• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita HIV AIDS yang Berobat Jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Penderita HIV AIDS yang Berobat Jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

AIDS atau Acquirred Immune Deficiency Syndrome adalah suatu sindrom penyakit defisiensi imunitas selular yang didapat, yang pada penderitanya tidak dapat ditemukan penyebab defisiensi tersebut (Linuwih, 2015). Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi virus HIV atau Human Immunodefciency Virus menyebabkan ODHA (Orang dengan HIV-AIDS) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.

2.2 Etiologi

(2)

Sehingga berdasarkan hasil penemuan International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO memberikan nama resmi HIV yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T (Duarsa,W.N, 2011).

2.3Epidemiologi

2.3.1 Distribusi dan Frekuensi

(3)

Berdasarkan data UNAIDS jumlah orang yang hidup dengan HIV meningkat tiap tahunnya walaupun kematian akibat AIDS menurun. Tahun 2012 terdapat 35,6 juta penderita HIV dengan jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,4 juta (3,93%) dan tahun 2013 terjadi peningkatan penderita HIV menjadi 36,2 juta dengan jumlah kematian akibat AIDS 1,3 juta ( 3,59%).

(4)

2.3.2 Determinan

a. Host

Kelompok masyarakat yang mempunyai perilaku risiko tinggi tertular HIV adalah kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas atau mereka yang sering berganti-ganti pasangan seks, yaitu pelacur dan pelanggannya, homoseksual/biseksual, waria, pengguna NAPZA suntik, wanita pekerja di panti pijat/klab malam /diskotik, penerima transfusi darah/produk darah berulang dan anak yang lahir dari ibu pengidap HIV. Distribusi penderita AIDS di negara-negara barat menunjukkan kelompok homo/biseksual merupakan penderita terbesar, diikuti oleh kelompok pengguna obat narkotika suntik. Di Afrika, AIDS banyak terjadi pada kelompok heteroseksual. Di Amerika Serikat/Eropa Barat penderita kelompok ini cenderung meningkat sejajar dengan makin banyaknya ‘reservoir’ HIV di masyarakat

seperti pada kelompok biseksual, IDU, dan pelacur (Irianto, 2014).

b. Agent

(5)

opurtunistik. Jumlah virus HIV yang masuk sangat menentukan penularan, penurunan jumlah sel limfosit T berbanding terbalik dengan jumlah virus HIV yang ada dalam tubuh. Untuk penderita AIDS yang sudah didiagnosa 3 tahun sebelumnya menunjukkan CFR 75% dan CFR yang sudah menderita AIDS selama 5 tahun adalah 100% (Irianto, 2014).

c. Environment

Lingkungan fisik, kimia, biologis berpengaruh terhadap HIV. HIV tidak tahan hidup lama di lingkungan luar seperti panas, zat kimia (desinfektan), dan sebagainya. Oleh karena itu, HIV relatif tidak mudah ditularkan dari satu orang ke orang lain jika tidak melalui cairan tubuh penderita yang masuk ke dalam tubuh orang lain (Irianto, 2014). Faktor ekonomi, lingkungan, sosial budaya dan norma-norma dalam masyarakat dapat mempengaruhi perilaku kelompok individu, baik perilaku seksual maupun perilaku yang berhubungan dengan kebiasaan tertentu. Bila lingkungan memberikan peluang pada perilaku seksual yang “permisiveness” maka kelompok masyarakat yang seksual aktif akan cenderung melakukan promiskuitas, sehingga akan meningkatkan penyebaran HIV dalam masyarakat (Irianto, 2014).

2.4 Transmisi HIV/AIDS

(6)

melalui hubungan seksual dan melalui darah yang terinfeksi, atau secara vertikal penularan dari ibunya ke bayi yang dikandungnya (Murtiastutik, 2008).

a. Transmisi Seksual

Penularan utama dari HIV adalah melalui hubungan seksual dengan orang terinfeksi. Virus HIV dapat memasuki tubuh melalui vagina, vulva, penis, rektum atau mulut saat melakukan hubungan seksual. Hal ini karena pada area-area tersebut, kulit sangat tipis dan dapat mudah robek sehingga menjadi pintu masuknya virus HIV. Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa alat pelindung bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lendir vagina, penis, dubur atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah. Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Kurniawati, 2011).

(7)

perlukaan karena lapisan mukosa tipis dan tidak diperuntukkan untuk hubungan seksual seperti halnya dinding vagina. Tingkat risiko kedua adalah hubungan oro-genital termasuk menelan semen dari mitra seksual pengidap HIV. Dan tingkat risiko ketiga adalah hubungan genito-genito/ heteroseksual. Transmisi HIV melalui hubungan heteroseks dapat terjadi dari pria-wanita maupun sebaliknya. Data yang ada menunjukkan bahwa transmisi dari pria pengidap HIV/AIDS kepada wanita pasangannya lebih sering terjadi dibandingkan dari wanita pengidap HIV kepada pria pasangannya. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian yang melaporkan bahwa 10 wanita pasangan seks telah terinfeksi HIV yang berasal dari 55 pria pengidap HIV dan hanya 2 pasangan seks terinfeksi HIV dari 25 wanita pengidap HIV.

b. Transmisi Non-seksual

(8)

HIV bisa ditularkan melalui jarum suntik yang terkontaminasi. Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan oleh para pengguna narkoba (Injecting Drugs User-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Pengguna narkoba yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril dan dipakai bersama merupakan salah satu jalur penularan. Penularan dapat berlangsung akibat terjadi perpindahan sejumlah kecil darah yang tertinggal pada jarum/semprit dari satu orang ke orang lain (Irianto, 2014). Bila ibu terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50%. Penularan juga bisa terjadi selama proses persalinan melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses persalinan, semakin besar risiko penularan. Transmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI. Risiko bayi tertular melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10% (Kurniawati, 2011).

2.5 Gejala Klinis

(9)

kelemahan tubuh, berkeringat malam, hilang nafsu makan, infeksi kulit generalisata, limfadenopati generalisata, herpes zoster, infeksi herpes simplex kronis, pneumonia, sarkoma kaposi (Widoyono, 2008).

Klasifikasi klinis HIV pada orang dewasa dibagi menjadi 4 stadium klinis, yaitu :

a. Stadium I

Bersifat asimptomatik, aktivitas normal dan dijumpai adanya Persisten Generalized Lymphadenophaty (PGL): yakni pembesaran kelenjar getah bening di beberapa tempat yang menetap.

b. Stadium II

Simptomatik, aktivitas normal, berat badan menurun <10%, herpes zooster dalam 5 tahun terakhir, infeksi saluran napas atas rekuren (seperti: sinusitis bakterial) dan terdapat manifestasi mukokutaneus minor (seperti: ulserasi oral, infeksi jamur kuku).

c. Stadium III

(10)

d. Stadium IV

Pada umumnya kondisi tubuh sangat lemah, aktivitas di tempat tidur >50%, terjadi HIV wasting syndrome, semakin bertambahnya infeksi oportunistik seperti pneumonia pneumocystis carinii, toksoplasmosis otak, kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan, terdapat penyakit infeksi cytomegalovirus (CMV) pada organ lain selain hati, limpa, dan kelenjar getah bening Selain itu, terdapat kandidiasis esophagus, TB ekstrapulmonar, limfoma, sarkoma kaposi, dan ensefalopati HIV.

2.6 Tahap Terapi Antiretroviral (ART)

(11)

dalam pengobatan ARV berdasarkan pada aspek yaitu: Efektifitas, efek samping/ toksisitas, interaksi obat, kepatuhan, dan harga obat. Tahap terapi ARV yaitu:

a. Lini Pertama

Anjuran pemilihan obat ARV pada lini pertama yang dianjurkan pemerintah adalah kombinasi obat golongan 2 NRTI + 1 NNRTI. Satu atau lebih obat dalam rejimen ini kemungkinan harus diganti (substitusi) karena masalah efek samping.

b. Lini Kedua

Bila terjadi kegagalan terapi akibat munculnya virus yang resisten yang mengakibat kan toksisitas, sedikit nya dua obat dalam kombinasi harus diganti (Switch) dengan obat baru. Kombinasi untuk Lini kedua yang baku di Indonesia adalah 2 NRTI + booste- PI.

c. Stop

(12)

2.7 Pencegahan HIV/AIDS 2.7.1 Pencegahan Primer

a. Pencegahan dilakukan dengan tindakan seks yang aman yaitu artinya absen seks ataupun tidak melakukan hubungan seks bagi orang yang belum menikah, tidak berganti-ganti pasangan, menghindari penggunaan jarum suntik secara bergantian kepada orang lain, semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, pisau cukur) harus disterilisasi dengan cara yang benar.

b. Untuk mencegah penularan vertikal dari ibu kepada anak yaitu ibu hamil yang memeriksakan kehamilan harus dilakukan promosi kesehatan dan pencegahan penularan HIV melalui pemeriksaan diagnosis HIV dengan tes dan konseling pada saat asuhan antenatal dan menjelang persalinan. Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah dengan pemberian ARV selama kehamilan, penanganan persalinan secara sectio dan penatalaksanaan selama menyusi untuk mengurangi risiko penularan.

2.7.2 Pencegahan Sekunder

(13)

Proses Tes Konseling HIV (KTHIV) pada orang dewasa untuk diagnosis dimulai dengan mengikuti alur tes HIV di fasilitas layanan kesehatan yang berlaku untuk Tes atas Inisiatif Petugas Kesehatan (TIPK) maupun Konseling & Tes HIV Sukarela (KTS).

Gambar 2.1 Alur Tes Konseling HIV (KTHIV) pada orang dewasa

Pasien Rajal, Ranap

Tidak setuju Konseling Pra Test Oleh Konselor

Tes Darah Pemberian Hasil

(14)

Keterangan:

a. Konseling Pra Testing

Adapun yang dilakukan pada saat konseling pra testing adalah dengan memberikan informasi edukasi tentang HIV meliputi:

1. Informasi dasar tentang HIV dan AIDS 2. Penularan dan pencegahan

3. Tes HIV dan konfidensialitas 4. Alasan permintaan tes HIV

5. Ketersediaan pengobatan pada layanan kesehatan yang dapat diakses 6. Keuntungan membuka status kepada pasangan dan atau orang dekatnya 7. Arti tes dan penyesuaian diri atas status baru

(15)

b. Tes darah

(16)

Tabel 2.1 Interpretasi dan tindak lanjut hasil tes darah

Hasil Interpretasi Tindak lanjut

A1(-) Atau A1(-) A2(-) A3(-)

Non Reaktif  Bila yakin tidak ada faktor risiko dan atau perilaku berisiko dilakukan lebih dari tiga bulan sebelumnya maka pasien diberi konseling cara menjaga agar tetap negatif

 Bila belum yakin ada tidaknya faktor risiko dan atau perilaku dilakukan dalam tiga bulan terakhir maka dianjurkan untuk tes ulang dalam 1 bulan

A1(+) A2(+) A3 (-) Atau

A1(+) A2(-) A3(-)

Indeterminate  Ulang tes dalam 1 bulan

 Konseling agar menjaga tetap negatif kedepannya

A1 (+) A2(+) A3(+) Reaktif atau Positif

Lakukan konseling hasil tes positif dan rujuk untuk mendapatkan paket layanan PDP

Pemeriksaan laboratorium untuk menetapkan adanya infeksi HIV dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu pemeriksaan yang mencari adanya virus tersebut dalam tubuh penderita seperti biakan virus, deteksi antigen dan deteksi materi genetik dalam darah penderita; dan pemeriksaan serologik yang mencari adanya antibodi terhadap berbagai komponen virion HIV dalam serum penderita.

(17)

b.1 Rapid test atau Enzyme immunoassay (EIA)

Rapid test HIV memegang peranan penting dalam membantu diagnosis dini secara cepat seseorang yang terinfeksi HIV dan tidak membutuhkan sarana yang rumit dan mahal. Rapid tes merupakan test yang paling sering digunakan khususnya pada layanan kesehatan yang belum lengkap fasilitas pemeriksaan laboratoriumnya. Test ini kurang dari 30 menit, sederhana, tidak invasif dan digunakan untuk mendeteksi antibodi sehingga terapi dapat segera dilakukan dan mempunyai keuntungan sebagai berikut:

a. Menentukan status infeksi dengan cepat, sehingga terapi dapat segera dilakukan

b. Bermanfaat pada kunjungan konseling pasien, karena dapat segera dilakukan terapi

c. Mudah penggunaannya dan tidak memerlukan peralatan yang canggih, waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan relatif cepat sekitar 10-20 menit

d. Hasil reaktif atau nonreaktif

b.2 ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay)

(18)

Tes ini mempunyai sensitivitas tinggi yaitu sebesar 98,1 %-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Namun ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV-2 (Widoyono, 2008).

b.3 Western Blot

(19)

b.4 PCR (Polymerase chain reaction)

PCR untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas (Kurniawati, 2011). PCR digunakan untuk tes HIV pada bayi. Hal ini dikarenakan zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yang menderita HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekebalan itulah yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan membuat hasil pemeriksaaan seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. Selain itu, PCR juga digunakan untuk menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi, tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi, dan tes konfirmasi untuk HIV-2 (Widoyono, 2008).

c. Konseling Pasca Testing

Konseling pasca tes membantu klien/pasien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil tes. Hal-hal berikut dilakukan oleh petugas atau konselor pada saat konseling pasca tes:

1. Membacakan hasil tes 2. Menjelaskan makna hasil tes 3. Memberikan informasi selanjutnya

4. Mendiskusikan strategi untuk menurunkan penularan HIV dan rencanakan pengobatan

(20)

2.7.3 Pencegahan Tersier

(21)

2.8 Kerangka Konsep

Adapun Kerangka Konsep pada penelitian tentang karakteristik penderita HIV/AIDS yang berobat jalan di RSUD Dr. Pirngadi Tahun 2015 adalah sebagai berikut:

Karakteristik Penderita HIV/AIDS 1. Sosiodemografi

Umur

Jenis Kelamin Suku/Etnik

Tingkat Pendidikan Pekerjaan

Status Pernikahan Daerah Tempat Tinggal 2. Faktor risiko penularan 3. Infeksi Oportunistik

Gambar

Gambar 2.1 Alur Tes Konseling HIV (KTHIV) pada orang dewasa
Tabel 2.1  Interpretasi dan tindak lanjut hasil tes darah

Referensi

Dokumen terkait

Data tentang metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tuna grahita di SMPLB C YPSLB Kerten Surakarta yang terdiri dari dua unsur, yaitu pelaksanaan

Effect of consuming different dairy products on calcium, phosphorous and pH levels of human dental plaque; a comparative study.. Poureslami H, Pishbin L, Eslaminejad Z, Moqadam

Upaya Pengelolaan Retribusi Parkir dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Sungai Penuh menurut Perspektif. Hukum

Untuk mengetahui rerata pH dan laju alir saliva sebelum dan sesudah 5 menit mengunyah cokelat lalu dilanjutkan dengan mengunyah keju cheddar pada mahasiswa FKG USU3. Sebagai

Sel prekusor ini merupakan mieloid campuran yang berasal dari sel induk pluripoten.1 Sel-se granulosit setelah keluar dari sumsum tulang dan masuk ke  peredaran darah

Memahami sejarah berdirinya negara Amerika Serikat mulai dari masa eksplorasi sampai terbentuknya negara Amerika Serikat, serta perkembangannya dewasa ini..

Akan tetapi Indonesia sebagai Negara anggota ASEAN dan pengekspor asap utama di ASEAN, belum bersedia meratifikasi ASEAN agreement on transboundary haze pollution. Jika

Variabel kemampuan, kepuasan dan disiplin kerja secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai secara simultan yang didasarkan pada hasil pengujian nilai