Peraturan Menteri Negara LH Nomor 308 Tahun 2005
KERANGKA ACUAN
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan Jantho – Lamno
di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Tim teknis AMDAL Khusus
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh Pasca Gempa dan Tsunami Januari 2007
Peraturan Menteri Negara LH Nomor 308 Tahun 2005
KERANGKA ACUAN
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan Jantho – Lamno
di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Tim teknis AMDAL Khusus
TimTeknis AMDAL Khusus:
Dr. Dadang Purnama
(Ketua)
Ir. Anggria Zultina, MM
(Sekretaris)
Dr. Enan M. Adiwilaga
(Anggota)
Ir. Thantawi Djauhari, M.Sc (Anggota)
Drs. Adnan Abdullah
(Anggota)
Ir. Rahmad
(Anggota)
Ir. Mukhlisuddin, M.Si.
(Anggota)
KATA PENGANTAR
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 308 Tahun 2005 memuat pembentukan Tim Teknis AMDAL Khusus untuk melaksanakan proses pelingkupan atau penyusunan dokumen Kerangka Acuan ANDAL bagi setiap rencana kegiatan wajib AMDAL yang terkait dengan pembangunan rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh pasca bencana gempa bumi dan tsunami. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah melalui Bapedalda Provinsi NAD membantu pembuatan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL). Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 308 Tahun 2005, pelaksanaan kegiatan ini harus dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Kegiatan tersebut diprakirakan berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan, sehingga perlu dirumuskan lingkup dan kedalaman studi Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) yang dilakukan melalui penyusunan Kerangka Acuan (KA) ANDAL agar studi ANDAL dapat berjalan secara efektif dan efisien. Dokumen KA-ANDAL ini disusun dengan mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 308 Tahun 2005 dan panduan pelingkupan yang dikeluarkan Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Semoga Dokumen KA-ANDAL ini menjadi acuan bagi pemrakarsa dalam menyusun dokumen ANDAL, RKL-RPL dan juga bermanfaat baik instansi yang berkepentingan maupun pihak-pihak lain.
Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan atas selesainya penyusunan dokumen Kerangka Acuan ini.
Banda Aceh, Januari 2007 Tim Teknis AMDAL Khusus Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan Jantho-Lamno di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
DAFTAR ISI
halaman SK Kesepakatan KA-ANDAL
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iii
I Pendahuluan 1
II Deskripsi Ringkas Rencana Kegiatan 1
III Hasil Observasi Lapangan 7
IV Proses AMDAL Khusus 13
V Dokumen ANDAL, RKL dan RPL Jalan Jantho-Lamno 15
VI Isu-isu Utama 17
Bagian 1 Perencanaan dan alternatif kegiatan 18
Bagian 2 Isu Lingkungan 18
Bagian 3 Penggunaan material konstruksi jalan 20 Bagian 4 Dampak lingkungan lanjutan/turunan 20 Bagian 5 Tata ruang, fungsi lahan dan pengembangan wilayah 21
Bagian 6 Sosial Ekonomi Budaya 22
Bagian 7 Lain-lain 23
Bagian 8 Konsultasi Masyarakat 23
Bagian 9 Wilayah Studi 24
Bagian 10 Kepakaran yang diperlukan 26
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Peta Orientasi lokasi kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Jalan
Jantho-Lamno 4
Gambar 2 Posisi proyek kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Jalan
Jantho-Lamno 5
Gambar 3 Posisi jalur jalan Jantho-Lamno terhadap jaringan jalan di Pantai
Barat/Selatan Provinsi NAD 6
Gambar 4 Peta tutupan lahan dan sebaran satwa liar di Provinsi NAD untukdiperhatikan dalam lintasan lokasi rehabilitasi dan rekonstruksi Jalan Jantho-Lamno
12
Gambar 5 Skema proses AMDAL Khusus yang akan dilakukan untukpembangunan Jalan Jantho-Lamno di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya
I. Pendahuluan
Dalam rangka penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 308 tahun 2005. Tim Teknis AMDAL khusus telah dibentuk untuk melaksanakan proses pelingkupan (penyusunan dokumen Kerangka Acuan, KA) bagi setiap rencana kegiatan wajib AMDAL yang terkait dengan pembangunan rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh pasca bencana gempa dan tsunami. Salah satu kegiatan yang diajukan oleh Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD – Nias adalah rehabililtasi dan rekonstruksi segmen jalan Jantho – Lamno yang mencakup segmen jalan Jantho – Batas Aceh Jaya (P.066.1) di Kabupaten Aceh Besar dan segmen Batas Aceh Besar hingga ke Ibukota Kecamatan Lamno (P.066.2) di Kabupaten Aceh Jaya.
Kegiatan pembangunan jalan ini dilaksanakan di bawah koordinasi Satuan Kerja (Satker) Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi: Pembinaan Perencanaan Jalan NAD (sumber: deskripsi kegiatan dari BRR). Jalan eksisting ini merupakan kategori jalan nasional. Berdasarkan pemantauan lapangan, Kabupaten Aceh Jaya merupakan daerah yang terkena bencana gempa bumi dan tsunami. Jalan-jalan menuju dan dari Lamno juga terlihat terkena pengaruh gempa bumi. Beberapa ruas jalan terlihat bergeser ke arah laut dan mengalami penurunan serta banyak jembatan penyeberangan yang harus diganti dengan bangunan jembatan baru. Hal ini jelas terlihat pada lokasi jalan yang menjadi obyek kunjungan lapangan, terutama di sekitar jalur pantai Barat di Selatan Provinsi NAD. Berdasarkan hal•hal tersebut maka pelaksanaan studi lingkungan untuk kegiatan rehabillitasi dan rekonstruksi jalan ini dapat dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri LH nomor 308 tahun 2005.
II. Deskripsi Ringkas Rencana Kegiatan
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Jalan Jantho – Lamno memiliki panjang total sekitar 60 km (sumber: deskripsi kegiatan dari BRR, 2006) yang terdiri dari
hingga Lamno. Lebar jalan eksisting adalah 10 hingga 12 meter dengan lebar perkerasan jalan adalah 5 hingga 6 meter dengan jenis perkerasan kerikil. Rencana perbaikan dan peningkatan jalan hingga lebar 13 meter (sumber: informasi PPK selama kunjungan lapangan) namun perencanaan rinci belum dapat dikonfirmasi. Jika titik awal di Jantho disebut STA 0 + 000, maka kondisi eksisting jalan yang ada sudah memiliki perkerasan sepanjang sekitar 40 km dan jalan yang belum tersambung adalah pada STA 41 + 000 sampai STA 47 + 000 serta di STA 55 + 000 sepanjang sekitar 800 m yang merupakan batuan masif yang memerlukan perlakuan khusus (sumber: deskripsi singkat proyek, BRR, 2006) seperti peledakan tebing. Informasi dari Satker BRR menyebutkan bahwa segmen jalan ini masih dalam tahap perencanaan ulang. Hal ini terlihat dari belum adanya kepastian pemilihan jalur kritis pada STA 55 yang memiliki medan yang cukup berat dan memerlukan peledakan batuan untuk memperoleh trase jalan yang ideal atau melalui jalur yang lebih landai di Desa Sango, Pante Ceureumen, dan Sabit/Mareu Lamno). Perencanaan dalam hal penanganan geometrik jalan (alignment) serta pertimbangan pelayanan jalan bagi masyarakat pengguna masih harus dilakukan dengan pertimbangan yang teliti. Disebutkan pula bahwa sebenarnya pembangunan ruas jalan ini sudah direncanakan dan dilaksanakan sejak awal tahun 1990an. Berbagai kendala pembangunan dan situasi konflik pada tahun 1998 telah menghentikan pelaksanaan pembangunan ini hingga kemudian mendapat momentum untuk melanjutkan pembangunan melalui dana yang dikoordinasi oleh BRR dalam rangka pembangunan pasca gempa dan tsunami 2004. Untuk itu studi lingkungan yang akan dilakukan harus mengacu kepada perencanaan yang lebih rinci dan pasti atau memberikan masukan bagi proses perencanaan tersebut.
Rencana kegiatan perbaikan pada segmen jalan ini mencakup komponen-komponen kegiatan sebagai berikut (sumber: deskripsi singkat proyek, 2006);
▪ Pembangunan dan perbaikan drainase ▪ Pembukaan jalan baru sekitar 8 km ▪ Perbaikan di luar Damija
▪ Perbaikan dan pembangunan jembatan
▪ Pemasangan gorong-gorong dan perlintasan air lainnya ▪ Perkerasan jalan dengan tipe HRS
▪ Peningkatan dengan cara overlay atau pengaspalan bagi ruas yang masih berkualitas rendah dan jalan berlubang yang diakibatkan abrasi dan longsor
▪ Pemasangan bronjong ataubermdi sepanjang jalan rawan longsor ▪ Perbaikan geometrik jalan pada tikungan dan tanjakan
▪ Pemasangan bangunan pengaman seperti saluran, box slab, kereb (curb), rambu-rambu lalu lintas
▪ Pembuatan jalur khusus truk pada jalur pendakian
Kegiatan ini merupakan bagian dari peningkatan prasarana transportasi dan komunikasi untuk mendukung kelancaran antar wilayah di dalam dan antar kabupaten serta antar provinsi. Pemrakarsa kegiatan ini adalah Satuan Kerja Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan di Provinsi NAD. Adapun tujuan yang lebih spesifik adalah meningkatkan dan melebarkan jalan nasional tersebut untuk menampung kapasitas lalu lintas yang diproyeksikan akan terus meningkat. Dokumen ini disusun berdasarkan hasil kunjungan lapangan terhadap ruas jalan Jalan Jantho– Lamno saja dari Jantho dan dari Lamno (karena bagian tengah jalan sulit dicapai). Pelingkupan dilakukan setelah kunjungan lapangan dan verifikasi dilaksanakan terhadap informasi yang telah diberikan oleh Satker melalui BRR.
Berdasarkan deskripsi yang diberikan satker (2006), status lahan yang dilewati dari arah Jantho adalah kawasan hutan produksi dan kawasan budidaya. Adapun kondisi eksisting di sepanjang jalur jalan tersebut mencakup permukiman penduduk, kebun/sawah, perbukitan, gunung, dan hutan. Jalur ini melintasi gunung/bukit barisan dan daerah pertanian. Jalan tersebut belum dapat dilalui kecuali dari dan ke desa Sango, Pante Ceureumen, dan desa
Gambaran lokasi dapat dilihat pada peta orientasi sebagai berikut.
Gambar 1. Peta orientasi lokasi kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Jalan Jantho – Lamno
Jalur ruas jalan dari Jantho ke Lamno dapat dilihat pada gambar 2 serta posisi rencana jalur jalan Jantho - Lamno terhadap jaringan jalan yang menghubungkan wilayah/regional dapat dilihat pada gambar 3. Secara lebih terinci, uraian rencana kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi jalan tersebut dapat dilihat pada lampiran 1.
;
Gambar 2.Posisi proyek kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Jalan Jantho – Lamno
6
III. Hasil Observasi Lapangan
Kunjungan lapangan dilakukan mulai tanggal 7 September 2006 yang dilanjutkan dengan diskusi dari Tim Teknis AMDAL khusus hingga 10 September 2006 yang mengikuti tahap-tahap sebagai berikut;
1. Pengkajian terhadap rencana kegiatan, 2. Penggalian informasi tambahan dari Satker, 3. Pelaksanaan tinjauan lapangan,
4. Identifikasi dampak potensial (desk study) oleh masing-m asing anggota Tim Teknis,
5. Diskusi evaluasi dampak hipotetik,
6. Verifikasi hasil tinjauan lapangan yang dipadankan dengan hasil evaluasi dampak hipotetik,
7. Penyusunan laporan kegiatan.
Tim Teknis AMDAL khusus yang melaksanakan kunjungan lapangan terdiri ahli yang berasal dari akademisi, ahli kehutanan, ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup, dan ahli dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan di Provinsi NAD.
Selama kegiatan kunjungan lapangan, telah diperoleh kesempatan untuk mendapatkan informasi tambahan dari Ir Bakaudin sebagai wakil dari Satker dan bertindak sebagai nara sumber dari instansi PU di daerah. Kunjungan lapangan memberikan konfirmasi bahwa ruas jalan menuju dan dari Lamno memang terkena pengaruh gempa bumi dan tsunami. Beberapa ruas jalan amblas dan retak dan sebagian jalan menuju Lamno yang berada di pinggir pantai nampak tenggelam dan sebagian tergenang karena terdapat penurunan permukaan tanah. Beberapa kepala jembatan juga nampak bergeser dan memerlukan perbaikan bahkan ada beberapa jembatan yang nampak berada di laut karena turunnya permukaan pantai
yang seolah oleh garis pantai bergeser ke arah laut. Hal ini jelas terlihat terutama di seluruh jalan di Pantai Barat/Selatan menuju Lamno. Sementara dari arah Jantho tidak terlihat kerusakan yang berarti karena daerah tersebut berada di dataran tinggi dan jauh dari pantai. Berdasarkan hal-hal tersebut maka pelaksanaan studi lingkungan untuk kegiatan ini dapat dilaksanakan berdasarkan PERMEN LH nomor 308 Tahun 2005. Hasil penggalian informasi tambahan dari Satker, kunjungan lapangan, dan verifikasi dengan Satker menunjukkan bahwa kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi jalan ini merupakan kelanjutan dari pembangunan rute jalan Jantho - Lamno yang telah dirintis sejak tahun 1990an yang telah dibiayai dari APBD. Pembangunan ruas jalan ini telah terhenti terutama karena adanya konflik keamanan di Provinsi NAD. Adanya bantuan pembangunan dari berbagai lembaga donor internasional yang dikoordinir oleh BRR dimanfaatkan untuk kembali melanjutkan proses pembangunan yang terhenti. Kegiatan ini ditujukan pula untuk memberi jalan akses alternatif dari ibukota provinsi ke arah beberapa kabupaten terdekat seperti Aceh jalur tengah sebagai pilihan jalur sepanjang pantai Barat yang pada saat ini masih rusak dan masih dalam proses pengalihan dan pembangunan.
Seluruh rencana jalur jalan tersebut harus dikaji ulang karena berbagai dokumen perencanaan pembangunan jalan sudah tidak sesuai dengan kondisi pada saat rencana tersebut dibuat. Jalur jalan tersebut mungkin akan mengalami perubahan jalur/alignment dan mengalami perubahan spesifikasi disain teknis. Sangat disayangkan, ketika dilakukan konfirmasi terhadap Satker dan diskusi di lapangan, tidak ada informasi yang cukup meyakinkan dan informasi yang lebih rinci tentang rencana pembangunan jalan tersebut selain rencana pembukaan jalan sepanjang 8 km dan meningkatkan kualitas jalan yang ada. Pekerjaan lainnya adalah pemeliharaan, pelebaran, dan pembuatan saluran drainase pada area daerah milik jalan (DAMIJA atau DMJ). Belum ada angka yang pasti tentang seberapa panjang jalan yang akan ditingkatkan atau dilebarkan di
luar DMJ.
Di sisi lain, kriteria wajib AMDAL pada Peraturan Menteri LH No. 308/2005 menyebutkan bahwa suatu kegiatan pembangunan dan/atau peningkatan jalan dengan pelebaran di luar daerah milik jalan di kota sedang wajib dilengkapi dengan kajian AMDAL jika memiliki panjang ≥ 10 km atau volume pengerukan ≥ 10 ha atau di pedesaan dengan skala panjang ≥ 15 km. Adapun potensi dampak yang diantisipasi adalah bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial. Memperhatikan luasan total rencana kegiatan sepanjang 60 km dengan jalan kondisi perkerasan sepanjang 40 km dan kemungkinan pelebaran di luar DMJ maka menurut pertimbangan Tim Teknis, kegiatan ini jatuh pada kategori kegiatan wajib AMDAL.
Beberapa informasi lain yang dapat dikonfirmasi di lapangan adalah sebagai berikut:
▪ Jalur jalan di lokasi STA 55+000 hingga STA 60+000 di Lamno merupakan jalan yang sebagian besar sudah beraspal dengan lebar rata-rata 4,5 m dan sebagian dengan perkerasan. Badan jalan yang sudah dibuka terhenti pada sekitar km 6 dari STA 60+000 dengan kondisi jalan yang sangat curam dan memiliki batuan masif. Pada saat dilakukan observasi lapangan, ditemukan tanda-tanda bekas ledakan tebing di daerah tersebut yang menunjukkan singkapan batuan di daerah tersebut yang memang memerlukan penanganan khusus.
▪ Lokasi STA 55+000 berada di dalam sempadan sungai sehingga kegiatan pembangunan jalan dapat menimbulkan potensi gangguan terhadap daerah aliran sungai tersebut dari sisi pencemaran air ataupun potensi gangguan fisik seperti longsoran, erosi, atau runtuhan akibat peledakan misalnya.
nampaknya di sepanjang jalur rencana jalan tersedia sumber material konstruksi, di bukit/gunung ataupun di sepanjang sungai. Pengambilan material konstruksi harus dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya apakah akan diambil secara terkonsentrasi/terpusat atau terdistribusi untuk menghindarkan kerusakan lingkungan yang berskala besar. Hingga saat ini belum ada kejelasan tentang rencana pengambilan material konstruksi untuk pembangunan jalan (quarry). Kegiatan pengambilan bahan bangunan dari quarry walaupun bukan merupakan kegiatan wajib AMDAL harus direncanakan pengelolaan lingkungannya melalui UKL dan UPL jika mengambil dari pihak ketiga, dan harus dikaji dalam AMDAL jika pengambilan material langsung dilakukan secara terpadu oleh pemrakarsa pembangunan jalan. ▪ Pengambilan alternatif jalur yang memiliki kemiringan yang curam
diantaranya untuk meminimalkan jumlah penyeberangan perlintasan sungai. Namun demikian, kemiringan yang ekstrim selain dapat membahayakan pengguna jalan, pembangunannya pun akan memiliki kesulitan tersendiri. Disamping jalur jalan yang memiliki kemiringan yang curam, Tim Teknis melihat adanya jalur alternatif yang melalui daerah yang lebih landai namun sudah ada banyak penduduk yang memanfaatkan lahan di daerah tersebut (Sango dan Pante Ceureumen. Hal ini memerlukan perhitungan yang matang dengan mempertimbangkan aspek teknis pembangunan jalan, kemungkinan pembebasan lahan, jumlah jembatan penyeberangan dll sehingga diperoleh jalur yang paling optimal.
▪ Beberapa daerah di jalur jalan eksisting mulai dari STA 60 + 000 hingga STA 55 + 000 menunjukkan posisi jalan yang berdekatan posisinya dengan rumah penduduk. Hal ini memerlukan penataan lahan yang tepat, guna memastikan area DMJ yang memadai dan potensi pengembangan dan keamanan lalu lintas di masa mendatang. Rumah•ru m ah di sepanjang jalur jalan tersebut perlu ditata karena harus ada bahu jalan yang memadai, sarana drainase
jalan, serta menjaga aspek keselamatan penduduk dan pengguna jalan.
▪ Dari arah Jantho, walaupun disebutkan bahwa badan jalan sudah terbentuk dan memiliki perkerasan sepanjang sekitar 40 km, observasi lapangan menunjukkan bahwa jalan perkerasan yang dapat dipakai tidak terlalu panjang dan hanya sekitar 9 km. Jalan selanjutnya walaupun sudah ada perkerasan nampaknya tidak dapat segera dipakai karena sudah tertutup semak belukar akibat tidak dipakai dalam waktu yang sangat lama selama terjadinya konflik keamanan.
▪ Daerah di sepanjang jalur jalan eksisting dari arah Jantho mulai sekitar km 9 menunjukkan ekosistem padang rumput dan melalui daerah perbukitan. Menurut estimasi ahli kehutanan dan konfirmasi terhadap peta tutupan lahan serta sebaran satwa pada halaman berikut, jalur tersebut akan memotong kawasan hutan lindung dan memiliki potensi gangguan terhadap satwa liar yang dilindungi. Peta tutupan lahan dan sebaran satwa liar tersaji dalam Gambar 4.
▪ Dengan kondisi ekosistem padang rumput, Tim Teknis melihat keberadaan ternak kerbau dalam jumlah yang sangat besar dan dipelihara secara lepas. Hal ini merupakan potensi daerah sepanjang jalur jalan ini yang harus dikelola keberadaannya dan ditingkatkan hasilnya.
▪ Sebagaimana jalur jalan dari arah Lamno, dari arah Jantho terdapat beberapa sungai yang perlu mendapat perhatian pengelolaannya walaupun tidak sebesar sungai yang ada di jalur dari arah Lamno. ▪ Saluran drainase pada jalan eksisting secara umum masih sangat
Gambar 4. Peta tutupan lahan dan sebaran satwa liar di Provinsi NAD untuk diperhatikan dalam lintasan lokasi rehabilitasi dan rekonstruksi
▪ Sudah ada indikasi pembukaan lahan menggunakan cara pembakaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
▪ Kestabilan lereng dan tebing memerlukan perhatian agar tidak terjadi runtuhan atau erosi sehingga mengakibatkan sedimentasi pada badan•badan air permukaan sepanjang ruas jalan tersebut.
IV. Proses AMDAL khusus
Sebagaimana telah disebutkan di atas, proses AMDAL untuk kegiatan pembangunan jalan Jantho-Lamno menggunakan mekanisme khusus yang hanya berlaku di Provinsi NAD dan Pulau Nias sesuai dengan Peraturan Menteri LH 308/2005. Secara singkat, proses AMDAL secara keseluruhan dapat mengacu pada skema di halaman berikut. Untuk mendapat pemahaman yang lebih lengkap, semua pihak terkait agar dapat membaca isi dari Peraturan Menteri LH 308/2005 secara lengkap agar memperoleh kejelasan tentang kerangka kerja proses AMDAL khusus. Sebagai bahan perbandingan dengan proses AMDAL konvensional yang berlaku di tempat lain di Indonesia, pengguna dokumen ini dapat melihat Peraturan Pemerintah RI nomor 27 tahun 1999 tentang AMDAL.
Tanda panah menunjukkan tahap-tahap proses AMDAL yang telah dilakukan dan yang harus segera dilakukan karena telah terlambat dan tidak mengikuti sekuensial yang seharusnya dilakukan. Pekerjaan pembangunan fisik tidak boleh dilakukan sebelum proses kajian AMDAL selesai dilakukan. Namun demikian hal ini perlu dijelaskan bahwa karena bersifat rehabilitasi dan rekonstruksi, saat ini di lokasi rencana kegiatan sudah ada jalan eksisting yang akan diperbaiki dan ditingkatkan. Tahap pengumuman, yang diberi tanda panah terputus, belum dilakukan. Karenanya, seiring dengan proses pelingkupan ini, pemrakarsa harus
segera melaksanakan pengumuman dan mengakomodasi masukan masyarakat di dalam proses konsultasi masyarakat pada saat melakukan pelibatan masyarakat dan studi ANDALnya. (Skema proses AMDAL Khusus untuk pembangunan Jantho-Lamno tersaji dalam Gambar 5).
Gambar 5.Skema proses AMDAL yang akan dilakukan untuk Pembangunan Jalan Jantho-Lamno di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya
Proses penapisan melalui daftar kegiatan wajib AMDAL
Proposal kegiatan dari pemrakarsa dan pengumuman
AMDAL disyaratkan AMDAL tidak diperlukan
Penyusunan Upaya Pengelolaan dan Pemantauan
lingkungan (UKL-UPL) Penyusunan Kerangka Acuan (KA
ANDAL) oleh Tim Teknis dan Pembahasan KA ANDAL oleh
Komisi & Pemrakarsa
Penyusunan dokumen ANDAL, RKL dan RPL oleh Pemrakarsa
Penilaian ANDAL, RKL dan RPL oleh Komisi Persetujuan oleh Gubernur Perijinan Pembangunan fisik Belum dilakukan selesai
V. Dokumen ANDAL, RKL dan RPL Jalan Jantho – Lamno Dokumen ANDAL, RKL dan RPL yang dihasilkan dari studi ANDAL harus didasarkan pada dokumen Kerangka Acuan ini dan harus mencakup beberapa hal utama. Prinsip konservasi lingkungan harus diakomodasi dengan baik dalam kajian AMDAL ini dan dapat menghidari dampak lanjutan yang lebih besar seperti halnya penebangan liar. Dokumen-dokumen ini harus dilengkapi dengan suatu ringkasan yang disusun dengan bahasa yang sederhana, non teknis, dan mudah dipahami oleh semua kalangan pembaca dan pengguna dokumen ini. Ringkasan ini tidak saja ditujukan untuk dibaca oleh para eksekutif tetapi sedapat mungkin dapat dipahami oleh masyarakat luas.
Dokumen ANDAL secara mendasar harus mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Pendahuluan yang berisi maksud dan tujuan khusus dilaksanakannya kegiatan pembangunan Jalan Jantho- Lamno di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya;
2. Uraian tentang kesesuaian kegiatan pembangunan jalan Jantho-Lamno dengan tata ruang, kebijakan pembangunan dan peraturan perundang•undangan yang berlaku;
3. Deskripsi kegiatan pembangunan jalan Jantho-Lamno yang memungkinkan untuk mencapai maksud dan tujuan yang telah ditetapkan, termasuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan;
4. Kondisi rona lingkungan awal di wilayah studi;
5. Kajian dampak lingkungan akibat kegiatan pembangunan jalan Jantho-Lamno yang mencakup seluruh isu penting dan dampak hipotetik yang tercantum di dalam Bab VI dari dokumen KA ini;
6. Arahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
Dokumen RKL secara mendasar harus mencakup upaya-up aya dan rencana-rencana untuk menghindarkan dampak, mengurangi dampak (mitigasi), mengelola, serta mengendalikan dampak yang mungkin terjadi.
Dokumen RKL ini secara umum harus memuat hal•hal sebagai berikut: 1. Komponen atau parameter lingkungan hidup yang diprakirakan
mengalami perubahan mendasar menurut hasil analisis dampak lingkungan hidup;
2. Sumber dampak yang telah dikaji pada dokumen ANDAL;
3. Tolak ukur dampak untuk mengukur perubahan komponen lingkungan hidup;
4. Tujuan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan tolok ukur kinerja pengelolaan lingkungan dampak lingkungan hidup;
5. Upaya-up aya pengelolaan lingkungan hidup; 6. Lokasi pengelolaan lingkungan hidup;
7. Institusi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Dokumen RPL secara medasar harus mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Komponen atau parameter lingkungan hidup yang dipantau;
2. Sumber dampak;
3. Parameter lingkungan hidup yang dipantau; 4. Tujuan pemantauan lingkungan hidup; 5. Metode pemantauan lingkungan hidup; 6. Jangka waktu dan frekuensi pemantauan; 7. Lokasi pemantauan lingkungan hidup;
8. Institusi yang bertanggung jawab dalam pemantauan lingkungan hidup.
Penggunaan sumber-sumber data dan informasi yang sahih di dalam dokumen ANDAL, RKL dan RPL, baik dari penelitian langsung (data primer) ataupun data sekunder, literatur, penelitian lain, atau hasil konsultasi dengan instansi terkait dan dengan masyarakat harus dilakukan sesuai dengan kaidah penulisan referensi yang benar.
Ketika penilaian (judgment) atau pendapat para ahli digunakan, hal tersebut harus disebutkan secara jelas sebagai suatu hasil penilaian ahli. Dasar penilaian atau pendapat para ahli tersebut harus dikemukakan alasan atau dasar pembenarannya. Keahlian yang membuat penilaian atau pendapat tersebut, termasuk kualifikasi dan pengalamannya, harus disampaikan pula. Jika ulasan terhadap suatu isu dampak memerlukan penelitian dan perhitungan yang bersifat teknis (misalnya untuk emisi debu dan gas buang, kepadatan lalu lintas, erosi, pengelolaan limbah cair atau drainase), hal ini diharapkan didampingi dengan pertimbangan profesional (engineering judgment) untuk memverifikasi kesimpulan dan rekomendasi yang diberikan. Sebagai tambahan, penyusunan dokumen ANDAL, RKL-RPL dapat juga mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup 08 tahun 2006.
VI. Isu-isu utama
Dalam deskripsi kegiatan yang disusun Satker, pemrakarsa telah mengidentifikasi berbagai potensi dampak (lihat lampiran 1) namun hal tersebut harus dipertajam kembali oleh tim teknis di dalam pelingkupan yang dilakukan pada dokumen Kerangka Acuan ANDAL ini.
Demikian pula secara normatif dari daftar penapisan, rencana kegiatan pembangunan atau peningkatan jalan perlu dikaji dampak lingkungannya karena faktor-faktor sebagai berikut: bangkitan lalu lintas, dampak kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, gangguan visual dan dampak sosial (Peraturan Menteri LH No.308/2005 Lampiran I).
Namun demikian, berdasarkan observasi lapangan dari Tim Teknis, berikut adalah isu•isu utama yang terkait dengan potensi dampak kegiatan rehabililtasi dan rekonstruksi Jalan Jantho– Lamno. Pemrakarsa sedapat mungkin mempelajari berbagai dampak tersebut untuk mengkajinya dalam studi ANDAL dan membahasnya pada dokumen ANDAL, RKL dan RPL.
Bagian 1. Perencanaan dan alternatif kegiatan
1. Uraikan rencana kegiatan pembangunan Jalan Jantho–Lamno secara lengkap dan jelas. Deskripsikan berbagai alternatif konstruksi jalan yang akan digunakan (tipe yang digunakan) dan metode pembangunannya.
2. Konfirmasikan dan kaji ulang perencanaan pembangunan jalan Jantho–Lamno secara keseluruhan (karena hingga saat ini tidak ada acuan perencanaan yang bisa dipakai selama melakukan observasi lapangan) baik dari segi trase jalan yang dipilih ataupun disain teknis dari jalan tersebut. Misalnya disain tikungan dan tanjakan yang memerlukan perhitungan disain yang tepat untuk menjaga keselamatan pengguna jalan.
3. Deskripsikan dan berikan justifikasi, tujuan, dan manfaat dari pengembangan Jalan Jantho– Lamno. Apakah volume lalu lintas dan jumlah penduduk sudah sedemikian penting untuk meningkatkan atau membangun jalan ini. Salah satu dampak positif adalah pengurangan waktu tempuh dari Jantho ke Lamno sehingga akan menghemat biaya operasional kendaraan (volume, potensi), namun demikian perlu dilihat pula konteks yang lebih luas dari segi pengembangan wilayah. Tinjau keberadaan rencana jalan tersebut terhadap jaringan jalan secara keseluruhan di Provinsi NAD. 4. Kaji alternatif jalur jalan yang akan dibangun dengan
mempertimbangkan kendala-kendala teknis di lapangan, biaya paling optimal, dan manfaat yang dirasakan lebih luas oleh masyarakat yang berada di rencana jalur jalan tersebut. Pilih dan deskripsikan jalur alternatif yang paling dikehendaki untuk selanjutnya dianalisis dampak lingkungannya.
5. Uraikan dan berikan alasan penggunaan alternatif-alternatif trase jalan berdasarkan situasi nyata di lapangan, disain awal, dan disain akhir yang disepakati, sehingga pilihan yang dilakukan menunjukkan alternatif yang terbaik.
6. Kaji secara singkat pilihan “do nothing” atau skenario jika kegiatan pembangunan jalan Jantho – Lamno tersebut tidak dilakukan.
Bagian 2. Isu lingkungan
1. Kaji potensi kebisingan dan getaran selama konstruksi dan operasi, demikian pula dari kegiatan peledakan gunung batu pada saat membuat trase jalan, terutama di daerah Lamno sekitar STA 52 + 000
dan 53 + 000. Prediksikan juga dampak dari kebisingan tersebut terhadap kemungkinan migrasi satwa liar dan pengaruhnya terhadap keberadaan mereka.
2. Kaji potensi pencemaran udara dari kegiatan konstruksi dan dampaknya terhadap masyarakat sekitar jalur jalan tersebut (misalnya debu dan asap pembakaran aspal). Rencanakan pengelolaan emisi debu yang terkait dengan gangguan terhadap manusia dan flora di sekitar lokasi kegiatan pembangunan jalan.
3. Lakukan studi inventarisasi flora fauna di sepanjang trase jalan Jantho - Lamno serta berikan saran pengelolaan jika ada flora atau fauna yang dilindungi. Kajian ini harus memfokuskan pada keberadaan jalur (home range) gajah, ekosistem harimau, orang utan, rusa, beruang, kedih, dan satwa lain yang dilindungi termasuk biota sungai seperti ikan kerling. Pengelolaan terhadap satwa liar ini diharapkan dapat melindungi dampak lanjutan berupa gangguan satwa liar seperti gajah dan harimau terhadap masyarakat. Salah satu upaya pengelolaan yang perlu dipertimbangkan adalah dengan memberikan perlintasan hewan di beberapa titik tertentu.
4. Kaji aspek geologi dan tanah yang terkait dengan kegiatan peledakan gunung dan pemotongan tebing di segmen jalan tertentu yang berpotensi mengganggu kestabilan batuan/tanah di daerah tersebut sehingga dapat menimbulkan longsoran secara terus menerus pada tahap konstruksi ataupun operasi jalan. Sarankan langkah•langkah pengelolaan untuk mengindari potensi dampak di atas.
5. Kaji pelaksanaan kegiatan cut and fill dimana timbunan berlebih memerlukan tempat pembuangan (misalnya dibuang ke sungai). Hal ini dapat mengganggu kelestarian sumber air. Sarankan langkah pengelolaan terhadap penempatan dan pembuangan material cut and fill.
6. Susun prosedur penempatan stock material yang cukup besar sepanjang jalan misalnya untuk sirtu dan bahan konstruksi lainnya, pengolahan aspal (asphalt mixing plant), beton (concrete mixing plant) dan laksanakan prosedur tersebut. Hal ini terkait dengan potensi pencemaran terhadap badan air ketika terjadi limpasan hujan, gangguan terhadap pengguna lalu lintas (potensi kecelakaan), dan potensi gangguan terhadap permukiman masyarakat akibat lalu lintas alat berat dan penggunaan lahan•lahan penduduk. Sarankan cara•cara pengawasan dan penindakan yang efektif untuk mencegah dampak dari penempatan/penumpukan material tersebut.
7. Kestabilan lereng merupakan isu teknis yang berkaitan langsung dengan keselamatan pekerja dan keselamatan pemakai jalan. Dari sisi lingkungan, dampak potensialnya adalah erosi lereng dan
sedimentasi. Untuk itu, hal ini perlu dikaji untuk mendapatkan pengelolaan yang tepat sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Erosi adalah dampak lingkungan yang sangat tipikal dihasilkan dari kegiatan pembangunan jalan. Untuk itu, ANDAL harus dapat mengkaji, memprediksi, dan mengevaluasi dapak erosi tersebut.
Bagian 3. Penggunaan material konstruksi jalan
1. Kaji potensi penyediaan bahan konstruksi untuk pembangunan jalan. Hal ini mencakup lokasi-lokasi potensial (quarry) serta estimasi kebutuhan bahan konstruksi untuk proyek jalan Jantho – Lamno. Sarankan pengelolaan yang harus dilakukan untuk merehabilitasi daerah bekas quarry tersebut terutama pengambilan material konstruksi dari sungai karena akan mengganggu pola dan alur sungai. Sejalan dengan hal ini, pemrakarsa diarahkan dalam pengelolaannya untuk menggunakan suplier Bahan Galian C yang telah memenuhi syarat izin dan memiliki UKL dan UPL.
2. Estimasikan volume material bahan galian untuk kebutuhan pembangunan jalan yang diambil untuk seluruh rencana kegiatan. Kaji alternatif sumber penyediaan bahan baku untuk pembangunan jalan, lokasi quarry dan bahan material lainnya yang akan digunakan selama pelaksanaan pembangunan jalan hingga perkerasan dan pelapisan jalan.
3. Sarankan berbagai alternatif pengelolaan lahan bekas Bahan Galian C (lubang-lubang bekas galian) yang tepat guna dan dapat memberikan nilai tambah dalam rangka rehabilitasi dan perbaikan bentang lahan.
Bagian 4. Dampak lingkungan lanjutan/turunan
1. Kaji dampak kegiatan konstruksi jalan terhadap gangguan lalu lintas di titik awal dan akhir proyek sebagai jalan akses supply material konstruksi dan alat berat.
2. Kaji dampak pembangunan jalan terhadap potensi terjadinya pembukaan lahan (misalnya dibakar atau ditebang habis) dan potensi illegal logging yang akan menyebabkan kerusakan hutan yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan tata air.
3. Kaji dan koordinasikan potensi konflik penggunaan/pembukaan jalan dengan penataan hutan (kebijakan, upaya konservasi, atau tukar pakai yang telah atau akan dilakukan). Uraikan prosedur alih fungsi hutan yang telah atau akan ditempuh kegiatan ini.
4. Rencanakan pengelolaan lalu lintas (tanda•tanda dan sosialisasi) untuk menjamin keamanan para pemakai jalan.
Bagian 5. Tata ruang, fungsi lahan, dan pengembangan wilayah 1. Kaji pencadangan/penyediaan lahan untuk rencana pembangunan jalan tersebut dan dampaknya kepada kepemilikan lahan di sepanjang rencana trase jalan tersebut. Sesuaikan lebar DMJ tersebut dengan peraturan yang berlaku untuk penggunaan jalan. 2. Kaji potensi pergeseran penggunaan dan kepemilikan lahan dalam
kaitannya dengan proses ganti rugi lahan dan potensi konflik ketidakpuasan masyarakat atas proses tersebut.
3. Kaji pengaturan pemukiman sepanjang jalan yang ada dengan menerapkan pentaatan DMJ dan sempadan bangunan agar tidak ada masalah klaim di masa mendatang dan potensi kecelakaan.
4. Lakukan konfirmasi dengan instansi terkait tentang jalur jalan yang melalui hutan di sepanjang Jantho– Lamno terutama tentang status hutan yang dilewati tersebut. Terdapat indikasi kawasan hutan lindung yang akan dilalui oleh jalur jalan tersebut (data sekunder peta, Flora Fauna International, 2006). Hal ini perlu dilakukan karena beberapa kawasan hutan memiliki pengaturan tertentu seperti hutan lindung atau cagar alam. Jalur jalan yang dipilih harus mengikuti pengaturan dari status hutan yang bersangkutan.
5. Sarankan langkah untuk memelihara dan mempertahankan akses•akses jalan masyarakat yang sudah ada agar tidak hilang akibat adanya jalur jalan yang akan dibangun.
6. Kaji arah pengembangan wilayah di sepanjang jalur jalan Jantho – Lamno. Kaitkan potensi pengembangan wilayah tersebut dengan adanya rencana pembukaan akses jalan (misalnya potensi pariwisata, potensi peternakan, pengembangan ekonomi wilayah/regional, dan program•prog ram lanjutan lainnya) dan sarankan kiat•kiat pengembangan wilayah tersebut kepada instansi terkait.
7. Kaji dan konfirmasikan (dengan instansi terkait) status kepemilikan lahan di sepanjang jalur jalan yang direncanakan dari sisi kepemilikan
masyarakat ataupun dari sisi pembatasan hutan lindung terkait dengan tata guna lahan yang berlaku.
8. Prediksikan dampak pembangunan jalan terhadap aglomerasi pemukiman dan pengembangan kegiatan ekonomi. Hal ini dijadikan bahan bagi pemerintah daerah untuk menyediakan prasarana bagi masyarakat.
Bagian 6. Sosial Ekonomi Budaya
1. Jaring informasi dan estimasikan kecenderungan perkembangan penduduk, horizontal maupun vertikal, sebagai dampak dari berfungsinya prasarana jalan Jantho-Lamno. Identifikasikan pula kelompok-kelompok masyarakat yang diuntungkan maupun yang merasa dirugikan, antara lain peternak kerbau di sekitar Desa Cumcum dan peramu hasil hutan di Desa Mareu. Rancangkan langkah•langkah pengelolaan potensi dampak tersebut.
2. Uraikan sumber-sumber kegiatan ekonomi penduduk yang bersempadan dengan lokasi kegiatan sebagai dasar prediksi kecenderungan perkembangan perekonomian masyarakat setempat, antara lain peramu hasil hutan, penangkap ikan, peternak, pertanian kebun, dll. Kaji pula kemungkinan masuknya pendatang dari luar yang dapat mempengaruhi peluang ekonomi setempat.
3. Kaji potensi persaingan dalam pengusahaan Bahan Galian C antara masyarakat setempat dan pemodal dari luar. Rancangkan upaya pengelolaan dampak sosial ekonomi tersebut.
4. Kemukakan skenario dampak yang terkait dengan potensi pengalihan lahan penggembalaan menjadi lahan perkebunan atau peruntukan lainnya akibat terbukanya akses jalan Jantho-Lamno, khususnya yang terkait dengan kecenderungan perkembangan penghasilan masyarakat setempat yang sudah terbiasa dengan kegiatan mata pencaharian sebagai peternak sapi dan kerbau serta peramu hasil hutan.
5. Kaji dampak dari terbukanya akses jalan Jantho – Lamno terhadap perilaku kearifan lokal terutama dalam pelestarian hutan dan lingkungan yang selama ini lebih menekankan pada prinsip ”mengambil manfaat tanpa merusak sumber”, khususnya yang terkait dengan praktek-p raktekillegal logging.
6. Kaji potensi dan keinginan tenaga kerja setempat terhadap peluang kerja yang terbuka sesuai dengan jenis dan tahapan kebutuhan dan
kegiatan proyek serta rancang bentuk-bentuk keterlibatannya untuk menumbuhkan "rasa memiliki" terhadap proyek.
7. Kaji dan uraikan peluang dan penggunaan tenaga kerja lokal yang mungkin timbul sesuai dengan keahlian yang diperlukan selama pekerjaan pembangunan jalan untuk mengurangi gejolak/kesenjangan sosial dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi setempat. Kaji pula potensi dampak positif dari kegiatan pembangunan jalan ini terhadap kegiatan usaha kecil setempat.
8. Deskripsikan proses pengadaan lahan untuk kebutuhan lokasi/pertapakan proyek dan komponen•komponen pendukung lainnya untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya klaim atas lahan damija kelak. Lakukan koordinasi dengan instansi yang mengatur dan mengendalikan kepemilikan lahan. Kejelasan atas kepemilikan lahan di sekitar trase jalan akan mempermudah pengelolaan potensi konflik tersebut.
Bagian 7. Lain - lain
1. Rencanakan penanganan lalu lintas untuk keselamatan pengguna jalan dan pekerja.
2. Siapkan SOP untuk penggunaan base camppembangunan jalan dan pengendalian potensi terhadap pencemaran air tanah akibat kegiatan
base camptersebut.
3. Uraikan rencana pengelolaan bagi penumpukan material konstruksi dan sampah yang dihasilkan dari aktifitas pekerja konstruksi jalan. 4. Uraikan upaya-upaya untuk menjamin keselamatan dan kesehatan
pekerja.
Bagian 8. Konsultasi masyarakat
1. Lakukan konsultasi dengan pihak terkait dari pemda/dinas-dinas di lingkungan Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya terutama instansi Dinas Kehutanan/BKSDA (untuk klarifikasi fungsi hutan lindung dan kegiatan penebangan pohon bagi kebutuhan jalur jalan ataupun pengawasan penebangan liar), Bappeda (untuk perencanaan pengembangan wilayah), BPN (untuk pengaturan alokasi lahan dan potensi klaim lahan dari masyarakat), Prasarana Wilayah atau PU
(untuk rencana jaringan jalan dan penataan pemukiman), dan Dinas Perhubungan Darat (untuk pengendalian lalu lintas).
2. Lakukan konsultasi dengan masyarakat lokal, terutama masyarakat di kecamatan dandesa yang dilalui (terutama Kecamatan Kota Jantho di Aceh Besar dan Kecamatan Jaya di Aceh Jaya) sesuai dengan pedoman Kepala Bapedal nomor 08/2000 sehinggamasyarakat mendapat informasi yang memadai tentang rencana pembangunan di sekitar tempat tinggal mereka dan dapat berpartisipasi menuju pembangunan masyarakat yang ideal. Tampung berbagai usulan dari masyarakat dan kaji implikasinya terhadap kegiatan pembangunan jalan Jantho – Lamno sehingga semua pihak mendapatkan manfaat.
Bagian 9. Wilayah studi
Pemrakarsa kegiatan pembangunan jalan Jantho–Lamno harus menetapkan batas-batas wilayah studi sebagaimana lazimnya dilakukan di dalam suatu studi ANDAL untuk memastikan pelaksanaan studi yang fokus dan tepat serta efektif. Batas-batas studi kemudian digunakan untuk memilih titik-titik sampel untuk keperluan pengambilan data primer dan sekunder guna kebutuhan penelitian dan pengkajian serta prediksi dampak. Selain mengacu kepada definisi batas-batas wilayah studi yang berlaku, setiap penarikan garis batas pada peta dengan skala yang memadai harus dilengkapi dengan alasan yang tepat dan rasional. Alasan serta justifikasi tersebut harus juga dilakukan pada saat menentukan titik-titik sampel yang berada di dalam resultante batas wilayah studi yang dimaksud.
Dalam menentukan batas-batas wilayah tersebut, pemrakarsa agar mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Batas proyek
Batas proyek agar berkonsentrasi pada DMJ yang dikaji terhadap tata ruang dan klaim masyarakat yang mungkin timbul di masa mendatang. Batas proyek juga harus mempertimbangkan area quarry untuk
penyediaan material jalan dengan jarak yang memadai dari kegiatan/aktifitas fisik pada masing•m asing komponen kegiatan (terkecuali jika pengelolaanquarrydilakukan oleh pemrakarsa lain atau pihak ketiga). Batas proyek dikonsentrasikan pada jarak selebar 50 di kiri dan kanan jalan.
2. Batas ekologis
Penentuan batas ekologis agar mempertimbangkan keberadaan berbagai badan air (DAS) di sekitar lokasi trase jalan. Batas ekologis juga agar mempertimbangkan arah angin dominan (yang dianalisis melalui kajian
wind rose) di sekitar lokasi kegiatan guna memperkirakan dampak penyebaran emisi debu. Batas ini harus mempertimbangkan radius getaran akibat kegiatan peledakan. Selain itu, batas ekologis harus mempertimbangan keberadaan/lokasi hutan lindung yang terdekat atau berbatasan dengan batas proyek. Bentuk batas ekologis harus dapat dijelaskan secara ilmiah mengapa garis batas tersebut dipilih.
3. Batas administrasi
Batas administrasi agar difokuskan pada wilayah administrasi seluruh kecamatan yang dilalui proyek ini walaupun terbuka kesempatan untuk menarik batas yang lebih luas selama penentuan tersebut dapat dijelaskan secara rasional. Penentuan batas administrasi ini sedapat mungkin harus mengacu pada rencana tata ruang Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya serta memperhitungkan kewenangan pengawasan dari wilayah administrasi terhadap dampak yang mungkin timbul seperti halnya kegiatan penebangan hutan secara liar (illegal logging).
4. Batas sosial
Batas sosial agar difokuskan pada pemukiman di daerah•daerah wilayah Jantho: Jantho Makmur, Teureubeh, Cucum, Siron dan di wilayah Lamno: Bak Paoh, Murui, Lam Asan, Sango, Pante Ceureumen, Sabet, Mareu.
Batas-batas atau tempat-tempat konsentrasi interaksi sosial tersebut dapat saja dikembangkan jika terdapat informasi lain yang lebih menentukan. Jelaskan pula mengapa batas-batas tersebut dipilih. Pertimbangkan pula rencana-rencana pemukiman yang ada pada rencana tata ruang Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya.
Sebagai hasil akhir, penentuan keseluruhan batas studi merupakan delineasi wilayah studi sebagai resultante dari batas•batas di atas. Penentuan resultante ini agar dilakukan dengan alasan dan justifikasi yang rasional bukan sekedar menarik garis terluar dari keseluruhan batas•batas yang ada.
Penggambaran batas wilayah studi diharapkan menggunakan peta•peta yang representatif, jelas, dan sesuai tema pembahasannya. Sebagai hasil akhir penentuan batas wilayah studi, resultante tersebut kemudian digunakan untuk menetapkan lokasi-lokasi atau titik-titik sampling berdasarkan alasan-alasan yang kuat.
Bagian 10. Kepakaran yang diperlukan
Dalam studi ANDAL ini agar pemrakarsa dapat menunjuk pelaksana studi yang memiliki kompetensi dan keahlian yang sesuai dengan bidang yang ditelitinya. Secara minimal (dapat dikembangkan sesuai kebutuhan), tim studi ANDAL untuk kegiatan pembangunan jalan Jantho– Lamno harus memiliki tenaga•tenaga ahli sebagai berikut:
1. Ahli Jalan Raya dan Transportasi, 2. Ahli Pembangunan Wilayah, 3. Ahli Sosiologi Pedesaan, 4. Ahli Biologi/Kehutanan, 5. Ahli Manajemen Lingkungan, 6. Ahli Geologi dan Geoteknik Jalan.
Ketua dipilih dari para tenaga ahli di atas yang bersertifikat AMDAL penyusun dan memiliki pengalaman penyusunan AMDAL.
VII. Lampiran Daftar lampiran
Lampiran 1: Deskripsi Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan Jalan Jantho – Lamno, Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya
Lampiran 2: Foto hasil kunjungan lapangan
Lampiran 3: Hasil rapat pembahasan Komisi Penilai AMDAL tanggal 29 Desember 2006
LAMPIRAN 1
Deskripsi kegiatan kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan Jalan Jantho – Lamno, Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya ;
DESKRIPSI SINGKAT PROYEK
REHAB DAN REKONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN BRR NAD–NIAS 2006 - 2009
Sehubungan dengan Rencana Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah NAD– NIAS yang dilaksanakan oleh BRR NAD–Nias tahun 2006 - 2009, maka Satker BRR-Pembinaan Perencanaan Jalan NAD akan melakukan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) untukKegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan Jantho – Lamno;
A. Segmen Jalan Jantho - Bts. Aceh Barat ( P.066.1)
A.1 Kondisi yang Ada
Ruas Jalan meliputi Jantho - Bts. Aceh Barat ( P.066.1) dan mempunyai panjang lintasan jalan 25.00 km. Lokasi kegiatan berada di Kabupaten Aceh Besar dan batas Kabupaten Aceh Jaya dimana status kawasan merupakan kawasan hutan produksi dan kawasan budidaya. Lingkungan sekitar jalan meliputi pemukiman penduduk, kebun/sawah, perbukitan dan gunung/hutan.
A.2 Rencana Penanganan
Kondisi Jalan Jantho - Bts. Aceh Barat (P.066.1) masih perlu penanganan dari segala aspek, terutama geometrik jalan, tingkat pelayanan, dan perkerasannya. Rencana perbaikan yang akan dilakukan adalah Pembangunan/Perbaikan drainase, Pembukaan Jalan Baru 8 km, Perbaikan Geometrik, Perbaikan di luar damija, Perbaikan Tikungan, dan Peningkatan / Pengaspalan.
Geometrik jalan, tingkat pelayanan, dan lapisan perkerasan jalan akan menjadi prioritas utama dalam penanganan ruas jalan ini. Rencana perbaikan yang akan dilakukan adalah alinemen horizontal dan vertikal supaya dapat ditingkatkan kapasitas pelayanan, sehingga pengemudi/pengguna jalan bisa mendapatkan kenyamanan dalam berkendaraan. Perbaikan struktural jalan mulai dari subgrade, sub-base, base, perkerasan jalan, serta bangunan tambahan (saluran, dinding penahan, kereb, rambu-rambu lalu lintas) menjadi prioritas karena jalan yang telah ada masih jalan tanah. Perkerasan jalan yang akan digunakan adalah tipe HRS. Kemudian, jembatan yang ada akan diperbaiki dan pada lintasan yang memerlukan jembatan akan dibangun disamping juga membuat gorong-gorong.
B. Segmen Jalan Bts. Aceh Besar - Lamno (P.066.2)
B.1 Kondisi yang Ada
Ruas Jalan Bts. Aceh Besar - Lamno (P.066.2) mempunyai panjang lintasan jalan 35.00 km. Lokasi kegiatan berada di Kabupaten Aceh Jaya dimana status kawasan adalah
kawasan hutan produksi dan kawasan budidaya. Lingkungan sekitar jalan meliputi pemukiman penduduk, kebun/sawah, perbukitan dan gunung/hutan.
B.2 Rencana Penanganan
Kondisi Jalan Bts. Aceh Besar - Lamno (P.066.2) masih perlu penanganan dari segala aspek, terutama geometrik jalan, tingkat pelayanan, dan perkerasannya. Rencana perbaikan yang akan dilakukan adalah Pembangunan/Perbaikan drainase, Pembukaan Jalan Baru 8 km, Perbaikan Geometrik, Perbaikan di luar damija, Perbaikan Tikungan, dan Peningkatan/Pengaspalan.
Dengan kondisi yang ada seperti di atas, perlu ada desain, terutama geometrik jalan dan perkerasannya. Rencana peningkatan yang akan dilakukan adalah alinemen horizontal dan vertikal dengan tujuan supaya dapat ditingkatkan kapasitas pelayanan, sehingga pengemudi/pengguna jalan bisa mendapatkan kenyamanan dalam berkendaraan. Perbaikan struktural jalan mulai dari subgrade, sub-base, base, perkerasan jalan, serta bangunan tambahan (saluran, dinding penahan, kereb, rambu-rambu lalu lintas) menjadi prioritas karena jalan yang telah ada masih jalan tanah. Perkerasan jalan yang akan digunakan adalah tipe HRS. Kemudian, jembatan yang ada akan diperbaiki dan pada lintasan yang memerlukan jembatan akan dibangun disamping juga membuat gorong-gorong.
Kemungkinan Dampak yang Timbul
Penilaian dampak dilakukan secara holistik yaitu meliputi dampak pra-konstruksi, tahap konstruksi, dan pasca konstruksi. Penilaian dampak ini ditinjau dari segi positif dan negatif.
1. Tahap Pra-Konstruksi
Dampak Positif
- Peningkatan ekonomi masyarakat melalui ganti rugi pembebasan lahan
Dampak Negatif
- Kehilangan sumber hidup yang berkelanjutan akibat pembebasan lahan - Terjadinya migrasi penduduk.
2. Tahap Konstruksi
Dampak Positif
- Menyerap tenaga kerja lokal
- Penambahan penduduk terutama di sekitar base camp - Membuka lapangan usaha bagi masyarakat setempat
Dampak Negatif
- Terjadinya kerusakan hutan, gangguan satwa, penurunan jumlah dan produksi keragaman flora
- Perambahan hutan - Peningkatan kebisingan - Perubahan bentang alam - Penurunan kualitas udara - Penurunan kualitas air - Perubahan tata guna lahan - Perubahan debit air
3. Tahap Pasca Konstruksi
Dampak Positif
- Kelancaran pergerakan (movement)
- Meningkatkan perekonomian lokal dan regional - Menumbuhkan mata pencaharian bagi masyarakat - Peningkatan produksi tanaman terutama holtikultural - Meningkatnya intensifikasi teknologi pertanian - Bertambah luas areal pengembalaan ternak
- Meningkatnya frekwensi perdagangan sebagai akibat terbukanya arus transportasi darat tersebut
- Akan menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru akibat terbukanya arus transportasi darat berupa angkutan barang dan penumpang, sehingga akan memberikan kemudahan bagi masyarakat baik yang ada di wilayah itu maupun di wilayah lain yang melalui lintasan tersebut
Dampak Negatif
- Peningkatan kebisingan - Penurunan kualitas udara
- Kemungkinan longsor akibat beban dan geteran kendaraan yang melewati - Peningkatan gangguan satwa liar
- Kemudahan akses illegal logging
- Terganggunya fungsi hutan sebagai hidro-orologi karena adanya konversi hutan menjadi lahan perkebunan dan pertanian, sehingga vegetasi hutan yang ada akan rusak.
Ruas Jalan Jantho-Lamno
LAMPIRAN 2
Foto – foto hasil kunjungan lapangan
Foto 1. STA 60+000 di Lamno dari rencana kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi jalan Jantho – Lamno. Nampak kegiatan ekonomi yang sudah berjalan cukup ramai
Foto 2. Kondisi jalan beraspal yang sebagian rusak akibat gempa bumi di Lamno
Foto 3. Kondisi jalan yang ada sudah memperoleh perkerasan di jalur Lamno dengan kebun di kiri dan kanan jalan eksisting.
Foto 4. Kondisi menjelang ujung pembukaan jalan di Lamno yang nampak cukup curam, masih jalan setapak, dan sudah tertutup
Foto 5. Lokasi di sekitar STA 55+000 terdapat medan yang cukup berat, curam dan berbatu sehingga
Foto 6 Berbagai lokasi di sekitar bukaan jalan terkendala dengan lokasi dengan batuan masif. Di sisi lain, batuan tersebut menjadi sumber bahan material konstruksi jalan.
Foto 7. Salah satu jalur alternatif yang tidak melalui jalur dengan kemiringan curam dan berbatu. Jalur alternatif ini lebih landai dan melewati penduduk yang dilayani
namun memerlukan
pembangunan jembatan (Lamno-Pante Ceureumen).
Foto 8. Kondisi dan gambaran umum rona awal bentang alam di ujung jalan dari arah Lamno yang menunjukkan hutan campuran dan kebun. Hutan ini makin ke arah utara pada akhirnya berupa hutan lindung.
Foto 9. STA 0+000 di simpang Jantho sebagai titik awal lokasi rencana kegiatan. Nampak bahwa kondisi jalan eksisting yang cukup baik bahkan memiliki dua jalur
Foto 10. Jalur Jalan dari arah Jantho menuju Lamno melewati barak pengungsi korban gempa dan tsunami
Foto 11. Kondisi jalan eksisting dari arah Jantho sekitar km 2 atau 3 yang nampak sudah rusak dan memerlukan perbaikan.
Foto 12. Potensi pembukaan lahan melalui tebang habis atau pembakaran
merupakan kondisi nyata di sepanjang jalur jalan yang merupakan dampak ikutan dari kegiatan pembukaan jalur jalan. Hal ini harus diantisipasi dampaknya.
Foto 13. Kondisi jalan eksisting dari arah Jantho sekitar km 7 yang nampak brrupa perkerasan saja dan sudah rusak. Jalur ini terpotong oleh sungai sehingga memerlukan pembangunan jembatan.
Foto 14. Kondisi jalan eksisiting dari arah Jantho sekitar km 9 yang nampak didominasi oleh padang rumput savana. Bentang alam disini memiliki sifat yang unik dan memerlukan kajian yang cermat.
Foto 15. Kondisi rona lingkungan di sekitar km 9 yang didominasi savana dan ternak kerbau yang berjumlah sangat banyak. Hal ini merupakan potensi wilayah yang harus dikembangkan seiring dengan pembukaan jalan
Foto 16. Ujung jalan yang ditempuh dari arah Jantho sekitar km 9 atau 10 yang didominasi padang rumput kemudian bergeser menjadi ekosistem hutan (pada ujung horizon). Memerlukan kajian mendalamterkait dengan fungsi lindung dan keberadaan satwa
LA M P IR A N 3
Hasil rapat pembahasan Komisi Penilai AMDAL tanggal 29 Desember 2006
Rapat pembahasan draft dokumen Kerangka Acuan ANDAL untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan Jantho - Lamno telah selesai dilakukan pada tanggal 29 Desember 2006. Berbagai tambahan dan perbaikan dari Komisi Penilai AMDAL sedapat mungkin diakomodasi di dalam perbaikan dokumen KA ANDAL Final. Selain berbagai masukan untuk perbaikan dokumen KA ANDAL, terdapat pula berbagai masukan kepada pemrakarsa yang menyangkut uraian rencana kegiatan yang harus lebih lengkap, pengurusan atau koordinasi izin lahan kepada dinas kehutanan karena kemungkinan melalui hutan lindung, dsb. Untuk keperluan tersebut, lampiran ini memberikan penjelasan dan penegasan terhadap berbagai hal yang diperhatikan oleh para anggota Komisi Penilai. Di bawah ini diberikan berbagai penjelasan sesuai dengan kelompok bahasan yang menjadi perhatian.
Substansi teknis pelingkupan
Anggota Komisi Penilai menyoroti hal-hal sebagai berikut:
▪ Terdapat kerancuan identifikasi dampak penting yang dicantumkan dalam halaman 15 draft dokumen KA ANDAL. Sebenarnya daftar tersebut merupakan latar belakang yang dikutip dari dokumen deskripsi kegiatan dari pemrakarsa dan bukan merupakan isu penting yang dirumuskan oleh Tim Teknis. Kerancuan ini disoroti oleh sebagian besar anggota Komisi Penilai AMDAL.
▪ Adanya pandangan bahwa kalimat perintah di dalam bab mengenai isu-isu utama tidak menyampaikan secara langsung isu-isu•isu-isu potensial dampak lingkungan.
▪ Penambahan isu untuk mengelola potensi kecelakaan pada pasca konstruksi (sudah ada di dalam bagian 4 tentang dampak lingkungan lanjutan).
▪ Batas wilayah studi disarankan lebih definitif dan menyebutkan angka, misalnya untuk batas proyek difokuskan pada ROW, quarry, dan AMP. Batas ekologis agar disebutkan radius 100 hingga 500 m dari titik AMP dan sungai 100 m ke arah hulu dan 500 m ke arah hilir. Batas administrasi diminta menyebutkan nama kecamatan dan kabupaten sementara batas sosial diminta menyebutkan Seulimum.
▪ Tenaga ahli agar ditambahkan ahli pencemaran udara dan bising dan tidak menyebutkan keahlian transportasi dan jaringan pada keahlian
▪ Pada aspek sosial yang dikaji bukan perubahan kearifan lokal tetapi kearifan lokal itu sendiri. Demikian pula klaim lahan bukan sebatas pada tahap pasca konstruksi tetapi sepanjang siklus proyek.
Terhadap berbagai diskusi yang mendasar, Tim Teknis berusaha memberikan klarifikasi. Pencantuman hasil identifikasi dampak oleh pemrakarsa pada halaman 15 diputuskan untuk dihilangkan karena telah membuat kerancuan bagi pembaca seolah hal tersebut dihasilkan oleh Tim Teknis dan tidak sepenuhnya tepat. Penulisan kalimat perintah seharusnya tidak dimasalahkan selama pembaca bisa memahami bahwa kalimat tersebut mengandung isu yang harus dijawab di dalam studi ANDAL. Jika dipandang bahwa pernyataan dapat mengakomodasi kajian terhadap isu penting, maka hal tersebut dapat saja digunakan. Ini hanya masalah kemasan penulisan yang tidak terlalu substantif. Peraturan Menteri LH 308/2005 memberi keleluasaan cara penulisan selama hal tersebut dapat dipahami dengan baik. Tim Teknis tidak akan memberikan batasan definitif terhadap batas wilayah studi karena tidak dimungkinkan dengan waktu yang terbatas dan tanpa dilengkapi dengan alasan ilmiah seperti perhitungan arah angin dominan dan lainnya seperti karakteristik sungai. Dalam hal ini, setiap keahlian memerlukan argumentasi ilmiah. Tim Teknis untuk KA ANDAL ini berpendapat bahwa tugas tim hanya memberikan arahan minimal untuk penentuan batas wilayah studi bagi konsultan penyusun sehingga proses penentuan batas akan lebih fokus. Demikian pula tenaga ahli untuk menganalisis pencemaran sudah terdapat pada ahli manajemen lingkungan karena tidak ada penamaan secara khusus seperti ahli pencemaran udara atau ahli kebisingan. Keterangan di dalam ahli pengembangan wilayah sudah diperbaiki. Isu kearifan lokal telah dikomodasi dan diperbaiki sebagaimana masukan dari anggota Komisi dan dari ahli sosial di dalam Tim Teknis.
Deskripsi kegiatan
▪ Pertanyaan mengenai kejelasan uraian rencana kegiatan beserta alternatif kegiatan serta lokasi•lokasi penting komponen kegiatan seperti AMP,quarry, dsb.
▪ Peristilahan teknis di dalam disiplin ilmu terkait dengan pembangunan jalan dan klarifikasi skala besaran pembangunan jalan (DMJ mengandung dua arti damija dan damaja)
▪ Kejelasan peta yang perlu dilengkapi dengan peta topografi dan legenda yang memudahkan membaca rencana kegiatan tersebut. Peta harus menggambarkan batas• batas jalur jalan yang sebenarnya dan tidak
merupakan hasil rekaan di atas meja (misalnya jalan tampak lurus di dalam peta padahal pada kenyataannya tidak mungkin demikian). Pemilihan peta agar disesuaikan dengan tematik yang diperlukan dan relevan karena dikhawatirkan akan menimpulkan persepsi yang berbeda, misalnya penggunaan peta ekosistem Leuser untuk peta orientasi.
▪ Klarifikasi status jalan nasional sebagaimana disampaikan di dalam dokumen KA ANDAL.
▪ Penyebutan kabupaten dan keberadaan Jantho di tengah pulau dapat menimbulkan persepsi yang kurang tepat.
▪ Disarankan untuk menyediakan jalur perlintasan hewan di beberapa titik jalur jalan. Perintahkan hal ini di dalam isu lingkungan (sudah ditambahkan).
Terhadap masukan di atas, Tim Teknis setuju bahwa hal•hal tersebut harus dilengkapi dan diperbaiki. Hal ini terutama harus dilengkapi oleh Pemrakarsa dan Konsultan ANDAL pada saat penyusunan dokumen ANDAL karena Tim Teknis hanya bertugas mengarahkan dan tidak mengumpulkan data secara intensif pada tahap awal penyusunan KA ini. Tim Teknis hingga saat pembahasan di Komisi, tidak mendapat data mengenai lokasi•lokasi komponen kegiatan dan alternatif pembangunan jalan yang ada. Untuk itu pemrakarsa sekali lagi diminta untuk memberikan gambaran rencana kegiatan yang sejelas•jelasnya dan rinci. Hal ini termasuk klarifikasi besaran rencana kegiatan yang akan dilakukan.
Peta-peta harus dilengkapi dengan peta tematik relevan yang memiliki kualitas dan skalla yang memadai. Penggunaan peta pada dokumen KA ANDAL hanya ditujukan untuk memberikan arahan dan orientasi. Demikian pula peristilahan teknis yang digunakan agar mengacu pada kaidah ilmu yang terkait dengan pembangunan jalan karena Tim Teknis menyampaikan uraian rencana kegiatan hanya berdasarkan pada istilah•istilah yang terdapat di dalam deskripsi kegiatan yang sangat terbatas yang bersumber dari Pemrakarsa.
Saran terkait pada kejelasan jalur jalan yang melalui hutan lindung ▪ Rapat Komisi Penilai AMDAL memberi perhatian yang sangat serius
terhadap kepastian jalur jalan yang ada. Salah satu diantaranya terkait dengan isu tata guna lahan dan lintasan yang melalui hutan lindung. Terdapat tiga pendapat yang menyatakan tata guna di daerah tersebut: 1) hutan lindung, 2) hutan produksi dan budidaya, 3) cagar alam dan kawasan
▪ Perhatian lainnya adalah bahwa pemrakarsa harus memastikan kejelasan jalur jalan tersebut dikaitkan dengan tata guna lahan yang sebenarnya. Jika benar melewati hutan lindung, maka pemrakarsa harus segera mengurus ijin pinjam pakai atau rekomendasi yang berlaku dari dinas kehutanan.
Tim teknis sepakat dengan Komisi yang memperhatikan sensitifitas proses pembebasan lahan ini. Itu sebabnya Tim Teknis telah menyampaikan di dalam bagian konsultasi masyarakat agar pemrakarsa dan konsultan juga melakukan koordinasi dengan dinas kehutanan. Masukan di atas agar menjadi perhatian pemrakarsa dan konsultan penyusun ANDAL.
Klarifikasi proses AMDAL yang ditempuh
▪ Terdapat anggota Komisi yang memandang bahwa penyusunan KA ANDAL ini kurang tepat dengan menggunakan model instruksi.
▪ Tim Teknis diharapkan melengkapi dengan diagram alir karena dipandang lebih sederhana. Demikian pula batas wilayah studi agar didelineasi dengan lebih pasti.
▪ Terdapat anggotan Komisi Penilai yang memasalahkan penggunaan Peraturan Menteri LH 08/2006 karena dipandang yang tepat adalah menggunakan Keputusan Bapedal 09/2000.
Penggunaan model instruksi sudah dibahas pada bagian sebelumnya dan tidak seharusnya dipermasalahkan. Penggunaan diagram alir hanyalah sebagai alat yang tidak harus ditayangkan karena yang terpenting adalah bahwa isu•isu penting sudah tercantm di dalam proses pelingkupan oleh Tim Teknis.
Saat ini Keputusan Kepala Bapedal 09/2000 sudah digantikan dengan pedoman yang lebih lengkap yaitu Peraturan Menteri 8/2006. Hal ini barangkali belum tersosialisasikan dengan baik. Penggunaan peraturan tersebut disarankan oleh Tim Teknis sebagai salah satu acuan untuk menghasilkan dokumen ANDAL dan RKL•RPL yang baik. Adapun untuk KA ANDAL secara proses dan format tidak mengacu kepada Peraturan Menteri 8/2006 namun mengacu kepada pedoman khusus di daerah pasca tsunami dan gempa bumi, Peraturan Menteri 308/2005. Kekhususan ini memberikan peluang bagi konsultan penyusun untuk membuka kreatifitas dalam menyusun dokumen ANDAL dan RKL•RPL tanpa mengabaikan kualitas dan syarat minimun penyusunan ANDAL RKL•RPL berdasarkan kaidah ilmiah yang berlaku selama penyusunan tersebut dapat memberikan keyakinan
kepada seluruh stakeholder AMDAL, terutama Komisi Penilai AMDAL.
Saran administrasi
▪ Perbaikan surat penugasan karena tidak sesuai dengan tim yang sebenarnya melakukan pelingkupan.
Telah ditanggapi oleh Kepala Bapedalda selaku Ketua Komisi dan akan diperbaiki oleh sekretariat.