Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3)
Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Produk
Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis )
Asap
Bunga M. Mahmudy 1), Femy M. Sahami 2), Sitti Nursinar 3) Jurusan Teknologi Perikanan, Fakultas Ilmu – Ilmu Pertanian
Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu produk ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) asap berdasarkan analisis organoleptik, kadar air dan Angka Lempeng Total (ALT). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan masing–masing dengan tiga ulangan. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) asap. Sebagai perlakuan dalam penelitian ini adalah lama penyimpanan yang berbeda. Dimana perlakuan A dengan lama penyimpanan dua hari, perlakuan B empat hari, dan perlakuan C enam hari. Analisis Mutu organoleptik, kadar air dan Angka Lempeng Total (ALT) dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Provinsi Gorontalo. Penilaian mutu produk didasarkan pada Standar Nasional (SNI) untuk masing-masing uji. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa perlakuan A (lama penyimpanan 2 hari) dan perlakuan B (lama penyimpanan 4 hari) masih sesuai dengan SNI dengan nilai masing-masing 9 dan 7. Untuk uji kadar air menunjukkan bahwa semua perlakuan masih sesuai dengan nilai untuk perlakuan A 40,89%, perlakuan B 51,56% dan perlakuan C 56,39%. Pengujian dengan ALT menunjukkan bahwa kandungan bakteri pada semua perlakuan masih dapat ditolerir yaitu dengan nilai masing-masing perlakuan A sebesar 1458,8 koloni/g atau setara dengan 1.4 x 103, perlakuan B 11489,179 koloni/g atau setara dengan 1.1 x 104 dan perlakuan C sebesar 132417,02 koloni/g atau setara dengan 1.3 x 105 koloni/g. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (P>0.05) pada lama penyimpanan yang berbeda terhadap mutu organoleptik dan kadar air.
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3) Sifat ikan yang cepat membusuk mengakibatkan ikan tidak dapat dikonsumsi
dalam keadaan segar di tempat-tempat yang jauh dari pusat produksi tanpa adanya
usaha pengolahan dan pengawetan. Pengolahan dan pengawetan ikan pada
dasarnya bersumber pada kebutuhan untuk menampung dan mengamankan
hasil-hasil perikanan terhadap kemungkinan terjadinya kebusukan sampai produk
tersebut tiba di tangan konsumen (Berhimpon, 1995).
Pengasapan merupakan salah satu jenis pengolahan ikan yang dilakukan
oleh masyarakat. Ikan yang diasapi terutama adalah jenis-jenis ikan pelagis
sedang sampai besar, seperti ikan cakalang. Jenis pengolahan ikan ini termasuk
kategori pengolahan tradisional yang umumnya dihasilkan sebagai usaha skala
rumah tangga yang ketrampilannya diperoleh secara turun temurun. Disamping
untuk konsumsi sendiri, hasil olahan ikan asap tersebut juga dipasarkan melalui
pasar-pasar tradisional.
Produk ikan asap tersebut khususnya ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
asap biasanya akan langsung dipasarkan atau disimpan dalam jangka waktu
tertentu sebelum dipasarkan. Selama ini produk ikan asap yang disimpan sebelum
dipasarkan tersebut belum diketahui berapa lama masa penyimpanannya dan
informasi tentang berapa lama waktu penyimpanan yang ideal untuk dapat
menjamin kualitasnya. Untuk itu dipandang perlu melakukan kajian tentang lama
penyimpanan produk ikan cakalang asap yang mutunya dapat dijamin masih aman
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3)
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama 2 (dua) bulan yaitu pada minggu pertama
bulan Oktober 2013 sampai minggu pertama bulan Desember 2013 bertempat di
Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP)
Provinsi Gorontalo.
Pelaksanaan penelitian diawali dengan persiapan alat dan bahan yang
digunakan dalam penelitian. Selanjutnya dilakukan pembuatan ikan cakalang
asap. Proses pembuatan ikan cakalang asap yaitu pertama–tama ikan cakalang
yang masih segar dicuci untuk mengeluarkan lendir dan darah, kemudian disiangi
dan dibelah menjadi dua bagian. Selanjutnya ikan disusun rapi diatas gelagar
sebelum diasapi menggunakan kayu Ting/bakau sebagai bahan bakar. Proses
pengasapan menggunakan metode pengasapan panas yang dilakukan selama 4-5
jam dengan suhu kurang lebih 80oC
Pengambilan sampel ikan asap masing-masing tiga ekor untuk setiap
perlakuan, sehingga jumlah sampel ikan asap berjumlah sembilan ekor dan diberi
tanda untuk membedakan masing–masing perlakuan kemudian diletakan secara
acak sesuai dengan rancangan percobaan. Selanjutnya ikan cakalang asap
dibungkus dengan kantong plastik dan disimpan di dalam lemari dengan
menggunakan suhu kamar. Kemudian dilakukan pengujian sampel ikan asap di
LPPMHP yang meliputi parameter uji Angka Lempeng Total (ALT), uji
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3)
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Organoleptik Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Asap Pengujian mutu organoleptik ikan cakalang asap meliputi pengujian
penampakan, bau, rasa, tekstur, jamur dan lendir. Hasil uji organoleptik ikan
cakalang asap ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Nilai Rata–Rata Uji Organoleptik Ikan Cakalang Asap
Perlakuan (lama penyimpanan) Uji Organoleptik
A ( 2 Hari ) 9
B ( 4 Hari ) 7
C ( 6 Hari ) 2
Selama penyimpanan dua hari (nilai 9) mutu kenampakan ikan cakalang
asap masih kelihatan menarik, bersih, coklat emas, bercahaya menurut jenisnya.
Bau ikan cakalang masih beraroma harum asap cukup tanpa bau tambahan
mengganggu. Rasanya enak, gurih serta teksturnya masih kelihatan padat,
kompak, antar jaringan erat dan cukup kering tanpa adanya pertumbuhan jamur
dan lendir. Pada hari keempat (nilai 7) telah mengalami penurunan mutu yang
tadinya bercahaya sudah tidak bercahaya, baunya sudah mulai kurang aroma
asap, rasanya kurang gurih, dan teksurnya sudah mulai kelihatan kering sehingga
adanya pertumbuhan jamur pada ikan cakalang asap. Pada hari keenam (nilai 2)
mutu ikan cakalang asap sudah tidak bagus lagi menurut uji organoleptik, ini
terlihat pada perubahan kenampakannya tidak menarik lagi, bau busuk amoniak
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3) lembab sehingga adanya pertumbuhan jamur dan adanya lendir pada ikan
cakalang asap. Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Organoleptik Ikan Cakalang
Asap dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Mutu Organoleptik Ikan Cakalang Asap
Berdasarkan Gambar 1 nilai rata–rata uji organoleptik menunjukkan
bahwa lama penyimpanan ikan cakalang asap yang masih cukup baik itu terdapat
pada lama penyimpanan empat hari yaitu nilai 7, sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI 2725.1:2006) bahwa nilai organoleptik ikan asap pada lama
penyimpanan minimal 7. Penurunan nilai organoleptik ikan cakalang asap
disebabkan karena selama masa penyimpanan mengalami perubahan fisik seperti
perubahan pada kenampakan warna ikan sudah mulai memudar, baunya busuk
dan kuat aroma amoniaknya atau sudah berbau tengik, rasa ikan asap sudah tidak
enak dan gurih dan tekstur ikannya sangat lunak dan jaringannya mudah lepas
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3) dkk., (1974) yang menyatakan bahwa lama penyimpanan cenderung dapat
meningkatkan kadar air bahan makanan yang akan menunjang pertumbuhan jamur
atau kapang dan juga perubahan warna, rasa pahit pada bahan makanan. Siswina
(2011) menambahkan bahwa lama penyimpanan akan mempengaruhi sifat fisik
ikan asap yang disimpan sehingga kualitas ikan menurun ketika melebihi batas
waktu tertentu.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama
penyimpanan memberikan pengaruh berbeda nyata (p < 0.05) terhadap mutu
organoleptik ikan cakalang asap. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lama
Penyimpanan Terhadap Mutu Organoleptik Ikan Cakalang Asap dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel. 2. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Organoleptik Ikan Cakalang Asap
Untuk mengetahui pengaruh masing–masing perlakuan, dilanjutkan
dengan uji lanjut BNT. Hasil uji lanjut BNT diperoleh bahwa lama penyimpanan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata dimana perlakuan penyimpanan dua
hari berbeda nyata dengan penyimpanan empat hari dan enam hari pada mutu
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3)
Hasil uji organoleptik untuk kenampakan pada ikan cakalang asap
memiliki nilai yang bervariasi pada lama penyimpanan dua hari nilainya 9, empat
hari nilainya 6,79 dan enam hari nilainya 2,19. Bervariasinya nilai kenampakan
pada uji organoleptik diduga karena asap yang diserap oleh tubuh ikan bervariasi
sehingga memungkinkan warna pada permukaan ikan yang berbeda. Dalam BI
(2009) dinyatakan bahwa bahan bakar untuk pengasapan yang digunakan
sebaiknya dari kayu. Hal ini disebabkan karena kayu banyak mengandung
selulosa yang dapat menghasilkan mutu asap yang baik sehingga mempengaruhi
mutu produknya.
Warna dari ikan asap tidak hanya tergantung pada perubahan warna
pigmen kulit tetapi juga dipengaruhi oleh jumlah dan komposisi komponen asap
yang terserap. Jenis kayu yang digunakan sebagai sumber asap juga akan
mempengaruhi warna dari produk pengasapan. Sikorski, (1990) menyatakan
bahwa jenis kayu yang digunakan dalam penelitian merupakan kayu bakar yang
dapat digolongkan kedalam kategori kayu keras. Menurut Berhimpon, dkk (1985)
dalam Naiu (1995) bahwa salah satu komposisi kimia asap dari kayu keras adalah
senyawa fenol. Unsur fenol yang terkandung dalam asap merupakan hal yang
paling penting dalam pembentukan cita rasa asap dari produk pengasapan
Afrianto dan Liviawati (1989) menyatakan bahwa zat-zat kimia yang
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar dalam proses pengasapan dapat
memberikan warna kuning keemasan dan dapat memberikan daya tarik pada
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3) konsumen sebagai warna ideal dari ikan hasil proses pengasapan adalah warna
kuning emas kecoklatan. Menurut Soeseno (1993), pengasapan bertujuan untuk
memberikan warna serta rasa yang khas pada ikan, sehingga dapat dinyatakan
bahwa semakin lama ikan diasapi maka semakin banyak jumlah zat-zat dalam
asap yang diterima sesuai dengan produk akhir yang diinginkan.
Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan
kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan
meskipun dinilai enak dan teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang
kurang sedap dipandang atau memberikan kesan menyimpang dari warna yang
seharusnya, maka tidak layak dikonsumsi. Penentuan mutu suatu bahan pangan
pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil terlebih dahulu
(Winarno, 2004).
Marassebesy dan Ismael (2011), asap dapat berperan sebagai pemberi
warna pada tubuh ikan sehingga ikan yang diawetkan dengan proses pengasapan
berwarna kuning kemasan dan dapat membangkitkan selera konsumen. Semakin
tinggi konsentrasi asap yang diberikan maka warna ikan akan semakin gelap atau
kecoklatan.
Senyawa fenol memegang peranan penting pada pengasapan karena akan
memberikan kenampakan pada ikan yang diasap menjadi lebih menarik yang
disebabkan terjadinya reaksi pewarnaan, tetapi keberadaan fenol juga
menyebabkan ikan asap tidak aman karena dapat membahayakan kesehatan bagi
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3) dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah metoda pengasapan yang
digunakan dan kondisi bahan dasar penghasil asap serta jenis ikan yang diasap.
Kadar air rendah pada bahan pengasap ternyata dapat menyebabkan terdapatnya
fenol dalam jumlah yang lebih besar dari pada bahan dengan kadar air tinggi
(Maga, 1987).
Salah satu efek yang diperoleh dari hasil pengasapan adalah terjadinya
pewarnaan (pencoklatan). Perubahan warna tersebut terjadi akibat berlangsungnya
reaksi antara komponen fenol dalam asap dengan komponen protein dan gula
dalam daging ikan. Selain itu, juga terjadi reaksi maillard antara gugus amino
dengan gula dalam daging ikan akibat proses pemanasan selama pengasapan
(Winarno 1992).
Ruiter (1979) dalam Pranata (2005) menambahkan karbonil mempunyai
efek terbesar pada terjadinya pembentukan warna coklat pada produk asapan.
Fenol juga memberikan kontribusi pada pembentukan warna coklat pada produk
yang diasap meskipun intensitasnya tidak sebesar karbonil.
Selanjutnya Afrianto dan Liviawaty (1989) menambahkan asap dapat
berperan sebagai pemberi warna pada tubuh ikan sehingga ikan yang diawetkan
dengan proses pengasapan berwarna kuning keemasan dan dapat membangkitkan
selera konsumen untuk menikmatinya. Semakin tinggi konsentrasi asap yang
diberikan maka warna ikan pun akan semakin gelap atau kecokelatan.
Hasil uji organoleptik untuk bau pada ikan cakalang asap memiliki nilai
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3) nilainya 6.26 dan enam hari nilainya 1.67. Bervariasinya nilai bau pada uji
organoleptik disebabkan karena asap yang dihasilkan dari bahan bakar dan lama
proses pengasapan sehinga memungkinkan bau pada ikan juga berbeda.
Hal ini sesuai dengan pendapat Girrard (1992) dalam Pranata (2007) bahwa
senyawa fenol, karbonil dan asam berperan dalam memberikan aroma dan rasa
asap. Ikan yang baru mengalami proses pengasapan memiliki aroma asap yang
lembut sampai cukup tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau
asing, tanpa bau apek dan asam (Adawyah 2008). Ikan yang telah diasapi selain
lebih awet juga memiliki rasa dan aroma yang sedap. Aroma dan rasa tersebut
berasal dari asap yang diberikan. Semakin tinggi konsentrasi asap yang diberikan
maka aroma dan rasa asap pada ikan pun akan semakin meningkat (Afrianto dan
Liviawaty, 1989).
Hasil uji organoleptik untuk rasa pada ikan cakalang asap memiliki nilai
yang bervariasi pada yakni lama penyimpanan dua hari nilainya 8.66, empat hari
nilainya 6.06 dan enam hari nilainya 1.74. Bervariasinya nilai rasa pada uji
organoleptik karena tingginya konsentrasi asap, sehingga aroma dan rasa asap
pada ikan pun akan semakin meningkat. Ikan yang baru mengalami proses
pengasapan memiliki aroma asap yang lembut sampai cukup tajam atau tajam,
tidak tengik, tanpa bau busuk tanpa bau asing, tanpa bau apek dan asam
(Martinez, et al., 2007).
Komponen citarasa ikan asap dipengaruhi oleh komponen yang dihasilkan
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3) tergantung pada jenis kayu yang digunakan. Ikan asap yang bermutu bagus
memiliki rasa yang lezat, enak, rasa asap terasa lembut sampai tajam, tanpa rasa
getir atau pahit, dan tidak berasa tengik (Adawyah 2008).
Maga (1987) menyatakan, bahwa karakteristik flavour pada produk asapan
disebabkan oleh adanya komponen fenol, karbonil dan asam yang terabsorbsi
pada permukaan produk.
Hasil uji organoleptik untuk tekstur pada ikan cakalang asap memiliki nilai
yang bervariasi pada yakni lama penyimpanan dua hari nilainya 8.66, empat hari
nilainya 6,27 dan enam hari nilainya 3. Bervariasinya nilai tekstur pada uji
organoleptik karena kandungan air pada ikan, lamanya pengasapan yang
dilakukan dan suhu yang digunakan dalam proses pengasapan, sehingga
mengakibatkan tekstur pada ikan asap terasa kurang kering. Hal ini sesuai dengan
pendapat Simko (2005) bahwa selama pengasapan berlangsung terjadi fluktuasi
suhu yang tinggi dapat menyebabkan kadar air berkurang dan menghasilkan tektur
menjadi keras, sebaliknya bila kadar air tinggi menyebabkan tekstur menjadi lebih
lunak.
Wibowo (2000) menyatakan bahwa standar mutu ikan asap yang
berkualitas tinggi memiliki tekstur kompak, elastik tidak terlalu keras, tidak
lembek dan tidak lengket. Tekstur pada ikan asap erat kaitannya dengan
kandungan air yang ada dalam bahan pangan tersebut. Semakin tinggi kandungan
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3)
Nilai tekstur berbanding terbalik dengan nilai kadar air, artinya bahwa jika
jumlah kadar air dari ikan cakalang asap menurun maka nilai teksturnya akan
semakin meningkat. Demikian juga sebaliknya jika jumlah kadar air meningkat
maka nilai teksturnya akan semakin menurun.
Selanjutnya Syarief,dkk. (1989) menyatakan bahwa selama penyimpanan
parameter–parameter mutu seperti kadar air, cita rasa, tekstur, warna dan
mikrobiologi akan berubah karena pengaruh lingkungan seperti: suhu,
kelembaban dan tekanan udara atau faktor komposisi makanan itu sendiri,
sehingga dengan penyimpanan bisa mempengaruhi cita rasa, tekstur, dan warna
ikan cakalang asap.
Simko (2005) menambahkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi
kualitas produk ikan asap, diantaranya yaitu yang berhubungan dengan proses
pengasapan, seperti kayu/bahan bakar, komposisi asap, suhu, kelembaban,
kecepatan dan kepadatan asap. Adanya perbedaan tingkat penilaian panelis
terhadap rasa produk ikan asap juga dapat dipengaruhi oleh adanya kebiasaan
makan dan tradisi tiap daerah terhadap penerimaan dalam hal makanan
(Marassebesy, 2011)
Hasil uji organoleptik untuk pertumbuhan jamur pada ikan cakalang asap
memiliki nilai yang bervariasi pada yakni lama penyimpanan dua hari nilainya 9,
empat hari nilainya 9 dan enam hari nilainya 1. Terbentuknya jamur pada produk
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3) karena adanya kontaminasi awal proses dan kurangnya efektifitas dari fenol yang
menghambat pertumbuhan jamur.
Kadar air dalam bahan makanan berperan penting pada pertumbuhan
jamur. Semakin tinggi kadar air maka semakin cepat dan banyak pertumbuhan
jamur. Kadar air sekitar 35% pada produk ikan olahan sudah dapat menurunkan
pertumbuhan bakteri dan jamur (Moeljanto, 1992). Keawetan bahan pangan
mempunyai hubungan erat dengan kadar air dan keberadaan jamur, karena air
yang ada dalam produk olahan merupakan media yang baik untuk mendukung
pertumbuhan mikroba perusak dan jamur pada bahan pangan.
Hasil uji organoleptik untuk lendir pada ikan cakalang asap memiliki nilai
yang bervariasi pada yakni lama penyimpanan dua hari nilainya 9, empat hari
nilainya 9 dan enam hari nilainya 1.
Fase pembusukan pada ikan asap merupakan perubahan yang disebabkan
oleh aktivitas mikroorganisme terutama bakteri (Afrianto dan liviawaty, 1993).
Bakteri yang menyebabkan pembusukan ikan pada umumnya adalah bakteri -
bakteri yang biasa terdapat pada lendir luarnya. Macam bakteri yang menguasi
proses pembusukan tergantung pada lama penyimpanan (Sutoyo, 1999). Lendir
yang menutupi ikan mengandung bakteri dari jenis Pseudomonas, Sarcina,
Serratia, Micrococcus, Vibrio dan Bacillus (Frazier dan Westhoff, 1998 dalam
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3) B. Kadar Air
Hasil pengujian kadar air ikan cakalang asap dapat dilihat pada Tabel 2 di
bawah ini.
Tabel 2. Kadar Air (%) Ikan Cakalang Asap Pada Penelitian
Ulangan Perlakuan
pada penyimpanan hari kedua, keempat dan keenam memperoleh hasil dimana
penyimpanan hari kedua sebesar 40.89%, perlakuan hari keempat sebesar 51,56%
dan perlakuan hari keenam sebesar 56.39%. Hasil pengujian diperoleh bahwa
kadar air ikan cakalang asap selama penyimpanan masih dibawah standar SNI
2725.1:2009 yakni maksimal 60% fraksi massa. Analisis Sidik Ragam Pengaruh
Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Kadar Air Ikan Cakalang Asap dapat dilihat
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3)
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama
penyimpanan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar air ikan
cakalang asap. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh masing–masing
perlakuan, dilanjutkan dengan uji lanjut BNT (Lampiran 8). Hasil uji lanjut BNT
menunjukkan bahwa kadar air pada perlakuan penyimpanan dua hari berbeda
nyata dengan penyimpanan empat hari dan enam hari.Presentase Kadar Air Ikan
Cakalang asap dapat dilihatpada Gambar 2 Berikut:
Gambar 2. Presentase Kadar Air Ikan Cakalang Asap
Air merupakan kompenen penting dalam bahan pangan karena dapat
mempengaruhi tekstur, penampakan dan rasa makanan. Kandungan air dalam
bahan pangan juga ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya tahan
produk. Kadar air mempunyai peran yang penting dalam menentukan daya awet
dari bahan pangan karena dapat mempengaruhi sifat fisik, perubahan–perubahan
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3)
Rendahnya nilai kadar air dari ikan cakalang asap ini dipengaruhi oleh suhu
dan lamanya waktu pengasapan. Semakin besar perbedaan antara suhu media
pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin besar pula kecepatan pindah
panas kedalam bahan pangan sehingga penguapan air dari bahan akan lebih
banyak dan cepat. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi proses pengasapan
ikan cakalang asap dapat menghasilkan produk dengan kadar air yang rendah.
Perubahan kadar air pada proses pengasapan diakibatkan karena panas dan
penarikan air dari jaringan tubuh ikan oleh penyerapan berbagai senyawa kimia
dari asap (Wibowo, 1995).
Adawyah (2007) menambahkan bahwa pengasapan yang terlalu lama akan
menghilangkan kelezatan ikan karena terlalu banyak air yang hilang. Demikian
pula, pemakaian asap yang terlalu panas. Suhu yang digunakan untuk pengasapan
panas cukup tinggi sehingga daging ikan menjadi matang.
Kadar air yang cukup tinggi pada produk ikan asap menyebabkan produk
ikan asap tidak tahan lama untuk disimpan. Kadar air ikan cakalang segar
berkisar pada 78%. Bila dibandingkan dengan kadar air tersebut maka kadar air
ikan selama pengasapan mengalami penurunan. Penurunan kadar air ini dapat
disebabkan karena adanya pemanasan terhadap produk sehingga terjadi
penguapan air di dalam dan di luar produk (Saparinto 2010).
Buckle, et al., (1987) menambahkan bahwa pengaruh kadar air sangat
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3) mempengaruhi sifat–sifat fisik (organoleptik), sifat kimia, dan kebusukan oleh
mikroorganisme.
4.3. Analisis Angka Lempeng Total (ALT)
Analisis Angka Lempeng Total (ALT) ikan cakalang asap dilakukan
dengan 3 kali ulangan untuk masing–masing sampel ikan cakalang asap. Hasil uji
Angka Lempeng Total (ALT) produk ikan cakalang asap dengan lama
penyimpanan dua hari diperoleh hasil: 1458,8 koloni/g atau setara 1,4 x 103
koloni/g, penyimpanan empat hari sebesar: 11489,179 koloni/g atau setara
1,1x 104 koloni/g, dan untuk penyimpanan enam hari diperoleh hasil:
132417,02 koloni/g atau setara 1,3 x 105 koloni/g. Berdasarkan nilai tersebut jelas
terlihat bahwa nilai ALT pada ikan cakalang asap masih berada pada batas
toleransi menurut SNI 7388:2009 (5 x 105 koloni /g) pada masa penyimpanan
selama dua sampai enam hari.
Buckle, et al., (1987) menambahkan bahwa nilai ALT dipengaruhi oleh
faktor ekstrinsik yaitu kondisi lingkungan dan cara penanganan dan penyimpanan
produk. Intensitas bakteri tergantung pada jumlah bakteri mula–mula, ketika
tindakan sanitasi dan higiene yang dilakukan selama penanganan dan
penyimpanan. Cara penanganan, pengolahan, dan penyimpanan yang tidak
higienis terhadap bahan mentah maupun produk olahan, dapat menyebabkan
kontaminasi bahan mentah/produk olahan dengan mikroba yang berasal dari
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3)
Analisis kandungan mikroba pada bahan pangan penting dilakukan untuk
mengetahui mutu bahan pangan dan menghitung proses pengawetan yang akan
diterapkan pada bahan pangan tersebut. Jumlah dan jenis jasad renik pada
makanan yang telah diolah selain dipengaruhi oleh sifat bahan pangan juga
dipengaruhi oleh ketahanan mikroorganisme terhadap proses pengolahan yang
diterapkan terhadap makanan tersebut (Fardiaz, 1992).
Tingginya jumlah bakteri pada ikan asap biasanya disebabkan telah terjadi
kontaminasi dari lingkungan, pekerja, peralatan dan wadah yang digunakan
selama proses penanganan ikan sebelum pengasapan dan sesudah pengolahan ikan
asap. Meskipun demikian setelah proses pengasapan, asap yang terkandung pada
daging ikan asap dapat menekan pertumbuhan jumlah bakteri. Hal ini disebabkan
karena kandungan pada asap yang dijadikan sebagai pengasapan dapat
menghambat pertumbuhan bakteri.
Menurut Pszczola (1995), kombinasi antara komponen fungsional fenol
dan kandungan asam organik yang cukup tinggi bekerja secara sinergis mencegah
dan mengontrol pertumbuhan mikroba. Kandungan kadar asam yang tinggi dapat
menghambat pertumbuhan bakteri karena bakteri hanya bisa tumbuh pada kadar
asam yang rendah, sedangkan menurut Girrard (1992) bahwa potensi asap dapat
memperpanjang masa simpan produk dengan mencegah kerusakan akibat aktivitas
bakteri pembusuk dan patogen. Senyawa yang mendukung sifat antibakteri
adalah senyawa fenol dan asam. Berdasarkan kedua pernyataan yang
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3) (Katsuwonus pelamis) asap ini sangat bergantung pada proses pengasapan.
Persyaratan mutu dan keamanan pangan ikan asap (SNI 7388:2009) untuk ALT
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3)
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Hasil penelitian terhadap ikan cakalang asap dengan lama penyimpanan
yang berbeda, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1) Lama penyimpanan mempengaruhi mutu produk ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) asap
2) Nilai Angka Lempeng Total, Kadar Air masih memenuhi SNI sampaai
enam hari tetapi untuk organoleptik produk cakalang asap terbaik hanya
sampai empat hari.
B. Saran
Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, beberapa hal yang diharapkan
penulis adalah sebagai berikut:
1) Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap ikan asap yang disimpan
dengan sejumlah perlakuan, misalnya penggunaan suhu rendah dan
pengemasan dengan bahan-bahan tertentu untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap mutu.
2) Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh bahan bakar terhadap
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3)
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta. Bumi Aksara
Afrianto, Eddy., dan Evy Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta. Kanisius. 125 hal.
Anonim, 2004. Melongok Kasus Keracunan di Bali-Akibat Pengolahan Makanan Kurang Higienis. (2004, November 17 – last update) Available: http://www.balipost.com/balipostcetaK/2004/11/17/b11.htm
(Akses: 12 Februari 2013).
---. 2006. Teknologi Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan.
http://bisnisukm.com/pembuatan ikan asap.html.
---. 2008. Penyebaran Cakalang. http://www.pustaka deptan. Go.id.
Afrianto, E., Liviawaty E. 1998. Pengawetan dan Pengolahan ikan. CV. Yasaguna. Jakarta.
Berhimpon, S. 1995. Pengaruh Beberapa Bahan Pengawetan Kimia, Lama
Pengasapan, Dan Lama Penyimpanan. Fakultas Perikanan Unsrat.
Manado.
BI (Bank Indonesia). 2009. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Usaha Pengasapan Ikan Bank Indonesia [terhubung berkala].
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/1475D25D../UsahaPengasapanI kan.pdf.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Woofon. 1987. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta.
Desrosier , Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta.
Domingilala, LJ., 2009. Kadar air dan Total Bakteri pada Ikan Roa (Hemirhampus sp) asap dengan metode pencucian bahan baku berbeda. Jurnal Sains. Universitas Samratulangi . Manado.
Bunga M. Mahmudy Mahasiswa Jurusan Teknologi Perikanan 1), Femy M. Sahami Dosen Pembimbing I 2), Sitti Nursinar Dosen Pembimbing II 3) Dundu, B. 1986. Penelitian Flora Bakteri Pada Ikan Cakalang (Katsuwonus
pelamis) dan Produk-produknya di Sulawesi Utara. Disertasi.
Universitas Sam Ratulangi. Manado
Entjang, I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan. Citra AdityaBakti. Bandung.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.
Himawati, E. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi dan Redestilasi terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Sensoris Ikan Pindang Layang (Decapterus spp) Selama
Penyimpanan. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Ilyas, S. 1992. Pengantar Pengolahan Ikan. LPTP. Jakarta.
Irdja, A.M. 1998. Pembuatan Ikan Cakalang Fufu dan Beberapa Alternatif Upaya Memperpanjang Daya Awetnya. Jurnal. Dinas Perikanan Propinsi Sulawesi Utara. Manado.
Kusbianindradi, 1995. Pengaruh Temperatur dan Penggunaan Beberapa Limbah Hasil Pertanian Sebagai Bahan Bakar Terhadap Mutu Fish Ham
Cakalang (Katsuwonus pelamis) Asap. [Skripsi]. Perikanan
Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Maga, J.A. 1987. Books Smoke in Food Processing. CRC Press, Inc. Boca Raton,Florida.
Muchtadi TR. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor : IPB Press.