. Kelompok juga berpengaruh

dalam memberikan referensi mengenai suatu produk, toko dsb.

2.7 Pengaruh Pemasaran Relasional dengan Loyalitas Pelanggan

Banyak badan usaha berusaha membedakan dirinya dengan cara tidak menjadi

yang terbesar tetapi dengan memberi service yang terbaik. Harga yang murah dan

spesifikasi produk yang baik tidak selalu memenangkan penjualan, sebaliknya

kunci terletak pada penciptaan hubungan yang kuat dengan pelanggan. Pengaruh

Pemasaran Relasional terhadap loyalitas pelanggan dinyatakan oleh Schiffman

(2000) sebagai berikut : Pemasaran Relasional diciptakan untuk mengembangkan

kesetiaan dan komitmen pelanggan terhadap produk dan jasa badan usaha.

Dengan demikian, Pemasaran Relasional dapat dicapai dengan menciptakan

hubungan yang kuat dan abadi dengan kelompok inti pelanggan.

Pemasaran Relasional ditekankan pada pengembangan ikatan jangka panjang

dengan pelayanan yakni dengan cara membuat pelanggan merasa nyaman

terhadap pelayanan badan usaha melalui interaksi dan koneksi pribadi terhadap

bisnis. Oleh karena itu mempertahankan pelanggan menjadi kunci utama dalam

suatu perusahaan untuk lebih sukses dibandingkan pesaingnya. Hubungan

pelanggan merupakan simpul paling penting dalam menghadapi pelanggan pada

saat menjawab pertanyaan, demonstrasi, transaksi, pengiriman dan penjualan

(Foster,2001). Dengan seperti ini, maka pelanggan akan merasa sangat akrab

dengan perusahaan dan akan menghasilkan hubungan jangka panjang. Hasilnya

(27)

2.8 Penelitian Terdahulu

Sebagai acuan penelitian ini, digunakan beberapa penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya yaitu mengenai “Pengaruh Relationship Marketing

Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada PT. Olaga Food Industri Medan” yang telah

dilakukan oleh Erika (2009), penelitian mengenai “Relationship Marketing dan

Loyalitas Nasabah : Studi Kasus Pada Nasabah Bank BRI Syariah Malang” yang

telah dilakukan oleh Nur Asnawi dan Abdul Musowir (2010), dan penelitian

mengenai “Pengaruh Pemasaran Relasional Terhadap Kepuasan Nasabah Bank

X” yang dilakukan oleh Kezia Yurischa C.P dan Paham Ginting (2013) adapun

hasil dari penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penelitian terdahulu dilakukan oleh Erika (2009), dengan judul “Pengaruh

Relationship Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada PT.

Olagafood Industri Medan”. Penelitian tersebut bertujuan untuk

mengetahui pengaruh antara financial benefit, social benefit, dan

structural ties terhadap loyalitas pelanggan PT. Olagafood Industri Medan.

Metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian yang

dilakukan dengan analisis regresi linier berganda diperoleh nilai Fhitung >

Ftabel (17,277 > 2,9), dengan tingkat signifikansi 0.000. Berdasarkan hasil

tersebut, dapat disimpulkan bahwa variabel financial benefit, social

benefit,dan structural ties secara simultan berpengaruh signifikan terhadap

loyalitas karena tingkat signifikansi 0.000 (<0.05). Pengujian Koefisien

(28)

bahwa loyalitas dapat dijelaskan oleh financial benefit, social benefit,dan

structural ties 58,2% sedangkan sisanya sebesar 41,8% dijelaskan oleh

faktor lainnya.

2. Penelitian yang berjudul “Relationship Marketing dan Loyalitas Nasabah :

Studi Kasus Pada Nasabah Bank BRI Syariah Malang” yang dilakukan

oleh Nur Asnawi dan Abdul Musowir (2010), bertujuan untuk mengetahui

pengaruh antara financial benefit, social benefit, dan structural ties

terhadap loyalitas nasabah. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan

survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.

Analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda. Dari hasil

analisis regresi linier berganda, didapatkan kesimpulan bahwa tidak semua

variabel relationship marketing berpengaruh signifikan terhadap

peningkatan loyalitas nasabah BRI Syariah Malang. Dari hasil analisis

menunjukkan bahwa variabel social benefit dan structural ties

berpengaruh signifikan terhadap loyalitas, akan tetapi variabel financial

benefit tidak berpengaruh signifikan terhadap loyalitas nasabah.

3. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kezia Yurischa C.P dan Paham

Ginting (2013) dengan judul “Pengaruh Pemasaran Relasional Terhadap

Kepuasan Nasabah Bank X”. Penelitian tersebut bertujuan untuk

mengetahui pengaruh financial benefit, social benefit, dan structural ties

terhadap kepuasan nasabah Bank X. Metode pengujian yang digunakan

(29)

berganda. Hasil penelitian yang dilakukan dengan analisis regresi linier

berganda diperoleh menunjukkan nilai Fhitung sebesar 17,793 dengan

taraf signifikansi sebesar 0,000 sedangkan Ftabel sebesar 2,70 dengan taraf

signifikansi 0,05 (5%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa Fhitung > Ftabel

( 17,793> 2,70 ), sedangkan tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,005.

Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah tolak Hoterima Ha, yang artinya

bahwa variabel-variabel bebas dalam penelitian ini, yang terdiri dari

variabel financial benefit, social benefit, dan structural ties dapat dipakai

untuk mengestimasi kepuasan nasabah (Y) pada PT. Bank X. Ketiga

variabel tersebut secara simultan (serempak) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap variabel kepuasan nasabah. Pengujian Koefisien

Determinasi (R2) yang didapat adalah bahwa R = 0,598, yang berarti

hubungan antara variabel financial benefit, social benefit, dan structural

ties terhadap kepuasan nasabah pada PT. Bank X adalah sebesar 59,8%,

artinya ada hubungan yang cukup erat. Adjusted R square sebesar 0,337

berarti 33,7% peningkatan kepuasan nasabah dapat dijelaskan financial

benefit, social benefit, dan structural ties, sedangkan sisanya 66,3% dapat

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Berdasarkan signifikansi t (uji-t), variabel yang memiliki pengaruh positif

dan signifikan dalam mempengaruhi kepuasan nasabah pada PT. Bank X

adalah variabel social benefit, sedangkan variabel financial benefit dan

(30)

oleh karena itu, harus ditingkatkan kembali agar dapat mengestimasi

kepuasan nasabah pada PT. Bank X.

Penelitian terdahulu dapat digambarkan dalam Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Hasil

1 Erika (2009) Pengaruh Relationship

Marketing Terhadap

Loyalitas Pelanggan

Pada PT. Olagafood

Industri Medan

Variabel financial benefit,

social benefit,dan structural ties

secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap loyalitas

pelanggan PT. Olaga Food

Industri Medan

2 Nur Asnawi

dan Abdul

Musowir

(2010)

Relationship Marketing

dan Loyalitas Nasabah :

Studi Kasus Pada

Nasabah Bank BRI

Syariah Malang

Variabel relationship marketing

berpengaruh signifikan

terhadap peningkatan loyalitas

nasabah BRI Syariah Malang

3 Kezia

Yurischa C.P

dan Paham

Ginting (2013)

Pengaruh Pemasaran

Relasional Terhadap

Kepuasan Nasabah Bank

X

Variabel-variabel bebas dalam

penelitian ini, yang terdiri dari

variabel financial benefit, social

benefit, dan structural ties dapat

dipakai untuk mengestimasi

kepuasan nasabah (Y) pada PT.

Bank X. Ketiga variabel

tersebut secara simultan

(serempak) berpengaruh positif

dan signifikan terhadap variabel

(31)

2.9 Kerangka Konseptual

Tujuan dibangunnya pemasaran relasional adalah menciptakan hubungan

kerjasama jangka panjang dengan pelanggan, mengubah prospek dari konsumen

menjadi pelanggan ,loyalitas, dan keuntungan (Kotler 2002). Memiliki pelanggan

yang loyal merupakan impian setiap perusahaan. Loyalitas pelanggan telah diakui

sebagai faktor dominan yang mempengaruhi keberhasilan bisnis saat ini.

Pelanggan yang loyal dapat meningkatkan pendapatan badan usaha secara

terus-menerus dan hal ini sangat penting bila derajat pembelian secara berulang-ulang

sangat tinggi. Oleh sebab itu, dewasa ini dunia pemasaran semakin giat menggali

strategi yang mampu meningkatkan jumlah pelanggannya dan memperkecil

tingkat peralihan pelanggan kepada perusahaan pesaing. Itu sebabnya,

mempertahankan pelanggan menjadi kunci utama dalam suatu perusahaan untuk

lebih sukses dibandingkan pesaingnya. Sebagai usaha menciptakan loyalitas

pelanggan, konsep pemasaran relasional menjadi topik yang penting dalam

kegiatan bisnis. Pemasaran relasional menekankan pada usaha menarik dan

mempertahankan pelanggan melalui peningkatan hubungan perusahaan dengan

pelanggannya (Lupiyoadi, 2011). Oleh sebab itu, pemasaran relasional adalah

salah satu kunci sukses dalam menciptakan loyalitas pelanggan.

Menurut Kotler (2002) dalam membentuk ikatan yang lebih kuat dengan

pelanggan sebagai usaha untuk mempertahankan pelanggan lama dan mencegah

terjadinya perpindahan pelanggan kepada perusahaan pesaing, Pemasaran

Relasional dapat dilakukan melalui 3 pendekatan, yaitu manfaat keuangan,

(32)

Pemasaran Relasional:

Sumber: Kotler, Marketing, (2002) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.10 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka penelitian yang telah disusun,

maka hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh signifikan antara

pemasaran relasional yang terdiri dari financial benefit (manfaat keuangan), social

benefit (manfaat sosial), dan structural ties (ikatan struktural) terhadap Loyalitas

Pelanggan Hotel Inna Dharma Deli Medan. Manfaat Keuangan (X1)

Manfaat Sosial (X2)

Ikatan Struktural (X3)

Loyalitas Pelanggan

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah Bahan Sisa bulan Oktober setelah dilakukan penjadwalan dengan metode heuristik mengalami penurunan Bahan Sisa yaitu sebesar 7180 kg dari kapasitas produksi 717962

[r]

Male gender, older age, high body mass index, a predomi- nance of small dense LDL particles and high levels of total cholesterol, triglycerides, apolipoprotein (apo) B and

[r]

To assess the effect of Probucol drug on reverse cholesterol transport, we characterized the major sub- classes of HDL lipoproteins isolated on the basis of apolipoprotein

[r]

As compared with girls, boys had a smaller (0.1 nm) mean LDL particle size and a larger (0.9 nm) mean VLDL size; furthermore, the average size of VLDL particles increased with age

[r]