• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Harga Jual Jeruk Medan di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur T1 522014701 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Harga Jual Jeruk Medan di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur T1 522014701 BAB II"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis

2.1.1. Harga Jual Jeruk Medan

Asumsi dasar teori harga dalam tata niaga produk pertanian adalah bahwa produsen

bertemu langsung dengan konsumen akhir, sehingga harga pasar merupakan perpotongan

antara kurva penawaran dan permintaan. Harga juga bergantung pada efisiensi tataniaga

yang dilakukan, dalam arti apabila biaya tataniaga dapat ditekan serendah-rendahnya,

maka akan tinggi harga yang diterima dan keuntungan yang diperoleh akan semakin

tinggi(Anonim, 2009).

Harga (Rp/unit)

Sr

Hr Sf

M

Dr Hf

Df 0

Jumlah (unit)

Gambar 2.1 Kurva Permintaan dan Penawaran

Keterangan:

Sr = penawaran ditingkat konsumen

Sf = penawaran (turunan) ditingkat produsen Df = permintaan ditingkat konsumen

Dr = permintaan (turunan) ditingkat produsen M = marjin tataniaga (pemasaran)

Hr = harga ditingkat pengecer/konsumen Hf = harga ditingkat petani/produsen

Permintaan ditingkat konsumen dalam teori ekonomi (pasar) tidak dapat langsung

(2)

oleh suatu sistem tataniaga yang diperankan oleh para pelaku tataniaga. Dalam memainkan

peran tataniaga para pelaku tersebut memperoleh imbalan sebesar perbedaan harga yang

diterima oleh produsen dan harga yang dibayar oleh pengecer/konsumen. Perbedaan harga

tersebut dikenal dengan istilah marjin tataniaga/jasa-jasa lembaga tataniaga (Tomeck dan

Robinson, 1990).

Harga bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan pembelian terhadap satu

produk, tetapi dalam kenyataannya harga memberikan kontribusi terbesar terhadap

pembelian suatu produk. Atribut harga tersebut diharapkan sesuai dengan keinginan

konsumen agar konsumen membeli produk tersebut dan pada suatu saat nantinya

konsumen akan kembali untuk membeli produk tersebut.

Dalam menetapkan harga jual, pedagang akan memperhatikan beberapa hal yakni:

hubungan kekerabatan dengan orang-orang yang memberikan supplay, hubungan bisnis

atau dalam hal pembagian untung atau rugi, volume jual dan pendapatan kotor, biaya

transaksi yang dikeluarkan oleh penjual, dan pengalaman berdagang.

Perdagangan jeruk di pasar ini biasanya harga ditentukan oleh pedagang dengan

ketentuan harga yang sedang berlaku, namun para konsumen atau calon pembeli biasanya

masih dapat menawar sesuai dengan kemampuan mereka. Disini akan terjadi proses tawar

menawar sampai menemukan harga yang pas, konsumen dan pedagang sama-sama untung.

2.1.2. Pengaruh Volume Jual dan Pendapatan Kotor Terhadap Harga Jual

Menurut Schiffan (2005:118), volume jual ialah tingkat penjualan yang diperoleh

perusahaan untuk periode tertentu dalam satuan unit, total, dan rupiah (Anonim, 2013).

Pengertian volume penjualan menurut Jhon Downes dan Jordan Elliot Goodman

yang diterjemahkan oleh Susanto Budidharmo (2000 : 646), volume penjualan adalah total

penjualan yang didapat dari komoditas yang diperdagangkan dalam suatu masa tertentu.

Selain itu menurut Alamiyah dan Padji (2003 : 126), volume penjualan adalah yang

berhasil dicapai atau ingin dicapai oleh suatu perusahaan pada periode tertentu.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa volume penjualan

merupakan hasil dari kegiatan penjualan yang dilakukan perusahaan atau individu dalam

usahanya mencapai sasaran yaitu memaksimalkan laba.

Dalam penjualan jeruk Medan di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur pedagang

akan bersaing memperebutkan konsumen, untuk itu pedagang harus menurunkan harga

jual. Agar harga jual dapat turun dan pedagang tidak merugi (memperoleh laba) maka

(3)

Dalam hal ini volume jual yang akan diperbincangkan dibatasi dalam satu minggu.

Biasanya setiap pedagang pasti memiliki volume jual yang berbeda-beda setiap

minggunya, banyaknya volume jual setiap pedagang juga akan mempengaruhi harga jual

jeruk.

Pendapatan kotor adalah pendapatan dari hasil penjualan yang belum dikurangi

dengan biaya-biaya. Penerimaan terdiri dari dua jenis yaitu:

- PGI (Potential Gross Income atau pendapatan kotor potensial) adalah seluruh

pendapatan yang diperoleh pada saat penjualan mencapai 100% dan belum dikurangi

beban oprasional.

- EGI (Effective Gross Income atau pendapatan kotor efektif) adalah seluruh

pendapatan yang diperoleh setelah dikurangi VCL, sebelum dikurangi beban-beban

operasional. VCL adalah pengurangan pada PGI yang disebabkan karena adanya

pelanggan yang belum membayar atau bahkan tidak membayar barang yang sudah

diambil.

Pendapatan kotor umumnya didefenisikan sebagai suatu jumlah yang diterima oleh

perusahaan atau orang pribadi sebelum dikurangi pajak dan penguranganya. Untuk bisnis,

jumlah ini merupakan biaya peroleh dikurangi penjualan bersih sebelum pajak dari

penjualan (Anonim,2012).

Harga jual jeruk biasanya berbeda-beda setiap ukuran/klasifikasi, maka dengan

menjumlah semua pendapatan kotor yang diperoleh setelah barang habis terjual, dilakukan

pengurangan terhadap biaya dan dibagi dengan volume barang yang terjual, akan diperoleh

rata-rata harga jual jeruk/kgnya.

Pendapatan kotor disini merupakan perkalian antara volume jual dengan harga,

sehingga pada saat volume jual berubah pendapatan kotor juga berubah, naik turunnya

pendapatan kotor akan sejalan dengan naik turunnya volume jual. Sehingga, pada saat

pedagang menaikan jumlah volume jualnya untuk menurunkan harga jual, maka

pendapatan kotor juga akan meningkat sejalan dengan penurunan harga.

2.1.3. Pengaruh Biaya Pemasaran Terhadap Harga Jual

Biaya ialah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi,

yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku, baik yang sudah

terjadi maupun yang akan terjadi (Anonim, 2013).

Biaya pemasaran adalah semua biaya yang sejak saat produk selesai diproduksi

dan disimpan dalam gudang sampai dengan produk tersebut berubah kembali dalam

(4)

biaya yang telah terjadi dalam rangka memasarkan produk atau barang dagangan, dimana

biaya tersebut timbul dari saat produk atau barang dagangan siap dijual sampai dengan

diterima hasil penjualan menjadi kas (Supriyono, 1992 : 201-202). Dari pengertian diatas

dapat disimpulkan bahwa biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjual

produk atau barang dagangan sampai ketangan konsumen (Anonim, 2011).

Biaya-biaya yang dimaksudkan disini ialah sewa kios/lapak, upah tenaga kerja,

biaya pengiriman dan lain-lain. Semakin tinggi jumlah biaya yang dikeluarkan akan

semakin tinggi juga harga jual yang diberikan kepada konsumen dan sebaliknya.

2.1.4. Pengaruh Pengalaman Berdagang Terhadap Harga Jual

Pengalaman kata dasarnya “alami” yang artinya mengalami atau melakoni. Pengalaman adalah sumber pengetahuan untuk melakukan sebuah usaha. Menurut

Endarmoko pada tahun 2006, pengalaman tidak hanya berlaku dalam menjalani kehidupan

sehari-hari saja, melainkan dalam kegiatan bisnis dibutuhkan pengalaman(dalam

Handayani, 2014).

Atmo (1982) menyatakan bahwa pengalaman adalah kondisi-kondisi empirik yang

dijalani sendiri, diderita sendiri dan dirasakan sendiri. Selanjutnya Hadi (1978)

mengatakan bahwa orang yang mempunyai banyak pengalaman umumnya dapat

memecahkan masalahnya lebih gampang dari pada orang-orang yang miskin

pengalamannya (Maria, 1997).

Dalam melakukan bisnis perdagangan buah jeruk juga diperlukan pengalaman.

Karena lamanya berprofesi sebagai pedagang jeruk dapat mengerti atau memahami

keadaan pasar, sehingga dapat memberikan harga jual yang cukup tinggi.

2.1.5. Pengaruh Hubungan Kekerabatan Terhadap Harga Jual

Kekerabatan atau kekeluargaan merupakan hubungan antara manusia yang

memiliki asal usul silsilah yang sama, baik melalui keturunan biologis sosial maupun

budaya. Dalam bahasa Indonesia ada istilah sanaksaudara, kaum kerabat, ipar-besan, yang

dapat diartikan dengan kata family (Syahbana, 2012).

Hubungan kekerabatan bagi suku Karo sangat spesial, dimanapun mereka berada

akan terus menggunakan kekerabatan dan marga mereka. Merga adalah identitas

masyarakat karo yang unik.Setiap orang karo mempunyai merga, yaitu salah satu dari 5

merga (yang disebut dalam bahasa karo silima merga), yaitu Ginting, Karo-karo,

Perangin-angin, Sembiring dan Tarigan.Merga bagi orang karo adalah hal yang paling

(5)

ditanya adalah merga. Setelah ditanya merga kemudian ditanyakan bere-bere (merga

untuk perempuan yang disebut beru) yang dibawa oleh ibunya. Setelah merga dan

bere-bere ditanyakan maka akan didapat identitas atau silsilah yang dapat menjelaskan

hubungan kekerabatan yang terjalin(Sarjani Tarigan, 2009). Hal lain yang penting dalam

susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu atau daliken sitelu (artinya secara metaforik

adalah tungku nan tiga), yang berarti ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu tersebut adalah

sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud

adalah lembaga sosial yang terdapat dalam orang Karo yang terdiri dari tiga kelompok,

yaitu: Kalimbubu, Anak Beru, dan Senina (Darwan P, 2012).

Dimensi sosiologi menyatakan orang karo adalah pengasih, suka menolong adalah

kenyataan yang sangat berpengaruh dalam kehidupan orang karo. Sifat saling membantu pada masyarakat karo dapat dilihat dari budaya “aron” adalah sebuah apresiasi budaya

kerja sama yang sampai saat ini masih hidup, walaupun sudah mendapatkan

pergeseran-pergeseran nilai dalam prakteknya.

Hubungankekerabatan suku karo tidak hanya berpengaruh dalam lingkungan sosial

biasa saja, namun hubungan kekerabatan suku Karo juga menerapkan dalam menjalankan

usaha untuk mencari nafkah, seperti yang terjadi antara pedagang jeruk Medan yang ada di

Pasar Induk Kramat Jati dengan agen jeruk yang di Tanah Karo. Hubungan kekerabatan

disini ada dua tingkatan, yaitu: saudara (orang tua/anak, saudara kandung, saudara sepupu,

paman/keponakan) dan bukan saudara (teman biasa/semarga).

2.1.6. Pengaruh Hubungan Bisnis Terhadap Harga Jual

Hughes dan Kappor (Sugiyono, 2003, p20) menyatakan bahwa bisnis ialah suatu

kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan

jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.Secara umum

kegiatan ini ada didalam masyarakat dan dalam industri (Anonim, 2013).

Dalam kegiatan penjualan produk biasanya dapat dilakukan dengan berbagai

macam cara. Yang pertama adalah hubungan komisi.Dalam hubungan komisi, pedagang

hanya bersifat menjual produk milik orang lain, sebagai pendapatannya pedagang diberi

komisi sesuai dengan kesepakatan awal hubungan usaha. Yang kedua adalah jual beli

langsung. Dengan model ini agen di Medan mencari produk, kemudian ditawarkan dengan

via telefon kepada pedagang di Jakarta, disana akan terjadi tawar menawar, bila harga

sudah disepakati maka pedagang akan mentransfer uang dan barang akan dikirim. Ketiga

ialah bagi dua, dengan model ini pedagang dan agen akan mengalami untung rugi secara

(6)

perdagangan biasa (nota) dan bagi dua. Dari ketiga model hubungan bisnis tersebut diatas

akanmenunjukkan harga yang berbeda.

2.2. Hipotesis

Berdasarkan pustaka di atas dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Diduga volume jual berpengaruh terhadap harga jual.

2. Diduga biaya pemasaran berpengaruh terhadap harga jual.

3. Diduga penerimaan berpengaruh terhadap harga jual.

4. Diduga pengalaman berdagang jeruk berpengaruh terhadap harga jual.

5. Diduga hubungan kekerabatan antara pedagang dengan agen di Medan

berpengaruh terhadap harga.

6. Diduga hubungan bisnis yang terjalin berpengaruh terhadap harga jual.

2.3. Variabel Pengukuran

1. Harga jual yang dimaksud adalah harga rata-rata dari semua jenis jeruk tanpa

memperhatikan kualitas diukur dari nilai penjualan persatuan berat, yaitu

Rp/kg.

2. Volume jual diukur dari banyaknya penjualan yang dilakukan dalam satu

minggu.

3. Biaya pemasaran diukur dari banyaknya pengeluaran yang dikeluarkan oleh

pedagang selama proses penjualan barang, meliputi sewa kios, tenaga kerja dan

transportasi.

4. Penerimaan diukur dari banyaknya jumlah penjualan yang dilakukan oleh

pedagang dikalikan dengan harga jual yang diberikan oleh pedagang.

5. Pengalaman usaha diukur dengan lamanya pedagang tersebut melakukan

kegiatan usaha khususnya jeruk Medan di Pasar Induk Kramat Jati, dengan

satuan waktu tahun.

6. Hubungan kekerabatan diukur dari hubungan yang terjalin antara pedagang

dengan agen di Medan, dalam penelitian ini hubungan kekerabatan hanya

dipilah menjadi dua, yaitu : saudara dan bukan saudara.

7. Hubungan bisnis yang dimaksud ialah hubungan yang terjalin antara pedagang

dengan agen yang mempengaruhi sistem pembagian keuntungan ataupun rugi.

(7)

Tabel 2.1 Variabel pengukuran

No Variabel Definisi Data

1 Harga Jual Harga rata-rata dari semua jenis jeruk tanpa

memperhatikan kualitas diukur dari nilai

penjualan persatuan berat, yaitu Rp/kg.

Rasio

2 Volume Jual Tingkat penjualan yang dicapai dalam periode

tertentu dalam satuan unit/kg dll.

Rasio

3 Biaya Sejumlah uang yang dikeluarkan oleh pedagang

selama proses sebelum dan saat berjualan.

Rasio

4 Pendapatan Kotor Sejumlah uang yang diterima oleh pedagang

dari hasil penjualan semua barang, sebelum

dilakukan proses pengurangan biaya-biaya yang

dikeluarkan.

Rasio

5 Pengalaman Sumber pengetahuan untuk melakukan sebuah

usaha.

Rasio

6 Hubungan Kekerabatan Hubungan anta manusia yang memiliki asal

usul atau silsilah yang sama, baik dalam

keturunan biologis maupun budaya.

Nominal

7 Hubungan Bisnis Hubungan yang terjalin antara pedagang dengan

agen yang mempengaruhi pembagian

keuntungan ataupun rugi.

Nominal

2.4. Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.2 Beberapa Penelitian sebelumnya yang hampir menyerupai penelitian ini

Nama Penulis

&

Judul Tulisan

Variabel yang dianalisis Hasil / Kesimpulan

Juwita Tarigan, 2002

Analisis Pemasaran

Jeruk Siam Medan

Saluran pemasaran, lembaga

pemasaran, petani jeruk siam Medan,

pedagang pengumpul desa (agen

jeruk), pedagang grosir, harga jual

petani dan harga beli pedagang.

Hasil penelitian menunjukkan ada

tiga lembaga pemasaran yang

terlibat , yaitu pedagang

pengumpul desa (agen), pedagang

grosis dan pedagang pengecer.

Secara umum struktur pasar yang

dihadapioleh lembaga pemasaran

adalah oligopsoni, oligopsoni

differensiasi, dan pasar yang

(8)

keluar masuk pasar umumnya

lalu diikuti oleh KP pedagang

pasar induk (Rp 1000/kg), dan

untuk KP pedagang pengecer (Rp

900/kg). Pedagang pengumpul

desa dan perkoper memperoleh

marjin pemasaran masing-masing

Gambar

Gambar 2.1 Kurva Permintaan dan Penawaran
Tabel 2.2 Beberapa Penelitian sebelumnya yang hampir menyerupai penelitian ini

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 2.3 Tampilan MenuBar Microsoft Visual Basic 6.0 37 Gambar 2.4 Tampilan ToolBar Microsoft Visual Basic 6.0 37 Gambar 2.5 Tampilan ToolBox Microsoft Visual Basic 6.0 38

[r]

Sehubungan dengan telah dilaksanakan Evaluasi Penawaran dari perusahaan yang saudara pimpin, maka dengan ini kami mengundang saudara dalam kegiatan Pembuktian

Dewan Redaksi.. Kenyataan ini menjadi bukti bahwa gunung api yang semula digolongkan tidak aktif, gunung api tipe B, dapat meletus dalam periode hidup kita sekarang. Atas

bersabda,”hari jumat adalah sayyidul ayyam (hari utama) disisi Allah, lebih utama dari hari idul Fitri atau Idul Adha, ada.. kejadian tentang keutamaan hari

UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) POKJA PENGADAAN BARANG DAN JASA LAINNYA Jl.. KINALINDO

Pembangunan nasional adalah suatu rangkaian usaha yang dilakukan secara berkesinambungan dalam semua bidang kehidupan masyarakat, bangsa.. 9 dan negara untuk menuju suatu

Penghubung (1 Unit) pada Sekretariat Daerah Kabupaten Lebong dengan hasil sebagai berikut :. KINALINDO