• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM RANSUM UNGGAS DA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN RESMI PRAKTIKUM RANSUM UNGGAS DA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

RANSUM UNGGAS DAN NON RUMINANSIA

Oleh :

Henny Br Bangun 23010211060003 Ika Nurul S. 23010211060004 Elisabeth Diona H. 23010211060010 Zakiyyatul Ulya 23010211060017 Pramudya M. Isnan 23010211060032

DIII MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2013

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : LAPORAN RESMI PRAKTIKUM RANSUM UNGGAS

(2)

Tanggal Pengesahan : JUNI 2013

Mengetahui, Dosen Praktikum

Ransum Unggas Non Ruminansia

Dr. Ir. Hanny Indrat Wahyuni, M.Sc. NIP. 19590615 198703 2 006

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia dengan baik.

Laporan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan acara praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia. Penyusun berharap laporan ini dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai dasar-dasar teknologi hasil ternak baik bagi penyusun maupun pembaca.

(3)

terima kasih juga di sampaikan kepada teman-teman serta pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan laporan ini.

Penyusunan laporan ini terdapat berbagai kekurangan yang tidak berkenan di hati pembaca. Penyusun juga mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, Juni 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2 2.1. Kuda ... 2.2. Pemberian Ransum ... 2.3. Manajemen Perkandangan ... 2.4. Konsumsi dan Konversi Ransum Kuda ... 2.5. Produktivitas... BAB III METERI DAN METODE...

(4)

BAB V PENUTUP... 5.1. Simpulan... 5.2. Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... 12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Konsumsi Ransum ... Lampiran 2. Bahan Kering Ekskreta... Lampiran 3. Protein Kasar Ekskreta... Lampiran 4. Kecernaan Protein... Lampiran 5. Konversi dan Efisiensi Pakan Ayam Broiler...

BAB I PENDAHULUAN

(5)

bahan pakan dilakukan secara langsung pada ternak unggas yaitu ayam broiler, karena ayam broiler memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dalam waktu yang singkat sehingga optimalisasi penyerapan zat-zat makanan dapat terlihat. Pengukuran kecernaan merupakan usaha untuk menentukan jumlah zat yang dapat diserap oleh saluran pencernaan, mengukur jumlah makanan yang dikonsumsi dan jumlah makanan yang dikeluarkan melalui feses.

Tujuan dari praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia adalah untuk mengetahui susunan ransum yang diberikan pada ternak non ruminansia yaitu pada ternak kuda. Manfaat dari praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia adalah dapat mengetahui susunan ransum yang diberikan pada ternak non ruminansia yaitu pada ternak kuda dengan baik dan benar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kuda

(6)

ini cirinya berbadan besar, jalan lambat, punya tenaga kuat, dan cocok sebagai kuda pekerja. Hot blood yaitu kuda berdarah panas dengan ciri-ciri kaki ramping, tinggi, dan lari cepat. Contohnya seperti kuda thoroughbred (TB) dan kuda arab. Warm blood atau berdarah hangat merupakan campuran antara cold blood dan hot blood (Edward, 1994).

Nenek moyang kuda (Equus caballus) Indonesia adalah kuda Sandel Wood dan kuda Batak (Yuriadi, 2012). Kuda-kuda tersebut tersebar di berbagai daerah dan menjadi nama kuda lokal di daerah tertentu, yaitu kuda Makasar, kuda Gorontalo, Minahasa, kuda Sumba, kuda Sumbawa, kuda Bima, kuda Flores, kuda Savoe, kuda Roti, kuda Timor, kuda Sumatra, kuda Jawa, kuda Bali, kuda Lombok, dan kuda Kuningan. Kuda lokal Indonesia memiliki daya tahan hidup kuat di daerah tanah yang tandus dan beriklim tropis, serta relatif tahan penyakit. Pertumbuhan badan bagian depan lebih baik daripada tubuh bagian belakang. Pada umumnya, kuda memiliki struktur kaki dan teracak yang kuat, tipe lari cepat dan mempunyai ketahanan yang tinggi, memiliki temperamen labil, dan dapat dilatih (Suparman, 2007). Ciri-ciri kuda indonesia adalah Tubuhnya kecil, tingginya kurang dari 1,20 m. Perimbangan tubuhnya baik. Hidung dari kuda ini besar, dan relatif panjang. Kepala sukar ditundukkan secara sempurna karena tengkuknya yang pendek, ekor duduknya tinggi, warna bermacam-macam, tipe kuda beban (Sosroamidjojo dan Soeradji, 1982).

2.2. Pemberian Ransum

(7)

menyebabkan perut kuda buncit dan kurang atletis. Sumber energi yang dibutuhkan kuda berasal dari carbohidrat pada tanaman forages (cellulosa) rumput-rumputan, biji-bijian (grain), protein dan lemak. Rumput hijau memiliki kandungan energi dan nutrisi lebih tinggi dibanding yang sudah tua dan kering (Coumbe, 2001). Ransum kuda sehari-hari terdiri atas: Rumput hijau (forages) bisa dari jenis Alfa-alfa (kandungan calsium tinggi) maupun Timothy (kandungan calsium rendah). Biji-bijian (grain) bisa dari jagung giling, bekatul, bren, oats, padi dll. Baik dalam bentuk pecah giling ataupun berupa pellete (Coumbe, 2001).

(8)

Pada saat oto-otot kuda melakukan konstraksi, energy dibakar bersama oxigen. Muncul unsur radikal bebas yang beracun sebagai akibat proses oksidasi ini. Vitamin E adalah unsur yang diperlukan untuk membuang radikal bebas ini. Kekurangan vitamin E kuda akan mengalami kram otot, kecapaian (fatigue), ngilu, kejang,tandon dll. Vitamin E akan mengembalikan kesehatan otot setelah berlatih ataupun bertanding. Vitamin B1 (thiamine) dibutuhkan untuk proses metabolisme dalam merubah carbohidrat yang diperoleh dari makanan menjadi tenaga untuk kerja otot. Biasanya diberikan lewat suntikan vitamin B complex (Lawrence, 2010). Air bersih yang tidak terkontaminasi harus diberikan sebagai asupan sehari-hari secara bebas sesuai kebutuhannya, kuda membutuhkan air untuk proses metabolisme, sebagai pengganti keringat yang keluar saat bekerja atau berlari. Namun pemberian air ini diatur setelah melalui proses pendinginan badan, kira-kira 1 jam setelah kerja atau lari selesai. Berikan rumput setelah kuda selesai berlari sampai suhu badan betul-betul dingin normal kembali baru diperbolehkan minum air. Pemberian air setelah kerja keras dilakukan dapat menyebabkan gangguan seperti munculnya cholic dsb (Stewart, 2010).

(9)

mengembalikan kondisi dengan cepat. Kuda sport dan pekerja berat sangat sensitive terhadap cholic sebagai akibat perubahan pola makan yang cepat, pemberian air minum dingin berlebihan saat kuda masih panas, rumput yang masih basah, atau kuda tidak aktif. Oleh karena itu merubah ransum harus dilakukan bertahap (Parakkasi, 2006).

Konsumsi yang diinginkan pada kuda dewasa yakni saat masa pemeliharaan hijauan 1,5 – 2,0 % dari berat badan consentrat 0 – 0,5 % dari berat badan, kuda dewasa dengan kerja ringan hijauan 1,0 – 2,0 % dari berat badan consentrat 0,5 – 1,0 % dari berat badan, kuda dewasa dengan kerja sedang hijauan 1,0 – 2,0 dari berat badan consentrat 0,75 – 1,5 % dari berat badan, kuda dewasa kerja keras hijauan 0,75 – 1,5 % dari berat badan consentrat 1,0 – 2,0 % dari berat badan. Sumber NRC 1989 Note: Air dry feed 90% dry matter. (Lawrence, 2010).

2.3. Manajemen Perkandangan

Pembuatan kandang kuda pada daerah yang beriklim tropis harus

memenuhi syarat – syarat kandang yang baik untuk ternak sub tropis. Kandang

sebaiknya tidak tertutup rapat dan memiliki ventilasi yang cukup, sehingga

pertukaran udara bisa berjalan teratur dan tidak menimbulkan udara panas

didalamnya. Ventilasi yang baik adalah berbentuk puncak pada atapnya dan akan

sangat berpengaruh pada penangan masalah kuda. Jendela pada kuda juga harus

berada pada posisi sejajar dengan kepala kuda (McBane, 1991). Air hujan dicegah

agar jangan masuk ke dalam kandang. Untuk kuda yang akan beranak,

(10)

Menurut Robert (1994) , idealnya ukuran kandang kira-kira selitar 4,2 m ×

3,6 m untuk kuda. Bagian kandang harus tersedia air bersih. Air minum harus

diperhatikan bagi kuda betina yang sedang menyusui, karena jika kuda betina

tersebut kekurangan air dalam kondisi menyusui maka air susu induk akan

berkurang pula. Kandang juga harus memiliki sistem pembuangan kotoran yang

baik dan adanya ketersediaan listrik untuk lampu, kipas, dan lain sebagainya

(McBane, 1991).

Kuda betina dan anaknya yang ditempatkan dalam satu kandang harus memiliki ukuran kandang lebar agar anak kuda dapat bergerak bebas, sedangkan kandang pejantan harus lebih kuat daripada kandang betina atau kandang anak. Letak kandang jantan lebih jauh dari kandang betina agar kuda betina tidak terganggu terutama saat merawat anaknya (Jacoebs, 1994). Alas kandang kuda harus selalu dalam keadaan bersih dan lunak serta beralaskan serbuk gergaji atau jerami. Alas yang lunak bertujuan agar melindungi kuda ketika sedang berguling, memberikan kehangatan dan untuk kenyaman kuda serta melindungi kaki kuda, terutama untuk kuda olahraga dan kuda pacu (McBane, 1994).

2.4. Konsumsi dan Konversi Ransum Kuda

(11)

yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok maupun keperluan produksi ternak (Tillman et al., 1991). Konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas, level energi, protein dan konsentrasi asam amino, komposisi hijauan, temperatur lingkungan, pertumbuhan dan laktasi dan ukuran metabolik tubuh (Cheeke, 1999). Secara umum konsumsi dapat meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan sehingga mampu menampung pakan dalam jumlah lebih banyak (Tamminga dan Van Vuuran, 1988).

Konsumsi ransum pada kuda berbeda antara anakan dan indukan bahkan dengan yang sedang bunting. Konsumsi kuda bunting dengan otomatis pakannya lebih dibanding pada mulanya atau sebelum bunting. Oleh dikarenakan itu berikanlah makanan ekstra. Pemberian makanan tambah baik “pas” tidak “lebih” tidak “kurang”, karena nyatanya memberikan jumlah makanan ektra justru dapat menaikkan efek kuda alami kegemukan serta keguguran. Pemberian tambahan ransum yang baik sehingga besar anak kuda tambah baik sesudah anak kuda lahir bukan hanya waktu ada di dalam kandungan. kandungan yang berukuran besar juga beresiko untuk induk, terlebih induk muda yang baru pertama melahirkan anak, pemberian kalsium dengan rutine dengan takaran yang benar juga amat mutlak untuk menolong perkembangan anak serta berikan ketahan tubuh yang tambah baik buat induk (Kliksaya, 2012).

(12)

mengetahui efisiensi suatu peternakan. Keefisienan ransum dapat dilihat dari nilai konversi ransum, semakin rendah nilai konversi ransum maka efisiensi penggunaan ransum makin tinggi. Faktor yang turut berperan dalam konversi ransum adalah temperatur lingkungan, potensi genetik, nutrisi, kandungan energi dan penyakit (Nesheim dan Card, 1972).

2.5. Produktivitas

(13)

Gejala flu/pilek adalah hidung berlendir dan nafas tidak teratur. Untuk mengobati flu dapat lakukan exercise seperti kuda jalan-jalan, lama kelamaan diajak lari lari dan memandikan kuda hanya sebatas kepala dan kakinya saja (Suparman, 2007).

BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 2013 di Lapangan .

3.1. Materi

Materi yang digunakan adalah alat tulis untuk mencatat data dan informasi dari anak kandang, camera untuk mengambil dokumentasi, ternak kuda sebagai bahan praktikum, sampel pakan untuk dianalisis proksimat.

3.2. Metode

Metode yang digunakan adalah dengan melakukan observasi pada peternakan kuda yang meliputi wawancara, dan pengambilan sampel bahan pakan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Komoditas Ternak

(14)

dengan tinggi sekitar 1, 20 meter. Hal ini sesuai dengan pendapat Edwards (1994) yang menyatakan bahwa tinggi badan kuda di Indonesia berkisar antara 1,15-1,35m, sehingga digolongkan dalam jenis poni. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Ternak kuda dimandikan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari, serta melakukan exercise pada lapangan peternakan. Pengaturan makanan di berikan pagi, siang dan sore dan berdasarkan umur ternak. Induk kuda yang menyusui makan untuk 2 ekor (dia sendiri dan anaknya). Jika induk itu sudah bunting lagi maka dia makan untuk 3 ekor. Dalam hal ini maka pemberian makanan harus tiga kali lipat,khususnya pemberian multivitamin dan mineral. Hal ini sesuai dengan pendapat Suparman (2007) yang menyatakan bahwa kekurangan multivitamin dan mineral mengakibatkan pertumbuhan anaknya di luar dan di dalam kandungan kurang sempurna di samping induknya juga akan menjadi lemah. Pemberian kacang-kacangan dan bungkil membantu pembentukan air susu dalam jumlah cukup.

4.2. Pemberian Ransum

(15)

dalam bentuk pecah giling ataupun berupa pellete. Pemberian rumput diberikan setelah kuda melakukan exercise atau berlari dan kemudian diberikan air minum. Hal ini sesuai dengan pendapat Stewart (2010) yang menyatakan bahwa berikan rumput setelah kuda selesai berlari sampai suhu badan betul-betul dingin normal kembali baru diperbolehkan minum air. Pemberian air setelah kerja keras dilakukan dapat menyebabkan gangguan seperti munculnya cholic dsb.

Pemberian air minum kuda pacu yakni air bersih yang diberikan secara terus menerus (ad libitum) sebagai proses metabolisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Stewart (2010) yang menyatakan bahwa air minum bersih yang tidak terkontaminasi harus diberikan sebagai asupan sehari-hari secara bebas sesuai kebutuhannya, kuda membutuhkan air untuk proses metabolisme, sebagai pengganti keringat yang keluar saat bekerja atau berlari. Namun pemberian air ini diatur setelah melalui proses pendinginan badan, kira-kira 1 jam setelah kerja atau lari selesai. Parakkasi (2006) menambahkan bahwa kuda sport dan pekerja berat sangat sensitive terhadap cholic sebagai akibat perubahan pola makan yang cepat, pemberian air minum dingin berlebihan saat kuda masih panas, rumput yang masih basah, atau kuda tidak aktif. Oleh karena itu merubah ransum harus dilakukan bertahap.

4.3. Manajemen Perkandangan

(16)

tipe single stall. Selain itu, kandang tidak terlalu tertutup dan terdapat ventilasi udara karena bertempat di daerah tropis. Ventilasi pada kandang berada di dekat pintu masuk atau tepat di depan kuda. Hal ini baik karena pertukaran udara dapat lancar dan udara didalam kandang tidak terlalu panas. Hal ini sesuai dengan pendapat Jendela pada kuda juga harus berada pada posisi sejajar dengan kepala kuda (McBane, 1991). Teras kandang berjarak cukup jauh dari kandang, hal ini bertujuan ketika hujan air hujan tidak lansung masuk ke kandang dan kuda akan tetap merasa hangat. Selain teras kandang yang dibuat jauh, untuk menjaga kuda tetap hangat dalam kandang diberi alas litter berupa serbuk gergaji dan sekam. Pemberian alas ini agar lantai kandang lebih lunak dan hangat dan tidak melukai tubuh kuda saat berguling. Hal ini sesuai dengan pendapat (McBane, 1994) yang menyatakan bahwa alas yang lunak bertujuan agar melindungi kuda ketika sedang berguling, memberikan kehangatan dan untuk kenyaman kuda serta melindungi kaki kuda, terutama untuk kuda olahraga dan kuda pacu.

4.4. Konsumsi dan Konversi Ransum Kuda

(17)

perkembangan calon anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Kliksaya (2012) yang menyatakan bahwa pemberian tambahan ransum yang baik sehingga besar anak kuda tambah baik sesudah anak kuda lahir bukan hanya waktu ada di dalam kandungan. kandungan yang berukuran besar juga beresiko untuk induk, terlebih induk muda yang baru pertama melahirkan anak, pemberian kalsium dengan rutine dengan takaran yang benar juga amat mutlak untuk menolong perkembangan anak serta berikan ketahan tubuh yang tambah baik buat induk.

Ransum yang dikonsumsi oleh ternak kuda tersebut dapat selain berperan dalam membantu pertubuhan dan perkembangan juga berfungsi untuk mengetahui efisiensi pakan ransum. Banyak atau tidaknya ransum yang dikonsumsi dapat dipengaruhi oleh suhu, nutrisi maupun nilai kesukaan terhadap ransum tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Nesheim dan Card (1972) yang menyatakan bahwa konversi ransum dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi suatu peternakan. Faktor yang turut berperan dalam konversi ransum adalah temperatur lingkungan, potensi genetik, nutrisi, kandungan energi dan penyakit.

4.5. Produktivitas

(18)
(19)

BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan

5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Yuriadi. 2012. Profil Morfologis dan Fisiologis, serta Analisis Genetik Kuda (Equus caballus) Lokal Indonesia Berdasarkan Sekuen Gen Cytochrome b dan D-loop Mitokondria (Disertasi). Program Studi Doktor Ilmu Sain Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas gadjah mada, Yogyakarta.

Suparman. 2007. Beternak Kuda. JP Books, Surabaya.

Edwards, E. H. 1994. The Encyclopedia of Horse. First Published in Great Britan, London

Kliksaya. 2012. http://caraberternak.com/cara-beternak-kuda-pacu-sumbawa/. Diakses pada hari sabtu, tanggal 15 juni 2013.

Cheeke, P. R. 1991. Applied Animal Nutrition. Feeds and Feeding. 2nd Edition.

(20)

Nesheim, M. C and L. E. Card. 1972. Poultry Production. 11th Edition. Lea and

Febiger, Philadelphia. p : 235 – 239.

Parakkasi , A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia. Jakarta. hlm. 23 – 48.

Tamminga, S. and A. M. Van Vuuran. 1988. Formation and utilization of end products of lignocellulose degradation in ruminants. J. Anim. Feed Sci. Tech. 21: 141-159.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo.1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Ke –V. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. hlm: 249 – 267.

Coumbe, K.M. 2001. The Equine Veterinary Nursing Manual, Blackwell Science Ltd, London.

Lawrence, L.A. 2001. Feeding The Performance Horse, former Extension Equine Specialist at Washington State University, Washington State University Press, USA.

Parakkasi, A.2006. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak: Monogastrik Vol Ib. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Stewart, J., Olive, L., and Gary, W. 2010. Big Head in Horse, The Australian Equine Veterinarian Vol. 29, No.1, 2010.

Jacoebs, T. N. 1994. Budidaya Ternak Kuda. Kanisius. Yogyakarta.

McBane, S. 1991. Horse Care and Ridding a Thinking Approach. Paperback. United Kingdom.

McBane, S. 1994. Modern Stables Management. Ward Lock. United Kingdom. Roberts, P. 1994. The Complete Horse. Multimedia Books Publishing, ltd.

Referensi

Dokumen terkait

Tumindak kang kudu ditindakake nalika nintingi dhata miturut Purnomo (2013:137), yaiku: 1) Naskah ditinting kanthi ngandharake karakteristik fisike, yaiku bahan

Penelitian ini dalam statistik deskriptif ditunjukkan untuk memberikan gambaran atau deskriptif data dari variabel dependen yaitu kinerja keuangan Return on Asset

Hasil pengukuran kadar lemak terhadap ketiga variasi pati singkong pada kentang potong selama penggorengan dengan edible coating maupun kontrol dapat dilihat pada

Menurut Palungkun (2010: 85), kompos dari berbagai macam tumbuhan yang dicampur dengan ampas tahu sangat baik digunakan untuk memacu reproduksi cacing tanah, dengan pemberian

Korelasi empiris yang diperoleh sangat bermanfaat untuk meramalkan kondisi proses di dalam pembuatan microsphere berdiameter sesuai yang diinginkan, misalnya sebagai

Berdasarkan jenis data menurut sumbernya data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, yaitu data primer berupa pendapatan keluarga yang

Pada tahun 2016 telah dilakukan PUT IV oleh Perseroan dengan menerbitkan saham biasa atas nama seri B sebanyak 35.416.600.785 (tiga puluh lima miliar empat ratus enam belas juta

Dalam melakukan pemasaran CV AYAD JAYA kesulitan untuk mendapatkan pelanggan baru sehingga harus memperluas pemasaran agar masyarakat lebih mengetahui CV AYAD