• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

U P A Y A

P E N A N G G U L A N G A N

K E M I S K I N A N

B A B

II

(2)
(3)

enilaian itu dilakukan secara rutin oleh lembaga Perserikatan Bangsa-bangsa UNDP. Urutan Indonesia pada tahun 2004, yang menyatakan keadaan kita pada tahun 2002-2003, relatif lebih maju satu nomor dibandingkan keadaan kita pada laporan tahun 2003. Namun kemajuan ini harus ditanggapi secara hati-hati karena secara kebetulan, nampaknya, data untuk Vietnam, yang tahun ini posisinya mundur satu nomor dibawah Indonesia, terasa tidak lengkap.

Karena itu UNDP terpaksa mempergunakan data Vietnam dari tahun-tahun sebelumnya. Kalau beberapa data Vietnam untuk tahun-tahun laporan 2004 mengalami kemajuan, maka dengan sendirinya posisi Indonesia akan mundur

M E R D E K A D A N M A M P U

M E M B A N G U N B A N G S A

Setiap Tahun bangsa Indonesia akan merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan. Sangat menyedihkan bahwa perayaan kemerdekaan yang semestinya disambut dengan rasa

bangga atas kemampuan bangsa ini membangun dirinya terganggu oleh laporan UNDP tahun 2004 yang menyatakan bahwa posisi kualitas manusia Indonesia, yang diukur dengan

ukuran nilai Human Development Index (HDI), masih berada pada urutan nomor 111 dari 177 negara di dunia.

(4)

kembali, berada dibawah posisi Vietnam, seperti tahun-tahun sebelumnya.

Melihat posisi itu, kiranya kemerdekaan yang kita peringati minggu depan harus kita jadikan momentum untuk membangkitkan semangat dan menelorkan program-program yang mampu mendongkrak mutu, kemampuan dan kegesitan anak bangsa ini untuk membangun dengan dinamika yang lebih tinggi.

Kita tidak perlu malu untuk menengok kembali prioritas pembangunan yang kita sodorkan agar segala sesuatu yang ada didalamnya dapat dinilai kembali dan ditata untuk bekal maju mengantar pengembangan dan kemajuan bangsa sekaligus mengiring peningkatan kualitas dan kesejahteraan rakyat banyak.

Sejalan dengan gagasan itu, minggu lalu, Rektor Universitas Airlangga, Prof. Dr. Puruhito, didampingi oleh beberapa pengajar dan wakil walikota dari Surabaya, telah menghadiri pertemuan internasional di Kobe, Jepang. Pertemuan yang dihadiri oleh Walikota dan ahli-ahli dari 10 negara Asia itu secara khusus mendapat dukungan PBB, dalam hal ini UNFPA, lembaga-lembaga internasional terkait lainnya, serta pemerintah dan masyarakat kota Kobe.

Masyarakat dan pimpinan daerah kota Kobe sangat sadar bahwa kemajuan yang dialaminya selama sepuluh tahun terakhir ini, terutama setelah mendapat goncangan gempa yang sangat dahsyat, pantas disyukuri dan harus dibagi bersama masyarakat dunia lainnya.

Kobe yang limapuluh tahun lalu, tahun 1950, 40 persen lebih penduduknya dianggap penduduk minoritas karena miskin dan menderita,

(5)

lebih separo berusia 20 tahun lebih dan sisanya berusia muda kurang dari 20 tahun, dengan penanganan yang sangat baik telah menyusut jumlahnya menjadi kurang dari 20 persen, biarpun jumlahnya menjadi sekitar duakali lipat dari jumlah yang ada limapuluh tahun sebelumnya.

Kemajuan itu juga diiringi dengan restrukturisasi keluarga lengkap dengan ukuran keluarga yang bertambah kecil. Di tahun 1970 keluarga batih merupakan 71 persen dari seluruh rumah tangga yang ada di Kobe, di tahun 2000 jumlah itu menyusut menjadi hanya 62 persen saja.

Sebaliknya keluarga dengan pasangan naik dari sekitar 13 persen menjadi 20 persen. Keluarga lajang naik dari 12 persen menjadi lebih dari 31 persen. Dengan demikian kalau di tahun 1950 ukuran rata-rata keluarga di Kobe masih mempunyai 4 orang anggota untuk setiap keluarga, sekarang setiap keluarga rata-rata hanya mempunyai anggota tidak lebih dari 2,5 jiwa saja.

(6)

Kobe yang sepuluh tahun lalu mendapat goncangan gempa bumi yang sangat dahsyat, yang meluluh lantakkan sebagian wilayah dan rakyatnya, telah bangkit kembali menjadi suatu kota metropolitan yang menempatkan rakyat dan masyarakatnya sebagai titik sentral pembangunan. Mereka mengiringi anggota masyarakatnya yang menderita dengan prioritas pembangunan yang sangat membesarkan hati.

Setiap anggota keluarga yang dianggap kurang beruntung dikembangkan secara komprehensif menjadi warga yang mampu memberikan kontribusi kepada kota dan masyarakatnya. Tidak ada satupun warga yang terlewat, sehingga seluruh kekuatan penduduk yang relatif tidak banyak itu, mempunyai sumbangan untuk kemajuan ekonomi dan sosial masyarakatnya.

Penanganan bidang kesehatan dilakukan dengan baik untuk penduduk mulai usia yang sangat dini sampai penduduk itu mencapai usia sangat rentan. Upaya pendidikan dilakukan dengan sangat baik. Hampir 98 persen penduduk laki-laki maupun perempuan menamatkan pendidikan sekolah lanjutan atas. Sisanya yang tidak lebih dari 2 persen mengikuti pendidikan kejuruan, latihan dalam usaha publik, dan atau bekerja.

Tidak kurang dari 46 persen anak laki-laki lulusan sekolah menengah atas melanjutkan ke pendidikan pada berbagai universitas. Sekitar 29 persen ke sekolah-sekolah kejuruan untuk menyiapkan diri bekerja di pabrik-pabrik dan sekitar 15 persen langsung bekerja. Lebih mengejutkan lagi, sekitar 56 persen anak perempuan lulusan sekolah menengah atas melanjutkan ke pendidikan tinggi, sekitar 25 persen memasuki pendidikan kejuruan, dan sisanya kurang dari 10 persen langsung bekerja.

(7)

Untuk menghormati penduduk usia lanjut, mereka diperlakukan dengan baik. Di hampir semua tempat-tempat pelayanan umum, pekerjaan-pekerjaan sederhana dilakukan oleh warga usia lanjut itu dengan santai karena setiap warga sampai usia berapapun mempunyai komitmen untuk tetap memberikan sumbangan terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarkatnya. Tenaga-tenaga muda disekolahkan sampai setinggi-tingginya, kalau perlu dengan bantuan beasiswa dan fisilitas yang sangat lengkap sehingga kemampuan mereka sebagai manusia baru menjadi sangat unggul.

Dengan kemampuan yang sangat unggul itu, sumbangan yang dapat diberikannya bukan saja dari tangan dan kakinya yang sangat terbatas. Tetapi berasal dari inovasi dan pikiran langkah-langkah industrialisasi dan pertanian modern yang cemerlang dan sanggup memberikan sumbangan nilai tambah yang sangat tinggi, jauh melampaui kekuatan tangan dan kaki yang sangat terbatas.

Fasilitas kesehatan yang prima dan diberikan kepada semua penduduk, semua umur, dibarengi dengan penyediaan fasilitas pendidikan yang sangat memadai dengan dilengkapi sarana yang tidak saja mengusik minat untuk bereksperimen, tetapi mampu menghasilkan aplikasi dari penemuan-penemuan ilmiah yang tidak ada tandingannya. Fasilitas pendidikan tersebut tidak segan-segan dilengkapi pula dengan guru dan dosen yang tidak saja berasal dari Kobe dan kota Jepang lainnya, tetapi tidak segan-segan mereka mempergunakan juga tenaga dosen yang berasal dari kaum intelektual dari berbagai bangsa.

Dengan cara demikian, setiap anak bangsanya diperkenalkan dengan ciri dan masyarakat global untuk sekaligus menggali suasana dan minat

(8)

masyarakat dunia yang kiranya bakal bisa menjadi pasar dari produk manufakturing yang mereka hasilkan. Prinsip pendidikan dan pembelajaran yang mereka terapkan tidak saja melatih siswa dan mahasiwanya mengenal diri sendiri, tetapi juga, lebih-lebih, mengenal calon mitra kerja, membangun persahabatan sekaligus mendalami karakteristik pasar bagi produk yang akan mereka hasilkan dimasa depan.

Fasilitas pendidikan yang mereka miliki tidak saja menjadi ajang pendidikan dan pembelajaran bagi siswa dan mahasiswanya, tetapi diberikan juga kesempatan kepada para pelajar, mahasiswa dan tenaga-tenaga senior dari berbagai kota dan negara yang mempunyai pengaruh sangat menentukan sebagai contoh atau sebagai model persahabatan dengan berbagai kepentingan yang saling isi mengisi.

Tidak sedikit mereka lakukan itu semua dengan julukan kota kembar, atau sister city yang kemudian menjadi ajang persahabatan dan saling keterkaitan yang menguntungkan semua pihak. Tukar menukar guru besar, dosen dan mahasiswa menjadi bagian dari pengembangan jejaring yang memberikan kesempatan anak-anak muda mengembangkan kemampuan untuk bersama-sama menghirup secara cemerlang masa depan yang penuh tantangan.

Dalam konteks seperti itu, Universitas Airlangga di Surabaya, mendapat kehormatan untuk menjadi sahabat Universitas Kobe melalui kerjasama beberapa fakultasnya. Kerjasama yang ditanda tangani oleh Rektor Universitas Airlangga, Prof. Dr. Puruhito dan rekannya itu, akan memacu kedua perguruan tinggi yang ternama untuk mempergunakan kesempatan mengembangkan ilmu dan tehnologi, saling tukar menukar tenaga pengajar dan mengembangkan penelitian dan pengembangan ilmu

(9)

pengetahuan dan tehnologi dalam suatu jejaring international yang menguntungkan kedua belah pihak.

Dalam kesempatan yang sama, kedua daerah, Surabaya dan Kobe, telah pula ikut mengembangkan program dan kegiatan praktis untuk kemanusiaan. Kobe, melalui jejaring Asian Urban Information Center of Kobe (AUICK), yang didirikan lima belas tahun lalu, selama beberapa tahun terakhir ini telah menjalin kerjasama dengan Kota Surabaya.

Tidak sedikit tenaga inti kota Surabaya telah mendapat kesempatan pelatihan berbagai upaya pembangunan yang berhasil di Kobe. Anak-anak muda yang dilatih itu kemudian ditempatkan pada posisi penting untuk menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi masyarakat yang makin maju di Surabaya.

Kesempatan itu sekaligus merupakan kesempatan emas, karena tahun ini, AUICK yang mendapat bantuan dari PBB telah menggelar pengembangan program dengan jejaring sepuluh kota di Asia lainnya. Dalam jejaring ini Walikota dan seluruh aparatnya, sebagai anggota Associate Cities,

dapat saling menggelar kerjasama. Ada sepuluh Associate Cities dalam jejaring ini, yaitu Chittagong di Pakistan, Weihai di Republik Rakyat Cina (RRC), Chennai di Bangladesh, Surabaya di Indonesia, Kuantan di Malaysia, Faisalabad di Pakistan, Olongapo di Filipina, Khon Kaen di Thailand, dan Danang di Vietnam.

Dalam rangka Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke 59 lalu, Lembaga Indonesia untuk Pengembangan Manusia (LIPM)

bersama Universitas Airlangga di Surabaya dan Yayasan Damandiri di Jakarta, pada tanggal 21 Agustus yang akan datang, di Surabaya, akan

(10)

menggelar pertemuan Seminar untuk mengajak sepuluh kabupaten dan kota di wilayah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali, untuk mengembangkan model yang kiranya dapat menjadi contoh pengembangan manusia bermutu di tanah air.

Pengalaman kota Kobe, sepuluh kota di Asia, dan pengetahuan yang mendalam tentang upaya pembangunan manusia dan masyarakat, termasuk target-targetMillenium Development Goals (MDGs) dan Keputusan Sidang Kependudukan Dunia tahun 1994 di Kairo, dan Komitmen Sidang Wanita Dunia tahun 1995 di Beijing,target-targetMillenium Development Goals (MDGs), lebih khusus lagi arahan pengembangan manusia berdasarkan nilai-nilaiHuman Development Index (HDI) dan Hak-hak Azasi Manusia (Human Rights), yang selama ini telah disepakati oleh banyak negara di dunia, termasuk oleh Pemerintah dan rakyat Indonesia, akan dijadikan acuan bersama.

Pertemuan itu akan mendengarkan paparan dari Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Ka. Bappenas, seorang tenaga ahli dari ICOMP, Rektor Unair, Bupati dan Walikota, serta sumbangan pikiran para cendekiawan dan petugas lapangan yang telah banyak mengikuti upaya pembangunan kualitas manusia dan masyarakatnya.

Pertemuan itu diharapkan juga akan menumbuhkan semangat kerjasama yang erat untuk menjadikan momentum Peringatan Kemerdekaan yang ke 59 sebagai tonggak sejarah diciptakannya strategi pembangunan yang menguntungkan manusia selaku subyek pembangunan yang berbobot dan mampu menggerakkan upaya yang mandiri dan berkelanjutan.

Diharapkan pula pertemuan itu bisa menghasilkan pemikiran, strategi dan bahan-bahan yang berharga untuk calon Presiden dan Wakil Presiden,

(11)

apabila kelak menjadi Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dalam mengembangkan dan memberdayakan sumber daya manusia yang melimpah menjadi kekuatan pembangunan yang bermutu, profesional, mandiri, demokratis dan berbudaya. Dengan demikian, manusia atau penduduk Indonesia yang jumlahnya lebih dari 210 juta itu akan betul-betul merdeka dan mampu membangun bangsanya menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, lahir dan batin.

(12)

ejalan dengan itu, sejak beberapa waktu yang lalu kita selalu mengajak pembaca untuk mengembangkan program dan kegiatan pemberdayaan, khususnya pemberdayaan perempuan, remaja dan anak-anak. Bagi bangsa kita, pemberdayaan perempuan akan menentukan masa depan kualitas keluarga. Dengan keluarga yang berkualitas, seluruh

MENGISI KEMERDEKAAN

Tepatnya tanggal 17 Agustus 2004 lalu,

bangsa Indonesia memperingati Hari Kemerdekaannya yang ke 59. Peringatan Hari Kemerdekaan tahun ini sangat istimewa karena satu bulan sesudah itu, setiap warganegara yang mempunyai hak pilih, yaitu sudah dewasa dan memenuhi

syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Undang-undang, untuk pertama kalinya akan memilih Presiden dan Wakil

Presiden secara langsung. Kesempatan pilihan itu akan menentukan masa depan bangsa dan negara dalam rangka

globalisasi yang penuh tantangan. Karena itu setiap warganegara yang mempunyai kesempatan harus mempergunakan kesempatan itu dengan bijaksana

demi anak cucu yang sangat kita cintai.

(13)

proses pemberdayaan sumber daya manusia akan dapat diteruskan dan dilakukan secara mandiri oleh keluarganya. Keluarga akan menjadi wahana pemberdayaan bangsa, karena keluarga akan berfungsi dan bertanggung jawab memberdayakannya seluruh dan setiap anggota keluarganya.

Dengan pemberdayaan keluarga sebagai acuan yang utama, kiranya perlu dipertimbangkan dengan masak-masak keberadaan kementerian kependudukan, yang untuk masa sepuluh sampai lima belas tahun yang akan datang lembaga itu bisa berfungsi sebagai fasiltator dan penggerak upaya menyatukan program dan kegiatan pemberdayaan perempuan, anak-anak dan remaja. Fungsi fasilitasi itu haruslah berlandaskan pada kepentingan penduduk dan masyarakatnya, dengan demikian fungsi itu tidak bersifat menggurui, tetapi lebih menjadikan setiap kekuatan pembangunan ingin dan mampu menyatukan diri dalam partisipasi yang utuh dan saling menguntungkan.

(14)

Pemberdayaan antar komponen bangsa yang difasilitasi itu tidak lain adalah untuk menjadikan institusi keluarga sebagai lembaga yang kuat dan kokoh. Keluarga merupakan institusi yang mandiri sehingga dalam suasana otonomi daerah yang marak, dan demokratisasi yang meluas ke semua sektor kehidupan, keluarga juga merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat yang berhak dan mampu berkembang menjadi institusi yang mandiri dan dinamik.

Dinamika yang ada dalam setiap keluarga diharapkan memungkinkan keluarga menggerakkan kekuatan yang terkandung di dalamnya untuk menjadi penggerak yang mampu mengisi kemerdekaan bangsa. Substansi yang dikembangkan adalah dalam rangka menjadikan penduduk, dan setiap generasi muda yang ada di dalamnya, menjadi kekuatan maha dahsyat yang bermutu dan sanggup mengisi kemerdekaan.

Dalam rangka cita-cita yang maha besar itu, di Surabaya, pada tanggal 21 Agustus 2004, dirancang suatu pertemuan para ahli dari berbagai Universitas, para Bupati dan Walikota, dan tenaga-tenaga lapangan lain. Pertemuan itu akan mengajak pemerintah daerah, dalam suasana otonomi yang marak dan penuh harapan, untuk bersama dengan lembaga-lembaga pengembangan di berbagai universitas, mengembangkan model pengembangan sumber daya manusia yang bermutu. Sekaligus, dalam pertemuan tersebut akan didengarkan harapan pemerintah pusat, melalui Menteri Dalam Negeri, akan masa depan dan peranan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan sumber daya manusia yang bermutu.

Lebih dari itu, akan digali kesempatan dan kemantapan berbagai universitas dan atau lembaga pendidikan tinggi lainnya, untuk maju kedepan,

(15)

membawa para ahli dan lembaga-lembaga yang ada di dalamnya, menggerakkan dan atau bergerak bersama masyarakat, menggali potensi yang dimiliki, dan mengarahkan pembangunan pada pengembangan mutu manusia yang profesional, mandiri dan berbudaya.

Pengisian kemerdekaan, dengan fokus pada upaya pemberdayaan sumber daya manusia, pasti bukan merupakan proyek mercusuar karena hasilnya akan lamban, sesuai dengan hakekat manusia, tidak dapat dikarbit, akan tetapi secara pasti menghasilkan sumber daya manusia yang sanggup menentukan masa depannya. Proses inilah yang barangkali dapat menjadi acuan dalam memberikan sumbangan pikiran, waktu dan kesempatan membangun sumberdaya yang mumpuni.

Pertemuan di Surabaya, yang dikoordinasikan oleh Lembaga Indonesia untuk Pengembangan Manusia (LIPM), atau Indonesian Institute for Human Development (IIHD) akan menjadi wahana utama untuk bersama-sama membahas pengalaman membangun manusia berkualitas di lapangan. Hasil pembahasan itu diharapkan dapat menjadi contoh praktis yang dapat diolah menjadi model yang dengan mudah dapat diulang atau dijadikan contoh bagi daerah-daerah lain yang mempunyai persoalan serupa atau hampir serupa.

Dengan mengambil contoh-contoh praktis itu diharapkan upaya mengisi kemerdekaan dapat dengan segera dimulai dengan hal-hal sederhana tetapi konkrit. Atas dasar pengisian dengan program dan kegiatan konkrit tersebut, diharapkan rakyat banyak memperoleh kepercayaan kembali bahwa kemerdekaan, yang kita perjuangkan dengan darah dan airmata, benar-benar mempunyai nilai tinggi untuk dipertahankan dalam negara kesatuan RI yang sangat kita cintai.

(16)

Di lingkungan Universtias Airlangga di Surabaya, yang menjadi tuan rumah pertemuan itu, akan menghadirkan seorang ahli dari International Committee for Manajement for Population Programmes (ICOMP), Prof. Dr. Satia, yang akan membantu memperkenalkan dan membahas program yang kaitannya sangat erat dengan upaya meningkatkan mutu manusia.

Pembahasan itu akan segera diikuti dengan penelitian yang seksama tentang data basis yang ada di setiap daerah. Upaya ini akan memungkinkan setiap daerah yang ikut serta dalam pembahasan tersebut untuk mengembangkan program dan kegiatan yang secara komprehensif menjadi dasar dari upaya mandiri yang menolong pengembangan sumber daya yang profesional. Dengan demikian diharapkan bahwa upaya yang kelihatannya sederhana, akan menjadi tonggak pertama dalam mengisi kemerdekaan yang benar-benar diarahkan untuk kepentingan manusia dan masa depan kesejahteraannya.

(17)

asyarakat dengan keluarga tradisional mengalami goncangan harapan baru berupa kehidupan urban yang lebih menjanjikan. Masyarakat petani tradisional dengan kehidupan rutin yang tergantung pada musim, dengan penghasilan yang sangat rendah, tiba-tiba mendapat inspirasi karena munculnya kehidupan urban yang modern gara-gara industrialisasi yang menjanjikan proses produksi di segala musim. Proses produksi terus menerus tersebut memberi harapan baru adanya penghasilan yang lebih besar.

GERAKAN REFORMASI DAMAI

Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, membuka Konperensi Nasional tentang Penanggulangan Kemiskinan. Apabila Konperensi ini berhasil, diharapkan bisa

menjadi gerakan reformasi tahap kedua, yaitu usaha nyata memperbaiki kondisi sosial ekonomi dan budaya bangsa.

Konperensi ini bisa menjadi momentum untuk memicu Gerakan Reformasi Damai yang sangat ditunggu oleh

masyarakat luas. Sejak abad ke 19, masyarakat, keluarga dan penduduk dunia telah mengalami

revolusi kehidupan yang sangat dahsyat.

(18)

Gambaran indah serupa ini sekarang sedang terjadi pada masyarakat Indonesia. Kemajuan dan berkembangnya masyarakat urban, atau minimum kehidupan seperti masyarakat urban, memberi harapan peningkatan peranan kaum ibu, perempuan dan anak-anak dalam setiap keluarga. Padahal kehidupan keluarga masa lalu masih dibayangi keadaan kesehatan dan pendidikan yang rendah.

Angka kematian ibu dan anak sangat tinggi, jumlah buta huruf tinggi dan partisipasi pendidikan rendah. Harapan baru menyebabkan kebutuhan pelayanan kesehatan ibu dan anak bertambah tinggi. Begitu juga kebutuhan pendidikan dan pembelajaran, sebagai pembekalan untuk menghadapi kemungkinan yang makin terbuka, juga bertambah tinggi.

Karena kesempatan biasanya terbuka pada tingkat perkotaan, atau daerah-daerah urban dengan kepadatan industri dan perdagangan, demand

terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan itu umumnya muncul di daerah urban yang kesadarannya tinggi.

Berkembangnya hal serupa di daerah-daerah pedesaan, atau di daerah yang jauh dari perubahan sosial, relatif pelahan. Masyarakat umumnya tidak yakin apakah investasi dalam bidang kesehatan dan pendidikan yang mahal bisa segera kembali. Umumnya timbul pertanyaan, apakah dana yang dibayarkan untuk memelihara kesehatan dan mengirim anak-anak ke sekolah, bisa menguntungkan dan memberi hasil lebih baik dibandingkan apabila dana itu diinvestasikan menggarap sawah dan ladang peninggalan nenek moyangnya.

Masyarakat yang kebingungan tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Akibatnya masyarakat terpanggang dalam kemiskinan yang

(19)

kompleks. Biarpun sekolah didirikan di kota dan pedesaan. Pusat-pusat pelayanan kesehatan juga muncul di banyak tempat. Tetapi pendekatan yang ditempuh umumnya diukur melalui indikator penuhnya fasilitas kesehatan dengan pasien, atau sekolah yang berjubel siswanya. Jarang yang memberi perhatian pada ukuran dari sudut penduduk, keluarga, atau cakupan anak usia sekolah.

Akibatnya selama berpuluh tahun cakupan pelayanan kesehatan dan pendidikan relatif rendah. Ukuran penuh dan padatnya tempat pelayanan, bukanmagnituteatau cakupan besarnya partisipasi sasaran, menyebabkan banyak sasaran yang kesadarannya masih pas-pasan dirugikan oleh sistem pelayanan semacam itu. Masyarakat yang ragu-ragu dan tidak terlalu sadar tentang apa yang sedang terjadi, tertinggal dan makin miskin dalam arti yang luas.

(20)

Negara-negara maju mempunyai waktu ratusan tahun, karena tidak dikejar oleh globalisasi dengan segala kompetisinya. Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, tidak mempunyai banyak waktu. Kalau Konperensi Nasional tentang Penanggulangan Kemiskinan bisa dijadikan momentum penting, maka Konperensi itu bisa melahirkan Gerakan Reformasi Damai untuk membangun mutu sumber daya manusia dengan menggarap secara sungguh-sungguh delapan tujuan Pembangunan Milenium atauMillennium Development Goals (MDGs) dengan target-targetnya secara terpadu.

Biarpun kita tidak mempunyai banyak waktu, tetapi bisa mempunyai tekad, amunisi dan belajar dari pengalaman. Negara berkembang bisa menyelesaikan revolusi lebih cepat. Kita bisa mengembangkan innovasi baru, mengerahkan dukungan sosial, politik dan budaya yang kondusif untuk menjemput sasaran. Kalau bersatu, kita bisa mencapai sasaran utama MDGs,

menurunkan tingkat kemiskinan, mengentaskan separo jumlah penduduk miskin dengan pendapatan kurang dari US$ 1 sehari pada tahun 2015.

Untuk melestarikannya kita juga bisa meningkatkan hidup lebih sehat dan lestari sesuai Target Milenium dengan minimal menurunkan tingkat kematian ibu mengandung dan melahirkan sebanyak duapertiga dalam waktu yang sama. Untuk mendapatkan partisipasi yang merangsang, keterpaduan program harus makin diarahkan pada sasaran yang memihak pada keluarga di pedesaan, keluarga paling rawan, keluarga yang termasuk pada kantong-kantong yang tidak berdaya, tidak mengetahui apa yang mesti dikerjakannya, tidak memahami bahaya yang dihadapinya, melalui upaya memperkuat dukungan pemberdayaan berupa pelatihan dan kesempatan berusaha untuk hidup yang lebih mandiri, baik dalam bidang pertanian, industri yang berorientasi pertanian, atau upaya lain yang bisa dikerjakan dengan dukungan

(21)

kampanye besar mendukung, membeli dan menggunakan produk yang dihasilkan anak bangsa dari dalam negeri.

Pendekatan proaktif dalam pemberdayaan, yang sekaligus dikaitkan dengan pemberdayaan dalam bidang kesehatan dan pendidikan, merupakan upaya yang paling ampuh untuk meningkatkan nilai Human Development Index (HDI), yang sementara ini menempatkan Indonesia pada posisi yang sangat rendah.

Pendekatan terpadu itu, penanggulangan kemiskinan dan peningkatan nilai HDI, seiring dengan pemberian kesempatan yang luas untuk berpartisipasi bagi keluarga tertinggal, mempunyai kesejajaran dengan peningkatan Hak-hak Azasi Manusia atau Human Rights.

Hampir pasti pendekatan Reformasi Damai ini akan mendapat sambutan gegap gempita dari rakyat banyak. Pendekatan terpadu tersebut akan memberi kesempatan yang luas kepada rakyat banyak untuk melakukan pilihan bijaksana untuk masa depan yang terbaik secara demokratis. Dan sekaligus akan menempatkan setiap manusia secara terhormat dan berkemanusiaan.

Dengan demikian Gerakan Reformasi itu akan menemukan momentum baru, bukan saja menanggulangi kemiskinan, tetapi lebih pada upaya pemberdayaan manusia secara komprehensif, yang intinya mengantar setiap individu untuk mampu melakukan pilihan yang demokratis dan berbudaya.

(22)

anyak yang beranggapan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan, yang dalam satu minggu ini ramai kita bicarakan, dalam Peringatan Konperensi Asia Afrika, atau dalam Konperensi Nasional tentang Penanggulangan Kemiskinan, bisa dilakukan secara cepat dan bisa juga dengan mengambil jangka yang lebih panjang.

Upaya jangka pendek bisa dilakukan dengan berbagai subsidi, penggusuran dan bisa juga dengan menambah suatu daerah yang semula dianggap mempunyai jumlah penduduk miskin yang besar dengan sejumlah besar penduduk yang tidak miskin. Atau sama sekali merubah dan mengganti suatu daerah yang semula menjadi tempat tinggal penduduk menjadi tempat

PERANAN PENDIDIKAN DALAM

P E N A N G G U L A N G A N K E M I S K I N A N

Setiap tanggal 2 Mei bangsa Indonesia

akan memperingati Hari Pendidikan Nasional. Pada hari yang bersejarah tersebut kita bersyukur bahwa sebagian bangsa ini telah menyadari peranan bidang pendidikan dalam berbagai upaya pembangunan. Namun banyak juga yang kurang yakin

apakah pendidikan bisa memegang peranan, dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

(23)

tinggal baru dengan penduduk yang tidak miskin.

Dengan pendekatan jangka pendek tersebut kemiskinan di suatu daerah bisa dihilangkan karena dipindahkan atau digusur, tetapi tidak diselesaikan. Dengan digusur, rakyat miskin tetap tidak mujur. Penyelesaian yang dilakukan dengan cara tersebut bersifat semu. Penyelesaian semu mudah dilakukan karena yang diselesaikan adalah wilayah miskin, bukan penanggulangan atau pemberdayaan penduduk miskin.

Karena cara jangka pendek seperti itu tidak menyelesaikan masalah, ada yang beranggapan bahwa untuk menanggulangi penduduk miskin harus dicari cara lain yang lebih sistematis. Upaya penanggulangan kemiskinan dapat diselesaikan melalui upaya pendidikan dan pelatihan. Yaitu dengan mendidik rakyat, memberdayakan rakyat, tidak saja penduduk yang miskin, tetapi juga penduduk yang tidak miskin.

Rakyat diajak hidup gotong royong saling membantu melakukan pemberdayaan secara terpadu, berkelanjutan, dengan sasarannya yang jelas. Mereka yang bekerja sama harus mengetahui tidak saja jumlah dan penyebaran penduduk miskin, tetapi semua pihak harus sepakat akan ciri dan latar belakang setiap individu yang menjadi sasaran. Dalam proses pemberdayaan tersebut setiap penduduk miskin yang dikembangkan harus ikut serta secara aktif dan tidak boleh diwakilkan. Proses pemberdayaan penduduk miskin harus diikuti secara pribadi oleh setiap penduduk miskin.

Pemerintah nampaknya telah sadar bahwa salah satu kendala yang ada di tanah air adalah kesenjangan dan ketidak adilan karena tidak adanya kesetaraan gender. Dalam rangka menyambut Hari Pendidikan Nasional ada baiknya kita tegaskan bahwa pendidikan dan pelatihan terpadu yang

(24)

berkelanjutan, dengan materi yang dipilih secara tepat, lebih-lebih secara tegas memberikan perhatian yang tinggi kepada anak-anak perempuan akan membuka cakrawala baru yang lebih baik di masa depan.

Dr. Fasli Jalal, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional, dalam petunjuknya tentang Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan telah menyatakan bahwa biarpun telah ada Instruksi Presiden sejak tahun 2000, tetapi Gender Development Index (GDI) hampir tidak pernah bergeser dari posisi yang ke 90-an diantara seluruh negara di dunia. Posisi rendah dan tidak bergerak tersebut menandakan bahwa

(25)

pembangunan kesetaraan gender melalui bidang pendidikan belum banyak memperhatikan pengarusutamaan gender dibandingkan dengan negara-negara tetangga lainnya.

Padahal usaha penanggulangan kemiskinan sangat tergantung pada bagian yang terlemah dari seluruh keluarga dan penduduk Indonesia. Karena penduduk yang terlemah adalah kaum perempuan, maka upaya penanggulangan kemiskinan dengan memihak kepada kaum perempuan akan memberikan dampak ganda yang sangat bermanfaat untuk pengembangan penduduk dan keluarga masa depan.

Agar peran bidang pendidikan dan pelatihan dalam pembangunan, khususnya dalam penanggulangan kemiskinan, lebih tinggi lagi perlu disepakati kebijaksanaan dan sasaran yang tepat. Sasaran tersebut perlu diurai secara terperinci pada setiap wilayah dimana penduduk miskin berada. Kemudian perlu ditetapkan pula target yang jelas kapan penduduk miskin yang bersangkutan diharapkan dientaskan dari lembah kemiskinan. Dengan sasaran dan target yang tepat itu berbagai tindakan dan langkah-langkah yang praktis dan pragmatis, sesuai kemampuan penduduk miskin yang bersangkutan, dapat dilakukan.

Ada baiknya pendekatan praktis dan pragmatis itu di dukung dengan berbagai pemberdayaan pada berbagai sektor dan bidang lainnya, misalnya sesuai dan mengacu pada strategi komprehensif Millennium Development Goals (MDGs) yang disepakati oleh para Pemimpin Dunia pada Pertemuan Tingkat Tinggi PBB di New York pada tahun 2000 yang lalu.

Seperti kita ketahui pertemuan tingkat tinggi yang menyepakati MDGs

(26)

yaitu pertemuan-pertemuan sektoral, baik dalam bidang kesehatan, kependudukan, pendidikan, keadilan dan kesetaraan gender, peranan perempuan, dan atau pertemuan pembangunan sosial yang lebih luas.

Berbagai pertemuan itu sekaligus beriringan dengan perkembangan perhatian yang makin meluas tentang hak-hak azasi manusia atau human right.Maraknya berbagai pertemuan dengan arahan itu menempatkan upaya pemberdayaan manusia lebih demokratis dan memberi penghargaan kepada manusia secara utuh dalam jajaran yang terhormat.

Karena itu upaya penanggulangan kemiskinan secara komprehensif dan berkelanjutan dengan memberikan perhatian yang tinggi pada bidang pendidikan dengan perhatian pada kesetaraan gender diharapkan menempatkan manusia tidak saja sebagai sasaran, tetapi lebih-lebih sebagai aktor yang sangat penting peranannya. Aktor, penduduk miskin ini harus mendapatkan motivasi yang tinggi untuk belajar dan bekerja keras. Program untuk menanggulangi kemiskinan bagi aktor-aktor yang tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonominya sangat rendah harus dirancang dengan menempatkan aktor yang bersangkutan sebagai titik sentral utamanya.

Namun perlu diperhatikan hal-hal yang biasanya menjadi kendala negara berkembang seperti Indonesia. Seperti negara berkembang lainnya, Indonesia untuk masa yang lama menghadapi empat hambatan besar dalam bidang pendidikan, pertama peninggalan penjajah dengan penduduk yang tingkat pendidikannya sangat rendah. Kedua, anggaran untuk bidang pendidikan yang rendah dan biasanya kalah bersaing dengan kebutuhan pembangunan bidang lainnya. Ketiga,anggaran yang rendah itu biasanya diarahkan pada bidang-bidang yang justru menguntungkan mereka yang relatif kaya. Dan keempat, karena anggaran rendah, dalam pengelolaan

(27)

pendidikan biasanya timbul pengelolaan yang tidak efisien.

Karena alasan-alasan tersebut, biarpun kita ketahui bahwa selama tigapuluh tahun terakhir ini pemerintah dan rakyat Indonesia menempatkan pendidikan pada posisi yang sangat penting, tetapi selalu saja banyak pihak yang tidak puas dengan hasil-hasil yang dicapai. Misalnya kita ketahui bahwa sejak tahun 1960-1970-an segala usaha telah dilakukan untuk memacu dan memicu peningkatan fasilitas pendidikan di Indonesia.

Dalam keadaan yang sangat miskin telah diberikan gebrakan pembangunan gedung sekolah dan perlengkapannya secara sederhana melalui berbagai bentuk Instruksi Presiden (Inpres). Ada Inpres gedung sekolah, ada Inpres guru, dan ada pula bentuk bantuan lain yang nampaknya sederhana tetapi menyedot anggaran yang cukup tinggi. Namun karena jumlah dan pertumbuhan penduduk yang tinggi, kebutuhan tetap bertambah tinggi, termasuk untuk rehabilitasi gedung-gedung dan peralatannya. Akhirnya hampir semua pihak merasa bahwa fasilitas sekolah pada waktu ini jauh dari memadai.

Kerisauan pada fasilitas yang tidak memadai itu dianggap merupakan salah satu alasan kenapa partisipasi sekolah pada tingkat sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas relatif rendah. Anak-anak usia SMP dan SMA yang jumlahnya membengkak duakali lipat dibandingkan dengan jumlah anak-anak pada tahun 1970-an terpaksa tidak mendapat tempat menurut pilihannya. Dalam banyak publikasi kelemahan ini mendapat sorotan yang tajam dan luas.

Tidak jarang, melalui gambar-gambar menyolok, gedung atau bagian gedung yang hampir ambruk dipajang secara menyolok sebagai malapetaka

(28)

bangsa. Tidak jarang pula disajikan gambar anak-anak yang terpaksa belajar dengan cara bergantian, atau bahkan menerima pelajaran dari guru yang penuh dedikasi di tempat-tempat terbuka di luar gedung sekolah. Pemerintah, pusat dan daerah, yang mendapat “instruksi UUD” untuk menyediakan anggaran sebesar 20 persen untuk bidang pendidikan, belum mampu memenuhi kewajiban tersebut. Sementara itu masyarakat yang merasa bahwa kewajiban itu sebagai kewajiban pemerintah, tidak siap atau tidak mau mengambil alih dan bersifat menunggu sampai pemerintah memperbaiki gedung yang tidak layak atau tidak aman untuk belajar.

Kalau kita memberikan peran pada bidang pendidikan untuk menanggulangi kemiskinan, perlu segera dikembangkan komitmen dan langkah-langkah nyata agar anak perempuan mendapat dukungan yang kuat untuk bersekolah pada sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan pada perguruan tinggi sesuai dengan pilihan dan kemampuannya. Tidak perlu lagi kita berdebat. Anak-anak perempuan akan menjadi ibu dari suatu keluarga masa depan yang banyak tantangan. Ibu-ibu masa depan, mau tidak mau, akan menjadi tumpuan yang besar dalam mendidik anak-anak masa depan yang kreatif dan bermutu.

Namun perlu diperhatian bahwa anak-anak perempuan dari keluarga yang hidupnya sangat pas-pasan biasanya sangat diperlukan oleh orang tuanya untuk membantu di rumah dengan urusan-urusan masak memasak dan menyediakan segala sesuatu untuk seluruh keluarganya. Kalau keluarga tersebut mempunyai anak balita, biasanya anak perempuan akan mendapat tugas membantu orang tua memantau adiknya.

Apabila orang tua tersebut tergolong keluarga miskin, hampir pasti anak perempuannya akan ditugasi untuk membantu orang tuanya bekerja

(29)

di ladang atau pada bidang usaha yang dilakukannya. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut anak perempuan biasanya tertinggal, atau tidak melanjutkan sekolah pada pendidikan yang lebih tinggi.

Masih ada juga anggapan bahwa pada masyarakat yang kurang beruntung, anak perempuan akhirnya harus menjadi isteri dan tunduk atau tergantung kepada ijin suaminya kalau ingin bekerja di luar rumah. Jadi bagi masyarakat seperti ini, tidaklah mutlak bahwa seorang anak perempuan harus sekolah tinggi, cukup dengan tamat sekolah dasar saja. Lebih-lebih lagi kalau dana yang harus dikeluarkan untuk biaya sekolah, setelah menamatkan sekolah dasar, dan letak sekolahnya jauh di luar desanya, relatif mahal. Bahkan banyak yang masih beranggapan terlalu mahal dibandingkan dengan hasil pendapatan setelah nantinya menamatkan pendidikan pada sekolah tersebut.

Para ahli beranggapan bahwa untuk meningkatkan kesetaraan gender, yang menjadi sasaran MDGsharus dibangun dekat dengan keluarga yang ada di desa sehingga orang tua tidak harus mengeluarkan dana untuk mengirim anak-anaknya, terutama anak perempuan ke sekolah yang jauh letaknya. Anak perempuan akan bisa sekolah dengan tenang kalau ada kesempatan untuk kembali ke rumah membantu orang tuanya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah.

Syarat lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa mutu lulusan yang dapat diandalkan. Bukan saja mutu akademis agar seorang anak dapat melanjutkan ke tingkat pendidikan lebih tinggi, tetapi seorang anak, lebih-lebih anak perempuan, mempunyai ketrampilan praktis yang dapat dimanfaatkan seandainya yang bersangkutan tidak dapat melanjutkan pada pendidikan tinggi.

(30)

Andaikan ketrampilan, dalam jumlah yang memadai dapat diberikan sebagai bagian dari kegiatan sekolah, lebih-lebih menyambung dengan keadaan masyarakat secara nyata, diperkirakan partisipasi anak perempuan pada setiap jenjang sekolah yang dewasa ini kurang mantab, kesetaraan gender yang timpang, akan dengan pelahan dapat diselesaikan. Pendidikan resmi di sekolah bisa menjadi salah satu upaya untuk memotong rantai kemiskinan.

Pendekatan ini mensyaratkan bahwa pendidikan di dalam sekolah menyatu dengan pendidikan luar sekolah, atau mengembangkan sekolah tanpa dinding, sehingga anak-anak sekolah, terutama anak-anak usia SMA dan sederajat, bisa mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh untuk mampu secara akademis, dan sekaligus mempunyai cukup ketrampilan untuk mampu sewaktu-waktu kembali ke masyarakat. Anak-anak muda itu kembali ke masyarakat untuk mengumpulkan dana agar bisa secara mandiri membiayai pendidikan lanjutan yang dipilihnya.

Pendidikan lanjutan, atau sekolah yang lebih tinggi, Perguruan Tinggi, dapat menampung anak-anak muda yang mandiri tersebut dalam lembaga

Community College yang dapat diakses oleh anak keluarga kurang mampu, terutama anak-anak perempuan, secara bertahap pada waktu mereka makin mampu. Community College itu akan mengantar anak-anak muda yang mampu memotong rantai kemiskinan tersebut melanjutkan pendidikan sampai ke tingkat yang setinggi-tingginya. Selamat Hari Pendidikan Nasional 2005.

(31)

amun harus diperhatikan dengan seksama bahwa sasaran penduduk miskin yang akan ditangani tidak terkumpul di suatu tempat yang kondusif untuk usaha besar-besaran yang melibatkan banyak instansi pemerintah dan masyarakat banyak. Mereka tinggal di daerah yang biasanya tidak banyak yang mengurus, atau terisolasi, atau sukar memperoleh perhatian dari aparat yang ada, dan tidak biasa mengikuti petunjuk dari aparat atau jajaran pembangunan yang mengharuskan diikutinya proses yang berbelit-belit. Ketidak sabaran itu beralasan karena selama menunggu, tidak ada yang menjamin apakah nantinya mendapat perhatian dan penanganan

M E M B E R D A Y A K A N P E N D U D U K M I S K I N

DENGAN KOMITMEN NYATA

Tanggal 27 April 2005 lalu, pemerintah telah melakukan gebrakan dengan mengumumkan program dan kegiatan pengentasan kemiskinan yang bersifat komprehensif dan terpadu. Konon direncanakan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin menjadi separo pada akhir lima tahun yang

akan datang. Gebrakan dan rancangan strategi dan target pengurangan jumlah penduduk miskin menjadi sekitar

separo dari keadaan pada waktu ini sungguh sangat dinantikan rakyat banyak.

(32)

yang dijanjikan.

Kesulitan ini tidak harus membuat pemerintah atau aparatnya pesimis, tetapi justru harus memacu dan memicu semua aparat untuk memadukan diri dan usahanya bersama semua kekuatan pembangunan yang ada dalam masyarakat. Bahu membahu memadukan komitmen politik untuk menghasilkan program terpadu yang sangat dibutuhkan penduduk miskin dan masyarakatnya. Tetap teguh mendampingi sasaran yang sama, memberikan pemberdayaan, dan memberinya kesempatan berkiprah dalam pembangunan yang mandiri.

Ini berarti bahwa semua kekuatan pembangunan, biarpun mungkin saja mengalami kesukaran mengidentifikasi dan mencari sasaran, tidak boleh bergeming dan mencari-cari kesalahan definisi yang dipergunakan untuk merumuskan sasarannya. Kesukaran mencari sasaran di lapangan tidak boleh menjadi alasan mengulur waktu untuk menunda pemberdayaan bagi keluarga kurang mampu.

Dengan sasaran yang selama ini telah diindetifikasi, semua kekuatan dan masukan pembangunan harus digerakkan untuk menjadikan titik sentral pemberdayaan. Sasaran yang sama merupakan syarat utama untuk mencapai target sebesar 50 persen pada akhir masa gebrakan selama lima tahun yang akan datang. Kalau tekad itu benar, seperti diberitakan di berbagai surat kabar, ada beberapa langkah strategis yang perlu dikembangkan.

Pertama, gebrakan pemberdayaan itu merupakan program komprehensif dan terpadu dalam rangka peningkatan mutu Sumber Daya Manusia, human capital, yang sekaligus diarahkan untuk mencapai

(33)

kemiskinan dan peningkatan mutu manusia yang berbudaya dan demokratis.

Kedua, disyarakatkan pula bahwa Presiden SBY, kabinet dan aparatnya harus bisa mengembangkan komitmennya menjadi shared commitment seluruh jajaran pemerintah daerah dan lembaga-lembaganya, birokrasinya, serta kekuatan pembangunan yang ada di seluruh Indonesia.

Ketiga, shared commitment itu pertama-tama adalah pada kesamaan sasaran yang terpadu dan dijadikan target yang akan dicapai dalam lima tahun yang akan datang. Target tahunan dan target setiap wilayah, sebaiknya dikaitkan sekaligus pada sasaran global untuk mencapai semua komponen sasaran dalam MDGsdengan penurunan sebesar 50 persen pada akhir tahun 2015. Terget itu bisa saja dicicil menjadi 50 persen pada akhir lima tahun, tetapi secara terpadu harus mengacu pada usaha bertahap untuk mendapatkan dukungan dan pengakuan dunia dalam jajaran global yang strategis.

Keempat, target yang harus dicapai dapat dibedakan atas tiga komponen penting, yaitu pertama, target penyediaan pelayanan yang bermutu, yang harus memenuhi syarat penyebaran yang luas dan mempunyai kedekatan dengan sasarannya, pro dan berpihak kepada keluarga dan penduduk kurang mampu, bisa dijangkau oleh sasarannya dan memberikan keuntungan untuk modal pengentasan kemiskinan yang lestari.

Keempat, syarat kedua pencapaian target tersebut disertai pula dikembangkannya suasana yang kondusif agar masyarakat dan segala pranata sosial budaya bisa dengan tela memberikan dukungan yang ikhlas bagi keluarga kurang mampu untuk berpartisipasi secara demokratis melalui keikut sertaan dalam gerakan KB, kesehatan, pendidikan dan pembelajaran, serta kewirausahaan, yang mandiri dan terhormat.

(34)

Kelima, syarat ketiga adalah adanya pendampingan dari instansi pemerintah yang bersama-sama lembaga masyarakat lainnya menggandeng dan mengantar masyarakat mengembangkan pemberdayaan, mendampingi dengan tekun selama pemberdayaan, mengantar mendapatkan pelayanan bermutu secara terhormat, dan akhirnya memberikan penghargaan atas partisipasi yang ikhas dan demokratis.

Keenam, lembaga pendampingan dan pemberdayaan itu adalah BKKBN dengan seluruh jajarannya di daerah, atau lembaga lain yang mempunyai petugas pada tingkat lapangan, yang dengan kerjasama yang erat memberikan dukungan yang pro keluarga kurang mampu. Lembaga-lembaga tersebut secara gigih dan proaktif memberikan semangat pantang mundur dan harapan masa depan yang baik untuk setiap penduduk karena menempatkan penduduk sebagai titik sentral pembangunan.

(35)

Ketujuh,harus pula diperkenalkan secara luas bahwa indikator MDGs

yang dijadikan patokan utama bukan karena sifatnya yang internasional dan telah kita sepakati dalam forum PBB sebagai komitmen antar bangsa, tetapi adalah karena indikator ini menempatkan manusia sebagai titik sentralnya, dan menempatkan partisipasi manusia sebagai ukuran keberhasilan pemberdayaan tersebut.

Proses penanganan pengentasan kemiskinan dengan titik pokok tujuh persyaratan tersebut merupakan awal dari pengembangan strategi yang menempatkan manusia sebagai titik sentralnya. Disamping itu perlu pula dikembangkan pemberdayaan dua komponen lainnya yang tidak kalah pentingnya.

Penempatan manusia sebagai titik sentral pembangunan mengharuskan penanganan yang sunguh-sungguh dalam tiga bidang utama sebagai berikut

Pertama,bidang kesehatan dan KB. Penanganan bidang ini utamanya adalah untuk menolong penduduk agar bisa mengembangkan hidup yang lebih panjang dan berguna. Tingkat pertumbuhan penduduk yang sudah sangat rendah harus dipertahankan dengan pelayanan kesehatan yang memihak keluarga kurang mampu agar tidak terjadi gejolak yang meningkatkan kembali angka kematian dan angka kelahiran.

Kedua, bidang pendidikan dan pembelajaran atau pelatihan ketrampilan. Tujuannya adalah agar setiap penduduk, utamanya penduduk kurang mampu, dapat menyambut terbukanya kesempatan kerja dengan kesediaan dan kemampuan yang tinggi dan bermutu. Penduduk yang bermutu dengan tingkat pendidikan dan pelatihan yang memadai akan

(36)

memberi kesempatan yang luas untuk bisa memanfatkan setiap peluang yang terbuka dengan tingkat kinerja yang memadai.

Ketiga,bidang kewirausahaan, atau kesempatan ikut serta dalam usaha ekonomi produktif bagi keluarga dan penduduk kurang mampu, atau kesempatan bagi pengusaha kecil untuk memperluas usahanya dengan mengajak anggota keluarga lain yang belum bekerja, atau dengan mengajak penduduk usia kerja yang belum bekerja.

Disamping itu diperlukan penggarapan secara terpadu terhadap dua komponen pendukung lain agar diperoleh dukungan pemberdayaan yang memadai :

Pertama,pemberdayaan lingkungan, baik lingkungan alam dengan segala kekuatan dan keterbatasannya, maupun lingkungan sosial politik yang harus memihak dan pro kepada keluarga kurang mampu. Lingkungan alam bukan untuk dipertahankan semata, tetapi diarahkan untuk memberikan dukungan yang memadai pada kiprah keluarga kurang mampu tanpa harus mengorbankan dirinya dalam kepunahan. Lingkungan sosial ekonomi politik harus pula memberikan suasana yang kondusif sehingga keluarga dan penduduk kurang mampu tidak terbuai dengan wacana politik yang kelihatan indah, tetapi benar-benar mendapatkan dukungan pemberdayaan dengan komitmen politik yang tinggi.

Kedua, pemberdayaan wirausaha dengan penyediaan fasilitas perbankan yang pro keluarga kurang mampu. Penyediaan fasilitas keuangan, terutama fasilitas keuangan mikro, harus diberikan pada tingkat pedesaan, pada tingkat yang dekat dengan sasaran keluarga yang memerlukan pengembangan dan pemberdayaan. Kedekatan dan sifat pro keluarga kurang

(37)

mampu, atau minimal keluarga yang baru saja mengembangkan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan dan akhirnya mengentaskan dirinya dari lembah kemiskinan tersebut tentu harus dilayani dengan sistem menjemput bola yang simpatik.

Kelangsungan dukungan pemberdayaan yang bersifat mandiri akan menghasilkan upaya yang lebih lestari. Lebih dari itu pemilihan sasaran yang tepat, yaitu sasaran utama yang bisa dengan sentuhan sedikit saja mengentaskan diri dari lembah kemiskinan akan memberikan ruang gerak mandiri yang lebih tinggi. Sisa yang mungkin saja sukar diberikan bantuan akan men dapat giliran pemberdayaan dalam kegiatan operasional lain dalam tempo dimana critical mass yang ditangani secara mandiri telah memberikan tanda-tanda bisa melanjutkan proses pemberdayaan secara mandiri dan berkelanjutan.

Oleh karena itu perlu pula dipertimbangkan untuk memberikan dukungan pemberdayaan awal kepada keluarga pedesaan dan perkotaan yang secara sepintas kelihatan miskin atau tidak mampu, tetapi sesungguhnya bisa dengan mudah di-“sulap” menjadi keluarga mampu. Keluarga dan penduduk yang kelihatan miskin itu antara lain adalah keluarga yang mempunyai peninggalan nenek moyang yang kaya dengan tanah, rumah, sawah dan sebagainya. Mereka kelihatan miskin karena peninggalan nenek moyang itu masih atas nama nenek moyangnya.

Dengan program sederhana, misalnya sertifikasi tanah dan sawah yang mendapat dukungan kuat dari pemerintah daerah, dengan mudah keluarga yang nampaknya miskin tersebut dapat dengan mudah di-“sulap” menjadi keluarga yang potensial. Proyek sertifikasi tanah ini misalnya dapat ditugaskan kepada Badan Pertanahan Nasional, Bupati – Walikota dan

(38)

perbankan di daerah dengan memberikan kredit untuk mengurus sertifikat di daerahnya.

Setelah dan bahkan selama sertifikat tanah sedang diurus, pemilik tanah dapat mengikuti pelatihan atau pemberdayaan untuk bisa terjun sebagai calon pengusaha. Setelah mengikuti pelatihan bisa saja seseorang itu mengikuti kegiatan magang sampai matang betul untuk menjadi pengusaha yang mandiri dan usahanya menguntungkan.

Bahkan dapat saja keluarga yang “mendadak” kaya tersebut bekerja sama dengan pengusaha yang berhasil untuk ikut serta dalam usaha bersama dengan mengagunkan sertifikat tanah dan sawahnya sebagai bagian dari kesertaan modal pada usaha yang menguntungkan. Dengan cara ini secara otomatis keluarga miskin itu berubah dan tidak lagi diperhitungkan sebagai keluarga miskin.

Variasi-variasi upaya pengentasan kemiskinan dengan kebijaksanaan yang pro keluarga kurang mampu tidak boleh bersifat charityyang mengajar ketergantungan. Kalau itu terjadi maka tidak mustahil keluarga kurang mampu akan menjadi bagian dari proyek kemiskinan yang tidak ada ujung pangkalnya. Pemberdayaan dalam bidang kesehatan, pendidikan dan pelatihan, kesempatan wirausaha dengan dukungan suasana sosial politik dan lingkungan yang kondusif, serta dukungan kegiatan wirausaha yang pro keluarga kurang mampu, secara bertahap akan menjadi resep yang manjur untuk mengentaskan penduduk dan keluarga dari lembah kemiskinan.

(39)

anyak program dan kegiatan yang menonjol dan mengangkat daerahnya. Tetapi marak juga berita tentang adanya pejabat daerah yang dipanggil kejaksaan dan harus berurusan dengan pengadilan negeri karena tuduhan korupsi atau kesalahan tata pemerintahan lainnya. Langkah-langkah konkrit yang banyak dilakukan oleh pejabat daerah dengan inovasi dan karya-karya nyata yang muncul dari kabupaten-kabupaten potensial, maupun dari kabupaten-kabupaten yang semula disangka miskin, ada juga yang mengejutkan banyak pihak.

Hasil dari langkah-langkah itu bervariasi, ada yang menguntungkan rakyat banyak secara langsung, ada pula yang meningkatkan pendapatan asli daerah sehingga kemampuan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan

M E M B A N G U N S D M

U N T U K O T O N O M I D A E R A H

Secara politis kebijaksanaan Otonomi Daerah

telah bergulir di semua Kabupaten dan Kota dengan kecepatan dan hasil yang lumayan. Biarpun belum lama berlangsung,

telah banyak terjadi pengalaman dan perkembangan yang menarik di daerah-daerah, baik yang bersifat politis

dan positif, maupun yang negatif.

(40)

rakyat bertambah tinggi. Tetapi ada juga langkah pengaturan yang mendapat peringatan pemerintah pusat karena dianggap mengganggu usaha nasional yang mempunyai nilai lebih strategis dan cakupannya lebih luas.

Dari pengamatan sementara dapat dilihat bahwa berbagai kegiatan itu sangat tergantung pada tersedianya sumber daya manusia yang mampu mengembangkan perencanaan program atas munculnya gagasan-gagasan gemilang dari pemerintah daerah maupun dari lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Suasana politik dan budaya daerah juga banyak pengaruhnya.

Munculnya prakarsa dari kedua lembaga pemerintah daerah dan suasana sosial politik yang kondusif di daerah memainkan peranan yang sangat tinggi agar gagasan-gagasan yang muncul ke permukaan dapat dituangkan dalam program dan kegiatan yang menguntungkan rakyat banyak.

(41)

Contoh konkrit bisa diambil dari banyak daerah tentang munculnya program dan kegiatan yang menguntungkan rakyat banyak tersebut. Salah satu yang menarik adalah kebijakan yang diambil di di Kabupaten Jembrana dengan pengalihan subsidi pendidikan dan kesehatan, dari pendekatan institusi sekolah dan klinik, langsung diserahkan berupa subsidi kepada rakyat.

Kebijakan tersebut ternyata menelurkan program pendidikan dan kesehatan gratis atau sangat terjangkau untuk hampir seluruh penduduk yang ada di kabupaten, utamanya untuk penduduk kurang mampu. Kejadian ini menimbulkan penghargaan tersediri karena Kabupaten Jembrana bukanlah kabupaten kaya dengan PAD yang tinggi. Kejadian serupa juga bisa terjadi di Kabupaten Purbalingga yang melakukan pendekatan dengan sistem subsidi silang.

Pemikiran-pemikiran dan gagasan seperti itu datang dari sumber daya manusia yang mampu berpikir jernih dan memihak penduduk secara langsung. Kebiasaan lama yang mengandalkan gagasan dari atas, perlu diberikan kepada staf di daerah untuk dikembangkan menjadi kemampuan mandiri dengan keberanian mengambil prakarsa dan merangsang pertumtuhan serta pengembangan program dari daerah.

Sumber daya manusia yang melimpah dan ada di setiap kabupaten dan kota, yang dengan sentuhan sedikit saja kiranya akan bisa mengembangkan gagasan-gagasan yang brilian untuk kepentingan rakyat banyak.

Di tingkat pusat, minggu lalu, Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri telah mengambil prakarsa mengundang tidak kurang dari 95 pejabat teras daerah terdiri dari para Sekretaris Daerah,

(42)

Asisten, Kepala Dinas, Kepala Badan, Kepala Kantor, Ketua DPRD atau Wakilnya, atau Ketua-ketua Komisi yang ada di DPRDnya, untuk berkumpul di Jakarta dan mengikuti diskusi yang menarik selama tiga hari.

Dalam diskusi itu pakar-pakar dan pejabat pemerintah dan dari kalangan Lembaga Pendidikan Tinggi diundang memberikan penjelasan tentang masalah-masalah aktual dalam pembangunan yang dianggap cocok untuk dijadikan pegangan dalam mengembangkan prakarsa pembangunan di daerah.

Topik-topik yang dipaparkan sungguh menarik dan mengena, terbukti dari antusiasme para peserta yang dengan tekun mengikuti setiap penyajian. Dr. Darma Setiawan, Kepala Pusdiklat Pembangunan dan Kependudukan, Depdagri, yang sehari-hari secara tekun mengikuti seluruh proses pertemuan, menyatakan bahwa gelar pertemuan dengan pejabat teras ini ternyata mendapat sambutan yang sangat tinggi. Hal ini ditandai dengan kenyataan bahwa Pemerintah Daerah dengan sukarela memberikan dukungan anggaran untuk setiap peserta yang dikirimnya.

Tuntutan kebutuhan yang luas menimbulkan gagasan alangkah indahnya kalau Pusat Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri bisa menggalang kerjasama dengan Lembaga Indonesia untuk Pengembangan Manusia (LIPM) yang bekerja sama dengan tidak kurang dari 25 Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia, untuk menggelar kegiatan serupa secara paralel di beberapa pusat Pendidikan Tinggi di daerah.

Kegiatan tersebut diperkirakan akan menyatukan tokoh-tokoh lapangan yang sedang mengembangkan otonomi daerah dengan kegiatan lembaga pendidikan tinggi yang selalu ingin membagi pengembangan ilmu

(43)

dengan kesempatan praktek-praktek lapangan yang menguntungkan rakyat banyak.

Gagasan itu bukan baru. Secara regional kegiatan ini sudah dimulai oleh Pemberintah Daerah Jawa Timur. Melalui kerja keras Drs. H. Sjahrazad Masdar, MA, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Jawa Timur, dengan Rektor Universitas Airlangga, Prof. Dr. Puruhito, khususnya dengan Pusat Studi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) dan LIPM, akan segera dimulai pendidikan Magister untuk Ilmu Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) bagi 20 tenaga senior dari jajaran Pemerintah Daerah yang berasal dari seluruh Jawa Timur.

Duapuluh mahasiswa yang akan mengikuti kuliah S2 tersebut dipilih dari hampir 200 pelamar yang berasal dari seluruh kabupaten, kota, dinas dan kantor yang ada pada wewenang pemerintah daerah di seluruh Jawa Timur. Mereka mengikuti seleksi akademis layaknya calon mahasiswa biasa yang ingin melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Mereka juga harus lulus dari saringan administrasi yang diberlakukan di masing-masing instansinya.

Menurut rencana kuliah perdana bagi ke 20 mahasiswa S2 minat studi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) itu akan dimulai dengan pidato khusus dari Gubernur Jawa Timur, Imam Utomo, pada tanggal 14 Maret 2005. Pengalaman itu kiranya akan mendapat perhatian dari pemerintah daerah lainnya, baik dalam mengembangkan SDM dengan kursus jangka pendek, atau studi jangka panjang.

(44)

akor bertujuan melakukan inventarisasi dan konsolidasi upaya pengentasan kemiskinan yang selama ini dilakukan di Indonesia. Dengan sangat bijak Menko yang ramah itu memberi kesempatan hampir seluruh Menteri dan pimpinan lembaga yang hadir untuk memberi laporan secara singkat tentang program dan langkah-langkah yang telah dilakukan selama satu tahun terakhir.

Lebih memberi harapan lagi, Rapat Koordinasi itu ditindak lanjuti dengan Rapat Koordinasi tingkat Menteri Bidang Kesra yang dipimpin

GEBRAKAN ATASI KEMISKINAN

Menko Kesra RI, Prof. Dr. Alwi Shihab, menggelar Rakor Program 100 Hari Penanggulangan Kemiskinan bersama hampir seluruh jajaran Menteri terkait,

Gubernur Bank Indonesia, Bank-bank Pemerintah tingkat pusat, Bank Muamalat dan Bank Syariah lainnya, Bank BPD

Jatim dan lainnya, Lembaga Keuangan Pusat, swasta dan Yayasan-Yayasan, termasuk Yayasan Damandiri, atau

lembaga lain, yang selama ini bergerak dalam upaya pengentasan kemiskinan.

(45)

langsung oleh Menko Kesra, kemudian dilanjutkan dengan Sidang Kabinet terbatas bidang Kesra, dipimpin langsung oleh Presiden beberapa hari berikutnya. Rapat-rapat tersebut segera ditindaklanjuti, dengan diselenggarakannya Rapat Koordinasi Tehnis yang diikuti para pejabat eselon I dan jajaran terkait lainnya.

Rapat-rapat tingkat tinggi itu berhasil memperoleh dan mendengar secara langsung laporan yang relatif lengkap tentang keberhasilan dan kesukaran yang dihadapi selama satu tahun terakhir. Atas dasar laporan itu telah diambil beberapa keputusan strategis yang diharapkan menjadi pedoman koordinasi dan kerjasama antar Departemen dan Instansi terkait.

Pedoman koordinasi dan kerjasama itu akan ditindak lanjuti oleh para pejabat terkait untuk merumuskan petunjuk bagi Gubernur, Bupati dan Walikota di masing-masing daerah. Petunjuk operasional itu akan

(46)

memudahkan fasilitasi dan koordinasi pemerintah sehingga lembaga-lembaga dan organisasi pelaksana, termasuk lembaga-lembaga keuangan dan perbankan, di pusat dan di daerah, dapat lebih lancar membantu lembaga masyarakat di daerah, di tingkat propinsi, kabupaten dan kota, mengembangkan program, kegiatan dan mendapatkan dana untuk upaya pengembangan pemberdayaan masyarakat di pedesaan.

Dalam Rapat Koordinasi itu terdengar nyaring betapa besarnya dana yang dialokasikan oleh pemerintah dan lembaga perbankan untuk upaya pengentasan kemiskinan melalui Bank, Lembaga Keuangan dan Dinas Instansi selama satu tahun terakhir. Sungguh menakjubkan, angka-angka yang disebutkan dan diserap oleh masyarakat kurang mampu dari perBankan, Departemen dan Instansi terkait, konon jumlahnya puluhan trillyun, angka-angka yang kalau ditulis akan merupakan deretan panjang karena memakai nol yang jumlahnya empatbelas sampai limabelas digit, baca 14 – 15 angka. Sungguh suatu jumlah yang tidak bisa dibayangkan oleh mBok Atmo di suatu kampung di Wonosari yang mengeluh tidak mempunyai modal untuk jualan tempe, atau mBok Siti di satu desa di Trenggalek yang ingin dagang pecel di pasar dekat rumahnya.

Dalam Rakor tersebut digambarkan bahwa dinas-dinas pemerintah telah berusaha keras mengenali siapa saja yang menjadi sasaran upaya pengentasan kemiskinan, tetapi seperti biasa, mereka masih juga tidak sepakat dengan data yang harus dipergunakan untuk membantu keluarga kurang mampu mengatasi masalahnya.

Padahal tanpa harus mempersoalkan terlalu rumit data mana yang dipakai, sepanjang penyaluran itu dilakukan dalam suatu gerakan pemberdayaan bersama masyarakat dengan cara transparan, dan jujur, di

(47)

pedesaan, lebih-lebih kalau semua pihak mengetahui bahwa dana yang ada terbatas, tetapi diyakinkan bahwa seluruhnya untuk rakyat, hampir pasti masyarakat setempat akan membantu siapa yang seharusnya terlebih dulu mendapat pertolongan.

Namun seperti biasa, mudah mempersoalkan penyaluran dana charity,

tetapi sangat sukar melakukannya di lapangan. Biarpun pendataan sangat sempurna, dan semua orang mengaku tidak miskin, karena malu atau memang masih bisa bertahan. Namun, begitu ada berita akan ada penyaluran beras untuk orang miskin, yang semula tidak miskin, termasuk yang di kampungnya terpandang kaya, mendadak tidak malu mengaku sebagai orang miskin.

Begitu seterusnya, biarpun seseorang mempunyai modal untuk membuka usaha, begitu ada tawaran modal untuk orang miskin yang ingin membuka usaha secara gratis, mendadak orang yang bersangkutan mengaku bangkrut dan tidak mempunyai uang lagi untuk meneruskan usahanya. Sangat tragis, mengaku Pancasila tetapi kalau sudah bicara soal keadilan sosial, orang bisa dan mudah lupa bahwa pernah ikut berbagai kegiatan untuk mendalami Pancasila, dari satu kursus ke kursus lainnya.

Menko Kesra mendengarkan paparan yang menarik bahwa BUMN-BUMN yang selama ini menyisihkan sekitar 3 – 5 persen keuntungannya untuk membantu pemberdayaan masyarakat miskin, di banyak tempat telah berhasil mengangkat dan melepaskan anak angkatnya dari lembah kemiskinan. Tetapi juga diakui bahwa upaya ini merepotkan dan bisa mengurangi efisiensi dan kinerja perusahaan.

(48)

penyaluran dana yang disisihkan itu melalui sistem perbankan atau lembaga keuangan lain yang memang ditugasi untuk itu. Kebijaksanaan tersebut nampaknya menarik sebagai terobosan karena memberikan pelajaran yang berharga kepada keluarga kurang mampu untuk secara dini dilatih berhubungan dengan bank atau lembaga keuangan di daerahnya.

Kalau langkah yang diambil Menteri BUMN ini diikuti oleh Departemen, Kementerian atau Lembaga Pemerintah lainnya, yaitu menyalurkan dana yang berasal dari pemerintah melalui bank atau lembaga keuangan lain yang ada di lapangan, bisa dijamin bahwa dana tersebut tidak menguap untuk para petugas penyalur, tetapi memperkuat kemampuan bank untuk benar-benar menyalurkan dana yang lebih besar kepada keluarga kurang mampu di pedesaan.

Departemen, Lembaga Pemerintah, dari pusat dan daerah, kiranya lebih memusatkan upayanya dalam pendidikan, pembelajaran dan pemberdayaan bagi keluarga-keluarga kurang mampu agar segera bisa mengembangkan kemampuan wirausaha sesuai dengan tuntutan pasar yang ada di daerahnya.

Kegiatan untuk pemberdayaan tidak selalu harus dilakukan oleh petugas pemerintah. Pemberdayaan dan atau pembelajaran harus berorientasi pasar, bukan keahlian petugas pelatih atau bahkan pemimpin suatu lembaga pemerintah di daerah. Petugas pemerintah, termasuk petugas pemerintah kabupaten dan kota, cukup memfasilitasi dan menugaskan tenaga yang memang ahli atau dibutuhkan oleh usaha yang dikembangkan.

Namun juga disyaratkan agar Bank dan Lembaga Keuangan yang ada di tingkat pusat, di kabupaten, dan di kota, segera mengembangkan

(49)

cabang-cabang yang luas, ramah dan memihak keluarga kurang mampu pada tingkat desa dan kampung. Cabang-cabang itu harus siap di pasar dan di pusat-pusat produksi pertanian, peternakan dan perikanan.

Cabang-cabang yang menjadi lembaga keuangan pedesaan tersebut harus siap menjemput bola, artinya memberi kemudahan keluarga kurang mampu yang sedang bangkit untuk membuka usaha dengan pertolongan pembuatan proposal, cara pengelolaan keuangan yang sederhana dan tidak mencampur adukkan modal usaha dengan uang pribadi, serta taat disiplin membayar bunga dan cicilan pinjamannya.

Petugas pemerintah bisa saja menjadi pendamping keluarga yang sedang bangkit untuk mendapat kemudahan lain yang memadai, misalnya tempat penjualan di pasar yang biasanya telah padat dengan pedagang lama. Mengusulkan pembukaan pasar atau tempat penjualan yang baru dengan penyediaan untuk pengusaha mikro yang baru mulai membuka usaha tanpa embel-embel syarat yang tidak akan mungkin dipenuhi sehingga akhirnya pedagang atau pengusaha baru itu tetap termarginalkan. Atau beramai-ramai mengumpulkan pembeli produk dengan dukungan kampanye mencintai produk dalam negeri, sehingga keluarga kurang mampu yang membuka usaha, mendapat keuntungan karena produknya, biarpun mungkin saja kualitasnya belum memadai, tetap dicintai dan dibeli oleh bangsanya sendiri.

Ada baiknya Menteri Dalam Negeri, yang dalam Rakor tersebut menunjukkan semangat dukungannya yang luar biasa terhadap upaya pengentasan kemiskinan, segera menggerakkan bupati dan walikota, bukan saja memihak keluarga kurang mampu yang bangkit mengentaskan kemiskinan, tetapi menjadi pelopor gerakan cinta produk dalam negeri, dengan membuka pasar-pasar pedesaan dan perkotaan dengan gerai yang

(50)

diisi penuh dengan produk lokal, produk wilayah tetangga, atau produk dalam negeri lainnya. Kecintaan terhadap produk dalam negeri itu harus pula diikuti kampanye untuk menggerakkan pembeli yang cinta dan sanggup membeli, bahkan memborong produk-produk keluarga pedesaan yang sedang bangkit, dengan semangat nasionalisme yang tinggi.

Harus dijelaskan dengan gegap gempita kepada masyarakat bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan untuk membeli produk dalam negeri, akan merupakan amal ibadah untuk mengangkat anak negeri. Setiap rupiah yang dibayarkan menghidupkan petani desa dengan isteri dan anak-anaknya, dan tidak mustahil karena kita membeli produk masyarakat pedesaan, salah satu dari anak petani itu menjadi pemimpin bangsa di masa depan dan mengembalikan amal ibadah itu untuk kesejahteraan bangsa dan negara yang sangat kita cintai.

Rakor juga menyadari bahwa sesungguhnya tidak semua anak bangsa yang ada di desa merupakan keluarga miskin. Banyak dari penduduk pedesaan memiliki tanah dan sawah, biarpun tidak terlalu luas, berasal dari warisan nenek moyangnya. Namun, karena ketidakmampuan, dan urusan birokrasi yang berbelit-belit, tanah dan sawah warisan itu tetap merupakan barang mati yang biasanya hanya menghasilkan pada musim hujan yang pendek.

Dalam musim kering, karena ketidakmampuan pemerintah membuka irigasi di seluruh negeri, warisan itu tinggal menganga sebagai tanah keras yang pecah-pecah dan tidak menghasilkan. Pemiliknya tidak punya daya untuk mendapat manfaat dari harta tersebut. Mau menjual tanah dan sawah untuk keperluan ekonomi lain biasanya takut terkena kutuk, atau justru akan bertambah miskin karena pembelinya pasti memberikan harga yang hampir tidak ada artinya untuk menyambung hidup yang sudah terpuruk.

(51)

Upaya untuk meningkatkan nilai ekonomi tanah yang dimiliki petani biasanya terbentur pada birokrasi yang berbelit, atau pada pembiayaan yang tidak mungkin terjangkau. Upaya melalui proyek PRONA yang pernah dikembangkan, di banyak tempat tidak banyak menjangkau masyarakat kecil yang membutuhkan. Banyak yang hanya mendengar ceriteranya, banyak pula yang hanya mimpi kapan mendapat kesempatan, atau banyak yang diam dan pasrah, sekali miskin tetap miskin, biarpun mempunyai rumah dan sawah yang tergelar di desanya.

Suatu cerita dari Madiun yang pernah ditulis dalam media ini membawa angin segar. Cerita itu diungkap dalam Rakor Kesra dan menimbulkan harapan. Menko Kesra dan Menteri Dalam Negeri mencatat dengan minat yang besar untuk menindak lanjuti sehingga secara langsung pemerintah bisa menjadi penggerak pemberdayaan di pedesaan dimana modal yang dibawa ke desa menjadi milik masyarakat desa sendiri, yang dengan dukungan keahlian dan pembeli yang berasal dari kota atau dunia internasional yang lebih luas.

Modal untuk usaha industri berbasis pertanian di pedesaan, dengan agunan tanah yang bersertifikat, bisa memungkinkan petani pedesaan mempunyai usaha produktif dengan pemasaran yang dijamin oleh dukungan yang memihak. Dengan diversifikasi petani di pedesaan bisa mempunyai kegiatan usaha sepanjang tahun. Dengan kegiatan sepanjang tahun, penduduk pedesaan akan mampu bertahan dan tidak melakukan urbanisasi yang merugikan. Sebaliknya akan tumbuh aliran modal ke desa dalam usaha pertanian, industri dan perdagangan.

(52)

pedesaan perlu mendapat keringanan dan keberpihakan untuk mulai membuka usaha ekonomi produktif. Keringanan itu bisa dilakukan melalui dukungan agunan atau jaminan. Untuk memberikan jaminan bisa saja pemerintah pusat atau pemerintah daerah menempatkan dana di bank setempat untuk sewaktu-waktu dipergunakan untuk menjamin pinjaman nasabah yang terlambat pembayarannya.

Bisa saja bunga dana yang ditempatkan itu disumbangkan berupa subsidi atau kemudahan lain berupa beasiswa untuk anak-anak nasabah, kemudahan hubungan antar desa, antar desa dan pasar, dan fasilitas lain untuk menghilangkan hambatan birokrasi perijinan.

Dukungan jaminan dan agunan yang biasanya tergolong tinggi, 100 persen atau lebih dibandingkan pinjaman seseorang, bisa diperingan dengan memberikan dukungan asuransi atau penempatan dana oleh Pemda, BUMN, atau Instansi Pemerintah lain pada bank.

Dengan keringanan agunan tersebut diharapkan jumlah keluarga kurang mampu yang bisa membuka usaha akan bertambah besar. Ini berarti bahwa gebrakan pengentasan kemiskinan tidak seluruhnya harus merogoh kantong pemerintah, kantong konglomerat, atau bahkan kantong siapapun, tetapi pasti harus dengan kebijaksanaan yang memihak keluarga kurang mampu, dan lebih dari itu, seluruh anak bangsa harus mencintai produk dalam negeri dan dengan patriostisme yang tinggi memborongnya.

(53)

emajuan di daerah perkotaan itu menjadi daya tarik dan tidak jarang menjadi pemicu penduduk desa untuk pindah ke kota. Kejadian itu membuat pejabat perkotaan mengeluh karena pertumbuhan penduduk di daerahnya membengkak, bukan karena tingkat kelahiran tinggi, tetapi karena arus urbanisasi yang melimpah. Arus urbanisasi itu menjadikan penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan sebesar 20 persen dimasa lalu, membengkak menjadi sekitar 50 persen atau lebih dalam waktu dekat ini.

M E M B A N G U N P E M E R A T A A N

U P A Y A K E M A K M U R A N

Dalam tigapuluh tahun terakhir ini kemajuan di daerah perkotaan sungguh sangat pesat. Gedung-gedung tinggi, kantor, mall, pusat perdagangan, toko, hotel dan rumah tinggal, umumnya dihubungkan dengan jalan raya mulus dipadati kendaraan bermotor lalu lalang tanpa henti. Bagi kebanyakan orang, terutama mereka yang berasal dari desa,

pemandangan itu sungguh sangat mengagumkan. Mereka harus sabar menunggu untuk mendapat fasilitas atau kesempatan yang sama. Mereka akan merasa beruntung

apabila bisa pergi ke kota, melihat-lihat atau membelanjakan uangnya yang serba terbatas.

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan karakteristik suatu proses perancangan, urgensi penelitian ini terletak pada upaya perancangan konsep dan prototipe alat bantu yang interaktif untuk menunjang

Minat merupakan salah satu indikator untuk mengetahui seberapa jauh kesadaran dan kemandirian seseorang dalam menginginkan suatu tujuan. Minat menghafal

Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung 28 Hasan Basri Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung √ 19 Agustus s/d 19 Desember 2013. Praktikum Mahasiswa Prodi Pascasarjana

[r]

Dari apa yang telah dipaparkan tersebut, penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA

Hasil data yang dikumpulkan dari survei ini, diklasifikasikan berdasarkan dimensi kesuksesan yang terdiri dari empat dimensi yaitu System Quality, Information

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri

Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Laboratorium Kemetrologian dan diundangkan dalam