• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengumpulan Limbah Laboratorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengumpulan Limbah Laboratorium"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Pengumpulan Limbah Laboratorium Pengumpulan Limbah Laboratorium

Limbah laboratorium harus dikumpulkan dalam wadah yang terpisah sesuai dengan jenis bahan kimianya Limbah laboratorium harus dikumpulkan dalam wadah yang terpisah sesuai dengan jenis bahan kimianya untuk dibuang. Kaleng wadah sebagai contoh, diberi label sesuai dengan daftar yang dijelaskan dibawah untuk dibuang. Kaleng wadah sebagai contoh, diberi label sesuai dengan daftar yang dijelaskan dibawah ini dan diberi label dengan huruf 

ini dan diberi label dengan huruf AA--K K . Dalam menjalankannya, harus dipastikan bahwa bahan kimia yang. Dalam menjalankannya, harus dipastikan bahwa bahan kimia yang dikumpulkan dalam satu kategori tidak bereaksi satu sama lain. Minimal periksa kandungan asam dan dikumpulkan dalam satu kategori tidak bereaksi satu sama lain. Minimal periksa kandungan asam dan  basanya. B

 basanya. Banyak panyak pembuangaembuangan dari suan dari suatu perusahatu perusahaan yang man yang mensyaratkan ensyaratkan larutan dlarutan dalam kealam keadaan neadaan netral.tral. A

APelarut organik bebas halogen dan bahan organik dalam larutan.Pelarut organik bebas halogen dan bahan organik dalam larutan. B

BPelarut organik yang mengandung halogen dan bahan organik dalam larutan. Peringatan: JanganPelarut organik yang mengandung halogen dan bahan organik dalam larutan. Peringatan: Jangan gunakan wadah aluminium!

gunakan wadah aluminium!

C Residu padat bahan kimia organik laboratorium. C Residu padat bahan kimia organik laboratorium. D

DGaram dalam larutan; isi dalam wadah harus diatur pada pH 6-8.Garam dalam larutan; isi dalam wadah harus diatur pada pH 6-8.

E Residu bahan anorganik yang beracun dan garam-garam logam berat serta larutannya. E Residu bahan anorganik yang beracun dan garam-garam logam berat serta larutannya. F Senyawa beracun yang mudah terbakar.

F Senyawa beracun yang mudah terbakar. G

GResidu merkuri dan garam merkuri anorganik.Residu merkuri dan garam merkuri anorganik. H

HResidu garam logam, masing-masing logam harus dikumpulkan secara terpisah.Residu garam logam, masing-masing logam harus dikumpulkan secara terpisah. I Padatan anorganik.

I Padatan anorganik. K 

K Pisahkan kumpulan kaca, logam, dan limbah plastik.Pisahkan kumpulan kaca, logam, dan limbah plastik.

Kumpulan wadah harus diberi label dan simbol bahaya dan frase keselamatan dengan jelas. Mohon catat Kumpulan wadah harus diberi label dan simbol bahaya dan frase keselamatan dengan jelas. Mohon catat  bahwa double

 bahwa double labelling labelling mungkin dipmungkin diperlukan, erlukan, misalnya misalnya jika cairajika cairan mudah n mudah terbakar daterbakar dalam bentulam bentuk larutank larutan aqueous dikumpulkan dalam kategori

aqueous dikumpulkan dalam kategori DD, jika larutan organik yang bereaksi secara kaustik, mengandung, jika larutan organik yang bereaksi secara kaustik, mengandung  basa dan a

 basa dan asam atau sam atau beracun beracun dikumpulkadikumpulkan dalam n dalam kategori sekategori selain darilain dari EEdandanFF.. Label khusus dan simbol status bahaya terdapat di dalam nomor katalog "

Label khusus dan simbol status bahaya terdapat di dalam nomor katalog " Peralatan laboratorium,Peralatan laboratorium, aksesoris, dan keamanan produk 

aksesoris, dan keamanan produk ""..

Tentunya, kategori lain mungkin di disain jika: Tentunya, kategori lain mungkin di disain jika:

 Hal ini sangat berartiHal ini sangat berarti 

 Tersedia ruangan yang cukupTersedia ruangan yang cukup 

 Total volume penyimpanan yang diijinkan tidak boleh berlebihan.Total volume penyimpanan yang diijinkan tidak boleh berlebihan.

Oleh karena itu, direkomendasikan bahwa bahan yang berbahaya bagi kesehatan seperti Oleh karena itu, direkomendasikan bahwa bahan yang berbahaya bagi kesehatan seperti bahan- bahan peng

 bahan pengiritasi dairitasi dan bahan-n bahan-bahan beracbahan beracun dikumpun dikumpulkan bersamulkan bersama; dengaa; dengan dua wadan dua wadah - satu wadh - satu wadah untuk ah untuk   bahan-baha

 bahan-bahan yang ben yang berbahaya rbahaya bagi kesebagi kesehatan dan hatan dan wadah ywadah yang lain unang lain untuk bahan-tuk bahan-bahan beracbahan beracun - mungun - mungkinkin digunakan.

digunakan.

Bahan-bahan kimia dalam wadah tertutup: Bahan-bahan kimia dalam wadah tertutup:

Kumpulkan: Pindahkan dan perlakukan hanya di dalam wadah khusus. Gunakan prinsip resiko Kumpulkan: Pindahkan dan perlakukan hanya di dalam wadah khusus. Gunakan prinsip resiko keselamatan pribadi yang minimal!

keselamatan pribadi yang minimal!

Bahan kimia dalam jumlah lebih sedikit: Bahan kimia dalam jumlah lebih sedikit:

Perlakuan: dengan sifat mudah terbakar, mengoksidasi, atau reaktif terhadap air atau zat-zat lain. Untuk  Perlakuan: dengan sifat mudah terbakar, mengoksidasi, atau reaktif terhadap air atau zat-zat lain. Untuk  mencegah reaksi yang sulit dikendalikan, direkomendasikan untuk membungkus limbah kimia secara mencegah reaksi yang sulit dikendalikan, direkomendasikan untuk membungkus limbah kimia secara terpisah (plastik atau wadah) sebelum menempatkan mereka ke dalam bejana! Perhatian khusus harus terpisah (plastik atau wadah) sebelum menempatkan mereka ke dalam bejana! Perhatian khusus harus

(2)

diambil dengan menggunkan bahan peledak, yang mana harus dibuang secara terpisah dalam bentuk  diambil dengan menggunkan bahan peledak, yang mana harus dibuang secara terpisah dalam bentuk   padat.

 padat.

Wadah untuk pelarut organik: Wadah untuk pelarut organik:

Agar dapat membuang limbah laboratorium dengan baik dan untuk meminimalkan efek rutin Agar dapat membuang limbah laboratorium dengan baik dan untuk meminimalkan efek rutin laboratorium, kumpulan wadah yang didisain untuk bahan-bahan limbah harus:

laboratorium, kumpulan wadah yang didisain untuk bahan-bahan limbah harus: 

 Mampu menampung bahan kimia yang terlibatMampu menampung bahan kimia yang terlibat 

 Tidak mudah pecahTidak mudah pecah 

 Tahan bocor dan kebocoran gasTahan bocor dan kebocoran gas 

 Kepemilikan sertifikat PBB (UN) untuk pengangkutan apabila barang tersebut diangkut melaluiKepemilikan sertifikat PBB (UN) untuk pengangkutan apabila barang tersebut diangkut melalui  jalan um

 jalan umum.um.

Sebagai tambahan, poin dibawah ini harus diperhitungkan: Sebagai tambahan, poin dibawah ini harus diperhitungkan:

 Wadah harus diletakan pada tempat yang berventilasi baik Wadah harus diletakan pada tempat yang berventilasi baik  

 Wadah harus ditutup rapat untuk mencegah evaporasi uap berbahayaWadah harus ditutup rapat untuk mencegah evaporasi uap berbahaya 

 Pilih wadah yang dapat mencegah limbah yang disimpan pada tempat penyimpanan dalam jangkaPilih wadah yang dapat mencegah limbah yang disimpan pada tempat penyimpanan dalam jangka waktu yang sangat lama. Hal ini juga meminimalisasi resiko kebocoran.

waktu yang sangat lama. Hal ini juga meminimalisasi resiko kebocoran.

Pemilihan wadah yang telah mendapat persetujuan PBB (UN-approved containers) didaftar pada katalog Pemilihan wadah yang telah mendapat persetujuan PBB (UN-approved containers) didaftar pada katalog  berdasarka

 berdasarkann ""Peralatan laboratorium, aksesoris, dan keselamatan produk.Peralatan laboratorium, aksesoris, dan keselamatan produk.""

Berdasarkan percobaan di laboratorium, wadah-wadah dibawah ini dapat direkomendasikan: Berdasarkan percobaan di laboratorium, wadah-wadah dibawah ini dapat direkomendasikan:

 Wadah untuk limbah organik cair, limbah Wadah untuk limbah organik cair, limbah aqueous dan limbah terkontaminasi, asam danaqueous dan limbah terkontaminasi, asam dan basa:

basa:

Combi-container, 10 l dengan PE inliner, Ord. No. 9.43442.1013 atau PE container, Ord. No. Combi-container, 10 l dengan PE inliner, Ord. No. 9.43442.1013 atau PE container, Ord. No. 9.54528.1010.

9.54528.1010. 

 Wadah untuk limbah kimia solid/padat:Wadah untuk limbah kimia solid/padat:

Sebisa mungkin limbah dikumpulkan dalam wadah yang terbuat dari bahan yang sama - kaca, Sebisa mungkin limbah dikumpulkan dalam wadah yang terbuat dari bahan yang sama - kaca, logam, plastik - seperti wadah produk aslinya.

logam, plastik - seperti wadah produk aslinya. Source :

Source : http://www.merck-chemicals.co.id/pengumpulan-limbah- http://www.merck-chemicals.co.id/pengumpulan-limbah-laboratorium/c_Zkub.s1LQ0oAAAEWVOYfVhTo

laboratorium/c_Zkub.s1LQ0oAAAEWVOYfVhTo

Laboratorium yang baik adalah laboratorium yang tidak hanya memperhatikan masalah ketelitian analisa Laboratorium yang baik adalah laboratorium yang tidak hanya memperhatikan masalah ketelitian analisa saja. Akan tetapi laboratorium yang baik juga harus memperhatikan masalah pembuangan limbah.

saja. Akan tetapi laboratorium yang baik juga harus memperhatikan masalah pembuangan limbah. Limbah yang dibuang sembarangan, jika masuk ke badan air tanah dan mengalir ke pemukiman Limbah yang dibuang sembarangan, jika masuk ke badan air tanah dan mengalir ke pemukiman  penduduk ak

 penduduk akan meniman menimbulkan bahabulkan bahaya. Teruya. Terutama logatama logam-logam m-logam berat. Jika berat. Jika tidak dittidak ditangani denangani dengan baik gan baik  dapat membahayakan makhluk hidup dan merusak lingkungan.

dapat membahayakan makhluk hidup dan merusak lingkungan. Pembuangan Limbah

Pembuangan Limbah

Secara umum, metoda pembuangan limbah laboratorium terbagi atas empat metoda. Secara umum, metoda pembuangan limbah laboratorium terbagi atas empat metoda.

(3)

Pertama, pembuangan langsung dari laboratorium. Metoda pembuangan langsung ini dapat diterapkan untuk bahan-bahan kimia yang dapat larut dalam air. Bahan-bahan kimia yang dapat larut dala air dibuang langsung melalui bak pembuangan limbah laboratorium. Untuk bahan kimia sisa yang mengandung asam atau basa harus dilakukan penetralan, selanjutnya baru bisa dibuang. Untuk bahan kimia sisa yang

mengandung logam-logam berat dan beracun seperti Pb, Hg, Cd, dan sebagainya, endapannya harus dipisahkan terlebih dahulu. Kemudian cairannya dinetralkan dan dibuang.

Kedua, dengan pembakaran terbuka. Metoda pembakaran terbuka dapat dterapkan untuk bahan-bahan organik yang kadar racunnya rendah dan tidak terlalu berbahaya. Bahan-bahan organik tersebut dibakar  ditempat yang aman dan jauh dari pemukiman penduduk.

Ketiga, pembakaran dalan insenerator. Metoda pembakaran dalam insenerator dapat diterapkan untuk   bahan-bahan toksik yang jika dibakar ditempat terbuka akan menghasilkan senyawa-senyawa yang  bersifat toksik.

Keempat, dikubur didalam tanah dengan perlindungan tertentu agar tidak merembes ke badan air. Metoda ini dapat diterapkan untuk zat-zat padat yang reaktif dan beracun.

Penanganan dan Pemusnahan Bahan Kimia Tumpahan

Disamping metoda-metoda yang telah disebutkan diatas, terdapat beberapa jenis tumpahan bahan kimia sisa yang perlu mendapatkan perlakuan khusus sebelum dibuang keperairan. Bahkan diantaranya perlu dimusnahkan sebelum dibuang. Diantara bahan-bahan kimia tersebut antara lain ;

1. Tumpahan Asam-asam Anorganik 

Tumpahan asam-asam anorganik seperti HCl, HF, HNO3, H3PO4, H2SO4 haruslah diperlakukan dengan  penanganan khusus. Bahan tumpahan tersebut permukaannya ditutup dengan NaHCO3atau campuran  NaOH dan Ca(OH)2dengan perbandingan1:1. Selanjutnya diencerkan dengan air supaya brbentuk bubur 

dan selanjutnya dibuang kebak pembuangan air limbah. Basa Akali dan Amonia

Tumpahan basa-basa alkali dan ammonia seperti amonia anhidrat, Ca(OH)2, dan NaOH dapat ditangani dengan mengencerkannya dengan air dan dinetralkan dengan HCl 6 M. Kemudian diserap dengan kain dan dibuang.

3. Bahan-Bahan Kimia Oksidator

Tumpahan bahan-bahan kimia oksidator (padat maupun cair) seperti amonium dikromat, amonium  perklorat, asam perklorat, dan sejenisnya dicampur dengan reduktor (seperti garam hypo, bisulfit, ferro

sulfat) dan ditambahkan sedikit asam sulfat 3 M. selanjutnya campuran tersebut dinetralkan dan dibuang. 4. Bahan-Bahan Kimia Reduktor

Tumpahan bahan-bahan kimia reduktor ditutup atau dicampurkan dengan NaHCO3(reaksi selesai) dan dipindahkan ke suatu wadah.. Selanjutnya kedalam campuran tersebut ditambahkan Ca(OCl)2 secara  perlahan-lahan dan air (biarkan reaksi selesai). Setelah reaksi selesai cmpuran diencerkan dan dinetralkan

(4)

Untuk pemusnahan bahan reduktor (seperti Natrium bisulfit, NaNO2, SO, Na2SO2) dapat dipisahkan antara bentuk gas dan padat. Untuk gas (SO2), alirkan kedalam larutan NaOH atau larutan kalsium

hipoklorit. Untu k padatan, campurkan dengan NaOH (1:1) dan ditambahkan air hingga terbentuk slurry. Slurry yang terbentuk ditambahkan kalsium hipoklorit dan air dan dibiarkan selama 2 jam. Selanjutnya dinetralkan dan dibuang ke perairan.

Sianida dan Nitril

Tumpahan sianida ditangani dengan menyerap tumpahan tersebut dengan kertas/tissu dan diuapkan dalam lemari asam, dibakar, atau dipindahkan kedalam wadah dan dibasakan dengan NaOH dan diaduk hingga terbentuk slurry. Kemudian ditambahkan ferro sulfat berlebih dan dibiarkan lebh kurang 1 jam dan dibuang keperairan.

Pemusnahan sianda dapat dilakukan dengan cara menambahkan kedalamnya larutan asa dan kalsium hipoklorit berlebih dan dibiarkan 24 jam. Selanjutnya dibuang ke perairan.

Untuk tumpahan nitril, ditambahkan NaOH berlebih dan Ca(OCl)2. setelah satu jam dibuang keperairan. Cuci bekas wadah dengan larutan hipoklorit.

Pemusnahan nitril dilakukan dengan menambahkan kadalamnya NaOH dan alkohol. Setelah 1 jam uapkan alkohol dan ditambahkan larutan basa kalsium hipoklorit. Setelah 24 jam dapat dibuang ke  perairan.

Demikianlah beberapa metoda dalam penanganan dan pemusnahan tumpahan bahan-bahan kimia sisa yang terdapat dilaboratorium sebelum dibuang diperairan. Semoga bermanfaat.

Source : http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/pembuangan-dan-penanganan-bahan-kimia-tumpahan-di-laboratorium/

Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah Sakit

Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan

gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit.

Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang Pokok-pokok Kesehatan,  bahwa setiap warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Ketentuan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan yang berupa  pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan

kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat (Siregar, 2001).

Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai macam cara, yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih,  penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Selain itu, perlindungan terhadap bahaya  pencemaran lingkungan juga perlu diberi perhatian khusus (Said dan Ineza, 2002).

(5)

Rumah sakit merupakan sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pelayanan

kesehatan yang dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa (Said dan Ineza, 2002).

Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair, padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang  bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah

rumah sakit. Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk   pengelolaan limbahnya), yaitu (Giyatmi. 2003) :

 Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit.  Pengguna jasa pelayanan rumah sakit.

 Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran.

 Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan.

Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang  berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan  peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Di samping itu secara bertahap dan berkesinambungan

Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah sakit. Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun harus disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu

ditingkatkan lagi (Barlin, 1995).

1.2. Peranan Rumah Sakit Dalam Pengelolaan Limbah

Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat nginap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan non medik  yang dalam melakukan proses kegiatan hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998).

Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan Iimbah padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas,

 penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah,  pencemaran makanan dan minunian. Pencemaran tersebut merupakan agen agen kesehatan lingkungan

yang dapat mempunyai dampak besar terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998).

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan pencegahan dan pemberantasan

 penyakitpencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya (Karmana dkk, 2003). Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di  bidang kesehatan, maka usaha pencegahan dan penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami

kemajuan. Adapun cara-cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit antara lain adalah melalui (Karmana dkk, 2003) :

(6)

 Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit.

 Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.

Sarana pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit pada dasarnya berfungsi menerima limbah cair  yang berasal dari berbagai alat sanitair, menyalurkan melalui instalasi saluran pembuangan dalam gedung selanjutnya melalui instalasi saluran pembuangan di luar gedung menuju instalasi pengolahan buangan cair. Dari instalasi limbah, cairan yang sudah diolah mengalir saluran pembuangan ke perembesan tanah atau ke saluran pembuangan kota (Sabayang dkk, 1996). Limbah padat yang berasal dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi dan lain sebagainya baik yang medis maupun non medis perlu dikelola sebaik- baiknya sehingga kesehatan petugas, penderita dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terhindar dari

kemungkinan-kemungkinan dampak pencemaran limbah rumah sakit tersebut (Sabayang dkk, 1996). 1.3. Potensi Pencemaran Limbah Rumah Sakit

Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh RS di Indonesia  berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali

menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per tempat tidur per hari. Sedangkan  produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisis lebih jauh menunjukkan,

 produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat

dibayangkan betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit (Sebayang dkk, 1996). Rumah sakit menghasilkan limbah dalam  jumlah besar, beberapa diantaranya membahyakan kesehatan di lingkungannya. Di negara maju, jumlah

limbah diperkirakan 0,5 - 0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari (Sebayang dkk, 1996). Sementara itu, Pemerintah Kota Jakarta Timur telah melayangkan teguran kepada 23 rumah sakit (RS) yang tidak mengindahkan surat peringatan mengenai keharusan memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jaktim yang

diterima Pembaruan, dari 26 rumah sakit yang ada di Jaktim, hanya tiga rumah sakit saja yang memiliki IPAL dan bekerja dengan baik. Selebihnya, ada yang belum memiliki IPAL dan beberapa rumah sakit IPAL-nya dalam kondisi rusak berat (Sebayang dkk, 1996).Data tersebut juga menyebutkan, hanya sembilan rumah sakit saja yang memiliki incinerator. Alat tersebut, digunakan untuk membakar limbah  padat berupa limbah sisa-sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu saja. Menurut Kepala

BPLHD Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah menyampaikan surat edaran yang mengharuskan pihak  rumah sakit melaporkan pengelolaan limbahnya setiap tiga bulan sekali. Sayangnya, sejak 

dilayangkannya surat edaran akhir September 2005 lalu, hanya tiga rumah sakit saja yang memberikan laporan. Menurut Surya, limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar   permasalahan limbah medis. Padahal, limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda

dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium. Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar  tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu (Sebayang dkk, 1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Sudin Kesmas Jaktim menduga, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses  pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak 

dijalankan dengan benar. Padahal setiap rumah sakit, selain harus memiliki IPAL, juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) dan surat izin pengolahan limbah cair. Sementara

(7)

limbah organ-organ manusia harus di bakar di incinerator. Persoalannya, harga incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua rumah sakit bisa memilikinya (Sebayang dkk, 1996).

Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi penyebab tingginya tingkat  penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah sakit antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian

manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya

 pengendalian pencemaran karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan uang  bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa yang disebut produk usaha dan

masih banyak lagi kekurangan lainnya (Sebayang dkk, 1996). Untuk itu, upaya-upaya yang harus

dilakukan rumah sakit adalah, mulai dan membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah  berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang).

Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan,  pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3. Memantau aliran obat mencakup pembelian dan  persediaan serta meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap pengelolaan lingkungan melalui pelatihan

dengan materi pengolahan bahan, pencegahan pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat (Sebayang dkk, 1996).

1.4. Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Serta Lingkungan Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan  penunjang lainnya. Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang  baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan tatalaksana

 pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi

 persyaratan kesehatan lingkungan (Said, 1999). Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan  parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah

mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar  mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadal, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta

 penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999).

Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin

menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury). jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian  berikut ini (Shahib dan Djustiana, 1998) :

a. Limbah Klinik 

Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum- jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah.

(8)

Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.

c. Limbah Bukan Klinik 

Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya.

d. Limbah Dapur 

Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun pasien di rumah sakit.

e. Limbah Radioaktif 

Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.

1.5. Pencegahan Pengolahan Limbah Pada Pelayanan Kesehatan

Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam

 pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah (Shahib, 1999). Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih merupakan hal baru, yang tujuannya untuk  mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih mempunyainilai ekonomi (Shahib, 1999). Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang terbaik untuk   pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah (waste reduction), minimisasi

limbah (waste minimization), pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan pencemaran (waste  prevention) dan reduksi pada sumbemya (source reduction) (Hananto, 1999).

Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat  bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini  banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya

 pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Hananto, 1999). Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Arthono, 2000) :

1.  House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.

(9)

2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis

komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.

3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.

4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.

5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk   pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.

6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.

Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut (Haryanto, 2001) :

1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik  dan yang lain untuk bukan klinik.

2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik.

3. Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.

4. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.

Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut (Sundana, 2000) :

1. Pemisahan limbah

 Limbah harus dipisahkan dari sumbernya

 Semua limbahberesiko tinggi hendaknya diberi label jelas

 Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan ke mana  plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang. Di beberapa negara, kantung plastik cukup

mahal sehingga sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan mudah). Kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip  berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain 2. Penyimpanan limbah

 Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian diikat  bagian atasnya dan diberi label yang jelas

 Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun menjauhi  badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan

 Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang samatelah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai

 Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya

(10)

 Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup  Kantung dipegang pada lehernya

 Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut

 Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging )

 Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat mencederainya di dalma kantung yang salah

 Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung limbah 4. Pengangkutan limbah

Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya  bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.

5. Pembuangan limbah

Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.

Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana dibanding dengan limbah cair,  pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan ruangan dan bangunan khususnya

dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang antara lain disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) :

 Tidak berbau (terutania oleh gas H2S dan Anioniak);

 Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam.

 Angka kuman. Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman padao gen (khususnya alpha streptococus haemoliticus) dan spora gas gangrer. Ruang perawatan dan isolasi : kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas kuman patogen. Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum yang telah ditentukan.

Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri. insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 - 1500o C atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur  ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat  pula memperoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakityang berasal dari

rumah sakitlain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk  farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti dan Sulaiman, 2001).

Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko, 2001) :

 Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.

(11)

 Tambahkan lapisan kapur.

 Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.

 Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah. 1.6. Ozonisasi Pengolahan Limbah Medis

Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakitumumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah sakittersebut. Dari sekian banyak sumber limbah di rumah sakit, limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan inveksikus, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum "dilempar" menjadi limbah tak berbahaya. Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang (Suparmin dkk, 2002).

1.7. Teknologi Pengolahan Limbah

Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik   banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah.

Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis (Suparmin dkk, 2002).

Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh (Suparmin dkk, 2002). Yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan United States Environmental Protection Agency (USEPA) pada tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola limbah  pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain (Christiani, 2002).

1.7.1. Ozonisasi

Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi pada air  minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum menggunakan

ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika (Berlanga, 1998).

Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan makanan, pencucian  peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran. Luasnya penggunaan

ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona discharge (Berlanga, 1998). Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam mikroorganisma seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding bagian luar sel mikroorganisma (cell

(12)

lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy (HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan

 perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah cair  domestik dan industri (Akers, 1993).

1.7.2. Ozonisasi Limbah cair rumah sakit

Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry, toilet, dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan

membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Harper, 1986).

Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat diendapkan (Harper, 1986).

Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak  mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif  untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke sungai (Harper, 1986).

Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal bebas yang

memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol,  pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh hidroksil

radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat

mengoksidasi senyawa organik serta membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit (Wilson, 1986). Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses  penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon

aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur  ulang dengan cara dicuci (Wilson, 1986).

Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau hidrogen

 peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah hidroksil radikal dalam air  yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya

sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah sakittidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu  juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas (Wilson, 1986).

Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak negatif itu berupa cemaran akibat proses

(13)

kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah

sakityang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit darin pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh sebab itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di lingkungan rumah sakit dana sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakitsebagai salah astu indikator penting yang perlu diperhatikan. Rumah sakit sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan (Wilson, 1986).

Source :

http://shantybio.transdigit.com/?Biology_- _Dasar_Pengolahan_Limbah:Penanganan_dan_Pengolahan_Limbah_Rumah_Sakit PENGERTIAN LIMBAH

Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat

 berupagas dandebu,cai r atau pad at. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3)

Definisi dari limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat

(toxicity,flammabi lity,

reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik  secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.

Penanganan Limbah B3 Macam-MacamLlimbah: - Limbah cair 

- Limbah padat

- Limbah gas dan partikel, dan Limbah beracun. Limbah Beracun Terdiri Dari:

Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gasd engan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak  lingkungan. •

(14)

Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.

Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik  peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi. •

Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut.

Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.

CARA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR.

Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pulp dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang.  Namun demikian, mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan limbah

cair bagi lingkungan, penting bagi sektor industri kehutanan untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat.

(15)

Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.

Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan: 1. pengolahan secara fisika

2. pengolahan secara kimia 3. pengolahan secara biologi

Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan  bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan

tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di alam.

B. Efek Limbah Terhadap Manusia dan Lingkugan

Lokasi dan pengolahan limbah yang kurang memadai (pembuangan limbah yang tidak kontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme yang manarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang daat menjangkit penyakit, misalnya bahaya kesehatan pada manusia seperti :

Penyakit diare, tifus, bahkan demam berdarah karena virus yang berasal dari sampah dengan  pengelolahan tidak tepat dapat bercampur air minum.

Tetapi kadang juga limbah ini dapat diminum penyakit jamur.

Limbah rumah tangga selain membayangkan kesehatan manusia, limbah ini juga sangat  berpengaruh terhadap kelestarian dan lingkungan yang ada di sekitar kita yaitu penggunaan sebun

detergen untuk mencuci. Air cucian itu kemudian dibuang keselokan dan merembes ke air tanah, air  selokan mengalir ke sungai dan seterusnya kelaut. Karena adanya limbah-limbah rumah tangga ini itu akan sangat membayangkan kelestarian lingkungan disekitar yang ada.

Penguraian limbah yang dibuang kedalam air akan menghasilkan asam organik dan gas cair. Selain itu gas ini sangat berbahaya kareba gas ini dapat meledak dan mengancam kelestarian lingkungan. C. Usaha Penanggulangan Limbah

(16)

Melarang pembuangan sampah-sampah rumah tangga keselkan (parit), sungai, danau dilaut,dan sampah itu harus dibuang pada tempat-tempat yang telah ditentukan. •

Setiap perusahaan minyak diwajibkan memiliki peralatan yang dapat membendung

tumpukan minyak dan kemudian menyedot kembali, dengan demikian tumpukan minyak  tidak akan melebar luas dan mengurangi adanya limbah rumah tangga.

Menetapkan Baku mutu lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan

 pencemar terdapat diling kung an

dengan tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuha n atau benda lainnya.

Source : http://www.scribd.com/doc/16652801/PENGERTIAN-LIMBAH

4

BAB IPENDAHULUAN A.

Latar Belakang

Limbah laboratorium dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam limbah laboratorium dapat mengandung berbagai jasad renik   penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid,kholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah

harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan(BAPEDAL, 1999).Sampah dan limbah laboratorium adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan olehkegiatan Laboratorium dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbahlaboratorium dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan nonklinis baik padat maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan  berdasarkanpotensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :

y

Limbah benda tajam adalah objek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung ataubagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,perlengkapan intravena, pipet  pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam inimemiliki potensi bahaya dan dapat

menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan.Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahanmikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif. y

Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah laboratorium yangberkaitan dengan  pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik. Limbah jaringan tubuh meliputiorgan, anggota badan, darah

dan cairan tubuh. Limbah sitotoksik adalah bahan yangterkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan,pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasiatau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang

(17)

olehmasyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi bersangkutan dan limbahyang dihasilkan selama produksi obat- obatan.

5 y

Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakanmedis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

y

Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal daripenggunaan medis atau riset radio nukleida.Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang laboratorium, juga

menghasilkan sampah nonklinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa  berasal darikertas, (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari praktikan, sisa makanan buangan;

sampahdapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cairyang dihasilkan Laboratorium mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.Limbah

laboratorium bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung padajenis laboratorium, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yangada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yangbersifat patogen. Limbah laboratorium seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji airkotor pada umumnya seperti BOD, COD, pH, mikrobiologik, dan lain-lain.Perlindungan terhadap bahaya pencemaran dari manapun juga perlu diberikan perhatiankhusus. Sehubungan dengan hal tersebut, pengelolaan limbah laboratorium yang merupakanpenunjang untuk diagnose kesehatan, juga mempunyai tujuan untuk melindungi

masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah laboratorium infeksius,  perludiupayakan bersama oleh unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan belajardi

Laboratorium. Unsur-unsur tersebut meliputi antara lain sebagai berikut :

Penanggung Jawab Laboratorium

Para ahli pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran

Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana fasilitas yang diperlukan.Oleh karena itu, kiranya dianggap perlu untuk membahas mengenai pengelolaan limbahkhususnya di laboratorium guna tidak berdampak negatif bagi masyarakat maupunlingkungan disekitarnya.

6 B.

(18)

Pada makalah ini kami membahas mengenai manajemen limbah di laboratorium klinik dengan disertai data yang lengkap mengenai jumlah limbah klinis maupun non klinis yang dihasilkan laboratorium klinik   per harinya. Selain itu, disertai pula cara pengolahan dari semualimbah-limbah tersebut.

C .

Tujuan Penulisan 1.

Menentukan jumlah limbah cair mapun padat yang dihasilkan laboratorium klinik setiapsatu hari, disertai dengan cara pengelolaannya2.

Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Limbah.3.

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang Manajemen Limbah. D.

Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode kepustakaan di tunjang denganteknik   pengumpulan data. Dimana di dalam penelitian ini kami mencari sumber masalah denganmengkaji  beberapa sumber buku di perpustakaan, mewawancarai penanggung jawab tiaplaboratorium, serta  browsing melalui internet.

E.

Sistematika Penulisan

Kata PengantarBab I PendahuluanA. Latar BelakangB. Batasan MasalahC. Maksud dan TujuanD. Metode Pengumpulan DataE. Sistematika PenulisanBab II IsiBab III Kesimpulan dan saranDaftar Pustaka

Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu

kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat

(toxicity, flammability,

reactivity, dan

corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik 

secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau

membahayakan kesehatan manusia.

Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:

 Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap

 Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi

 Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengn lumpur aktif  sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut  Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested aerobic

maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik.

(19)

Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter yaitu

total solids residue

(TSR),

kandungan fixed residue

(FR), kandungan

volatile solids

(VR), kadar air (

 sludge moisture

content 

), volume padatan, serta karakter atau sifat B3 (toksisitas, sifat korosif, sifat mudah

terbakar, sifat mudah meledak, beracun, serta sifat kimia dan kandungan senyawa kimia).

Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat

kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd dihasilkan dari lumpur dan

limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari industri klor-alkali, indu stri cat,

kegiatan pertambangan, industri kertas, serta pembakaran bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari

 peleburan timah hitam dan accu. Logam-logam berat pada umumnya bersifat racun sekalipun

dalam konsentrasi rendah. Daftar lengkap limbah B3 dapat dilihat di PP No. 85 Tahun 1999:

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Silakan klik link tersebut untuk daftar 

lengkap yang juga mencakup peraturan resmi dari Pemerintah Indonesia.

Penanganan atau pengolahan limbah padat atau lumpur B3 pada dasarnya dapat dilaksanakan di

dalam unit kegiatan industri (on-site treatment 

) maupun oleh pihak ketiga (off-site treatment 

) di

 pusat pengolahan limbah industri. Apabila pengolahan dilaksanakan secara

on-site treatment 

,

 perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:

  jenis dan karakteristik limbah padat yang harus diketahui secara pasti agar teknologi pengolahan dapat ditentukan dengan tepat; selain itu, antisipasi terhadap jenis limbah di masa mendatang  juga perlu dipertimbangkan

  jumlah limbah yang dihasilkan harus cukup memadai sehingga dapat menjustifikasi biaya yang akan dikeluarkan dan perlu dipertimbangkan pula berapa jumlah limbah dalam waktu

mendatang (1 hingga 2 tahun ke depan)

 pengolahanon-sitememerlukan tenaga tetap (in-house staff ) yang menangani proses pengolahan sehingga perlu dipertimbangkan manajemen sumber daya manusianya

 peraturan yang berlaku dan antisipasi peraturan yang akan dikeluarkan Pemerintah di masa mendatang agar teknologi yang dipilih tetap dapat memenuhi standar

Teknologi Pengolahan

Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di

antaranya ialah

chemical conditioning 

, solidification/Stabilization, dan

incineration.

1. Chemical Conditioning

Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialahchemical conditioning. TUjuan utama dari chemical conditioningialah:

o menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur o mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur

o mendestruksi organisme patogen

o memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioningyang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada prosesdigestion

o mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan

(20)

6. Concentration thickening

Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dansolid  bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapande-wateringselanjutnya. Walaupun tidak sepopulergravity thickener dan

centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotationpada tahapan awal ini. 7. Treatment, stabilization, and conditioning

Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia be rlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning,anaerobic digestion,aerobic digestion,heat 

treatment , polyelectrolite flocculation,chemical conditioning, danelutriation. 8. De-watering and drying

De-watering and dryingbertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalahdrying bed ,  filter press,centrifuge,vacuum filter , danbelt press.

9. Disposal 

Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis,wet air oxidation, dancomposting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill ,crop land , atauinjection well .

2. Solidification/Stabilization

Di sampingchemical conditiong, teknologisolidification/stabilizationjuga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan t ujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan

penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:

0. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar

1. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik 2. Precipitation

3.  Adsorpsi , yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.

4.  Absorbsi , yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat

5. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali

(21)

Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan

 bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda

in-drum mixing,

in-situ mixing 

, dan plant mixing 

. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh

BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

3. Incineration

Teknologi pembakaran (incineration) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pe ngolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. P roses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi

memerlukan lahan yang relatif kecil.

Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan en ergi (

heating value)

limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses

 pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari

sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah

 padat B3 ialah

rotary kiln,

multiple hearth, fluidized bed 

,

open pit 

, single chamber 

,

multiple chamber 

,

aqueous waste injection, dan starved air unit 

. Dari semua jenis

insinerator tersebut,

rotary kiln

mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat

mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.

Penanganan Limbah B3

Hazardous Material Container

Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan resiko yang

mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut termasuk proses

 pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutann ya. Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai

dengan karakteristik limbah yang bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa

kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta

harus dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk 

limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian dalam

harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam

atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat

 self-reactive

dan peroksida organik juga memiliki

 persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus

dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami penguraian (dekomposisi) saat

 berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per 

(22)

kemasan sedangkan limbah yang memiliki aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400

kg per kemasan.

Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik harus disimpan

dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan

harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 2×2 kemasan. Limbah-limbah harus

diletakkan dan harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan

 penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke

arah bak penampung dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi

yang baik, terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem

 penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan

yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan

dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi.

Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki peraturan

 pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat merujuk peraturan

 pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan hal

 pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya. Persyaratan yang

harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam kondisi

 pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke lingkungan dalam jumlah yang

 berarti. Selain itu, kemasan harus memiliki kualitas yang cukup agar efektivitas kemasan tidak 

 berkurang selama pengangkutan. Limbah gas yang mudah terbagak harus dilengkapi dengan

head shields

pada kemasannya sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas untuk 

mencegah kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute pengangkutan khusus

selain juga adanya kewajiban kelengkapan

 Material Safety Data Sheets

(MSDS) yang ada di

setiap truk dan di dinas pemadam kebarakan.

(23)

Secured Landfill.Faktor hidrogeologi, geologi lingkungan, topografi, dan faktor-faktor lainnya harus diperhatikan agarsecured landfill tidak merusak lingkungan. Pemantauan pasca-operasi harus terus

dilakukan untuk menjamin bahwa badan air tidak terkontaminasi oleh limbah B3. Pembuangan Limbah B3 (Disposal )

Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang

tersedia harus berakhir pada pembuangan (

disposal 

). Tempat pembuangan akhir yang banyak 

digunakan untuk limbah B3 ialah

landfill (lahan urug) dan

disposal well (

 sumur pembuangan).

Di Indonesia, peraturan secara rinci mengenai pembangunan lahan urug telah diatur oleh Badan

Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) melalui Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

 Landfill untuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu: (1)

 secured 

landfill double liner 

, (2) secured landfill single liner 

, dan (3)

landfill clay liner dan

masing-masing memiliki ketentuan khusus sesuai dengan limbah B3 yang ditimbun.

Dimulai dari bawah, bagian dasar 

 secured landfill terdiri atas tanah setempat, lapisan dasar,

sistem deteksi kebocoran, lapisan tanah penghalang, sistem pengumpulan dan pemindahan lindi

(leachate), dan lapisan pelindung. Untuk kasus tertentu, di atas dan/atau di bawah sistem

 pengumpulan dan pemindahan lindi harus dilapisi geomembran. Sedangkan bagian penutup

terdiri dari tanah penutup, tanah tudung penghalang, tudung geomembran, pelapis tudung

drainase, dan pelapis tanah untuk tumbuhan dan vegetasi penutup.

Secured landfill harus dilapisi

sistem pemantauan kualitas air tanah dan air pemukiman di sekitar lokasi agar mengetahui

apakah secured landfill 

 bocor atau tidak. Selain itu, lokasi secured landfill tidak boleh

dimanfaatkan agar tidak beresiko bagi manusia dan habitat di sekitarnya.

(24)

Deep Injection Well.Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih mejadi kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang komprehensif ter hadap efek yang mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika Serikat paling banyak dilakukan pada tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur baru yang dibangun setelah tahun 1980.

Sumur injeksi atau sumur dalam (

deep well injection

) digunakan di Amerika Serikat sebagai

salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair (

liquid hazardous wastes

). Pembuangan limbah ke

sumur dalam merupakan suatu usaha membuang limbah B3 ke dalam formasi geologi yang

 berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki kemampuan mengikat limbah, sama

halnya formasi tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal

yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi

serta hidrogeologi wilayah setempat.

(25)

Limbah B3 diinjeksikan se dalam suatu formasi berpori yang berada jauh di bawah lapisan yang

mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut harus terdapat lapisan

impermeable

seperti

 shale

atau tanah liat yang cukup tebal sehingga cairan limbah tidak dapat bermigrasi. Kedalaman

sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan tanah.

Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena beberapa jenis limbah

dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan pada sumur dan formasi penerima limbah. Hal

tersebut dapat dihindari dengan tidak memasukkan limbah yang dapat mengalami presipitasi,

memiliki partikel padatan, dapat membentuk emulsi, bersifat asam kuat atau basa kuat, bersifat

aktif secara kimia, dan memiliki densitas dan viskositas yang lebih ren dah daripada cairan alami

dalam formasi geologi.

Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai pembuangan limbah B3 ke sumur 

dalam (

deep injection well 

). Ketentuan yang ada mengenai hal ini ditetapkan oleh Amerika

Serikat dan dalam ketentuan itu disebutkah bahwa:

1. Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh bermigrasi secara ve rtikal keluar dari zona injeksi atau secara lateral ke titik temu dengan sumber air tanah.

2. Sebelum limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti disebutkan di atas, limbah telah mengalami perubahan higga tidak lagi bersifat berbahaya dan beracun.

Source : http://majarimagazine.com/2008/01/teknologi-pengolahan-limbah-b3/ SOURCE : http://donymei.blogspot.com/2010/09/dampak-limbah-b3.html

Referensi

Dokumen terkait

22 Pada penelitian ini, pasta gigi herbal daun sirih memiliki rata-rata zona hambat paling kecil dibanding pasta gigi siwak dan cengkeh dalam menghambat pertumbu- han

intellectual assets are used as the basis of deeper synergy. Perspective is a basic element to measure synergy. Perspective is the foundation for determining the

Pada penelitian ini, akan dilakukan studi jenis koloni/genus dari mikroba yang secara alamiah terdapat pada area penambangan, kolam bekas tambang (cair) serta limbah

[r]

Peranan padang lamun secara fisik diperaiaran dangkal diantaranya membantu mengurangi tekanan gelombang dan arus yang menuju ke pantai, menyaring sedimen yang terlarut dalam

Tujuan : Semakin tinggi sasaran yang digabungkan antara bidang kita tekuni dengan bidang-bidang lainnya, maka hasilnya akan membantu apa yang ingin dicapai Maksud : Apa yang ingin

Materi yang disampaikan dalam rangka pengenalan dan pengembangan kegiatan kemahasiswaan, khususnya untuk mahasiswa baru Universitas PGRI Palangka raya tahun ajaran

Alat pengatur suhu otomatis untuk budidaya jamur tiram pada miniatur kumbung dapat menurunkan kelembapan dalam waktu ±8,5 menit dari saat awal alat