• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Komunikasi Interpersonal Perawat Pelaksana Menurut Persepsi Perawat dan Klien di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Komunikasi Interpersonal Perawat Pelaksana Menurut Persepsi Perawat dan Klien di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi Medan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep komunikasi

1.1 Pengertian komunikasi

Kata atau istilah komunikasi (communication) berasal dari bahasa latin yaitu ”communicatus” yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”.

Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan (Nurhasanah, 2009).

Komunikasi adalah elemen dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontak mata dengan orang lain. Komunikasi dilakukan oleh seseorang setiap hari, sehingga

orang sering salah berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Komunikasi adalah proses kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan

serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya (Potter & Perry, 2005).

Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan nonverbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi individu dalam menyampaikan informasi.

Komunikasi adalah sebuah faktor yang paling penting, yang digunakan untuk menetapkan hubungan terapeutik antara perawat dan pasien (Potter & Perry,

(2)

1.2

Tujuan komunikasi

Mundakir (2006) mengatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari atau

lebih spesifik kehidupan perawat dalam menjalankan perannya, perawat tidak dapat lepas dari keberadaan orang lain. Hubungan yang baik akan sangat membantu perawat dalam menjalankan tugasnya, baik kepada teman sejawat, tim

kesehatan lain maupun kepada pasien dan keluarga pasien. Kepentingan perawat untuk mendapatkan atau menyampaikan laporan yang jelas dan lengkap dari teman sejawat (perawat) yang dinas sebelumnya, menyampaikan perkembangan

pasien kepada tim kesehatan lain (dokter, petugas gizi, fisioterapis atau petugas kesehatan lainnya) serta menyampaikan informasi yang jujur dan jelas kepada

pasien dan keluarga pasien adalah contoh pentingnya komunikasi yang efektif bagi perawat dalam menjalankan tugasnya.

Mundakir (2006) menyebutkan bahwa secara umum tujuan komunikasi

ada empat. Pertama, supaya pesan yang disampaikan dapat dimengerti orang lain

(komunikan). Dalam menjalankan perannya sebagai komunikator, perawat perlu menyampaikan pesan dengan jelas, lengkap dan sopan. Hal ini sangat penting agar pesan kita dapat diterima oleh pasien, teman sejawat sehingga tujuan

bersama dalam membantu kesembuhan pasien dapat dicapai. Kedua, memahami orang lain. Sebagai komunikator, proses komunikasi tidak akan dapat berlangsung dengan baik bila perawat tidak dapat memahami kondisi atau apa yang diinginkan

oleh pasien (komunikan). Ketiga, supaya gagasan dapat diterima orang lain. Selain sebagai komunikator, perawat juga sebagai edukator yaitu memberikan

(3)

yang disampaikan oleh perawat dapat dimengerti dan diterima oleh pasien.

Keempat, menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu. Mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan sesuatu sesuai keinginan kita bukanlah hal mudah, disini perlu adanya pendekatan-pendekatan agar pasien percaya dan yakin

bahwa apa yang kita harapkan untuk dilakukan tersebut benar-benar dapat bermanfaat bagi pasien ataupun komunikan yang lain.

1.3

Fungsi komunikasi

Mundakir (2006) mengatakan bahwa dalam aktifitas keseharian, fungsi komunikasi sangat luas dan menyentuh pada banyak aspek kehidupan. Berikut ini

akan dijelaskan beberapa fungsi komunikasi. Pertama, sebagai informasi, pengumpulan, penyimpanan, penyebaran berita, data, gambar, fakta pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan beraksi secara jelas

terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang

tepat. Kedua, sebagai sosialisasi. Dengan komunikasi, sesuatu yang ingin disampaikan dapat disebarluaskan ke masyarakat luas. Fungsi sosialisasi ini sangat efektif bila dilakukan dengan pendekatan yang tepat.

Ketiga, sebagai motivasi. Proses komunikasi yang dilakukan dapat dilakukan secara persuasive dan argumentative dapat berfungsi sebagai penggerak semangat, pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu yang diinginkan

oleh komunikator. Keempat, sebagai pendidikan. Proses pengalihan (tranformasi) ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendorong perkembangan intelektual,

(4)

dilakukan melalui komunikasi yang baik dan efektif. Kelima, komunikasi sosial,

dimana penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan (Mundakir, 2006).

1.4

Elemen proses komunikasi

Potter & Perry (2005) menyatakan bahwa komunikasi terjadi pada suatu tingkat sosial, dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya terlibat dalam kontak intrapersonal dan interpersonal. Proses ini sangat dinamis dimana makna

pesan dinegosiasikan oleh orang tersebut. Ketika komunikasi berlangsung, orang tersebut mungkin sadar dan mungkin juga tidak sadar akan setiap elemen

komunikasi. Proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Proses Komunikasi (Potter & Perry, 2005) Variabel

interpersonal

Refere n

Salur

Penerima Pengirim

(5)

Dari gambar di atas, masing-masing elemen akan dijelaskan sebagai

berikut : a. Referen

Referen adalah dasar yang digunakan dalam penyampaian pesan dan

digunakan dalam rangka memperkuat pesan itu sendiri. Referen memotivasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain. Referen

dapat berupa objek, pengalaman, emosi, ide atau tindakan. b. Pengirim

Pengirim adalah orang ataupun kelompok yang menyampaikan pesan atau

stimulus kepada orang atau pihak lain (komunikan) dan diharapkan kepada pihak lain yg menerima pesan tersebut memberikan respon (feedback).

c. Pesan

Pesan adalah informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh pengirim.

Pesan dapat disampaikan dengan cara langsung atau lisan, tatap muka, dan melalui media atau saluran. Pesan terdiri dari simbol bahasa verbal dan non-verbal (misalnya kata-kata yang diucapkan, ekspresi wajah atau

gerakan tubuh). d. Saluran

Pesan dikirim melalui saluran komunikasi. Saluran bermaksud untuk membawa pesan, seperti melalui sarana visual, pendengaran, dan taktil. Semakin banyak saluran yang digunakan oleh seorang perawat untuk

(6)

e. Penerima

Penerima adalah orang yang menerima pesan yang dikirimkan. Perawat belajar untuk ikut serta dalam komunikasi interpersonal untuk menginterpretasikan komentar pasien.

f. Respons

Komunikasi adalah proses yang terus-menerus. Penerima membalas

mengirimkan pesan kepada pengirim. Respons ini membantu untuk mengungkapkan apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan. Dalam mencapai keefektifan dalam berkomunikasi, keduanya harus peka dan

terbuka atas pesan satu sama lain. Dalam hubungan sosial, kedua belah pihak yang terlibat mengambil tanggung jawab yang sama untuk mencari

keterbukaan dan kejelasan, mengingat perawat memiliki tanggung jawab yang besar dalam hubungan antara perawat dan klien.

1.5

Tingkatan komunikasi

Nurhasanah (2005) menyatakan agar tercapai komunikasi efektif sesuai tujuan, perlu dipilih tingkat komunikasi yang digunakan, berikut adalah beberapa

tingkatan komunikasi :

1)

Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang

terjadi di dalam diri komunikator sendiri baik disadari maupun tidak.

2)

Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara

(7)

3)

Komunikasi publik adalah komunikasi antar seorang pembicara dengan

sejumlah besar orang yang tidak bisa dikenal satu persatu.

4)

Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa,

baik cetak maupun elektronik yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang

yang dilembagakan.

5)

Komunikasi kelompok sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang

sama untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu dengan lainnya dan memandang mereka bagian dari kelompok tersebut.

6)

Komunikasi organisasi bersifat formal dan juga informal dan berlangsung

dalam suatu jaringan yang lebih besar dari komunikasi kelompok.

Dalam penelitian ini penulis membahas mengenai komunikasi interpersonal karena komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang sangat

efektif dilakukan perawat dan pasien dalam hal merubah perilaku pasien dalam penyembuhan.

2. Komunikasi interpersonal

2.1 Pengertian komunikasi interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya dua orang atau dalam kelompok kecil, yang memungkinkan setiap pesertanya

menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal (Nurhasanah, 2006).

Ellis, dkk (1999) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan

(8)

perawat dan pasien yang menimbulkan respon atau umpan balik. Seperti yang kita

lihat dalam bagan di bawah ini:

Gambar 2. Komunikasi interpersonal dalam keperawatan (Ellis, 1999)

Dari gambar diatas pesan dan umpan balik berasal dari informasi. Diagram diatas menunjukkan komunikasi dua arah yang saling timbal balik. Sumber

(perawat) menyampaikan pesan kepada penerima pesan (pasien). Baik pesan-pesan yang bersifat informatif, persuasif dan koersif. Dalam hal ini penerima pesan (pasien) akan memberi umpan balik kepada sumber informasi (perawat),

baik pesan itu diterima atau ditolak oleh penerima pesan (Ellis, dkk., 1996). Komunikasi interpersonal merupakan proses pengiriman pesan antara dua orang atau lebih dengan efek dan feedback langsung. Komunikasi interpersonal

juga merupakan suatu pertukaran yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik. Makna adalah sesuatu yang dipertukarkan dalam proses

tersebut. Selain itu, makna juga merupakan kesamaan pemahaman di antara

Sumber

(Informasi)

Pesan

Penerima

Pesan

(9)

orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam

proses komunikasi ( Nasir, et al., 2011).

Komunikasi interpersonal juga menyangkut aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi (interpersonal), melibatkan dengan siapa kita

berkomunikasi dan bagaimana hubungan dengan partner. Dalam komunikasi interpersonal dilakukan pemahaman komunikasi dan hubungan interpersonal dari

individu, yang disebut dengan proses psikologis. Proses psikologis merupakan bagian penting dalam komunikasi interpersonal karena dalam komunikasi interpersonal individu mencoba menginterpretasikan makna yang menyangkut

diri sendiri, diri orang lain, dan hubungan yang terjadi. Proses psikologis dapat berpengaruh pada komunikasi dan hubungan interpersonal, karena

individu-individu menggunakan sebagai pedoman untuk bertindak dan berperilaku ( Nasir, et al., 2011).

Dalam komunikasi interpersonal, terjadi komunikasi konvergen. Komunikasi konvergen merupakan proses mencipta dan saling berbagi informasi mengenai realita di antara dua partisipan komunikasi atau lebih agar dapat dicapai

saling pengertian dan kesepakatan makna (meaning) antara satu dengan yang lain. Komunikasi melibatkan realitas fisik maupun psikologis dalam menanggapi

sebuah informasi. Masing-masing pihak akan melakukan penerapan (perceiving), lalu menginterpretasikan informasi tersebut sehingga terjadi pemahaman (understanding) dan selanjutnya timbul keyakinan (believing) yang menimbulkan

(10)

2.2 Tujuan komunikasi interpersonal

Nurhasanah (2006) menyatakan komunikasi interpersonal memiliki beberapa tujuan, diantaranya yaitu menemukan diri sendiri, menemukan dunia luar, membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti, berubah sikap dan

tingkah laku, untuk bermain dan kesenangan, dan untuk membantu. Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing tujuan komunikasi interpersonal.

Pertama, menemukan diri sendiri. Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah menemukan personal atau pribadi. Belajar tentang diri kita maupun orang lain didapatkan dari pertemuan ataupun komunikasi interpersonal.

Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita. Dengan membicarakan diri

kita dengan orang lain, kita memberikan masukan yang luar biasa pada perasaan, pikirian, dan tingkah laku kita.

Kedua, menemukan dunia luar. Hanya komunikasi interpersonal yang menjadikan kita dapat memahami lebih banyak tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita. Banyak komunikasi yang kita ketahui datang

dari komunikasi interpersonal, meskipun banyak jumlah informasi yang datang kepada kita dari media massa. Hal itu sering didiskusikan dan akhirnya dipelajari

atau didalami melalui interaksi interpersonal

Ketiga, membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti. Salah satu keinginan orang adalah membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain.

(11)

tingkah laku. Dalam komunikasi interpersonal, banyak waktu yang dipergunakan

untuk mengubah sikap dan tingkah laku. Kita dapat memperoleh cara baru ketika berkomunikasi dengan orang lain seperti : mencoba diet baru, memilih barang tertentu.

Kelima, untuk bermain dan kesenangan. Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama yaitu mencari kesenangan. Berbicara

dengan teman mengenai aktivitas kita pada waktu akhir pekan, berdiskusi mengenai olahraga, menceritakan dan cerita lucu merupakan bentuk komunikasi interpersonal yang memberikan keseimbangan yang penting dalam pilihan yang

memerlukan rileks dari semua keseriusan di lingkungan kita.

Keenam, untuk membantu. Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan

terapi menggunakan komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional mereka untuk mengarahkan kliennya. Kita sama juga berfungsi membantu orang lain

dalam interaksi sehari-hari. Berkonsultasi dengan teman kita, tentang masalah pribadi, studi ataupun perkuliahan.

2.3 Ciri-ciri komunikasi interpersonal

Hanafi (2012) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan

jenis komunikasi yang frekuensi terjadinya cukup tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Apabila diamati dan dikomparasikan dengan jenis komunikasi lainnya, maka dapat dikemukakan ciri-ciri komunikasi interpersonal antara lain :

(12)

pola penyebaran pesan mengikuti arus dua arah. Artinya, komunikator dan

komunikan dapat berganti peran secara cepat.

b. Suasana nonformal. Komunikasi interpersonal biasanya berlangsung dalam suasana nonformal. Jika komunikasi itu berlangsung antara para

pejabat di sebuah instansi, maka para pelaku komunikasi itu tidak secara kaku berpegang pada hierarki jabatan dan prosedur birokrasi, namun lebih

memilih pendekatan secara individu yang bersifat pertemanan.

c. Umpan balik segera. Komunikasi interpersonal biasanya mempertemukan para pelaku komunikasi secara bertatap muka, maka dapat segera. Seorang

komunikator dapat segera memperoleh balikan atas pesan yang disampaikan dari komunikan, baik secara verbal maupun nonverbal.

d. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat. Komunikasi interpersonal merupakan metode komunikasi antar individu yang

menuntut agar peserta komunikasi berada dalam jarak dekat, baik jarak dalam arti fisik maupun psikologis. Jarak dalam arti fisik, artinya para pelaku saling bertatap muka, berada pada satu lokasi tempat tertentu dan

jarak yang dekat secara psikologis yaitu dengan menunjukan keintiman hubungan antar individu.

e. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal. Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi inerpersonal, peserta komunikasi dapat

(13)

mengoptimalkan penggunaan pesan verbal maupun nonverbal secara

bersamaan, saling mengisi, saling memperkuat sesuai tujuan komunikasi.

2.4 Komunikasi interpersonal antara perawat dan pasien

Potter dan Perry (2005) menyatakan bahwa keterampilan berkomunikasi ada dua cara yaitu, komunikasi verbal dan non-verbal. Komunikasi verbal

termasuk ke dalam penggunaan kata-kata atau tulisan dan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kemaknaan kata (denotative and connotative meaning), perbendaharaan kata (vocabulary), kecepatan (pacing), intonasi/nada suara

(intonation), kejelasan dan keringkasan (clarity and brevity), waktu dan relevansi (timing and relevance). Masing-masing faktor akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Kemaknaan (denotative and connotative meaning),

Kemaknaaan sesungguhnya relatif lebih mudah ditangkap karena

menggunakan makna dengan kata yang diucapkan sesuai dengan kondisi. Misalnya, pengguanan kata “serius” menyatakan penyakit yang serius, “kritis” menyatakan pasien dalam keadaan gawat, dan “darurat” untuk

menyatakan keadaan darurat yang benar-benar membutuhkan pertolongan. b. Perbendaharaan kata (vocabulary),

Perbendaharaan kata sangat berpengaruh terhadap jalannya komunikasi terapeutik, apabila penerima tidak mampu mengartikan kata-kata atau kalimat dari pengirimnya (perawat), maka akan terjadi kesalah pahaman atau pasien

(14)

Kecepatan ucapan adalah aspek lain yang mempengaruhi komunikasi verbal.

Berbicara dengan cepat dalam menyampaikan informasi atau seda ng berbicara dapat menyebabkan kebingungan pada pasien.

d. Intonasi / nada suara (intonation),

Berkomunikasi atau berbicara dengan intonasi atau nada suara yang tinggi biasanya memberikan penilaian bagi pasien bahwa perawat tersebut bernada

marah dan menimbulkan persepsi yang salah atau negatif. Jika intonasi/nada suara pelan, bisa-bisa tidak terdengar oleh pasien. Oleh karena itu berintonasi/nada suara yang standard, tidak terlalu kuat dan tidak terlalu

pelan. Intonasi nada suara dipengaruhi oleh keadaan/kondisi emosi pada saat berkomunikasi (berbicara).

e. Kejelasan dan keringkasan (clarity and brevity)

Kejelasan dan keringkasan pesan yang disampaikan dapat dikatakan efektif

jika disampaikan dengan cara yang sederhana. Semakin singkat kata yang digunakan, semakin sedikit kebingungan yang timbul. Kejelasan pesan biasanya dapat dilakukan melalui penggunaan kalimat yang mudah

dimengerti.

f. Waktu dan relevansi (timing and relevance).

Penyampaian pesan dengan cara yang baik dan dengan emosi yang terkendali, tetapi bila tidak dilakukan pada waktu yang tepat, maka pesan yang disampaikan tidak diterima oleh pasien. Waktu menjadi sesuatu yang kritis

(15)

menceritakan resiko-resiko yang mungkin terjadi akibat dari operasi tersebut.

Hal ini waktunya tidak tepat dan tidak relevan, karena akan membuat pasien takut dan trauma untuk dioperasi. Oleh karena itu diharapkan perawat menggunakan waktu yang tepat dan relevansi dalam menyampaikan sesuatu

hal yang penting.

Potter & Perry (2005) menyebutkan bahwa komunikasi yang bersifat

non-verbal merupakan ungkapan yang berupa isyarat-isyarat, bahasa tubuh yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu penampilan, postur dan cara berjalan, ekspresi wajah, isyarat/gerak tangan, pandangan, sentuhan, jarak tubuh/kedekatan.

Masing-masing faktor akan dijelaskan sebagai berikut :

a.

Penampilan

Penampilan merupakan salah satu yang paling penting diperhatikan dalam

proses komunikasi. Penampilan fisik seorang perawat harus mampu memberikan ciri positif pada pasien. Seperti pasien yang memberikan gambaran tentang perawat yang memakai seragam putih, yang mencerminkan kemurnian, kesucian dan ketulusan hati.

b.

Postur dan cara berjalan

Cara orang berjalan dan postur tubuh mencerminkan emosi, konsep diri dan kondisi fisik seseorang. Postur tubuh dan cara berjalan yang tegap memberikan

(16)

Ungkapan perasaan seseorang dapat dilihat dari ekspresi wajah. Kegembiraan,

kesedihan, kebingungan, bahkan tulus tidaknya senyuman seseorang dapat dilihat dari ekspresi wajah.

d.

Isyarat/gerak tangan

Perasaan hormat dan menyayangi seseorang dapat dilakukan dengan isyarat

tangan yaitu berupa sentuhan tangan dan acungan jempol. Seorang perawat harus belajar menggunakan dan memperhatikan isyarat-isyarat sebagai bagian dari komunikasi dengan pasien.

e.

Pandangan

Pandangan adalah hal yang paling penting dalam berkomunikasi yaitu adanya kontak mata. Tatapan atau pandangan yang tajam kepada seseorang bisa diartikan kekaguman dan bisa juga bentuk perlawanan. Pandangan yang jauh

ketika berbicara berarti kesedihan atau ada sesuatu yang dipikirkan.

f.

Sentuhan

Ungkapan perhatian, empati dan kasih sayang dapat diungkapkan melalui

sentuhan. Sentuhan seorang perawat kepada pasien bisa memberi pesan tentang adanya perhatian dan keseriusan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.

g. Jarak tubuh dan kedekatan

Jarak tubuh dan kedekatan mempengaruhi komunikasi non-verbal.

(17)

Hanafi (2012) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal didefinisikan

sebagai komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya untuk menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun non verbal. Ada lima hal yang dapat mempengaruhi komunikasi

interpersonal yang efektif, yaitu openness (keterbukaan), empathy (empati), supportiveness (sikap mendukung), possitiveness (sikap positif) dan equality

(kesetaraan). Masing-masing faktor tersebut akan dijelaskan di bawah ini.

Openness (keterbukaan). Keterbukaan terdiri dari tiga aspek yang ada dalam komunikasi interpersonal. Pertama, kesediaan untuk membuka diri

(kesediaan untuk membuka informasi mengenai diri sendiri yang biasanya disembunyikan). Kedua, kesediaan untuk bereaksi secara jujur terhadap pesan

yang disampaikan. Keterbukaan diperlihatkan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain mengenai apa yang kita rasakan. Ketiga, mau

mengakui pemikiran dan perasaan yang dirasakan. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang disampaikan adalah memang milik anda dan anda tanggung jawab atasnya dan pesan yang disampaikan adalah

pesan yang akurat. Keterbukaan juga merupakan kesediaan seseorang mendengarkan orang lain, terbuka untuk mendengarkan kecemasan dan

ketidaknyamanan yang dirasakan oleh orang tersebut. Keterbukaan akan dapat menyebabkan beberapa perubahan misalnya memberikan perhatian lebih kepada komunikan, lebih sering memuji dan lebih terbuka mengenai apa yang dirasakan

(18)

Empathy (empati). Empati adalah merasakan apa yang orang lain rasakan

melalui sudut pandang orang tersebut tanpa kehilangan identitas diri. Untuk berempati dengan seseorang adalah merasakan apa yang orang tersebut rasakan, mengalami apa yang dialami oleh orang tersebut. Untuk dapat berempati cobalah

untuk tetap tenang, membebaskan diri dari emosi yang sedang kita rasakan. Empati dapat berupa verbal maupun non verbal (ekspresi wajah, kontak mata,

postur tubuh yang penuh perhatian dan kedekatan fisik dan sentuhan atau belaian yang sepantasnya). Perawat berempati melalui sentuhan pada pasien sedang merasakan kesakitan, memberikan perhatian secara sungguh dengan menatap

mata dengan pasien atau selalu kontak mata dengan pasien, dengan sabar mendengarkan kecemasan pasien, ketidaknyamanan pasien dengan penyakit yang

dideritanya sehingga pasien bisa merasa lebih nyaman (Hanafi, 2012).

Supportiveness (sikap mendukung). Sikap mendukung merupakan suatu

sikap dari seseorang yang ada dalam suatu kelompok yang dicirikan dengan keterbukaan, ketiadaan rasa takut dan menjalin hubungan kerjasama. Sikap mendukung dipupuk melalui lebih kepada deskriptif (bersifat deskriptif atau

penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terperinci) daripada evaluatif (bersifat evaluasi atau menilai). Sikap mendukung terwujud melalui kemampuan

perawat untuk dapat menjelaskan secara jelas dan terperinci mengenai penyakit, tujuan prosedur, tindakan medis yang akan dilakukan dan perkembangan kondisi kesehatan pasien sehingga pasien merasa nyaman dan tidak takut (Hanafi, 2012).

(19)

terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri,

terhadap orang lain dan kepada kondisi komunikasi umumnya dan compliments (pemberian pujian) terhadap kebaikan yang ada dalam diri seseorang maupun tindakan yang dilakukan oleh orang tersebut. Sikap positif dapat dikomunikasikan

secara verbal maupun non verbal, misalnya dengan tersenyum, ekspresi wajah yang positif, sikap yang penuh perhatian, ekspresi positif secara verbal,

penghapusan penilaian yang negatif. Sikap positif terwujud melalui sikap perawat yang sopan, santun dan ramah (Hanafi, 2012).

Equality (kesetaraan), adalah sikap atau pendekatan yang memperlakukan

seseorang sama pentingnya dan memberikan kontribusi yang sama dalam suatu interaksi. Kesetaraan terwujud melalui perawat yang tidak membeda -bedakan

status sosial dalam melayani pasien dan menghargai keberadaan pasien (Hanafi, 2012).

2.5 Teknik –teknik dalam komunikasi interpersonal

Nasir, dkk (2011) menyatakan bahwa cara yang bisa digunakan sebagai

panduan dalam membangun komunikasi interpersonal yang efektif adalah seperti di bawah ini :

a. Menciptakan ketertarikan dan menangkap perhatian

Sudah menjadi sifat dasar manusia bahwa mereka lebih cenderung tertarik dengan dirinya sendiri daripada orang lain. Salah satu hal yang bisa kita

(20)

menciptakan ketertarikan terhadap orang tersebut sebenarnya kita telah

melakukan salah satu upaya pengumpulan informasi mengenai lawan bicara kita. Sedikit demi sedikit kita dapat membuat lawan bicara kita merasa nyaman apabila berhadapan dengan kita. Ia akan merasa diperhatikan.

b. Membangun rasa simpati

Membangun rasa simpati disini maksudnya adalah bagaimana membangun

suatu lingkungan komunikasi di mana lawan bicara kita merasa percaya diri saat berbicara dengan kita. Cara yang bisa dilakukan yaitu dengan membuat suasana yang hangat saat berkomunikasi, menghilangkan superior dan

inferior, yakni bisa dengan kontak mata yang hangat dan bersahabat, menirukan bahasa tubuh lawan bicara, ataupun dengan menyebut nama

lawan bicara kita berulang-ulang untuk menunjukkan rasa hormat kita padanya.

c. Percaya diri

Percaya diri sangat penting dalam berkomunikasi. Saat kita memiliki kepercayaan diri, maka kita akan membangun gambar (image) diri kita

kepada orang lain, akan tetapi kurangnya kepercayaan diri membuat kita akan dipandang sebagai seorang yang memiliki posisi yang lemah. Percaya

diri saat berkomunikasi dapat menciptakan energi yang positif. Komunikasi menjadi lancar dan jelas bahkan kita dapat mempengaruhi lawan bicara hanya dengan bermodalkan kepercayaan diri.

(21)

Sebagian besar komunikasi yang efektif menggunakan ketiga skill ini. Siapa

bilang orang yang aktif bicara adalah seorang yang mengagumkan dalam komunikasi. Diam dan mendengarkan disini bukan berarti kita mendengarkan secara pasif. Kita berusaha mendengar secara aktif,

memberikan respon-respon positif terhadap topik yang disampaikan orang lain sembari dengan pertanyaan-pertanyaan relevan yang menunjukkan

bahwa kita memperhatikan apa yang sedang dibicarakan. e. Kejujuran dan empati

Menciptakan ketertarikan pada orang lain seperti pada poin satu sebenarnya

adalah bagaimana kita membuat suatu bentuk ketertarikan pada orang lain dengan sebenar-benarnya, bukan dengan dibuat-buat ataupun pura-pura

tertarik. Kejujuran disini maksudnya adalah jujur dalam tertarik pada orang lain. Hal ini sangat penting karena biasaya ketertarikan dan perhatian yang

dibuat-buat justru mudah dekenali. f. Optimisme

Optimisme menekankan pada hal-hal positif yang didiskusikan dalam suatu

komunikasi. Komunikator yang baik dapat memberikan respons positif yang dapat membuat komunikasi tidak hanya selalu berpikiran pada hal-hal yang

negatif sehingga suasana optimis pun dapat tercipta. Orang yang sekedar pandai bicara tidak serta merta dikatakan sebagai seorang yang pintar dalam komunikasi interpersonal, akan tetapi dalam komunikasi yang baik

(22)

disukai dalam komunikasi. Mereka sangat pintar merangkai kata namaun

mereka selalu dihindari untuk ditemui karena komunikasi interpersonal bukan sekedar kemampuan untuk berasosiasi dan berdiskusi, namun lebih dari itu semua. Komunikasi interpersonal membutuhkan empati dan simpati

yang membuat orang lain merasa nyaman dan dihargai.

2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal

Hanafi (2012) menyebutkan bahwa untuk memperoleh komunikasi interpersonal perawat yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

perkembangan, latar belakang budaya, emosi, jenis kelamin, pengetahuan dan lingkungan. Masing-masing faktor akan dijelaskan di bawah ini.

Perkembangan. Agar dapat berkomunikasi secara efektif, seorang perawat harus mengerti perkembangan usia komunikan baik dari sisi bahasa, maupun

proses berfikir dari orang tersebut, karena berbeda komunikasi anak usia remaja dengan orang dewasa. Kepada remaja perlu belajar bahasa “gaul” sehingga remaja yang kita ajak bicara merasa bahwa kita mengerti mereka dan komunikasi akan

menjadi lancar, begitu pula dengan orang dewasa.

Latar belakang budaya. Hal ini juga merupakan aspek yang sangat penting

karena pasien belum tentu bisa menerima secara keseluruhan budaya yang dimiliki dalam berkomunikasi, misalnya bahasa yang dimilki oleh perawat.

Emosi. Emosi sangat penting diperhatikan karena dalam memberikan

(23)

Jenis kelamin. Pada dasarnya seorang wanita dan laki-laki memilki cara

komunikasi yang berbeda. Pada dasarnya seorang perempuan lebih senang menjalin komunikasi dengan sesama dan bertujuan untuk membangun kebersamaan, sedangkan laki-laki lebih mengutamakan dengan kelompok untuk

kemandirian.

Pengetahuan. Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunkasi yang

dilakukan oleh perawat. Semakin tinggi tingkat pengetahuan maka akan lebih mudah menerima dan mengelola pesan dengan baik. Seseorang dengan tingkat pengetahuan rendah akan sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa

dengan tngkat pengetahuan yang lebih tinggi. Perawat juga perlu mengetahui tingkat pengetahuan pasien sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dan

akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien.

Lingkungan. Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang

efektif. Suasana yang bising, tidak ada privasi yang tepat akan menimbulkan kerancauan, ketegangan dan ketidaknyamanan dalam komunkasi yang dilakukan oleh perawat, misalnya saat perawat menanyakan hal yang privasi kepada pasien

dalam kondisi yang bising atau ramai komunikasi yang dilakukan pasti tidak nyaman. Oleh karena itu perawat perlu menyiapkan lingkungan yang tepat dan

(24)

3. Persepsi

3.1.Pengertian persepsi

Persepsi dalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan mengumpulkan informasi dan menafsirkan

pesan (Rakhmat, 2005). Persepsi didefinisikan sebagai proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses penginderaan, yaitu proses diterimanya

stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Dengan persepsi individu menyadari dan dapat mengerti tentang lingkungan yang

ada di sekitarnya dan tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan (Sunaryo, 2004).

3.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu diri orang yang

bersangkutan, sasaran persepsi, dan faktor situasi (Siagian, 1995).

Diri orang yang bersangkutan. Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya, ia dipengaruhi oleh

karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, minat, pengalaman dan harapannya. Melalui pengalaman, seseorang bisa mendapatkan

informasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Langsung artinya pengalaman dialami sendiri oleh individu yang bersangkutan. Tidak langsung artinya individu yang bersangkutanmemperoleh informasi dari buku atau sumber

(25)

Sasaran persepsi. Sasaran itu berupa orang, benda atau peristiwa. Sifat

sasaran biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya,misalnya kehadiran orag yang sangat cantik atau sebaliknya yang penampilannya sangat “mencolok” akan lebih menarik perhatian dibandingkan dengan orang yang

“biasa-biasa” saja. Dengan kata lain, gerakan, suara,ukuran, tindak-tanduk, dan

ciri-ciri lain dari sasaran persepsi turut menentukan cara pandang orang yang

melihatnya.

Faktor situasi. Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Persepsi dan

perhatian memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Persepsi tentang sesuatu hal akan mengarahkan seseorang untuk memperhatikan hal-hal tertentu.

Sebaliknya, apabila seseorang menaruh perhatian pada suatu hal tertentu maka perhatian seseorang tersebut akan mempengaruhi persepsinya. Situasi merupakan

faktor yang turur berperan dalam penumbuhan persepsi seseorang. Misalnya, seorang anak yang akan menunjukkan suatu pola perilaku tertentu bila berhadapan dengan orang tua seperti sopan, tertin dan sejenisnya, berbeda dengan perilakunya

Gambar

Gambar 1. Proses Komunikasi (Potter & Perry, 2005)
Gambar 2.  Komunikasi interpersonal dalam keperawatan

Referensi

Dokumen terkait

Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Klaten Tahun Anggaran

DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN UMKM

UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN POKJA PENGADAAN JASA KONSULTANSI DAN JASA LAINNYA.. Klaten, 25 Mei 2011 Nomor : 027/06.J.ULP/039

UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN POKJA PENGADAAN JASA KONSULTANSI DAN JASA LAINNYA.. Klaten, 26 Mei 2011 Nomor : 027/06.J.ULP/042

Sekretariat : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten Jalan Sulawesi No... Pengumuman Pemenang No.: 027/02flP,K.ULPNll20ll Tanggal : 1

POKIA PENGADAAN PEKERJAIIN KONSTRUKSI Sekretariat : Dinas Pekerjaan Umum lGbupaten Klaten.. lalan

Penulis atau penerbit yang berminat mengajukan bukunya untuk dinilai kelayakannya, dapat mendaftarkan buku teks pelajarannya ke Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang

Pelaksanaan Interaksi Belajar Mengajar Antara Siswa Dan Guru Dalam Peningkatan Prestasi Belajar Mata Pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) Di SMKN I