• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Rekrutmen Partai Politik (Studi Tentang Penetapan Calon Kepala Daerah oleh DPC Partai Aceh Pada Pilkada 2017 di Aceh Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Rekrutmen Partai Politik (Studi Tentang Penetapan Calon Kepala Daerah oleh DPC Partai Aceh Pada Pilkada 2017 di Aceh Tengah)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

2.1. Demografi Provinsi Aceh

Daerah Aceh terletak dikawasan paling ujung dari bagian utara pulau

Sumatera dengan luas areal 58.357.63 km2. Letak geografis provinsi Aceh terletak

antara 2o – 6o Lintang Utara dan 95o – 98o Lintang Selatan dengan ketinggian rata

– rata 125 m diatas permukaan laut. Provinsi paling barat Indonesia ini berbatasan

dengan Selatan Malaka di Sebelah Utara dan Timur. Kemudian disebelah selatan

Provinsi Sumatera Utara menjadi batas daerahnya. Dan disebelah barat, Provinsi

Aceh berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Letak geografis Provinsi Aceh dikelilingi oleh perairan, satu – satunya

hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera Utara. Sehingga membuat

provinsi ini memiliki ketergantungan yang kuat dengan provinsi Sumatera Utara.

Secara administratif Aceh kini terdiri dari 5 kota dan 18 kabupaten, yakni

Simeuleu, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh

Tengah, Aceh Barat, Aceh Besar, Aceh Pidie, Aceh Jeumpa, Aceh Utara, Aceh

Barat Daya, Gayo Luwes, Aceh Tamiang, Nagan Raya, Aceh Jaya, Bener Meriah,

Pidie Jaya, Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Kota Langsa, Kota Lhokseumawe,

(2)

2.1.1. Demografi Kabupaten Aceh Tengah

Kabupaten Aceh Tengah adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh,

Indonesia.Ibu kotanya adalah Takengon.Secara geografi, Kabupaten Aceh Tengah

berada di kawasan Dataran Tinggi Gayo. Kabupaten lain yang berada di kawasan

ini adalah Kabupaten Bener Meriah serta Kabupaten Gayo Lues. Tiga kota

utamanya yaitu Takengon, Blang Kejeren, dan Simpang Tiga Redelong. Jalan

yang menghubungkan ketiga kota ini melewati daerah dengan pemandangan yang

sangat indah. Pada masa lalu daerah Gayo merupakan kawasan yang terpencil

sebelum pembangunan jalan dilaksanakan di daerah ini.

Kedatangan kaum kolonial Hindia Belanda sekitar tahun 1904, tidak

terlepas dari potensi perkebunan Tanah Gayo yang sangat cocok untuk budidaya

kopi arabika, tembakau dan damar.Pada periode itu wilayah Kabupaten Aceh

Tengah dijadikan Onder Afdeeling Nordkus Atjeh dengan Sigli sebagai

ibukotanya.Dalam masa kolonial Hindia Belanda tersebut di kawasan Takengon

didirikan sebuah perusahaan pengolahan kopi dan damar. Sejak saat itu pula

kawasan Takengon mulai berkembang menjadi sebuah pusat pemasaran hasil

bumi Dataran Tinggi Gayo, khususnya sayuran dan kopi

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan pada 17

Agustus 1945, sebutan tersebut berganti menjadi wilayah yang kemudian berubah

lagi menjadi kabupaten. Aceh Tengah berdiri sebagai satuan administratif pada

(3)

dan dikukuhkan kembali sebagai sebuah kabupaten pada tanggal 14 November

1956 melalui Undang-Undang Nomor 7 (Darurat) Tahun 1956. Wilayahnya

meliputi tiga kawedanan, yaitu Kawedanan Takengon, Kawedanan Gayo Lues,

dan Kawedanan Tanah Alas.

Kabupaten Aceh Tengah memiliki beberapa perguruan tinggi negeri dan

swasta, diantaranya, Sekolah Tinggi Agama Negeri Gajah Putih Takengon,

universitas Universitas Gajah Putih Takengon, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum

Muhammadiyah (STIHMAD, Sekolah Tinggi Ilmu Kependidikan

Muhammadiyah, Perguruan Tinggi Al-Wasliyah. Masyarakat Aceh Tengah

memiliki tradisi tahunan pada saat perayaan proklamasi Indonesia yaitu pacu kuda

tradisional.Hal yang unik dari pacu kuda tradisional ini adalah jokinya yang muda

berumur antara 10-16 tahun. Selain itu, joki juga tidak menggunakan sadel dan

mulai tahun 2011, Pacuan Kuda diselengarakan 2 kali dalam setahun, di bulan

Agustus pada saat perayaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, dan bulan

Februari untuk memperingati hari ulang tahun kota Takengon yang jatuh pada

tanggal 17 Februari setiap tahunnya

Sebagian besar masyarakat Kabupaten Aceh Tengah berprofesi sebagai

petani dan pekebun.Kabupaten Aceh Tengah menghasilkan salah satu jenis kopi

arabika terbaik di dunia dengan luas lahan mencapai 48.300 Hektar, dengan

(4)

adalah tebu dengan luas areal 8.000 Hektar, serta kakao seluar 2.322 hektare,

kemudian terdapat pula tanaman sayur mayur dan palawija.

Sebagian besar penduduknya berasal dari suku Gayo. Selain itu terdapat

pula suku-suku lainnya, seperti Suku Aceh, Suku Jawa, Suku Minang, Suku

Batak, Suku Tionghoa. 99 persen masyarakat Aceh Tengah beragama Islam.Pada

umumnya, orang Gayo, dikenal dari sifat mereka yang sangat menentang segala

bentuk penjajahan.Daerah ini dulu dikenal sebagai kawasan yang sangat

menentang pemerintahan kolonial Belanda.Masyarakat Gayo adalah penganut

Islam yang kuat.Masyarakat di Gayo banyak yang memelihara kerbau, sehingga

ada yang mengatakan jika melihat banyak kerbau di Aceh maka orang itu sedang

berada di Gayo.

2.2. Sejarah Berdirinya Partai Aceh

Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memperoleh status

sebagai daerah dengan otonomi khusus pada tahun 2001. Diantara daerah – daerah

lain di Indonesia, Aceh merupakan daerah yang sering mengalami pergolakan.

Terhitung sejak Negara Indonesia merdeka pada tahun 1945 berbagai

pemberontakan untuk memisahkan diri dari Negara kesatuan Republik Indonesia

maupun gerakan separatis telah terjadi didaerah tersebut. Aceh adalah daerah

daerah dengan karakteristik unik yang tidak terdapat didaerah lain di wilayah

(5)

didalam NKRI. Sebagian mengatakan bahwa keberadaan itu adalah tidak sah dan

mengingkari kehendak orang Aceh bahkan sejarah Aceh yang memang

merupakan satu identitas politik tersendiri, sementara identitas Indonesia adalah –

meminjam Hasan Tiro – suatu identitas buatan yang datang belakangan dan rapuh.

Karenanya, keduanya tidak mungkin diperbandingkan, apalagi disandingkan.

Kelompok pemikiran ini tentu bahkan menganggap penggabungan Aceh kedalam

Indonesia sebagai suatu pilihan politik pencaplokan.27

Selama seperempat abad, masyarakat Aceh percaya bahwa mereka adalah

bagian dari sebuah negeri, negera merdeka.Sebelum negara berdaulat dikenal

sebagai konsep politik, masyarakat Aceh telah menjalin kerjasama semacam

hubungan diplomatik dengan berbagai negara didunia, baik dalam bentuk

perdagangan, maupun perjanjian – perjanjian. Aceh menganggap dirinya adalah

negara merdeka yang memiliki pilihan untuk bersekutu atau tidak dengan negara

lain. Pada saat banyak penguasa daerah lain memilih untuk bekerjasama daripada

berhadapan dengan Belanda, kesultanan Aceh justru melakukan perjanjian

pertahanan bersama dengan Amerika Serikat pada tahun 1873 dan melakukan

perang dengan Belanda selama kurun waktu tahun 1873 – 1914 yang dilanjutkan

dengan perang melawan Jepang. 28

27

Ahmad Taufan Damanik. Hasan Tiro: Dari Imajinasi Negara Islam ke Imajinasi Etno – Nasionalis. 2001,

Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung (FES) dan Acheh Feature Institute (AFI), Hal. 5

28Skripsi Syamsuddin Bahrun “Dinamika Partai Politik Lokal “Analisis Partai Aceh dan Penerapan Syari’at

(6)

Rasa dendam rakyat Aceh yang begitu berakar terhadap Belanda telah

dinyatakan dan dianjurkan dengan sangat jelas dalam salah satu bait Hikayat

Perang Sabil. Bait yang berbunyi: “bek tameugot ngon Beulana’a kaphee, musoh

sabee meupusaka” (jangan bersahabat dengan Kafir Belanda, musuh kita turun

temurun) itu mendorong rakyat Aceh untuk terus memusuhi kekuasaan Belanda.29

Rasa dendam itu kemudian disalurkan kedalam usaha untuk mendapat bantuan

Jepang, begitu pasukan tersebut mendarat di Penang, Semenanjung Melayu, pada

pertengahan Desember 1941.

Banyak sekali pihak yang terlibat dalam upaya ini, baik yang dilakukan

secara perseorangan maupun kelompok. Mungkin karena banyaknya pihak yang

terlibat didalamnya, maka informasi mengenai hal ini dalam masyarakat Aceh

sendiri sangat simpang siur. Timbulnya Perang Pasifik, antara Belanda serta

sekutunya disatu pihak dan Jepang di pihak lain, memperbesar tekad PUSA

(Organisasi Ulama di Aceh) mengusir Belanda dari Tanah Rencong.30 Mengenai

kontak dengan Jepang ini, baik sumber Jepang maupun Aceh lebih banyak

mengungkapkan kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh Sayyid Abubakar,

seorang anggota pemuda PUSA yang melarikan diri dari kerajaan Belanda dengan

menetap disebuah kampung Aceh di Kedah.31

29

Al-Chaidar, dkk. Aceh Bersimbah Darah, Jakarta: Pustaka Alkautsar. Hal. 22.

30

Muhammad Jafar. AW. 2009. Perkembangan dan Prospek Partai Politik Lokal di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam. Usulan Penelitian Thesis Pascasarjana Universitas Diponegoro. Diakses pada 22 Juni 2017

pada http://muhammad_jafar_aw.pdf. Hal. 58 31

(7)

Pada bulan Desember 1941, Tgk Muhammad Daud Beureueh, Ketua

Pengurus Besar PUSA, Tgk Abdul Wahab Seulimun, anggota PUSA dan Kepala

Cabang PUSA Teuku Nyak Arif, Teuku Ahmad, Teuku M. Ali Panglima Polem

mengadakan pertemuan dirumah T. Nyak Arif di Lamnyong pada malam hari.

Mereka berjanji dan bersumpah setia kepada agama Islam, kepada bangsa dan

tanah air, juga memutuskan untuk bekerjasama dengan Dai Nippon, melawan

Pemerintah Belanda. Mereka menyusun pemberontakan atas nama PUSA.32

Pada tanggal 12 Maret 1942, mendaratlah bala tentara Jepang di ujung

Batee, 8 km dari Kutaraja. Keesokan harinya kaum FPUSA menyerbu rumah

asisten residen Belanda di pidie yang terletak dipinggir taut dan agak jauh dari

markas militer. Fasilitas – fasilitas strategis pun sudah disiapkan, termasuk

lapangan terbang dan persediaan bahan bakar minyak, telah diamankan sehingga

tidak sempat dihancurkan oleh Belanda. Bala tentara Jepang yang mendarat

disambut dengan meriah ditepi pantai, dengan suguhan makanan dan minuman.

Pada jam 7 pagi itu juga pasukan Jepang langsung memasuki Kutaraja dan

disambut lebih meriah lagi oleh penduduk kota dengan teriakan “Banzai”.

Demikianlah, dua minggu kemudian Jepang sudah berhasil menguasai seluruh

Aceh.33

Hanya selang beberapa waktu Jepang telah berhasil melaksanakan politik

bumi hangus seluruh prasarana ekonmi, hanya dengan alasan untuk memperlemah

32

Ibid. Hal 59

33

(8)

kekuasaan politik lawan (Belanda) yang diduga masih mengambil keuntungan

dari sisa – sisa perekonomian yang ditinggalkannya. Maka surplus beras daerah

Aceh pada Tahun 1941, yakni satu tahun sebelum Jepang mendarat telah

mencapai 36.000 ton punah dengan sekejab mata. Kenyataan yang semacam ini

semakin diperparah oleh tindakan – tindakan Jepang yang mewajibkan penyetoran

beras. Sebagai akibatnya, banyak tanah rakyat yang disita Jepang karena tuntutan

yang sangat berat tidak terpenuhi.34 Keadaan yang menyedihkan inilah yang

membangkitkan kesadaran akan keterjajahan dikalangan masyarakat Aceh. Bukan

saja terhadap kondisi perekonomian mereka yang semakin memburuk, tetapi juga

terhadap kondisi politik. Dengan kata lain, baik kondisi ekonomi maupun politik

yang memburuk pada masa itu, telah membentuk kembali kesadaran kebangsaan,

bahwa baik Belanda maupun Jepang adalah sama tak punya hak memerintah

ditanah air dan bahwa keduanya haruslah diusir dari tempat – tempat dimana

mereka pernah berkuasa.35

Lahirnya pemberontakan yang berlanjut kepada gerakan separatis Aceh

Merdeka tak terlepas dari pro dan kontra dikalangan tokoh – tokoh Aceh, apakah

daerah itu ikut bergabung kedalam Republik Indonesia dan mendukung

proklamasi kemerdekaan atau tidak. Lima hari setelah proklamasi yaitu pada

tanggal 22 Agustus 1945 sejumlah tokoh dan pejuang Aceh berkumpul dirumah

Teuku Abdullah Jeunib di Banda Aceh. anggota Volksraad (Dewan Perwakilan

34

Ibid. Hal 60

35

(9)

Rakyat buatan Belanda) di Jakarta yang menjadi Residen Aceh, Teuku Nyak Arif

hadir dalam pertemuan itu. Ia menyampaikan informasi bahwa Soekarno – Hatta

sudah memproklamsikan negara merdeka Republik Indonesia, yang wilayahnya

dari sabang di Aceh sampai ke Merauke di Irian Barat. Nyak Arif pada

kesempatan itu menyampaikan pemikiran – pemikirannya agar rakyat, pejuang

dan para tokoh di Aceh untuk dapat mendukung kemerdekaan yang telah

diproklamasikan Soekarno Hatta. Mendengar argumentasi dan pemikiran Nyak

Arif, ada yang menyetujuinya ada pula yang tidak sepakat.36

Para tokoh yang sepakat mendukung kemerdekaan Republik Indonesia itu

mengadakan pertemuan di Shu Chokan (Kantor Residen Aceh, kini kantor

akan kekuasaan. Semula mereka berharap, dengan kekalahan Jepang dalam

Perang Dunia II, negara tersebut akan meninggalkan Aceh. dengan demikian

merekalah yang tampil menjadi penguasa didaerah Aceh, bukan Soekarno – Hatta

atas nama rakyat Indonesia yang telah memproklamasikan kemerdekaannya. Para

hulubalang ini yakin, kekuasaan itu bisa diraih dengan adanya bantuan Belanda.

36

(10)

Soalnya, selama masa penjajahan Jepang, mereka sangat dekat dengan intel – intel

Belanda.37

Pada tanggal 19 Desember 1948, ketika ibukota RI yang dipindahkan ke

Yogyakarta dan berhasil diduduki Belanda, keadaan pemerintah RI menjadi

sangat lemah. Sejumlah tokoh Aceh pun mulai goyah. Syafruddin Prawiranegara

ditugaskan mendirikan Pemerintah Darurat RI (PDRI) di Bukit Tinggi Sumatera

Barat. Tokoh Aceh Tengku Muhammad Daun Beureuh langsung ikut dan

memberikan bantuan. Ketika situasi di Bukit Tinggi tidak aman, Presiden PDRI

Syafruddin Prawiranegara diminta Daud Beureueh hijrah ke Aceh dan mendapat

sambutan hangat dari tokoh –tokoh Aceh. kesempatan ini digunakan tokoh –

tokoh Aceh untuk mendirikan propinsi sendiri. Para tokoh Aceh melobi Presiden

PDRI.

Gagasan ini mendapat respon dari Syafruddin Prawiranegara yang

langsung mencetuskan berdirinya Provinsi Aceh. berdasarkan ketetapan PDRI No.

8/Des/WKPH tertanggal Kutaraja, 17 Desember 1949 diangkatlah Daud Beureueh

sebagai Gubernur Militer Aceh. situasi semakin sulit pada saat itu. PDRI pun

hanya bisa meneruskan perjuangan kemerdekaan secara darurat pula. Inilah yang

membuat para tokoh Aceh kembali goyah. Tetapi Daud Beureueh yakin bahwa

Aceh tetap dalam bingkai Republik Indonesia.

37

(11)

Kesetiaan untuk tetap mendukung kemerdekaan Republik Indonesia

bukanlah hanya sekedar untuk menarik simpati bangsa lain tetapi memang berasal

dari hati nurani rakyat Aceh. dukungan nyata yang diberikan adalah berupa

pengumpulan dana perjuangan segenap rakyat Aceh untuk membiayai pemerintah

RI yang baru seumur jagung dan terancam bangrut tersebut. Jumlah dana yang

terkumpul cukup besar. Secara sukarela juga rakyat Aceh mengumpulkan lima

kilogram emas untuk membeli obligasi pemerintah. Selain itu rakyat Aceh

mengumpulkan dolar Singapura untuk membiayai perwakilan Indonesia di

Singapura. Pendirian Kedubes RI di India, dan pembelian dua pesawat terbang

untuk membantu transportasi pejabat pemerintah RI.38 Pesawat ini dikenal dengan

sebutan R1 001, yang kemudian menjadi cikal bakal Garuda Indonesia. Dukungan

ini pada dasarnya bukanlah tanpa syarat. Soekarno dalam kunjungannya ke Banda

Aceh tahun 1947 untuk mendapatkan dukungan mempertahankan kemerdekaan

diminta oleh tokoh – tokoh Aceh menandatangani perjanjian untuk menegakkan

syariat Islam sebagai syarat dukungan yang akan diberikan oleh rakyat Aceh.39

Ironisnya, setelah kejadian itu Aceh berada dalam kondisi yang terbiarkan.

Pada tahun 1949, keluar ketetapan pembentukan Provinsi Aceh yang dituangkan

dalam peraturan Wakil Perdana Menteri pengganti Peraturan Pemerintah

Pengganti UU No. 8/Des/WKPM Tahun 1949 yang ditandatangani oleh wakil

perdana menteri Syafruddin Prawiranegara. Tidak berselang lama kemudian

38

Ibid, Hal, 63 39

Strategi Partai Aceh untuk Memenangkan pasangan dr. Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf pada Pemilukada

(12)

keluar pula Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang No. 5 Tahun 1950

tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Utara, yang ditandatangani oleh Mr.

Assaat sebagai pemangku jabatan presiden dan Mr. Soesanto sebagai menteri

dalam negeri yang sisinya menyatakan bahwa provinsi Aceh dimasukkan kedalam

Provinsi Sumatera Utara.40

2.2.1. Berdirinya Republik Islam Aceh

Rakyat Aceh tetap menginginkan agar daeranya menggunakan syariat

Islam meskipun Soekarno membubarkan Provinsi Aceh. pada saat itu Provinsi

Aceh digabungkan ke Provinsi Sumatera Utara. Rakyat Aceh sangat kecewa

dengan Soekarno. Kejengkelan rakyat Aceh tergambar jelas dalam kongres Alim

Ulama se-Indonesia di Medan pada 21 April 1953. Daud Beureueh yang saat itu

terpilih sebagai ketua umum langsung melontarkan himbauan agar segenap ulama

memperjuangkan Negara Republik Indonesia dalam pemilihan umum yang akan

datang (1955) menjadi negara Islam Indonesia. Himbauan ini mendapat sambutan

dan dukungan dari sejumlah peserta. Gagasan mendirikan Negara Islam Indonesia

ini ternyata bukan saja disambut oleh rkayat Aceh tetapi juga disejumlah fdaerah

di Indonesia. Terutama di Jawa Barat yang sedang demam dengan NIT pimpinan

Kartosoewirjo. Gerakan NII di Jawa Barat itu sendiri telah diproklamasikan

Kartosoewirjo pada 7 Agustus 1949 1949. Gerakan rakyat Aceh yang dipimpin

Daud Beureuh seakan menjadi motivator tersendiri dalam gerakan perlawanan

rakyat di daerah –daerah lain. Gerakan perlawanan ini semakin mengkristal dan

40

(13)

membuat meletusnya perlawan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TR)

secara serentak di berbagai daerah terhadap pemerintah pusat yang dipimpin

Soekarno.

Berbagai rapat umum digelar di Aceh oleh sejumlah ulama dengan

menampilkan Daud Beureueh yang hendak mensosialisasikan gagasan Negara

Islam Indonesia, sebagai hasil keputusan Kongres Alim Ulama se-Indonesia di

Medan. Gagasan negara Islam ternyata mendapat tanggapan positif dari berbagai

lapisan masyarakat di Aceh. hal ini membuat Daud Beureueh semakin gencar dan

semangat untuk terus mensosialisasikan kepada masyarakat. Meskipun ada

persamaan perjuangan, saat itu Daud Beureueh tidak menyatakan dukungan

formalnya kepada NII yang diproklamasikan oleh Kartosoewirjo di Jawa Barat.

Namun Kartosoewirjo tetap yakin suatu saat ia mendapat dukungan dari Daud

Beureueh. Kartosoewirjo mengirimkan utusannya Fatah untuk meyakinkan Daud

Beureueh tentang konsep perjuangan NII. Barulah pada tanggal 21 September

1953 Daud Beureueh memproklamirkan dukungan Aceh terhadap berdirinya NII

yang diproklamasikan Kartosoewirjo. Alasan lain Daud Beureueh mendukung NII

Kartosoewirjo karena para pemimpin bangsa Indonesia pada saat itu dianggap

telah menyimpang dari jalan yang benar. Menurut Daud Beureueh negara Islam

adalah satu –satunya yang tepat untuk menafsirkan sila pertama dari Pancasila

yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa”. Menurutnya lagi, Soekarno tidak pernah

(14)

syariat Islam diterapkan di Aceh karena rakyatnya 100% beragama Islam. Namun

itu tidak pernah di izinkan oleh Soekarno.

Alasan Soekarno tidak mengizinkan penerapan syariat islam di Aceh

karena beliau khawatir daerah – daerah lain juga ikut menuntut syariat Islam dan

memisahkan diri dari Republik Indonesia. Soekarno lebih memilih konsep

nasionalis. Menurutnya nasionalis lebih dapat menyatukan berbagai perbedaan

seperti suku, agama, dan etnis yang ada di Indonesia. Daud Beureueh dengan

tegas menyatakan bahwa tidak ada maksud daerah Aceh memisahkan diri dari

Indonesia. Namun Aceh juga tidak ingin mendapatkan perlakuan yang tidak

sebanding dengan apa yang telah diberikan selama ini. Rakyat Aceh tidak

merasakan kemajuan – kemajuan yang berarti untuk daerahnya. Sementara

pemerintah dengan semena – mena secera terus – menerus mengeruk hasil

kekayaan bumi Serambi Mekkah.

Tuntutan rakyat Aceh tidak (pernah ditanggapi oleh pemerintah pada saat

itu. Daud Beureueh tetap meneruskan aspirasi rakyat Aceh untuk penerapan

syariat Islam. Dia melengkapi konsepnya dengan menyusun organisa si

pemerintahan NII Aceh. Ada 13 dasar pijakan yang diterapkan Daud Beureueh

untuk menyusun personalia pemerintahan NII Aceh :

1. Aceh dan daerah sekitarnya merupakan satu daerah otonom luas, yang

(15)

2. Wilayah atau provinsi dengan otonomi yang luas tersebut dipimpin oleh

seorang Gubernur sipil dan militer, yang berkedudukan di ibukota wilayah

3. Gubernur sipil dan militer merupakan kepala pemerintahan tertinggi dan

pemerintahan dari angkatan perang NH yang berada di daerah Aceh dan

sekitarnya. Angkatan perang ini merupakan komando Tentara Islam

Indonesia Teritorium V, dengan nama Divisi Tengku Tjik Di Tiro.

4. Untuk wilayah terdapat sebuah Dewan Syura (Dewan Pemerintah Daerah)

dan sebuah Majelis Syura (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

5. Dewan syura terdiri dari seorang ketua, wakil ketua, dan lima orang

anggotanya.

6. Gubernur sipil dan militer karena jabatannya menjadi ketua Majelis Syura.

7. Majelis Syura dikepalai seorang ketua dan seorang wakil ketua, sedangkan

jumlah anggotanya akan ditetapkan dengan peraturan yang akan

ditetapkan.

8. Dewan Syura merupakan badan eksekutif dan Majelis Syura merupakan

badan legislatif

9. Gubernur sipil dan militer, karena jabatannya selain dari ketua eksekutif

wilayah merupakan wakil pemerintah pusat dari Muhammad Imam

Negara.

10.Di samping gubernur sipil dan militer diperbantukan juga staf penasehat

(16)

11.Dewan militer mempunyai kekuasaan sebagai berikut; memberi nasihat

dan pertimbangan-pertimbangan kepada gubernur sipil dan militer, baik

diminta maupun tidak, khususnya dalam soal-soal kemiliteran. Selain itu,

menetapkan beleid dan garis-garis politik dari sudut strategis dan

pertahanan. Pertahanan dan pimpinan, untuk seluruh angkatan perang, baik

militer maupun mobilisasi umum. Dewan ini juga menyusun dan

merencanakan koordinasi dalam lapangan barisan-barisan rakyat sukarela.

12.Wilayah Aceh dan sekitarnya merupakan suatu daerah teritorium tentara

dengan kekuatan satu divisi besar, seterusnya yang tersebut sebagai

Tentara Islam Indonesia Teritorium V Divisi Tengku Tjik Di Tiro.

13.Tentara Islam Indonesia Teritorium V Tengku Tjik Di Tiro dalam

pelaksanaannya diselenggarakan oleh sebuah staf komando yang dipimpin

seorang kepala staf umum.

Untuk meredam aksi sparatisme di Aceh maka pada Tahun 1950- an

presiden Soekarno menerapkan dua pendekatan yang dikenal dengan pendekatan

militer yakni dilengkapi dengan pendekatan diplomatis. Operasi militer dengan

nama “Operasi 17 Agustus” digelar untuk meredam pemberontakan bersenjata di

Aceh. Pendekatan diplomatis dilakukan dengan cara memberikan amnesti kepada

seluruh pendukung negara Islam Indonesia di Aceh dan memberikan status daerah

istimewa kepada Aceh. Untuk sementara kebijakan tersebut berhasil mengakhiri

(17)

Perdamaian di Aceh tidak berlangsung lama, pada 15 Februari 1985

pemimpin sipil militer di Sumatera dan Sulawesi mendirikan Pemerintahan

Revolusioner Republik Indonesia di Sumatera dan Pemerintahan Semesta

(Permesta) di Sulawesi yang lebih dikenal dengan pemberontakan PRI/Permesta.

Pemimpin Aceh juga ingin bergabung dengan gerakan tersebut.Pertemuan yang

dilakukan oleh pemimpin pemberontak di Jenewa, Swiss pada Desember 1958

membuahkan ide untuk mendirikan Republik Persatuan Indonesia.Pemerintah

pusat di Jakarta kembali membujuk Aceh untuk kembali kepada negara kestauan

Republik Indonesia.Dengan jalan memberikan Aceh status daerah istimewa

dengan Keputusan Pemerintah SK No. 1/Missi/1958. Pada akhirnya tanpa campur

tangan dari pemerintah pusat Republik Persatuan Indonesia bubar dengan

sendirinya karena perbedaan ideologi diantara mereka sendiri.41

Pemberontakan di Aceh kembali muncul dengan nama baru yaitu Gerakan

Aceh Merdeka (GAM) pada 20 Mei 1977 dibawah pimpinan Hasan Tiro. Gerakan

Aceh Merdeka bercita – cita mendirikan negara merdeka yang terpisah dari negara

kesatuan republik Indonesia.Berbagai kebijakan untuk meredam serta mengakhiri

pemberontakan dan gerakan sparatis di Aceh telah dilakukan oleh pemerintah

selama beberapa periode pemerintahan. Namun selama itu pula belum

membuahkan hasil, sampai akhirnya pada Tahun 2005 pemerintahan yang baru

dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah melakukan

41

(18)

setidaknya lima kali pembicaraan informal dengan Gerakan Aceh Merdeka untuk

melakukan perundingan secara damai untuk menyelesaikan sparatisme di Aceh.

Pembicaraan ini di fasilitasi oleh Crisis Management Initative (CMI), sebuah

lembaga yang dipimpib bekas Presiden Finlandia Martti Ahtissari dan mengambil

tempat di Koeningstedt Estate yang terletak diluar Ibukota Finlandia Helsinki.

Meskipun banyak pihak yang tidak setuju adanya perundingan dengan gerakan

sparatis ini, namun akhirnya dari pembicaraan informal ini adalah

penandatanganan MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005 yang sekaligus menjadi

penanda berakhirnya konflik berkepanjangan di Aceh antara pemerintah Republik

Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka.42 Beberapa ketetapan dalam

kesepakatan Helsinki dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:43

Tabel 2. Kesepakatan Helsinki

POKOK PERSOALAN KETETAPAN

Pemerintahan Aceh - Aceh akan menjalankan

kewenangan diseluruh urusan

publik. Kecuali dalam hubungan

luar negeri, pertahanan negara,

keamanan negara, masalah

moneter dan fiskal, kebebasan

(19)

Partisipasi Politik

Ekonomi

dan peradilan dan kebebasan

beragama, dan kebijakan lain

yang berada dalam kewenangan

pemerintah Republik Indonesia.

- Pemilihan umum akan

dilaksanakan bulan April 2006

untuk pilkada Gubernur dan

pejabat daerah terpilih lainnya,

dan pada tahun 2006 untuk

(20)

Penegakan Hukum

dilakukan oleh anggota militer

Aceh akan di adili dalam

pengadilan sipil di Aceh.

- Pengadilan HAM dan komisi

kebenaran dan rekonsiliasi akan

didirikan.

senjatanya antara 15 September

dan 31 September 2005.

- Secara bersamaan pasukan

(21)

akan ditarik dan hanya 14700

pasukan organik militerdan 9100

anggota polisi tetap berada

dibawah Aceh.

- Uni Eropa dan anggota ASEAN

akan berperan dalam Aceh

Monitoring Mision (AMM).

Tugas lembaga tersebut adalah

mengawasi proses pelaksanaan

HAM, demobilisasi, pelucutan

senjata, dan kemajuan reintegrasi

dan menengahi perselisihan.

2.2.2. Visi Dan Misi Partai Aceh

Partai Aceh mempunyai visi”Membangun citra berkehidupan politik

dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia serta melaksanakan

mekanisme partai sesuai aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan

menjunjung tinggi nota kesepahaman (MoU) Helsinki yang telah ditanda tangani

pada tanggal lima belas Agustus (15-10-2005) antara pemerintah Republik

(22)

Adapun Misi Partai Aceh: “Mentransformasi dan atau membangun

wawasan berfikir masyarakat Aceh dan citra/ revolusi Party menjadi citra

Development party dalam tatanan transformasi untuk kemakmuran hidup rakyat

Aceh khususnya Aceh Merdeka.”

2.2.3. Tujuan Partai Aceh

Adapun tujuan Partai Aceh adalah sebagai berikut:

a. Mewujudkan cita – cita rakyat Aceh demi menegakkan marwah dan

martabat Bangsa, Agama, dan Negara.

b. Mewujudkan cita – cita MoU Helsinki yang ditandatangani oleh Gerakan

Aceh Merdeka (GAM) dan RI pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki

Finlandia.

c. Mewujudkan kesejahteraan yang adil, makmur dan merata materiil dan

spiritual bagi seluruh rakyat Aceh.

d. Mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka mengembangkan kehidupan

berdemokrasi, yang menjunjung tinggi dan menghormati kebenaran,

keadilan, hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

2.2.4.Tahapan Pemilukada Aceh

Proses pelaksanaan Pilkada di Provinsi Aceh ternyata tidak berjalan

sebagaimana yang diharapkan. Banyak konflik yang mewarnai perjalanan pilkada

di provinsi ini. Kondisi keamanan yang terus memburuk membuat KIP terus

(23)

saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus Pasal 256 UU No.

11/2006 atau Peraturan Pemerintah Aceh yang menolak jalur perorangan. Namun

atas keputusan MK itu, Partai Aceh kemudian menggugat MK untuk

membatalkan keputusan yang memperbolehkan adanya calon independen dalam

pilkada Aceh 2011. Partai Aceh menilai, uji materi pasal 256 UU PA (Calon

independen) bertentangan dengan UUD 195 danmenimbulkan konflik regulasi di

Aceh jelang pilkada. Akibat konsekuensi mempertahankan keutuhan UU PA,

Partai Aceh tidak memajukan satupun calon Gubernur, Bupati dan Walikota ke

Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh.

Partai Aceh terus melakukan upaya hukum untuk membatalkan putusan

MK pada Pasal 265 UU PA dan mendesak Eksekutif dan KIP Aceh membatalkan

Pilkada karena tidak ada dasar hukum. Disisi lain, DPRA (Dewan Perwakilan

Rakyat Aceh) menilai putusan MK yang menggugat Pasal 256 UU PA yang

mengatur tentang calon independen hanya berlaku sekali pada pilkada 2006

bertentangan dengan Pasal 269 Ayat 3 UU PA. Menurut DPRA, putusan MK

tentang permohonan Judicial Review Pasal 256 UU PA sama sekali tidak pernah

DPRA, sebagaimana yang diamanatkan Pasal 269 Ayat 3 UU PA, yang

menyatakan bahwa setiap perubahan terhadap isi UU PA harus dikonsultasikan

(24)

menolak memasukkan calon independen sebagai Gubernur/ Wakil Gubernur dan

Kepala Daerah Aceh dalam Qanun Pilkada.44

Pada 28 Juni 2011, Qanun Pilkada Aceh 2011 disetujui DPRA tanpa

mengakomodir klausul jalur perorangan didalamnya. Partai Aceh akan menyetujui

Raqan pilkada disahkan menjadi Qanun Pilkada Aceh 2011 asalkan tanpa klausul

perorangan didalamnya. Kemudian Qanun Pilkada harus pula mengatur tentang

penyelesaian sengketa Pemilu di Mahkamah Agung, dan bukan di Mahkamah

Konstitusi.45

Pada tahap akhir ini, Gubernur Aceh pada saat itu, yakni Irwandi Yusuf

menolak untuk menandatangani keputusan tersebut dimana ia menjadi salah satu

calon yang akan maju kembali melalui jalur perorangan. Otomatis, terjadi

dead-lock sehingga KIP Aceh terpaksa menunda pelaksanaan pilkada yang seharusnya

dilaksanakan pada bulan November 2011. KIP Aceh pada awalnya merencanakan

jadwal pelaksaan pesta demokrasi bagi warga Aceh tersebut akan dilangsungkan

pada tanggal 14 November 2011. Namun, keputusan tersebut diubah menjadi

tanggal 16 Februari 2012. Pengunduran jadwal pilkada di Aceh sebagian besar

disebabkan karena kondisi keamanan di Aceh yang dinilai tidak cukup kondusif

untuk melaksanakan pilkada. Hingga akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) turun

tangan untuk memutuskan tanggal pelaksanaan pilkada Aceh. MK kemudian

memutuskan pilkada Aceh dilaksanakan selambat – lambatnya pada 9 April 2012.

44

http://politik.kompasiana.com/2011/10/23/konflik-regulasipilkada-aceh-2011-02011.html.

45

(25)

2.2.5. Struktur Kepengurusan DPC Partai Aceh di Aceh Tengah

KETUA

ISA MUDDIN

WAKIL KETUA

SUARDI CUT TAWAR

SEKRETARIS

ADAM MUKHLIS

BENDAHARA

BAHHTIAR

ANGGOTA

- FIRMANSYAH

- ALI MANDALE

- AZANSYAH

- SAMSUL BAHRI

- SUHAIDI

- ISMAIL

- ZAINAL ABIDIN

Gambar

Tabel 2. Kesepakatan Helsinki

Referensi

Dokumen terkait

[r]

factors (1) the use of solid fuel for domestic home heating; (2) settled anticyclonic conditions in winter which result in the temperature inversion; and (3) local

5 Masrudi Muchtar, 2016, Etika Profesi Dan Hukum Kesehatan (Prespektif Profesi Bidan Dalam Pelayanan Kebidanan Indonesia) , Yogyakarta: Pustaka Baru Press.. Sriati, 2011,

Hasil temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marietta Sylvie Bolang, dkk (2013) dan Annisa Parasayu yang menyimpulkan bahwa pengalaman kerja

Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi jenis, cara dan modifikasi perawatan diri yang dilakukan oleh ibu nifas untuk mempercepat pemulihan pasca salin di Wilayah

keputusan pembelian produk adalah Konsumen Larissa setuju dengan kualitas produk Larissa Skin Care seperti produk yang awet, produk yang tidak menimbulkan efek samping,

Penelitian ini dirancang untuk memberikan informasi terbaru mengenai jenis perawatan serta cara yang dilakukan oleh ibu nifas dalam melakukan perawatan diri dan diharapkan

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara level depresi dengan interaksi sosial pada lansia di Desa Sobokerto Kecamatan Ngemplak Boyolali.. Penelitian ini