OPTIMASI PEMERIKSAAN NOMOR IDENTITAS
KENDARAAN (NIK) DENGAN METODE RE-ETCHING DAN
INSTRUMEN REGULA VIN
LAPORAN KERJA PRAKTIK
Oleh:
Saniya Almira
105116045
PROGAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN KOMPUTER
UNIVERSITAS PERTAMINA
LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN KERJA PRAKTIK
Judul Kerja Praktik : Optimasi Pemeriksaan Nomor Identitas Kendaraan
(NIK) Dengan Metode Re-etching dan Instrumen Regula VIN
Nama Mahasiswa : Saniya Almira
Nomor Induk Mahasiswa : 105116045
Program Studi : Kimia
Fakultas : Sains dan Komputer
Periode Kerja Praktik : 10 Juni-10 Juli
Jakarta, 10 Juli 2019
MENYETUJUI,
Pembimbing Instansi
Vidya Rina Wulandari, S.T., M.Sc IPTU NRP.90030394
Pembimbing Program Studi
Raissa,M.Si NIP 116014
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, dan sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktik yang berjudul “Optimasi Pemeriksaan Nomor Identitas Kendaraan (NIK) Dengan Metode Re-etching Dan Instrumen Regula VIN”. Kerja praktik telah dilaksanakan di Pusat Laboratorium Mabes Polri, yang berlokasi di Jl. Kav.Agraria No.94, Duren Sawit.
Tujuan penyusunan laporan kerja praktik ini untuk mendapatkan pengalaman serta pengetahuan bari di dunia kerja dan menerapkan pengetahuan dari pembelajaran dalam perkuliahan. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Vidya Rina Wulandari M.Sc selaku pembimbing instansi dan Ibu Raissa, M.Si , selaku pembimbing program studi yang senantiasa memberi pengarahan, petunjuk, nasihat, dan mendampingi dalam penyusunan laporan kerja praktik ini hingga selesai. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan untuk bapak dan ibu yang ada di Pusat Laboratorium Forensik Polri, serta teman-teman yang telah membantu dan mendukung selama proses kerja praktik dilaksanakan
Penulis menyadari bahwa hasil laporan kerja praktik ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga menjadi lebih baik lagi.
Jakarta, 10 Juli 2019
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Pemilihan Topik Kerja Praktik Lapangan (PKL) ... 1
1.2 Tujuan ... 1
1.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 1
BAB II PROFIL INSTANSI... 3
2.1 Sejarah Singkat Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri ... 3
2.2 Bidang Dalam Instansi ... 3
2.3 Subbidang Metalurgi ... 4
BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK ... 7
3.1 Pembuatan Larutan Etsa ... 7
3.2 Implementasi Instrumen Regula VIN (VehicleIdentification Number) ... 7
BAB IV HASIL KERJA PRAKTIK ... 10
4.1 Hasil Pembuatan Larutan Etsa ... 10
4.2 Pengujian Menggunakan Larutan Etsa ... 12
BAB V TINJAUAN TEORISTIS... 17
5.1 Pengertian dan Proses Re-etching ... 17
5.2 Sifat Korosi Logam ... 18
5.3 Jenis Logam dan Larutan Etsa ... 19
5.4 Regula VIN ... 21
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 26
6.1 Kesimpulan ... 26
6.2 Saran ... 26
DAFTAR PUSTAKA ... 28
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.2.1 Peralatan yang digunakan untuk analisa menggunakan Regula VIN
Gambar 4.1.1 Hasil pembuatan larutan etsa putih
Gambar 4.1.2 Hasil pembuatan larutan etsa kuning
Gambar 4.1.3 Hasil pembuatan larutan etsa hijau
Gambar 4.2.1 Larutan etsa di instansi
Gambar 4.2.2 Lembaran baja tercantum nomor “1234567890” yang digunakan untuk uji coba larutan etsa
Gambar 4.2.3 Hasil akhir pengujian dengan larutan etsa
Gambar 4.2.4 Pengkapuran nomor seri kendaraan agar dapat terlihat jelas
Gambar 4.2.5 5 Nomor seri kendaraan setelah diuji menggunakan larutan etsa
Gambar 4.3.1 Hasil analisa Regula VIN setelah penambahan larutan etsa putih
Gambar 4.3.2 Hasil analisa Regula VIN setelah penambahan larutan etsa kuning
Gambar 4.3.4 Hasil analisa Regula VIN setelah penambahan larutan etsa hijau
Gambar 5.1.1 Pengikisan lapisan logam dengan gerinda
Gambar 5.4.1 Ilustrasi pengumpulan informasi menggunakan pita magnetik
Gambar 5.4.2 Magnet khusus untuk mengumpulkan informasi ke pita magnetik
Gambar 5.4.3 Eddy current scanner
Gambar 5.4.4 Regula VIN
Gambar 5.4.5 Sampel literatur dari nomor seri
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi
Lampiran 2 Surat Pengantar ke Instansi
Lampiran 3 Daftar Hadir
Lampiran 4 Lembaran Bimbingan Pembimbing Kerja Praktik
Lampiran 5 Lembaran Bimbingan Dosen Pembimbing
Lampiran 6 Surat Tugas Kerja Praktik
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemilihan Topik Kerja Praktik Lapangan (PKL)
Setiap kendaraan bermotor memiliki nomor seri yaitu nomor rangka dan mesin spesifik yang dicetak pada saat kendaraan diproduksi di pabrik. Nomor seri ini dapat digunakan mendeteksi pemalsuan atau pencurian, karena setiap kendaraan memiliki nomor rangka dan mesin berbeda. Nomor rangka dan mesin kendaraan terdiri dari gabungan angka dan huruf yang berjumlah 17. Pada nomor rangka digit 1-2 menunjukkan wilayah kendaraan tersebut dirakit, misalnya untuk wilayah Asia seperti JA-JO (Jepang), LA-LO (Cina), dan lainnya. Digit ketiga pada nomor kendaraan menunjukkan nama merek kendaraan tersebut contohnya Y untuk Suzuki, dan lainnya. Digit 4-8 menunjukkan diskripsi kendaraan secara umum seperti model, jenis mesin, tipe bodi kendaraan, dan lainnya. Untuk digit kesembilan merupakan kode angka tertentu (security code) untuk menidentifikasikan bahwa nomor kendaraan telah mendapat predikat resmi dari pabrik. Digit kesepuluh menunjukkan tahun kendaraan dirakit. Digit 11-17 menunjukkan kode produksi dan informasi yang lebih detail dari kendaraan. Hal ini juga berlaku untuk nomor mesin kendaraan [1] [2].
Nomor rangka dan mesin atau NIK (Nomor Identifikasi Kendaraan ) tertulis pada STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) dan BPKB. Nomor rangka dan mesin kendaraan dapat dipalsukkan contohnya untuk kasus pencurian. Pencuri akan mengganti nomor kendaraan agar tidak dapat dilacak oleh pihak yang berwajib. Hal ini dilakukan dengan mengganti nomor asli kendaraan. Nomor kendaraan diganti dengan menggerinda nomor seri tersebut dan dilakukan pengetokkan ulang dengan nomor lain. Tujuan menggerinda nomor seri untuk menghilangkan atau menghapus nomor sebelumnya, dan pengetokkan kembali dilakukan untuk mengganti nomor agar tidak dapat dilacak.
Pusat Laboratorium Forensik Polri bertugas dalam memeriksa barang bukti atas dugaan kejahatan sehingga dapat dilakukan proses hukum selanjutnya. Pemerikasaan nomor seri kendaraan,
spare part mesin, senjata api, dan komponen industri lainnya dilakukan oleh bidang balistik dan metalurgi forensik (Bidbalmetfor).
Metode yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi nomor kendaraan yang telah dirusak menggunakan larutan etsa atau asam kuat disebut re-etching atau pengetsaan kembali. Selain itu, identifikasi juga dilakukkan menggunakan instrumen Regula VIN (Vehicle Identification Number).
1.2 Tujuan
Kegiatan praktik kerja lapangan bertujuan untuk mengoptimalkan identifikasi pemalsuan nomor identitas kendaraan melalui metode re-etching dan instrumen Regula VIN.
1.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Tempat : Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri (Puslabfor Polri)
Lokasi : Jl. Kav.Agraria No.94, RT.2/RW.16 Duren Sawit, Jakarta Timur, 13440. Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13440, Indonesia.
Tanggal : 10 Juni - 10 Juli 2019
BAB II
PROFIL INSTANSI/LEMBAGA/PERUSAHAAN 2.1Sejarah Singkat Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri
Berdirinya laboratorium forensik atau labfor merupakan salah satu syarat diterimanya polri sebagai anggota ICPO-Interpol. Lembaga ini kemudian didirikan pada bulan Mei 1952. Pada tanggal 16 April 1957 di Surabaya laboratorim kriminil didirikan dengan surat keputusan kepolisian negara nomor 26/Lab/1957 yang ditempatkan di bawah kantor Komensariat Jawa Timur dan bekerja sama dengan depot farmasi Depkes dan kamar mayat di rumah sakit Dr. Soetomo Surabaya. Pada periode 1959-1963 diatur dalam peraturan Menteri muda kepolisian nomor 1/PRT/MMK/1960 tanggal 20 Januari 1960 bahwa seksi laboratorium ditempatkan langsung di bawah komando dan pengawasan Menteri muda kepolisian dengan nama laboratorium departemen kepolisian. Kemudian pada tahun 1963-1964 dengan adanya instruksi Menteri atau kepala staf angkatan kepolisian dilakukan penggabungan laboratorium departemen kepolisian dengan direktorat identifikasi menjadi Lembaga laboratorium dan identifikasi departemen kepolisian. Setelah meningkatnya kualitas laboratorium maka Lembaga laboratorium dipecah kembali menjadi direktorat laboratorium Kriminil dan direktorat Identifikasi pada tanggal 14 Februari 1964. Pada periode 1970-1977 dengan surat keputusan Menteri pertahan keamanan atau panglima angkatan bersenjata nomor Skep/A/385/VII/1970 direktorat laboratorium kriminil yang semula di bawah kepala kepolisian menjadi berada di bawah komando utama pusat reserse dengan nama Laboratorium Kriminil Koserse. Pada tahun 1972, dibentuk Laboratorium Forensik Cabang (Labforrcab) Medan untuk melayani daerah Aceh, Sumatra Utara, Padang, dan Riau. Laboratorium Kriminil kemudian ditetapkan sebagai badan pelaksana pusat di tingkat mabes Polri yang berkedudukan langsung di bawah kapolri sejak tanggal 1 Juli 1977. Pada tanggal 9 Desember 1982 dibentuk Labforcab Semarang yang melayani daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kemudian pada tahun 1985 di Makassar dibentuk Labforcab yang melayani daerah Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Laboratorium Kriminil kemudian namanya diubah menjadi Pusat Laboratorium Forensik pada tanggal 5 Oktober 1992. Pada tanggal 3 Maret 1999 dibentuk Labforcab Palembang dan Denpasar melalui keputusan Kapolri nomor Pol.: Kep/11/III/1999. Pusat Laboratorium Forensik kemudian kembali menjadi bagian dari Koserse Polri dengan adanya surat keputusan Kapolri nomor Pol.: Kep/53/X/2002 dengan perubahan Korserse menjadi Bareskrim, sehingga sampai saat ini Pusat Laboratorium Forensik berkedudukan di bawah Bareskrim Polri. Pada periode 2010-2019 terdapat beberapa penambahan bidang yaitu narkoba forensik dan komputer forensik. Saat ini Pusat Laboratorium Bareskrim Polri memiliki enam Labforcab yang tersebar di Medan, Palembang, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Denpasar[3].
2.2 Bidang dalam Instansi
Laboratorium Forensik memiliki beberapa bidang dalam pelayan sebagai apparat penegak hukum antara lain[3]:
1. Bidang Dokumen dan Uang Palsu Forensi (Biddokupalfor)
Bertugas dalam pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik dengan barang bukti berupa dokumen (tulisan tangan, ketik, dan tanda tangan), uang palsu (uang kertas RI ataupun asing, dan uang logam), produk cetak (produk cetak konvensional, produk cetak digital, dan cakram optik).
2. Bidang Balistik dan Metalurgi Forensik (Bidbalmetfor)
Bertugas dalam pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan barang bukti berupa senjata api (peluru, senjata, dan selongsong peluru), bahan peledak (komponen bom, dan bom paska ledakan), dan metalurgi (bukti nomor seri, kerusakan logam, dan kecelakan konstruksi).
3. Bidang Fisika dan Komputer Forensik (Bidfiskomfor)
Bertugas dalam pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti uji kebohongan (lie detector), jejak, radioaktif, konstruksi bangunan, peralatan teknik, kebakaran, dan komputer (suara dan gambar (audio/video), komputer dan telepon genggam, dan kejahatan melalui jaringan internet (cyber network).
4. Bidang Kimia, Toksikologi, dan Biologi Forensik (Bidkimbiofor)
Bertugas dalam pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan laboratoris kriminalistik barang bukti kimia (bahan kimia yang belum diketahui dan bahan kimia produk industri), biologi (biologi molecular dan bahan hayati), dan toksikologi (toksikologi, mikroorganisme, dan pencemaran lingkungan hidup).
5. Bidang Narkotika, Psikotropika, dan Obat Berbahaya Forensik (Bidnarkobafor)
Bertugas dalam pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan barang bukti berupa narkotika (narkotika bahan alam, bahan sintesa, semi sintesa, serta cairan tubuh), psikotropika (bahan dan sediaan psikotropika, bahan ilegal psikotropika) dan obat (bahan kimia obat berbahaya dan bahan kimia adiktif).
2.3 Subbidang Metalurgi
Analisis subbidang metalurgi sesuai perkap nomor 10 tahun 2009 meliputi [4]:
a. Pemeriksaan Analisa Kegagalan/Kerusakan Konstruksi (Failure Analysis), diatur dalam paragraph 5 pasal 101, 102, dan 103, berikut adalah:
1. Konstruksi bangunan
2. Konstruksi jembatan berbagai jenis
3. Tower pemancar 4. Tower crane 5. Gondola 6. Autoclave 7. Boiler 8. Tanur proses 9. Pipa bertekanan 10. Bejana/tabung bertekanan
11. Kekuatan beton dan logam
12. Selimut beton
13. Tulangan beton (Baja ulir)
b. Pemeriksaan Bahan dan Barang Tambang diatur dalam pasal 104 dan 105 pada paragraph 6, antara lain:
1. Hasil mineral
2. Bahan kimia proses
3. Produk samping
4. Produk akhir
c. Pemeriksaan Kualitas Produk Industri Logam/Material Lainnya (SNI, ASTM, JIS, dan DIN)
d. Pemeriksaan Nomor Seri Kendaraan Bermotor, Spare Part Mesin, Senjata Api, dan Komponen Industri Lainnya diatur dalam pasal 99 dengan persyaratan pada pasal 100 paragraf 4.
BAB III
KEGIATAN KERJA PRAKTIK
Kerja praktik ini dilakukan di subbidang Metalurgi Puslabfor, dan tugas yang membutuhkan proses kimiawi adalah pengujian keaslian nomor identitas kendaraan (NIK). Disamping itu adapula beberapa kegiatan tanpa proses kimiawi, hanya menggunakan alat.
Kegiatan kerja praktik yang dilakukan meliputi:
1. Pembuatan larutan etsa putih, kuning, dan hijau. Semua larutan ini berfungsi untuk menunjukkan tulisan/gambar yang pernah tercetak pada lempeng logam, namun dengan tingkatan hasil yang berbeda.
2. Pengenalan dan implementasi alat Regula VIN, yaitu alat pemindai untuk menunjukkan tulisan ataupun gambar yang pernah dicetak pada lempeng logam.
3.1 Pembuatan Larutan Etsa
Dalam uji keaslian NIK larutan etsa digunakan dengan cara mengoleskan larutan ke permukaan lempeng logam. Prinsip dasar pengujian dengan larutan etsa adalah sifat asam larutan yang akan bereaksi dengan logam dan dapat memunculkan tulisan/gambar yang pernah tercetak pada lempeng logam tersebut.
Pembuatan larutan etsa terdiri atas 3 macam larutan, yaitu larutan putih, larutan kuning, dan larutan hijau. Berikut adalah cara pembuatan larutan etsa putih, kuning, dan hijau :
• Larutan putih dibuat dengan menambahkan 40 mL asam nitrat (HNO3) 65% ke dalam aquades
18 mL (Gambar 4.1.1).
• Larutan kuning dibuat dengan menambahkan 6 mL HCl 37% dengan 100 mL aquades, lalu padatan FeCl3.6H2O sebanyak 19 g dilarutkan menggunakan HCl yang telah diencerkan
(Gambar 4.1.2).
• Larutan hijau dibuat dengan mengencerkan 80 mL HCl 37% dalam 60 mL aquades, kemudian dibuat pula larutan dari 12.9201 g CuCl yang dilarutkan dalam 50 mL etanol (Gambar 4.1.3). Kemudian kedua larutan tersebut dicampur secara perlahan. Hasil pembuatan dan pengujian larutan etsa akan dibahas pada Bab IV tentang hasil kerja praktik.
3.2 Implementasi Instrumen Regula VIN (Vehicle Identification Number)
Pengujian NIK menggunakan instrumen regula VIN memerlukan alat bantu berupa pita magnetik dan magnet khusus. Pita magnetik ditempelkan di atas lempeng logam yang akan diuji, kemudian ditekan dengan magnet khusus, hasilnya pita magnetik akan merekam informasi dari lempeng logam. Pita magnetik ini kemudian dimasukkan dalam Regula VIN yang akan memvisualisasikan informasi di pita magnetik, sehingga gambar/tulisan yang pernah tercetak pada lempeng logam dapat terlihat.
Sampel logam yang biasanya digunakan untuk uji NIK berbahan besi (Fe) atau aluminium (Al). Pada sampel aluminium, alat bantu yang digunakan adalah eddy current scanner, bukan menggunakan magnet khusus.
Berikut adalah peralatan yang digunakan pada analisa menggunakan instrumen Regula VIN (Gambar 3.2.1). Penjelasan lebih rinci dibahas pada Bab V: Tinjauan Teoritis (5.4 Regula VIN).
Gambar 3.2.1 Peralatan yang digunakan untuk analisa menggunakan Regula VIN Magnet khusus
Pita magnetik
Eddy current scanner
BAB IV
HASIL KERJA PRAKTIK
Kerja praktik yang dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik pada subbidang Metalurgi yaitu pemeriksaan Nomor Identitas Kendaraan (NIK) pada kasus pencurian dengan menggunakan larutan etsa dan instrumen Regula VIN. Penggunaan larutan etsa harus dibuat terlebih dahulu. Kemudian larutan etsa diuji pada sampel plat yang terdapat suatu nomor, dan diuji kembali menggunakan instrumen regula VIN.
4.1 Hasil Pembuatan Larutan Etsa
Pembuatan larutan etsa dilakukan dengan membuat larutan putih, larutan kuning, dan larutan hijau. Berikut adalah masing-masing hasil pembuatan larutan etsa:
Gambar 4.1.1 Hasil pembuatan larutan etsa putih
0.0662 𝐿 1.031 𝑚𝑜𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 65 𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 37 𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 100 𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 100 𝑔 1. 1 𝑚𝑜𝑙
Gambar 4.1.3 Hasil pembuatan larutan etsa hijau
Penentuan konsentrasi HCl pada larutan kuning dan hijau, serta pemakaian HNO3 untuk membuat
larutan putih dilakukan melalui perhitungan dengan menggunakan rumus, sebagai berikut:
Pembuatan larutan putih menggunakan HNO3 65% w/w.
Diketahui : 65% = 65 g/100 g pelarut, HNO3 = 1.51 g/mL, Mr HNO3 = 63.01 g/mol
HNO3 65% sebanyak 40 mL dilarutkan dengan 18 mL aquades
n = 𝑀𝑟 = 63.01 𝑔/𝑚𝑜𝑙 = 1.031 mol V = 𝜌 = 1.51 𝑔/𝑚𝐿 = 66.22 mL = 0.0662 L M = = 16 M M1.V1 = M2.V2 16.40 = M2.58 M2 = 11 M
Pembuatan larutan kuning dan hijau menggunakan HCl 37% w/w.
Diketahui : 37% = 37 g/100 g pelarut, HCl = 1.18 g/cm3, Mr HCl = 36.46 g/mol
n = 𝑀𝑟 = 36.46 𝑔/𝑚𝑜𝑙 = 1.014 mol V = 𝜌 = 1.18 𝑔/𝑚𝐿 = 84.74 mL = 0.08474 L M = 0.08474 𝐿 =12 M g g M = 𝑛 𝑣 = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = g g 0 14 mol
Pembuatan larutan kuning dilakukan dengan mengambil 6 mL HCl 12 M kemudian dilarutkan dengan 100 mL aquades;
M1.V1 = M2.V2
12.6 = M2.106
M2 = 0.68 M
Pembuatan larutan hijau dilakukan dengan mengambil 80 mL HCl 12 M kemudian dilarutkan dalam 60 mL aquades ;
M1.V1 = M2.V2
12.80 = M2.140
M2 = 6.85 M
4.2 Pengujian Menggunakan Larutan Etsa
Untuk pengujian larutan etsa digunakan larutan yang tersedia di instansi, dan dilakukan pada plat nomor kendaraan (terbuat dari baja) yang telah digerinda (Gambar 4.2.1).
Gambar 4.2.1 Larutan etsa di instansi
Proses awal adalah mengamplas sedikit permukaan plat nomor logam kemudian dibersihkan dengan air. Setelah itu permukaan logam masih harus dibersihkan beberapa kali lagi, mula-mula diolesi aseton secukupnya lalu disapu bersih dengan kain, kemudian dibersihkan kembali menggunakan HCl. Penggunaan HCl konsentrat untuk membersihkan permukaan logam umumnya diencerkan dengan air atau alkohol [5]. Terakhir dibersihkan dengan aseton kembali.
Setelah tahap pembersihan selesai, kemudian logam diolesi larutan putih menggunakan kapas. Apabila hasil re-etching belum tampak, plat logam harus dibersihkan kembali menggunakan aseton, lalu diolesi dengan larutan kuning. Jika hasil re-etching masih tetap belum tampak, plat logam dibersihkan ulang menggunakan aseton kemudian diolesi larutan hijau. Hasil akhir dengan
menggunakan larutan hijau merupakan penampakan yang paling jelas dalam proses re-etching
meskipun hanya dapat terlihat dalam waktu yang sangat singkat.
Pengujian larutan etsa dilakukan pada lembaran baja dengan nomor “1234567890” (Gambar 4.2.2), sebelumnya lembaran baja digerinda atau dihaluskan hingga nomor tidak terlihat dengan mata.
Gambar 4.2.2 Lembaran baja tercantum nomor “1234567890” yang digunakan untuk uji coba larutan etsa
Kemudian dilakukan tahap-tahap pengujian larutan etsa seperti yang telah disebutkan di atas. Hasil akhir dari uji coba menggunakan larutan etsa putih, kuning, dan hijau ditunjukkan pada gambar 4.2.3
Gambar 4.2.3 Hasil akhir pengujian dengan larutan etsa
Pada gambar, nomor menjadi tidak jelas, hal ini dikarenakan penggerindaan yang sangat halus, dan jika diamati langsung tektur permukaan plat baja menjadi lebih kasar. Pengujian larutan etsa yang telah diaplikasikan pada barang bukti akan menimbulkan nomor seri asli dengan jelas, seperti berikut:
Gambar 4.2.4 Pengkapuran nomor seri kendaraan agar dapat terlihat jelas
Gambar 4.2.5 Nomor seri kendaraan setelah diuji menggunakan larutan etsa
Nomor rangka motor yang telah dirusak dengan cara digerinda dan diketrok ulang akan terbaca “MH314D003AK819201” kemudian ketika ditambahkan larutan etsa akan terlihat nomor rangka yang asli, dimana timbul angka 2 menimpa angka 1 deret kedua dari kiri, angka 2 timbul menimpa angka 3 dari deret ketujuh dari kiri, angka 8 yang timbul pada huruf A pada deret kedelapan, angka 2 muncul pada angka 8 deret ke sepuluh dari kiri, angka 7 muncul pada angka 1 deret ke sebelas, angka 4 muncul pada angka 9 deret ke duabelas, dan angka “9,4,7” timbul pada angka “2,0,1” pada tiga deret terakhir.
4.3Pemeriksaan NIK Menggunakan Instrumen Regula VIN (Vehicle Identification Number)
Penggunaan instrumen Regula VIN dilakukan untuk mengidentifikasi nomor seri kendaraan yang sebenarnya, hal ini dilakukan karena nomor seri kendaraan yang sebenarnya telah dihapus atau diganti dengan nomor lain. Berikut adalah hasil uji instrumen Regula VIN pada lembaran baja yang sebelumnya telah diuji coba dengan larutan etsa:
Gambar 4.3.1 Hasil analisa Regula VIN setelah penambahan larutan etsa putih
Gambar 4.3.2 Hasil analisa Regula VIN setelah penambahan larutan etsa kuning
Gambar 4.3.4 Hasil analisa Regula VIN setelah penambahan larutan etsa hijau
Hasil analisa menggunakan Regula VIN untuk sampel penampakannya kurang jelas karena proses gerinda yang sangat halus. Penggunaan larutan hijau menunjukkan penampakan yang paling jelas, terlihat ada angka “678” walaupun tidak semua angka terlihat dengan jelas.
BAB V
TINJAUAN TEORITIS
5.1 Pengertian dan Proses Re-etching
Macroething merupakan prosedur dalam memunculkan struktur logam yang dapat terlihat terlihat dengan mata, menggunakan cara pengetsaan atau etching permukaan logam [6]. Pada proses
etching, penggunaan asam kuat akan menyebabkan adanya korosi terkontrol pada logam. Etching
merupakan proses pengikisan logam dengan menggunakan asam kuat atau disebut juga larutan etsa (etchant) [7]. Etchant secara selektif merusak beberapa elemen dalam logam dan muncul sebagai
daerah yang lebih gelap. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan komposisi, struktur, atau fasa logam yang kemudian akan mengubah laju korosi ketika terkena larutan etsa. Etchant digunakan untuk memunculkan bentuk atau adanya cacat kristal, dan retak pada logam akibat pengelasan atau perlakuan lainnya [8]. Proses etching dapat digunakan untuk memunculkan nomor seri rangka atau
mesin kendaraan yang telah dirusak dan menimbulkan kembali nomor seri kendaraan (nomor rangka dan nomor mesin) yang asli dengan menggunakan reaksi kimia, proses memunculkan kembali nomor seri kendaraan yang telah diganti disebut re-etching [3].
Prinsip re-etching dapat dilakukan karena adanya residual stress (tegangan sisa) yang terjadi karena adanya tegangan tekan dari proses awal saat pembuatan nomor seri kendaraan di pabrik
(mechanical action). Proses penekanan pada penciptaan nomor seri ini menyebabkan susunan atom
yang teratur menjadi tidak teratur, adanya perubahan kerapatan atom, terdapat bagian yang memiliki ikatan lebih kuat dengan atom yang lebih rapat. Perubahan struktur logam dapat menjadikan adanya perubahan sifat mekanik logam, salah satunya ketahan korosi. Tegangan sisa menyebabkan logam menjadi lebih cepat melakukan proses korosi.
Untuk pergantian nomor seri yang asli menjadi nomor lain dilakukan dengan menggerinda nomor seri. Kemudian nomor diganti dengan alat penggetokkan yang dapat dilakukan di bengkel. Penggerindaan nomor seri tidak akan menghilangkan tegangan sisa dari proses pembentukan nomor seri awal karena hanya dapat mengikis lapisan logam paling maksimal 2 mm, sehingga tidak dapat menghilangkan tegangan sisa yang terdapat di bawah permukaan logam (Gambar 5.1.1) Hal ini menyebabkan ketika larutan etsa diaplikasikan pada nomor seri yang palsu akan terbentuk pola nomor seri yang lama karena prinsipnya proses ini dilakukan dengan menggunakan pengkorosian logam.
5.2 Sifat Korosi Logam
Korosi merupakan proses degradasi logam akibat dari reaksi dengan lingkungan korosif [9].
Terdapat beberapa macam faktor yang mempengaruhi proses dari korosi, antara lain [10]:
1. Suhu
Pada suhu tinggi dapat mempercepat proses korosi. Hal ini dikarenakan, pada suhu tinggi energi kinetik partikel akan bereaksi lebih cepat sehingga laju korosi akan berpengaruh, begitu pula sebaliknya.
2. Konsentrasi bahan korosif
Larutan yang bersifat asam memiliki sifat korosif terhadap logam, dimana apabila suatu logam yang dimasukkan ke dalam larutan asam akan mudah terjadi proses korosi. Apabila suatu asam dengan konsentrasi yang tinggi, misal asam klorida akan menyebabkan meningkatnya kecenderungan suatu logam untuk terkorosi.
3. Oksigen
Oksigen merupakan senyawa yang terdapat di udara ketika bersentuhan dengan permukaan logam dapat mempercepat proses terjadinya korosi.
Suatu logam yang mengalami korosi terjadi karena adanya reaksi oksidasi dimana logam akan melepaskan elektron, berikut ada reaksi dari proses korosi logam [11]:
Oksidasi/anoda : Fe(s) Fe2+(aq) + 2e
-Sedangkan pada kondisi basa atau netral akan terjadi reaksi reduksi pada oksigen, reaksi yang terjadi adalah:
Reduksi/katoda: O2(g) + 2H2O (aq) + 4e- 4OH- (l)
Reaksi keseluruhan: 2Fe(s) + O2(g) + 2H2O (aq) 2Fe(OH) 2(s)
Pada kondisi basa atau netral, ion Fe2+dan OH-yang dihasilkan akan membentuk senyawa Fe(OH) 2.
Fe(OH)2 yang dihasilkan merupakan hasil sementara dan kemudian akan dapat teroksidasi secara
alami karena adanya keberadaan air dan udara menjadi Fe(OH)3, berikut adalah reaksi yang terjadi:
4Fe(OH)2(s) + O2(g) + 2H2O(l) 4Fe(OH)3 (s)
Fe(OH)3 yang terbentuk akan berubah menjadi Fe2O3 berwarna merah kecoklatan yang biasa disebut
karat. Dalam larutan asam elektron akan mereduksi oksigen yang terdapat di udara, berikut adalah reaksi yang terjadi:
Reduksi/katoda : O2(g) + 4H+ (aq) + 4e- 2H2O(l)
Reaksi keseluruhan : 2Fe(s) + O2(g) + 4H+ (aq) 2Fe2+(aq) + 2H2O(l)
Pada kondisi asam banyak ion H+ akan memicu reaksi reduksi lainnya yaitu reaksi pembentukan
hidrogen, sebagai berikut : 2H+
(aq) + 2e- H2(g)
≤
tersebut atau deret volta. Contohnya, logam besi (Fe) lebih mudah terjadi korosi dibandingkan emas (Au) karena bersifat reaktif sehingga cenderung untuk bereaksi dengan air, udara, atau dari lingkungan sekitarnya [12].
Seperti yang telah diketahui bahwa asam dengan konsentrasi tinggi dapat meningkatkan proses korosi dari logam. Ion klorida dikenal sebagai ion triger karena memiliki kemampuan dalam menghancurkan lapisan permukaan dari baja karbon sehingga proses korosi akan berlangsung cepat. Ion klorida yang larut dalam air akan berubah menjadi asam klorida (HCl) yang dapat menurunkan nilai pH (asam) [10]. Korosi pada umumnya merupakan suatu kerusakan yang tidak diinginkan oleh
suatu material, namun pengkorosian dapat diaplikasikan untuk proses etching atau pengetsaan. Proses etching atau pengetsaan ini juga biasa disebut chemical etching yaitu proses pengikisan logam menggunakan larutan etsa atau etchant. Ini merupakan proses pengkorosian yang cepat dan terkontrol [13].
5.3 Jenis Logam dan Larutan Etsa
Pada rangka kendaraan biasanya digunakan material logam berupa baja atau aluminium. Baja karbon merupakan material logam yang terdiri unsur berupa Fe, C, dan unsur lainnya misal krom (Cr). Unsur karbon sangat penting untuk meningkatkan kekerasan atau kekuatan dari baja. Baja karbon dibagi menjadi beberapa bagian antara lain [14]:
a. Baja karbon rendah ( 0.25% C)
b. Baja karbon sedang (0.25-0.55% C)
c. Baja karbon tinggi (0.55-1.4% C)
Penggunaan masing-masing bahan berbeda-beda tergantung kandungan karbon dari baja tersebut. Proses pembentukkan logam lembaran seperti rangka kendaraan banyak menggunakan baja karbon rendah.
Aluminium dapat diaplikasikan untuk kegunaan kabel bertegangan tinggi, bingkai jendela, peralatan memasak, dan dalam dunia otomotif. Aluminium bukan merupakan penghantar listrik yang baik dibandingkan tembaga, namun apabila digabungkan dengan tembaga akan memiliki sifat konduktor sehingga dapat digunakan untuk kabel bertegangan tinggi. Aluminium memiliki beberapa manfaat antara lain keberadaannya yang melimpah di alam, dan tidak mudah untuk terkorosi. Ketika aluminium berkontak langsung dengan udara akan membentuk layer pasif, terdapat layer oksida yang stabil pada permukaannya. Oksida yang terbentuk akan menjadikan aluminium tahan terhadap korosi. Pembentukkan layer oksida terjadi pada logam yang lebih reaktif. Sedangkan pada logam yang terkandung unsur Fe memiliki kemampuan korosi yang lebih besar dibandingkan aluminium, hal ini dapat dilihat dari deret volta sehingga dalam proses etching harus dipilih larutan etsa atau
etchant yang tepat untuk masing-masing jenis logam [5].
Larutan etsa putih (HNO3:H2O) dapat digunakan pada lembaran baja karbon rendah. Umumnya
kadar ferrite (Fe) di dalam lempeng baja hampir mencapai 100%. Larutan etsa akan menyerang ferrite sesuai dengan orientasi kristal, yang kemudian dapat memunculkan struktur gambar permukaan dari logam tersebut [15]. Pada lembaran baja lainnya juga terdapat sementin yaitu adanya
Apabila terdapat sementin, maka larutan etsa akan sulit untuk memunculkan struktur gambar di permukaan logam karena banyaknya partikel. Reaksi etching yang terjadi antara padatan besi dengan asam nitrat. Pengenceran produk menggunakan aquades akan menyebabkan terbentuknya Fe2O3,
dengan reaksi yang terjadi sebagai berikut[17]:
Fe(s) + 2HNO3(aq) Fe(NO3)2(aq) + H2(g)
2Fe(NO3)2(aq) + H2(g) Fe2O3(s) + H2O(l) + 4NO2(aq)
Fe2O3 tidak akan membentuk layer oksida ketika digunakan pelarut air, sehingga proses korosi akan
tetap berlangsung [17].
Aluminium secara natural akan membentuk layer oksida yang menyebabkan ketahan terhadap korosi. Pada HNO3 konsentrat merupakan agen pengoksidasi kuat, sehingga dengan cepat
menghasilkan layer oksida yang akan melapisi permukaan aluminium. Hal ini menyebabkan tidak dapat terjadi reaksi antara HNO3 dengan Al karena terbentuknya layer pasif (passivation layer).
Larutan etsa yang digunakan berkisar 44% ketika telah dilarutkan dalam aquades, sehingga reaksi tidak dapat terjadi antara HNO3 dengan aluminium.
Larutan etsa kuning (FeCl3.6H2O:HCl:H2O) atau dapat disebut FeCl3 etchant dapat digunakan
untuk berbagai macam jenis logam seperti aluminium, baja, aluminium alloy, tembaga alloy, dan sebagainya. Larutan etsa ini merupakan etchant universal untuk proses etsa atau re-etching. Etchant
ini juga murah dan mudah untuk dikontrol saat proses re-etching [13]. FeCl3 bila dilarutkan dalam air
akan terjadi reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis FeCl3 tidak diinginkan karena akan membentuk
padatan Fe(OH)3, berikut adalah reaksinya:
FeCl3(s) + 3H2O(l) Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)
Penambahan HCl digunakan agar kesetimbangan reaksi berlangsung ke kiri sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi hidrolisis dengan hasil produk endapan Fe(OH)3. Berikut adalah reaksi
antara larutan etsa FeCl3 dengan aluminium [18].
3FeCl3(aq) + Al(s) 3FeCl2(aq) + AlCl3(aq)
Semakin lama proses pengetsaan, pengikisan ke dalam logam akan meningkat, dan bagian yang terkorosi akan menyebar lebih merata [13].
Larutan etsa hijau (CuCl) hampir sama dengan larutan etsa FeCl3, namun terdapat kelebihan
pada CuCl etchant, antara lain :
a. Proses pengontrolan lebih sederhana
b. Lebih murah
c. Tidak ada lumpur
d. Lebih tahan terhadap film oksida pada permukaan material yang akan dietsa
e. Mudah teregenerasi
CuCl merupakan padatan putih, namun CuCl yang dipakai berwarna hijau muda, hal ini akibat terjadinya oksidasi dari udara. Reaksi antara CuCl yang telah dilarutkan dengan etanol dan HCl akan membentuk kompleks, berikut reaksi yang terjadi :
CuCl(s) + 2HCl(aq) H2CuCl3(aq) (larut) (Reaksi 1)
CuCl dapat teregenerasi menjadi CuCl2 dengan adanya Cl-bebas dari HCl berlebih. Dalam kenyataan
CuCl2 dengan hadirnya HCl akan membentuk kompleks, reaksi terjadi seperti berikut:
H2CuCl3(aq) H2CuCl4(aq) (Reaksi 2)
*Catatan: H2CuCl3 merupakan kompleks dari CuCl + 2HCl dan H2CuCl4 merupakan kompleks dari
CuCl2 + 2HCl
Apabila pengaplikasian larutan etsa ini dilakukan untuk bahan tembaga proses pengetsaan dapat digunakan secara terus menerus, hal ini dilihat menurut reaksi:
Cu(s) + H2CuCl4(aq) H2CuCl3(aq) + CuCl(s) (tidak larut)
Dengan penambahan HCl kembali, CuCl (tidak larut) akan larut membentuk kompleks. Kemudian ketika adanya penambahan HCl berlebih H2CuCl3 (Reaksi 1) akan menjadi H2CuCl4 (Reaksi 2),
begitu seterusnya sehingga merupakan suatu keuntungan ketika menggunakan larutan etsa CuCl.
CuCl ketika dilarutkan menggunakan etanol akan berwarna hijau terang. Kemudian ketika proses pembuatan larutan etsa akan berubah warna menjadi hijau kecoklatan karena adanya HCl berlebih. HCl, NaCl, dan NH4Cl merupakan agen kompleks yang paling umum digunakan. HCl juga
digunakan untuk menghilangkan adanya oksida film pada metal sehingga dapat langsung bekerja pada material yang akan dietsa. Adanya HCl berlebih menyebakan kecepatan larutan etsa dalam proses re-etching menjadi lebih cepat [20].
5.4 Regula VIN
Prinsip kerja instrumen Regula VIN yaitu menciptakan replika nomor seri yang tertera pada material dengan menggunakan pita magnetik khusus (Gambar 5.4.1).
Gambar 5.4.1 Ilustrasi pengumpulan informasi menggunakan pita magnetik Magnet untuk mengumpulkan
informasi (Gambar 5.4.2)
Nomor seri (permukaan cacat) Pita magnetik khusus
Gambar 5.4.2 Magnet khusus untuk mengumpulkan informasi ke pita magnetik
Pita magnetik memiliki sensitifitas terhadap medan magnet. Saat pita magnetik bersinggungan rapat dengan cara ditempelkan dan kemudian ditekan kuat dengan magnet khusus akan adanya medan magnet yang membuat pola permukaan lempeng logam terekam pada pita magnetik. Hasilnya adalah pita magnetik akan menyimpan informasi material.
Magnet khusus hanya dipakai apabila material uji NIK berbahan baja, namun apabila material adalah alumunium digunakan alat berupa pemindai arus eddy (eddy current scanner) yang ditunjukan pada gambar 5.4.3 [21].
Gambar 5.4.3 Eddy current scanner
Tes menggunakan eddy current scanning digunakan untuk mendeteksi permukaan material alumunium yang cacat. Prinsip kerja eddy current scanner adalah dengan mengalirkan arus listrik pada kumparan dalam alat scanning untuk membentuk medan magnet. Dengan adanya medan magnet ini, akan terbentuk pola permukaan material yang cacat dan disimpan pada pita magnetik. Hal ini sama seperti penggunaan magnet khusus pada material berbahan baja[22]. Kemudian informasi
Gambar 5.4.4 Regula VIN
Pita magnetik berisi rekaman pola gambar/tulisan pada permukaan material yang cacat disebut
magnetogram. Magnetogram kemudian dimasukkan ke dalam Regula VIN untuk dipindai dan
divisualisasikan dalam bentuk gambar. Berikut merupakan contoh dari nomor seri literatur yang digunakan sebelum dilakukan pemindaian, angka yang tercantum yaitu “29197”.
Gambar 5.4.5 Sampel literatur dari nomor seri
Setelah dilakukan pemindaian menggunakan Regula VIN dapat dilihat bahwa angka 9 deret kedua dari kiri, aslinya merupakan angka 0. Dan angka 7 merupakan angka 5. Berikut ada lah hasil pemindaian nomor seri sampel literatur:
(a)
(b)
Gambar 5.4.6 Hasil pemindaian nomor seri menggunakan Regula VIN a). Terbuat dari besi, b). Terbuat dari aluminium
6.1 Kesimpulan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil kerja praktik, disimpulkan bahwa untuk mengoptimalkan pengujian nomor identitas kendaraan bermotor perlu digunakan dua metode, yaitu re-etching dan pemakaian alat Regula VIN. Pengujian awal di TKP menggunakan Regula VIN, karena alat ini mudah dibawa, namun untuk hasil akhir pemeriksaan yang lebih akurat tetap harus dilakukan proses re-etching di laboratorium agar pola nomor identitas kendaraan yang asli dapat lebih muncul ke permukaan logam, dan terakhir digunakan Regula VIN untuk memvisualisasikan nomor tersebut, sehingga dapat terlihat jelas.
6.2 Saran
Perlu adanya sistem pemilahan pembuangan limbah dan pemisahan laboratorium untuk setiap subbidang yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
[1] F. Julias, "Nomor Rangka Mobil Memiliki Arti Tertentu," 8 Januari 2019. [Online]. [2] I. Bastono, "Arti Nomor Rangka Kendaraan Andahttps://momobil.id/news/arti-nomor-
rangka-kendaraan-anda," 2016. [Online].
[3] E. Locard, "Mengenal Lebih Dekat Laboratorium Bareskrim Polri," 12 Mei 2010. [Online]. Available: http://wartalabfor.blogspot.com/2010/05/mengenal-lebih-dekat-puslabfor.html. [4] Anonim, "Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009,"
[Online]. Available: http://ditlantas.sumut.polri.go.id/main/show-attachment/45. [5] P. Walker and W. H. Tarn, Handbook of Metal Etchants, Florida: CRC Press, 1991. [6] S. M. Purdy, Metallography and Microstructure, ASM International , 2004.
[7] T. W. Riyadi, "Proses Deep Etching Material Kuningan," 2016. [Online]. Available: https://docplayer.info/35382878-Proses-deep-etching-material-kuningan.html.
[8] R. Wojes, "Metallographic Etching," 6 January 2019. [Online]. Available: https://www.thebalance.com/metallographic-etching-2340003.
[9] Anonim, "Bab II: Dasar Teori," [Online]. Available: http://repository.unpas.ac.id/15367/3/7.Bab%20II.pdf.
[10] Anonim, "Bab II: Tinjauan Pustaka," [Online]. Available: http://eprints.polsri.ac.id/1997/3/BAB%20II.pdf.
[11] Anonim, "Corrosion," [Online]. Available: https://courses.lumenlearning.com/chemistryformajorsxmaster/chapter/corrosion/.
[12] A. Kurniawan, "Pengantar Korosi dan Pengendaliannya," [Online]. Available: https://www.academia.edu/8815339/Ilmu_Logam_dan_Korosi.
[13] O. Cakir, "Chemical Etching of Aluminium," Journal of Material Processing Technology,
pp. 337-340, 2007.
[14] D. Juliaptini, "Analisa Sifat Mekanik dan Metalografi Baja Karbon Rendah Untuk Aplikasi Tabung Gas 3 Kg," 29 Juni 2010. [Online]. Available: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3316/1/DEVINTA%20JULIAPTI NI-FST.pdf.
[15] G. V. Voort, "Imaging Phases In Steels," Advanced Material & Process, 2005.
[16] W. F. Smith, Foundation of Materials Science and Engineering (4th Ed), McGraw-Hill, 2006. [17] T. Fujihara, "Passivity of Iron by Diluted Nitric Acid," vol. 18.
[18] D. M. Allen, "Characterisation of Aquous Ferric Chloride Etchant Used In Industrial Photochemical Machining," Journal of Material Processing Technology, 2004. [19] Anonim, "The Chemistry of The Curpric Chloride Etching Process," [Online].
[20] Anonim, "Process Guidelines for Cupric Chloride Etching," Chemnut Corporation, 2015. [Online]. Available: http://www.chemcut.net/wp- content/uploads/2015/03/Chemcut_Bulletin_8_Cupri_Chloride_Proces_-Parameters.pdf. [21] R. Forensics, "Vehicle Identification Number (VIN) Verification," Validate, [Online].
Available: http://www.validate-id.co.uk/index.php/regula/vehicle.
[22] Anonim, "Eddy Current Test," NDT Indonesia, 2019. [Online]. Available: https://ndt- indonesia.com/produk/eddy-current-test.
Lampiran 1 Dokumentasi
Pengolesan larutan etsa pada material dengan permukaan yang cacat
Pemindaian pita magnetik dengan Regula VIN
Pembuatan larutan etsa
Lampiran 2
Lampiran 3 Daftar Hadir
Lampiran 4
Lampiran 5
Lembaran Bimbingan Pembimbing Program Studi
LEMBAR BIMBINGAN KERJA PRAKTIK
PROGRAM STUDI KIMIA
Nama
: Saniya Almira
NIM
105116045
No. 1
Hari/Tanggal: 26 Juni 2019
Hal yang menjadi perhatian:
Reaksi yang terjadi pada proses pengetsaan dengan
larutan etsa kuning
Paraf Pembimbing:
No.2
Hari/Tanggal: 10 Juli 2019
Hal yang menjadi perhatian:
Rentang nilai yang diberikan pembimbing instansi
Paraf Pembimbing:
No.3
Hari/Tanggal: 5 Agustus 2019
Hal yang menjadi perhatian:
Revisi laporan untuk diserahkan kepada lembaga instansi
Lampiran 6
Lampiran 7