• Tidak ada hasil yang ditemukan

RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA

• Menentukan perbuatan yang dilarang disertai dengan sanksi pidana;

• Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan tersebut dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;

• Menentukan dengan cara bagaimana sanksi pidana itu dapat dikenakan.

(2)

• SKEMA HUKUM PIDANA HUKUM PIDANA HP FORMAL HP MATERIAL - Perbuatan yang dilarang - Sanksi pidana HP UMUM HP KHUSUS

(3)

SISTEMATIKA KUHP

KUHP TERDIRI DARI TIGA BUKU, YAITU:

BUKU I : MENGATUR TENTANG KETENTUAN UMUM TERDIRI DARI 9 BAB, TIAP BAB TERDIRI DARI

BERBAGAI PASAL YANG JUMLAHNYA 103 PASAL (PASAL 1 S.D. 103)

BUKU II: MENGATUR TENTANG KEJAHATAN TERDIRI DARI 31 BAB DAN 385 PASAL (PASAL 104 S.D. 448)

BUKU III: MENGATUR TENTANG PELANGGARAN TERDIRI DARI 10 BAB YANG MEMUAT 82 PASAL (PASAL 449 S.D. 569).

(4)

Sistematika KUHP 4 Buku I Aturan Umum Pasal 1-103, Bab I - IX Buku II Kejahatan Pasal 104 - 488 Bab X - XXXXI Buku III Pelanggaran Pasal 489 - 569 Bab XXXXI - XXXXXX Hukum Pidana Khusus (Aturan Pidana dalam UU di luar KUHP) UU Narkotika, UU Psikotropika, UU Terorisme, UU HAM, UU KDRT, dll

(5)

SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA

DI INDONESIA

KUHP (beserta UU yang

merubah & menambahnya)

UU Pidana di luar KUHPKetentuan Pidana dalam

Peraturan perundang-undangan non-pidana

(6)

PEMBAGIAN HUKUM PIDANA

HUKUM PIDANA HK. PIDANA UMUM HK. PIDANA SUBYEKTIF (IUS PUNIENDI) H.P. MILITER H.P. PAJAK HK. PIDANA MATRIIL HK. PIDANA OBYEKTIF (IUS PUNALE) HK. PIDANA FORMIL HK. PIDANA KHUSUS

(7)

 Fungsi Hukum Pidana

1. Secara umum hukum pidana berfungsi mengatur dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.

2. Secara khusus sebagai bagian dari hukum publik, a. Melindungi kepentingan hukum,

b. Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka

negara menjalankan fungsi perlindungan atas berbagai kepentingan hukum;

c. Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara melaksanakan fungsi perlindungan atas kepentingan hukum.

(8)

Hukum Pidana Materiel di Indonesia

8

Sumber utama: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)Berlaku di Indonesia sejak tahun 1946 (setelah kemerdekaan RI)

dengan UU Nomor 1 Tahun 1946.

Merupakan warisan kolonial Belanda yang diberlakukan di

Indonesia sejak 1 Januari 1918.

Sumber lain: UU khusus di luar KUHP: Korupsi,, Narkotika,

(9)

9

HUKUM PIDANA MATERIIL

Tindak Pidana SANKSI PIDANA PERBUATAN PIDANA PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA

(10)

SEJARAH PEMBENTUKAN KUHP

10

Wetboek van Strafrecht (WvS)

dapat dibaca “KUHP”

Koninklijk Besluit (Titah Raja) No. 33,

15 Oktober 1915

berlaku : 1 Januari 1918

Wetboek van Strafrecht Nederlansch Indie (WvSNI)

UU No. 1/ 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Indonesia

Wetboek van Strafrecht Nederlansch dibuat : 1881 berlaku : 1886

Asas Konkordansi

Code Penal (Perancis, Napoleon

Bonaparte) berlaku 1811-1886

Crimineel Wetboek voor Het Koninkrijk Holland

dibuat : 1795

berlaku : 1809-1811

UU No. 73/1958 yang memberlakukan UU No. 1/ 1946 untuk seluruh wilayah Indonesia

(11)

11

Tahun Peristiwa Selisih Waktu

1810 Code Penal diberlakukan di Perancis 1 tahun 1811 Code Penal diberlakukan di Belanda 56 tahun 1867 Wetboek van Strafrecht voor Europeanen

berlaku di Hindia-Belanda 6 tahun

1873 Wetboek van Strafrecht voor Inlander

diberlakukan di Hindia-Belanda 8 tahun

1881 Wetboek van Strafrecht disahkan di Belanda 5 tahun 1886 Wetboek van Strafrecht diberlakukan di

Belanda 29 tahun

1915 Wetboek van Strafrecht Netherlands-Indie

disahkan untuk Hindia-Belanda 3 tahun

1918 Wetboek van Strafrecht Netherlands-Indie

diberlakukan di Hindia-Belanda 28 tahun

1946 Wetboek van Strafrecht Netherlands-Indie

disebut sebagai KUHP Indonesia

Total : 136 tahun

(12)

SEJARAH HUKUM PIDANA

Zaman penjajahan Belanda terdapat dualisme hukum, yaitu: - Untuk orang Belanda/Eropah, berlaku mulai 1 January 1867

- Untuk orang Indonesia/Timur asing, berlaku mulai 1 January 1873. • Tahun 1886 di negeri Belanda diberlakukan KUHP baru yang sebagian

besar mencontoh KUHP Jerman.

Tanggal 1 Januari 1918, dengan asas konkordansi, KUHP Belanda itu

diberlakukan untuk semua penduduk Indonesia, dengan namaWetboek van Straftrech voor Netherlandsch Indie untuk Indonesia

(13)

SEJARAH HUKUM PIDANA

 Saat penjajahan Jepang, pemerintah Jepang tetap memberlakukan Wetboek van Strafrech voor Netherlandsch Indie untuk Indonesia.

 Saat Indonesia merdeka, dengan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, Wetboek van Strafrech voor Netherlandsch Indie tsb dinyatakan pula tetap

berlaku.

 Dengan UU No.1 Tahun 1946 diadakan penegasan tentang hukum

pidana itu berlaku di Indonesia. Namanya diubah menjadi Wetboek van Strafrech (WvS) atau biasa disebut KUHP. Beberapa pasal dihapuskan dan diciptakan beberapa delik baru yang dimuat dalam Pasal IX s/d Pasal XVI.

(14)

SEJARAH HUKUM PIDANA

 Akan tetapi sejak berlakunya UU No.1 Tahun 1946 tidak semua daerah

dikuasai secara de facto oleh pemerintah RI, sehingga UU No.1 Tahun 1946 itu tidak berlaku untuk daerah yg masih dikuasai/diduduki oleh Belanda yg tetap mempertahankan Wetboek van Strafrech voor

Netherlandsch Indie.

 Dengan UU No.1 Tahun 1946 tetan peraturan hukum pidana berlaku

(15)

ASAS LEGALITAS

 Asas legalitas diatur dalam pasal 1 ayat (1) KUHP.

 Asas legalitas menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang

dilarang dan diancam pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan

Bahasa latin: Nullum delictum nulla poena praevia lege (tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu).

(16)

Pasal 1 (1) KUHP:

“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”.

1. Tindak pidana harus disebutkan dalam peraturan perundang-undangan.

Konsekuensi:

a. Yang tidak tercantum dalam undang-undang tidak dapat dipidana. b. Larangan analogi

2. UU itu harus ada sebelum terjadi tindak pidana.

Konsekuensi: aturan pidana tidak boleh berlaku surut (retro aktif)

Konsekuensi :

Asas legalitas formil

(17)

TIGA PENGERTIAN YANG TERKANDUNG DALAM ASAS LEGALITAS

 Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan UU

 Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi

(18)

Anselm von Feuerbach

Lehrbuch des peinlichen Recht (1801) “nullum delictum nulla poena siena praevia lege poenali”

SEJARAH ASAS LEGALITAS

Zaman Romawi sampai zaman Louis XVI di Perancis, kesalahan seseorang ditentukan oleh raja

reaksi •Montesqueau : L’esprit des Lois (1748)

• J.J. Rousseau : Du Contract Social (1762)

Revolusi Perancis (1789)

Pasal 8 Declaration des droits de L’homme et du citoyen (1789)

hasil

Napoleon Bonaparte (Code Penal, 1810)

Anselm von Feuerbach

Lehrbuch des peinlichen Recht (1801) “nullum delictum nulla poena siena praevia lege poenali”

(19)

THE HISTORY OF LEGALITY PRINCIPLE

 The existence of legality principle is due to the Rome period, there has

been a crime which they called criminal extra ordinaria, yaitu kejahatan yang tidak disebut dalam UU. Dengan adanya kejahatan extra ordinaria, maka dimungkinkan untuk menggunakan hukum pidana secara

(20)

ASAS LEGALITAS DALAM KONSEP KUHP BARU

Pasal 5

(1) Tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan, kecuali

perbuatan yang dilakukan merupakan tindak pidana menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi

berlakunya hukum yg hidup yg menentukan bahwa menurut adat setempat seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tsb tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(21)

PERBUATAN YANG DIANGGAP ‘JAHAT’ MENURUT HUKUM ADAT/AGAMA

Pasal 5 (3) sub b Undang-undang No. 1 Drt. 1951.

Pasal 27 ayat (1) Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman

Asas legalitas materiel

RUU KUHP :

“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) (tentang asas legalitas formil, pen.)tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup yang menentukan bahwa menurut adat setempat seseorang patut dipidana

walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam perundang-undangan.”

(22)

PERBUATAN PIDANA

FIGURE 1–1 Crime,Deviance, and Norm Violation. Although there are many

(23)

ASAS LEX TEMPORIS DELIKTI

tiap tindak pidana yang dilakukan seseorang harus diadili menurut ketentuan pidana yang berlaku saat itu

Jika terjadi perubahan perundang-undangan

pidana setelah tindak pidana itu dilakukan maka dipakai ketentuan yang paling meringankan terdakwa.

(24)

• RUU KUHP :

• 1. Jika terdapat perubahan undang-undangan sesudah

perbuatan dilakukan, maka diterapkan peraturan perundang-undangan yang paling menguntungkan.

• 2. Jika setelah putusan pemidanaan telah memperoleh kekuatan

hukum tetap perbuatan yang dilakukan tidak lagi merupakan

tindak pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, maka narapidana dikeluarkan dari lembaga

pemasyarakatan.

• 3. Jika setelah putusan pemidanaan telah memperolej kekuatan

hukum tetap, perbuatan yang dilakukan diancam dengan pidana yang lebih ringan menurut peraturan perundang-undangan yang baru, maka putusan pemidanaan tersebut disesuaikan

dengan batas-batas pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru

(25)

ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA

MENURUT TEMPAT (LOCUS DELIKTI)

Asas Teritorial Aturan pidana dalam UU Indonesia berlaku bagi setiap

orang yang melakukan suatu tindak pidana di wilayah Indonesia (Pasal 2 KUHP)

Pasal 3 Perluasan

(26)

Tindak Pidana

Istilah

Strafbaar feitPerbuatan pidanaPeristiwa pidanaTindak pidanaDelict / DelikCriminal actJinayah

(27)

Tindak Pidana:

Definisi

Simons : “kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat

melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan & dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab”

Van Hamel : “kelakuan manusia yg dirumuskan dalam

UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg kesalahan”

Vos : “suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi pidana; jadi suatu kelakuan manusia yg pada umumnya dilarang & diancam dengan pidana”

(28)

OBJEKTIF SUATU TINDAKAN (PERBUATAN) YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUM DAN MENGINDAHKAN AKIBAT YANG OLEH HUKUM DILARANG DENGAN ANCAMAN HUKUM. ADAPUN

YANG DIJADIKAN TITIK UTAMA DARI PENGERTIAN

OBJEKTIF ADALAH TINDAKANNYA.

sUBJEKTIF

PERBUATAN SESEORANG YANG BERAKIBAT TIDAK

DIKEHENDAKI OLEH UNDANG-UNDANG. SIFAT UNSUR INI MENGUTAMAKAN

ADANYA PELAKU (SEORANG/BEBERAPA

ORANG)

UNSUR-UNSUR PERBUATAN PIDANA

(29)

KONSEP PERBUATAN PIDANA

PERBUATAN JAHAT (KEJAHATAN)

- Dalam arti kriminologis, sebagai gejala masyarakat yang menyalahi norma dasar.

- Dalam arti yuridis, melanggar ketentuan UU Istilah lain yang menunjuk pada kejahatan:

- Perbuatan pidana

- Peristiwa pidana

- Tindak pidana

- Delik

(30)

PERBUATAN PIDANA

Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,

larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa

pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tsb.

- Larangan ditujukan pada perbuatan

- Ancaman ditujukan pada orang yg melakukan

Pengertian abstrak yang menunjuk pada dua keadaan

konkrit:

1. Adanya kejadian tertentu

2. Adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu.

(31)

PERBUATAN PIDANA

AJARAN MONISME

Menggabungkan antara perbuatan dengan

pertanggungjawaban pidana (kesalahan) orang yang melakukan

AJARAN DUALISME

Memisahkan antara perbuatan dengan

pertanggungjawaban pidana (kesalahan) orang yang melakukan.

(32)

PERBUATAN PIDANA

Menurut Prof. Moeljatno yang menganut

ajaran dualisme, untuk adanya criminal liability (jadi untuk dapat dipidananya seseorang) selain melakukan perbuatan pidana orang itu juga harus mempunyai kesalahan.

Actus non facit reum, nisi mens sit rea.

Geen straft zonder schuld

An act does not make a person guilty, unless

(33)

UNSUR-UNSUR PERBUATAN PIDANA

Kelakuan dan akibat (=perbuatan)

Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai

perbuatan

Keadaan tambahan yang memberatkan pidanaUnsur melawan hukum yang objektif

(34)

MACAM-MACAM PERBUATAN PIDANA

 PERBUATAN PIDANA (DELIK) FORMAL (Pencurian menurut

Pasal 362 KUHP)

 DELIK MATERIAL ( suatu perbuatan pidana yang dilarang, yaitu

akibat yang timbul dari perbuatan itu. Contoh: pembunuhan)

 DELIK DOLUS (perbuatan pidana yang dilakukan dengan

sengaja. Contoh: pembunuhan berencana)

 DELIK CULPA (perbuatan pidana yang tidak disengaja, karena

kealpaannya mengakibatkan matinya seseorang).

DELIK ADUAN (sebelum ada pengaduan belum mrpkan delik.

Contoh: penghinaan).

 DELIK POLITIK (perbuatan pidana yg ditujuukan kepada

(35)

TEKNIK MERUMUSKAN PERBUATAN PIDANA

(1) Merumuskan unsur-unsur perbuatan yang dilarang

(2) Memberikan kualifikasi perbuatannya saja (3) Merumuskan unsur-unsur perbuatan yang

dilarang dan memberikan kualifikasi perbuatannya

(36)

HUBUNGAN KAUSAL

PENTINGNYA MEMPELAJARI TEORI

HUBUNGAN KAUSAL DALAM HUKUM PIDANA:

1. UNTUK MENETAPKAN APA YANG

MENJADI SEBAB DARI SUATU AKIBAT

2. UNTUK MENETAPKAN SIAPA YANG BERTANGGUNGJAWAB ATAS AKIBAT TERSEBUT

(37)

HUBUNGAN KAUSAL

1. TEORI QUNDITIO SINE QUA NON

Musabab adalah tiap-tiap syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat

Disebut juga teori equivalen

Tiap syarat adalah sama nilainya karena tidak ada perbedaan antara syarat dan musabab

Contoh: ada pelita yang menyala. Siapa yang menjadi penyebab menyalanya pelita tersebut?

(38)

HUBUNGAN KAUSAL

2. TEORI YANG MENGENERALISASI

- Musabab dari suatu kejadian adalah syarat yang pada umumnya menurut jalannya kejadian yang normal, dapat menimbulkan akibat atau kejadian tersebut

Yang dimaksud normal menurutVos adalah sepanjang terdakwa pribadi mengetahui atau

seharusnya mengetahui keadaan-keadaan di sekitar akibat.

(39)

HUBUNGAN KAUSAL

Menurut Simons, musabab adalah tiap-tiap kelakuan

yang menurut garis-garis umum mengenai

pengalaman manusia patut diadakan kemungkinan bahwa karena kelakuan itu sendiri dapat

ditimbulkan akibat

Menurut Pompe, musabab adalah hal yang

mencenderung atau yang mengandung kekuatan untuk menimbulkan akibat di dalam keadaan itu

(40)

HUBUNGAN KAUSAL

3. TEORI YANG MENGINDIVIDUALISASI

Di dalam rangkaian syarat-syarat yang tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat, lalu dicari syarat manakah yang dalam keadaan tertentu itu, yang paling banyak membantu untuk terjadinya akibat.

Contoh:

- A menganiaya B; sewaktu hendak pergi ke dokter, B mengalami kecelakaan sehingga menemui

(41)

HUBUNGAN KAUSAL

- Seorang bapak meninggalkan senapan dalam mobil dengan anaknya. Anaknya main senapan dan terkena orang yang lewat hingga orang itu mati

- A dan B menjaga S yang gila. A pergi dan B tertidur. S keluar rumah dan membakar rumah tetangga

- Seorang bapak membolehkan anaknya belajar naik sepeda motor di jalan raya. Si anak menabrak

(42)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

ASAS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

- TIDAK DIPIDANA JIKA TIDAK ADA KESALAHAN

- GEEN STRAFT ZONDER SCHULD

- ACTUS NON FACIT REUM NISI MENS SIT REA

- ORANG TIDAK MUNGKIN DIPERTANGGUNG-JAWABKAN

(DIJATUHI PIDANA) KALAU DIA TIDAK MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA. TETAPI MESKIPUN MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA, TIDAK SELALU DIA DAPAT

(43)

KESALAHAN

KESENGAJAAN (DOLUS, OPZET)

KENAPA MELAKUKAN PERBUATAN PADAHAL DIA MENGERTI (MENGETAHUI) SIFAT JELEKNYA

PERBUATAN TERSEBUT

KEALPAAN (CULPA, SCHULD)

KENAPA TIDAK MENJALANKAN

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN YANG SEHARUSNYA (SEPATUTNYA) DILAKUKAN OLEHNYA, SEHINGGA KARENANYA MASYARAKAT DIRUGIKAN.

(44)

KESALAHAN

SYARAT ADANYA KESALAHAN (MENURUT PROF. MOELJATNO)

PERTAMA: ADANYA KEADAAN PSIKIS (BATIN)

YANG TERTENTU;

KEDUA: ADANYA HUBUNGAN YANG

TERTENTU ANTARA KEADAAN BATIN TERSEBUT DENGAN PERBUATAN YANG DILAKUKAN, HINGGA MENIMBULKAN CELAAN TADI.

(45)

KEMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB

KEMAMPUAN UNTUK MEMBEDAKAN ANTARA

PERBUATAN YANG BAIK DAN YANG BURUK; YANG SESUAI HUKUM DAN YANG MELAWAN HUKUM ---- FAKTOR AKAL

KEMAMPUAN UNTUK MENENTUKAN

KEHENDAKNYA MENURUT KEINSAFAN

TENTANG BAIK BURUKNYA PERBUATAN TADI ---- FAKTOR PERASAAN ATAU KEHENDAK

(46)

KESENGAJAAN

SESEORANG YANG MELAKUKAN PERBUATAN DENGAN MENGETAHUI DAN MENGHENDAKI

- TEORI KEHENDAK: KESENGAJAAN ADALAH

KEHENDAK YANG DIARAHKAN PADA TERWUJUDNYA PERBUATAN SEPERTI DIRUMUSKAN DALAM WET

- TEORI PENGETAHUAN: TERDAKWA

MENGETAHUI, MENGINSAFI, DAN MENGERTI PERBUATANNYA.

(47)

CORAK KESENGAJAAN

KESENGAJAAN SEBAGAI KEPASTIAN

KESENGAJAAN SEBAGAI KEMUNGKINAN

(DOLUS EVENTUALIS):

(1) TERDAKWA MENGETAHUI KEMUNGKINAN ADANYA AKIBAT KEADAAN YG MERUPAKAN DELIK; (2) SIKAPNYA TERHADAP

KEMUNGKINAN ITU ANDAIKAN SUNGGUH TIMBUL, IALAH APA BOLEH BUAT.

(48)

GEEN STRAF ZONDER SCHULD

(TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN)

PASAL 6 AYAT (2) UU NO 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN:

TIDAK SEORANG PUN DAPAT DIJATUHI PIDANA, KECUALI

APABILA PENGADILAN, KARENA ALAT PEMBUKTIANYANG SAH MENURUT

UNDANG-UNDANG, MENDAPAT KEYAKINAN BAHWA

SESEORANGYANG DIANGGAP DAPAT BERTANGGUNG JAWAB, TELAH BERSALAH ATAS PERBUATAN YANG DIDAKWAKAN ATAS DIRINYA.

(49)

Alasan Penghapus Pidana

Tidak dapat dipertanggungjawabkan (Pasal

44)

Daya paksa (overmacht) dalam Pasal 48

(setiap kekuatan, setiap paksaan atau tekanan yang tak dapat ditahan)

Pembelaan terpaksa yang melampaui batas

dikarenakan kegoncangan jiwa yang hebat

(noodweer exces) dalam Pasal 49 ayat (2)

Melaksanakan perintah jabatan yang

diberikan oleh penguasa yang berwenang (Pasal 51 ayat (1))

49

Alasan Pemaaf (sisi sobyektif)  pelakunya

Alasan Pembenar

(sisi obyektif)  perbuatannya

 Menjalankan peraturan

undang-undang (Pasal 50)

 Pembelaan terpaksa dari serangan

atau ancaman yang melawan

hukum, yang dilakukan untuk diri sendiri atau orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain (noodweer) dalam Pasal 49 ayat (1)

(50)

• Alasan pembenar

(rechtsvaardigingsgronden)

:

menghapuskan sifat melawan hukumnya

perbuatan, sehingga menjadi perbuatan

yg benar

• Alasan pemaaf

(schulduitsluitingsgronden)

: menghapus

sifat kesalahan terdakwa meski

perbuatannya bersifat melawan hukum

tapi tidak pidana

(51)

• Alasan penghapus Penuntutan

(onvervolgbaarheid):

pernyataan tidak

menuntut karena tidak dapat diterima oleh

badan penuntut umum, karena konflik

kepentingan dengan lebih mengutamakan

kemanfaatannya untuk tidak menuntut

(52)

Alasan Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana

1. Tidak adanya pengaduan pada delik-delik aduan

Aturan umum delik aduan  Pasal 72-75 Aturan khusus delik aduan 

• Pasal 284 (perzinahan)

• Pasal 332 (melarikan wanita)

2. Dituntut untuk kedua kalinya Ne bis in idem

Pasal 76:

a. telah ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap b. orang terhadap siapa putusan itu dijatuhkan adalah sama

c. perbuatan yang dituntut adalah sama dengan yang pernah diputus terdahulu

3. Matinya terdakwa (Pasal 77)

(53)

4. Daluwarsa (Pasal 78)

a. pelanggaran dan kejahatan percetakan  1 tahun

b. kejahatan yang diancam dengan denda, kurungan atau penjara maksimal 3 tahun  6 tahun

c. kejahatan yang diancam pidana penjara >3 tahun  12 tahun d. kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau seumur

hidup  18 tahun

5. Ada pembayaran denda maksimum kepada pejabat tertentu untuk pelanggaran yang hanya diancam dengan denda saja (Pasal 82).

6. Abolisi atau amnesti

(54)

Alasan Hapusnya Kewenangan Menjalankan Pidana

1. Matinya terpidana (Pasal 83) 2. Daluwarsa (Pasal 84-85)

a. pelanggaran  2 tahun

b. kejahatan percetakan  5 tahun

c. kejahatan lainnya = daluwarsa penuntutan ditambah 1/3 d. pidana mati tidak ada daluwarsa

3. Grasi

RUU KUHP

1. terpidana meninggal dunia.

2. Presiden memberikan amnesti atau grasi yang berupa pembebasan terpidana dari kewajiban menjalankan pidana.

3. kedaluwarsa.

(55)

Usaha Pembaharuan Hukum Pidana Nasional Pembaharuan Struktur Hukum Pidana Pembaharuan Kultur Hukum Pidana Pembaharuan Materi Hukum Pidana Pembaharuan Hukum Pidana Formil Pembaharuan Hukum Pidana Materiel Pembaharuan Hukum Pelaksanaan Pidana

Secara Parsial Secara Global/Universal

Di Dalam KUHP Di Luar KUHP RUU KUHP

UU 1/1946, UU 20/1946, UU 8/1951, UU 73/1958, UU 1/1960, UU 16/Prp/1960, UU 18/Prp/1960, UU 1/1965, UU 7/1974, UU 4/1976, UU 27/1999 UU 7/1951, UU 20/2001, UU 22/1997, UU 5/1997, UU 23/1997, UU 25/2003, UU 15/2003 55

(56)

JIWA SESEORANG

DELIK-DELIK KHUSUS (BIJONDERE DELICTEN)

ANCAMAN HUKUMAN PIDANA ITU DITUNJUKAN TERHADAP:

TUBUH KEMERDEKAAN PRIBADI KEHORMATAN BENDA TINGKAH LAKU TERHADAP SUSUNAN KETURUNAN DAN PERKAWINAN TINGKAH LAKU TERHADAP KESUSILAAN

(57)

MACAM-MACAM PIDANA PASAL 10 KUHP  P. Mati  P. Penjara  P. Kurungan  P. Denda PIDANA TAMBAHAN: 1. Pencabutan hak-hak tertentu; 2. Perampasan/ penyitaan barang-barang tertentu; 3. Pengumuman putusan hakim PIDANA POKOK

(58)

Pidana Mati

• Dijalankan oleh algojo dengan cara digantung (Pasal 11)

• Diubah dengan “tembak mati” (UU No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer)

Pidana Penjara seumur hidup

sementara/waktu tertentu • 1 hari - 15 tahun

• 20 th jika ada alternatif mati/seumur hidup/waktu tertentu tu ada

pembarengan/pengulangan

(59)

Pidana Percobaan • dipidana penjara/kurungan maksimal 1 tahun, bukan kurungan pengganti

• tidak melakukan tindak pidana lagi sebelum masa percobaan habis

• mengganti segala kerugian

Pelepasan Bersyarat • telah menjalani 2/3 lama pidana, minimal 9 bulan

• syarat umum: tidak mengulangi tindak pidana dan perbuatan lain yang tidak baik • jika terpidana melanggar syarat, pelepasan

bersyarat dapat dicabut

(60)

Pidana Kurungan • minimal 1 hari, maksimal 1 tahun

• jika ada pembarengan, pengulangan, atau dilakukan oleh pejabat maka maksimal 1 tahun 4 bulan

Pidana Penjara Pidana Kurungan

• maksimal 15/20 tahun • maksimal 1 tahun • Diberlakukan bagi pelaku tindak

pidana berat/kejahatan

• Diberlakukan bagi pelaku tindak pidana ringan/pelanggaran

• Tidak dapat diberlakukan sebagai pengganti pidana denda

• Dapat diberlakukan sebagai pengganti pidana denda

• Tidak memiliki hak pistole • Memiliki hak pistole (memperbaiki nasib selama di dalam kurungan)

(61)

Pidana Denda • minimal Rp. 3,75 • jika tidak dibayar dapat diganti kurungan

pengganti

• kurungan pengganti minimal 1 hari maksimal 6 bulan. Tapi jika ada perbarengan, pengulangan, atau dilakukan pejabat maka maksimal 8 bulan • persamaan denda dan kurungan, Rp 7,50/kurang

= 1 hari, jika lebih dari Rp 7,50 maka dilipatkan. Sisanya dihitung 1 hari

(62)

Penjatuhan Pidana (Sentencing)

• Upaya yang sah

• Yang dilandasi oleh hukum

• Untuk mengenakan nestapa/penderitaan

• Pada seseorang yang melalui proses

peradilan pidana

• Terbukti secara sah dan meyakinkan

(63)

Pidana (Punishment)

• Nestapa/derita

• Yang dengan sengaja

• Dikenakan pada seseoarng

• Oleh negara

(64)

Proses Peradilan Pidana

(the Criminal Justice Process)

• Struktur, fungsi dan proses pengambilan

keputusan

• Oleh sejumlah lembaga (kepolisian, kejaksaan,

pengadilan dan lembaga pemasyarakatan

• Yang berkenaan dengan penanganan dan

pengendalian

(65)

Tindak Pidana (delict) Pengaduan (klacht) Laporan (aangifte) Penyelidikan Penyidikan Penuntutan Praperadilan Peradilan (Sidang Pengadilan) Eksekusi V oor onde rz oek Ei nd onde rz oek Prapenuntutan Tertangkap Tangan (ambtshalve) Ps. 1 Butir 25 KUHAP Ps. 1 Butir 24 KUHAP Ps. 1 Butir 4 – 5 jo Ps. 4 – 5 jo Ps. 102 – 105 KUHAP Ps. 1 Butir 1 – 3 jo Ps. 6 – 12 jo Ps. 106 – 136 KUHAP Ps. 1 Butir 6 – 7 jo Ps. 13 – 15 jo Ps. 137 – 144 KUHAP Ps. 1 Butir 8 – 9 jo Ps. 145 – 232 KUHAP Ps. 1 Butir 10 jo Ps. 77 – 83 KUHAP Ps. 14 b jo Ps. 110 Ay (3) – (4) jo. Ps. 138 KUHAP

(66)

Jaksa Penuntut Umum Hakim/ Majelis Hakim Terdakwa / Penasihat Hukum Si da ng P erta m a Si da ng P em buk ti a n Si da ng T untuta n & P em bel a a n Si da ng P utus a n T a ha p I T a ha p II T a ha p II I T a ha p IV Sidang Dibuka Dakwaan Eksepsi

Tanggapan (Replik) Tanggapan (Duplik)

Putusan Sela Pemeriksaan Bukti • Saksi A Charge • Ahli • Surat • Barang Bukti Pemeriksaan Bukti • Saksi A Decharge • Ahli • Surat • Barang Bukti Pemeriksaan Terdakwa Requisitor (Tuntutan Pidana) Pleidooi (Pembelaan) Replik Duplik

(Musyawarah hakim, penilaian fakta, penerapan hukum, dan penerapan sanksi)

Putusan Sidang Ditutup Pernyataan Sikap: - Menerima - Pikir-pikir - Upaya Hukum Pernyataan Sikap: - Menerima - Pikir-pikir - Upaya Hukum

(67)

Mengapa pidana perlu dijatuhkan?

• KELOMPOK KONSEKUENSIALIS

Pidana dijatuhkan bila benar-benar ada

konsekuensi positif yang mengikutinya:

 Membawa kebaikan

 Mencegah kejadian yang lebih buruk

(68)

KELOMPOK NON-KONSEKUENSIALIS

 Pidana merupakan respons yang patut

(appropriate response) terhadap tindak

pidana

 Karena pelaku sudah melanggar norma yang

berlaku

(69)

DOKTRIN PEMIDANAAN

• TEORI RETRIBUTIVE

Penjahat layak dihukum

Sesuai dengan cerminan perasaan kolektif

masyarakat

Menyatukan masyarakat melawan penjahat

Harus dilihat dalam konteks sosial budaya

(70)

• TEORI DITERRENCE

 Konsep aliran klasik

 Reaksi terhadap pemidanaan yang

semena-mena

 Utilitarian, forward looking

 Manusia itu rasional

(71)

TEORI REHABILITASI

 Individualisasi pemidanaan

 Tekanan pada

treatment/pembinaan/memperbaiki pelaku

 Anti-punishment

 Model medis

(72)

TEORI INTEGRATIF

Multi fungsi pemidanaan:

 Membuat pelaku menderita

 Mencegah terjadinya tindak pidana

 Memperbaiki pelaku

(73)

Perkembangan Teori Pemidanaan

1. Retributif

 Pidana adalah akibat mutlak yang harus ada sebagai

suatu pembalasan pada pelaku tindak pidana

 Sanksi pidana adalah pemberian derita dan petugas

dinyatakan gagal bila penderitaan tidak dirasakan

oleh terpidana

 dapat dibedakan menjadi:

 retributif yang negatif

(74)

…..lanjutan

2. Deterrence

 Pidana dijatuhkan dengan tujuan untuk

pencegahan

 dapat dibedakan menjadi:

general deterrence

special deterrence

3. Rehabilitasi

Pidana dijatuhkan untuk mereformasi atau

memperbaiki pelaku

(75)

sering dimasukkan ke dalam sub kelompok

deterrence, padahal dalam kajian kriminologi

latar belakang ke dua teori pemidanaan ini

berbeda; sehingga dalam pandangan deterrence

pelaku adalah orang bersalah yang harus

dijerakan supaya tidak mengulangi tindak pidana,

sedangkan

rehabilitasi

memandang

seorang

pelaku tindak pidana sebagai orang yang perlu

ditolong

(76)

4. Incapacitation

 membatasi orang dari masyarakat selama waktu tertentu dengan tujuan perlindungan terhadap masyarakat pada umumnya

 Ditujukan untuk pelaku TP yang sangat berbahaya bagi masyarakat

 Andrew Ashworth, pendekatan incapacitation :

 hanya dijatuhkan terhadap pelaku yang membahayakan masyarakat

 bentuk sanksinya adalah mengisolasi atau memisahkan pelaku dari masyarakat untuk jangka waktu tertentu (biasanya untuk waktu yang lama)

(77)

…..lanjutan

5. Resosialisasi

 Melihat bahwa pemidanaan dengan cara desosialisasi

(memisahkan pelaku dari kehidupan sosial masyarakat

dan membatasinya untuk dapat berkomunikasi dengan

masyarakat) dapat menghancurkan pelaku

 Resosialisasi adalah proses yang mengakomodasi dan

memenuhi kebutuhan pelaku tindak pidana akan

kebutuhan sosialnya, yaitu kebutuhan untuk bersosialisasi

dan berinteraksi dengan lingkungan masyarakat

(78)

6. Reparasi, Restitusi dan Kompensasi

Fokus perhatian bukan hanya pada pelaku atau masyarakat;

tetapi mulai perhatikan korban sebagai bagian yang penting untuk dipertimbangkan dalam penjatuhan pidana

reparasi:

- the act of making amends for a wrong

- compensation for benefits derived from a wrong done to another

- compensation or reparation for the loss caused to another

restitusi: return or restoration of some specific thing to its

rightful owner or status

kompensasi: payment of damages, or another act that a court

orders to be done by a person who has caused injury to another process

(79)

• Hybrid Theory (Teori Integratif)

 Berangkat dari kenyataan bahwa masing-masing teori sangat sulit untuk dipilah-pilah secara tersendiri dalam

prakteknya. Dengan penerapan satu pidana terdapat lebih dari satu teori yang tercakup di dalammya

 Packer: pidana merupakan suatu kebutuhan yang juga

merupakan bentuk kontrol sosial yang disesalkan, karena ia mengenakan derita atas nama tujuan-tujuan yang

pencapaiannya merupakan kemungkinan

 Oleh karena itu, dalam praktek bisa jadi perumusan tujuan pemidanaan merupakan kombinasi antara satu teori

Referensi

Dokumen terkait

 bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap perbuatan pidana, akan tetapi tiada bandingnya dalam Kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diancam

Zina merupakan termasuk jenis perbuatan pidana, perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu

perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus dianggap perbuatan pidana, akan tetapi tiada bandingnya dalam Kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diancam dengan hukuman

suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang- undangan, jadi, suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan.

Dalam perkembangan pidana dan pemidanaan pada aliran moderen, sistem pemidanaan mulai berorientasi pada pelaku dan perbuatan ( daad-dader straafrecht ) jenis sanksi yang

Dalam ketentuan perundang-undangan, baik dalam KUHP dan di luar KUHP kebijakan perumusan sistem pemidanaan lebih berorientasi pada pelaku tindak pidana

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang oleh undang-undang pidana ditentukan lebih ringan pidananya daripada kejahatan. Penyidik adalah pejabat polisi

60 kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang- undangan.” Maksud dan tujuan diadakannya istilah tindak pidana, perbautan pidana, maupun peristia hukum dan