• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HUKUM PIDANA Ruang dan Lingkup B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH HUKUM PIDANA Ruang dan Lingkup B"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

HUKUM PIDANA

Ruang dan Lingkup Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat

DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS PADA BIDANG

MATA KULIAH HUKUM PIDANA

Dosen pembimbing: Trisna Agus Brata, SH,MH

Disusun Oleh :

Nama : Purnama Kurniawan

Nim : 2160208564

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM SULTAN

ADAM BANJARMASIN

(2)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang paling dalam kami sampaikan kepada tuhan yang maha esa karena berkat limpahan dan rahmatnyalah makalah ini dapat kami selesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam masalah ini kami ingin membahas berlakunya KUHP menurut tempat, serta berlakunya hukum pidana menurut tempat diatur dalam pasal apa saja,serta contoh kasus yang terjadi di dalam masyarakat indonesia.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang berlakunya kuhp menurut tempat dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang mengikuti kuliah Hukum pidana, dalam proses pendalaman materi ini tentunya kami mendapatkan bimbingan arahan,koreksi dan saran, untuk itu kami ucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

 Trisna Agus Brata, SH, MH selaku dosen mata kuliah ''Hukum Pidana''

.

Banjarmasin, 4 maret 2017

Penyusun,

purnama kurniawan

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... 1

KATA PENGANTAR... 2

DAFTAR ISI... 3

BAB I PENDAHULUAN.………...………….. 4

1.1 Latar belakang... 4

1.2 Rumusan permasalahan... 4

1.3 Manfaat... 5

BAB II PEMBAHASAN... 6

BAB III PENUTUP... 14

(4)

A. Latar Belakang

Hukum pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya. Hukum pidana disusun dan dibentuk dengan maksud untuk diberlakukan di dalam masyarakat agar dapat dipertahankan dari segala kepentingan hukum yang dilindungi dan terjaminnya kedamaian dan ketertiban

Sumber utama dari hukum pidana di indonesia hukum yang tertulis (KUHP), disamping itu di daerah-daerah tertentu dan orang-orang tertentu hukum pidana yang tidak tertulis juga dapat menjadi sumber hukum pidana yakni apa yang disebut dengan hukum adat.

Hukum pidana adalah bagian dari hukum positif yang berlaku di suatu negara dan dibagi menurut waktu, tempat yang memuat dasar-dasar dan ketentuan-ketentuan mengenai tindakan larangan dan tindakan keharusan dan bagi siapa yang

melanggarnya diancam dengan pidana.

Dalam makalah ini maka saya akan membahas mengenai berlakunya KUHP menurut tempat

B. Rumusan masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apa saja asas-asas hukum pidana menurut tempat? 2. Apa maksud dari asas-asas tersebut?

(5)

C. Manfaat

Suatu kenyataan bahwa manusia disebut sebagai makhluk sosial dimana manusia itu tidak dapat hidup sendiri dan seiring dengan waktu mengadakan hubungan dengan sesamanya. hubungan ini terjadi karena manusia memiliki kebutuhan, dan untuk memenuhi kebutuhannya manusia tidak mungkin menjalaninya sendiri. sebagai manusia tentunya setiap orang menginginkan kebebasan, namun kebebasan tersebut tidak selalu membawa hasil yang baik,oleh karena itu harus ada aturan yang mengatur manusia agar manusia tersebut bisa diterima oleh kelompok sosialnya.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat

Pembentuk undang dapat menetapkan ruang berlakunya undang-undang yang dibuatnya. Pembentuk undang-undang-undang-undang pusat dapat menentukan ruang berlakunya undang-undang pidana terhadap tindak-tindak pidana yang terjadi di dalam atau di luar wilayah Negara sedang pembentuk undang-undang di daerah hanya terbatas pada daerahnya masing-masing. Wilayah suatu Negara itu hanya pengertian dalam hokum tata Negara. Wilayah suatu Negara meliputi : 1. Daratan Negara, 2. Peraiaran laut territorial yang lebarnya ditentukan oleh hukum internasional, 3.udara yang ada di atas wilayah Negara itu.

Mengenai ruang berlakunya peraturan-peraturan pidana menurut tempatnya dapat disebutkan beberapa azas sebagai berikut yaitu :

1. Asas Territorial (territorialiteits-beginsel) atau asas wilayah Negara

2. Asas Personal (personaliteits-beginsel) atau asas kebangsaan, asas nasional aktif atau asas subyektif

3. Asas perlindungan (bescermings-beginsel) atau asas nasional pasif

4. Asas universal (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan.

1) ASAS TERITORIAL

Azas ini terdapat dalam pasal 2 KUHP, yang berbunyi :

(7)

Azas territorial ini diperluas dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 3 KUHP, yang menyatakan bahwa “peraturan pidana Indonesia dapat diterapkan pada setiap orang yang berada diluar negeri yang melakukan suatu tindak pidana dalam perahu Indonesia.”

Pasal ini merupakan luasnya kekuasaan undang-undang pidana Republik Indonesia berlaku kepada siapa dan dimana.

Dalam hal ini dikecualikan orang-orang bangsa Asing yang menurut hokum internasional diberi hak “exterritorialiteit”, tidak boleh diganggu-gugat, sehingga ketentuan-ketentuan pidana Indonesia tidak berlaku kepadanya dan mereka itu hanya tunduk kepada undang-undang pidana negaranya sendiri. Mereka itu ialah misalnya: a. Para kepala Negara asing yang berkunjung di Indonesia dengan sepengetahuan

pemerintah kita;

b. Para korps diplomatik Negara-negara asing seperti ambassador, duta istimewa, dan lain sebagainya;

c. Para konsul seperti konsul Djenderal, konsul, wakil konsul dan agen konsul apabila memang ada perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Negara asing yang saling mengakui adanya hak tidak boleh diganggu-gugat (immuniteit diplomatic) untuk para konsul negaranya masing-masing;

d. Pasukan-pasukan tentara asing dan para anak buahkapal-kapal perang asing yang ada di bawah pimpinan langsung dari komandonya, yang dating di Indonesia atau melalui wilayah Indonesia atau melalui wilayah Indonesia dengan setahu pemerintah kita;

e. Para wakil dari badan-badan internasional seperti para utusan perserikatan bangsa-bangsa, palang merah internasional dan lain-lainnya.

Dasar berlakunya hukum adalah tempat atau wilayah negara tanpa mempersoalkan kualitas atau kewarganegaraan siapapun yang melakukan tindak pidana.

Wilayah indonesia :

(8)

· UU No. 4/PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia ---- batas-batas teritorial Indonesia lebarnya 12 mil dari titik-titik terluar dari pulau Indonesia

· Wilayah udara adalah wilayah di atas daratan dan laut Indonesia

“Dalam Indonesia” berarti di seluruh daratan wilayah Indonesia dengan ruangan udara di atas daratan itu, termasuk pula lautan sepanjang pantai sejauh 3 mil (3X1851,50 m) diukur dari pantai waktu air surut, yang biasa disebut laut territorial.

Diperluas dalam pasal 3 kuhp :

“ketentuan pidana dalam perundang-undangan indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.”

Ini merupakan pengeluasan dari apa yang ditentukan dalam pasal 2, ialah bahwa ketentuan-ketentuan pidana Indonesia juga berlaku diluar wilayah Indonesia, akan tetapi orang itu harus berbuat tindak pidana dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.

Yang dimaksud dengan kendaraan air Indonesia ialah kapal atau perahu Indonesia, lihatlah ketentuan dalam Pasal 95 KUHP, dan yang dimaksud dengan pesawat udara Indonesia lihtalah pasal 95a KUHP.

contoh kasus: pembunuhan Munir yang terjadi di pesawat garuda,dimana saat itu beliau sedang terbang ke amsterdam,namun karena beliau meninggal di pesawat indonesia,maka hukum yang berlaku saat itu adalah hukum indonesia,dan pelakunya diadili di indonesia.

2) Asas Personal (personaliteits-beginsel) atau asas kebangsaan, asas nasional aktif atau asas subyektif

Asas ini mengatakan bahwa peraturan hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik dalam negeri, maupun di luar negeri.

(9)

Asas Personal atau Asas Nasional yang aktif tidak mungkin digunakan sepenuhnya terhadap warga Negara yang sedang berada dalam wilayah Negara lain yang kedudukannya sama-sama berdaulat. Apabila ada warga Negara asing yang berada dalam suatu wilayah Negara telah melakukan tindak pidana dan tindak pidana dan tidak diadili menurut hokum Negara tersebut maka berarti bertentangan dengan kedaulatan Negara tersebut. Pasal 5 KUHP hukum Pidana Indonesia berlaku bagi warga Negara Indonesa di luar Indonesia yang melakukan perbuatan pidana tertentu Kejahatan terhadap keamanan Negara, martabat kepala Negara, penghasutan, dll.

Pasal 5 KUHP menyatakan :

“(1). Ketetentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga Negara yang di luar Indonesia melakukan : salah satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan Bab II Buku Kedua dan Pasal-Pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451. Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan itu dilakukan diancam dengan pidana.

(2). Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika terdakwa menjadi warga Negara sesudah melakukan perbuatan”.

Sekalipun rumusan pasal 5 ini memuat perkataan “diterapkan bagi warga Negara Indonesia yang diluar wilayah Indonesia”’, sehingga seolah-olah mengandung asas personal, akan tetapi sesungguhnya pasal 5 KUHP memuat asas melindungi kepentingan nasional (asas nasional pasif)karena :

Ketentuan pidana yang diberlakukan bagi warga Negara diluar wilayah territorial wilyah Indonesia tersebut hanya pasal-pasal tertentu saja, yang dianggap penting sebagai perlindungan terhadap kepentingan nasional. Sedangkan untuk asas personal, harus diberlakukan seluruh perundang-undangan hukum pidana bagi warga Negara yang melakukan kejahatan di luar territorial wilayah Negara.

Ketentuan pasal 5 ayat (2) adalah untuk mencegah agar supaya warga Negara asing yang berbuat kejahatan di Negara asing tersebut, dengan jalan menjadi warga Negara Indonesia (naturalisasi).

(10)

pelanggaran, tidak menjadi permasalahan, karena mungkin pembagian tindak pidananya berbeda dengan di Indonesia, yang penting adalah bahwa tindak pidana tersebut di Negara asing tempat perbuatan dilakukan diancam dengan pidana, sedangkan menurut KUHP Indonesia merupakan kejahatan, bukan pelanggaran.

Ketentuan pasal 6 KUHP :

Berlakunya pasal 5 ayat (1) butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan dilakukan terhadapnya tidak diancamkan pidana mati”.

Latar belakang ketentuan pasal 6 ayat (1) butir 2 KUHP adalah untuk melindungi kepentingan nasional timbal balik (mutual legal assistance). Oleh karena itu menurut Moeljatno, sudah sewajarnya pula diadakan imbangan pulu terhadap maksimum pidana yang mungkin dijatuhkan menurut KUHP Negara asing tadi.

contoh: kasus siti aisyah yang merupakan warga negara indonesia namun dia melakukan tindak pidana di malaysia,kemudian dia diadili di malaysia,berhubung negara malaysia tidak ada perjanjian extradisi,maka siti aisyah diadili di malaysia,namun jika ada maka siti aisyah bisa dideportasi dan diadili di indonesia

3) Asas Perlindungan

Sekalipun asas personal tidak lagi digunakan sepenuhnya tetapi ada asas lain yang memungkinkan diberlakukannya hukum pidana nasional terhadap perbuatan pidana yang terjadi di luar wilayah Negara

Pasal 4 KUHP (seteleh diubah dan ditambah berdasarkan Undang-undang No. 4 Tahun 1976)

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia :

1. Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108 dan 131;

2. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia;

(11)

pengganti surat tersebut atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak palsu;

4. Salah satu kejahatan yang disebut dalam Pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 l, m, n dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.

Dalam pasal 4 KUHP ini terkandung asas melindungi kepentingan yaitu melindungi kepentingan nasional dan melindungi kepentingan internasional (universal). Pasal ini menentukan berlakunya hukum pidana nasional bagi setiap orang (baik warga Negara Indonesia maupun warga negara asing) yang di luar Indonesia melakukan kejahatan yang disebutkan dalam pasal tersebut.

Dikatakan melindungi kepentingan nasional karena pasal 4 KUHP ini memberlakukan perundang-undangan pidana Indonesia bagi setiap orang yang di luar wilayah Negara Indonesia melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kepentingan nasional, yaitu :

a. Kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan terhadap martabat / kehormatan Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia (pasal 4 ke-1)

b. Kejahatan mengenai pemalsuan mata uang atau uang kertas Indonesia atau segel / materai dan merek yang digunakan oleh pemerintah Indonesia (pasal 4 ke-2)

c. Kejahatan mengenai pemalsuan surat-surat hutang atau sertifkat-sertifikat hutang yang dikeluarkan oleh Negara Indonesia atau bagian-bagiannya (pasal 4 ke-3)

d. Kejahatan mengenai pembajakan kapal laut Indonesia dan pembajakan pesawat udara Indonesia (pasal 4 ke-4)

4) Asas Universal (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan

(12)

universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap Negara di dunia wajib turut melaksanakan tata hukum sedunia (hukum internasional).

Dikatakan melindungi kepentingan internasional (kepentingan universal) karena rumusan pasal 4 ke-2 KUHP (mengenai kejahatan pemalsuan mata uang atau uang kertas) dan pasal 4 ke-4 KUHP (mengenai pembajakan kapal laut dan pembajakan pesawat udara) tidak menyebutkan mata uang atau uang kertas Negara mana yang dipalsukan atau kapal laut dan pesawat terbang negara mana yan dibajak. Pemalsuan mata uang atau uang kertas yang dimaksud dalam pasal 4 ke-2 KUHP menyangkut mata uang atau uang kertas Negara Indonesia, akan tetapi juga mungkin menyangkut mata uang atau uang kertas Negara asing. Pembajakan kapal laut atau pesawat terbang yang dimaksud dalam pasal 4 ke-4 KUHP dapat menyangkut kapal laut Indonesia atau pesawat terbang Indonesia, dan mungkin juga menyangkut kapal laut atau pesawat terbang Negara asing.

Jika pemalsuan mata uang atau uang kertas, pembajakan kapal, laut atau pesawat terbang adalah mengenai kepemilikan Indonesia, maka asas yang berlaku diterapkan adalah asas melindungi kepentingan nasional (asas nasional pasif). Jika pemalsuan mata uang atau uang kertas, pembajakan kapal laut atau pesawat terbang adalah mengenai kepemilikan Negara asing, maka asas yang berlaku adalah asas

(13)

Pidana Korupsi yang berbunyi : “setiap orang di luar wilayah Negara republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3, pasal 5 sampai dengan pasal 14”.

Pasal 8 KUHP :

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang di luar Indonesia, sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Bab XXIX Buku Kedua dan Bab IX buku ketiga, begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia, maupun dalam ordonansi perkapalan”.

Dengan telah diundangkannya tindak pidana tentang kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana / prasarana penerbangan berdasarkan UU No. 4 Tahun 1976 yang dimasukkan dalam KUHP pada Buku Kedua Bab XXIX A. pertimbangan lain untuk memasukkan Bab XXIX A Buku Kedua ke dalam pasal 8 KUHP adalah juga menjadi kenyataan bahwa kejahatan penerbangan sudah digunakan sebagai bagian dari kegiatan terorisme yang dilakukan oleh kelompok terorganisir pasal 9 KUHP.

Diterapkannya pasal-pasal 2-5-7 dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum-hukum internasional.

Menurut Moeljatno, pada umumnya pengecualian yang diakui meliputi :

a. Kepala Negara beserta keluarga dari Negara sahabat, dimana mereka mempunyai hak eksteritorial. Hukum nasional suatu Negara tidak berlaku bagi mereka

b. Duta besar Negara asing beserta keluarganya meeka juga mempunyai hak eksteritorial.

c. Anak buah kapal perang asing yang berkunjung di suatu Negara, sekalipun ada di luar kapal. Menurut hukum internasional kapal perang adalah teritoirial Negara yang mempunyainya.

(14)

BAB III PENUTUP

Dari penjelasan penulis diatas, dapat disimpulkan bahwa ruang berlakunya peraturan-peraturan pidana menurut tempatnya dapat disebutkan beberapa azas sebagai berikut yaitu :

a. Asas Territorial (territorialiteits-beginsel) atau asas wilayah Negara;

Asas ini terdapat dalam dalam pasal 2 KUHP, yaiyu yang berbunyi : “aturan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di wilayah Indonesia.” Setiap orang disini berarti baik orang Indonesia maupun orang asing yang melakukan tindak pidana. Dalam melakukan tindak pidana itu, orang tidak perlu berada di wilayah Indonesia. Seseorang yang berada diluar negeri dapat pula melakukan delik di Indonesia. Hal ini adalah persoalan mengenai “tempat terjadinya delik”.

b. Asas Personal (personaliteits-beginsel) atau asas kebangsaan, asas nasional aktif atau asas subyektif;

Asas ini mengatakan bahwa peraturan hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik dalam negeri, maupun di luar negeri.

Terdapat dalam pasal 5 KUHP, dan di perlunak oleh pasal 6 KUHP. c. Asas Perlindungan (bescermings-beginsel) atau asas nasional pasif;

Berlakunya hukum pidana didasarkan atas kepentingan hukum suatu negara yang dilanggar di luar wilayah Indonesia.

Ketentuan hukum pidana indonesia dapat diberlakukan terhadap wni maupun wna baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia untuk melindungi kepentingan hukum Indonesia seperti yang di sebut pasal 4 KUHP.

Pasal 4 KUHP adalah jenis kejahatan yang mengancam kepentingan hukum Indonesia yang mendasar, berupa keamanan dan keselamatan negara, perekonomian Indonesia, serta sarana dan prasarana angkutan Indonesia

d. Asas Universal (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan.

(15)

Berdasarkan ketentuan ini, maka ketentuan hukum pidana indonesia dapat berlaku terhadap setiap WNI ataupun WNA, baik di dalam wilayah maupun di luar wilayah Indonesia.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Prof,Dr.Teguh Prasetyo,S.H., M.Si Hukum Pidana cetakan ke 1 april 2010

A. Zainal Abidin Farid, 1995

Erdianto Effendi, 2011. HUKUM PIDANA INDONESIA Suatu Pengantar.

Kitab undang-undang hukum pidana cetakan 2016

Referensi

Dokumen terkait

Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan.Baurdon Wiersma test,

Maka hipotesis penelitian yang berbunyi sebagai berikut: terdapat hubungan antara karakter demokrasi dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn,

Stator generator adalah bagian dari generator berupa kumparan kawat tembaga yang dirancang berbentuk silindris dan akan menerima induksi magnet dari rotor sehingga

Sedangkan nilai koefisien determinasi yang diperoleh adalah 21,6% yang dapat ditafsirkan bahwa keaktifan mahasiswa dalam organisasi (variabel bebas X) memiliki

Penggunaan Urine sapi sebagai campuran biopestisida mengandung zat perangsang tumbuh dan mengandung zat penolak untuk beberapa jenis serangga hamaPenelitian ini bertujuan

Dari hasil pengujian hipotesis ketujuh diketahui bahwa variabel Knowledge Sharing berpengaruh signifikan terhadap Produktivitas Kerja melalui Perilaku Innovative sebagai

Ada tiga tahap mengubah limbah organik menjadi bioetanol, tahap pertama adalah mengubah limbah sayuran hijau dan kulit buah yang mengandung polisakarida atau selulosa menjadi

Latihan Plaiometrik Alternate Leg Bound sangat cocok diberikan kepada mahasiswa atau atlet yang memiliki rasio tinggi badan dan panjang tungkai kategori “rendah”