Drug Related Problems
Drug Related Problems
(DRPs)
(DRPs)
Oleh :
Oleh :
Ayu
Ayu
Ary’s
Ary’s
Y
Yudhae
udhaeni
ni
(0708505003)
(0708505
003)
Rr
Rr.
. Asih
Asih Juani
Juanita
ta
(0708505
(0708505007)
007)
Dewi
Dewi Puspita
Puspita Apsari
Apsari
(0708505059)
(0708505059)
Luh
Definisi
Definisi
•
•
Drug Related Problems
Drug Related Problems
merupakan suatu
merupakan suatu
kkejadian yang tidak
ejadian yang tidak diharapk
diharapkan da
an dan
n
pengalaman pasien akibat atau diduga akibat
pengalaman pasien akibat atau diduga akibat
terapi obat sehingga kenyataannya/potensial
terapi obat sehingga kenyataannya/potensial
mengganggu
mengganggu kkeberhasilan penyembuhan yang
eberhasilan penyembuhan yang
dikehendaki.
Pembagian DRP
•
DRP aktual
telah terjadi sehingga harus diatasi dan dipecahkan.
keluhan medis, gejala, diagnosis, penyakit, ketidakmampuan
(
disability
), atau sindrom; dapat merupakan efek dari kondisi
psikologis, fisiologis, sosiokultural, atau ekonomi.
•
DRP potensial
kemungkinan besar dapat terjadi dan akan dialami
oleh pasien apabila tidak dilakukan pencegahan.
Konsekuensi dari terapi pengobatan menimbulkan gangguan atau
hubungan sebab akibat,
atau
Suatu keadaan yang memerlukan terapi pengobatan untuk
pemecahan atau pencegahannya
Tanggung Jawab Farmasis &
Kebutuhan Pasien
•
Tanggung Jawab
–
Mengidentifikasi problem aktual dan potensial yang berkaitan dengan
obat (
actual dan potential DRPs
).
–
Menyelesaikan problem aktual yang berkaitan dengan obat (actual
DRPs).
–
Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya problem potensial
yang berkaitan dengan obat (
potential DRPs
).
•
Kebutuhan Pasien
–Indikasi
–
Efektivitas
–Keamanan
–Kepatuhan
Kategori umum DRP
1. Pasien membutuhkan terapi tambahan
2. Menerima obat tanpa indikasi yang
sesuai
3. Menerima obat yang salah
4. Dosis terlalu rendah
5. Dosis terlalu tinggi
6. Pasien mengalami ADR (adverse drug
reactions)
Kategori umum DRP
1. Pasien membutuhkan terapi tambahan
2. Menerima obat tanpa indikasi yang
sesuai
3. Menerima obat yang salah
4. Dosis terlalu rendah
5. Dosis terlalu tinggi
6. Pasien mengalami ADR (adverse drug
reactions)
Pasien Membutuhkan Terapi
Tambahan
•
Mengapa perlu terapi tambahan ???
–
Profilaksis atau pramedikasi
–
Memiliki penyakit kronik yang memerlukan
pengobatan kontinyu
–
Memerlukan terapi kombinasi untuk
menghasilkan efek sinergis atau potensiasi dan
atau ada
Menerima Obat Tanpa Indikasi
Yang Sesuai
•
Menggunakan obat tanpa indikasi yang tepat
•
Dapat membaik kondisinya dengan terapi non obat
•
Minum beberapa obat padahal hanya satu terapi obat yang diindikasikan
atau minum obat untuk mengobati efek samping
•
Penyalahgunaan obat, narkotika, alkohol, dan swamedikasi yang tidak
benar.
Farmasis bertanggung jawab agar pasien tidak menggunakan obat yang
tidak memiliki indikasi yang valid. DRP kategori ini dapat menimbulkan
implikasi negatif pada pasien berupa toksisitas atau efek samping, dan
membengkaknya biaya yang dikeluarkan di luar yang seharusnya
Menerima Obat yang Salah
Hal
–
hal yang mungkin terjadi apabila pasien
menerima obat yang salah :
–
Obat menjadi tidak efektif
–
Ketidaktepatan pemilihan obat
–Alergi
–
Adanya resiko kontraindikasi
–
Resisten terhadap obat yang diberikan
–Kombinasi obat yang tidak perlu
Dosis terlalu rendah
•
Hal-hal yang menyebabkan pasien menerima obat dosis subterapetik, yaitu:
– Kesalahan dosis pada peresepan obat
– Frekuensi dan durasi minum obat yang tidak tepat dapat menyebabkan jumlah obat yang diterima
lebih sedikit dari yang seharusnya
– Penyimpanan juga berpengaruh terhadap beberapa jenis sediaan obat – Cara pemberian yang tidak benar
– Adanya interaksi obat dengan makanan atau dengan obat lain dapat menyebabkan salah satu obat
berkurang absorbsinya dalam saluran cerna, atau mengalami peningkatan metabolisme sehingga jumlahnya dalam sirkulasi lebih kecil dari yang seharusnya
•
Faktor-faktor pendukung yang menyebabkan hal-hal tersebut :
– Obat diresepkan dengan metode fixed-model (hanya merujuk pada dosis lazim) tanpa
mempertimbangkan lebih lanjut usia, berat badan, jenis kelamin, dan kondisi penyakit pasien sehingga terjadi kesalahan dosis pada peresepan.
– Asumsi tenaga kesehatan (dokter, perawat, farmasis) yang lebih menekankan keamanan obat dan
meminimalisir efek toksik terkadang sampai mengorbankan sisi efektivitas terapi.
– Ketidakpatuhan pasien yang menyebabkan konsumsi obat t idak tepat jumlah karena faktor ekonomi
pasien yang tidak mampu maupun karena faktor lainnya, dan pasien tidak paham cara menggunakan obat dengan benar.
Dosis terlalu tinggi
•
Hal-hal yang menyebabkan pasien menerima dosis obat terlalu tinggi, yaitu :
– Pasien menerima obat dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dosis terapinya
sehingga meningkatkan resiko efek toksik dan bisa membahayakan pasien.
– Frekuensi dan durasi minum obat yang tidak tepat dapat menyebabkan jumlah obat
yang diterima lebih banyak dari yang seharusnya.
– Adanya interaksi obat dengan makanan atau dengan obat lain dapat menyebabkan salah
satu obat meningkatkan absorbsinya dalam saluran cerna, atau mengalami penurunan metabolisme sehingga jumlahnya dalam sirkulasi lebih banyak dari yang seharusnya
•
Faktor-faktor pendukung yang menyebabkan hal tersebut, antara lain:
– Obat diresepkan dengan metode fixed-model (hanya merujuk pada dosis lazim) tanpa
mempertimbangkan lebih lanjut usia, berat badan, jenis kelamin, dan kondisi penyakit pasien sehingga terjadi kesalahan dosis pada peresepan.
– Pada swamedikasi, adanya asumsi pasien bahwa semakin tinggi dosis efek obat semakin
baik. Meskipun tidak sepenuhnya salah namun banyak faktor yang harus
dipertimbangkan dalam peningkatan dosis. Misalnya seorang pasien menderita sakit kepala kemudian mengkonsumsi parasetamol. Pada kali lain sakit kepalanya terasa lebih berat ia mengkonsumsi parasetamol dalam jumlah yang lebih besar. Mungkin ia tidak menyadari
Pasien Mengalami ADR
•
WHO
efek yang tidak diinginkan dari obat yang timbul pada
pemberian obat dengan dosis yang digunakan untuk profilaksis,
diagnosis dan terapi
•
FDA
efek yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan
penggunaan obat yang timbul sebagai bagan dari aksi farmakologis
dari obat yang kejadiannya mungkin tidak dapat diperkirakan.
•
ADR adalah efek yang membahayakan atau tidak mengenakkan
yang disebabkan oleh dosis obat yang digunakan sebagai terapi
(atau profilaksis atau diagnosis) yang mengharuskan untuk
mengurangi dosis atau menyetop pemberian dan meramalkan
adanya bahaya pada pemberian selanjutnya.
Kategori ADR
•
“Reaksi
Tipe
A”
Merupakan reaksi yang dapat diperkirakan, umum terjadi dan berhubungan
dengan aksi farmakologis obat .Hampir 80% ADR adalah tipe A, contohnya
adalah toksisitas obat, efek samping, efek sekunder, dan interaksi obat
•
“Reaksi
Tipe
B”
Merupakan reaksi yang tidak dapat diperkirakan, jarang terjadi dan biasanya
tidak berhubungan dengan aksi farmakologis obat. Reaksi termediasi system
imun atau alergi termasuk tipe B, timbulnya jarang,hanya 6-10% dari
keseluruhan ADR. Tipe B seringkali tidak terlihat sampai obat tersebut
dipasarkan, dependen terhadap faktor genetik dan lingkungan. Yang
termasuk reaksi tipe B adalah intoleransi obat (efek tidak diinginkan yang
timbul pada dosis terapi atau subterapi), reaksi idiosinkrasi (reaksi tidak
spesifik yang tidak dapat dijelaskan oleh reaksi farmakologis obat) dan alergi
atau reaksi hipersensitifitas (reaksi yang sesuai dengan mekanisme
imunologi).
Klasifikasi ADR dari Segi Praktis
Klinis
Reaksi yang dapat timbul pada setiap orang:
a. Overdosis obat: efek farmakologis toksik yang timbul pada pemberian obat yang timbul
akibat kelebihan dosis ataupun karena gangguan ekskresi obat.
b. Efek samping obat: efek farmakologis yang tidak diinginkan yang timbul pada dosis
terekomendasi.
c. Interaksi obat: aksi farmakologis obat pada efektivitas maupun toksisitas obat yang lain.
2. Reaksi yang hanya timbul pada orang yang suseptibel:
a. Intoleransi obat: ambang batas yang rendah pada aksi farmakologis normal dari obat
b. Idiosinkrasi obat: respon abnormal dari obat yang berbeda dari efek farmakologisnya.
Hal ini timbul pada pasien yang suseptibel dan kejadian bisa tidak bisa diperkirakan.
Terjadi karena metabolisme obat ataupun defisiensi enzim.
c. Alergi obat
d. Reaksi pseudoalergik/anafilaktoid: reaksi yang secara klinis mirip dengan reaksi alergi
tanpa peranan imunologis (tidak diperantarai IgE).
Penyebab ADR
•
Karena obat tidak sesuai untuk kondisi pasien
•Cara pemberian obat yang tidak benar baik dari
sisi frekuensi pemberian maupun durasi terapi,
•
Adanya interaksi obat
•
Perubahan dosis yang terlalu cepat pada
Kepatuhan
•
Obat yang diresepkan tidak tersedia (di apotek terdekat) sehingga pasien
kesulitan karena harus mencari obat tersebut di tempat lain.
•
Daya beli pasien yang rendah dan harga obat yang mahal menjadi pemicu
utama ketidakpatuhan pasien karena ia tidak mampu membeli semua obat
yang diresepkan.
•
Pemberian sediaan yang tidak tepat sehingga pasien tidak mau atau tidak
bisa mengkonsumsi obat tersebut
•
Pasien tidak menerima aturan pemakaian obat yang tepat,
•
Pasien tidak menuruti rekomendasi yang diberikan untuk pengobatan
•Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara konsisten
karena merasa sudah sehat.
•
Pada kasus khusus pasien yang beraktivitas seharian sehingga lupa meminum
Pengatasan DRP
•
Identifikasi dan pemecahan masalah pada
Drug Related Problems
(DRPs)
•Data yang penting mengenai pasien dapat digolongkan dalam tiga kategori :
a. Karakter klinis dari penyakit atau kondisi pasien, meliputi : umur, seks,
etnis, ras, sejarah sosial, status kehamilan, status kekebalan, fungsi ginjal,
hati dan jantung, status nutrisi, serta harapan pasien.
b. Obat lain yang dikonsumsi pasien, berkaitan dengan terapi obat pada saat
ini dan masa lalu, alergi obat, profil toksisitas,
adverse drug reaction, rute
dan cara pemberian obat, dan persepsi mengenai pengobatannya.
c. Penyakit, keluhan, gejala pasien meliputi masalah sakitnya pasien,
keseriusan, prognosa, kerusakan, cacat, persepsi pasien mengenai proses
penyakitnya.
Pengatasan DRP
•
Secara umum perhatian farmasis terhadap
Drug Related Problems
sebaiknya
diprioritaskan pada pasien geriatri, pasien pediatri, ibu hamil dan menyusui,
serta pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit
•
Faktor kepatuhan pasien ikut bertanggung jawab atas kesembuhannya.
•
Daftar dari
Drug Related Problems
yang diprioritaskan berdasarkan resiko
adalah sebagai berikut:
1. Problem mana yang harus diselesaikan (atau dicegah) dengan segera dan
mana yang diselesaikan.
2. Problem mana yang akan diidentifikasi oleh farmasis sebagai perhatian
utamanya.
3. Problem mana yang dapat dipecahkan oleh terapis dan pasien secara
langsung.
4. Problem mana yang memerlukan intervensi orang lain (mungkin anggota
keluarga, dokter, perawat, atau spesialis lainnya)
Penelitian Farmakoepidemiologi Drug
Related Problem
•
“Drug Related Problems (DRP) dalam Pengobatan Dengue
Hemoraggic Fever (DHF) pada Pasien Pediatrik” oleh Nanang
Munif Yasin, Joko Sunowo dan Eri Supriyanti dari Fakultas
Farmasi UGM.
•
Penelitian ini mengkaji 6 kasus yang termasuk di dalam DRP
pada penanganan DHF yaitu : indikasi butuh obat, obat dengan
indikasi yang tidak sesuai, obat salah, interaksi obat, dosis lebih
dan dosis kurang.
•
Sampel
semua pasien pediatrik yang menderita DHF di
Bangsal Pediatrik Rumah Sakit Swasta X Yogyakarta selama bulan
Februari-April 2006.
Analisis Data
•
Indikasi butuh obat dan obat tanpa indikasi yang sesuai dilihat
dari kecocokan catatan kondisi dan data laboratorium pasien
dengan riwayat pengobatan yang pernah diterima
•
Interaksi obat ditentukan dengan buku acuan Drug Interaction
Facts, Tahun 2001.
•
Analisis obat salah ditentukan dengan buku acuan
Informatorium Obat Nasional Indonesia dan Daftar Obat
Indonesia Edisi 10.
•
Dosis lebih dan dosis kurang dianalisis berdasarkan literatur dari
Food and Drug Administration, Pediatric Dosage Handbook Edisi
6 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, lnformasi
Spesifik Obat Indonesia 2006, dan Data Obat di Indonesia edisi
10.
Kesimpulan Penelitian
•