• Tidak ada hasil yang ditemukan

E-Book Majalah Geografi Warta Geologi Volume 5 Nomor 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "E-Book Majalah Geografi Warta Geologi Volume 5 Nomor 3"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Teks dan foto: T. Bachtiar

Sangat mungkin, pada mulanya berangkat dari rasa kagum akan kekuatan baja, ketika dalam kehidupan sehari-sehari, masyarakat belum akrab dengan perkakas dari bahan yang sangat kuat itu. Baja, dalam bahasa Kawi disebut malela. Sehingga segala sesuatu yang lebih dari biasanya, ditambahkanlah kata malela, sebagai ekspresi yang menggambarkan kekaguman, kekuatan, atau daya lebih dari benda tersebut. Misalnya, ketika melihat hamparan batu cadas yang sangat luas, sangat tebal, cadas itu disebut cadas malela. Rasanya tidak kebetulan penamaan curug, cai urug atau air terjun ini dengan nama Curug Malela, karena lebarnya mencapai 50 m lebih.

Curug Malela berada di Kampung Manglid, Desa Cicadas, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

(4)

4 W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0

Foto: Tom Cassadeval, USGS (koleksi Badan Geologi) teks oleh: S.R. Wittiri

Gunung Sinabung adalah gunung api dalam kategori Tipe B, artinya gunung api ini memiliki kawah di puncak, ada manifestasi panas bumi, berupa lapangan solfatara atau fumarola, tetapi tidak diketahui waktu letusannya dalam masa sejarah sejak tahun 1600.

Pada 27 Agustus 2010 Gunung Sinabung meletus dan secara otomatis berubah kelasnya menjadi gunung api tipe A. Foto ini diambil sebelum meletus.

(5)

Foto dan teks: Oki Oktariadi

Tanjunglayar, terkenal dengan dua batu besarnya, bongkahan karang ini merupakan sisa abrasi gelombang laut yang nampak menonjol seperti layar. Sehingga tempat ini dinamakan Tanjunglayar. Pantainya dikelilingi oleh gugus karang (batu gamping). Jika airnya sedang surut, kita beruntung bisa menyeberang menuju dua batu tersebut. Menaikinya atau sekedar berfoto dengan latar belakang di antara dua batu Tanjunglayar. Airnya sangat jernih, di celah-celah cekungan karang kita bisa melihat terumbu karang, rumput laut dan ikan-ikan kecil yang bergerombol. Lokasi Tanjunglayar ini dipenuhi dengan karang-karang dan juga hamparan kars seolah sebagai lantai dan teras rumah alami pantai tersebut. Kawasan ini dikelilingi oleh karang laut yang berdiri tegak seperti pagar laut.

(6)

6 W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0 Foto dan teks: S.R. Wittiri

Dalam mitigasi bencana, termasuk bencana letusan gunung api, salah satu cara yang bijaksana agar terhindar dari bahaya adalah mengungsi. Mengungsi berarti menjauhi sumber bencana ke tempat yang lebih aman. Seorang nenek diungsikan oleh anak-cucunya untuk menghindari bahaya awan panas letusan Gunung Karangetang, Pulau Siau, Sulawesi Utara.

(7)

P e n g a n t a r R e d a k s i

Pembaca yang terhormat,

Selamat berjumpa kembali dengan Warta Geologi (WG), majalah ilmiah populer bidang kegeologian. Perkenanlah kami, Dewan Redaksi Warta Geologi mengucapkan Selamat Hari Idul Fitri 1413 H, Mohon Maaf Lahir dan Bathin. Semoga di hari suci dan di dalam suasana silaturahmi ini kita dapat saling mengikatkan tali persaudaraan lebih erat lagi dan menjadi pendorong untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik lagi dalam bidang yang kita geluti.

Dalam rentang waktu tiga bulan ini ada peristiwa menarik terjadi di lingkungan Badan Geologi. Dua Sekretaris Badan Geologi datang dan pergi yang pada akhirnya keduanya pergi mengembang tugas di tempat lain, tetapi masih dalam jajaran Kementerian ESDM. Pertama kami mengucapkan selamat jalan kepada Dr. Djadjang Sukarna yang beralih tugas ke Biro Perencanaan dan Kerja Sama, ESDM. Kami juga mengucapkan selamat jalan kepada Dr. Hadiyanto yang sebelumnya menggantikan posisi Pak Djadjang sebagai Sekretaris Badan Geologi, kemudian di penghujung bulan Agustus Pak Hadiyanto mengemban amanah baru di jajaran Staf Ahli Menteri, KESDM. Selamat menjalankan tugas di tempat yang baru, semoga sukses.

Di bulan Agustus itu pula, masyarakat Indonesia pada umumnya, para ahli gunung api pada khususnya dikejutkan dengan meletusnya Gunung Sinabung. Gunung api yang berada dalam klasifikasi tipe B ini terletak di Tanah Karo, Sumatera Utara dan meletus pada tanggal 27 Agustus 2010. Peristiwa ini diangkat menjadi topik dalam Editorial WG dengan judul “Refleksi atas meletusnya Gunung Sinabung”.

Para Pembaca yang budiman,

Pada WG kali ini, seperti biasa kami menghadirkan tulisan-tulisan ilmiah populer dalam rubrik Geologi Populer dan Lintasan Geologi. Tulisan pertama berjudul “Lorong Lava Gunung Api Batur, Bali, Laboratorium Gunung Api Pertama Indonesia” dari Indyo Pratomo. Tulisan ini mengetengahkan keunikan Gunung Batur yang berada di Pulau Dewata yang memiliki 6 lorong lava dengan diameter 4 m, dan panjang antara 10 - 30 m. Tulisan lainnya berjudul “Menguak Fenomena Arsen” dari Sabtanto Joko Suprapto. Tulisan ini mencoba membedah karakter arsen sebagai zat pembunuh dan kegunaannya dalam industri, serta keterdapatannya di alam. Tulisan ketiga dalam Geologi Populer bertopik Atlantis yang ditulis oleh Rajiyowiryono bersaudara, yaitu Hardoyo dan Harsoyo. Kedua penulis secara apik menguraikan peluang keberadaan atlantis di Indonesia secara geologi dan histori.

Para Pembaca yang budiman,

Dalam rubrik Lintasan Geologi, ada dua tulisan yang berkaitan dengan meletusnya Gunung Sinabung, masing-masing ditulis oleh DR. R. Sukhyar dan SR. Wittiri. Tulisan lainnya dalam rubrik ini adalah mengenai Jalur Ofiolit di Indonesia karya Mesker H.J. Dirk

Tulisan R. Sukhyar yang berjudul “Gunung Sinabung di antara Gunung Api lainnya” pada hakekatnya menyoroti tentang makna pembagian dalam klasifikasi gunung api berdasarkan sejarah letusan. Sebagai Kepala Badan Geologi dan sejatinya sebagai ahli gunung api, beliau menyadari bahwa dengan meletusnya gunung api tipe B ini menjadi pelajaran yang sangat berharga dan harus dilihat sebagai peringatan bahwa para ilmuan perlu melakukan penelitian yang terpadu dalam keilmuan geosains guna mengetahui evolusi gunung api di Indonesia. Lebih lanjut R. Sukhyar menyoroti betapa pentingnya dan sudah waktunya diwujudkan suatu lembaga kegeologian nasional yang akan menangani berbagai aspek kebumian yang fokus pada aspek lingkungan dan kebencanaan geologi (geo-environment dan

geo-hazards) serta aspek sumber daya geologi ( geo-resources).

Tulisan kedua mengenai Sinabung adalah karya SR. Wittiri berjudul “Gunung Sinabung Naik Kelas”. Membaca judulnya, tulisan ini lebih menyoroti makna gunung api tipe B dan perubahan status suatu gunung api. Lebih lanjut disebutkan bahwa Sinabung adalah gunung api tipe B yang pertama meletus dalam sejarah kegunungapian di Indonesia dan bukan tidak mungkin akan disusul oleh gunung api lainnya yang berstatus sama. Penulisnya sangat kental menyebutkan bahwa “boleh jadi” peran tektonik di sisi barat Sumatera yang meningkat beberapa tahun terakhir sebagai motor penggerak meletusnya Sinabung.

Pembaca yang budiman,

Profil WG kali ini mengangkat perjalanan seorang vulkanolog perempuan pertama yang mencapai gelar doktor dalam ilmu kegunungapian yang kini berkiprah di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi. Supriyati Andreastuti, kawan dekatnya memanggilnya Mba Empi ini, adalah salah satu dari sedikit perempuan Indonesia yang dekat dengan gunung api, khususnya Gunung Merapi. Berada di atas gunung yang sedang meletus tentu bukan pengalaman yang biasa. Melalui wawancara dengannya yang dikemas dalam rubrik profil kali ini, pembaca dapat mengenal sepak terjang seorang vulkanolog perempuan di tengah bencana letusan gunung api.

Selain artikel-artikel di atas, para pembaca dapat pula menyimak beberapa berita dalam Seputar Geologi, Geofakta, Geo Informasi, dan Resensi Buku. Beberapa foto yang unik dan menarik sebagai ciri khas WG tetap dapat dinikmati. Mudah-mudahan sajian kami dalam edisi ini dapat menambah khasanah pengetahuan para pembaca. Dewan Redaksi terbuka menerima saran, kritikan yang akan menjadi penyemangat agar WG lebih berbobot dan berkualitas. Selamat menikmati.n

Salam

(8)

8 W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0

E d i t o r i a l

Refleksi atas Meletusnya Gunung Sinabung

G

unung Sinabung, gunung api yang selama

ini diklasifikasikan sebagai tipe B, meletus pada 27 Agustus 2010. Kenyataan ini menjadi bukti bahwa gunung api yang semula digolongkan tidak aktif, gunung api tipe B, dapat meletus dalam periode hidup kita sekarang. Atas fenomena tersebut seorang ahli gunung api di Indonesia mengomentarinya dengan ungkapan jenaka: ”Gunung Sinabung naik kelas”. Ya, salah satu refleksi dari peristiwa letusan Sinabung adalah persoalan klasifikasi tipe gunung api. Satu hal yang sudah jelas bahwa Gunung Sinabung yang semula termasuk tipe B setelah letusannya pada 27 Agustus 2010 itu berubah menjadi gunung api tipe A.

”Refleksi” berarti ”pantulan”. Namun, menurut kamus, ”refleksi” juga dapat berarti ”renungan”. Bahkan, dalam psikologi, self-reflection bermakna sebagai ”introspeksi”. Dalam tulisan ini istilah ”refleksi” dimaksudkan sebagai sebuah renungan atas kejadian letusan Gunung Sinabung yang baru lalu untuk mengambil manfaatnya kini dan kedepan. Selain persoalan klasifikasi tipe gunung api, letusan Sinabung juga menyampaikan pesan perlunya pemantauan gunung api yang meliputi gunung api tipe B, assesment terhadap lapangan panas bumi; dan yang tidak kalah pentingnya, peningkatan sosialisasi mitigasi bencana letusan gunung api kepada masyarakat, khususnya yang berdiam di sekitar gunung api.

Klasifikasi Tipe Gunung Api Indonesia

Sebagaimana kita ketahui, sejauh ini gunung api di Indonesia diklasifikasikan ke dalam tipe A, tipe B dan tipe C berdasarkan catatan sejarah letusannya. Secara populer, batasan ketiga tipe gunung api tersebut adalah: 1) Gunungapi tipe A adalah gunung api yang pernah meletus sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600 hingga sekarang; 2) Gunung api tipe B adalah gunung api yang tidak memiliki catatan sejarah letusan sejak tahun 1600 hingga sekarang dan ditemukan lapangan solfatara atau fumarola di sekitarnya; dan 3) Gunung api tipe C adalah gunung api yang tidak diketahui sejarah letusannya dalam peradaban manusia, namun masih menunjukkan lapangan solfatara dan atau fumarola pada tingkat lemah.

R. Sukhyar dalam salah satu kesempatan berpendapat bahwa catatan erupsi gunung api dimulai oleh bangsa Portugis pada tahun 1512 dilanjutkan oleh bangsa Belanda yang dimulai pada tahun 1602. Menurutnya, Neumann van Padang, seorang ahli geologi Belanda, menyusun katalog gunung api Indonesia pada 1951 yang disempurnakan oleh Kusumadinata pada 1979 dan diterbitkan oleh Direktorat Vulkanologi (sekarang Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

disingkat PVMBG) pada 1979 dalam sebuah buku berjudul ”Data Dasar Gunung api Indonesia”. Dari catatan-catatan tersebut kemudian berkembang klasifikasi tipe gunung api Indonesia sebagaimana telah dijelaskan diatas.

Sebenarnya, klasifikasi tipe gunung api yang didasarkan pada catatan kejadian letusan gunung api tetap relevan. Namun, apa yang menarik untuk didiskusikan adalah batas antara klasifikasi tipe A, tipe B, dan tipe C yang berpatokan pada waktu letusan yang dimulai pada tahun 1600. Mengapa tahun 1600 dijadikan batasan tipe A dan tipe B? Atau, mengapa gunung api yang tidak tercatat pernah meletus sejak tahun 1600 dimasukkan kedalam tipe B? Mengapa tahun 1600 menjadi begitu penting? Apakah karena tahun 1600 adalah tahun kedatangan Belanda ke Indonesia dan awal aktivitas mereka dalam pencatatan ilmiah, termasuk bidang geologi? Apakah tidak mungkin kita mendapatkan catatan dari naskah kuno, misalnya, tentang letusan sebuah gunung api Indonesia yang saat ini termasuk tipe B yang terjadi sebelum 1600?

Persoalan yang muncul adalah lingkup pengamatan gunungapi. Karena pertimbangan keterbatasan sumber daya manusia, sarana, dan biaya, pengamatan gunung api selama ini diprioritaskan hanya untuk gunung api tipe A. Pemunculan gunung api baru di Flores pada tahun 1988, yakni Gunung Anak Ranakah, dan kejadian letusan Gunung Sinabung, telah memberikan isyarat kepada kita bahwa kita perlu pula memperhatikan sejumlah gunung api yang termasuk tipe B, bahkan tipe C. Ini sebuah pekerjaan rumah (PR) bukan hanya untuk PVMBG, Badan Geologi, melainkan PR untuk kita semua.

Short Term Prediction, Long Term Prediction dan Riset Kegunungapian

Profesor J.A. Katili alm, ketika menjabat sebagai Direktur Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral pada saat berkunjung ke Flores pasca letusan Gunung Anak Ranaka, pernah menginstruksikan agar gunung api tipe B dan tipe C juga mendapat perhatian yang memadai. Sejak itu mulai dilakukan pemetaan Kawasan Rawan Bencana (KRB) letusan Gunung Api untuk gunung api tipe B.

(9)

diperlukan pemantauan secara berkala sesuai dengan porsinya. Cara lainnya adalah menambah dan memperluas jaringan Regional Center dan memasukkan beberapa gunung api tipe B atau tipe C dalam jaringan pemantauan didalamnya.

Untuk jangka pendek, dengan tersedianya data hasil pemantauan, maka para pengambil keputusan dapat memberikan prediksi jangka pendek (short term prediction) sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat luas menyangkut mitigasi letusan sebuah gunung api tipe B sebagaimana juga letusan gunung api tipe A. Untuk jangka panjang, upaya pemantauan gunung api tipe B ini selain akan menambah wawasan juga akan meningkatkan pangkalan data (data base) kegunungapian di Indonesia dan memberikan pula bahan untuk mitigasi dalam lingkup prediksi jangka panjang (long term prediction).

Dalam penelitian yang dilakukan pada Maret 2009 di Regional Center Sulawesi Utara, terekam adanya gempa vulkanik-dalam yang bersumber di bawah Gunung Klabat. Data ini sangat signifikan karena membawa pesan bahwa gunung api tipe B dan tertinggi di Sulawesi Utara ini mengisayaratkan kemungkinan meletus dalam periode dekat ke dapan. Idealnya, setiap gunung api aktif di Indonesia, tipe A maupun tipe B, memiliki rencana mitigasi untuk short term prediction dan long term prediction. Untuk itu, riset kegunungapian perlu selalu ditingkatkan.

Sosialisasi Bencana Letusan Gunung Api

Upaya BPPTK, PVMBG, Badan Geologi dalam mencerdaskan Masyarakat di sekitar lereng Merapi agar mereka paham dan - pada akhirnya - aman dan nyaman hidup berdampingan dengan Gunung Merapi perlu diapresiasi. Sosialisasi tanpa henti mulai dari tingkatan murid Sekolah Dasar hingga Ibu-ibu PKK, Hansip, penambang pasir, dan komunitas lainnya dilakukan secara berkala. Meskipun hasilnya belum optimal, tetapi paling tidak, ada yang berguna dalam menghadapi Merapi yang meletus.

Kasus letusan gunung Sinabung juga memberikan pelajaran pentingnya peningkatan sosialisasi. Dilaporkan bahwa di saat Sinabung meletus, Agustus yang lalu, banyak masyarakat di sekitar gunung Sinabung yang berasal dari daerah yang tidak terancam oleh bahaya letusan gunung itu ikut mengungsi. Hal ini juga merupakan masalah yang pemecahannya dapat didekati dengan program sosialisasi mitigasi bencana letusan gunung api. Sebab, risiko pengungsian pada akhirnya menjadi beban Pemerintah. Pengalaman atas peristiwa letusan Gunung Sinabung menegaskan bahwa sosialisasi yang cukup signifikan penting dilakukan kepada masyarakat yang berada di sekitar gunung api tipe B.

Gunung Api dan Lapangan Panas Bumi

Suatu ketika terjadi silang pendapat antara pengelola serta pelaku industri panas bumi (geothermal) disatu pihak dengan PVMBG dipihak lain. Silang pendapat berpangkal mengenai KRB letusan Gunung Api yang di dalamnya terdapat areal pengeboran panas bumi. Pelaku (baca investor) industri panas bumi berpendapat bahwa area yang mereka kelola adalah wilayah aman dan kegiatannya merupakan program nasional sehingga perlu didukung oleh semua pihak. Disisi lain, PVMBG sebagai institusi pemerintah yang memegang amanah untuk melakukan mitigasi bencana geologi mempunyai alasan teknis yang sudah standar, bahwa pada jarak tertentu dari pusat letusan adalah daerah yang tidak boleh ada aktivitas apapun. Meskipun pada umumnya lapangan panas bumi berada dalam wilayah gunung api tipe C, tetapi ada beberapa diantaranya berada pada wilayah gunung api tipe B.

Tidak jauh dari Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak terdapat lapangan panas bumi yang sedang dalam tahap eksplorasi. Bahkan, di sekitar gunung api tipe A seperti di lereng Gunung Salak dan Gunung Dieng terdapat lapangan panas bumi yang dalam tahap operasi. Kenyataan ini menjadi sebuah dilema yang apabila tidak segera diselesaikan akan menyebabkan masalah di kemudian hari. Jangan sampai kelak jika ada lapangan panas bumi yang hancur akibat letusan gunung api, kita saling menyalahkan. Suatu kajian risiko kawasan lapangan panas bumi terhadap ancaman letusan gunung api perlu dilakukan sehingga langkah antisipasi sudah dapat diketahui dan disepakati semua pihak untuk dilaksanakan. Peran yang dititipkan oleh Tuhan pada setiap gunung api antara lain memberikan kesuburan, kesejukan, dan meletus. Bencana terjadi apabila ada aktivitas manusia yang berlebihan di dalamnya.

Salam,

Oman Abdurahman dan S.R. Wittiri

“Sinabung”

(10)

10

W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0

G e o l o g i P o p u l e r

L

orong lava terbentuk pada aliran lava basal yang relatif encer (low-viscosity). Pada saat bagian permukaannya telah mengerak atau membeku, bagian dalamnya masih panas (> 11000C) dan cair, sehingga

tetap mengalir. Akhir perjalanannya menyisakan ruang berbentuk lorong atau tabung (tube).

Pendahuluan

Lorong lava (lava tunnel) umumnya terbentuk pada aliran Pahoehoe lava

(Tipe Mauna Loa, Hawaii) yang sangat encer dan juga lava bongkah (A’a lava) yang relatif lebih kental dengan ketebalan tertentu (Tipe Mt. Etna, Italia). Morfologi tabung atau lorong terbentuk dalam mekanisme aliran lava basal, dapat mencapai jarak ratusan meter hingga beberpa kilometer jauhnya dari sumbernya (kawah) tanpa banyak kehilangan energi panasnya. Lorong lava di Queensland, Australia mencapai panjang lebih dari 100 km, dengan diameter 15 m.

Oleh: Indyo Pratomo

Laboratorium Gunung Api

Pertama di Indonesia

Lorong Lava Gunung Batur, Bali

(11)

Leleran lava yang terjadi di Gunung Batur pada 1848 berasal dari Kawah Utama merupakan lava berstruktur bongkah (blocky atau A’a lava) yang mengalir melalui lembah purba yang cukup dalam dan mempunyai kelerengan terjal, kemudian melalui dataran, hingga mencapai tepian Danau Batur.

Sekilas Tentang Gunung Batur

Dari sisi panorama, keindahan alam Gunung Batur merupakan salah satu yang terindah di Nusantara. Apabila berdiri di sisi jalan di Panelokan yang

Leleran lava tahun 2002 di Gunung Kilauea, Hawaii: Foto Hetu Seth, kiri, dan Valentine Cave, California, USA, sebuah lorong lava, kanan.

Kerucut aktif Gunung Batur, 1715 m dpl., mempunyai 3 kelompok kawah aktif yang berorientasi timurlaut – baratdaya, dengan latar depan Danau Batur. Foto: I. Pratomo.

merupakan bagian dari dinding kaldera (rim crater), akan tampak kerucut gunung api muda, Gunung Batur, dengan latar belakang sebuah danau, Danau Batur. Oleh karena itu mengunjungi Batur adalah hal yang “wajib” apabila berkunjung ke Pulau Bali.

(12)

12 W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0

G e o l o g i P o p u l e r

pada umumnya, salah satunya ditemukan di Gunung Batur, Bali.

Kerucut aktif Gunung Batur dikelompokkan sebagai kegiatan gunung api aktif pasca-kaldera (Pratomo, 2006), menyusul aktivitas pembentukan Kaldera Catur (pembentukan Kaldera-1) dan Kaldera Batur

(pembentukan Kaldera-2) yang terbentuk masing-masing pada 29.300 dan 20.150 tahun yang lalu (Sutawidjaja S., 1992, Reubi dan Nicholls, 2004). Kegiatan pasca kaldera Batur diawali oleh pertumbuhan kerucut gunungapi berkomposisi basal pada bagian lantai kaldera. Kerucut muda yang terbentuk kemudian tersusun oleh aliran lava Peta Geologi Gunung Batur (Sutawidjaja, 1992), yang disederhanakan (atas),

dan foto udara kawasan Kaldera Batur (bawah), memperlihatkan bentang alam dan tatanan gunung api dengan Kaldera Batur.

Panorama bentang alam lereng timur kerucut G. Batur, memperlihatkan saluran lava (lava channels) yang mengalir keluar dari Kawah Utama (bawah), saluran lava di kawasan dataran dekat Danau Batur (atas). Foto: I. Pratomo, 2010.

(13)

dan endapan piroklastik yang terdiri dari skoria dan pasir volkanik, menyisakan sebuah danau berbentuk bulan sabit, Danau Batur, seperti yang terlihat sekarang ini.

Karakteristik bentang alam sebagai jejak kegiatan gunungapi pasca-kaldera Batur (kerucut aktif G. Batur), terbentuk oleh leleran lava basal (50% SiO2) yang berkembang pada bagian tengah dari Kaldera Batur (Kaldera-2). Dinamika aliran lava basal berstruktur bongkah (a’a lava) yang mengalir dari Kawah Utama (Kawah 1) hingga mencapai Danau Batur yang berjarak + 4 km, membentuk saluran-saluran lava (lava channels), lorong lava (lava tube), ‘tumuli’, kerucut spatter (spatter cone), lava tali (ropy lava) dan struktur-struktur aliran lava yang terbentuk akibat interaksi dengan air Danau Batur.

Salah satu cabang dari Lorong Lava – 1, dengan diameter hingga mencapai 4 m (atas), ornament gua lava, berupa ‘stalaktit’ lava (lavacicles) dengan beberapa sarang burung Seriti dan kelelawar (bawah).

Lorong Lava – 2, berdiameter 4 m, panjang > 30 m. Tampak bagian lantai memperlihatkan struktur leleran lava yang mengalami pembekuan terakhir dari rangkaian pembentukan lorong lava serta beberapa jenis ornament pada bagian atapnya.

Mulut Lorong Lava – 2, mempunyai lebar lebih dari 10 m, yang merupakan bagian dari runtuhan lorong lava.

Lorong lava 1 dan 2 yang berlokasi pada 080

15’ 03,6” LS dan 1150 23’ 18,5” BT, ketinggian

1070 m dpl., terdapat ornamen-ornamen yang berkaitan dengan proses pembekuan lava yang umumnya terdapat pada bagian atap lorong, seperti ‘stalaktit’, ‘lavacicles’ yang berbentuk menyerupai gigi ikan hiu, dan sebagainya.

Dalam penelitian yang dilakukan Tim Museum Geologi, Badan Geologi pada 20 Maret – 15 April 2010, setidaknya ditemukan 6 (enam) lokasi lorong lava yang telah teridentifikasi di kawasan Gunung Batur.

Penutup

(14)

14 W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0 Peta Geologi Gunung Batur (Sutawidjaja, 1992), yang disederhanakan (atas), dan foto udara kawasan Kaldera Batur (bawah), memperlihatkan bentang alam dan tatanan gunung api dengan Kaldera Batur.

Saluran lava (lava channel) yang mengalami pembubungan dan membentuk

struktur seperti kubah sebagai akibat tekanan gas dan masa fluida di dalamnya,

disebut ‘tumuli’, umumnya terbentuk pada aliran lava di tempat yang relatif datar (atas). Pada keadaan tertentu dapat terjadi letusan sekunder yang

mengakibat-kan saluran lava tersebut menjadi terbuka (bawah).

G e o l o g i P o p u l e r

Bagian atap lorong lava memperlihatkan jejak-jejak proses pendinginan dan pembekuan lava, seperti bentuk-bentuk yang menyerupai gigi ikan hiu (lavacicles), bekas leleran lava yang menempel dan jejak oksidasi.

(15)

dan kegiatan gunung api pasca-kaldera yang dapat diamati dari tepi dinding kaldera dengan dukungan sarana transportasi dan komunikasi yang baik.

Temuan ini merupakan hal yang baru dan mempunyai nilai ilmiah dan edukatif, yang berkaitan dengan dinamika aliran lava dengan berbagai aspek fisiknya serta bentang alamnya. Selama ini keberadaannya hanya dikenal melalui buku dan media elektronik asing. Semoga penemuan ini merupakan sumbangan pengetahuan praktis bagi perkembangan ilmu pengetahuan alam kebumian (geology), terutama kegunungapian (volcanology).

Pustaka

Pratomo, I. 2006. Klasifikasi Gunungapi Aktif Indonesia, studi kasus dari beberapa letusan gunungapi dalam sejarah. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1, No. 4. pp. 209-227

Sutawidjaja, I. S., 1992. Peta Geologi Gunungapi Batur, skala 1 : 100.000. Direktorat Vulkanologi, Dept. ESDM.

Wheller, G.E., Varne, R., 1986. Genesis of dacitic magmatism at Batur volcano, Bali, Indonesia: Implications for the origin of stratovolcano calderas. Journal of Volcanology and Geothermal Research 28: 363-378.

http://en.wikipedia.org/wiki/Lava_tube.n

Penulis adalah Peneliti pada Museum Geologi / PSG Badan Geologi

Panorama tepi Danau Batur, memperlihatkan leleran lava G. Batur yang mencapai danau dan berinteraksi dengan air danau pada saat pembekuannya.

Lubang vertikal, yang juga merupakan mulut lorong lava, terbentuk akibat letusan sekunder yang disertai runtuhan lorong lava, sehingga membentuk lubang vertical seperti kawah (atas), dan membentuk struktur kerucut ‘spatter’ (spatter cone).

(16)

16

W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0

G e o l o g i P o p u l e r

A

rsen sangat menarik bagi kebanyakan orang karena sifat racunnya. Sejarah kriminal

mencatat, bahwa peracunan

menggunakan arsen paling sering dilakukan, meliputi 31% dari pembunuhan dengan racun, dan telah dipraktekkan sejak jaman Romawi. Meninggalnya Munir dan Napoleon Bonaparte dikaitkan dengan arsen.

Sementara bagi kalangan ahli geologi, keberadaan arsen di alam dikaitkan dengan keterdapatan bijih logam, khususnya emas.

Karakteristik arsen berwarna kuning, hitam, dan abu-abu, sangat rapuh secara kimiawi memiliki sifat serupa dengan fosfor, dapat digunakan sebagai pengganti dalam berbagai

Oleh: Sabtanto Joko Suprapto

Fenomena Arsen

Menguak

(17)

reaksi biokimia, menunjukkan sifat logam, di alam terdapat dalam beberapa bentuk mineral. Apabila dipanaskan, arsen akan cepat teroksidasi menjadi oksida arsenik, yang berbau seperti bau bawang putih. Arsen dan beberapa senyawa arsen dapat langsung tersublimasi, berubah dari padat menjadi gas tanpa menjadi cairan terlebih dahulu. Mineral yang mengandung arsen adalah arsenopirit, orpiment dan realgar.

Sifat Racun

Arsen mudah diperoleh di toko bahan kimia, biasa digunakan untuk bahan dasar racun tikus. Senyawa arsen yang paling sering digunakan untuk meracuni orang adalah As2O3 (arsen trioksida). Arsen merupakan racun apabila berupa senyawa arsen, sedangkan dalam bentuk unsur tidak bersifat toksik. Senyawa arsen masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara, yaitu lewat mulut, melalui kontak kulit yang luas, dan melalui paru-paru. Bentuk fisik senyawa arsen yang masuk ke dalam tubuh, mempengaruhi efektivitasnya pada tubuh. Menelan senyawa atau garam arsen dalam bentuk larutan lebih cepat penyerapannya dibandingkan penyerapan arsen dalam bentuk padat. Penyerapan senyawa arsen dalam bentuk padat halus lebih cepat dibandingkan bentuk padat kasar, sehingga gejala klinis yang terjadipun lebih berat juga.

Efek arsen terhadap tubuh tergantung dari sifat fisik dan kimiawi racun, jumlah racun yang masuk, kecepatan absorpsi, serta kecepatan dan jumlah eliminasi, baik yang terjadi alamiah (melalui muntah dan diare) maupun buatan, misalnya akibat pengobatan. Arsen anorganik yang masuk ke tubuh wanita hamil dapat menembus plasenta dan masuk ke tubuh janin.

Berdasarkan kurun waktu proses berlangsungnya keracunan arsen, ada dua macam proses keracunan akibat arsen, yaitu bersifat kronis dan akut. Apabila akut, proses kejadiannya berlangsung cepat dengan dosis yang tinggi. Sementara apabila kronis, arsen masuk dengan dosis rendah, dalam kurun waktu yang lama. Proses tersebut penting dalam mengungkap kasus penyebab kematian akibat racun arsen. Kalau akut berarti cepat, gejala keracunan mendadak dengan muntah, mual dan gangguan pencernaan lain, sedangkan apabila kronis, maka harus dilihat lagi beberapa gejala ke belakang selama yang bersangkutan masih hidup, seperti beberapa waktu sebelumnya terdapat kelainan kulit, rambut rontok, gejala ini menunjukkan bahwa masuknya arsen secara perlahan-lahan atau dalam situasi kronis.

Racun arsen yang masuk ke dalam saluran pencernaan akan diserap di dalam usus dan masuk ke aliran darah dan disebar ke seluruh organ tubuh. Sebagai racun, arsen bekerja melalui efek toksik ganda, yaitu mempengaruhi respirasi sel

dan menghambat kerja enzim yang terkait dengan transfer energi. Sebagian arsen juga menggantikan gugus fosfat sehingga terjadi gangguan oksidasi dalam tubuh. Selain itu senyawa arsen mempengaruhi pembuluh darah, menyebabkan dilatasi dan peningkatan permeabilitas, sehingga pembuluh darah jantung yang terkena dapat terjadi timbulnya perdarahan.

Di dalam darah, arsen yang masuk akan mengikat globulin, salah satu protein serum, dalam darah. Dalam waktu 24 jam setelah dikonsumsi, arsen dapat ditemukan dalam konsentrasi tinggi di berbagai organ tubuh, seperti hati, ginjal, limpa, paru-paru, serta saluran cerna, dimana arsen akan mengikat gugus syulfhidril dalam protein jaringan. Di dalam tulang arsen menggantikan posisi fosfor, sehingga arsen dapat teridentifikasi di dalam tulang setelah bertahun-tahun kemudian.

Sebagian arsen dibuang melalui urin dan sebagian lainnya ditimbun dalam kulit, kuku, dan rambut. Fakta terakhir ini penting, karena setiap kali ada paparan arsen, maka kandungan arsen bertambah di dalam kulit, kuku dan rambut. Dalam penyidikan kasus pembunuhan dengan menggunakan arsen, adanya peracunan kronis dan berulang dapat dilacak dengan melakukan pemeriksaan kadar arsen pada berbagai bagian potongan rambut dari pangkal sampai ke ujungnya.

(18)

18 W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0

G e o l o g i P o p u l e r

Ada beberapa alasan arsen banyak dipergunakan oleh para pembunuh. Pertama, karena sifat racunnya yang tidak mempunyai rasa, tidak berwarna dan tidak berbau, membuat racun ini relatif tidak mudah diketahui oleh korbannya apabila arsen dicampurkan pada makanan dan minuman. Kedua, racun ini mempunyai efek seperti penyakit biasa, terutama penyakit muntaber, sehingga korban yang meninggal bisa diduga akibat penyakit muntaber atau kolera. Pada kenyataannya, memang banyak dokter dan keluarga korban yang terkecoh, menyangka korban meninggal karena penyakit muntaber dan bukan karena diracun, apalagi jika kejadian muntabernya telah berlangsung lama dan berulang kali. Ketiga, racun ini mudah diperoleh. Sebagai suatu bahan kimia yang umum atau biasa digunakan untuk membasmi hama, racun ini mudah diperoleh di toko kimia dan toko pertanian. Di daerah Jawa Tengah, untuk membersihkan keris digunakan bahan mengandung arsen.

Meskipun begitu arsen bukanlah racun yang sempurna, karena tidak terlalu efektif. Tindakan meracuni orang dengan menggunakan arsen belum tentu berhasil menyebabkan kematian pada korbannya. Efek kematian yang terjadi pada arsen biasanya terjadi lambat, tidak seketika, dan menimbulkan nyeri hebat pada korban, sehingga kondisi tersebut mudah menimbulkan kecurigaan orang. Salah satu contoh dalam sejarah peracunan arsen yang gagal adalah kasus percobaan pembunuhan terhadap raja Louise XIV dari Perancis oleh Catherine Deshayes. Atas kegagalan usahanya tersebut, Deshayes dinyatakan bersalah melakukan percobaan pembunuhan dan dihukum siksa kemudian dibakar.

Arsen juga bukan racun yang ideal karena mudah dideteksi. Adanya penimbunan arsen di dalam jaringan rambut dan kuku, yang merupakan jaringan yang tahan pembusukan, membuat riwayat peracunan arsen dapat dibuktikan, bahkan juga pada kasus dengan korban yang sudah tinggal tulang belulang. Dengan melakukan pemeriksaan rambut dari pangkal sampai ke ujung, dan dengan memperhitungkan kecepatan pertumbuhan rambut, dokter forensik dapat menentukan sudah berapa lama dan berapa sering korban diracun, sebelum akhirnya meninggal dunia.

Dalam proses otopsi, pemeriksaan peracunan menggunakan arsen relatif lebih lama. Biasanya penyelidikan adanya arsen dilakukan terakhir, setelah sianida, narkotika, dan obat tidur. Arsen dapat tersimpan pada tubuh korban dalam kurun waktu yang sangat lama. Napoleon Bonaparte baru dicurigai meninggal karena zat arsenik ratusan tahun kemudian. Tahun 2000, setelah kaisar Perancis itu meninggal 5 Mei 1821 di Pulau Helena, Atlantik Selatan, ahli patologi kriminal Perancis menemukan unsur arsen berada di

rambut Napoleon. Kadar arsen yang ditemukan 7-38 kali lebih tinggi dari jumlah yang normal.

Beberapa tahun lalu kita dihebohkan oleh kasus Buyat. Beberapa warga sekitar Teluk Buyat diduga keracunan arsen. Dari berbagai penyakit yang dialami beberapa warga diduga keracunan arsen, seperti kelainan kulit, serta gangguan neuropati berupa keram pada kaki dan tangan. Mengingat sejumlah logam terdapat pada sebagian warga, maka harus dipertimbangkan faktor asupan makanan sehari-hari, jenis pekerjaan, dan lingkungan. Paparan yang dialami warga Buyat adalah paparan kronis, kemungkinan penyebabnya lingkungan di mana tinggal mempunyai kandungan arsen yang relatif tinggi.

Gejala-gejala yang tampak pada manusia akibat keracunan arsen:

Kerontokan rambut, merupakan tanda •

keracunan kronis

Bau napas seperti bawang putih, merupakan • jalan berdebu, disebabkan oleh keracunan kronis arsen

Kolik abdomen, akibat keracunan kronis •

Kelainan kuku, garis Mees (garis putih melintang •

pada nail bed) dan kuku yang rapuh. Kelumpuhan (umum maupun sebagian)

Arsen dan senyawa arsen digunakan sebagai pestisida, herbisida, insektisida, dan dalam berbagai alloy (paduan logam). Arsen juga digunakan dalam pembuatan perunggu dan kembang api. Senyawa yang paling penting

(19)

adalah arsen putih, sulfida, paris hijau, dan arsen timbal; tiga yang terakhir telah lama digunakan untuk insektisida dan racun di bidang pertanian. Selain itu arsen banyak digunakan sebagai agen penguat dalam pembuatan peralatan elekrtonik seperti transistor. Galium arsenida adalah material semikonduktor penting, diantaranya digunakan sebagai bahan laser untuk mengkonversi listrik ke cahaya koheren secara langsung.

Timbal biarsenat telah digunakan di abad ke-20 sebagai insektisida untuk buah, namun mengakibatkan kerusakan otak para pekerja yang menyemprotkannya. Selama abad ke-19, senyawa arsen telah digunakan dalam bidang obat-obatan tetapi kebanyakan sekarang telah digantikan dengan obat-obatan modern.

Arsen digunakan untuk campuran dengan logam lain seperti timbal dalam pembuatan shot (partikel bundar berukuran pasir) dan insektisida berbentuk arsenat–Ca dan Pb. Arsen putih (As2O3)

biasanya digunakan untuk membasmi rumput liar, sementara senyawa arsenik tertentu dimanfaatkan dalam peleburan gelas, pengawet kayu dan kulit, bahan pencelup, pigmen, obat-obatan, petasan/ kembang api, dan bahan kimia.

Kegunaan arsen untuk kepentingan industri, yaitu:

Pembuatan

alloy (paduan logam)

Pestisida yang mengandung Arsen •

Pembuatan Galium Arsenida (GaAs) yang •

berguna untuk perangkat elektronik Pembuatan silikon bentuk padat •

Solder •

Katalis pada pembuatan etilen oksida •

Pembuatan semikonduktor •

Industri kaca/gelas (AsO

• 3, As2Se, As2O6, logam

arsen)

Pewarna pada jam yg terbuat dari kaca •

Industri tekstil •

Penyamakan kulit •

Pabrik pembuatan pigmen •

(20)

20 W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0

G e o l o g i P o p u l e r

Industri keramik (As

• 2 ptO5)

Pembuatan filter cahaya (lapisan tipis As

• 2O5)

Geologi dan Ekstraksi

Di alam terdapat lebih dari 25 mineral mengandung As berupa arsenida atau sulfida. Mineral mineral tersebut seperti: arsenopirit (FeAsS), lollingit (FeAs2), smaltit (CoAs2), nikolit (NiAs), tennantit

(Cu8As3S7), enargit (Cu3AsS4), proustit (Ag3AsS),

realgar (As4S4), dan orpimen (As2S3). Arsen dapat

dihasilkan sebagai produk sampingan dari proses pengolahan bijih logam non-besi terutama emas. Arsen ditemukan pada beberapa tipe mineralisasi deposit bijih logam, diantaranya:

Mineralisasi Cu–pirit–As •

Mineralisasi sulfida As dan sulfida Au–As •

Mineralisasi Sn mengandung As. •

Mineralisasi Ag murni dan arsenida Ni–Co •

Mineralisasi Au mengandung As •

Mineralisasi Cu–Zn–Pb mengandung mineral •

enargit

Kondisi geologi keterdapatan sebaran arsen berkaitan dengan aktivitas hidrotermal, hal ini

umumnya berkaitan dengan aktivitas magmatik. Indonesia hampir sebagian besar wilayahnya ditempati oleh batuan gunung api, sehingga potensi terdapatnya sebaran arsen di Indonesia sangat besar. Arsen umumnya terdapat bersama dengan cebakan emas. Dengan keterdapatan emas di sebagian besar kepulauan di Indonesia merupakan salah satu tanda akan potensi keterdapatan arsen. Mineralisasi yang sangat potensial menghasilkan arsen di antaranya mineralisasi emas tipe Carlin, yaitu cebakan bijih emas yang merupakan ubahan dari batuan karbonat. Cebakan bijih emas tipe Carlin di Indonesia terdapat seperti di Bukit Nona Hoa sebelah utara teluk Buyat, Sulawesi Utara; di Desa Lumut, Aceh Tengah; serta di Pantai Ayah, Kebumen, Jawa Tengah. Rata-rata kandungan arsen pada bijih emas di Daerah Bukit Nona Hoa sekitar 94 ppm dengan harga maksimum 328 ppm. Kandungan arsen pada sampel lumpur fraksi halus -80 mesh dari endapan sungai yang mengalir di sekitar bijih emas di Desa Lumut, Aceh Tengah, maksimum 600 ppm.

Aktivitas hidrotermal menghasilkan cebakan bijih logam, dimana deposit bijih logam tersebut dapat mengandung arsen sebagai mineral ikutan, demikian juga aktivitas hidrotermal yang muncul di permukaan tanah sebagai manifestasi panas bumi, dapat mengandung arsen. Cebakan bijih emas umumnya disertai dengan arsen sebagai mineral ikutan. Meskipun dalam jumlah dan kadar yang relatif tidak besar, akan tetapi karena sifat arsen mobilitasnya relatif lebih tinggi dibandingkan emas sehingga bisa menyebar lebih jauh, oleh sebab itu dapat digunakan sebagai unsur jejak yang pada kegitan eksplorasi merupakan indikasi adanya emas.

Deposit bijih logam mengandung arsen, secara alami akan teroksidasi, terlapukkan, unsur unsur logam termasuk juga arsen terlarutkan, hanyut terbawa aliran air permukaan maupun air tanah, menyebar pada lingkungan sekitarnya. Sebaran arsen tersebut mengkontaminasi lingkungan menyebabkan degradasi kualitas lingkungan. Penyebaran unsur arsen melalui media air akan meningkatkan kandungan arsen pada air permukaan, air tanah, tanah di sekitarnya, serta kandungan arsen pada endapan sungai. Sebaran kandungan arsen tersebut pada tahap kegiatan eksplorasi merupakan penuntun ke arah lokasi terdapatnya cebakan bijih logam seperti bijih emas dimana arsen berasal.

Model sebaran unsur logam epitermal

Hidrotermal bagian dari sistem panas bumi, merupakan media pembawa logam termasuk arsen. Fluida hidrotermal mengalir melewati lapisan yang permeabel dapat mencapai permukaan tanah, membentuk mata air panas. Keluarnya hidrotermal ke permukaan tanah akan lebih terbantu oleh adanya struktur patahan maupun Bijih emas berupa silika di Ratatotok mengandung arsen.

(21)

rekahan, sehingga sebaran arsen yang terbentuk di permukaan tanah membentuk kelurusan, yang dikenal dengan garis geokimia.

Sebaran arsen pada lingkungan meskipun dalam kadar yang tidak tinggi dapat berdampak kronis terhadap kesehatan, hal ini apabila air permukaan dan air tanah yang terkontaminasi tersebut dikonsumsi untuk kebutuhan air minum. Dampak kronis akibat dari arsen ini dikenal dengan arsenocosis. Penderita arsenocosis ditandai dengan gangguan kulit, kanker kulit, kanker organ dalam, pendarahan, serta gangguan pada kaki. Kasus arsenocosis yang menonjol, yaitu di India bagian timur dan di Bangladesh, terjadi karena penggunaan air tanah mengandung arsen, meskipun kadar arsen relatif rendah yaitu 0,005-0,01 mg/ltr.

Kasus kontaminasi arsen terjadi pada daerah Alcase bagian selatan, batuan terdiri dari batugamping Mesozoikum yang mengandung arsen 20 sampai dengan 77 ppm. Pada daerah mineralisasi kandungan arsen mencapai 2738 ppm. Kandungan arsen yang umum pada gamping hanya 2 ppm sampai dengan 3 ppm. Pada daerah tersebut kandungan arsen yang tinggi dijumpai pada beberapa mata air.

Penanganan terhadap dampak kontaminasi arsen dilakukan dengan menghindari pemakaian air permukaan dan air tanah yang telah terkontaminasi arsen. Pemetaan daerah dengan kandungan arsen tinggi harus dilakukan, dan dihindari pemakaian air tanah untuk kebutuhan air minum yang berasal dari daerah tersebut.

Proses ekstraksi berupa penambangan dan pengolahan akan menyebabkan terbongkar dan tergalinya bijih, serta terpisahnya arsen dari ikatan bijih logam. Pada tambang mengandung sulfida arsen dan sulfida logam yang lain, pembongkaran bijih menyebabkan terpaparnya (terbukanya) sulfida pada udara bebas. Pada kondisi terpapar pada udara bebas mineral sulfida akan teroksidasi dan terlarutkan membentuk air asam tambang. Air asam tambang berpotensi melarutkan logam yang terlewati sehingga membentuk aliran mengandung bahan beracun berbahaya yang akan menurunkan kualitas lingkungan.

Pembentukan air asam intensif terjadi pada daerah penambangan. Hal ini dapat dicegah dengan menghindari terpaparnya bahan mengandung sulfida pada udara bebas. Penanganan air asam dapat dilakukan dengan menetralisirnya menggunakan bahan penetral atau mengolahnya agar memenuhi batas baku mutu. Bijih tersisa yang masih terpapar pada udara bebas harus ditutup dengan lapisan impermeabel untuk mencegah teroksidasinya bijih.

Peremukan bijih emas mengandung arsen di Bukit Nona Hoa, utara teluk Buyat.

Amalgamasi bijih emas oleh penduduk di Ratatotok.

(22)

22 W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0

Sebaran arsen yang mengkontaminasi suatu lingkungan dapat terjadi secara alami. Arsen berasal dari hasil pelarutan bijih logam mengandung arsen atau berasal dari mata air panas manifestasi panas bumi. Penyebaran arsen melalui media air permukaan dan air tanah dalam kurun waktu ribuan tahun dapat terakumulasi dalam kadar dan kuantitas cukup besar sehingga sangat berisiko terhadap kesehatan.

Identifikasi atau inventarisasi daerah potensial terkontaminasi arsen sangat diperlukan untuk dasar mitigasi atau pencegahan terhadap kemungkinan keracunan arsen yang berasal dari lingkungan tempat masyarakat tinggal. Pemetaan geokimia sebaran arsen yang terdapat pada tanah, lumpur endapan sungai, air permukaan, maupun air tanah akan menghasilkan data yang dapat memberikan gambaran rona peninggian arsen yang perlu diwaspadai.

Bijih logam mengandung arsen, apabila dimanfaatkan, pada tahap pengolahan harus melalui proses detoksifikasi agar tailing yang nantinya akan dibuang sudah terbebas dari kandungan arsen. Apabila detoksifikasi tidak dilakukan, hal ini umum dijumpai pada tambang rakyat dalam sekala kecil, maka tailing yang dihasilkan harus ditangani agar tidak mencemari lingkungan, di antaranya dengan mencampur tailing dengan semen sehingga menjadi beton dan disimpan dengan cara ditimbun.

Khusus fenomena sebaran arsen di daerah Ratatotok, yang pada beberapa tahun lalu ramai dibicarakan terkait dengan kasus Teluk Buyat, perlu diungkap secara lebih lengkap dari aspek ke-geologi-an. Deposit bijih emas mengandung Pengolahan bijih logam mengandung arsen

dan unsur berpotensi racun yang lain, harus disertai dengan detoksifikasi untuk menangkap kandungan unsur racun pada tailing yang akan dibuang. Manfaat detoksifikasi selain menghindari terbuangnya logam racun ke lingkungan sekitarnya, bahan logam yang tertangkap dapat menjadi produk sampingan yang bisa dimanfaatkan.

Penutup

Sifat racun arsen yang dapat memberikan dampak serius terhadap kesehatan, perlu dipahami tidak hanya dari sisi kedokteran akan tetapi juga keberadaan dan perilakunya di alam. Terbentuknya arsen di alam, terkait dengan fenomena geologi, terutama dihasilkan oleh aktivitas hidrotermal, yaitu berada pada daerah ditemukannya deposit bijih logam dan pada daerah terdapatnya manifestasi panas bumi.

Latar belakang Teluk Totok dan Teluk Buyat, Ratatotok, Sulawesi Utara, difoto dari lokasi bijih emas mengandung arsen, antimoni dan merkuri di Bukit Nona Hoa.

(23)

arsen masih tersisa dalam jumlah besar. Bijih emas tersebut tidak hanya dijumpai di Ratatotok sebelah utara Teluk Buyat, akan tetapi dijumpai juga di daerah sebelah timurnya, yaitu di Daerah Belang, dan di sebelah barat di Daerah Kota Bunan. Pemetaan geokimia untuk mendapatkan data sebaran unsur arsen di seluruh wilayah diperlukan untuk mendapatkan gambaran rona sebaran arsen. Rona sebaran arsen di sekitar wilayah tambang, di sana banyak tambang rakyat beroperasi pada daerah Ratatotok dan sekitarnya, dan di wilayah sekitar sebaran bijih emas yang tidak ada penambangan, perlu diungkap pula.

Sebaran arsen di daerah Ratatotok dan sekitarnya menarik untuk diungkap lebih rinci mengingat dari sisi tipe mineralisasi emas yang dijumpai berupa tipe Carlin merupakan tipe yang pertama ditemukan dan di tambang di Indonesia. Tipe ini dicirikan oleh tingginya kandungan arsen, antimoni dan merkuri. Mineralisasi berada pada

batuan karbonat, yang melampar dari Daerah Kota Bunan di bagian barat sampai Belang di bagian timur. Keberadaan beberapa deposit bijih emas di daerah dekat permukiman yang padat penduduk. Pengungkapan data geokimia sebaran kandungan arsen, dan unsur pencemar lainnya seperti antimoni dan merkuri baik pada deposit bijih emas, tanah di sekitarnya, sedimen sungai, air sungai, maupun pada air tanah di daerah tersebut penting dilakukan agar ada solusi apabila dijumpai indikasi kontaminasi, sehingga tidak terus menerus menjadi misteri.n

Penulis adalah Kepala Bidang Program dan Kerja Sama, Pusat Sumber Daya Geologi,

Badan Geologi

(24)

24

W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0

G e o l o g i P o p u l e r

U

paya pencarian di mana letak Atlantis yang hilang, selalu membuat penasaran yang tak berkesudahan. Secara geologi dan histori, Indonesia dipandang memenuhi beberapa syarat, dengan nomini Kerajaan Tarumanegara dan Kalingga (atau Kalinga) sebagai pusat pewaris Atlantis Taprobane. Penominian ini diharapkan mendorong dilaksanakannya

penelitian lapangan untuk membuktikan keberadaannya.

Atlantis, Dari Plato Hingga Santos Sekitar 2.500 tahun yang lalu, Plato (428 – 348 SM) seorang filsuf Yunani yang menerapkan metode aplikasi mitologi untuk menjelaskan ajarannya, pada dua bukunya Timaeus dan Critias, menceritakan tentang sebuah negeri

G e o l o g i P o p u l e r

Oleh: Hardoyo Rajiyowiryono dan

Harsoyo Rajiyowiryono

Peluang Geologi dan Histori

Atlantis Taprobane di Indonesia

(25)

bernama Atlantis. Kemajuan peradaban Atlantis yang digambarkan Plato mendahului peradaban Zaman Neolithikum yang muncul sekitar 10.000 tahun yang lalu. Beberapa penggemar mitologi Atlantis berpendapat kalau masyarakat Atlantis sudah dapat membuat pesawat terbang, tertib hukum, menghargai kedudukan wanita dan makmur negerinya. Selanjutnya Plato dalam bukunya tersebut menginformasikan bahwa Atlantis hilang dalam semalam, tenggelam ke laut karena gempa bumi dan banjir, pada 11.600 tahun yang silam. Mitologi tentang Atlantis yang hilang itu digunakan oleh Plato untuk menjelaskan pranata dan kehidupan masyarakat yang menurut dia ideal.

Mitologi mengenai Atlantis mulai menarik perhatian dunia ketika pada tahun 1627 Francis Bacon dalam novelnya yang berjudul New Atlantis menceritakan keberadaan suatu komunitas masyarakat utopia bernama Bensalem di pantai barat Amerika. Gambaran tentang Atlantis yang dikemukakan oleh Bacon serupa dengan gambaran Atlantis dari Plato. Atlantis juga sempat menarik perhatian ilmuwan sekaliber Sir Isaac Newton (1728) sampai ahli strategi seperti Himmler (1938). Ketertarikan masyarakat terhadap Atlantis masih terus berlangsung sampai sekarang.

Selain pantai barat Amerika, tempat-tempat yang diperkirakan merupakan lokasi keberadaan Atlantis adalah pulau-pulau di Laut Tengah (seperti Sardinia, Kreta, Santorini, Sisilia, Siprus dan Malta), wilayah pantai timur Laut Tengah (seperti Turki dan Israil), Selat Bosporus, Selat Gibraltar, pantai Eropa Utara (seperti Swedia dan Irlandia), serta pulau-pulau di Kawasan Amerika Tengah dan Hindia Barat (seperti Azores, Spartel, Bahama dan Bermuda). Sampai saat ini, penelitian dan pencarian di tempat-tempat tersebut dianggap tidak memberikan hasil, alias belum menemukan Atlantis yang disebutkan Plato. Tempat yang dianggap paling favorit sebagai lokasi terdapatnya benua Atlantis adalah Selat Gibraltar, sedangkan lokasi yang dianggap mempunyai temuan luar biasa adalah Kepulauan Bahama. Di dasar laut Kepuluaan Bahama, ditemukan sesuatu yang diperkirakan sebagai sisa jalan raya Kota Atlantis.

Eropa sebetulnya mempunyai peluang yang besar sebagai lokasi Atlantis, karena pada akhir zaman es Flandrian (5.200 tahun yang lalu) terjadi genang laut yang menenggelamkan Selat Dover dan memisahkan Inggris dari Benua Eropa, sampai sekarang. Memang, jejak geologi dari genang laut ini hanya terdapat di Skotlandia sebagaimana ditunjukkan oleh data kenaikan suhu (suhu waktu itu 2–30C lebih panas dari suhu sekarang)

dari endapan gambut pada ketinggian 750 m.dpl. Namun, diperkirakan genang laut ini juga mempengaruhi Selat Gibraltar dan Laut Tengah, dan dapat menenggelamkan Atlantis jika Atlantis terdapat di tempat tersebut. Tetapi, sekali lagi, penelitian dan pencarian Atlantis di Eropa tidak

memberikan hasil yang memberikan kepastian, meskipun Spanyol dan Turki tetap mengklaim kalau Atlantis terdapat di wilayah mereka.

Pada tahun 2005, Prof. Arysio Santos, seorang ahli geologi dan fisikawan nuklir Brazil, yang tertarik dengan isu Atlantis, tetapi penasaran dengan hasil penelitian dan pencarian Atlantis yang tidak pernah jelas, menerbitkan hasil penelitiannya selama 30 tahun dalam bukunya yang berjudul Atlantis: The Lost Continent Finally Found. Penelitian Prof. Santos merujuk Indonesia sebagai lokasi atau tempat keberadaan Atlantis.

Atlantis Taprobane

Selain dipandu dengan diskripsi Atlantis yang diberikan oleh Plato (misalnya: Pilar Herkules), Prof. Santos juga sangat dipengaruhi oleh tulisan Claudius Ptolemaeus (Klaúdios Ptolemaîos), juga dikenal sebagai Ptolemy atau Ptolemaîos, ahli geografi Yunani yang hidup pada abad 2 M atau hampir 6 abad setelah Plato yang mengememukakan keberadaan Atlantis. Ptolemaîos menyebutkan keberadaan sebuah pulau yang bernama Taprobana Insula yang di dalamnya terletak negeri Barousai. Nama “Taprobana” berasal dari Taprobane yang dalam tradisi Hindu merupakan benua yang hilang dan disebut sebagai tempat asal-usul bangsa Dravida. Menurut Ptolemaîos benua ini berada di Hindia Timur.

(26)

26 W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0

G e o l o g i P o p u l e r

tulisan Ptolemaîos itu adalah Barus yang tak lain adalah sebuah kota pelabuhan di pantai barat Sumatera. Barus sejak zaman dahulu telah dikenal sampai ke Mesir dan Arabia sebagai penghasil kamper atau kapur barus. Oleh karena itu Prof. Santos sangat yakin, bahwa Atlantis terletak di benua, tempat Barus berada. Benua itu adalah Sunda Land atau Paparan Sunda, sebuah wilayah yang sampai saat ini terabaikan dalam hiruk-pikuk penelitian dan pencarian Atlantis. Untuk membedakan Atlantis temuannya dengan Atlantis-atlantis lain, seperti misalnya Atlantis Pashos dan Atlantis Lemuria, Prof. Santos menamakan Sunda Land sebagai Atlantis Taprobane, Atlantis yang terletak di Hindia Timur.

Nah, kira-kira seberapa besar peluang Indonesia untuk mengklaim bahwa Atlantis Taprobane memang terdapat di Indonesia? Prof. Santos sebetulnya bukan orang pertama yang menyebut Indonesia sebagai lokasi Atlantis. Sejak abad ke 19 sebetulnya Indonesia telah diidentifisikan sebagai bagian dari Atlantis Lumeria. Brahmantyo (2010) menyebutkan ada 24 kriteria yang harus dipenuhi untuk menetapkan suatu tempat sebagai Atlantis. Tetapi kelemahan terbesar justru muncul dari sisi sejarah atau histori. Menurut Plato, Atlantis sudah ada lebih dari 10.000 tahun yang lalu dan tenggelam pada 9.500 sebelum Masehi (SM). Plato sendiri hidup pada kurun 428 – 348 SM, sedangkan sejarah di Indonesia diyakini baru dimulai pada abad 4 M, bahkan peninggalan sejarah tertua yang dapat mewakili teknologi maju, Candi Borobudur, baru muncul pada abad ke 9 M. Sebagai pembanding, Mesir telah mulai masa sejarahnya pada 4.000 SM (Kurnia dan

Suryana, 2006).

Masa sejarah adalah masa, ketika masyarakat telah maju peradabannya, dan telah mampu mencatat keberadaannya. Kalau Atlantis memang berada di Indonesia, kapan Plato mendengar atau mengetahuinya dan mengapa Plato tertarik terhadapnya? Untuk mengukur peluang Indonesia sebagai tempat Atlantis, ada baiknya kita mulai dengan mengenal Plato dan memahami apa yang diajarkannya.

Plato, Filsuf Pemikir Etika dan Metafisika Plato terlahir dari keluarga bangsawan – penguasa. Ariston, ayah Plato adalah keturunan Raja Kodrus, raja terakhir Athena sebelum berubah menjadi negara kota yang diperintah oleh Senat. Sedangkan ibunya, Periktione, keturunan Solon, negarawan legendaris yang meletakkan dasar-dasar demokrasi bagi pemerintahan Athena. Tetapi, masa muda Plato dipenuhi oleh hal-hal yang mengecewakannya. Athena dikalahkan Sparta, sesudah berperang selama 27 tahun yang menyengsarakan rakyat. Kehidupan demokrasi dan moral negarawan Athena merosot, suap dan korupsi merajalela. Plato tumbuh sebagai pemuda yang membenci perang, memilih belajar filsafat dari pada menjadi negarawan atau politikus, kemudian dia belajar filsafat pada Socrates. Kekecewaannya memuncak ketika Socrates pada 399 SM dihukum mati karena dianggap menghina dewa-dewa orang Yunani.

(27)

selatan ke Megara, Babilonia dan Mesir. Setelah lama menetap di Mesir, Plato meneruskan pengembaraannya ke Kartago di Afrika Utara, lalu memutar ke Italia dan Sisilia sebelum kembali ke Athena tahun 387 SM untuk memulai mengajarkan filsafatnya. Kemerosotan moral Athena dan sentuhannya dengan matematika di Mesir, mempengaruhi ajaran filsafat yang ditekuninya. Plato memilih mengajarkan etika dan metafisika dalam akademinya. Plato menggunakan mitologi untuk menjelaskan ajarannya, seperti terlihat dalam buku-buku yang ditulisnya (Sutrisna dan Hardiman, 1994; serta Xiong, 2006).

Karya Plato yang paling terkenal adalah Politeia atau Republik. Mitologi Atlantis tercantum dalam Timaeus dan Critias (Sutrisna dan Hardiman, 1994). Dalam Timaeus Atlantis digambarkan sebagai berikut: “Di hadapan Selat Mainstay Halgelisi (yang ditafsirkan oleh sebagian besar penggemar Atlantis sebagai Selat Gibraltar dengan Pilar Herkules-nya, penulis) terhampar sebuah pulau yang sangat besar tempat kerajaan Atlantis berada. Saat itu Atlantis sedang bersiap-siap untuk berperang menghadapi Athena, ketika tiba-tiba terjadi gempa bumi dan banjir yang menenggelamkan Atlantis dalam semalam”. Sedangkan Critias memuat gambaran yang lebih

luas, yaitu mengenai:

kemegahan Kota Atlantis – dinding kotanya •

dilapisi emas,

kebajikan atau tingginya moralitas •

masyarakatnya,

dihargainya peran wanita – Atlantis mempunyai •

tokoh wanita yang sangat disegani, Cleito - ratu Atlantis - yang diperistri oleh Poseidon, dewa laut Yunani,

tenggelamnya Atlantis – tenggelam dan •

berubah menjadi lumpur dalam satu malam karena gempa bumi dan banjir.

Sebagai filsuf yang mengajarkan etika, nampaknya ketertarikan Plato terhadap Atlantis adalah karena moralitas warga Atlantis yang begitu tinggi dan ini berkat pimpinan seorang wanita. Plato agaknya mengganggap kondisi ini ideal dan perlu diajarkan kepada murid-muridnya. Berbeda dengan kondisi Athena saat itu yang moralitas negarawan dan warganya merosot, karena Athena diperintah secara oligarki oleh Senat yang beranggotakan 5.000 sampai 6.000 Senator, dan semuanya laki-laki.

Peluang dari Sisi Geologi dan Histori

Brahmantyo (2010) mengutipkan 24 syarat Atlantis hasil kesepakatan para peneliti Atlantis dari 15 negara yang berkumpul di Pulau Milos, Yunani, dari 11 hingga 13 Juli 2005, dan menyarankan agar berhati-hati dalam menyikapi kemungkinan Indonesia menjadi tempat keberadaan Atlantis. Ke 24 syarat tersebut, adalah:

Metropolis Atlantis harus terletak di suatu 1.

tempat yang tanahnya pernah ada atau sebagian masih ada.

Metropolis Atlantis harus mempunyai 2.

morfologi yang jelas berupa selang-seling daratan dan perairan yang berbentuk cincin memusat.

Atlantis harus berada di luar Pilar-pilar 3.

Hercules.

Metropolis Atlantis lebih besar dari Libya dan 4.

Anatolia, juga lebih besar dari gabungan Timur Tengah dan Sinai.

Atlantis harus pernah dihuni oleh masyarakat 5.

maju, beradab dan cerdas (literate population) dengan ketrampilan dalam bidang metalurgi dan navigasi.

Metropolis Atlantis harus secara rutin dapat 6.

dicapai melalui laut dari Athena.

Pada waktu itu, Atlantis harus berada dalam 7.

situasi perang dengan Athena.

Metropolis Atlantis harus mengalami 8.

penderitaan dan kehancuran fisik parah yang tidak terperikan (unprecedented proportions). Metropolis Atlantis harus tenggelam 9.

seluruhnya atau sebagian di bawah air. Waktu kehancuran Metropolis Atlantis adalah 10.

Foto Patung Plato, filsuf pengajar etika dan metafisika.Sumber gambar:

(28)

28 W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0 mendukung suatu pasukan besar (10.000 kereta perang, 1.200 kapal, 1.200.000 pasukan).

Ciri agama penduduk Atlantis adalah 13.

mengurbankan banteng-banteng.

Kehancuran Atlantis dibarengi oleh adanya 14.

gempa bumi.

Setelah kehancuran Atlantis, jalur pelayaran 15.

tertutup.

Gajah-gajah hidup di Atlantis. 16.

Tidak mungkin terjadi proses-proses selain 17.

proses-proses fisik atau geologis yang menyebabkan kehancuran Atlantis.

Banyak mata air panas dan dingin, dengan 18.

kandungan endapan mineral, terdapat di Atlantis.

Atlantis terletak di dataran pantai berukuran 19.

2000 X 3000 stadia (kl. 135.000 km2-penulis),

dikelilingi oleh pegunungan yang langsung berbatasan dengan laut.

Atlantis menguasai negara-negara lain pada 20.

zamannya.

Angin di Atlantis berhembus dari arah utara 21.

(hanya terjadi di belahan bumi utara).

Batuan Atlantis terdiri dari bermacam warna: 22.

hitam, putih, dan merah.

Banyak saluran-saluran irigasi dibuat di 23.

Atlantis;

Setiap 5 dan 6 tahun sekali, penduduk Atlantis 24.

berkurban banteng.

Memperhatikan ke 24 persyaratan tersebut, nampaknya kondisi geologi Indonesia memberi peluang yang cukup meyakinkan. Kondisi geologi Indonesia dapat memenuhi syarat no. 1, 2, 3, 9, 14, 17, 18, dan 22, kecuali memenuhi syarat pulau-pulaunya berbentuk konsentris – memusat (syarat nomor 2). Batuan dan atau tanah merah pada syarat nomor 22, bahkan dapat dipakai sebagai petunjuk daerah panas (tropis). Syarat nomor 20 dan 23 seperti akan diuraikan di bawah, dapat dipenuhi berdasar data histori Indonesia. Syarat tentang keberadaan gajah dan banteng, syarat nomor 13, 16 dan 24, jelas dapat dipenuhi oleh Indonesia. Indonesia paling tidak dapat memenuhi 13 syarat dari 24 syarat yang dikemukakan. Syarat nomor 8 dapat dipenuhi oleh Indonesia, jika hal tersebut terkait dengan bencana geologi seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan genang laut. Syarat tentang waktu kehancuran Atlantis, syarat nomor 10, pada 9.000 tahun Mesir atau 11.600 tahun yang lalu (sekitar 9.500 SM, penulis), mungkin kesalahan yang disengaja oleh Plato, sebab masa sejarah Mesir sendiri baru dimulai pada 4.000 SM.

Syarat terberat bagi Indonesia, sebetulnya adalah syarat nomor 5, Atlantis harus pernah dihuni masyarakat maju dalam pengertian literate population. Di Indonesia masyarakat seperti ini, diyakini baru muncul pada abad ke 4 M, yang ditandai dengan ditemukannya prasasti yang ditulis dengan huruf Palawa, huruf dari India. Syarat sebagai literate population pada tahun

sebelum 9.000 tahun Mesir, nampaknya sulit dipenuhi semua bangsa di dunia karena Mesir merupakan literate population tertua (mulai 4.000 SM), di susul Mesepotamia dan China yang memasuki masa sejarah mulai pada 3.000 SM, serta India pada 2.500 SM (Kurnia dan Suryana, 2006 dan http://en.wikipedia.org/2010).

Sebetulnya jika memperhatikan uraian dari Plato dalam Timaeus dan Critias, syarat terpenting dari lokasi Atlantis adalah letaknya di seberang Pilar Herkules. Sedangkan budaya Atlantis yang menarik bagi Plato adalah lebih kepada moralitas masyarakat, tertib hukum dan peran wanita dalam mewujudkan moralitas dan tertib hukum tersebut. Dan hal ini sebetulnya cukup melegenda dalam masyarakat, seperti terlihat dari cerita-cerita petualangan sampai film cartoon tentang Atlantis yang tokoh atau pusat ceritanya adalah wanita.

Maka jika waktu dimulainya literate population ini dapat diabaikan, Indonesia nampaknya mempunyai peluang yang besar sebagai lokasi Atlantis Taprobane, baik dari sisi histori maupun geologi. Apalagi jika memperhatikan ketertarikan Plato adalah lebih ke perilaku masyarakat dan negarawannya. Calon pusat pemerintahan Atlantis di Indonesia kemungkinannya adalah Barus, Kutai Kertanegara, Tarumanegara, dan Kalingga. Barus adalah nama yang menginspirasi Prof. Santos, sedangkan Tarumanegara, Kutai, dan Kalingga

G e o l o g i P o p u l e r

(29)

adalah pusat-pusat budaya tertua di Indonesia dan terletak di Sunda Land.

Barus, Kutai Kertanegara, Tarumanegara, dan Kalingga

Barus, adalah kota tua yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, pada perbatasan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Barus merupakan kota kuno yang terkenal di seluruh Asia, sekurang-kurangnya sejak abad ke 6 M. Penelitian yang dilakukan pada situs kota purba Barus, yang disebut sebagai Labo Tua, menunjukkan bahwa Labo Tua didirikan pada pertengahan abad 9 M oleh pedagang dari India Selatan atau Sri Langka. Kemudian tumbuh menjadi kota internasional dengan berdiamnya pedagang dari Arab, Cina, dan Jawa. Pada abad ke 12 M, Labo Tua ditinggalkan secara tiba-tiba oleh penduduknya dengan alasan yang belum dapat diketahui dengan pasti (Guillot, drr., 2008).

Bukti-bukti arkeologis keberadaan pedagang India Selatan (orang Dravida, penulis) di kota Barus memperkuat kebenaran catatan Ptolemaîos tentang Taprobane, karena terbukti orang Dravida memang pernah tinggal di Barus. Orang Dravida dapat dipastikan sudah tinggal di Barus sejak abad 9 M dan ada kemungkinan, paling tidak sudah tinggal sejak pertengahan abad ke 6 M. Prof. Santos memang tidak menyebut Barus sebagai kota Atlantis, tetapi menyebut Barus sebagai bagian dari Atlantis Taprobane. Mungkin karena di sekitar Barus, Prof. Santos tidak menemukan

bentang alam yang dapat diidentifikasikan sebagai Pilar Herkules.

Kutai Kertanegara, keberadaannya diketahui dari 7 buah prasasti tugu, batu atau yupa yang ditulis dengan huruf Pallawa dan memakai Bahasa Sangsekerta. Dari bentuk huruf dan bahasa yang digunakan dapat diketahui bahwa kerajaan Kutai telah berdiri sejak sekitar 400 M. Dalam prasasti disebutkan, Asmawarman raja pertama Kutai, putra Kundunga, mempersembahkan 20.000 ekor sapi kepada para brahmana. Prasati ini merupakan prasati yang tertua yang diketemukan di Indonesia, sehingga Asmawarman dianggap sebagai raja pertama dari Kutai (dan dari Indonesia- penulis) yang berbudaya India (Kurnia dan Suryana, 2006). Sedangkan abad ke 4 M danggap sebagai abad mulainya bangsa Indonesia berbudaya, dalam pengertian literate population.

Yang terpenting dari prasati Negera Kutai ini adalah bahwa di Indonesia sejak dulu ada tradisi mengorbankan atau mempersembahkan sapi atau banteng, seperti syarat nomor 13 dan 24 keberadaan Atlantis tersebut diatas. Tradisi tersebut masih berlangsung sampai sekarang, meskipun berganti dengan pemotongan kepala kerbau. Kutai Kertanegara merupakan kerajaan yang rentang waktu keberadaannya paling dekat dengan waktu hidup Plato, tetapi kemungkinan besar Kutai bukan merupakan kota Atlantis, karena di sekitar Kutai Kertanegara tidak terdapat

(30)

30 W a r t a G e o l o g i S e p t e m b e r 2 0 1 0

G e o l o g i P o p u l e r

bentang alam yang dapat diidentifikasikan sebagai Pilar Herkules.

Tarumanegara, berdasar catatan dari Fa Hien, seorang pendeta Cina, kerajaan Tarumanegara telah berdiri pada tahun 414 M. Pada tahun tersebut Fa Hien tinggal di Tarumanegara selama 5 bulan. Sedangkan dari beberapa prasati yang ditemukan di Jawa Barat dan Banten, Tarumanegara baru diperkirakan muncul pada sekitar 450 M. Dalam prasasti Tugu, Raja Purnawarman pada tahun pemerintahannya yang ke 22, telah memerintahkan menggali Sungai (Terusan) Gomati sepanjang 12 km dalam waktu 21 hari untuk mengantisipasi banjir dari Sungai Chandrabhaga (Sungai Bekasi sekarang). Dalam prasasti juga disebutkan kalau Purnawarman menghadiahkan 1.000 ekor sapi kepada para brahmana (Kurnia dan Suryana, 2006). Penggalian arkeologi di Batujaya – Karawang pada akhir-akhir ini, menemukan data bahwa masyarakat pertanian di Jabodetabek (Tarumanegara) telah dimulai pada sebelum abad 4 M (Djafar pada talk shows di TV-One, 6 Juni 2010). Tarumanegara diperkirakan runtuh pada akhir abad ke 7 M, berdasar sumber Cina yang menyebutkan bahwa duta terakhir dari Tarumanegara datang di Cina tahun 669 M.

Lokasi Tarumanegara yang berdekatan dengan Pilar Herkules - Selat Sunda yang dijaga oleh G. Gede, G. Rajabasa, dan G. Krakatau, serta kemajuan teknologinya, menjadikan Tarumanegara sebagai salah satu nomini lokasi pusat pemerintahan Atlantis Taprobane. Pembangunan terusan sepanjang 12 km dalam waktu 12 hari, adalah prestasi teknologi yang luar biasa, bahkan dalam masa kini. Apalagi jika kita menerima pendapat Prof. Santos, bahwa budidaya bercocok tanaman adalah penemuan besar umat manusia, dan pengetahuan tersebut muncul atau berasal dari Indonesia.

Kalingga, berdasar sumber Cina dari masa Dinasti Tang yang ditulis oleh Hwi-ning (seorang pendeta Budha dari Cina), pada pertengahan abad ke 7 M di lautan selatan, terdapat sebuah kerajaan yang bernama Ho Ling (Kalingga) yang sebelumnya dikenal sebagai She-po (Jawa). Hwi-ning tinggal di Kalingga selama tiga tahun. Wilayah kerajaan Kalingga mencakup Sumatera, Bali, dan Kamboja. Kalingga disebutkan menghasilkan kulit penyu, cula badak, gading gajah, emas, perak, serta padi dan garam. Masyarakatnya telah mengenal tulisan dan ilmu perbintangan. Pada tahun 674 M, Kalingga diperintah oleh Ratu Sima yang pemerintahannya dikenal sangat tegas serta berlandaskan kejujuran dan keadilan. I-tsing seorang pengelana Cina yang lain, mencatat legenda yang menggambarkan tingginya moralitas masyarakat Kalingga serta dilaksanakannya tertib hukum dengan konsekuen.

Catatan I-tsing meriwayatkan hal berikut: “Berita keadaan Negara Kalingga yang tertib sampai kepada seorang raja Arab yang bernama shih. Raja Ta-shih kemudian mengirim pundi-pundi berisi emas dan diletakkan di tengah jalan di kota Kalingga. Selama tiga tahun, pundi-pundi itu tidak ada yang menyentuhnya apalagi berani mencurinya, sampai pada suatu ketika Putra Mahkota Kalingga secara tidak sengaja menginjak pundi-pundi tersebut dan menyebabkan pundi-pundi tersebut pecah. Ketika Ratu Sima mengetahuinya. Sri Ratu dengan tegas memerintahkan agar Putra Mahkota dihukum mati karena telah merusak barang milik orang lain. Atas permohonan para menteri, Sri Ratu akhirnya hanya memotong jari kaki Putra Mahkota. Mengetahui ketegasan Ratu Sima dalam menegakkan hukum, Raja Ta-shih yang semula berkeinginan menyerang Kalingga, kemudian mengurungkan rencananya”. Sejarah Kalingga hanya ditulis berdasarkan catatan sumber Cina (Kurnia dan Suryana, 2006).

Mungkinkah Kalingga menjadi salah satu nomini lokasi kota Atlantis di Atlantis Taprobane atau Sunda Land? Kondisi geologi Kalingga dapat memenuhi sebagian besar kriteria Atlantis yang dikutip oleh Brahmantyo (2010) sedangkan kondisi masyarakatnya sesuai dengan gambaran mayarakat Atlantis yang diceritakan Plato dalam Timaeus dan Critias. Gunung Muria dan Pegunungan Kendeng yang mengapit Selat Muria Purba dapat dipadankan dengan Pilar Herkules. Dengan Gunung Muria di belakangnya, dapat dimengerti kalau kota Kalingga dapat menjadi subyek gempa, tsunami dan banjir bandang lumpur atau banjir lahar yang dapat menghancurkan Kota Kalingga.

Di willayah Kalingga terdapat gajah. Kalingga memenuhi diskripsi asli Plato dalam Critias, diperintah oleh wanita, tertib hukum, moralitas warganya tinggi. Jejak DNA Kalingga atau DNA Atlantis Taprobane ini terekam cukup kuat di wilayah sepanjang Selat Muria Purba. Selain Ratu Sima, wilayah ini melahirkan beberapa tokoh wanita seperti Ratu Kalinyamat, Roro Mendut, dan Selat Muria Purba pada Abad ke 8. Sumber gambar: Purwadi dan Jumanto,

Gambar

Grafik Pengeboran Air Tanah

Referensi

Dokumen terkait

Dikarenakan mengalami peningkatan, maka akun piutang usaha akan didebit dan akun pendapatan jasa dikredit karena merupakan pendapatan yang masih harus diterima.. Maka ayat jurnal

Pemberi Fidusia tidak berhak untuk rnelakukan Fidusia ulang atas --- Obyek Jaminan Fidusia. Pemberi Fidusia juga tidak diperkenankan --- untuk membebankan dengan cara

Menguasai pengetahuan operasional yang lengkap, prinsip-prinsip serta konsep umum untuk menerjemahkan informasi tentang rencana kerja, memilih bahan, menggunakan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P>0.05) pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap mutu organoleptik dan kadar air. Kata kunci :

Kerinci yang diusahakan pada tanah Andisol, petani umurnnya melakukan penanaman pads bedengarlguludan searah lereng dengan maksud untuk menciptakan kondisi

Pengaruh kepemimpinan Islami terhadap Kinerja Karyawan pada Rabbani Semarang/ 2015 Independen: Kepemimpinan Islami Dependen: Kinerja karyawan Analisis regresi linier

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian probiotik marolis dengan dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan benih ikan

rendah sampai sangat rendah (marginal) Tanah ini mempunyai tingkat kepekaan erosi yang tinggi, kadar hara dan bahan organik rendah, tingkat kemasaman tinggi