• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Penguasaan Hak Atas Tanah Oleh Indonesian Nominee Kepada Warga Negara Asing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perjanjian Penguasaan Hak Atas Tanah Oleh Indonesian Nominee Kepada Warga Negara Asing"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

PERJANJIAN PENGUASAAN HAK ATAS TANAH OLEH INDONESIAN NOMINEE KEPADA WARGA NEGARA ASING

T E S I S

Oleh

DEWI INALYA JUNITA SITORUS 057011017/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERJANJIAN PENGUASAAN HAK ATAS TANAH OLEH INDONESIAN NOMINEE KEPADA WARGA NEGARA ASING

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

Dalam Program Studi Magister Kenotariatan Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEWI INALYA JUNITA SITORUS 057011017/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PERJANJIAN PENGUASAAN HAK ATAS TANAH OLEH INDONESIAN NOMINEE KEPADA WARGA NEGARA ASING

Nama Mahasiswa : Dewi Inalya Junita Sitorus

Nomor Pokok : 057011017

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) Ketua

(Dr.T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Notaris Syahril Sofyan SH, MKn)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan

( Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS,CN) (Prof. Dr.Runtung,SH, MHum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 7 September 2009

Panitia Penguji Tesis : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS

Anggota : 1. Dr. T. Kaizerina Devi A, SH, CN, M.Hum

2. Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn

(5)

ABSTRAK

Tanah adalah sumber daya alam yang penting dalam kehidupan manusia. Tanah di Indonesia mempunyai ikatan batin yang kuat bagi masyarakat Indonesia. Sebagai sebuah negara kesatuan RI yang utuh dan satu, keanekaragaman masyarakat Indonesia tidak menjadi penghalang untuk berlakunya Hukum Tanah Nasional Indonesia, karena Hukum Tanah Nasional Indonesia berdasarkan pada Hukum Adat masyarakat Indonesia.

Pada masa ini, dalam era globalisasi muncul fenomena peralihan tanah kepada masyarakat yang tidak memiliki hak untuk mempunyai tanah di Indonesia, yakni warga negara asing. Fenomena tersebut bila dibiarkan akan merugikan masyarakat Indonesia. Peralihan kepemilikan tanah tersebut dibuat dengan cara terselubung yaitu melalui perjanjian penguasaan hak atas tanah Perjanjian tersebut tidak sesuai suatu keadaan yang sebenarnya dengan yang diperjanjikan. Perjanjian penguasaan hak atas tanah tersebut dimunculkan Indonesian Nominee sebagai orang yang memberikan kuasa kepada warga negara asing untuk memiliki hak atas tanah.

Indonesian Nominee dalam perjanjian penguasaan hak atas tanah adalah orang

yang ditunjuk untuk kepentingan warga negara asing. Warga negara asing di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah orang asing yang memiliki manfaat bagi pembangunan di Indonesia. Oleh peraturan perundang-undangan pula Warga Negara Asing diatur tidak dapat memiliki tanah di Indonesia. Hak bagi Warga Negara Asing dalam menguasai tanah di Indonesia adalah dengan Hak Pakai.

Penelitian ini dilakukan adalah penelitian yuridis normatif, dimana dilakukan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang merupakan sumber bahan hukum primer. Analisa dilakukan terhadap inventarisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya celah hukum yang terbuka dan dipergunakan oleh para pihak untuk mengambil keuntungan. Celah hukum tersebut terlihat dari masih belum jelas dan kurang sinkronnya peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku dari produk Undang-Undang sampai kepada peraturan pelaksana. Tidak adanya peraturan daerah juga menjadi kelemahan penerapan perjanjian yang benar untuk penguasaan hak atas tanah bagi warga negara asing di Indonesia. Upaya hukum juga diperlukan dalam mencapai suatu kepastian hukum bagi para pihak.

(6)

ABSTRACT

Land is an important natural resources in human life. In Indonesia, land and people have a very strong mutual internal tie. As a unitary state, various background of its people does not prevent the republic of Indonesia from putting the Indonesia National Agrarian law into effect because it is based on the adat law existing in the Indonesian communities.

In this era of globalization, a phenomenon of transferring land to those (foreigners) who do not have the right to own land in Indonesia exists. If this phenomenon is neglected, it will inflict loss to the people of Indonesia. This transfer of land is secretly done through an agreement to own the right to land but the agreement is different from what is really agreed. This kind of agreement to own the right to land is brought up by the Indonesian Nominee as the one who gives the foreigners permit to own the right to land.

In the agreement to own the right to land, the Indonesian Nominee is someone appointed to work for the interest of the foreigners. In the existing regulation of legislation in Indonesia, the foreigners (foreign citizens) are those who bring benefit for the development in Indonesia. This regulation of legislation also regulates that foreign citizens cannot or are not allowed to own land in Indonesia. The right reserved for the foreign citizens in term of owning land in Indonesia is only the concession right.

The purpose of this normative juridical study is to analyze the regulation of legislation as a primary legal material to find out the inventory and synchronization of the regulation of legislation.

The result of this study shows that there is an open legal space used by many parties for their own benefit. The open legal space appears because the existing regulation of legislation is still unclear and moreover it is not synchronized with the regulation of implementation. The absence of local regulation is also a weakness in applying the correct agreement to own the right to land for the foreign citizens staying in Indonesia. Therefore, a legal attempt is also needed to obtain a legal certainty for various parties.

Keywords: Agreement to Own the Right to Land, Indonesian Nominee, Foreign

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya menyertai Penulis dalam menambah keyakinan dan kekuatan, sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul: “PERJANJIAN PENGUASAAN

HAK ATAS TANAH OLEH INDONESIAN NOMINEE KEPADA WARGA

NEGARA ASING .”

Tesis ini diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam rangkaian studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian penulisan tesis ini, Penulis telah banyak memperoleh dorongan, pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS., Ibu Dr. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., MHum., dan Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH., MKn., selaku Komisi Pembimbing yang dengan sabar telah memberikan bimbingan kepada Penulis dalam penyusunan tesis ini.

2. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., dan Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan demi penyempurnaan tesis ini.

(8)

Kenotariatan, yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi masa depan Penulis.

4. Para Staf Sekretariat Program Studi Magister Kenotariatan yang telah membantu dalam mengurus administrasi selama perkuliahan.

5. Orangtua tercinta Drs. B Sitorus, SH, MBA dan Maritje Siahaan, BA untuk doa dan dukungan yang tiada henti dalam penyelesaian tesis ini. Uluran tangan penuh kasih dalam mengurus cucu-cucunya sepanjang hari selama penyelesaian tesis ini.

6. Keluarga Besar Bapak dan Ibu Mertua penulis,Drs. F.J Pinem MSc dan Adaria Purba dan seluruh Abang, Kakak, Adik dan Saudara Ipar atas doa dan dukungannya selama penulis menyelesaikan tesis ini.

7. Abang-Abang dan Kakak penulis, Henry Samuel Sitorus, SE, Desy C.M Sitorus, Amd dan Roy F.M Sitorus. Dukungan dan nasehat yang kalian berikan sangat berarti, memberi kekuatan di dalam setiap kegundahan dan kejenuhan. Tetaplah saling memberi semangat, memberikan yang terbaik dalam kehidupan dan dapat terus memberikan kebanggaan untuk orangtua. 8. Suamiku tercinta Carolus Rudy Pinem SH untuk seluruh perhatian dan

dukungan yang diberikan tanpa henti. Syair dari Sapardi Djoko Darmono tidak hanya sebatas syair lagu namun terwujud dalam setiap hal yang diberikan bagi penulis.

(9)

menjadi sumber kekuatan dan semangat bagi penulis. Maaf untuk semua waktu dan perhatian yang hilang pada masa-masa penyelesaian tesis ini. 10.Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga segala dukungan dan bantuan yang diberikan kepada Penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kemajuan ilmu pengetahuan dimasa mendatang. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembangunan bangsa dan negara.

Medan, September 2009 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Dewi Inalya Junita Sitorus Tempat/Tgl Lahir : Balige/22 Juni 1979

Alamat : Jl. Perjuangan Komp. GSB Blok B No 2 Jenis Kelamin : Perempuan

II. ORANGTUA

Nama Ayah : Drs. B. Sitorus, SH Nama Ibu : Maritje Siahaan, BA

III.LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

1. SD : 1985 sampai 1991 SD Perguruan Kristen Kalam Kudus Medan

2. SMP : 1991 sampai 1994 SMP Negeri 1 Medan 3. SMA : 1994 sampai 1997 SMA Negeri 11 Medan

4. UNIVERSITAS : 1997 sampai 2002 S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……… i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP………. vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 5

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Keaslian Penelitian ... 7

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 8

G. Metodologi Penelitian ... 28

1. Spesifikasi Penelitian ... 28

2. Sumber Data... 29

3. Alat Pengumpulan Bahan Data ... 30

4. Analisis Data ... 31

BAB II : TINJAUAN YURIDIS ATAS PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING A. Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia Bagi Warga Negara Asing ... 32

1. Tinjuan Umum tentang Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia ... 32

(12)

B. Inventarisasi Peraturan – Peraturan Tentang Penguasaan Hak

Atas Tanah Bagi Warga Negara Asing... 43

1. Hasil Inventarisasi ... 45

2. Acuan Sikronisasi... 46

C. Sinkronisasi Peraturan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Pemilikan Tanah Bagi WNA di Indonesia ... 50

1. Sinkronisasi Horizontal... 50

2. Sinkronisasi Vertikal... 52

BAB III KONSEP PERJANJIAN HAK PAKAI ATAS TANAH HAK MILIK DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian ... 62

1. Tentang Perjanjian ... 62

2. Tentang Pemberian Kuasa... 69

3. Kuasa Mutlak ... ... 73

B. Perjanjian Hak Pakai Diatas Tanah Hak Milik …………...… 77

BAB IV TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN PENGUASAAN HAK ATAS TANAH OLEH INDONESIAN NOMINEE DENGAN WNA A. Penerapan Perjanjian Penguasaan Tanah Menggunakan Indonesian Nominee ... 84

B. Upaya Hukum Terhadap Perjanjian Penguasaan Tanah oleh Indonesian Nominee dengan WNA ... 94

C. Bentuk Penguasaan Tanah di Malaysia dan Singapura Bagi Warga Negara Asing... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103

(13)

ABSTRAK

Tanah adalah sumber daya alam yang penting dalam kehidupan manusia. Tanah di Indonesia mempunyai ikatan batin yang kuat bagi masyarakat Indonesia. Sebagai sebuah negara kesatuan RI yang utuh dan satu, keanekaragaman masyarakat Indonesia tidak menjadi penghalang untuk berlakunya Hukum Tanah Nasional Indonesia, karena Hukum Tanah Nasional Indonesia berdasarkan pada Hukum Adat masyarakat Indonesia.

Pada masa ini, dalam era globalisasi muncul fenomena peralihan tanah kepada masyarakat yang tidak memiliki hak untuk mempunyai tanah di Indonesia, yakni warga negara asing. Fenomena tersebut bila dibiarkan akan merugikan masyarakat Indonesia. Peralihan kepemilikan tanah tersebut dibuat dengan cara terselubung yaitu melalui perjanjian penguasaan hak atas tanah Perjanjian tersebut tidak sesuai suatu keadaan yang sebenarnya dengan yang diperjanjikan. Perjanjian penguasaan hak atas tanah tersebut dimunculkan Indonesian Nominee sebagai orang yang memberikan kuasa kepada warga negara asing untuk memiliki hak atas tanah.

Indonesian Nominee dalam perjanjian penguasaan hak atas tanah adalah orang

yang ditunjuk untuk kepentingan warga negara asing. Warga negara asing di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah orang asing yang memiliki manfaat bagi pembangunan di Indonesia. Oleh peraturan perundang-undangan pula Warga Negara Asing diatur tidak dapat memiliki tanah di Indonesia. Hak bagi Warga Negara Asing dalam menguasai tanah di Indonesia adalah dengan Hak Pakai.

Penelitian ini dilakukan adalah penelitian yuridis normatif, dimana dilakukan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang merupakan sumber bahan hukum primer. Analisa dilakukan terhadap inventarisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya celah hukum yang terbuka dan dipergunakan oleh para pihak untuk mengambil keuntungan. Celah hukum tersebut terlihat dari masih belum jelas dan kurang sinkronnya peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku dari produk Undang-Undang sampai kepada peraturan pelaksana. Tidak adanya peraturan daerah juga menjadi kelemahan penerapan perjanjian yang benar untuk penguasaan hak atas tanah bagi warga negara asing di Indonesia. Upaya hukum juga diperlukan dalam mencapai suatu kepastian hukum bagi para pihak.

(14)

ABSTRACT

Land is an important natural resources in human life. In Indonesia, land and people have a very strong mutual internal tie. As a unitary state, various background of its people does not prevent the republic of Indonesia from putting the Indonesia National Agrarian law into effect because it is based on the adat law existing in the Indonesian communities.

In this era of globalization, a phenomenon of transferring land to those (foreigners) who do not have the right to own land in Indonesia exists. If this phenomenon is neglected, it will inflict loss to the people of Indonesia. This transfer of land is secretly done through an agreement to own the right to land but the agreement is different from what is really agreed. This kind of agreement to own the right to land is brought up by the Indonesian Nominee as the one who gives the foreigners permit to own the right to land.

In the agreement to own the right to land, the Indonesian Nominee is someone appointed to work for the interest of the foreigners. In the existing regulation of legislation in Indonesia, the foreigners (foreign citizens) are those who bring benefit for the development in Indonesia. This regulation of legislation also regulates that foreign citizens cannot or are not allowed to own land in Indonesia. The right reserved for the foreign citizens in term of owning land in Indonesia is only the concession right.

The purpose of this normative juridical study is to analyze the regulation of legislation as a primary legal material to find out the inventory and synchronization of the regulation of legislation.

The result of this study shows that there is an open legal space used by many parties for their own benefit. The open legal space appears because the existing regulation of legislation is still unclear and moreover it is not synchronized with the regulation of implementation. The absence of local regulation is also a weakness in applying the correct agreement to own the right to land for the foreign citizens staying in Indonesia. Therefore, a legal attempt is also needed to obtain a legal certainty for various parties.

Keywords: Agreement to Own the Right to Land, Indonesian Nominee, Foreign

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah di dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia.1 Hubungan bangsa Indonesia dengan tanah adalah hubungan yang abadi dan tidak ada satu kekuasaanpun dapat melepaskan hubungan tersebut selama negara Republik Indonesia ini eksis sebagai negara dengan ikatan bangsa.2

Pada masa Belanda dan Jepang berkuasa di Indonesia, orientasi kebijakan pertanahannya memberikan prioritas lebih bagi Warga Negara Belanda/Warga Negara Jepang atau warga negara asing untuk menguasai tanah di Indonesia. Tujuan dari kebijakan itu agar dapat mengambil manfaat sebanyak-banyaknya dari tanah-tanah tersebut. Namun, setelah Indonesia merdeka terdapat perubahan-perubahan di dalam kebijakan. Hal tersebut dapat dilihat dari kebijakan tentang pengaturan, pengendalian, pemilikan dan penguasaan tanah pada tahun 1952 3 dan UU Darurat Nomor 1 tahun 1952.4

1 Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional (selanjutnya disebut dengan Buku I), Penerbit Universitas Trisakti, 2003, hal 3.

2 Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, 2003, hal 19.

3 B.F.Sihombing, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia, Gunung Agung Tbk, Jakarta 2005, hal 134. Kebijakan tersebut lebih menekankan kepada kebendaan tak bergerak dan barang tetap sebagaimana dimaksud di dalam pasal 584 KUHPerdata.

(16)

Selanjutnya kebijakan tersebut dituangkan dan ditegaskan di dalam UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut dengan UUPA) yang menyebutkan hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa.5

Hak-hak atas tanah bagi orang asing dan/atau badan hukum asing baik untuk rumah tempat tinggal maupun untuk keperluan bisnis, diberikan dengan syarat-syarat dan pembatasan jangka waktu.6 Pembatasan tersebut diatur di dalam terdapat di dalam pasal 42 dan pasal 45 UUPA yakni ketentuan Hak Pakai dan Hak Sewa.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Pakai diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai, selanjutnya akan disebut dengan PP No. 40 tahun 1996. Selain itu pembatasan tentang kepemilikan orang asing yang di dalamnya juga dimuat tentang Hak Pakai diatur di dalam Peraturan Pemerintah 41 tahun 1996 tentang Pemilikan dan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, yang selanjutnya akan disebut dengan PP No.41 tahun 1996.

Pemberian Hak Pakai bagi Warga Negara Asing seyogianya memang mempertimbangkan perkembangan yuridis, politis dan ekonomis dalam era globalisasi. Masuknya warga negara asing tersebut terkait dengan prioritas investasi yang berdasar pada ekuitas (equity based investment) dibandingkan investasi berdasar

5 Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (LN Tahun 1960 No.104, TLN. No.2043)

(17)

pada pinjaman. Untuk menarik minat investor-investor maka Indonesia harus mampu menjawab tantangan yang timbul dalam era globalisasi.

Sebagaimana dinyatakan dalam tulisan berikut ini :

“ If however, a host goverment is unable to provide sufficient protection for

the foreign’s investor’s firm specific asset, an unfavourable environment will be

created.” 7

Tuntutan produk hukum yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, kepentingan politik yang semakin kompleks dan juga pertumbuhan ekonomi yang pesat menjadi pertimbangan terhadap rencana-rencana kebijakan pemerintah.

Dalam hal ini khusus kebijakan pemerintah tentang Hak Pakai atas tanah Hak Milik paling lama jangka waktunya adalah 25 (dua puluh lima) tahun dan tidak dapat diperpanjang. Atas kesepakatan pemegang Hak Pakai dengan pemegang Hak Milik, maka dapat diperbaharui dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang selanjutnya hak itu wajib didaftarkan.8

Oleh orang asing baik investor individual dan/atau berbadan hukum hak pakai mungkin dirasakan tidak memberikan kenyamanan berinvestasi. Pembatasan jangka waktu terlihat sebagai beban operasional dalam berinvestasi yang senantiasa akan

7 Mari Pangestu dan Bijit Bora, Evolution of Liberazation Policies Affecting Investment Flows In The Asia Pacific, Paper Representation a Synthesis of The pacific Economic Cooperation Council (PECC) in 1992, hal 10-11.

(18)

berubah dan meningkat nilainya. Peraturan senantiasa akan berubah dan ketidakpastian tersebut kurang mendukung investasi.

Menyikapi aturan yang dirasakan kurang mendukung maka muncullah fenomena penawaran tanah hak milik maupun bangunan berupa rumah dan atau villa yang dapat ditemui di beberapa situs internet. Daerah yang berpotensi wisata seperti Bali dan Lombok merupakan contoh daerah-daerah yang sering ditawarkan kepada pihak asing.

Di dalam situs tersebut dijelaskan peraturan dan cara-cara yang berkaitan dengan upaya kepemilikan tanah oleh orang asing. Jelas terlihat bahwa tekhnologi internet menjadi media untuk menawarkan hak atas tanah (khususnya Hak Milik) di Indonesia kepada pihak-pihak asing.

Agen-agen penjualan properti melalui internet tersebut menawarkan dilakukannya perjanjian oleh warga negara asing yang berminat untuk membeli dengan menggunakan orang Indonesia (selanjutnya akan disebut dengan Indonesian

Nominee) sebagai pelaksana suatu perjanjian. Hal tersebut muncul karena beberapa

alasan, antara lain untuk mengantisipasi batas jangka waktu yang terbatas dalam aturan hak pakai yang diperuntukkan bagi warga negara asing tersebut bila ingin memiliki tanah atau bangunan di Indonesia.

(19)

meminjam nama warga negara Indonesia salah satunya, dalam penulisan tesis ini disebut dengan istilah Indonesian Nominee.

Penggunaan Indonesian Nominee dijadikan solusi untuk dapat menguasai tanah Hak Milik yang dilakukan dengan membuat perjanjian antara Indonesian Nominee dan WNA tersebut. Kebebasan para pihak dalam membuat perjanjian menjadi jalan terbaik sebagai perbuatan hukum yang dianggap tidak melanggar hukum.

Oleh karena itu perlu dikaji tentang perjanjian penguasaan hak atas tanah sebagai yang dilakukan oleh Indonesian Nominee dan Warga Negara Asing tersebut dengan judul : “ Perjanjian Penguasaan Hak Atas Tanah oleh Indonesian Nominee

kepada Warga Negara Asing.”

B. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis mengajukan permasalahan yang hendak diteliti dalam tulisan ini sebagai berikut :

1. Bagaimanakah ketentuan-ketentuan yang diberikan peraturan perundang-undangan dalam mengatur penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia terhadap Warga Negara Asing ?

2. Bagaimanakah perjanjian Hak Pakai diatas tanah Hak Milik?

(20)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan yang diatur peraturan perundang-undangan dalam mengatur pemberian kuasa Hak Atas Tanah di Indonesia terhadap Warga Negara Asing.

b. Untuk mengetahui perjanjian Hak Pakai diatas tanah Hak Milik di Indonesia. c. Untuk dapat mengkaji penerapan perjanjian penguasaan Hak Atas Tanah bagi

WNA di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik praktis maupun secara teoritis, yaitu :

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran di bidang hukum, yang lebih khusus dapat memberikan andil dan pemahaman yang kuat dan mendasar dalam hukum pertanahan.

(21)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan maka belum ada diketahui penulisan tesis yang mengangkat tentang perjanjian penguasaan hak atas tanah oleh Indonesian

Nominee kepada warga negara asing. Adapun demikian, terdapat topik yang berkaitan

dan telah dihasilkan yang dijadikan menjadi sumber rujukan bagi penelitian ini, yakni:

1. Nama : Syafnil Gani

Judul : Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Semu (Schijhandeling) Dalam Praktek Dengan Akta Notaris (Studi Kasus di Kota Medan)

Permasalahan :

a. Mengapa perjanjian semu dibuat oleh sekelompok masyarakat dengan kata lain apa saja yang menjadi motivasi bagi kelompok masyarakat membuat perjanjian semu ?

b. Bagaimana akibat hukum yang mungkin timbul dari perjanjian semu dan dapatkah perjanjian semu dibendung?

c. Bagaimana pendapat penegak hukum terhadap perjanjian semu?

(22)

Setelah menelaah isi dari tesis tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tesis tersebut dijadikan sebagai bahan-bahan masukan yang merupakan bahan data sekunder di dalam penelitian ini. Hal tersebut dikarenakan bahwa permasalahan dan pembahasan yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya berbeda dengan yang dituangkan di dalam penelitian ini, namun mendukung analisa penelitian ini.

Oleh karena itu penelitian ini merupakan karya asli yang di dalamnya termuat asas-asas keilmuan dan pemikiran yang objektif dan jujur. Keseluruhan proses penulisan sampai pada hasilnya merupakan upaya mengkaji kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

a. Kerangka Teori

Teori merupakan suatu penjelasan yang bersifat rasional serta harus berkesesuaian dengan obyek yang dipermasalahkan dan harus didukung dengan adanya fakta yang bersifat empiris agar dapat diuji kebenarannya 9.

Kerangka teori merupakan masukan eksternal bagi peneliti yang dapat digunakan; sebagai kerangka pemikiran atau buku-buku pendapat, thesis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan yang dijadikan sebagai bahan perbandingan, pegangan teoritis apakah disetujui atau tidak dengan pegangan teori. Diharapkan akan memberi wawasan berpikir untuk menemukan sesuatu yang benar sesuai dengan tujuan penelitian 10.

Di dalam penulisan ini oleh karena mengangkat permasalahan tentang tanah sebagai hak milik dari individu maka teori yang dikemukakan adalah teori mengenai

9

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1982, hal 6 10

(23)

hak milik. Uraian tentang teori hak milik yang dikemukakan selanjutnya akan menjadi dasar pegangan penulis di dalam menjawab permasalahan yang dikemukakan di dalam penulisan tesis ini. Secara terarah penulis akan mempergunakan teori-teori yang dijadikan acuan sebagai sebuah kerangka teori.

Salah satu perlindungan hak asasi manusia yang penting di Indonesia adalah perlindungan terhadap hak milik.11 Sebagaimana dikutip, pengertian istilah hak dalam Black’s Law Dictionary pengertian hak sangat luas.

“as a noun, taken an abstract sense means justice, ethical correctness or consonance with the rules of law or the principles of morals... Rights are defined generally as power of free action. And the primal rights pertaining to men are enjoyed by human beings purely as such, being grounded in personality, and existing entecedently to their recognition by positive law. But leaving the abstract moral sphere, and giving to the term a juristic content, a rights is well defined as a capacity residing in one man of controlling, with the assent and assistance of the state, the actions of others.”

Uraian diatas akan dapat lebih dipahami bila dikaitkan dengan hak milik, dimana hak milik adalah salah satu bagian dari hak yang luas itu. Milik mempunyai arti yang kuat dikaitkan dengan hak. Sifat yang memaksa untuk suatu manfaat dari sesuatu yang melekat padanya memberikan konsekuensi yang langsung pada antar pribadi. Satu-satunya lembaga yang ekstensif untuk mengaturnya adalah kumpulan individu yang terorganisir atau masyarakat khusus yang dikenal dengan negara.

Menurut Rasjidi 12, hak milik adalah hubungan seseorang dengan suatu benda yang membentuk hak pemilikan terhadap benda tersebut. Hak milik tidak hanya

(24)

terbatas dengan orang, batasan diatas kiranya lebih tepat apabila dinyatakan bahwa hak milik adalah hubungan antara subjek dan benda yang memberikan kepada subjek-subjek untuk mendayagunakan dan/atau mempertahankan benda tersebut dari tuntutan pihak lain.13

Perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan hak milik di atas menurut uraiannya adalah bukan hak milik ( property) yang dikenal dalam bidang pertanahan melainkan yang dimaksud dalam hal ini adalah hak milik (property) yang lebih luas. Sedangkan untuk pengertian hak milik (right of property) dalam hal itu akan dijelaskan selanjutnya.

Hak milik yang lebih luas artinya mencakup hak untuk mengalihkan, menggunakan sendiri dan mencegah campur tangan pihak lain atas benda yang dimiliki. Apabila dikaitkan dengan bidang pertanahan hak milik yang dimaksud dapat berupa hak-hak atas tanah diluar hak milik itu sendiri.

Mengutip pendapat Curzon bahwa hak milik didefinisikan sebagai berikut :

“ The following are examples of many definitions of “property” : The highest right men have to anything”, ; “ a right over a determinate thing either a tract of a land or a chattel” ; “ an exclusive right to control an economic good”; an aggregate of rights guaranteed and protected by the goverment” ; “everything which is the subject of ownership” ; a social institution whereby people regulate the acquisition and use the resources of our environment according to a system of rules” ; “ a concept that refers to the rights, obligations, privilages and restrictions that govern the relations of men with respect to things of value”.14

12 Lili Rasjidi, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu, Bandung Redmaja Karya, 1988, hal 85 13 Darji Darmodihardjo, Sidharta, Op.Cit, hal 186

(25)

Hal tersebut menunjukkan bagaimana sebuah hak milik sangat penting artinya di dalam kehidupan manusia. Nilai sebuah tanah yang dimiliki manusia sangat tinggi sehingga akan semakin tinggi pula pengghargaan yang akan diberikan untuk menjaga dan memeliharanya.

Roscoe Pound berpendapat bahwa individu dalam masyarakat beradab menuntut untuk mengontrol dan menggunakan untuk tujuan apa saja segala sesuatu yang ditemukannya dan berada dalam kekuasaannya, apa yang diciptakannya baik dengan fisik atau mentalnya, dan apa yang diperolehnya di bawah sistem sosial, ekonomi atau hukum, dengan penukaran, pembelian, penghibahan atau pewarisan.15

Hal yang dinyatakan oleh Roscoe Pound itu sendiri terjadi di Indonesia. Dapat dilihat di dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 ayat 2 dan 3. Di dalam penjelasannya disebutkan bahwa isi pasal tersebut untuk tujuan mengantisipasi berkuasanya perseorangan atau sebahagian orang untuk menindas rakyat.

Pengaturan tentang hal itu dipertegas dengan pasal 33 ayat (1), munculnya hak menguasai dari negara antara lain pada ayat 1 UUPA. Dikuasai dalam pasal ini bukanlah berarti dimilliki melainkan pengertian yang memberikan kewenangan kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia.

Asas nasionalitas yang dipegang oleh bangsa Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan terhadap tanahnya juga memberikan konsekuensi terhadap penguasaan

(26)

tanah di negara ini. Asas nasionalitas memberikan konsekuensi yang jauh terhadap pemilikan atau pemegang hak milik atas tanah di Indonesia, yaitu yang diperbolehkan mempunyai hak milik adalah hanya warga negara Indonesia.16

Menguraikan konsep penguasaan negara maka perlu dipahami teori tentang kekuasaan negara yang antara lain :

1. Van Vollenhoven : negara sebagai organisasi tertinggi dari bangsa yang diberi kekuasaan untuk mengatur segala-segalanya dan negara berdasarkan kedudukannya memiliki kewenangan untuk peraturan-peraturan hukum.17 Dalam hal ini kekuasaan negara selalu dihubungkan dengan teori kedaulatan (

sovereignity atau soverenitet)

2. JJ Rosseau menyebutkan bahwa kekuasaan negara sebagai suatu badan atau organisasi rakyat bersumber dari hasil perjanjian masyarakat (contract social) yang esensinya merupakan suatu bentuk kesatuan yang membela dan melindungi kekuasaan bersama, kekuasaan pribadi, dan milik setiap individu.18

Sejalan dengan kedua teori diatas maka secara teoritik maka kekuasaan negara atas sumber daya alam bersumber dari rakyat yang dikenal dengan hak bangsa. Negara dalam hal ini, dipandang sebagai yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga masyarakat umum, sehingga kepadanya diberikan wewenang atau kekuasaan untuk mengatur, mengurus dan memelihara (mengawasi) pemanfaatan seluruh potensi sumber daya alam yang dalam wilayahnya secara intensif.19

16 Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) UUPA

17 Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria, Jakarta, Bina Aksara, 1984, hal 99 18 R. Wiratno, dkk, Ahli-Ahli Pikir Besar Tentang Negara dan Hukum Social , PT. Pembangunan, Jakarta, 1958, hal 176

(27)

Di dalam tesis ini, salah satu bentuk aplikasi kekuasaan negara atas tanah adalah pemberian kepada perseorangan atau badan hukum, warga negara atau bukan warga negara hak atas tanah. Pemberian hak atas tanah tersebut terdiri dari macam-macam lembaga hak atas tanah yang memiliki fungsi dan pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut melahirkan status hukum yang berupa hak dan kewajiban yang berbeda pula.

Berdasarkan UUPA hak atas tanah yang diatur di dalam pasal 4 ayat 1 ditentukan dalam pasal 16 ayat 1 terdiri dari :

a. Hak milik b. Hak guna usaha c. Hak guna bangunan d. Hak pakai

e. Hak sewa

f. Hak membuka tanah g. Hak memungut hasil hutan

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

(28)

Hak milik merupakan hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dialihkan dan beralih kepada pihak lain. Di dalam pasal 22 UUPA terjadinya hak milik melalui 3 cara yaitu : yang terjadi menurut hukum adat, yang terjadi menurut penetapan pemerintah dan yang terjadi menurut ketentuan undang-undang.20

Lahirnya hak milik atas tanah menurut teori hukum pertanahan adat (beshikkingsrecht) dimulai karena adanya hubungan dan kedudukan orang dalam persekutuan hidup atau masyarakat hukum adat (rechtsgemeenschappen).21 Anggota persekutuan hukum adat yang ingin memiliki tanah terlebih dahulu memilih tanah yang ingin dikuasainya. Penguasaan tersebut diisi dengan menggunakan tanah untuk memperoleh hak menikmati. Waktu yang cukup lama yang dijalani oleh anggota persekutuan hukum tersebut melahirkan hak pakai (gebruiksrecht)yang merupakan dasar pertumbuhan dari hak milik.

20 Urip Santoso, Op.cit, hal 94 -95 : 1.Hak milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat diawali dengan pembukaan hutan. Hak Milik yang demikian akan membutuhkan waktu yang lama. (Sebagaimana dikutip dari Boedi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Penjusunan, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1971, hal 44-45) Hak Milik seperti itu dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan/Kota Setempat ;2. Hak milik yang terjadi karena penetapan pemerintah adalah hak yang dimohonkan atas tanah Negara dengan memenuhi prosedur dan persyaratan dari Badan Pertanahan Nasional(selanjutnya disebut BPN). Prosedur dan persyaratan terjadinya hak milik atas tanah melalui pemberian hak diatur dalam pasal 8 sampai dengan pasal 16 Permen Agraria/Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan; 3. Hak Milik Atas Tanah yang terjadi karena ketentuan undang-undang yaitu dengan dasar konversi yang berlaku sejak diundangkannya UUPA. Penegasan konversi yang berasal dari tanah milik adatdiatur dalam Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria selanjutnya disebut PMPA No. 2 tahun 1962 tentang Penegasan dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia Atas Tanah.

(29)

Penguasaan yang telah berkembang selanjutnya akan diwariskan kepada keturunan dari anggota persekutuan hukum tersebut. Pewarisan itu melahirkan hak yang terkuat dan terpenuh yang disebut “milik” atau “hak milik”.22 Penegasan hak yang diberikan oleh masyarakat hukum adat menggambarkan hal yang sama sebagaimana dituangkan di dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 bahwa negara memiliki kewenangan untuk mengatur tentang hak milik termasuk pada penguasaan dan peralihannya.

Hak milik dapat dialihkan karena dua hal, beralih karena peristiwa hukum seperti meninggalnya pemilik tanah dan hak milik atas tanah beralih kepada ahli warisnya yang memenuhi syarat sebagai subjek tanah dan dialihkan atau pemindahan hak karena perbuatan hukum seperti jual beli, hibah dan tukar menukar. Pengaturan peralihan hak milik diatur dalam pasal 20 (2) UUPA.

Berdasarkan PP No. 10 /1961 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya akan disebut dengan PP No.10 tahun 1961) bahwa suatu akta peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan penjabat yang ditunjuk oleh Menteri Negara Agraria atau yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Hak Milik Atas Tanah, peralihan, pembebanan dan hapusnya hak milik atas tanah telah ditentukan untuk didaftarkan. Menurut pasal 23 UUPA pendaftaran tersebut merupakan bukti yang kuat kepemilikan seseorang atas tanah yang berupa

(30)

sertifikat. Sertifikat tersebut akan dipegang oleh pemilik hak atas tanah yang berhak atas penggunaan dan penguasaan tanah tersebut.

Penggunaan dan penguasaan hak milik kadangkala tidak langsung digunakan dan dikuasai oleh pemilik aslinya. Di dalam pasal 24 UUPA penggunaan tanah hak milik oleh pihak yang bukan pemiliknya diatur di dalam ketentuan peraturan perundangan. Khususnya penggunaan tanah hak milik yang digunakan dan dikuasai tidak oleh pemiliknya melainkan oleh warga negara asing (WNA). Penggunaan dan penguasaan itu juga akan memberikan konsekuensi hak yang melekat pada tanah tersebut.

Peralihan, penggunaan dan atau penguasaan hak milik kepada orang lain dalam hal ini adalah warga negara asing (WNA) menggambarkan adanya hubungan hukum yang timbul. Hubungan hukum yang berada dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih atau pihak, dimana hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban kepada salah satu pihak yang terlibat dalam hubungan hukum tersebut merupakan pengertian yang abstrak dari istilah perikatan.23

Perikatan yang lahir dari perjanjian banyak terjadi di dalam kehidupan berinteraksi manusia. Hal tersebut dipertegas dalam pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.” Adanya rumusan dari pasal tersebut yang diberlakukan sebagai ketentuan maka terdapat penekanan unsur di dalam perjanjian yakni adanya kesukarelaan dari para pihak untuk saling

(31)

mengikatkan diri. Kehendak para pihak yang terlibat dalam membuat perjanjian tersebut menjadi hal penting.

Menurut para ahli hukum, ketentuan pasal 1313 KUHPerdata tersebut mengandung beberapa kelemahan: tidak jelas karena setiap perbuatan dapat dikatakan perjanjian,tidak tampak asas konsensualisme, bersifat dualisme.24

Menurut Abdulkadir Muhammad,25 perjanjian adalah suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.

Setiawan mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.26

Syarat dari perjanjian terdapat di dalam pasal 1320 KUHPerdata sebagai berikut : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Perjanjian yang sah berkekuatan sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Istilah sah menunjukkan bahwa perjanjian harus sesuai menurut hukum dan harus dilakukan dengan itikad yang baik.

24 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006, hal 243.

(32)

Di dalam hukum perjanjian maka terdapat beberapa asas yang digunakan. Adapun asas-asas tersebut dirumuskan di dalam Simposium Pembaharuan Hukum Perdata Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Republik Indonesia bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada pada tanggal 21-23 Desember 1981 di Yogyakarta. Adapun asas-asas tersebut adalah :

a. asas konsensualisme ; b. asas kebebasan berkontrak ;

c. asas perjanjian mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang;

d. asas perjanjian tidak boleh berisikan sesuatu bertentangan dengan kesusilaan serta perikemanusiaan bagi sahnya sesuatu perjanjian, yang merupakan upaya untuk melindungi pihak yang lemah ;

e. asas perlindungan terhadap yang lemah, untuk melindungi pihak yang lemah, mengenai perjanjian standar perlu diadakan peraturan standar ;

f. asas itikad baik ;

g. asas mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian ; h. asas keseimbangan ;

i. asas kepercayaan ; j. asas persamaan hukum ; k. asas kepastian hukum ; l. asas moral ;

m. asas kepatutan ;

n. asas kepentingan umum dan ketertiban umum.27

Undang-undang memberi pedoman untuk menafsirkan perjanjian sebagai berikut28

a. jika kata-kata perjanjian jelas tidak diperkenankan untuk menyimpang;

b. hal-hal yang menurut kebiasaan selama diperjanjikan dianggap dimasukkan dalam perjanjian meskipun tidak dengan tegas dinyatakan;

c. semua janji yang dibuat di dalam perjanjian harus diartikan hubungan satu sama lain. Setiap janji harus ditafsirkan dalam perjanjian seluruhnya;

d. jika ada keragu-raguan, perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah meminta diperjanjikan suatu hal dan untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu;

27 Lampiran IV, Pembangunan Hukum Perjanjian, Mariam Darus Badrulzaman, 1996, KUHPerdata Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan (selanjutnya disebut sebagai buku I), Penerbit Alumni, Bandung, hal 259

(33)

e. meskipun luasnya arti kata-kata dalam suatu perjanjian yang disusun, perjanjian itu hanya meliputi hal-hal yang nyata-nyata dimaksudkan oleh kedua belah pihak sewaktu membuat perjanjian.

Perjanjian yang dilakukan warga negara asing untuk dapat memiliki tanah di Indonesia terbuka peluangnya oleh perundang-undangan Indonesia. Antara warga negara asing dan pemilik tanah secara pribadi diperbolehkan membuat perjanjian. Perjanjian merupakan hasil kesepakatan para pihak yang tidak mudah ditelusuri kebenarannya karena berada di dalam lingkup privat. Kadangkala kesepakatan para pihak tersebut dapat dilakukan dengan pura-pura.

Peralihan hak milik yang dilakukan dengan jual beli juga merupakan salah satu contoh perikatan yang terjadi di dalam lapangan hukum privat. Terjadinya jual beli tidak dapat ditutup dari kemungkinan dijadikannya jual beli tersebut sebagai kedok bagi warga negara asing untuk dapat menguasai tanah di Indonesia selayaknya memiliki hak milik. Orang Indonesia bertindak selaku kuasa bagi warga negara asing dalam membeli tanah hak milik berdasarkan suatu perjanjian.

Perjanjian tersebut dibuat sedemikian rupa dimana suatu keadaan berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Suatu perjanjian yang mengatur segala sesuatu hal yang berbeda dengan keadaan sebenarnya untuk suatu tujuan tertentu dikenal dengan istilah simulasi berasal dari simulation, simulated contract, ostensible action (Inggris); schijnhandeling (Belanda); simulatio (Latin).29

(34)

Di dalam pasal 1873 KUHPerdata dinyatakan bahwa : “Persetujuan-persetujuan lebih lanjut, yang dibuat dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan dengan akta asli, hanya memberikan bukti diantara pihak yang turut serta, dan para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, tetapi tidak dapat berlaku terhadap orang-orang pihak ketiga.”

Berdasarkan isi dari pasal tersebut diatas maka menurut Imam Sudiyat simulatio

an sich tidak terlarang meskipun simulatio itu seringkali dilakukan untuk

menyembunyikan suatu perjanjian yang terlarang.30

Pengertian perjanjian semu oleh Hilman Hadikusuma:

“Suatu perjanjian dikatakan perjanjian semu atau simulasi apabila perjanjian yang dibuat berbeda dengan pelaksanaanya. Lain kulit lain isi, lain yang tersurat lain pula yang tersirat, ibarat bertopeng dengan raut muka yang cantik sedangkan mukanya sebenarnya buruk. Jadi perjanjian yang diterangkan kepada masyarakat umum atau yang ditulis menyatakan perjanjian yang baik sedangkan yang dilaksanakan sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan yang diumumkan atau yang ditulis.”31

Purwahid Patrik mengartikan simulasi sebagai:

“Perbuatan atau beberapa perbuatan-perbuatan, dimana dua orang atau lebih bahwa mereka keluar menunjukkan seolah-olah terjadi perjanjian antara mereka, namun sebenarnya secara rahasia mereka setuju bahwa perjanjian yang nampak keluar itu tidak berlaku, ini dapat terjadi dalam hal hubungan hukum antara mereka

30 Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1981, hal 46. 31

(35)

tidak ada perubahan apa-apa atau bahwa dengan perjanjian pura-pura itu akan berlaku hal lain.”32

Menurut M.U. Sembiring simulasi adalah figur hukum yang cukup banyak timbul ditengah-tengah masyarakat, termasuk dalam praktek notariat.33 Menurut beliau, simulasi adalah:

“Suatu perbuatan atau kompleks perbuatan yang disitu dua orang atau lebih tampaknya mengadakan suatu perbuatan hukum atau perjanjian tertentu pada hal mereka itu antara yang seorang dengan yang lainnya sudah sepakat bahwa perjanjian tadi tidak akan berlaku melainkan bahwa hubungan hukum antara mereka tak akan berubah dari hubungan hukum yang ada sebelum perjanjian itu diadakan atau bahwa yang sebetulnya akan berlaku adalah perjanjian lain”.34

Menurut MU Sembiring bahwa ciri-ciri dari perjanjian semu adalah sebagai berikut :

1. Perjanjian semu tidak pernah berdiri sendiri melainkan selalu didampingi oleh perjanjian yang sesungguhnya.

2. Perjanjian semu selalu dianulir atau dimodifikasi oleh perjanjian yang sesungguhnya.35

32 Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang lahir dari Perjanjian dan dari undang-undang), Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 57.

33 M.U, Sembiring, Op. cit., hal. 1 34 Ibid, hal. 2

(36)

Bentuk perjanjian simulasi pada umumnya dibedakan dalam dua jenis, yaitu: a. Simulatie Absolut

Perjanjian simulatie absolut adalah satu perjanjian dimana terhadap pihak ketiga (secara ekstern) yang muncul adalah perjanjian tertentu akan tetapi sebetulnya kedua pihak yang membuat perjanjian itu telah sepakat bahwa hubungan hukum antara mereka (secara intern) tidak akan berubah dari hubungan hukum yang telah ada sebelum perjanjian itu dibuat.

Contoh: orang yang hampir pailit untuk menghindari barang-barangnya dari penyitaan pailit mengadakan perjanjian simulasi jual beli barang dengan seorang teman kepercayaanya. Namun diluar dari perjanjian jual beli tersebut ada perjanjian lain yang isinya menentukan bahwa barang itu tetap masih merupakan kepunyaan pihak yang melakukan penjualan tersebut, tidak berubah.

b. Simulatie Relatif

(37)

Secara sederhana dapat dinyatakan pada simulasi absolut hubungan hukum yang diperlihatkan dalam perjanjian pertama antara kedua belah pihak sebenarnya tidak ada sedangkan pada simulasi relatif hubungan hukum antara kedua belah pihak ditutupi dengan perjanjian lain yang berbeda dengan perjanjian yang mereka buat sebelumnya.

Perjanjian simulasi memiliki pengaruh terhadap pihak ketiga. Pengaruh tersebut dilatarbelakangi pada jenis simulasi yang diperbuat :

a.Pada simulasi absolut (mutlak) pihak ketiga tetap mengacu kepada perjanjian yang dilakukan adalah semu sehingga keadaan hukum yang seharusnya diterimanya akan tetap pada keadaan semula. Contoh : Jual beli yang dilakukan orang yang hampir pailit untuk menghindari penyitaan. Pihak ketiga dapat bertahan bahwa perjanjian tersebut adalah semu sehingga peralihan hak atas barang tidak dilakukan kepada teman kepercayaannya dan konsekuensi hukum bagi pihak ketiga akan tetap pada keadaan semula seperti tidak adanya perjanjian tersebut.

b. Pada simulasi relatif, bagi pihak ketiga terbuka tiga kemungkinan:

(38)

tersebut besarta ahli waris atau yang memperoleh hak, tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap pihak ketiga.

b) Pihak ketiga yang mengetahui sejak awal atau kemudian maka terhadapnya sebagaimana diatur di dalam ketentuan dalam 1873 KUHPerdata: alat-alat bukti yang bertentangan tidak dapat merugikan pihak ketiga sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa alat-alat bukti tersebut dapat berpengaruh menguntungkan bagi pihak ketiga.

c) Pihak ketiga yang mengetahui seluruh manipulasi/tipu daya para pihak, dapat menyatakan:

1) Bahwa perjanjian semu sebagai perjanjian yang tidak dikehendaki para pihak-pihak tidak mempunyai kekuatan hukum

2) Bahwa perjanjian yang disimulasikan itu memang dikehendaki terbukti dari pernyataan timbal-balik diantara mereka berdua.36 Dari uraian diatas jelas bahwa terhadap pihak ketiga undang-undang melindungi akibat dari perjanjian simulasi yang dibuat oleh para pihak.Pihak ketiga tidak dapat dirugikan atas adanya perjanjian simulasi oleh karena perjanjian tersebut merupakan perbuatan pura-pura sehingga tidak dapat diketahui oleh pihak ketiga.

Simulasi dapat dilakukan dalam berbagai hukum misalnya pada perjanjian hutang-piutang yang diselubungi dengan sewa-menyewa37, hibah yang diselubungi

36

(39)

dengan jual beli38, maupun hutang piutang yang diselubungi dengan jual beli39 dan lain sebagainya.

Berdasarkan hasil penelitian Syafnil Gani terhadap 18 responden notaris di kota Medan, bentuk akta notaris yang bersifat simulasi mencakup beberapa hal antara lain sebagai berikut:

1. Pemilikan saham dalam Perseroan Terbatas (PT) 2. Pemilik tanah dan / atau bangunan

3. Pemilik modal dalam suatu perseoran komanditer (Comanditari

Vannotschap)

4. Kepengurusan Perseroan Komanditer 5. Menyangkut utang-piutang

6. dan lain-lain40

Sebagaimana dinyatakan diatas bahwa salah satu contoh perjanjian simulasi adalah dalam hal kepemilikan tanah dan/atau bangunan. Keterbatasan warga negara asing dalam menguasai tanah di Indonesia menjadi alasan dilakukannya perjanjian

37 Putusan Landraad Makasar tanggal 6 Februari 1926 dimuat dalam J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Buku II, Citra Adiyta Bakti, Bandung, 1995, hal. 89 pada Nomor 98.

38 Putusan R. v. J. Surabaya tanggal 25 Maret 1925 dimuat dalam J. Satrio, Hukum Perikatan, tentang Hapusnya Perikatan, Bagian I, Citra Adiyta Bakti, Bandung, 1996, hal. 13.

39 Putusan MA tanggal 11 Juni 1985 nomor 400 K/Pdt/1984, dimuat dalam J. Satrio,.. Buku II Ibid, Putusan MA tanggal 6 Februari 1997 Nomor 2125 K/Pdt/1995 dalam perkara antara Bank Putera Sukapura melawan Tan Tjaiu Hong (Fonny) dan Kaymana Tjandra, Varia Peradilan Tahun XIII No. 148 Januari 1998, hal 56, Putusan MA tanggal 19 September 1997 antara Apih Topik dahulu Ong Sin Siong melawan Ny. H. Kartini dkk, Yurisprudensi Mahkamah Agung RI 1996, hal 62.

(40)

simulasi tersebut. Perjanjian tersebut tidak hanya dipandang bersifat simulasi melainkan telah berlawanan dengan hukum.

Perjanjian simulasi dilakukan secara sengaja untuk dapat membantu memberikan jalan keluar bagi warga negara asing dalam menguasai tanah di Indonesia. Perjanjian simulasi tersebut dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang oleh peraturan perundang-undangan nasional di Indonesia tidak diperkenankan. Oleh karena itu perjanjian tersebut telah melakukan penyelundupan hukum.

Menurut Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, dapat dikatakan telah terjadi penyelundupan hukum apabila ada seseorang atau suatu pihak yang telah melakukan cara yang tidak diperkenankan dengan tujuan untuk menghindarkan berlakunya hukum nasional dan mendapatkan berlakunya hukum asing 41.

Penyelundupan hukum menurut Sudargo Gautama adalah merupakan suatu bagian ajaran tersendiri teori umu Hukum Perdata Internasional. Penyelundupan hukum dikenal juga dengan wetsonduiking 42. Penyelundupan hukum adalah suatu perbuatan yang bertujuan untuk menghindarkan berlakunya hukum nasional, sehingga orang tersebut memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu sesuai dengan yang dikehendakinya, karena berlaku baginya hukum asing 43.

41 Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, Sendi-Sendi Hukum Perdata Internasional Suatu Orientasi, Rajawali, Jakarta, 1983 hal 62

42

Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Putra A Bardin Jakarta, 1999, hal 148

43

(41)

Di dalam teori penyelundupan hukum terdapat 2 (dua) aliran yakni aliran subjektif dan aliran objektif. Aliran subjektif memandang niat buruk seseorang adalah sebagai latar belakang dilakukannya penyelundupan hukum. Sedangkan aliran objektif berpendapat bahwa niat buruk tidak menjadi acuan, maksud dan tujuan seseorang tidak perlu dipersoalkan, karena meskipun secara muslihat hendak menyelundupkan suatu ketentuan undang-undang, namun juga ingin menundukkan dengan undang-undang yang lain.

Di dalam tesis ini penulis secara tegas menggunakan aliran subjektif dalam teori penyelundupan hukum sebagai acuan memandang permasalahan. Sehingga dengan tegas dinyatakan bahwa setiap tindakan terselubung yang dilakukan dengan niat untuk menguasai sesuatu yang secara tegas oleh ketentuan undang-undang dilarang merupakan penyelundupan hukum.

b. Konsepsi

Berdasarkan kerangka teori diatas maka kerangka konsepsi di dalam penelitian ini adalah perjanjian penguasaan hak atas tanah yang dilakukan orang Indonesia yang disebut dalam tesis ini sebagai Indonesian Nominee dengan warga negara asing (WNA) untuk dapat memiliki tanah hak milik di Indonesia .

Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan para pihak yakni warga negara asing dan Indonesian Nominee untuk saling mengikatkan diri melakukan sesuatu terkait atas penguasaan suatu tanah dalam hal atas tanah hak milik.

(42)

penguasaan itu memberikan kewenangan mengalihkan secara turun temurun dan dengan suatu tindakan hukum atau pewarisan.

Warga Negara Asing akan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2000 tentang Kewarganegaraan selanjutnya disebut dengan UU Kewarganegaraan, bahwa semua yang bukan warga negara Indonesia adalah orang asing. Sedangkan di dalam PP No.41 tahun 1996 mengatur bahwa orang asing adalah Orang asing yang berkedudukan di Indonesia yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional.

Indonesian Nominee adalah orang Indonesia yang sengaja dipilih atau

dimunculkan sebagai orang yang bisa dipercaya. Indonesian Nominee dibuat untuk dapat memberikan jalan keluar penguasaan tanah hak milik di Indonesia bagi warga negara asing dengan cara menerima kuasa melakukan jual beli tanah dengan alas hak milik dan selanjutnya memberikan kuasa penguasaan tanah hak milik tersebut kepada warga negara asing.

G. Metodologi Penelitian

a. Spesifikasi Penelitian

(43)

mempunyai metode penelitian masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.44

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif , dimana latar belakang pemilihan tipe penelitian tersebut adalah analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang peluang bagi warga negara asing untuk memiliki tanah di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Bentuk pendekatan yang dipakai perundang-undangan (statute approach). Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian yuridis normatif adalah penting karena aturan hukum adalah fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian45. Penggunaan pendekatan tersebut bertujuan untuk menganalisa seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap warga negara asing dalam hal penguasaan tanah di Indonesia.

b. Sumber Data

Penelitian ini didasarkan pada bahan-bahan sumber perpustakaan dan dokumen. Sumber data kepustakaan dan dokumen diperoleh dari :

a. bahan hukum primer yang terdiri dari :

i. norma atau kaedah dasar, yaitu alinea keempat pembukaan UUD 1945; ii. Peraturan dasar yaitu pasal 27 ayat (1), pasal 28 H dan pasal 33 ayat

(3) UUD 1945 ;

44 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Suatu Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994, hal 328.

(44)

iii. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemilikan hak atas tanah bagi warga negara asing.

b. bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer46, seperti hasil-hasil penelitian, artikel dari majalah, jurnal, internet maupun bahan/hasil seminar

c. bahan hukum tertier yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, indeks, ensklopedia, dan lain-lain.47

c. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan mencari bahan hukumm primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier yang terkait. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan melakukan penelitian kepustakaan. Bahan hukum tertier terdiri dari kamus hukum, Bahasa Belanda, dan artikel-artikel dari internet, bahan seminar yang bertujuan mendukun bahan hukum primer dan sekunder. Bahan-bahan tersebut akan dipilah atau diklasifikasikan sesuai dengan topik permasalahan. Bahan hukum berupa dokumen yang diperoleh akan diinventarisir secara sistematis.

46 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Radjawali Press, Jakarta, 1990, hal 13.

(45)

4. Analisis Data

Analisa data adalah suatu kegiatan untuk mengolah bahan-bahan hukum yang telah diperoleh dan dikumpulkan secara sistematis. Sistematis maksudnya adalah membuat klasifikasi atau konstruksi atas bahan-bahan yang telah diperoleh.

Di dalam penelitian hukum ini klasifikasi atau konstruksi atas bahan-bahan yang telah diperoleh akan dievaluasi juga demi menjaga validitas bahan yang telah terkumpul (bahan hukum primer, sekunder maupun tertier).

(46)

BAB II

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA

BAGI WARGA NEGARA ASING

A. Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia Bagi Warga Negara Asing

1. Tinjauan Umum tentang Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia

Pancasila menjiwai UUD 1945. Artinya sila-sila dari Pancasila tercantum dalam pasal-pasal UUD 1945 baik secara tegas maupun tidak48. Karena Pancasila tercantum dalam pasal-pasal UUD 1945 ini berari dasar berlaku dan legalitas UUD 1945 terletak pada Pancasila49.

Salah satu nilai-nilai Pancasila yang termuat di dalam pasal UUD 1945 yang berkaitan dengan tanah adalah di dalam pasal 33 UUD 1945. Kebijakan (politik) hukum agraria (Hukum Tanah) harus bertitik tolak untuk melaksanakan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa tujuan dikuasainya bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya oleh negara adalah guna mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat50.

Hukum agraria yang berpihak kepada kemakmuran rakyat menjadi suatu kebutuhan. Kebutuhan tersebut akan semakin meningkat pada saat-saat ini dimana perkembangan perekonomian tumbuh pesat. Hal tersebut mengakibatkan kebutuhan akan tanah secara khusus akan lebih meningkat lagi.

48

Y.W Sunindihin, Ninik Widiyanti, Pembaharuan Hukum Agraria (Beberapa Pemikiran), Bina Aksara, 1980, hal 109

49

Y.W Sunindihin, Ninik Widiyanti, Ibid, hal 110 50

(47)

Sebelum dapat melahirkan suatu hukum agraria yang bersifat nasional, secara bertahap pemerintah mengambil upaya menghapus hukum kolonial yang masih berlaku. Secara bertahap penghapusan tersebut dilakukan, secara bertahap pula peraturan agraria yang baru diundangkan.

Perkembangan Hukum Agraria di Indonesia menjalani proses yang sangat panjang. Pada masa awal kemerdekaan sampai dengan tahun 1959 telah dibentuk beberapa Panitia yang bekerja untuk menyusun rancangan hukum agraria nasional. Namun belum ada gagasan-gagasan yang dihasilkan panitia tersebut untuk ditetapkan sebagai Undang-Undang Pokok hukum Agraria. Tahun 1960 Undang-Undang Pokok Agraria ditetapkan, dimana disimpulkan bahwa sebenarnya yang terjadi adalah “pengundangan yang tertunda” saja, sebab UUPA (UU No.5 tahun 1960) tersebut menganut asas-asas yang telah diajukan oleh beberapa panitia serta dimuat dalam RUU yang pernah diajukan51.

Undang-Undang Pokok Agraria diundangkan pada tanggal 24 September 1960. UU Nomor 5 tahun 1960 tersebut dilandasi oleh Pancasila dan pasal 33 ayat 3 UUD tahun 1945. Lahirnya Undang-Undang tersebut diharapkan dapat merombak sistem keagrariaan Indonesia yang sebelumnya bersifat dualisme dan individualisme yang disebabkan oleh kondisi tertentu. Penyesuaian itu bersifat mendasar atau fundamental, karena baik mengenai struktur perangkat hukumnya, mengenai konsepsi yang mendasarinya, maupun isinya, yang dinyatakan di dalam UUPA harus sesuai

51

(48)

dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi keperluannya menurut permintaan zaman52.

Di dalam Penjelasan Umum I UUPA dinyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) tujuan pokok UUPA53, yakni :

a. meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat adil dan makmur;

b. meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;

c. meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Berdasarkan Penjelasan Umum I UUPA tersebut jelas bahwa ketiga tujuan pokok dari UUPA tersebut membutuhkan acuan. Di dalam hukum tanah nasional Pancasila merupakan acuan. Tidak hanya untuk hal hukum tanah namun untuk setiap hal dalam kehidupan berbangsa Pancasila adalah acuan. Pancasila merupakan asas kerohanian negara Indonesia54.

Hukum agraria berdasar dari Pancasila oleh karena itu harus diambil pedoman-pedoman yang kemudian menjadi pegangan di dalam menyusun hukum agraria.55 Pedoman bagi hukum agraria berdasarkan Pancasila dalam hakikatnya oleh Prof. Dr.Drs. Notonagoro,SH dirumuskan sebagai berikut :

52 Boedi Harsono, Buku I, Op.Cit hal 1

53

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya (selanjutnya disebut dengan buku II), Penerbit Djambatan, 2005, hal 219

54

Alvi Syahrin, Loc. Cit, hal 33 55

(49)

1. Berdasarkan atas sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bagi masyarakat Indonesia, hubungan antara manusia dengan tanah mempunyai sifat kodrat, dalam arti tidak dapat dihubungkan oleh siapapun.

2. Berdasarkan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab memungkinkan didapatkannya pedoman bahwa hubungan manusia Indonesia dengan tanah mempunyai sifat privat dan kolektif sebagai dwitunggal.

3. Dari sila Persatuan Indonesia dapat dirumuskan pedoman bahwa :

a. hanya orang Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan tanah di daerah Indonesia.

b. dengan menghubungkan sila ini dengan sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab yang mempunyai unsur mahluk sosial yang bersifat internasional, maka orang asingpun dapat diberi kekuasaan atas tanah di Indonesia, sejauh itu dibutuhkan dan tidak merugikan orang Indonesia. Jadi pemberian tanah pada orang asing itu menurut kepentingan negara dan bangsa Indonesia.

4. Menurut sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dapat diambil pedoman bahwa tiap-tiap orang Indonesia mempunyai hak dan kekuasaan sama atas tanah.

5. Berdasarkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, maka tiap-tiap orang Indonesia mempunyai kesempatan sama untuk menerima bagian dari manfaat tanah menurut kepentingan hidupnya bagi dirinya sendiri dan keluarganya. Hal hidup manusia ada dua (2) macam :

a. untuk mempertahankan jenis b. untuk mempertahankan individu

Jadi pedoman ini tidak mengenai Hak Atas Tanah tetapi mengenai hasil tanah.56

Sebagaimana diketahui bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku. Sebagian besar bangsa Indonesia tersebut masih mengikuti hukum adat istiadatnya masing-masing. Sebagaimana dinyatakan dalam Penjelasan Umum Angka III (1) UUPA57 bahwa dengan sendirinya Hukum Agraria yang baru itu akan didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum adat.

Pernyataan UUPA, bahwa Hukum Tanah Nasional “berdasarkan” Hukum Adat menunjukkan adanya hubungan fungsional antara hukum adat dan hukum tanah

56 Iman Soetiknjo,Ibid hal 17-18

57

(50)

nasional58. Hukum adat yang dimaksud adalah hukum aslinya golongan rakyat pribumi, yang merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan, yang berasaskan keseimbangan serta diliputi oleh suasana keagamaan59.

Pengakuan dan penerapan asas-asas tersebut dalam hukum agraria nasional memperkuat adanya pengakuan atas hak ulayat yang lahir dari hukum-hukum adat istiadat masyarakat Indonesia. Pada kenyataannya masyarakat adat tersebut masih ada, dan hukum-hukum adat yang dimaksud adalah hukum-hukum adat yang tidak memiliki pertentangan dengan kepentingan nasional dan negara.

Di dalam UUPA diatur dan ditetapkan jenjang hak-hak penguasaan atas tanah, yakni 60 :

a. Hak Bangsa Indonesia, hak yang disebut di dalam pasal 1, sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, beraspek perdata dan publik ;

b. Hak Menguasai dari negara, yang disebut di dalam pasal 2, semata-mata beraspek publik ;

c. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, disebut di dalam pasal 3, beraspek perdata dan publik ;

d. Hak-hak perorangan / individual, semuanya beraspek perdata yang terdiri : i. Hak-Hak atas Tanah sebagai hak individual ;

ii. Wakaf

iii. Hak Jaminan Atas Tanah yang disebut Hak Tanggungan.

58

Boedi Harsono, Buku I, hal 205 59

Boedi Harsono,Ibid, hal 179. Sebagaimana dikutip dari Seminar Hukum Adat dan Pembangunan Hukum Nasional, Lembaga Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Yogyakarta, 1975

60

(51)

Berdasarkan jenjang tersebut diatas masing-masing memiliki wewenang, kewajiban dan ketentuan-ketentuan yang mengatur sesuatu hal yang dapat atau tidak dapat dilakukan atas tanah yang dihaki tersebut. Perbedaan dari wewenang, kewajiban dan atau ketentuan-ketentuan yang berlaku tersebut itulah yang selanjutnya akan menjadi pembeda atas masing-masing hak penguasaan atas tanah tersebut.

Hak bangsa adalah sebutan yang diberikan oleh para ilmuwan Hukum Tanah pada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret dengan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia.61 sebagaimana tertuang di dalam pasal 1 ayat (2) dan (3) UUPA. Di dalamnya terdapat unsur kepunyaan dan kewenangan yang merupakan sumber hak-hak yang lain.

Pemegang hak dari Hak bangsa adalah bangsa Indonesia sebagai suatu kesatuan yang utuh. Hak bangsa diperoleh dari Tuhan Yang Maha Esa, bersifat abadi yang artinya tetap ada selama bangsa Indonesia masih merupakan suatu negara kesatuan. Hak bangsa adalah hak yang tertinggi di dalam hak penguasaan atas tanah di dalam hukum nasional. Hak bangsa memiliki dua (2) unsur kepunyaan dan unsur tugas wewenang

Unsur kepunyaan merupakan unsur yang bersifat privat dimana di dalamnya mengatur bagaimana hak-hak pribadi dari masing-masing bangsa Indonesia dapat memiliki hak atas tanah di Indonesia. Berbeda dengan unsur tugas dan wewenag yang masuk ke dalam ranah publik, yakni untuk mengatur wilayah bangsa Indonesia tersebut guna mendukung hak pribadi atau perorangan tersebut.

(52)

Hak penguasaan atas tanah pada hak bangsa akan meningkat kepada jenjang selanjutnya yakni hak menguasai dari negara. Sebagai sebuah bangsa tentu memiliki institusi kelembagaan yang menjalankan kelangsungan sebuah negara. Negara kesatuan Indonesia merupakan sebuah kesatuan bangsa yang berdaulat. Menurut UUPA hak menguasai dari negara yang dituangkan di dalam pasal 2 UUPA yakni : a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Di dalam UUPA ketiga uraian hak menguasai oleh negara diartikan sebagai suatu amanat yang ditujukan untuk pengelolaan dengan baik kekayaan alam dalam hal ini khususnya tanah-tanah untuk generasi sekarang dan selanjutnya. Uraian tersebut juga menggambarkan suatu hak menguasai yang merupakan hubungan hukum yang bersifat publik saja, yakni negara melakukan kewenangannya untuk kepentingan masyarakatnya.

Kepentingan masyarakat atas kebijakan hak atas tanah adalah dijaminnya perlindungan terhadap hak-hak perorangan atas tanah. Di dalam UUPA hal tersebut diatur beberapa hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu :

a. Hak Milik (HM)

(53)

c. Hak Guna Bangunan (HGB) d. Hak Pakai (HP)

Selain hak tersebut diatas terdapat pula hak-hak atas tanah yang lain yang bersifat sekunder seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak menyewa atas tanah pertanian.

Masing-masing dari hak-hak perorangan tersebut diatur secara umum di dalam UUPA. Hak-hak perorangan tersebut memiliki perbedaan ketentuan dan persyaratan. Akibat hukum dari hak –hak perorangan itu juga ada bagi para pihak yang berkaitan dengan masing-masing hak. Ketentuan menguasai, mengalihkan dan jangka waktu penguasaannya diatur dengan peraturan hukum yang berlaku mulai dari UUPA dan peraturan di bawahnya.

Hak milik diatur di dalam pasal 20 UUPA. Di dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik artinya dapat diwariskan, terkuat dan terpenuh dinyatakan sebagai be

Referensi

Dokumen terkait

Hak yang dimiliki atas tanah merupakan suatu hak untuk menguasai tanah oleh negara yang diberikan kepada seseorang, sekelompok orang, maupun kepada badan hukum baik Warga

TWINIKE SATIVA FEBRIANDINI, S 351308059, PROSES PENGUASAAN HAK GUNA BANGUNAN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA, Penulisan Hukum (Tesis) Program Magister

Perjanjian nominee atau trustee adalah perjanjian yang menggunakan kuasa yaitu perjanjian yang menggunakan nama warga negara Indonesia dan pihak warga negara

Dengan hapusnya suatu hak , maka status tanahnya menjadi tanah yang langsung dikuasai oleh Negara,. kecuali Hak Pakai / HGB diatas Hak Milik atau

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada dasarnya substansi perjanjian nominee yang dibuat untuk mengalihkan kepemilikan hak milik atas tanah kepada Warga Negara

Tesis dengan judul “KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM PENGUASAAN HAK ATAS TANAH UNTUK INVESTASI DI BALI”, yang disusun oleh I GUSTI NGURAH OKA SANDITYA

manfaat bagi pembangunan nasional adalah orang ekonomi di I ndonesi a dengan mel aksanakan investasi untuk memiliki rumah tempat tinggal atau sarana perolehan hak atas

Pertimbangan hukum dalam Putusan Pengadilan Tinggi Nomor : 12/PDT/2014/PT.DPS oleh majelis hakim dalam hal pembelian tanah sengketa dengan menggunakan perjanjian