• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Partisipasi Swasta dalam Penyed

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tinjauan Partisipasi Swasta dalam Penyed"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

In

don

esia

Review for Private Sector Participation

In Water and Sanitation in Indonesia

With A Particular Emphasis On

Review on Drinking Water Supply with and

(2)
(3)

Laporan ini merupakan Laporan Akhir kegiatan penelitian “Review for Private Sector Participation In Water and Sanitation in Indonesia With A Particular Emphasis On Review on Drinking Water Supply With and Without

Public-Private Partnership Scheme in Indonesia”.

Secara garis besar, laporan akhir ini mencakup bagian pendahuluan yang menjelaskan latar belakang, maksud dan tujuan dilakukannya penelitian dengan pendekatan dan metoda yang digunakan dipaparkan kemudian pada bagian kedua. Pada bagian ketiga disajikan gambaran umum perusahaan penyedia air minum yang menjadi obyek studi dilanjutkan dengan pemaparan kinerja perusahaan pada bagian keempat. Bagian kelima menyajikan diskusi yang dikembangkan dari berbagai indikator kinerja yang telah disampaikan pada bagian sebelumnya. Laporan diakhiri dengan penutup yang merangkum kembali temuan-temuan penelitian disertai gagasan-gagasan umum mengenai arah riset selanjutnya di masa yang akan datang.

Tim Peneliti menyadari bahwa tentu masih terdapat kekurangan-kekurangan di dalamnya, sehingga kritik dan masukan sangat diharapkan untuk perbaikan dan peningkatan di masa yang akan datang.

Bandung, April 2009

(4)

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... i

Daftar Gambar ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Singkatan ... vi

Bab I Pendahuluan ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Tujuan Penelitian ... 2

I.3. Batasan dan Lingkup Penelitian ... 3

I.4. Lokasi Studi Kasus ... 4

Bab II Pendekatan Studi dan MetodologiPendahuluan ... 5

II.1. Pengumpulan Data dan Metoda ... 5

II.2. Indikator Kinerja ... 6

II.3. Pendekatan dalam Review Kinerja ... 10

Bab III Gambaran Umum PDAM Tirta Pakuan dan Adhya Tirta Batam ... 15

III.1. PDAM Tirta Pakuan ... 15

III.2. Adhya Tirta Batam ... 20

Bab IV Kinerja PDAM Tirta Pakuan dan Adhya Tirta Batam ... 27

IV.1. Kinerja Aspek Teknis ... 27

IV.1.1. Tingkat kehilangan air ... 27

IV.1.2. Kualitas air yang disuplai ... 30

IV.1.3. Kontinuitas pengaliran ... 32

IV.1.4. Tekanan air di pipa pelanggan ... 34

IV.2. Kinerja Aspek Pelayanan Pelanggan ... 36

IV.2.1. Jumlah penduduk yang dilayani ... 36

IV.2.2. Kapasitas belum dimanfaatkan ... 38

IV.2.3. Penggantian meter air ... 39

IV.2.4. Kecepatan penyambungan baru ... 39

IV.2.5. Kecepatan merespon keluhan pelanggan ... 40

IV.2.6. Kepuasan pelanggan ... 41

IV.3. Kinerja Aspek Keuangan ... 43

IV.3.1. Rasio biaya operasi ... 43

(5)

tempo ... 50

IV.3.5. Rasio pengembalian hutang jangka pendek ... 52

IV.3.6. Tingkat pengembalian aktiva tetap bersih ... 53

IV.3.7. Biaya operasional per M3 air terjual ... 54

IV.3.8. Rata-rata harga air per M3 ... 56

IV.3.9. Pemulihan biaya ... 56

IV.3.10. Jangka waktu penagihan ... 58

IV.4. Aspek Pengelolaan Usaha ... 60

IV.5. Aspek Sumber Daya Manusia ... 62

IV.6. Aspek Akses Masyarakat Miskin ... 63

Bab V Review Kinerja Dengan Atau Tanpa Implementasi KPS ... 70

V.1. Perluasan Pelayanan ... 70

V.2. Efisiensi Operasional ... 79

V.3. Kualitas Pelayanan ... 81

V.4. Tarif Pelayanan ... 83

V.5. Program Khusus untuk Melayani Masyarakat Miskin ... 86

V.6. Konservasi Lingkungan ... 87

Bab VI Penutup ... 88

(6)

Gambar I.1. Peta lokasi studi kasus ... 4

Gambar III.1. Sumber air dengan zona-zona pengaliran PDAM Tirta Pakuan ... 16

Gambar III.2. Komposisi pelanggan PDAM Tirta Pakuan Tahun 2007 ... 18

Gambar III.3. Peta lokasi waduk-waduk di Pulau Batam ... 23

Gambar III.4. Komposisi pelanggan ATB per September 2008 ... 24

Gambar IV.1. Tingkat kehilangan air PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 27

Gambar IV.2. Persepsi kualitas air oleh pelanggan PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 31

Gambar IV.3. Kontinuitas pengaliran (persepsi pelanggan) PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 32

Gambar IV.4. Tekanan pengaliran (persepsi pelanggan) PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 34

Gambar IV.5. Perbandingan kinerja aspek teknis ... 35

Gambar IV.6. Cakupan pelayanan PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 36

Gambar IV.7. Waktu penyambungan baru PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 39

Gambar IV.8. Kecepatan merespon keluhan PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 41

Gambar IV.9. Tingkat kepuasan pelanggan PDAM Tirta Pakuan vs ATB .... 42

Gambar IV.10. Perbandingan kinerja aspek pelayanan pelanggan ... 43

Gambar IV.11. Rasio biaya operasi PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 44

Gambar IV.12. Pendapatan dan biaya operasi PDAM Tirta Pakuan vs ATB .. 45

Gambar IV.13. Komponen biaya-biaya langsung usaha PDAM Tirta Pakuan 45 Gambar IV.14. Komponen biaya-biaya langsung operasi ATB ... 46

Gambar IV.15. Komponen biaya-biaya umum dan administrasi ATB ... 47

Gambar IV.16. Rasio biaya pegawai PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 48

Gambar IV.17. Biaya pegawai PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 48

Gambar IV.18. Rasio biaya energi PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 49

Gambar IV.19. Biaya energi PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 49

Gambar IV.20. Rasio kemampuan membayar hutang yang jatuh tempo PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 50

Gambar IV.21. Laba dan Angsuran pokok dan bunga jatuh tempo PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 51

(7)

Gambar IV.24. Tingkat pengembalian aktiva tetap bersih PDAM Tirta

Pakuan vs ATB ... 53

Gambar IV.25. Laba operasional dan nilai aktiva tetap PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 54

Gambar IV.26. Biaya operasional per M3 air terjual PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 55

Gambar IV.27. Biaya langsung usaha dan air tercatat dalam rekening PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 55

Gambar IV.28. Rata-rata harga air per M3 PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 56

Gambar IV.29. Pemulihan biaya PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 57

Gambar IV.30. Penyesuaian Tarif PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 57

Gambar IV.31. Jangka waktu penagihan PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 59

Gambar IV.32. Perbandingan kinerja aspek keuangan ... 59

Gambar IV.33. Rasio karyawan/1000 pelanggan PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 62

Gambar IV.34. Produktivitas karyawan PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 63

Gambar IV.35. Penghasilan bulanan pelanggan PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 68

Gambar V.1. Pertumbuhan pelangganm PDAM Tirta Pakuan vs ATB ... 71

Gambar V.2. Total investasi ATB tahun 1997 – 2006 ... 74

Gambar V.3. Sumber air yang diakses masyarakat non-pelanggan ... 76

Gambar V.4. Sumber air yang diakses masyarakat non-pelanggan PDAM Tirta Pakuan dan ATB untuk kebutuhan mandi, cuci dan gelontor toilet ... 77

Gambar V.5. Kepuasan terhadap sumber air yang diakses masyarakat ... 78

Gambar V.6. Keinginan masyarakat non-pelanggan PDAM Tirta Pakuan vs ATB yang ingin menjadi pelanggan ... 78

(8)

Tabel III.1. Kapasitas produksi (disain dan operasional) PDAM Tirta Pakuan ... 16 Tabel III.2. Struktur tarif PDAM Tirta Pakuan Tahun 2008 ... 18 Tabel III.3. Kapasitas waduk dan produksi (disain dan operasional) ATB .... 24 Tabel III.4. Struktur tarif ATB per Januari 2008 ... 25 Tabel V.1. Perbandingan tarif pelanggan domestik PDAM Tirta

Pakuan vs ATB ... 85 Tabel V.2. Perbandingan tarif pelanggan MBR PDAM Tirta

Pakuan vs ATB ... 86

(9)

AMDK : Air Minum Dalam Kemasan ATB : Adhya Tirta Batam

BIDA : Batam Industrial Development Authority

BOT : Build Operate Transfer

BPPSPAM : Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

BUMD : Badan Usaha Milik Daerah

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPU : Departemen Pekerjaan Umum

FGD : Focus Group Discussion

GCG : Good Corporate Governance

IPA : Instalasi Pengolahan Air

IRR : Internal Rate of Return

Kepmendagri : Keputusan Menteri Dalam Negeri

KK : Kepala Keluarga

KPS : Kerjasama Pemerintah dan Swasta

MDG : Millennium Development Goal

NRW : Non-revenue water

NWG : National Working Group

OB : Otorita Batam

PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum Pemko : Pemerintah Kota

Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri PP : Peraturan Pemerintah

PSP : Private Sector Participation

RT : Rumah Tangga

RULI : Rumah Liar

SL : Sambungan Langganan

TAHU : Terminal Air dan Hidran Umum

WHO : World Health Organization

WTP : Water Treatment Plant

(10)

Bab I

Pendahuluan

PENDAHULUAN

TIRTA PAKUAN DAN

ADHYA TIRTA BATAM

I.1. Latar Belakang

Pengelolaan infrastruktur air minum oleh sektor swasta melalui mekanisme

private sector participation (PSP) telah menjadi kecenderungan global.

Khususnya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, pertimbangan-pertimbangan yang umumnya mendasari dilibatkannya swasta adalah untuk mengatasi kesenjangan anggaran publik (Pemerintah) dalam membiayai investasi infrastruktur, serta merupakan upaya untuk meningkatkan dan mengoptimalkan proses produksi hingga distribusi layanan yang sudah ada. Pertimbangan yang pertama berasumsi bahwa PSP memiliki kemampuan memobilisasi modal investasi pihak swasta, sedangkan yang kedua meyakini bahwa dengan keahlian/keterampilan teknis dan manajerial yang dibawanya, sektor swasta diharapkan bisa lebih baik atau efisien dibanding sektor publik dalam menyediakan layanan serupa.

Secara konseptual PSP bisa dilakukan mulai dari skema yang sederhana seperti outsourcing hingga pola-pola Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk keterlibatan swasta yang lebih luas dan kompleks. Namun praktek di banyak negara mengindikasikan skema konsesi (concession

contract) lebih diminati dibandingkan skema KPS yang lain. Hal itu

dikarenakan konsesi mampu mengakomodasi semua manfaat yang ditawarkan pola KPS seperti management contract dan lease yang lebih fokus pada perbaikan kinerja dan peningkatan efisiensi tapi tidak melibatkan investasi secara fisik, serta BOT (build-operate-transfer) yang memiliki fitur utama pada investasi fisik untuk peningkatan kapasitas. Dengan memilih skema konsesi, Pemerintah menyerahkan tanggungjawab dan kewenangan kepada swasta untuk mengoperasikan dan memelihara sistem infrastruktur termasuk kewajiban untuk membiayai dan mengelola investasinya. Kecuali adanya pembatasan jangka waktu kerjasama, karakteristik skema konsesi membuatnya hampir tidak bisa (hanya jika mau dipersepsikan seperti itu) dibedakan dengan konsep swastanisasi penuh (full privatization) yang lebih dikenal dengan divesture.

(11)

Namun dominasi skema konsesi di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang lebih sering memunculkan kontroversi. Hal itu dipicu oleh ketidakberhasilan konsorsium-konsorsium swasta yang menerima konsesi layanan air minum dalam mencapai standar kinerja yang disyaratkan, sehingga menjadi dasar yang beralasan bagi para pihak yang menolak mekanisme PSP secara keseluruhan pada sektor air minum. Kelompok anti PSP ini (di satu pihak) berpandangan bahwa sektor swasta tidak lebih baik dari penyedia publik. Namun di saat yang sama, terhampar fakta yang tidak bisa dihindari bahwa sebagian besar Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) berada dalam kondisi yang cukup memprihatinkan, ditinjau dari berbagai aspek seperti teknis, finansial dan manajerial. Kelompok yang pro PSP ini (di lain pihak) melihat PSP sebagai sebuah solusi yang relevan untuk mengatasi ketidak-berdayaan keuangan dan ketidak-efisienan operasional PDAM, dengan harapan pihak swasta bisa lebih baik dari PDAM (sebagai respresentasi penyedia layanan air minum oleh publik).

Untuk itu National Working Group (NWG) The Water Dialogues Indonesia yang merupakan Kelompok Kerja Nasional di Indonesia dan dibentuk pada tahun 2005 dengan tujuan melakukan kajian atas pelaksanaan KPS di Bidang Air Minum merasa perlu melakukan riset yang lebih seimbang dalam menilai penyelenggaraan air minum dengan atau tanpa implementasi KPS. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman multistakeholder atas berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dalam penyelenggaraan pelayanan air minum dengan atau tanpa KPS. Secara garis besar penelitian yang dilakukan adalah bersifat eksploratif dengan menyusun pertanyaan-pertanyaan penelitian yang relevan untuk mendapatkan jawaban melalui penelitian studi kasus. Diharapkan bahwa hasil penelitian ini bisa menjadi dasar dalam menyusun kegiatan-kegiatan penelitian kedepan yang lebih luas, dalam rangka menemukan jawaban-jawaban yang lebih komprehensif berkenaan dengan peran serta swasta dalam penyelenggaraan pelayanan air minum termasuk sektor sanitasi di Indonesia.

I.2. Tujuan Penelitian

(12)

1. Diketahuinya kinerja penyelenggaraan pelayanan air minum yang dilakukan PDAM dan pihak swasta melalui pola KPS;

2. Diketahuinya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dalam penyelenggaraan pelayanan air minum yang dilakukan oleh PDAM dan pihak swasta melalui pola KPS; dan

3. Didapatkannya gambaran kebutuhan penelitian ke depan yang lebih luas terkait implementasi KPS di sektor air minum termasuk sanitasi di Indonesia.

I.3. Batasan dan Lingkup Penelitian

Dengan membatasi kajian hanya pada concession contract yang merupakan salah satu dari skema-skema KPS yang tersedia, penelitian ini berfokus pada indikator-indikator kinerja yang meliputi: aspek teknis, pelayanan pelanggan, finansial, pengelolaan usaha, sumber daya manusia (SDM), dan akses masyarakat miskin. Aspek-aspek lain yang juga menjadi area kajian di luar indikator-indikator kinerja tersebut adalah mengenai aspek historis, lingkungan bisnis, relasi politik dan pemerintahan, hukum dan regulasi, kondisi-kondisi sosio-ekonomi masyarakat setempat, keterlibatan stakeholder dalam proses-proses pengambilan keputusan seperti pada penetapan tarif, transparansi laporan dan kontrak-kontrak kerja termasuk penilaian kinerja atau standar pelayanan minimum.

Untuk pelaksanaan kegiatan yang terarah, maka lingkup penelitian ditetapkan meliputi aktivitas-aktivitas sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi indikator-indikator kinerja dalam penyelenggaraan pelayanan air minum dengan acuan pada enam aspek kinerja yang menjadi batasan penelitian;

2. Mengumpulkan data yang diperlukan terkait indikator-indikator kinerja dari para penyedia layanan air minum yang menjadi obyek kajian, para masyarakat yang menjadi pelanggan penyedia air minum dan yang non-pelanggan di lokasi studi, termasuk para pemangku kepentingan; 3. Menganalisis secara komparatif temuan-temuan data/informasi kinerja

yang diperoleh;

4. Mengeksplorasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian-pencapaian kinerja para penyedia layanan air minum yang menjadi obyek studi;

(13)

I.4. Lokasi Studi Kasus

Penelitian dilakukan di PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor Propinsi Jawa Barat dan di PT. Adhya Tirta Batam (ATB) Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau. Kedua kota dipilih dengan pertimbangan bahwa keduanya memiliki populasi penduduk yang cukup sepadan, yakni di atas 700 ribu jiwa (tahun 2007) dengan jumlah pelanggan aktif saat ini lebih dari 75 ribu unit sambungan langganan (SL). Pertimbangan lainnya adalah kedua kota dianggap telah mewakili penyedia layanan air minum swasta (melalui implementasi KPS – Konsesi yang direpresentasikan oleh ATB di Kota Batam) dan penyedia layanan air minum non KPS (melalui PDAM Tirta Pakuan yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bogor).

Gambar I.1. Peta lokasi studi kasus

Kota Batam

Kota Bogor

(14)

Bab II

Pendekatan Studi dan MetodologiPendahuluan

PENDEKATAN STUDI DAN

METODOLOGI

II.1. Pengumpulan Data dan Metoda

Dalam studi ini, data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama, seperti hasil wawancara langsung atau melalui pengisian angket kuisioner. Sedangkan data sekunder adalah data yang tidak diperoleh secara langsung, tetapi memanfaatkan bahan-bahan atau dokumen dari pihak lain (document

review). Dalam rangka pengukuran, data kualitatif dalam studi ini adalah data

yang sifatnya menggolongkan, contohnya adalah data berskala ukur nominal dan ordinal yang diberikan untuk mewakili suatu kategori pengukuran (tinggi-sedang-rendah). Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka (numerik), termasuk di dalamnya data yang memiliki skala ukur rasio dan interval. Berikut adalah metoda-metoda pengumpulan data yang digunakan.

1) Telaah dokumen

Telaah dokumen adalah cara pengumpulan data dengan menelaah dokumen atau arsip yang diperoleh dari perusahaan, seperti laporan-laporan tahunan, laporan-laporan evaluasi kinerja, dll.

2) Survey menggunakan angket kuisioner

Angket kuisioner digunakan untuk mengumpulkan data tertulis dari sumber data atau responden. Sasaran penggunaan kuisioner adalah masyarakat yang menjadi pelanggan maupun non-pelanggan.

3) Wawancara

Wawancara dimaksudkan untuk memperkaya data/informasi sebagai pengembangan dari data yang ditemukan sebelumnya dari sumber dokumen (data sekunder). Selain itu wawancara juga ditujukan untuk melakukan validasi kepada pihak terkait yang atas data diperoleh dari proses telaah dokumen.

4) Focus Group Discussion (FGD)

FGD merupakan sebuah cara mengumpulkan pandangan maupun pendapat mengenai suatu topik tertentu dengan cara melibatkan sekelompok orang dalam suatu forum diskusi.

(15)

Dalam studi ini FGD ditujukan untuk mengkonfirmasi dan memvalidasi temuan-temuan riset yang masih bersifat pendahuluan kepada para pihak yang terkait dengan data atau informasi diperoleh. FGD ini juga dimanfaatkan untuk mengeksplorasi hal-hal yang baru yang belum sempat diperoleh melalui cara-cara pengumpulan data yang telah disebutkan sebelumnya.

II.2. Indikator Kinerja

Istilah “indikator kinerja” dalam studi ini merujuk pada definisi yang tertulis dalam Kepmendagri No. 47/1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja PDAM, yaitu tolok ukur tingkat keberhasilan dari suatu aspek. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa studi ini berfokus pada 6 (enam) aspek, dengan indikator-indikator yang digunakan sebagai berikut.

A. Aspek teknis, terdiri dari 4 (empat) indikator kinerja: 1) Tingkat kehilangan air

Indikator kinerja ini mengukur perbandingan antara selisih jumlah air yang didistribusikan dengan jumlah air yang terjual pada suatu tahun tertentu terhadap jumlah air yang didistribusikan pada tahun tersebut.

Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB.

2) Kualitas air yang disuplai

Indikator kinerja ini mengukur sejauh mana kualitas air yang diterima oleh para pelanggan telah sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku.

Metoda: Telaah dokumen, interview dan survey angket kuisioner pada pelanggan

3) Kontinuitas pengaliran

Indikator ini mengukur waktu rata-rata (jam) pengaliran air kepada para pelanggan dalam sehari sepanjang tahun

Metoda: Telaah dokumen, interview dan survey angket kuisioner pada pelanggan

4) Tekanan air di pipa pelanggan

(16)

Metoda: Telaah dokumen, interview dan survey angket kuisioner pada pelanggan.

B. Aspek pelayanan pelanggan, terdiri dari 6 (enam) indikator kinerja: 1) Jumlah penduduk yang dilayani

Indikator kinerja ini diukur dengan cara membandingan antara jumlah penduduk yang dilayani terhadap jumlah penduduk di daerah pelayanan

Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB

2) Kapasitas belum dimanfaatkan

Indikator kinerja ini meninjau produktivitas produksi untuk mengetahui kapasitas yang belum dimanfaatkan (idle capacity) Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB

3) Penggantian meter air

Indikator ini mengukur prosentase jumlah meter yang diganti dalam setahun diseluruh cabang dan unit pelayanan

Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB

4) Kecepatan penyambungan baru

Indikator ini mengukur waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh calon pelanggan untuk mendapatkan sambungan baru sejak aplikasi diajukan hingga air mengalir

Metoda: Telaah dokumen, interview dan survey angket kuisioner pada pelanggan

5) Kecepatan merespon keluhan pelanggan

Indikator ini mengukur waktu rata-rata yang diperlukan untuk merespon keluhan pelanggan, sejak keluhan disampaikan sampai dengan diselesaikan

Metoda: Telaah dokumen, interview dan survey angket kuisioner pada pelanggan

6) Kepuasan pelanggan

Indikator kinerja ini mengukur sejauh mana tingkat kepuasan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima

(17)

C. Aspek keuangan, terdiri dari 10 (sepuluh) indikator kinerja: 1) Rasio biaya operasi

Indikator kinerja ini mengukur kemampuan pendapatan operasi untuk menutup biaya operasi (tidak termasuk biaya bunga pinjaman dan penyusutan).

Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB

2) Rasio biaya pegawai

Indikator ini mengukur perbandingan antara alokasi biaya pegawai terhadap biaya operasional setiap tahunnya

Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB

3) Rasio biaya energi

Indikator ini mengukur perbandingan antara alokasi biaya energi terhadap biaya operasional setiap tahunnya

Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB

4) Rasio kemampuan membayar hutang yang jatuh tempo

Indikator kinerja ini mengukur kemampuan membayar hutang yang jatuh tempo, didefinisikan sebagai potensi laba yang dihasilkan perusahaan akan dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya untuk melakukan pembayaran angsuran pinjaman (pokok dan bunga) yang jatuh tempo.

Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB

5) Rasio pengembalian hutang jangka pendek

Indikator kinerja ini mengukur tingkat kemampuan perusahaan untuk melakukan pengembalian atas hutang jangka pendek, yang dihitung dengan cara membandingkan nilai aktiva lancar dengan kewajiban-kewajiban lancar perusahaan.

Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB

6) Tingkat pengembalian aktiva tetap bersih

Indikator ini mengukur tingkat kemampuan laba operasional dapat mengembalikan nilai aktiva tetap, yang dihitung dengan membagi laba operasional usaha dengan nilai aktiva tetap

(18)

7) Biaya operasional per M3 air terjual

Indikator ini menunjukkan besarnya biaya yang diperlukan oleh perusahaan untuk memproduksi air setiap M3. Nilai ini diperoleh dengan membagi biaya langsung usaha dengan jumlah air (M3) yang tercatat dalam rekening

Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB

8) Rata-rata harga air per M3

Indikator ini mengukur rata-rata harga air per M3 yang diperoleh dengan membagi total penjualan air (harga air) dengan jumlah air (M3) yang tercatat dalam rekening

Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB

9) Pemulihan biaya (cost recovery)

Indikator kinerja ini mengukur tingkat kemampuan pendapatan operasional perusahaan dalam menutupi biaya operasi (termasuk biaya bunga pinjaman dan penyusutan).

Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB

10) Jangka waktu penagihan

Indikator kinerja ini mengukur lamanya waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk menagih piutang rekening air.

Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB

D. Aspek pengelolaan usaha

Indikator kinerja ini mengukur secara kualitatif aspek-aspek yang penting dalam pengelolaan suatu perusahaan, terutama yang terkait dengan implementasi tata kelola perusahaan yang baik atau GCG

(good corporate governance)

Metoda: Telaah dokumen dan interview dengan manajemen PDAM Tirta Pakuan dan ATB

E. Aspek sumber daya manusia (SDM):

(19)

F. Aspek akses masyarakat miskin:

Indikator kinerja ini mengukur apakah para penyedia layanan air minum juga memberikan pelayanan khusus bagi masyarakat miskin, diantaranya dengan membandingkan jumlah pelanggan yang masuk kategori masyarakat miskin terhadap jumlah semua pelanggan aktif, serta membandingkan jumlah masyarakat miskin yang terlayani terhadap jumlah penduduk di area pelayanan. Indikator kinerja ini juga mencari tahu apakah tarif yang dibebankan para penyedia layanan air minum dapat dijangkau oleh masyarakat miskin.

Secara ringkas, prinsip keterjangkauan tarif yang digunakan dalam studi ini adalah sesuai dengan PerMendagri No. 23 Tahun 2006, yaitu tidak melampaui 4 (empat) persen dari total pendapatan masyarakat pelanggan.

Metoda: Telaah dokumen, interview dan survey angket kuisioner kepada pelanggan dan non-pelanggan

II.3. Pendekatan dalam Review Kinerja

Pada bagian pendahuluan telah dinyatakan bahwa penelitian ini bermaksud menyediakan gambaran yang seimbang mengenai kondisi-kondisi faktual penyelenggaraan pelayanan air minum yang dilakukan penyedia publik yang direpresentasikan oleh PDAM, dibandingkan dengan penyedia swasta melalui implementasi KPS. Penelitian ini dilakukan untuk menjembatani perbedaan pendapat yang tajam terkait dengan kebijakan Pemerintah untuk melakukan “privatisasi” pengelolaan layanan air minum dengan pola-pola KPS. Kelompok yang menolak KPS (di satu pihak) beranggapan bahwa pihak swasta tidak lebih baik dari penyedia publik. Sedangkan kelompok yang pro (di lain pihak) melihat KPS sebagai sebuah solusi relevan dengan harapan bahwa pihak swasta akan bisa lebih baik dari PDAM.

Argumen para pihak yang menentang “privatisasi” adalah bahwa sifat pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya tidak cocok dilakukan oleh swasta. Argumen1 yang lainnya adalah:

 Kontrak-kontrak yang dilakukan dengan swasta dapat menimbulkan

hidden-cost karena kurangnya informasi, pengawasan serta lelang

yang sering bersifat terbatas.

1

(20)

 Terdapat kondisi yang tidak memungkinkan untuk menciptakan kompetisi bagi pelaksanaan oleh pihak ketiga, sehingga privatisasi menjadi lebih rumit dari yang dibayangkan.

 Tidak ada indikasi bahwa perusahaan swasta lebih akuntabel, karena yang lebih sering terjadi adalah sebaliknya.

 Privatisasi tidak memiliki track record keberhasilan, karena yang dimiliki privatisasi hanya risiko/bahaya dan kegagalan.

 Perusahaan swasta seringkali tidak memenuhi standar operasi, namun mengeksploitasi harga layanan tanpa banyak menanggung konsekuensi dari kenaikan tersebut.

 Penyediaan kepentingan publik yang diberikan kepada swasta tetapi cenderung bersifat monopoli alamiah akan mengarah pada penerapan tarif tinggi dan pelayanan terfokus hanya pada penduduk yang dapat membayar.

 Air minum adalah hak asasi, sehingga tidak tepat jika pihak swasta dibiarkan mendapat keuntungan dari penyediaan air minum bagi penduduk miskin.

Pandangan-pandangan lain yang juga menjadi kekhawatiran pihak-pihak yang menentang keterlibatan sektor swasta dalam pengelolaan infrastruktur (secara umum) adalah persepsi bahwa kebijakan privatisasi akan membahayakan penduduk miskin, dan dipromosikan untuk kepentingan pihak asing.

Di lain pihak, para pihak yang mendukung kebijakan privatisasi menyatakan bahwa perusahaan swasta memiliki kecenderungan lebih efisien dibandingkan Pemerintah, dalam hal skala ekonomis dan produktivitas pegawai. Pendapat-pendapat2 lain yang terkait adalah:

 Pihak swasta dapat menyediakan modal.

 Meningkatnya keterlibatan swasta akan menguntungkan penduduk yang belum terjangkau khususnya penduduk miskin.

 Sektor publik dipandang tidak efisien, kelebihan pegawai, korupsi, terbuka bagi intervensi politik, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan konsumen.

 Tarif rendah tidak menjamin keterjangkauan bagi penduduk miskin, yang ada malah mengabaikan penduduk miskin.

 Regulasi yang independen dan pemberian konsesi melalui proses yang kompetitif akan menghalangi penyalahgunaan kewenangan.

2

(21)

Hal lain yang dilihat sebagai alasan untuk mendorong privatisasi penyediaan layanan air minum, yaitu (i) kondisi infrastruktur yang sudah tua sehingga membutuhkan dana investasi yang besar, baik untuk pemeliharaan maupun penggantian baru; (ii) perubahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang tidak disertai dengan dana yang memadai; serta (iii) kurangnya keinginan politik yang disebabkan investasi air minum tidak terlihat langsung (invisible infrastructure), sementara peningkatan tarif merupakan langkah yang tidak populer.

Kedua kutub argumen di atas tentunya perlu dijembatani dengan pendekatan yang tidak memihak. Meskipun lingkup riset telah menyebutkan 6 (enam) aspek kinerja, hal itu tidak bisa langsung digunakan untuk mereview dan memproduk pernyataan mengenai “keberhasilan” atau “kegagalan” salah satu perusahaan dibanding dengan yang lain. Itu dikarenakan secara obyektif di lapangan, keberadaan sistem pelayanan air minum yang diselenggarakan oleh penyedia publik (PDAM) maupun oleh penyedia swasta (melalui KPS) memang tidak bisa diperbandingkan secara langsung.

PDAM umumnya berbentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dimiliki Pemerintah Propinsi dan Kabupaten, diserahi tanggungjawab dengan tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun penyedia swasta (melalui mekanisme KPS – konsesi), umumnya berbentuk konsorsium atau perusahaan patungan yang memang secara khusus didirikan untuk menerima konsesi dari Pemerintah, selain tunduk pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia, terdapat kondisi-kondisi khusus seperti kontrak kerjasama yang mengikat dan memiliki kekuatan hukum bagi para pihak yang menandatanganinya.

(22)

1. Perluasan pelayanan

Infrastruktur air minum merupakan kesatuan sistem fisik dan non-fisik. Ini berarti bahwa perluasan pelayanan memerlukan investasi fisik dan non-fisik, namun tidak hanya di sistem produksi tapi juga distribusi. Rendahnya cakupan pelayanan yang sering dikaitkan dengan ketidak-berdayaan keuangan PDAM dan keterbatasan anggaran Pemerintah telah menjadi salah satu pertimbangan yang sangat penting untuk mengundang keterlibatan sektor swasta. Pertanyaannya, apakah KPS memang bisa memobilisasi modal investasi swasta untuk memperluas pelayanan air minum di area konsesi? Sebaliknya, tanpa keterlibatan swasta melalui skema-skema KPS, apakah PDAM bisa memperluas pelayanannya?

2. Efisiensi operasional

Ini terkait dengan argumen bahwa penyediaan layanan air minum oleh sektor publik tidak efisien. Pertanyaannya, apakah penyedia swasta melalui KPS memang cenderung lebih efisien dan sebaliknya PDAM yang merepresentasikan penyedia publik tidak bisa efisien dalam penyelenggaraan usahanya?

3. Kualitas pelayanan

Kualitas pelayanan mungkin suatu penyataan yang bisa memiliki makna sangat luas. Namun salah satu argumen penting yang menjadi pertimbangan untuk melibatkan swasta dalam penyediaan layanan air minum adalah bahwa penyedia swasta dipandang lebih tanggap terhadap kebutuhan pengguna. KPS juga diyakini bisa memfasilitasi adanya inovasi. Pertanyaannya, apakah penyedia swasta cenderung lebih inovatif dan kualitas pelayanannya lebih baik, jika dibandingkan dengan penyelenggaraan pelayanan air minum yang dilakukan sendiri oleh PDAM tanpa KPS?

Agar berimbang maka review juga diarahkan pada argumen-argumen yang menentang kebijakan Pemerintah untuk melakukan privatisasi pelayanan air minum, sebagai berikut:

1. Tarif pelayanan

(23)

2. Program khusus untuk melayani masyarakat miskin

Ini terkait dengan pernyataan bahwa pihak swasta lebih berorientasi pada profit yang berdampak pada “cherry-picking”, dalam hal ini hanya melayani pelanggan yang dinilai akan mendatangkan profit dan mengabaikan layanan kepada masyarakat miskin yang potensi profitnya kecil. Namun isu ini mungkin masih berkaitan dengan “tarif pelayanan” sebelumnya. Untuk itu review pada isu ini semakin spesifik dan hanya fokus pada layanan bagi masyarakat miskin.

3. Konservasi lingkungan

Ini berkaitan dengan kekhawatiran terjadinya degradasi lingkungan karena eksplotasi yang berlebihan terhadap sumber air oleh penyedia layanan air minum, namun mengabaikan kewajiban untuk melakukan konservasi.

(24)

Bab III

Gambaran Umum PDAM Tirta Pakuan dan Adhya Tirta Batam

GAMBARAN UMUM PDAM TIRTA

PAKUAN DAN ADHYA TIRTA BATAM

III.1. PDAM Tirta Pakuan

Kota Bogor yang dahulunya dikenal dengan nama Buitenzorg telah memiliki sistem pelayanan air minum sejak tahun 1918. Saat itu, Pemerintah Kolonial Belanda melalui lembaga bernama Gemeente Waterleiding Buitenzorg telah membangun sebuah sistem pelayanan air minum yang memanfaatkan sumber mata air Kota Batu yang berkapasitas 70 L/det dan berlokasi di daerah Kabupaten Bogor sekitar ±7 Km dari Kota Bogor. Sistem pelayanan air minum itulah yang kemudian menjadi cikal bakal keberadaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan Kota Bogor.

PDAM Tirta Pakuan sendiri baru didirikan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 5 Tahun 1977, tanggal 31 Maret 1977, yang kemudian disahkan dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 300/HK.011/SK/1977 tanggal 5 Juli 1977. Sejak diberlakukannya Perda No. 5 Tahun 1977, status perusahaan berbentuk badan hukum, dimana sebelum dialihkan menjadi Perusahaan Daerah, status Perusahaan Air Minum semula adalah sebagai Dinas Daerah. Oleh sebab itu maka saham PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Pemda).

Dengan sejarah yang sangat panjang, saat ini PDAM Tirta Pakuan relatif telah memiliki sarana dan prasarana pelayanan air minum yang lebih berkembang dari saat pertama berdirinya, mulai dari bangunan penangkap air, instalasi pengolahan hingga jaringan transmisi dan distribusi. Sumber air PDAM Tirta Pakuan berasal dari 2 (dua) sumber utama, yaitu mata air dan air permukaan (sungai). Sumber mata air yang dimanfaatkan berada di 3 (tiga) lokasi, yaitu mata air Kota Batu, mata air Bantar Kambing dan mata air Tangkil. Sumber air permukaan berasal dari Sungai Cisadane, meliputi instalasi pengolahan air (IPA) Cipaku dan IPA Dekeng. PDAM Tirta Pakuan juga masih memiliki instalasi pengolahan cadangan, yakni IPA Tegal Gundil dengan kapasitas 20 L/det. Seperti yang terlihat dalam Tabel III.1. total kapasitas produksi PDAM Tirta Pakuan saat ini adalah sebesar 1270 L/det.

(25)

Tabel III.1. Kapasitas produksi (disain dan operasional) PDAM Tirta Pakuan

No Sumber air/Instalasi Kapasitas disain

(L/det)

Operasional3 (L/det)

1 Mata air Kota Batu 70 50

2 Mata air Bantar Kambing 170 138

3 Mata air Tangkil 170 146

4 IPA Cipaku 240 296

5 IPA Dekeng 600 603

6 IPA Tegal Gundil 20 -

Total 1.270 1.234

Sumber: PDAM Tirta Pakuan (Data Tahun 2007)

Dari sumber-sumber air seperti tersebut di atas, PDAM Tirta Pakuan melayani para pelanggannya dengan sistem zona sebagaimana terlihat pada Gambar III.1. berikut ini.

Gambar III.1. Sumber air dengan zona-zona pengaliran PDAM Tirta Pakuan (Sumber: PDAM Tirta Pakuan)

3

(26)

Keenam zona pengaliran tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut:

 Mata air Kota Batu melayani zona 6 yang meliputi Kelurahan Loji, Gunung Batu dan sekitarnya, namun sewaktu-waktu juga membantu pengaliran di zona 3.

 Mata air Tangkil, 53% melayani zona 1 yang mencakup pelanggan di Kelurahan Katulampa, Tajur dan sekitarnya, sedangkan 47% lainnya untuk melayani zona 4 melalui reservoir Padjajaran.

 Mata air Bantar Kambing, 14% melayani zona 2 (Cipaku) dan 86% yang lain untuk membantu melayani pelanggan zona 3 melalui reservoir Cipaku.

 IPA Dekeng melayani zona 4 yang meliputi pelanggan di Kelurahan Babakan, Sempur dan sekitarnya.

 IPA Cipaku melayani zona 3 meliputi para pelanggan yang berada di Kelurahan Empang, Batu Tulis dan sekitarnya.

Terkait sistem pendistribusian, dengan memanfaatkan kondisi topografi yang memang mendukung, pendistribusian air di PDAM Tirta Pakuan sebagian besar menggunakan sistem gravitasi dari reservoir yang selain berfungsi sebagai bak penampung juga sebagai pusat distribusi. Hingga saat ini terdapat tiga buah reservoir yang merupakan komponen utama jaringan distribusi. Reservoir Cipaku dengan kapasitas 9.000 M3 untuk menampung produksi dari mata air Bantar Kambing dan IPA Cipaku. Reservoir Pajajaran dengan kapasitas 12.000 M3 untuk menampung produksi dari mata air Tangkil dan IPA Dekeng, sedangkan reservoir Rancamaya yang memiliki kapasitas sebesar 3.000 M3 digunakan untuk menampung produksi dari mata air Tangkil. Secara umum, kondisi pipa distribusi yang terpasang tahun 1918 sampai dengan saat ini terutama jenis ACP sudah banyak yang mengalami kerusakan pada sambungan (coupling).

(27)

1,685 [2%] 2,000 [3%] 306 [0,4%]

16,254 [22%] 42,979 [57%]

10,602 [14%] 442 [1%]

720 [1%]

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000

Jum lah pelanggan [∑ = 74.988] Sosial Umum

Sosial Khusus

Rumah Tangga A

Rumah Tangga B

Rumah Tangga C

Instansi Pemerintah

Niaga Kecil / Industri Kecil

Niaga Besar / Industri Besar

Gambar III.2. Komposisi pelanggan PDAM Tirta Pakuan Tahun 2007 (Sumber: PDAM Tirta Pakuan)

Kelompok-kelompok pelanggan tadi dibedakan sesuai dengan tarif air minum yang dibebankankan kepada mereka. Tarif termurah diberikan kepada para pelanggan di kelompok sosial sedangkan yang tertinggi dibebankan kepada pelanggan yang masuk dalam kelompok niaga besar. Tabel III.2. menyajikan struktur tarif PDAM Tirta Pakuan berdasarkan Peraturan Walikota Bogor No. 9 Tahun 2008, yang merupakan penyesuaian dari tarif sebelumnya sesuai Peraturan Walikota Bogor No. 6 Tahun 2006.

Tabel III.2. Struktur tarif PDAM Tirta Pakuan Tahun 2008

Kelompok Golongan Pelanggan

Pemakaian Air

0 – 10 m3 (Rp/m3) > 10 m3 (Rp/m3)

I Sosial Umum (SU) 300 500

II Sosial Khusus (SK) 650 1.300

III

Rumah Tangga A (RA) 950 1.950

Rumah Tangga B (RB) 1.200 2.900

Instansi Pemerintah (IP) 4.500 5.800

Rumah Tangga C (RC) 3.000 5.000

IV Niaga Kecil (NK) 4.600 7.300

Niaga Besar (NB) 6.700 9.000

(28)

Kotak 1.

Gambaran Umum Kota Bogor

Geografi dan Kependudukan

Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada didalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dan hanya berjarak lebih kurang 50 Km dari pusat pemerintahan Indonesia, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Secara keseluruhan Kota Bogor yang dibatasi oleh Kabupaten Bogor memiliki luas sekitar 11.850 Ha, dan secara administratif dibagi menjadi 6 (enam) wilayah kecamatan dengan 68 kelurahan.

Pada tahun 2007 jumlah penduduk Kota Bogor telah mencapai 879.138 jiwa. Jumlah ini

mengalami peningkatan sebesar 74%

dibandingkan tahun 1998 yang berjumlah 506.381 jiwa. Dengan luas kota yang mencapai 118,50 Km2, maka kepadatan penduduk di Kota Bogor adalah 7,42 jiwa/Km2. Secara garis besar tren pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Bogor bisa dilihat pada Gambar III.2. di halaman berikut.

Kondisi Perekonomian

Indikator makro perekonomian bisa dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tahun 2001, PDRB Kota Bogor pada harga konstan sebesar Rp. 1.209.642 dan harga berlaku Rp. 2.954.164. Tahun 2002, harga konstan Rp. 1.279.881 dan harga berlaku Rp.

(29)

Kotak 1.

Gambaran Umum Kota Bogor

Iklim dan Topografi

Jumlah curah hujan rata-rata di wilayah Kota Bogor berkisar antara 3.000 sampai 4.000 mm/tahun. Curah hujan bulanan berkisar antara 250 – 335 mm dengan waktu curah hujan minimum terjadi pada Bulan September sekitar 128 mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi di Bulan Oktober sekitar 346 mm. Temperatur rata-rata wilayah Kota Bogor berada pada suhu 2600 C, sedangkan temperatur tertinggi sekitar 30,400 C dengan kelembaban udara rata-rata kurang lebih 70%. Wilayah Kota Bogor dialiri oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, dengan tujuh anak sungai. Secara keseluruhan anak-anak sungai yang ada tersebut membentuk pola aliran paralel-subparalel sehingga mempercepat waktu mencapai debit puncak (time to peak) pada Sungai Ciliwung dan Cisadane sebagai sungai utama. Aliran-aliran sungai tersebut pada umumnya dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Kota Bogor sebagai sumber air baku. Selain beberapa aliran sungai, di wilayah Kota Bogor juga terdapat beberapa mata air yang pada umumnya dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari.

Sumber: Rencana Strategis Kota Bogor 2005-2009

III.2. Adhya Tirta Batam

Kota Batam relatif memiliki sejarah sistem pelayanan air minum yang masih baru dibandingkan Kota Bogor. Pada mulanya Badan Otorita Batam (OB) telah secara aktif mengelola air bersih dan memelihara bendungan/waduk termasuk catchment area sejak tahun 1978. Pada saat itu OB juga telah mengelola sistem pelayanan air bersih yang mencakup instalasi pengolahan hingga jaringan distribusi. Baru pada tahun 1995, OB menyepakati perjanjian konsesi dengan konsorsium PT. Adhya Tirta Batam (ATB) untuk mengelola pelayanan air bersih di Kota Batam.

(30)

Kotak 2. Concession Agreement

Principles:

 Infrastructure to be expanded to: - Provide > 90% coverage

- Meet water demand for duration of concession  Concessionnaire to arrange all finance:

 Tariffs to be reviewed as part of annual review of the business  Cross Subsidy principle to be applied to Tariffs

 ATB has “Exclusive License” to abstract treat and distribute water throughout the island

Responsibilities (ATB):

 Continually develop infrastructure throughout concession period  Raise capacity, quality and service levels to international standard  Use appropriate technology

 Make payments to government for assets rental, raw water and royalties  Reduce and maintain leakage levels at economic sustainable level

Responsibilities (BIDA):

 Manage catchments areas and raw water resources  Acquire land and obtain necessary licences

 Agreeing some key input parameters for annual review: - Growth

- New Development trends - Performance standards

 Agree annual Business plans and Tariff adjustment  Monitoring Performance

Sumber: ATB

(31)

Secara umum konsesi yang diberikan meliputi: pengelolaan, pengoperasian dan perawatan fasilitas lama (sebelum konsesi); pembangunan fasilitas baru beserta kelengkapannya yang dibutuhkan untuk tambahan pasokan air bersih; pengelolaan, pengoperasian dan perawatan fasilitas baru. Kewajiban-kewajiban keuangan yang harus dibayarkan oleh perusahaan pemegang konsensi adalah sewa tetap, pembayaran air baku, royalti kepada OB, dan kepada pemerintah berupa pajak. Setelah konsesi berakhir, seluruh asset yang ada diserahkan kembali kepada OB.

Sistem Pelayanan Air Minum

Pengaruh resapan air laut yang sangat tinggi dan kedalaman muka air tanah tergolong dangkal membuat pH air yang terdapat di kawasan Pulau Batam berkisar antara 5 – 6,8. Oleh karena itu air tanah yang berada di wilayah-wilayah Pulau Batam baru dapat dimanfaatkan sebagai air minum dengan terlebih dahulu harus dinetralisir keasamannya. Keadaan ini membuat alternatif sumber air baku bagi masyarakat menjadi terbatas karena masyarakat kebanyakan tidak tidak dapat langsung memanfaatkan air tanah untuk air minum.

Persedian air di Pulau Batam juga berhubungan dengan ketersediaan air dari aliran sungai. Terdapat banyak sungai-sungai kecil dengan aliran pelan atau debit yang kecil melalui kawasan yang berkelerengan rata-rata kurang dari 16% dengan hutan-hutan serta semak belukar yang lebat. Aliran-aliran sungai dapat berasal dari mata air yang terdapat di setiap rekahan tanah, dan aliran sungai musiman yang hanya sebagai penyalur curah hujan di suatu kawasan. Area cekungan di wilayah Batam dimanfaatkan sebagai waduk cadangan sumber air tawar. Dengan tipe topografi perbukitan berlereng 16% sampai 75% yang diselingi oleh dataran rendah sangat menguntungkan dalam pembuatan waduk sebagai cadangan air tawar. Namun sifat kemiringan lahan yang curam dan jenis tanah yang mudah longsor akibat terbebani muatan air, menjadikan beberapa kawasan di Pulau Batam menjadi kurang ideal untuk kawasan tangkapan air. Kawasan-kawasan tangkapan air di wilayah Batam cenderung diupayakan di kawasan dengan tingkat kelerengan kurang dari 16% dengan curah hujan sekitar 3,48 mm/hari.

(32)

Gambar III.3. Peta lokasi waduk-waduk di Pulau Batam (Sumber: OB)

ATB telah meningkatkan kapasitas produksinya sejalan dengan pertumbuhan Kota Batam yang sangat pesat. Pada tahun 20094, kapasitas produksi maksimum ATB adalah sebesar 2.335 L/det, atau meningkat hampir empat kali lipat sejak konsesi dimulai tahun 1995 yang sebesar 588 L/det. Secara keseluruhan, ATB mengelola dan memiliki tujuh Instalasi Pengelolaan Air (IPA) yang berada di waduk-waduk tadah hujan yang telah disebutkan tadi. Kontribusi terbesar dalam produksi air dihasilkan oleh IPA Duriangkang, yakni 1.000 L/det. Sisanya berasal dari IPA Tanjung Piayu 375 L/det, IPA Sei Ladi 270 L/det, IPA Muka Kuning 310 L/det, IPA Sei Harapan 210 L/det, dan IPA Sei Nongsa 110 L/det. IPA Baloi yang berkapasitas 60 L/det tetap beroperasi selama tahun 2007 namun dengan kualitas air yang buruk, sehingga menelan biaya produksi tertinggi karena tingginya kebutuhan klorin untuk disinfeksi sebelum dialirkan ke jaringan distribusi5.

4

ATB Presentation dalam rangka kunjungan Badan Regulator Air Minum DKI Jakarta, 29 Januari 2009

5

(33)

Tabel III.3. Kapasitas waduk dan produksi (disain dan operasional) ATB

No Waduk/Instalasi Kapasitas waduk

(L/det)

Kapasitas disain (L/det)

Operasional (L/det)

1 Baloi 30 60 40

2 Harapan 210 210 200

3 Ladi 270 270 270

4 Muka Kuning 310 310 300

5 Nongsa 60 110 60

6 Piayu

3.000 375 340

7 Duriangkang 1.000 950

Total 3.880 2.335 2.160

Sumber: ATB (Data Tahun 2009)

Sistem distribusi ATB dilakukan dengan memadukan penggunaan sistem pemompaan dan gravitasi disesuaikan kondisi topografi daerah pelayanan. Sistem distribusi terbagi atas sistem perpipaan dan reservoir distribusi yang berupa suatu tangki untuk menanggulangi kebutuhan air saat kegiatan puncak dan menampung air pada saat pemakaian air minimum. Umumnya, pengaliran air dari reservoir ke daerah pelayanan menggunakan sistem pemompaan, dengan pertimbangan topografi daerah pelayanan yang relatif datar, sehingga bila menggunakan sistem gravitasi tidak akan efektif. Dengan sistem yang dimilikinya, diketahui bahwa per September 2008, jumlah pelanggan ATB telah mencapai 136.065 Sambungan Langganan (SL), dengan komposisi seperti terlihat pada Gambar III.4.

1,366 [1%] 1,276 [1%]

13,336 [10%]

120,087 [88%]

0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000

Jum lah pelanggan [∑ = 136.065]

Domestic

Commercial

Industrial

Other

(34)

Kelompok-kelompok pelanggan tadi dibedakan sesuai dengan tarif air minum yang dibebankankan kepada mereka. Tabel III.4. menyajikan struktur tarif ATB berdasarkan SK Ketua Otorita Batam No. 106/KPTS/KA/XII/2007 tanggal 17 Desember 2007, yang berlaku per Januari 2008.

Tabel III.4. Struktur tarif ATB per Januari 2008

No Golongan Pelanggan Tarif per M

3

(Rp.) sesuai pemakaian bulanan (M3)

0 – 10 M3 11 – 20 M3 21 – 30 M3 31 – 40 M3 > 40 M3

I Sosial Umum 920 920 920 1.800 1.800

Sosial Khusus 920 920 920 1.800 1.800

II

Low Cost Housing 650 650 960 1.800 1.800

Housing Type A 1.400 1.400 3.750 3.750 6.000

Domestic 1.700 2.150 4.100 5.500 6.700

Government House 3.800 3.800 5.000 6.000 8.000

III Niaga Kecil 5.500 6.000 7.500 10.000 10.000

Niaga Besar 6.000 7.000 8.500 11.000 11.000

IV Industri Kecil 9.000 9.000 9.000 9.000 9.000

Industri Besar 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000

V Khusus 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

Sumber: ATB

Kotak 3.

Gambaran Umum Kota Batam

Geografi dan Kependudukan

Kota Batam mempunyai posisi yang sangat strategis karena berada pada jalur pelayaran internasional dan hanya berjarak 12,5 mil laut dari Singapura. Hal itu menempatkan Kota Batam sebagai pintu gerbang lokomotif pembangunan ekonomi baik di Propinsi Kepulauan Riau maupun nasional. Berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999, maka luas wilayah Kota Batam secara keseluruhan mencapai 1.570,35 Km2, dan berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2005, dinyatakan bahwa Kota Batam terdiri dari 12 wilayah Kecamatan dan 64 Kelurahan.

(35)

Kotak 3.

Gambaran Umum Kota Batam

Namun sejak pelaksanaan Perda Kota Batam No. 2 Tahun 2001, laju pertumbuhan penduduk Kota Batam dari tahun 2001-2006 telah ditekan hingga rata-rata sebesar 6,36%. Dari data yang ada diketahui

bahwa penduduk Kota Batam sampai dengan bulan Oktober 2008 telah berjumlah 853.408 jiwa. Dari jumlah tersebut penyebarannya tidak merata sehingga mengakibatkan kepadatan penduduk per Km2 di daerah Batam sangat bervariasi.

Iklim dan Topografi

Kota Batam mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum pada tahun 2007 berkisar antara 20,80 C – 23,00 C dan suhu maksimum berkisar

antara31,20 C -32,90 C, sedangkan suhu rata-rata sepanjang tahun 2007 adalah 26,30 - 27,90 C. Kelembaban udara di Kota Batam rata-rata berkisar antara 82 – 86 %. Kecepatan angin maksimum 17 - 25 knot. Banyaknya hari hujan selama setahun di Kota Batam pada tahun 2007 adalah 222 hari dan banyaknya curah hujan setahun 2.929 mm. Permukaan tanah di Kota Batam pada umumnya dapat digolongkan datar dengan variasi disana-sini berbukit-bukit dengan ketinggian maksimum 160 M diatas permukaan laut. Sungai-sungai kecil banyak mengalir dengan aliran pelan dan dikelilingi hutan-hutan serta semak belukar yang lebat.

Indikator-indikator perkonomian Kota Batam (Batam Dalam Angka, 2008)

Indikator Ket. 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

PDRB Rp. Trilyun 16.29 18.2 19.85 22.16 25.9 29.22 33.02

Pertumbuhan Ekonomi % 6.49 7.18 7.28 7.46 7.65 7.47 7.51

Tingkat Inflasi % 12.64 9.14 4.27 4.22 14.79 4.54 4.84

Kondisi Perekonomian

PDRB Kota Batam selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2007 PDRB Kota Batam mencapai Rp. 33,02 Trilyun, meningkat sebesar 13% dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp. 29,22 Trilyun. Pertumbuhan ekonomi Kota Batam, termasuk yang tertinggi secara nasional, selalu berada di atas angka 7% dalam enam tahun terakhir. Adapun tingkat inflasi Kota Batam pada tahun 2007 (4,84%) sedikit mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 4,54%. Selengkapnya mengenai PDRB, tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi Kota Batam bias dilihat pada Tabel III.3 di halaman berikut.

(36)

Bab IV

Kinerja PDAM Tirta Pakuan dan Adhya Tirta Batam

KINERJA PDAM TIRTA PAKUAN DAN

ADHYA TIRTA BATAM

IV.1. Kinerja Aspek Teknis

Aspek kinerja teknis mencakup indikator-indikator tingkat kehilangan air atau NRW (non-revenue water), kualitas air yang disuplai, kontinuitas pengaliran serta tekanan air di pipa pelanggan.

IV.1.1. Tingkat kehilangan air

Secara umum tingkat kehilangan air yang tinggi masih menjadi persoalan yang serius di banyak PDAM di Indonesia. Ini bisa dilihat dari data BPPSPAM (2007) yang menunjukkan tingkat kehilangan air rata-rata secara nasional pada tahun 2007 yang mencapai 39%, atau sedikit mengalami peningkatan dibanding tahun 2006 yang mencapai 38,61%. Jika melihat angka tersebut maka tingkat kehilangan air yang dialami oleh PDAM Tirta Pakuan maupun ATB tentu masih lebih baik. Seperti terlihat pada Gambar IV.1, dalam sepuluh tahun terakhir (1998 – 2007), tingkat kehilangan air di kedua perusahaan tidak pernah melebihi angka rata-rata secara nasional pada tahun 2006 dan 2007.

20.0%

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

T

Gambar IV.1. Tingkat kehilangan air PDAM Tirta Pakuan vs ATB (Sumber: PDAM Tirta Pakuan dan ATB)

(37)

Perlu dicermati dari grafik pada Gambar IV.1, ada perbedaan kecenderungan tingkat kehilangan air yang terjadi di PDAM Tirta Pakuan dan ATB. PDAM Tirta Pakuan terlihat stabil dalam kisaran 29,7% – 31,7%, sedangkan ATB meskipun sangat fluktuatif tapi menunjukkan kecenderungan penurunan. Secara umum perbedaan kecenderungan tersebut bisa saja terjadi karena ketidak-samaan karakteristik NRW pada kedua perusahaan. Dari keterangan yang diperoleh diketahui bahwa NRW yang dikontribusikan oleh illegal

connection sangat dominan di ATB. Sedangkan di PDAM Tirta Pakuan,

sumber kehilangan terbesar disebabkan kebocoran fisik atau kehilangan secara teknis yang porsinya bisa mencapai 70%. Namun pihak manajemen PDAM Tirta Pakuan menyatakan bahwa mereka memilih mempertahankan tingkat kehilangan tersebut dengan maksud menjaga kontinuitas pengaliran kepada pelanggan tetap berlangsung selama 24 jam penuh dengan tekanan pengaliran air yang cukup.

Kebijakan PDAM Tirta Pakuan tersebut mungkin terlihat relevan mengingat pilihan untuk menurunkan tekanan pengaliran air memiliki kemungkinan akan mengundang usaha-usaha penyedotan air (oleh pelanggan) menggunakan pompa secara berlebihan. Jika hal itu sampai terjadi maka dampak negatifnya tentu menjadi lebih kompleks, misalnya saja kehilangan air menjadi semakin bertambah dan terjadi kontaminasi air akibat penyedotan yang berlebihan oleh pelanggan. Namun secara umum beberapa penyebab masih tingginya tingkat kehilangan air secara teknis di PDAM Tirta Pakuan adalah6:

 Masih banyaknya usia pipa yang sudah tua, yang berasal dari zaman Belanda (1918) dan Colombo Plan (1975)

 Pekerjaan pihak ketiga seperti galian yang dilakukan pihak di luar PDAM yang menyebabkan kebocoran pipa

 Kebocoran pada pipa distribusi dan pipa dinas

 Topografi Kota Bogor

Dalam rangka mengatasi kehilangan air secara teknis tersebut, PDAM Tirta Pakuan memutuskan untuk melakukan pengaturan terhadap tekanan air dengan cara memasang PRV (Pressure Reducer Valve) di daerah-daerah tertentu yang bertekanan ekstrim dengan menggunakan double setting. Penggunaan double setting bertujuan untuk mengatur tekanan tertentu sesuai dengan kebutuhan. Sebagai catatan bahwa tekanan ekstrim sangat mungkin terjadi karena kondisi topografi Kota Bogor yang memang berbukit.

6

(38)

Namun demikian penerapan PRV juga memerlukan biaya yang sangat mahal sehingga pihak PDAM Tirta Pakuan memutuskan untuk menerapkannya secara bertahap.

Adapun kehilangan air secara teknis di ATB tidak terlalu signifikan karena sistem distribusi yang dimiliki relatif lebih baru dibanding PDAM Tirta Pakuan. Terkait usaha-usaha penyambungan air ATB secara ilegal yang marak terjadi di Kota Batam, ATB dengan izin Otorita Batam (OB), mengambil inisiatif untuk mengembangankan program Kios Air guna melayani masyarakat yang tinggal di perumahan-perumahan ilegal (RULI), dengan menggandeng tokoh-tokoh masyarakat setempat. Program yang dirintis sejak tahun 2003 tersebut cukup menuai kesuksesan. Pada tahun 2006, NRW ATB telah menurun hingga 26%. Dampak signifikan dari program Kios Air tersebut sangat terlihat pada tahun 2004 karena NRW ATB pernah mencapai angka 25% setelah mencapai titik tertingginya di tahun 2002 dan 2003.

Kotak 4. Program Kios Air ATB

Tidak semua penduduk Kota Batam bisa mendapatkan air yang berkualitas baik, terutama yang diproduksi oleh ATB. Peraturan setempat (sesuai perjanjian konsesi) tidak membolehkan ATB mengalirkan air ke rumah-rumah yang ada di kawasan ilegal yang dikenal dengan sebutan RULI alias ”rumah liar”. Hal itu tentu menimbulkan polemik karena setidaknya puluhan ribu jiwa yang tinggal di RULI juga membutuhkan air seperti halnya para warga yang tinggal di kawasan legal.

Pada dasarnya penduduk RULI sudah berusaha mendapatkan air dengan cara menampung air bahwa tidak jarang air lori berasal dari parit-parit yang memang banyak ditemukan di Kota Batam.

(39)

Kotak 4. Program Kios Air ATB

Aksi pencurian tersebut tentu merugikan ATB karena jumlah air yang hilang (NRW) disebabkan air yang dicuri tersebut pasti tidak tertagih. Menyikapi hal ini, ATB bersama dengan OB mencoba mencari jalan keluar. Kepentingan bisnis untuk mengurangi NRW bukan menjadi satu-satunya pertimbangan pertimbangan. Termasuk untuk tujuan pemerataan pelayanan, kebutuhan air bersih warga ruli juga menjadi salah satu pertimbangan sehingga ATB dan Otorita memutuskan membangun kios-kios air (water kiosk) di dekat kawasan-kawasan ruli. Kios-kios ini diserahkan kepada pihak tertentu untuk dikelola.

Setidaknya ada dua syarat untuk bisa mengelola kios air, yaitu pertama, institusinya harus berbadan hukum, seperti misalnya koperasi atau CV, sehingga institusi itu bisa menjadi pelanggan legal ATB. Kedua, pengelola Kios Air harus mendapat dukungan dari penduduk ruli sekitarnya (biasanya tokoh masyarakat setempat). Selain bertujuan untuk mengurangi konflik di masa datang juga untuk memastikan bahwa penduduk ruli membeli air dari kios itu.

Ket: dari berbagai sumber

IV.1.2. Kualitas air yang disuplai

Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), terutama dalam Pasal 6, telah menyatakan bahwa air yang didistribusikan kepada masyarakat harus memenuhi syarat-syarat kualitas berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan. Terkait dengan hal ini, PDAM Tirta Pakuan maupun ATB mengklaim bahwa air yang diproduksi mereka telah memenuhi standar kualitas air minum. Namun perbedaannya, ATB diketahui menggunakan standar internasional dari WHO

(World Health Organization), sedangkan PDAM Tirta Pakuan mengacu pada

Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum, yang sejauh ini diketahui menerapkan syarat-syarat dan ketentuan yang lebih ketat dibanding WHO (standar untuk kualitas air di negara-negara berkembang).

(40)

48%

Gambar IV.2. Persepsi kualitas air oleh pelanggan PDAM Tirta Pakuan vs ATB

Terlihat bahwa pelanggan ATB cenderung lebih puas dengan kualitas air dari segi bau, sedangkan pelanggan PDAM Tirta Pakuan lebih puas dengan rasa. Dari hampir 50% pelanggan (sampel) PDAM Tirta Pakuan yang masih mengeluhkan kualitas air yang diterima, khususnya dari segi bau, hampir 100% keluhan yang disampaikan terkait dengan bau kaporit yang diterima oleh indera penciuman mereka. Lebih dari 25% pelanggan (sampel) ATB yang mengeluhkan kualitas air yang diterima (dari segi rasa), diantaranya adalah airnya keruh, berwarna kuning, bau kaporit, berpasir, dan jika dalam tiga hari bak penampung mereka tidak dikuras maka akan ditemui endapan. Sebagian besar pelanggan ATB maupun PDAM Tirta Pakuan juga mengaku bahwa mereka tidak mengetahui kalau air yang didistribusikan kepada mereka telah berkualitas air minum.

Secara umum ada beberapa hal yang perlu dicermati terkait persepsi para pelanggan (sampel) PDAM Tirta Pakuan dan ATB. Sebagian besar responden menyatakan bahwa bau dan rasa dari air yang mereka terima dari

masing-(a) aspek bau

(41)

masing pengelola air minum adalah bau dan rasa kaporit. Hal itu sebenarnya lumrah terjadi karena sangat terkait dengan penggunaan metode chlorinasi sebagai proses disinfeksi pada pengolahan air minum. Dalam hal ini tetap diperlukan sisa chlor sampai pada batas tertentu (5 mg/L berdasarkan Kepmenkes No. 907/2002) yang terkandung dalam air yang akan diterima oleh pelanggan. Untuk keperluan disinfeksi inilah maka biasanya proses pembubuhan chlorine dilakukan di reservoir. Sebab itu maka sangat wajar jika pelanggan yang berada di area-area pelayanan yang jaringan distribusinya dekat dengan reservoir akan memperoleh air dengan kandungan chlorine cukup besar (mencapai 5 mg/L). Hal inilah yang menyebabkan adanya “sensasi” bau kaporit pada air yang diterima pelanggan. Namun demikian, perlu dipahami bahwa bau kaporit tersebut bisa menjadi penanda bahwa air terbebas dari mikroorganisme. Studi ini mengindikasikan bahwa pemahaman tentang kualitas air belum sepenuhnya terserap oleh para pelanggan yang menjadi sampel.

IV.1.3. Kontinuitas pengaliran

ATB menyatakan bahwa hingga saat ini kontinuitas suplai air mereka secara penuh selama 24 jam baru mencapai 90% area pelayanan, sedangkan 10% sisanya belum. Adapun PDAM Tirta Pakuan menyatakan telah menyuplai air pada pelanggannya selama 24 jam penuh. Terkait dengan itu telah dilakukan survey kepada 150 pelanggan (sampel) PDAM Tirta Pakuan dan ATB untuk mengetahui secara langsung persepsi para pelanggan kedua penyedia air minum tersebut terhadap kontinuitas pengaliran air di rumah-rumah mereka, dengan hasil seperti terlihat pada Gambar IV.3.

(42)

Terlihat bahwa ada lebih dari 10% pelanggan (sampel) PDAM Tirta Pakuan yang mengaku bahwa mereka belum terlayani secara penuh 24 jam7. Namun berbeda dengan ATB, tidak ada pelanggan (sampel) PDAM yang menyatakan bahwa air mengalir kurang dari 6 (enam) jam. Terkait dengan temuan tersebut pihak PDAM mengkonfirmasi bahwa pada dasarnya mereka menyadari kendala dalam memberikan pelayanan kontinuitas aliran 24 jam adalah ketersediaan air baku. Oleh karena itu PDAM berupaya menindaklanjutinya dengan memasang pipa transmisi baru secara pararel untuk meningkatkan kapasitas produksi di IPA Dekeng. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan ketika air baku terpenuhi dan kapasitas produksi tercapai, maka pelayanan akan dapat diselenggarakan 24 jam penuh.

Sedangkan bagi ATB, ada sekitar 4% pelanggan (sampel) yang menyatakan bahwa air yang mengalir ke tempat mereka hanya kurang dari 6 (enam) jam setiap harinya8. Secara umum temuan tersebut sangat beralasan karena telah disampaikan sebelumnya bahwa pengaliran selama 24 jam penuh di ATB memang baru mencakup 90% wilayah. Terkait dengan masalah kontinuitas pengaliran ini pihak manajemen ATB menyatakan bahwa defisit air adalah penyebab yang utama dan kondisi ini mungkin tidak berbeda dengan yang dialami oleh PDAM Tirta Pakuan. Namun ATB menyatakan bahwa mereka memiliki program untuk meningkatkan kapasitas produksinya dengan membangun proyek IPA Duriangkang tahap III yang berkapasitas 500 L/det9. Dengan tambahan kapasitas tersebut maka tidak hanya kontinuitas pengaliran, tapi tekanan pengaliran juga diharapkan akan bisa semakin baik.

7

Temuan survey ini diperkuat oleh pernyataan beberapa peserta Focus Group Discussion PDAM Tirta

Pakuan dari perwakilan pelanggan yang digelar 25 Februari 2009 di Kota Bogor. Dalam pernyataan yang diampaikan bahwa air yang mengalir ke rumah mereka dengan debit yang relatif besar hanya terjadi hingga menjelang pukul 07.00 di pagi hari, tapi setelah itu hingga pukul 11.00 di siang hari air tidak lagi mengalir. Sebelumnya juga telah dilakukan interview dengan pihak manajemen PDAM Tirta Pakuan untuk mengkonfirmasi temuan ini dan didapat klarifikasi bahwa pada tahun 2007, sebelum membangun pipa transmisi air baku, terdapat beberapa tempat yang harus mengalami penggiliran.pengaliran. Dalam kaitan tersebut PDAM Tirta Pakuan menganggap bahwa persepsi pelanggan mungkin dipengaruhi oleh dampak dari kegiatan tersebut.

8 Fakta di lapangan mungkin lebih serius dari temuan studi ini. Batam Today tanggal 12 Juni 2008

merilis berita dengan judul “Air Mati Tiga Bulan, Warga Dapur 12 Demo ATB” dengan intisari berita: Puluhan warga Dapur 12, Kelurahan Seipelunggut, Batuaji mendatangi Kantor ATB, Batam Center, memprotes aliran air bersih ke rumah mereka yang mati sejak tiga bulan lalu. Warga yang mengaku mewakili 12 RW di Kelurahan Seipelunggut, Batuaji didampingi LSM Lembaga Pemberdayaan Masyarakat. Dalam pertemuan dengan manajemen ATB, warga meminta agar ATB menyelesaikan persoalan pasokan air bersih yang sudah tiga bulan mati ke rumah warga. Bila kran air dibuka yang keluar bukan air tapi angin, sehingga meteran tetap jalan. Warga juga mengeluhkan tentang petugas yang tidak benar dalam mencatat meteran sehingga pembayaran per bulan meningkat.

9

Disampaikan dalam Focus Group Discussion tanggal 12 Februari 2009, dihadiri oleh para pihak yang

(43)

IV.1.4. Tekanan air di pipa pelanggan

Tekanan pengaliran air di pipa pelanggan relatif tidak ada masalah yang berarti baik di PDAM Tirta Pakuan maupun di ATB. Hal itu tercermin dari hasil survey 150 pelanggan PDAM Tirta Pakuan dan ATB. Seperti terlihat pada Gambar IV.4, lebih dari 95% pelanggan (sampel) di kedua kota setuju bahwa tekanan pengaliran di pipa-pipa rumah mereka sudah mencukupi, bahkan hampir 70% pelanggan PDAM Tirta Pakuan yang menyatakan tekanan air di pipa mereka lebih dari cukup atau tinggi. Secara umum, cukupnya tekanan air bagi pelanggan PDAM Tirta Pakuan bisa dikaitkan dengan strategi penanganan kehilangan teknis yang dilakukan PDAM (hal ini telah diuraikan pada bagian indikator tingkat kehilangan air).

69%

27%

1%

3%

20%

78%

2%

0%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Tinggi

Cukup

Sangat Kurang

Tidak Menjawab

% Responden yang menjawab

PDAM Tirta Pakuan PT. ATB

Gambar IV.4. Tekanan pengaliran (persepsi pelanggan) PDAM Tirta Pakuan vs ATB

Untuk memberikan gambaran komparatif secara visual mengenai pencapaian-pencapaian kinerja kedua penyedia air minum, studi ini menawarkan “spider diagram” guna membantu memotret indikator-indikator secara bersamaan. Perlu dipahami bahwa spider diagram yang dibuat hanya untuk membantu memberikan ilustrasi, karena skala yang diberikan pada indikator yang satu tidak bisa dibandingkan dengan skala pada indikator yang lain, misal indikator tingkat kehilangan air (%) tidak bisa dibandingkan dengan (%) responden yang menjawab untuk data hasil survey. Berikut adalah aturan yang digunakan dalam penggambaran spider diagram:

(44)

 Indikator kontinuitas pengaliran dan tekanan air – lebih banyak jumlah responden yang menjawab pada kategori-kategori “baik” maka diberikan skor penuh 4 (1 – 5). Sebagai contoh: untuk kontinuitas suplai diketahui 87% pelanggan (sampel) perusahaan “X” menjawab bahwa telah pengaliran air telah berlangsung 24 jam penuh, maka kinerja perusahaan “X” ini diberi skor 4 (skor tertinggi) – sementara hanya 77% pelanggan perusahaan “Y” yang menjawab sudah 24 jam penuh. Perhitungannya: diketahui skor perusahaan “X” yaitu 4, maka skor untuk perusahaan “Y” adalah (Y/X)*4 atau (77%/87%)*4 yaitu 3,54. Diulangi kembali bahwa angka 4 dan 3,54 yang disematkan kepada kedua perusahaan hanya merupakan posisi relatif dalam spider diagram dan bukan kinerja sebenarnya jika dibandingkan dengan suatu angka acuan ideal.

 Dengan cara perhitungan yang sama dengan sebelumnya, hanya cara menilainya dibalik, indikator tingkat kehilangan air (data tahun terakhir), jumlah keluhan terhadap kualitas air ”bau dan rasa” – jika angka lebih kecil lebih maka skor yang diberikan adalah penuh 4 (1 – 5).

 Ketentuan-ketentuan di atas berlaku untuk semua “spider diagram” dalam bab ini.

Gambar

Gambar I.1. Peta lokasi studi kasus
Gambar III.3. Peta lokasi waduk-waduk di Pulau Batam
Tabel III.4. Struktur tarif ATB per Januari 2008
Gambar IV.2. Persepsi kualitas air oleh pelanggan PDAM Tirta Pakuan vs ATB
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu, perlu sebuah aplikasi yang memungkinkan manusia sebagai pengguna smartphone untuk menunjukkan lokasinya serta mencari lokasi orang lain, namun memiliki privasi

Dari segi transparansi yang ada diKelurahan Menteng sudah baik, masyarakat sudah mendapatkan setiap informasi yang mereka butuhkan walaupun masih belum memuaskan, dan

Dengan pemurnian menggunakan distilasi vakum gelombang mikro ini dihasilkan minyak nilam yang memiliki mutu lebih baik dari sebelumnya karena kadar patchouli alkohol yang

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pda tanggal 03-05 Maret 2014 di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto dengan menggunakan kuesioner terhadap 10 lansia diperoleh

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data untuk penelitian selanjutnya memperkaya riset keperawatan di Indonesia, sehingga dapat mengembangkan ilmu

Hasil: DidapatkanT6 pasien rinosinusitis tronis yang dilakukan pemeriksaan tomografi komputer sinus paranasal untuk persiapan- opirasi bedah sinus endoskopi , terdiri

Koefisien regresi X3 sebesar 0.593 menyatakan bahwa setiap kenaikan X 3 sebesar 1.00 maka akan mempengaruhi kenaikan kepuasan nasabah sebesar 0.593, demikian juga

Kurikulum Program Studi Diploma- III Teknik Kesehatan Gigi saat ini sesuai SK Rektor No.2426/H3/KR/2011 mengacu pada Standar Profesi teknisi Gigi sesuai dengan keputusan