PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG DEKOKTA KULIT
Persea americana Mill. TERHADAP KADAR ALBUMIN PADA TIKUS
JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Angeline Syahputri Fransiskus NIM : 118114028
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG DEKOKTA KULIT
Persea americana Mill. TERHADAP KADAR ALBUMIN PADA TIKUS
JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Angeline Syahputri Fransiskus
NIM : 118114028
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tuhan Yesus yang ku puji dan ku sembah Tiada manusia yang sempurna
Hanya Dia yang sempurna
“Bersabarlah dengan segala hal, tapi terutama bersabarlah terhadap dirimu. Jangan hilangkan keberanian dalam mempertimbangkan
ketidaksempurnaanmu, tapi mulailah untuk memperbaikinya, mulailah setiap hari dengan tugas yang baru.”
(St. Fransiskus dari Sales)
Kupersembahkan tulisan ini untuk Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria sumber pengharapanku, yang selalu memberkati dan menyertai jalanku, Mama, Papa, Ko Roy, Ko ii yang mencintaiku, Almamater Universitas Sanata Dharma.
vii PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Bapa atas segala berkat, kasih dan karunia, serta anugerah yang setiap hari diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG DEKOKTA KULIT Persea americana Mill. TERHADAP KADAR
ALBUMIN PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI KARBON
TETRAKLORIDA” dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini ada banyak pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.
2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah setia membimbing, mendampingi, memberikan saran dan motivasi selama proses penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku Dosen Penguji pada skripsi ini yang telah memberikan saran kepada penulis.
4. Ibu Damiana Sapta Candarasari, M.Sc. selaku Dosen Penguji pada skripsi ini, atas saran dan dukungannya kepada penulis.
viii
5. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan dan keberlangsungan skripsi.
6. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam determinasi Persea americana Mill.
7. Bapak Heru, Bapak Suparjiman, Bapak Kayat, Mas Andi, Mas Sigit, Mas Otok selaku Laboran Laboratorium Fakultas Farmasi atas bantuan dan dukungannya kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi.
8. Keluargaku Mama Dewi Chandrawati, Papa Fransiskus Xaverius Ham, Koko Roy Syahputra, dan Koko Leslie Syahputra, atas segala cinta, doa, nasihat, dukungan, dan bantuan yang selalu mengiringiku.
9. Irvan Hasan sebagai teman, sahabat, dan kekasih yang selalu mendampingiku, membantu dalam banyak hal, dan selalu mendengarkan keluh kesahku.
10. Rekan-rekan Tim Persea americana Mill.: Vivo, Gemah, Site, Uci, Wina, Jolin, Risa, Berle, Ester, Evi, Puput, Novel, dan Mita, atas kerjasama dan bantuannya.
11. Para anggota Mendes Sejati Maria Desita, Jolinna Michelia Bitti, dan Marcellina Avistya yang banyak memberikan semangat dan cerita.
12. Teman-teman FKK A 2011, FSM A 2011, dan seluruh teman-teman angkatan 2011 atas kebersamaan selama masa studi.
ix
13. Semua pihak yang tidak dapat pernulis sebutkan satu per satu oleh penulis yang telah membantu, baik dalam doa, motivasi, saran, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik dan benar.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama pada bidang farmasi maupun masyarakat.
Yogyakarta, 4 Desember 2014
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xvii ABSTRACT ... xviii BAB I. PENGANTAR ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 3 C. Keaslian Penelitian ... 4 D. Manfaat Penelitian ... 5 1. Manfaat teoritis ... 5 2. Manfaat praktis ... 5
xi
E. Tujuan Penelitian ... 5
1. Tujuan umum ... 5
2. Tujuan khusus ... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7
A. Hati ... 7
B. Hepatotoksisitas ... 8
C. Karbon Tetraklorida ... 10
D. Albumin ... 11
E. Dekokta ... 12
F. Tanaman Persea americana Mill. ... 13
1. Sinonim ... 13
2. Nama lain ... 13
3. Taksonomi ... 13
4. Morfologi ... 14
5. Kandungan kimia ... 14
6. Khasiat dan kegunaan ... 15
G. Antioksidan ... 15
H. Landasan Teori ... 16
I. Hipotesis ... 17
BAB III. METODE PENELITIAN ... 18
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 18
xii 2. Variabel pengacau ... 18 3. Definisi operasional ... 19 C. Bahan Penelitian ... 19 1. Bahan utama ... 19 2. Bahan kimia ... 20 D. Alat Penelitian ... 21
E. Tata Cara Penelitian ... 21
1. Pengumpulan bahan uji ... 21
2. Determinasi Persea americana Mill. ... 22
3. Pembuatan serbuk kulit Persea americana Mill. ... 22
4. Penetapan kadar air pada serbuk kering kulit Persea americana Mill. ... 22
5. Pembuatan dekokta kulit Persea americana Mill. ... 23
6. Pembuatan larutan hepatotoksin... 23
7. Uji pendahuluan ... 23
8. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 25
9. Pembuatan serum untuk pengukuran ALT saat orientasi ... 26
10. Pengukuran ALT untuk data orientasi ... 26
11. Pengukuran albumin ... 27
F. Tata Cara Analisis Hasil ... 27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
A. Penyiapan Bahan ... 29
xiii
2. Penetapan Kadar Air ... 30
3. Pembuatan dekokta kulit Persea americana Mill. ... 30
B. Uji Pendahuluan ... 31
1. Penentuan dosis hepatotoksin ... 31
2. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 32
C. Hasil Uji Pengaruh Pemberian Dekokta Kulit Persea americana Mill. 34 1. Kontrol negatif (olive oil 2 mL/KgBB) ... 37
2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/KgBB ... 38
3. Kontrol dekokta kulit Persea americana Mill. 363 mg/KgBB .. 39
4. Kelompok perlakuan jangka panjang dekokta kulit Persea americana Mill. dosis 363; 762; dan 1600 mg/KgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB ... 39
D. Rangkuman Pembahasan ... 42
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44
A. Kesimpulan... 44
B. Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... ... 45
LAMPIRAN ... ... 49
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen albumin BCG .... 20 Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT ... 20 Tabel III. Rata-rata aktivitas ALT tikus setelah pemberian
karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/KgBB pada
selang waktu 0, 24, dan 48 jam ... . 32 Tabel IV. Hasil uji Scheffe aktivitas ALT tikus pemberian
karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada selang
waktu ke-0, 24, dan 48 jam ... 34 Tabel V. Rata-rata ± SE kadar albumin serum tikus pada kelompok
Perlakuan ... 35 Tabel VI. Hasil uji Scheffe kadar albumin serum tikus pada
kelompok perlakuan ... 36
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram batang orientasi aktivitas ALT tikus setelah pemberian karbon tetraklorida pada selang
waktu ke-0, 24, dan 48 jam ... 33 Gambar 2. Diagram batang rata-rata pengaruh dosis pemberian
dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida dilihat
dari kadar albumin ... 37
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto kulit Persea americana Mill. ... 50
Lampiran 2. Foto serbuk kulit Persea americana Mill. ... 50
Lampiran 3. Foto dekokta kulit Persea americana Mill. ... 51
Lampiran 4. Hasil uji determinasi Persea americana Mill. ... 52
Lampiran 5. Surat Ethical Clearance ... 53
Lampiran 6. Hasil uji kadar air serbuk kering kulit Persea americana Mill. ... 54
Lampiran 7. Analisis statistik data aktivitas ALT uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji setelah diinduksi karbon tetraklorida 2 mL/KgBB ... . 55
Lampiran 8. Analisis statistik data kadar albumin kelompok perlakuan ... 58
Lampiran 9. Perhitungan penetapan peringkat dosis dekokta kulit Persea americana Mill. pada kelompok perlakuan ... 62
xvii INTISARI
Penyakit hati merupakan masalah kesehatan yang cukup serius di masa kini, salah satu penyakit hati yaitu perlemakan hati (steatosis). Karbon tetraklorida digunakan sebagai senyawa model hepatotoksin. Karbon tetraklorida dimetabolisme di hati menjadi radikal bebas triklorometil yang dapat menyebabkan peroksidasi lipid. Salah satu tanaman yang dimanfaatkan dalam pengobatan penyakit hati adalah Persea americana Mill. yang kaya antioksidan.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pengaruh pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. jangka panjang terhadap kenaikan kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida, serta kekerabatan antara dosis dengan kadar albumin.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah, yang menggunakan 30 ekor tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat ± 150-250 g. Tikus dibagi menjadi enam kelompok perlakuan secara acak. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida 2 mL/KgBB secara i.p. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil 2 mL/KgBB. Kelompok III (kontrol dekokta) diberi dekokta kulit Persea americana Mill. 1600 mg/KgBB. Kelompok IV,V, dan VI (perlakuan) berturut-turut diberikan dekokta kulit Persea americana Mill. dosis 363; 762; dan 1600 mg/KgBB secara oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut dan pada hari ke tujuh semua perlakuan diberi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB secara i.p. Darah diambil setelah 24 jam dari sinus orbitalis mata untuk diukur kadar albumin serum. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan One Way ANOVA.
Berdasarkan hasil penelitian, dekokta kulit Persea americana Mill. tidak memberikan pengaruh terhadap kadar albumin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Tidak adanya kekerabatan dosis dengan respon yang muncul terlihat dari semakin besar dosis praperlakuan dekokta kulit Persea americana Mill. yang diberikan.
Kata kunci : kulit Persea americana Mill., karbon tetraklorida, dekokta, albumin
xviii ABSTRACT
Liver disease is a serious health problem in the present, one of the liver disease is fatty liver. Carbon tetrachloride is used as hepatotoxins model compound. Carbon tetrachloride is metabolized in the liver into trichloromethyl radicals which can cause lipid peroxidation. Persea americana Mill. has many antioxidants that used in the treatment of liver disease.
The aim of study research were to get information about the effect of Persea americana Mill. peel decoction long term toward the level increase of albumin in rats induced by carbon tetrachloride, and the relation between the dose and albumin.
This research was an experimental research with direct sampling design. This research use 30 Wistar male rats, attain the age 2-3 months, and 150-250 gram weight. The rats was divide into six treatment groups. The first group (hepatotoxin control) was given carbon tetrachloride 2 mL/KgBW intraperitoneally. Then, the second group (negative control) was given olive oil 2 mL/KgBW. Third group (decoction control) was given Persea americana Mill. decoction peel 1600 mg/KgBW. The fourth until seventh group (treatment) were given decoction Persea americana Mill. peel dose 363; 762; and 1600 mg/KgBW orally once a day for six days successively and then in the seventh day all of the treatments group were given carbon tetrachloride 2 ml/KgBW by i.p. Twenty-four hours later, blood was collected from the orbital sinus eye to be measured albumin serum. It was analyzed statistically by one way ANOVA.
Based on the result of the research, Persea americana Mill. decoction peel not gave effects to albumin levels in Wistar male rats induced by carbon tetrachloride. There was no relation between dose and response which were seen from the greater pretreatment dose Persea americana Mill. decoction peel given.
Keywords : Persea americana Mill. peel, carbon tetrachloride, decoction, albumin
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Penelitian
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan berperan penting dalam proses metabolisme. Hati juga mengubah zat buangan dan bahan racun agar mudah untuk dikeluarkan ke dalam empedu dan urin (Pearce and Evelyn, 2009). Gangguan metabolisme tubuh dapat menyebabkan komplikasi hati, dengan adanya zat-zat kimia yang bersifat racun masuk dan dimetabolisme di hati akan menyebabkan kerusakan sel hati (Sari, Indrawati, and Djing, 2008).
Akibat yang ditimbulkan oleh kerusakan sel hati dapat bersifat reversibel (disfungsi hati) atau ireversibel (kerusakan menetap). Reversibel diakibatkan langsung dari kerusakan akut sel fungsional hati, terutama hepatosit, tanpa gangguan kemampuan hati untuk melakukan regenerasi. Ireversibel bisa dijumpai pada pasien dengan sirosis, yang diakibatkan penggunaan alkohol atau pejanan obat (McPhee dan Ganong, 2011).
Penyakit hati merupakan masalah kesehatan yang cukup serius di masa kini, salah satu penyakit hati yaitu perlemakan hati (steatosis). Perlemakan hati nonalkoholik merupakan bentuk penyakit yang terjadi lebih dari 20 % dari populasi. Perubahan patologis yang paling umum dan awal terjadi pada penyakit hati adalah steatosis (akumulasi lemak dalam hati) diikuti oleh steatohepatitis yaitu peradangan hati bersamaan dengan akumulasi lemak. Perlemakan hati ini disebabkan oleh senyawa kimia yang bersifat racun, atau dengan kata lain
pemberian senyawa kimia yang melebihi dosis terapi yang dapat memicu terjadiya toksisitas, salah satu senyawa yang dapat menyebabkan steatosis adalah karbon tetraklorida (Kaiser, Lipscomb, and Wesselkamper, 2012).
Pemberian dosis rendah karbon tetraklorida dapat menyebabkan perlemakan hati dan kerusakan sitokrom P450, sehingga dalam penelitian ini karbon tetraklorida digunakan sebagai senyawa model hepatotoksin. Karbon tetraklorida dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil, radikal ini dapat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal triklorometilperoksidasi yang sangat reaktif. Radikal ini dapat menyerang lipid membran retikulum endoplasma dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati (Tiimbrell, 2009).
Untuk menilai fungsi hati, dapat dilakukan sejumlah pemeriksaan antara lain aspartat aminotransferase (AST), alanin aminotransferase (ALT) serum, kadar albumin, faktor pembekuan, dan bilirubin dalam sampel darah. Albumin merupakan sumber utama protein yang diproduksi oleh hati, dan menurut Lopa, Rusli, Arif, dan Hardjoeno (2007) perubahan fraksi protein yang paling banyak terjadi pada penyakit hati adalah penurunan kadar albumin. Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein, sehingga mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati (Lee, 2012). Oleh sebab itu, peneliti menggunakan albumin sebagai parameter untuk menilai fungsi hati pada hewan uji.
Di Indonesia banyak tanaman yang dapat dimanfaatkan dalam pengobatan penyakit hati, salah satunya adalah Persea americana Mill. yang
kaya antioksidan dan zat gizi seperti lemak (Afrianti, 2010). Sebagian besar masyarakat memanfaatkan Persea americana Mill. pada daging buahnya saja, sedangkan bagian lain seperti biji dan kulit kurang dimanfaatkan dan hanya menjadi limbah. Biji Persea americana Mill. mengandung flavonoid, sama hal nya kulit juga mengandung flavonoid (Vinha, Moreira, and Barreira, 2013). Menurut Malangngi, Sangi, dan Paendong (2012) kandungan flavonoid yang ada dalam biji dan kulit Persea americana Mill. menunjukkan adanya aktivitas antioksidan. Antioksidan ini dapat berperan sebagai hepatoprotektor.
Penelitian Arukwe, Amandi, Duru, Agumo, Odika, et al., (2012) menyebutkan bahwa kandungan flavonoid pada Persea americana Mill. bersifat larut air dan merupakan antioksidan yang sangat kuat. Penelitian terdahulu dilakukan oleh Rosari (2013) mengenai efek hepatoprotektif jangka panjang dekokta biji Persea americana Mill. dengan menggunakan hepatotoksin karbon tetraklorida, dan penulis menggunakannya sebagai acuan untuk melakukan penelitian mengetahui pengaruh pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap kadar albumin pada tikus jantan galur Wistar yang diinduksi karbon tetraklorida.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. dalam penggunaan jangka panjang dapat memberikan pengaruh pada kenaikan kadar albumin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?
2. Apakah ada kekerabatan antara dosis pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. dengan kenaikan kadar albumin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian Persea americana Mill. pernah dilakukan oleh Arukwe, et al. (2012) menyebutkan bahwa kandungan flavonoid pada Persea americana Mill. bersifat larut air dan merupakan antioksidan yang sangat kuat. Penelitian Vinha, et
al., (2013) menyebutkan bahwa biji Persea americana Mill. mengandung
flavonoid, sama halnya kulit juga mengandung flavonoid. Selain itu, penelitian yang mendukung dilakukan pula oleh Kosinska, Karamac, Estrella, Hernandez, Bartolome, dan Dykes, (2012) menyebutkan bahwa ekstrak kulit memiliki total kandungan senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ekstrak biji.
Penelitian Rosari (2013) menggunakan karbon tetraklorida sebagai senyawa hepatotoksin dengan dosis 2 mL/KgBB. Bersamaan dengan penelitian ini dilakukan pula penelitian oleh Permatasari (2013) mengenai pengaruh pemberian Persea americana Mill. terhadap tikus putih jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian Kumalasari (2013) menyebutkan bahwa pemberian dekokta biji Persea americana Mill. jangka panjang memiliki pengaruh hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.
Sepanjang penelusuran pustaka, penelitian terkait dengan pengaruh pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap peningkatan kadar
serum albumin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan baru bagi masyarakat, khususnya dalam bidang kefarmasian mengenai pengaruh pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. yang memiliki pengaruh terhadap kenaikan albumin.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat kulit Persea americana Mill. yang dapat menaikkan kadar albumin.
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap kenaikan albumin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengaruh pemberian jangka panjang dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap kadar albumin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
b. Mengetahui adanya kekerabatan dosis pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. dengan kenaikan albumin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh yang terletak di bagian teratas dalam rongga abdomen sebelah kanan di bawah diafragma. Hati berperan penting dalam mempertahankan homeostatis metabolik tubuh. Hal ini mencakup pengolahan asam amino, karbohidrat, lemak, dan vitamin; pembersihan mikroba dan toksin dalam sirkulasi splanknik sebelum mencapai sirkulasi sitemik; serta detoksifikasi dan ekskresi produk sisa endogen dan xenobiotik polutan ke dalam empedu. Dengan demikian, gangguan hati memiliki dampak yang sangat luas (Pearce dan Evelyn, 2009; Robbins and Cotran 2010). Fungsi lain dari hati, yaitu:
1. Menghancurkan sel-sel darah merah tua; mengeluarkan bilirubin, produk pemecahan hemoglobin dalam empedu
2. Menyimpan besi, tembaga, dan glikogen
3. Sintesis bermacam-macam protein plasma, seperti albumin dan fibrinogen
4. Membantu mengatur tingkat kolesterol darah, dan mengubah beberapa untuk garam empedu (Mader, 2010).
Hati memiliki berat 1400 sampai dengan 1600 gram pada orang dewasa normal, yang merupakan kira-kira 2,5% dari berat badan. Darah yang masuk sekitar 25% dari curah jantung lalu masuk ke hati melalui vena porta dan arteri hepatika. Secara klasik, hati dibagi menjadi dua lobulus heksagonal yang mengelilingi percabangan terminal vena hepatika, dengan saluran porta di perifer
setiap lobulus (Robbins et al., 2010). Hati menerima darah yang tidak mengandung oksigen dan kaya akan nutrisi dari vena porta hepatika, dan hati juga menerima darah dari arteri hepatika yang mengandung oksigen. Darah masuk ke hati 80% melalui aorta, dan darah ini mempunyai kejenuhan 95 - 100% masuk ke hati lalu akan membentuk jaringan kapiler setelah bertemu dengan vena kapiler, yang pada akhirnya keluar sebagai vena hepatika. Vena porta, yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superoir menghantarkan 20% darah ke hati, dan memiliki kejenuhan 70% karena beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan usus.
Darah ini berfungsi untuk membawa zat makanan ke hati yang telah di absorbsi oleh mukosa dan usus halus (Setiadi, 2007).
Sel-sel hepar mendapatkan suplai darah yang relatif kurang oksigen yang mengakibatkan hepar memiliki potensi besar untuk mengalami kerusakan dan juga penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009).
B. Hepatotoksisitas
Hati memiliki peran sentral dalam mengubah dan membersihkan zat-zat kimia yang berbahaya dalam tubuh, sehingga seringkali sel-sel hati rentan terhadap toksisitas dari zat-zat tersebut. Hepatotoksisitas merupakan akibat dari adanya pemejanan toksin yang berasal dari alam maupun senyawa kimia buatan. Beberapa obat-obatan maupun produk-produk metabolitnya dapat mengakibatkan kerusakan dari sel hati dalam berbagai macam tipe serta melalui beberapa jenis mekanisme. Jenis kerusakan hati, antara lain:
1. Sirosis, sebagai pengembangan histologis nodul regeneratif yang dikelilingi oleh band-band fibrosa dalam menanggapi cedera hati kronis, yang
menyebabkan hipertensi portal dan penyakit hati stadium akhir (Schuppan and Afdhal, 2009). Sirosis sebagai stadium akhir penyakit hati kronik ditandai oleh tiga gambaran yaitu bridging fibrous septa, nodus parenkim, dan kerusakan arsitektur seluruh hati (Kumar, Abbas, dan Fausto, 2010).
2. Nekrosis, merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau trauma. Misalnya kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan cedera mekanis, dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius (Golstein and Kroemer, 2006).
3. Perlemakan (Steatosis), merupakan penumpukan trigliserida di hepatosit. Hal ini terjadi karena ketidak seimbangan dalam metabolisme lemak dan karbohidrat, maka lemak tertimbum dalam hati. Hati berperan penting dalam metabolisme lipid dan sintesis trigliserida, sehingga perlemakan hati merupakan respon keracunan. Diabetes mellitus yang resisiten terhadap insulin, hipertrigliseridemia, obesitas, keracunan fosfor kuning, konsumsi alkohol berlebihan dapat menyebabkan perlemakan hati. Timbunan lemak dalam sel hati akan memperberat beban kerja sel-sel hati sehingga sel-sel tersebut mudah mengalami kerusakan (Richard and Lingvay, 2011). Asupan alkohol dalam jumlah sedang dapat menyebabkan akumulasi butiran lemak kecil di hepatosit. Pada asupan alkohol kronik, lemak menumpuk hingga tahap yang menyebabkan pembentukan globulus-globulus makrovesikel besar jernih yang menekan dan menggeser nukleus ke perifer hepatosit (Kumar, et
al., 2010). Selain itu, perlemakan hati juga dapat terjadi akibat terpapar hidrazin, ethionine, dan tetrasiklin, atau mungkin terjadi dalam kombinasi dengan nekrosis seperti paparan karbon tetraklorida. Namun, paparan dari senyawa ini bersifat reversible, umumnya tidak menyebabkan kematian, meskipun bisa menjadi serius seperti halnya dengan pemberian tetrasiklin terhadap perlemakan hati manusia. Paparan senyawa secara berulang, yang menyebabkan perlemakan hati seperti alkohol, dapat menyebabkan terjadinya sirosis hati (Timbrell, 2009).
C. Karbon Tetraklorida (CCl4)
Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang sederhana yang bila mana diberikan pada beberapa spesies dapat menyebabkan nekrosis hati sentrilobular dan perlemakan hati. Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang larut lemak yang didistribusikan ke seluruh tubuh. Karbon tetraklorida memiliki efek utama sebagai racun. Hati menjadi target utama dari ketoksikan karbon tetraklorida karena senyawa ini tergantung pada metabolisme aktivitas oleh sitokrom P450 (CYP2E1).
Dalam retikulum endoplasma, karbon tetraklorida dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil. Kerusakan CYP2E1 dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Triklorometil (•CCl3)
dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoksi (CCl3O2•) yang
sangat reaktif, radikal ini dapat menyerang lipid membran retikulm endoplasma dengan kecepatan triklorometilperoxi menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostasis Ca2+, dan akhirnya menyebabkan kematian sel.
Pemberian dosis rendah karbon tetraklorida dapat menyebabkan perlemakan hati dan kerusakan sitokrom P450. Pada keadaan perlemakan hati (steatosis), struktur retikulum endoplasma rusak sehingga menyebabkan sintesis protein menjadi terhambat, hal ini memicu terjadinya penurunan kadar albumin. Selain itu pemejanan senyawa karbon tetraklorida dalam jangka panjang akan mengakibatkan terjadinya sirosis dan tumor hati, serta kerusakan ginjal (Timbrell, 2009).
Karbon tetraklorida dapat meningkatkan kerusakan hati yang ditandai dengan kenaikan aktivitas serum alkaline phosphatase (ALP), alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST) (Arhoghro, Ekpo, and Ibeh, 2009). Selain itu, paparan karbon tetraklorida dengan dosis tertentu juga dapat menurunkan protein total dan bilirubin total (Panjaitan, Handharyani, Chairul, Masrianti, Zakiah, dan Manalu, 2007).
D. Albumin
Untuk menilai fungsi hati, dapat dilakukan sejumlah pemeriksaan antara lain aspartat aminotransferase (AST), alanin aminotransferase (ALT), kadar albumin, faktor pembekuan, dan bilirubin dalam sampel darah. Albumin merupakan sumber utama protein yang disintesis oleh hati. Albumin, protein yang larut dalam air, membentuk lebih dari 50% protein plasma yang ditemukan hampir pada tiap jaringan. Protein ini berfungsi menjaga tekanan koloid osmotik darah sehingga cairan intravaskuler dapat dipertahankan. Kerusakan hati mengakibatkan hipoalbuminemia karena hati merupakan tempat sintesa albumin (Lee, 2012).
Menurut Lopa, et al. (2007) perubahan fraksi protein yang paling banyak terjadi pada penyakit hati adalah penurunan kadar albumin.
Nilai normal albumin pada dewasa berkisar 3,8-5,1 g/dL (biuret) atau 52-68% protein total, untuk anak-anak 4,0-5,8 g/dL, lalu untuk bayi 4,4-5,4 g/dL, dan bayi baru lahir berkisar 2,9-5,4 g/dL. Penurunan albumin mengakibatkan keluarnya cairan vaskular menuju ke jaringan sehingga terjadi oedema. Penyakit atau kondisi yang sering menyebabkan hipoalbuminemia, antara lain :
a. Berkurangnya sintesis albumin, seperti malnutrisi, sindrom malabsorpsi, radang menahun, penyakit hati menahun, dan kelainan genetik.
b. Peningkatan akskresi (kehilangan), yaitu nefrotik sindrom, luka bakar yang luas, dan penyakit usus.
c. Katabolisme meningkat, anatara lain luka bakar luas, keganasan yang meluas faktor berganda misalnya sirosis hati, kehamilan dan gagal jantung kongesti (Sutedjo, 2006).
Penurunan albumin dapat dilihat bersamaan dengan pemeriksaan lain yaitu kenaikan ALT. Seiring dengan kenaikan ALT pada kondisi hati yang tidak normal, albumin juga mengalami penurunan (Sivakrishnan dan Kottaimuthu 2014).
E. Dekokta
Dekokta adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstrak sediaan herbal dengan air pada suhu 90oC selama 30 menit. Dekokta dapat dibuat dengan mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air
secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 30 menit terhitung mulai suhu 90oC sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, dan tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekok yang dikehendaki (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010).
F. Tanaman Persea americana Mill. 1. Sinonim
Laurus persea L, Persea drymifolia Schlecht. and cham, Persea gratissima Gaertn.f., Persea nubigena L.O.Williams, Persea persea (L.) Cockerel. 2. Nama lain
Avocado (Amerika), Adpukat, Avokad (Indonesia), Apukado, Avokado (Malaysia), Alligator Pear, Avocado, Avocado-Pear, Butter Fruit (Inggris), Alligatorbirne, Avocadobirne (Jerman), Awokado (Thailand), Avocado (Filipina). 3. Taksonomi Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Magnoliidae Ordo : Laurales Famili : Lauraceae Genus : Persea
Spesies : Persea americana Mill
4. Morfologi
Persea americana Mill. merupakan pohon yang tingginya mencapai 20 m. Daun tunggal, tersusun spiral, tepi daun rata, panjang tangkai daun mencapai 1,5-5 cm. Daun banyak menumpuk di ujung ranting, berbentuk eplips hingga lanset, bulat telur hingga bulat telur sungsang. Panjang daun sekitar 5-40 cm dan lebar 3-15 cm. Permukaan atas daun Persea americana Mill. diselaputi lilin. Perbungaan berupa tongkol majemuk (malai) yang muncul di ujung cabang bunga banci tersusun atas 3 daun mahkota, memiliki bau harum, perhiasan bunga tersusun atas dua lingkaran, dan benang sari 9 di dalam 3 lingkaran. Kumpulan benang sari di bagian dalam mengeluarkan 2 nektar di bagian dasarnya. Putik terdiri atas satu ruang bakal buah, tangkai kepala putik ramping dengan kepala putik tunggal. Persea americana Mill. memiliki buah besar berdaging dan berair, berbiji tunggal, permukaan buah halus, panjang sekitar 7-20 cm. Buah besar dan bulat, dilapisi dua lapisan dan dua kotiledon besar yang melindungi embrio kecil (Proseanet, 2014).
5. Kandungan kimia
Menurut penelitian Vinha, et al., (2013) kulit Persea americana Mill. mengandung flavonoid 44,3±3,1 mg/100g, karotenoid 2,585±0,117 mg/100g, Vitamin C 4,1±2,7 mg/100g, dan Vitamin E 2,13±1,03 mg/100g. Flavonoid yang terdeteksi mengindikasikan sebagai antioksidan seperti yang dinyatakan oleh Arukwe, et al. (2012) bahwa kandungan flavonoid pada Persea americana Mill. bersifat larut air dan merupakan antioksidan yang sangat kuat.
6. Khasiat dan kegunaan
Kulit Persea americana Mill. memiliki kandungan flavonoid yang menunjukkan adanya aktivitas antioksidan (Arukwe, et al. 2012). Selain itu, penelitian Servillon, Dingal, Lusica, Yamson, dan Balonebro (2014) menyebutkan bahwa ekstrak kulit Persea americana Mill. dapat juga sebagai agen antibakteri efektif .
G. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terbentuknya reaksi radikal bebas dalam oksidasi lipid. Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami), antioksidan sintetik umumnya digunakan untuk makanan yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluena (BHT), profil galat dan tokoferol sedangkan antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan adalah senyawa fenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam organik polifungsional (Isnindar, Wahyuono, dan Setyowati, 2011).
H. Landasan Teori
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan berperan penting dalam proses metabolisme. Hati menerima darah yang tidak mengandung oksigen dan kaya akan nutrisi dari vena porta hepatika, dan hati juga menerima darah dari arteri hepatika yang mengandung oksigen (Setiadi, 2007). Salah satu kerusakan hati yang dapat terjadi adalah perlemakan (Steatosis) yang merupakan penumpukan trigliserida di hepatosit. Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan dalam metabolisme lemak dan karbohidrat, maka lemak tertimbun dalam hati. (Richard and Lingvay, 2011).
Perlemakan hati dapat disebabkan oleh paparan karbon tetraklorida dengan dosis rendah sebagai senyawa model hepatotoksik. Karbon tetraklorida dimetabolisme oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) menjadi radikal bebas triklorometil. Kerusakan CYP2E1 dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Triklorometil (•CCl3) dengan oksigen akan membentuk radikal
triklorometilperoksi (CCl3O2•) yang sangat reaktif, radikal ini dapat menyerang
lipid membran endoplasmik retikulum dengan kecepatan triklorometilperoksi menyebabkan peroksidasi lipid sehingga mengganggu homeostasis Ca2+, dan akhirnya menyebabkan kematian sel (Timbrell, 2009). Perubahan fraksi protein yang paling banyak terjadi pada penyakit hati adalah penurunan albumin (Lopa, et al., 2007).
Senyawa antioksidan diperlukan untuk menghambat terjadinya oksidasi lemak dari pejanan senyawa karbon tetraklorida. Penelitian Vinha, et al. (2013) menyebutkan bahwa kulit dan biji Persea americana Mill. mengandung
flavonoid. Menurut penelitian Kosinska, et al. (2012) ekstrak kulit memiliki total kandungan senyawa fenolik yang lebih tinggi dan aktivitas antioksidan bila dibandingkan dengan ekstrak biji.
Pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. diharapkan dapat memberikan aktivitas antioksidan, karena menurut Arukwe et al. (2012) kandungan flavonoid pada Persea americana Mill. bersifat larut air. Melalui penelitian ini akan diketahui apakah dengan pemberian dekokta kulit Persea americana Mill., kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dapat dinaikkan.
I. Hipotesis
Pemberian oral dekokta kulit Persea americana Mill. secara jangka panjang dapat meningkatkan kadar albumin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
18 BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap dengan pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variasi dosis pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. jangka panjang pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
b. Variabel tergantung. Kadar albumin tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. secara jangka panjang.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Hewan uji yang digunakan yaitu tikus jantan galur Wistar dengan berat badan 150-250 g dan berumur 2-3 bulan, cara pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. secara per oral dan karbon tetraklorida juga secara intraperitoneal. Frekuensi pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. yaitu satu kali sehari selama enam hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Kondisi patologis dari tikus jantan galur Wistar yang digunakan sebagai hewan uji.
3. Definisi operasional
a. Dekokta Persea americana Mill. Dekokta kulit Persea americana Mill. didapatkan dengan menginfudasi 8,0 gram serbuk kering kulit Persea americana Mill. dalam 100,0 mL air pada suhu 90oC selama 30 menit. Pembuatan dekokta Persea americana Mill. ini mengacu pada penelitian Rosari (2013).
b. Kenaikan albumin. Kenaikan albumin adalah kadar albumin yang diharapkan tidak kurang dari kadar albumin kelompok kontrol hepatotoksin setelah pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. jangka panjang dengan dosis tertentu pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
c. Jangka panjang. Penelitian jangka panjang dilakukan dengan memberikan dekokta kulit Persea americana Mill. pada hewan uji satu kali sehari selama enam hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama, pemberian jangka panjang ini mengacu pada penelitian Rosari (2013).
C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur Wistar dengan berat badan 150-250 g dan berumur 2-3 bulan
yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Bahan uji yang digunakan adalah kulit Persea americana Mill. yang diperoleh dari depot es Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil (Bertolli®). c. Pelarut hepatotoksin digunakan olive oil (Bertolli®).
d. Pelarut untuk dekokta digunakan aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
e. Reagen serum Albumin BCG (Abbott)
Komposisi dan konsentrasi dari reagen Albumin BCG (Abbott) yang digunakan adalah sebagai berikut.
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen Albumin BCG
Komposisi Konsentrasi
Brom Cresol Green 0,27 mmol/L
TRIS 55 mmol/L
f. Reagen serum ALT diasys
Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT diasys yang digunakan adalah sebagai berikut.
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT diasys
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, mesin penyerbuk, ayakan, panci lapis aluminium, termometer, stopwatch, beaker glass, gelas ukur, cawan porselen, batang pengaduk, timbangan analitik, penangas air, waterbath, kain flannel, labu ukur, tabung reaksi, pipet tetes, pipet volume, tabung Eppendorf, Microlab 200 Merck® spuit injeksi per oral, syringe 3 cc Terumo®, syringe 1 cc Terumo®, syringe 6 cc Terumo®, dan pipa kapiler.
E. Tata Cara Peneltian 1. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah kulit Persea americana Mill. yang masih segar dan tidak busuk. Kulit Persea americana Mill. diperoleh dari salah satu depot es Yogyakarta. Pengumpulan kulit dilakukan pada bulan Juni hingga Juli 2014, dengan pengambilan jadwal kulit setiap hari. Kulit segar yang diperoleh
Komposisi pH Konsentrasi
R1: TRIS 7,15 140 mmol/L
L-alanine 700 mmol/L
LDH (lactate dehydrogease) ≥2300 mmol/L
R2: 2-oxogultarate 85 mmol/L NADH 1 mmol/L Pyridoxal-5phosphate FS: Good's buffer Pyridoxal-5-phosphate 9,6 100 mmol/L 13mmol/L
setiap harinya langsung diproses mulai dari pemisahan kulit dengan isi, pencucian dengan air mengalir, dan pengeringan.
2. Determinasi Persea americana Mill.
Determinasi dilakukan dengan mencocokkan buah Persea americana Mill. yang diperoleh dari salah satu depot es Yogyakarta dengan buah yang diketahui secara pasti merupakan buah Persea americana Mill. yang dilakukan secara makroskopis dan disesuaikan dengan literatur “Suplement to Avocado Information Kit“ (Agrilink, 2001).
3. Pembuatan serbuk kulit Persea americana Mill.
Kulit Persea americana Mill. dicuci bersih dan dipisahkan dari daging buah. Setelah itu, ukuran kulit diperkecil dengan menyobek kulit lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC selama 24 jam. Setelah kulit benar-benar kering, kulit dihaluskan dan diayak ukuran 40.
4. Penetapan kadar air pada serbuk kering kulit Persea americana Mill. Penetapan kadar air pada serbuk kering kulit Persea americana Mill. menggunakan metode gravimetri. Serbuk kering kulit Persea americana Mill. yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebanyak ± 5 g kemudian diratakan. Bobot serbuk kering kulit tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 110oC. Serbuk kering kulit Persea americana Mill. yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan
perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk kulit Persea americana Mill.
5. Pembuatan dekokta kulit Persea americana Mill.
Serbuk kering kulit Persea americana Mill. ditimbang 8,0 g dan dimasukkan ke dalam 16,0 mL pelarut aquadest, kemudian ditambahkan lagi aquadest sebanyak 100,0 mL, lalu dipanaskan pada suhu 90oC dan dijaga tetap dalam suhu tersebut selama 30 menit. Waktu 30 menit dihitung ketika suhu campuran mencapai 90oC. Setelah 30 menit, campuran tersebut diambil dan diperas menggunakan kain flanel kemudian tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekokta kulit Persea americana Mill. yang dikehendaki (Badan Pengawas Obat dan Maknaan RI, 2010). Menurut Arukwe, et al. (2012) kandungan flavonoid pada Persea americana Mill. bersifat larut air, oleh sebab itu digunakan pelarut aquadest.
6. Pembuatan larutan hepatotoksin
Larutan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida, dibuat dalam konsentrasi 50 % dengan perbandingan karbon tetraklorida dan olive oil sebagai pelarut 1 : 1 (Janakat dan Al-Merie, 2002).
7. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksik Karbon tetraklorida. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rosari (2013), dosis karbon tetraklorida yang digunakan untuk dapat menyebabkan hepatotoksik adalah 2 mL/KgBB.
b. Penetapan dosis dekokta kulit Persea americana Mill. Meninjau dari penelitian Rosari (2013), peringkat dosis didasarkan pada pengobatan yang biasa digunakan pada masyarakat yaitu ± 2 sendok makan (4 g) serbuk kulit Persea americana Mill. yang direbus dengan 250 mL air. Maka dosis perlakuan yang digunakan adalah 4 g/70 KgBB manusia. Konversi dosis tikus (manusia 70 Kg ke tikus 200g) = 0,018.
Dosis untuk 200 g tikus = 0,018 x 4g = 0,072 g/200 g BB = 360 mg/KgBB sebagai dosis rendah.
Konsentrasi maksimal dekokta kulit Persea americana Mill. yang dibuat adalah 8 g/ 100 mL, dengan asumsi berat badan hewan uji maksimal adalah 200 g, dan volume maksimal pemberian dekokta secara per oral (p.o) = 4 mL.
Berdasarkan perhitungan, D x 200 g = 8 g/ 100 mL x 4 mL
D = 1600 mg/KgBB, dosis ini disebut dosis tinggi perlakuan.
Untuk mendapatkan dosis tengah perlakuan, terlebih dahulu dihitung faktor kelipatan dari dosis rendah dan dosis tinggi yang sudah diperoleh.
Perhitungan faktor kelipatan adalah sebagai berikut :
√𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
𝑛−1
N = Jumlah peringkat dosis yang digunakan. Penelitian ini menggunakan 3 peringkat dosis maka n = 3, sehingga perhitungannya sebagai berikut :
√
1600 3603−1
= 2,1 (Faktor kelipatan)
Berdasarkan faktor kelipatan yang diperoleh maka dosis tengah dan dosis rendah perlakuan ditentukan sebagai berikut,
D = 1600 mg/ KgBB : 2,1 = 761,90 mg/ KgBB =762 mg/KgBB (dosis tengah) D = 762 mg/ KgBB : 2,1 = 362,81 mg/KgBB = 363 mg/KgBB (dosis rendah)
d. Penetapan waktu pencuplikan darah. Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke–0, 24, dan 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata. Kemudian aktivitas ALT serum tikus yang terinduksi karbon tetraklorida diukur.
8. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 30 ekor tikus jantan galur Wistar yang dibagi secara acak dalam 6 kelompok sama banyak.
a. Kelompok I (kelompok kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil dengan dosis 2 mL/KgBB secara per oral, pada jam ke-24 setelah pemberian diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar albumin.
b. Kelompok II (kelompok kontrol negatif) diberi olive oil dengan sebanyak 2 mL/KgBB, pada jam ke-24 setelah pemberian diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar albumin.
c. Kelompok III (kelompok kontrol dekokta) diberi dekokta kulit Persea americana Mill. dosis tinggi yaitu 1600 mg/KgBB selama enam hari berturut-turut, dan setelah 24 jam pemberian hari ke-6 diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar albumin.
d. Kelompok IV, V, dan VI (kelompok perlakuan) diberi dekokta kulit Persea americana Mill. dengan dosis 363; 762; dan 1600 mg/KgBB pada 6 hari berturut-turut dengan waktu yang sama, setelah itu dilakukan pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada hari ke-7. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar albumin.
9.Pembuatan serum untuk pengukuran ALT saat orientasi
Darah diambil melalui sinus orbitalis mata hewan uji dan ditampung dalam tabung 1,5 mL dan didiamkan selama 15 menit, lalu disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Supernatan dimasukkan ke dalam tabung 1,5 mL, lalu dilakukan sentrifugasi kembali dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit dan siap untuk di uji.
10. Pengukuran ALT untuk data orientasi
Alat yang digunakan untuk menganalisis aktivitas ALT serum adalah Mikrolab 200 Merck®. Kadar enzim dinyatakan dengan satuan U/L. Pengukuran ALT serum dilakukan di Laboratorium Biokimia Fisiologi Manusia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Analisis serum ALT dilakukan dengan cara mencampur 1000 μL reagen I, kemudian dicampur dengan 50 μL serum, divortex selama 5 detik, dan didiamkan selama dua menit. Setelah itu, ditambahkan 250 μL reagen II, divortex selama 5 detik, dan resapan dibaca setelah satu menit.
11. Pengukuran albumin
Pengukuran albumin dilakukan di Laboratorium Parahita Yogyakarta dengan menggunakan metode Brom Cresol Green (BCG), dan reagen albumin BCG (Abbott). Alat yang digunakan untuk mengukur kadar albumin adalah Architect c8000.
Prinsip pengukuran kadar albumin dengan metode BCG ini adalah penambahan serum dengan reagen albumin akan menghasilkan pembentukan komplek warna dan kemudian dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 628 nm.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data kadar serum albumin dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui normalitas data pada masing-masing kelompok perlakuan. Nilai normal suatu data ditunjukkan dengan nilai p>0,05. Apabila hasil analisis statistik Kolmogorov-Smirnov kadar serum albumin menunjukkan distribusi data normal (p>0,05), dilanjutkan dengan analisis One Way Anova dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan)
(p>0,05). Jika didapatkan distribusi tidak normal, maka dilakukan analisis data menggunakan uji Kruskal Wallis untuk melihat homogenitasnya, dan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna.
29 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dari pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap kenaikan albumin pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida (CCl4). Penelitian ini merupakan
pengembangan dari penelitian sebelumnya yang sudah menguji mengenai efek hepatoprotektif biji Persea americana Mill. pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi CCl4. Peneliti menggunakan parameter albumin untuk menunjukkan
kerusakan hati.
A. Penyiapan Bahan 1. Hasil determinasi
Proses determinasi dilakukan untuk menjamin kebenaran buah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan buah Persea americana Mill. Proses determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Determinasi buah Persea americana Mill. dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri makroskopis dari bagian-bagian buah yang digunakan mulai dari bentuk dan warna kulit, biji dan daging buah yang dibandingkan dengan acuan Suplement to Avocado Information Kit (Agrilink, 2001) sampai ke tingkat spesies. Dari determinasi ini diperoleh bukti bahwa buah Persea americana Mill. yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah benar buah Persea americana Mill. (Lampiran.4).
2. Penetapan kadar air serbuk kering kulit Persea americana Mill.
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui apakah serbuk kering kulit Persea americana Mill. yang digunakan dalam penelitian merupakan serbuk yang baik atau tidak. Penetapan kadar air ini dilakukan dengan menggunakan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance, mula-mula serbuk dipanaskan pada suhu 110oC selama 15 menit di dalam alat. Pemanasan ini bertujuan agar kandungan air menguap dalam batas 15 menit, sehingga dapat memenuhi persyaratan serbuk yang baik. Kadar air serbuk kering kulit Persea americana Mill. yang digunakan adalah 7,1% b/b nilai ini dapat disimpulkan bahwa serbuk kering kulit Persea americana Mill. yang digunakan sudah memenuhi persyaratan serbuk yang baik, dimana menurut Direktorat Jenderal Pangawasan Obat dan Makanan (1995) syarat serbuk yang baik yaitu memiliki kandungan air kurang dari 10%.
3. Pembuatan dekokta kulit Persea americana Mill.
Pembuatan dekokta kulit Persea americana Mill. dengan menimbang serbuk kering kulit Persea americana Mill. sebanyak 8,0 gram dan dimasukkan ke dalam 16,0 mL pelarut aquadest dalam panci lapis aluminium dan kemudian ditambahkan lagi aquadest sebanyak 100,0 mL, lalu dipanaskan pada suhu 90oC dan dijaga tetap dalam suhu tersebut selama 30 menit dengan sesekali diaduk. Waktu 30 menit dihitung ketika suhu campuran mencapai 90oC. Setelah 30 menit, panci dekokta diangkat dari penangas dan hasil disaring menggunakan kain flanel. Untuk mengganti kehilangan air akibat penguapan, ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume dekokta kulit Persea
americana Mill. dalam labu takar 100 mL. Hal ini bertujuan agar air panas yang melewati ampas dapat mengekstrak kandungan dalam ampas yang masih tersisa pada kain flanel.
Pemilihan metode dekokta ini berdasarkan penelitian Arukwe, et al. (2012) yang menyebutkan bahwa flavonoid pada Persea americana Mill. bersifat larut air, sehingga dengan metode dekokta ini diharapkan flavonoid yang terkandung pada Persea americana Mill. dapat larut pada pelarut air yang digunakan dalam penelitian.
B. Uji Pendahuluan 1. Penentuan dosis hepatotoksin
Penelitian ini menggunakan karbon tetraklorida sebagai senyawa model hepatotoksin. Tujuan dari penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida adalah untuk menentukan dosis karbon tetraklorida yang menyebabkan kerusakan hati pada tikus. Peneliti mengacu pada penelitian Rosari (2013) yang menggunakan karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB dengan pemberian secara intraperitoneal. Pemberian secara intraperitoneal diharapkan hepatotoksin memberikan efek hepatotoksik lebih cepat. Menurut Trimbell (2008) pemberian dosis rendah karbon tetraklorida hanya menyebabkan kerusakan ringan berupa perlemakan hati (steatosis). Sivakrishman et al. (2014) menyebutkan bahwa kerusakan hati ditandai dengan kenaikan kadar ALT serum dua hingga tiga kali nilai normal. Selain itu, kerusakan hati juga ditandai dengan penurunan kadar albumin, seiring dengan kenaikan kadar ALT serum, kadar albumin juga mengalami penurunan 15% dari normal.
2. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji
Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji bertujuan untuk mengetahui jangka waktu yang dibutuhkan karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/KgBB memberikan efek hepatotoksik yang maksimal dengan ditandai peningkatan aktivitas ALT tertinggi pada waktu tertentu. Karbon tetraklorida di injeksikan pada tikus jantan, dan dilakukan pencuplikan darah pada sinus orbitalis hewan uji pada jam ke-0, 24, dan 48. Berdasarkan uji tersebut diperoleh data aktivitas ALT pada Tabel. III dan Gambar.1.
Tabel.III. Rata-rata aktivitas ALT tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/KgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam
(n=3)
Selang waktu (jam) Purata Aktivitas serum ALT ± SE (U/L)
0 72,3 ± 4,5
24 217,3 ± 2,1
48 90,3 ± 2,9
Keterangan : SE = Standar Error
Dari Tabel. III terlihat bahwa aktivitas serum ALT yang paling besar ditunjukkan pada selang waktu ke 24 jam (217,3 ± 2,1 U/L). Dapat dilihat bahwa aktivitas serum ALT pada jam ke-0 dan 24 mengalami peningkatan 3 kali. Pada jam ke-48 aktivitas serum ALT kembali menurun mendekati normal. Hal ini dapat diperjelas lagi pada diagram batang Gambar.1.
Gambar.1. Diagram batang orientasi aktivitas ALT tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/KgBB pada selang waktu ke-0, 24,
dan 48 jam
Hasil uji statistik menggunakan uji Kolmogorov Smirnov pada tiap kelompok perlakuan jam ke-0, 24, dan 48 yang diperoleh hasil signifikan masing-masing 0,999 (p>0,05), 0,944 (p>0,05), dan 1,000 (p>0,05). Hal ini menunjukan bahwa data memiliki distribusi normal sehingga dapat dilanjutkan dengan uji pola searah (One Way ANOVA) untuk mengetahui apakah variansi data tersebut homogen atau tidak. Hasil yang diperoleh dari uji pola searah ini memiliki signifikan 0,515 (p>0,05) yang berarti variansi data yang diperoleh homogen. Setelah itu dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk melihat kebermaknaan data. Hasil
uji Scheffe menunjukan bahwa aktivitas serum ALT pada jam ke-24 dengan jam
ke-0 dan 48 berbeda bermakna (p<0,05). Hal ini berarti pada jam ke-24 terjadi peningkatan ALT terlihat pada aktivitas serum ALT pada jam 0 dengan jam ke-48 (p=0,067) karena aktivitas serum ALT pada jam ke-ke-48 sudah normal kembali
seperti pada aktivitas serum ALT jam ke-0. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT pada berbagai jam pencuplikan dapat dilihat di Tabel.IV.
Tabel.IV. Hasil uji Scheffe aktivitas ALT tikus pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada selang waktu ke-0, 24, dan 48 jam
Jam 0 Jam 24 Jam 48
Jam 0 BB BTB
Jam 24 BB BB
Jam 48 BTB BB
BB = Berbeda bermakna (p<0,05) ; BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)
Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat bahwa pada jam ke-24 efek hepatotoksik yang dimiliki karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB menunjukkan efek yang maksimal. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan waktu pencuplikan darah hewan uji ke-24 jam untuk dosis karbon tetraklorida 2 mL/KgBB.
C. Hasil Uji Pengaruh Pemberian Dekokta Kulit Persea americana Mill. Secara Jangka Panjang Pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida
Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. secara jangka panjang terhadap peningkatan kadar albumin pada tikus terinduksi tetraklorida dengan tiga tingkatan dosis yang berbeda. Pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. diberikan secara per oral dengan tingkat dosis terkecil 363; 762 mg/KgBB untuk dosis tengah; dan 1600 mg/KgBB dosis tertinggi. Waktu pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. pada tikus adalah enam hari berturut-turut dengan waktu yang sama. Pada hari ketujuh dilakukan pemejanan hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB secara i.p., dimana setelah 24 jam pemejanan karbon tetraklorida 2
mL/KgBB terjadi kerusakan sel-sel hati dengan ditandai dengan penurunan kadar albumin, yang nantinya akan digunakan sebagai parameter untuk melihat adanya kerusakan hati pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/KgBB.
Data purata kadar albumin tikus dengan pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. secara jangka panjang terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB dapat dilihat pada Tabel.V.
Tabel.V. Purata ± SE kadar albumin pemberian kulit Persea americana Mill. secara jangka panjang pada tikus terinduksi tetraklorida dosis 2 mL/KgBB
Kelompok Perlakuan Albumin ± SE Purata Kadar (mg/dL) Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2
mL/KgBB
2,92 ± 0,07
Kontrol negatif olive oil 2 mL/KgBB 3,63 ± 0,06
Kontrol sediaan ( DKPA 1600 mg/KgBB) 3,85 ± 0,08
DKPA 363 mg/KgBB + karbon tetraklorida 2
mL/KgBB 3,28 ± 0,09
DKPA 762 mg/KgBB + karbon tetraklorida 2
mL/KgBB 3,01 ± 0,07
DKPA 1600 mg/KgBB + karbon tetraklorida 2
mL/KgBB 2,92 ± 0,08
Keterangan: DKPA = Dekokta Kulit Persea americana Mill. SE = Strandar Error
Tabel.VI. Hasil uji Scheffe kadar albumin tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB pada kelompok perlakuan
Kelompok perlakuan Kontrol hepatotoksin CCl4 2 mL/KgBB Kontrol negatif olive oil 2 mL/KgBB Kontrol sediaan (DKPA 1600 mg/Kg BB) DKPA 363 mg/KgBB + CCl4 2 mL/KgBB DKPA 762 mg/KgBB + CCl4 2 mL/KgBB DKPA 1600 mg/KgBB + CCl4 2 mL/KgBB Kontrol hepatotoksin CCl4 2 mL/KgBB - BB BB BTB BTB BTB Kontrol negatif olive oil 2 mL/KgBB BB - BTB BTB BB BB Kontrol sediaan (DKPA 1600 mg/KgBB) BB BTB - BB BB BB DKPA 363 mg/KgBB + CCl4 2 mL/KgBB BTB BTB BB - BTB BTB DKPA 762 mg/KgBB + CCl4 2 mL/KgBB BTB BB BB BTB - BTB DKPA 1600 mg/KgBB + CCl4 2 mL/KgBB BTB BB BB BTB BTB - Keterangan:
B = Berbeda bermakna (p < 0,05) BTB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) DKPA = Dekokta Kulit Persea americana Mill.
Gambar.2. Diagram batang rata-rata pengaruh dosis pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. terhadap hepatotoksisitas karbon tetraklorida
dilihat dari kadar albumin
Kontrol ccl4 : kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/KgBB Kontrol olive oil : kontrol negatif olive oil 2 mL/KgBB
Kontrol sediaan : kontrol dekoktasi kulit Persea americana Mill. 1600 mg/KgBB Dosis 1 : dekoktasi kulit Persea americana Mill. 363 mg/KgBB + karbon
tetraklorida 2 mL/KgBB
Dosis 2 : dekoktasi kulit Persea americana Mill. 762 mg/KgBB + karbon tetraklorida 2 mL/KgBB
Dosis 3 : dekoktasi kulit Persea americana Mill. 1600 mg/KgBB + karbon tetraklorida 2 mL/KgBB
1. Kontrol negatif (olive oil 2 mL/KgBB)
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian pada kelompok kontrol negatif dengan tujuan untuk memastikan bahwa penurunan kadar albumin pada hewan uji hanya disebabkan oleh pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida, dan bukan karena pemberian pelarut yang digunakan yaitu olive oil. Dosis olive oil yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan dosis karbon tetraklorida yaitu 2 mL/KgBB. Hal ini dilakukan agar dapat melihat apakah dengan dosis yang sama dengan karbon tetraklorida, olive oil memberikan efek hepatotoksin pada hewan
uji. Pada penelitian Wijaya 2013) menyebutkan bahwa olive oil yang digunakan sebagai pelarut hepatotoksin karbon tetraklorida tidak memberikan pengaruh terhadap kenaikan serum ALT. Menurut Sivakrishnan dan Kottaimuthu (2014) kenaikan kadar ALT serum diikuti dengan penurunan kadar albumin, sehingga dapat diasumsikan bahwa olive oil juga tidak memberikan pengaruh terhadap penurunan kadar albumin pada tikus.
2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/KgBB
Pembuatan kontrol hepatotoksin dilakukan untuk mengetahui pemberian karbon tetraklorida 2 mL/KgBB terhadap sel hepar pada hewan uji dengan ditunjukkannya penurunan kadar albumin. Pemejanan karbon tetraklorida 2 mL/KgBB pada hewan uji dilakukan secara intraperitonial. Pencuplikan darah dilakukan pada jam ke-24 untuk diukur kadar albumin dan dibandingkan dengan kontrol olive oil. Berdasarkan penelitian Sivakrishnan dan Kottaimuthu (2014) yang melaporkan bahwa kadar albumin mengalami penurunan 15 % nilai normal jika terjadi kerusakan, sama hal nya dengan penelitian ini yang dilakukan dengan pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/KgBB mengakibatkan kadar albumin turun hingga 19,6 % nilai normal yang dapat dilihat pada Tabel.V. Pada uji Scheffe kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/KgBB dibandingkan dengan kontrol negatif olive oil 2 mL/KgBB memiliki perbedaan yang bermakna dengan nilai signifikan 0,000 (p<0,05).
Berdasarkan uji tersebut, dapat diketahui bahwa karbon tetraklorida 2 mL/KgBB yang diberikan pada hewan uji dalam penelitian ini memiliki efek hepatotoksin dengan ditandai penurunan kadar albumin.
3. Kontrol dekokta kulit Persea americana Mill. 1600 mg/KgBB
Tujuan pembuatan kontrol dekokta kulit Persea americana Mill. adalah untuk melihat apakah pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. 1600 mg/KgBB memberikan pengaruh terhadap kadar albumin. Pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. dilakukan secara oral dan pada jam ke-24 dilakukan pencuplikan darah melalui sinus orbitalis. Berdasarkan hasil pengukuran, kontrol dekokta kulit Persea americana Mill. 1600 mg/KgBB memberikan purata kadar albumin sebesar 3,85 ± 0,08 mg/dL yang memiliki perbedaan tidak bermakna dengan olive oil, dengan signifikan 0,526 (p>0,05). Hal ini dapat diketahui bahwa pemberian dekokta kulit Persea americana Mill. 1600 mg/KgBB tidak memiliki pengaruh terhadap kadar albumin yang berarti tidak terjadi kerusakan hati pada hewan uji.
4. Kelompok perlakuan jangka panjang dekokta kulit Persea americana Mill. dosis 363; 762; dan 1600 mg/KgBB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB
Tujuan dilakukan kelompok praperlakuan adalah untuk melihat pengaruh praperlakuan jangka panjang dekokta kulit Persea americana Mill. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida terhadap peningkatan kadar albumin.
Dari hasil yang diperoleh, terlihat kadar albumin pada kelompok perlakuan dekokta kulit Persea americana Mill. dosis 363 mg/KgBB sebesar 3,28 ± 0,09 mg/dL. Bila dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/KgBB ditemukan perbedaan yang tidak bermakna. Hal ini