• Tidak ada hasil yang ditemukan

Preoperasi dan Premedikasi Anestesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Preoperasi dan Premedikasi Anestesi"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

Preoperasi dan Premedikasi

Anestesi

(2)

Urutan Tindakan Anestesi

umum

• Evaluasi Pre-operasi dan Persiapan

• Puasa (mengosongkan lambung)

• Premedikasi (membuat pasien tenang, tidak

cemas)

• Mulai Anestesi (Induksi)

• Maintenance (Mempertahankaan kedalaman

anestesi)

(3)
(4)

4a_Anesthesia 4

Dokter perlu mengenal pasien, pasien perlu mengenal dokter, agar terbina proses transference dan saling percaya

(5)

Evaluasi Pre op (4Q-3M)

• Q-1 : Qualify (normal atau tidak)

• Q-2 : Qualify (organ apa yang tidak normal)

• Q-3 : Quantity (derajat abnormalitas)

(6)

Contoh kasus

Q-1 : Qualify (normal atau tidak) ---Pasien sesak

Q-2 : Qualify (organ apa yang tidak normal) ---Paru atau jantung

Q-3 : Quantity (derajat abnormalitas)---Decomp cordis 3/4 Q-4 : Sisa cadangan fungsi organ---pasien sesak bila kerja dan hilang saat berbaring

(7)

Evaluasi Pre op (4Q-3M)

• M-1 : Menghilangkan co-morbids

• M-2 : Mengendalikan co-morbids

(8)

Contoh kasus “pasien sesak

yang ternyata decompensatio

cordis”

• M-1 menghilangkan co-morbids

• Miokardiopati tidak bisa dihilangkan

• M-2 Kendalikan co morbids

• Digitalis dan vaasodilator decomp ¾ jadi

2/4

• M-3 Risiko masih terlalu tinggi untuk

pembedahan jenis ini misalnya rencana

reseksi usus (4 jam) diubah jadi colostomy

saja (2 jam)

(9)

Pasien batuk pilek (Upper Resp

Tract Infection)

• Obati sampai infeksi sembuh dulu untuk

mencegah descending infection (pharyngitis

bisa jadi bronkopneumonia)

• Post-op jika hanya batuk bisa merusak

jahitan di perut, dada dan kepala

(10)

Pasien Diabetes Mellitus

• Terapi agar gula darah 150-200

• Bila terapi sebelumnya OAD dan operasi

post opnya akan lama tidak boleh makan

maka harus diganti ke insulin

• Evaluasi organ lain yang kena

• PJK ?

• Hipertensi?

(11)

KRITERIA ASA

• ASA I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia • ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang

• ASA III : Pasien dengan penyakit berat sehingga aktivitas rutin terbatas

• ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat dan tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat

• ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam

(12)

Puasa

• Tujuan

– Mengosongkan lambung agar tidak ada sisa makanan yang bisa dimuntahkan

– Mengurangi produksi asam lambung – Mengurangi risiko aspirasi ke paru

(13)

Puasa

• Tatalaksana

– makanan padat / susu terakhir 6 jam pra-anestesia – khusus untuk operasi usus diperlukan puasa lebih

lama karena usus perlu sterilisasi dengan antibiotika

• Anak / bayi mudah dehidrasi, jadi jangan terlalu lama puasa

(14)

0 5 10 15 20 25 0 0.5 1 1.5 2 2.5 isi lambung ml / kg BB jam p u asa

pasien puasa meski sp 21 jam, 67% lambungnya masih berisi cairan dalam jumlah yang berbahaya (> 0.4 ml/kg)

(15)
(16)

0 5 10 15 20 25 0 0.5 1 1.5 2 2.5 isi lambung ml / kg BB jam p u asa

puasa 6 jam, 71% masih berisi cairan dlm jumlah berbahaya puasa 10 jam, 75% yang masih berbahaya

6 jam

(17)
(18)

Muntahan / cairan lambung di pharynx terhisap masuk ke paru 3/5/2015 18

(19)

Pada bedah darurat, puasa tidak

dilakukan jika menghambat operasi

• Karena itu risiko aspirasi jadi

lebih besar

• Untuk mengurangi risiko aspirasi,

kosongkan isi lambung dengan

(20)

Pengosongan lambung

• Pasang pipa lambung besar (Fr 18-20)

• Hisap berulang-ulang sampai benar-benar kosong • Kalau ada, beri antasida 30 menit pra-anestesia

(21)

Premedikasi

(PRE anesthetic MEDICATIon)

• Adalah tindakan untuk memberi rasa

nyaman, tenang, dan obat

– obatan

sebelum melakukan induksi anestesi.

(22)

TUJUAN PREMEDIKASI

1. Mencegah terjadinya masalah-masalah pada saat diberi anestesi dan membantu proses anestesi (mengurangi hipersalivasi, mengurangi sekresi bronkhial, mencegah refleks vagal, mengontrol hipertensi /hipotensi)

2. Mencegah aspirasi

3.Memberi kenyamanan pada penderita (mengurangi atau menghilangkan kecemasan, memberi sedatif amnesia, analgesia)

4. Mencegah mual-muntah 5. Mencegah Infeksi

(23)

Faktor- faktor yang diperhatikan dalam

pemberian obat premedikasi

Bergantung pada: •Umur pasien

•Berat badan •Status fisik

•Derajat kecemasan

•Riwayat hospitalisasi sebelumnya (terutama pada anak)

•Riwayat reaksi terhadap obat premedikasi sebelumnya (bila pasien pernah diberi anestesi sebelumnya)

(24)

Faktor- faktor yang diperhatikan dalam

pemberian obat premedikasi

Bergantung pada:

•Riwayat penggunaan obat-obat tertentu yang kemungkinan dapat berpengaruh pada jalannya anestesi (misalnya pada pemberian kortikosteroid, antibiotika tertentu)

•Perkiraan lamanya operasi

•Macam dan jenis operasi (misalnya terencana atau darurat, pasien rawat inap atau rawat jalan serta rencana obat anestesi yang akan digunakan.

(25)

Premedikasi

Ada 2 (dua) pendekatan premedikasi

yaitu

1) Pendekatan farmakologis (dengan

memberi obat-obatan)

2) Pendekatan non farmakologis (misal

dengan pendekatan moril oleh dokter ke

pasien, menjelaskan apa tindakan yang

akan kita lakukan ke pasien sehingga

pasien tenang)

(26)

Hasil akhir yang diharapkan dari

pemberian premedikasi

Terjadinya sedasi dari pasien tanpa

disertai depresi dari pernapasan dan

sirkulasi,

terhadap

reflek-reflek

perlindungan.

Kebutuhan premedikasi bagi

masing-masing pasien dapat berbeda. Rasa

takut dan nyeri harus diperhatikan betul

pada pra bedah.

(27)

Contoh obat premedikasi

Golongan Contoh

Barbiturat Pentobarbital Opioid Morfin, Petidin

Benzodiazepin Diazepam, Midazolam Antikolinergik Sulfas atropin

Antiemetik Droperidol Antasida Gelusil

H1 reseptor antagonis Phenergan

(28)

Menghilangkan kecemasan

• Nonfarmakolgis : Preop Visit

• Farmakologis (Golongan Benzodiazepine)

• Diberikan malam atau beberapa jam sebelum operasi

• Midazolam yang diberikan 0,05 – 0,15 mg/kgBB iv dapat memberikan efek amnesia sebesar 60-96%

• Amnesia dapat terjadi 2 - 5 menit setelah pemberian. Durasi sekitar 20 – 30 menit

(29)

Mencegah kejang

• Pasien yang memiliki riwayat kejang berulang harus melanjutkan terapi anticonvulsant selama periode perioperative.

• Pemberian premedikasi dengan menggunakan obat golongan benzodiazepines dapat mengurangi kemungkinan ‘central nervous system toxicity’( seizure) pada pemberian anestesi local

(30)

Benzodiazepine

• Golongan ini sangat spesifik untuk

menghilangkan rasa cemas. Diazepam

bekerja pada reseptor otak yang

spesifik, menghasilkan efek anti anxiety

yang selektif pada dosis yang tidak

menimbulkan sedasi yang berlebihan,

depresi napas, mual dan muntah.

(31)

Benzodiazepine

Kerugian penggunaan diazepam :

• Menyebabkan sedasi berkepanjangan. • Rasa sakit pada penyuntikan im.

• Absorbsi sistemik yang jelek setelah pemberian IM.

Benzodiazepine yang larut dalam air dan cepat diabsorbsi setelah pemberian intramuscular, yaitu midazolam. Keuntungan obat ini tidak menimbulkan rasa nyeri pada penyuntikan baik im atau iv. Penggunaan midazolam ini harus dengan pengawasan ketat, karena kemungkinan terjadi depresi respirasi.

(32)

Penggunaan dan dosis benzodiazepin

Obat Penggunaan Pemberian Dosis

Diazepam Premedikasi Oral 0,2-0,5mg/kg* Sedasi iv 0,04-0,02mg/kg Induksi iv 0,3-0,6mg/kg Midazolam Premedikasi im 0,07-0,15mg/kg Sedasi iv 0,01-0,1mg/kg Induksi iv 0,01-0,04mg/kg * Dosis maksimum 15 mg

(33)

Mengurangi rasa nyeri

• Pasien yang mengalami nyeri dapat

diatasi dengan memberikan opioid

untuk analgetiknya.

• Pada pasien yang tidak mengalami

nyeri,

pemberian

opioid

akan

mendepresi

pernafasan

sementara

sedasi tidak tercapai. Opioid bukanlah

pilihan terbaik jika sedasi saja yang

diharapkan..

(34)

Narkotik

• Morfin dan pethidin merupakan narkotik yang paling sering digunakan untuk premedikasi. Keuntungan penggunaan obat ini :

• Memudahkan induksi

• Mengurangi kebutuhan obat anestesi

• Menghasilkan analgesi pra dan pasca bedah • Memudahkan melakukan pemberian

pernapasan buatan

(35)

Narkotik

• Narkotik ini dapat menyebabkan vasodilatasi perifer shg menyebabkan hipotensi ortostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan

pada pasien dengan hipovolemia. • Dapat menyebabkan depresi pusat

pernapasan di medulla.

• Mual dan muntah akibat stimulasi narkotik pada pusat muntah di medulla.

(36)

Analgesia Dosis, penggunaan, dan cara pemberian

Obat Penggunaan Pemberian Dosis

Morfin Premedikasi im 0,05-0,2 mg/kg Anestesi iv 0,1-1,0 mg/kg Pascabedah im 0,05-0,2 mg/kg iv 0,03-0,15 mg/kg Petidin Premedikasi im 0,5-1 mg/kg Anestesi iv 2,5-5 mg/kg Pascabedah im 0,5-1 mg/kg iv 0,2-0,5 mg/kg Fentanyl Anestesi iv 2-150 g/kg Pascabedah iv 0,2-1,5 g/kg

(37)

• Sudah jarang digunakan

• Sulfas Atropin : 0,25 – 0,5 mg im

• Sulfas

Atropin

lebih

mudah

menyebabkan takikardi Hal ini perlu

diperhatikan dalam pemberian terhadap

pasien yang menderita penyakit jantung

Mengurangi salivasi dan sekresi

bronchial

(38)

Mengurangi salivasi dan sekresi

bronchial

• Induksi anestesi menggunakan anestesi inhalasi, ether, atau cyclopropane dapat memicu pelepasan saliva dan ‘airway secretion’

• Sekresi ini juga dapat terjadi karena pemberian topical local anestesi solution untuk anestesi mukosa airway sebelum prosedur laryngoscopy atau intubasi trakea.

(39)

Mencegah vagal reflex

• Intubasi trakea atau manipulasi lain terhadap jalan napas dapat mengakibatkan reflek bradikardi yang dalam dan tiba-tiba, meskipun reflek ini lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan pada dewasa.

• Pemberian premedikasi dengan

anticholinergic seperti atropine dapat mencegah reflek ini, meskipun mungkin disertai efek samping takikardi.

(40)

Refleks Vagal

• Terjadi karena manipulasi jalan napas

• Bradikardi hebat

• Dicegah dengan antikolinergik (Sulfas

Atropin, menghilangkan rangsangan)

(41)

Antikholinergik

• Atropine mempunyai efek kompetitif

inhibitor terhadap efek muskarinik dari

asetylcholin.

Atropine

ini

dapat

menembus barier lemak misalnya blood

brain barrier, plasenta barrier dan

tractus gastrointestinal.

(42)

Antikholinergik

• Reaksi tersering dari pemakaian obat ini ialah menghasilkan efek anti sialogoque, mengurangi sekresi ion asam lambung, menghambat reflek bradikardia dan efek sedative dan amnestik (terutama scopolamine).

• Efek lain yang merugikan adalah nadi yang meningkat, midriasis, cyclopegia, kenaikan suhu, mengeringnya secret jalan napas dan pada CNS toxicity terjadi gelisah dan agitasi.

(43)

Karakteristik antikolinergik

Atropin Skopolamin Glikopirolat

Takikardia +++ + ++ Bronkodilatasi ++ + ++

Sedasi + +++ 0 Antisialogog ++ +++ +++

0 = tidak ada efek

+ = efek minimum

++ = efek sedang +++ = efek jelas

(44)

Mencegah aspirasi cairan lambung

• Seorang

anestesi

harus

mampu

mengidentifikasi pasien mana yang

mempunyai resiko tinggi terjadinya

aspirasi

pneumonia

akibat

cairan

lambung dan melakukan precaution

untuk mengurangi resiko aspirasi cairan

lambung.

(45)

Mencegah aspirasi cairan lambung

Cara untuk mencegah aspirasi: 1) Puasa

Puasa merupakan cara yang paling murah dan sederhana untuk mengurangi resiko aspirasi . Idealnya puasa dilakukan minimal 8 jam sebelum operasi.

2). Gastric Antisecretory agent:

3) Antasida, pemberian premedikas antasida secara oral sebagai buffer terhadap cairan asam lambung . Antasida seringkali digunakan pada operasi emergensi.

(46)

Mencegah mual muntah pasca

operasi

• Mual muntah dapat membahayakan pasca operasi mata, hidung, wajah, dan syaraf. Karena dapat meningkatkan kejadian pendarahan vena atau peningkatan tekanan intraocular dan tekanan intracranial. Terjadi baik sebelum atau sesudah operasi (10 – 55%)

• Mual muntah juga salah satu predisposisi terjadinya aspirasi cairan asam lambung terutama pada saat induksi anestesi dan kondisi emergensi. Antiemetic dapat mengurangi insiden komplikasi ini.

(47)

Mencegah mual muntah pasca

operasi

Beberapa obat yang digunakan:

1) Ondansetron. Untuk pencegahan muntah perioperativ, dapat diberikan 4 mg intravena,

2) Metocloperamide. Cara kerjanya dnegan meningkatkan ‘resting tone’ dan ‘phasic contractile activity’ pada otot gastroinstentinal, meningkatkan tekanan sphincter esophagus bawah, dan mempercepat pengosongan lambung. Dosis intravena 20 mg diberikan dalam 10-20 menit.

3) Droperidol.Obat ini berguna terutama pada pasien yang mempunyai riwayat PONV sebelumya. Dosis yang digunakan 0,125-0,250 diberikan secara IV.

(48)

Antasida

• Pemberian antasida 15 – 30 menit prainduksi hamper 100% efektif untuk menaikkan pH asam lambung diatas 2,5.

• Seperti diketahui, aspirasi cairan asam lambung dengan pH yang rendah dapat menimbulkan apa yang dinamakan acid aspiration syndrome atau disebut juga Mendelson syndrome.

• Yang dianjurkan ialah preparat yang mengandung Mg – trisiklat.

(49)

Histamine H2-reseptor antagonis

• Obat ini akan melawan kemampuan histamine dalam meningkatkan sekresi cairan lambung yang mengandung ion H tinggi. dan dapat menaikkan pH cairan lambung diatas 5, sebanyak lebih dari 80% pasien.

• Dosis cimetidine oral 300 mg, 1 – 1,5 jam

• Dapat pula diberikan secara intravena dengan dosis yang sama 2 jam sebelum induksi dimulai.

(50)

Mencegah infeksi

• Antibiotik mengurangi kejadian infeksi

luka terutama pada operasi insisi

bedah. Untuk jenis antibiotic yang

digunakan

perlu

untuk

konsultasi

kepada ahli bedah yang bersangkutan

terutama tentang dosis dan waktu

pemberian

(51)

Mencegah hipertensi

• Pasien yang memiliki respon hipertensi terhadap tindakan larygoscopi, intubasi , nyeri dapat semakin menambah tekanan darahnya.

• Hal yang penting dilakukan untuk mencegah hal ini dengan melanjutkan terapi antihipertensi sebelumnya sampai pada induksi anestesi dan mempertahankan anestesi yang dalam selama operasi.

(52)

Melanjutkan terapi yang diberikan

sebelum operasi dari dokter sebelumya

• Semua pengobatan yang diberikan rutin

kepada pasien tetap dilanjutkan

sebelum

anestesi

dan

operasi.

(tergantung kondisi pasien)

(53)

Referensi

Dokumen terkait

Durasi operasi yang mengalami mual muntah pasca anestesi umum pada. bedah elektif yang paling banyak yaitu 4 jam sebanyak 14

Metoklopramid dan ondansetron adalah obat premedikasi anestesi yang dapat mengurangi mual muntah, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Dikarenan HCl lambung tinggi maka membuat pasien mual ataupun muntah dan saat terjadi aspirasi dan saraf pada epiglotis tidak bisa bekerja dengan baik karena terjadi kelumpuhan

Prophylaksis ini harus kita berikan terutama kepada pasien dengan resiko tinggi terjadinya PONV untuk mengurangi efek yang tidak diinginkan akibat mual muntah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu induksi, lama kerja dan pemulihan anestesi xilazin dan ketamin yang diberikan secara subkutan dengan dosis

Besar sampel dihitung untuk mendapatkan perbedaan mual-muntah antara ondansetron dibandingkan dengan deksametason menggunakan uji hipotesis terhadap rerata dua

Dengan kemajuan teknik anestesi sekarang, tujuan utama pemberian premedikasi tidak hanya untuk mempermudah induksi dan mengurangi jumlah obat-obat yang digunakan, akan

ANESTESI UMUM Induksi : Sempurna Eksitasi Muntah Batuk Spasme Tehnik : Semi-open non rebreathing Semi-closed Closed IM TIVA VIMA Intubasi : Awake Non Apneu Apneu Tidak di