• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMASAKAN TERHADAP KANDUNGAN ANTIOKSIDAN SAYURAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMASAKAN TERHADAP KANDUNGAN ANTIOKSIDAN SAYURAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 2, 2014 | 7

PENGARUH PEMASAKAN TERHADAP KANDUNGAN ANTIOKSIDAN

SAYURAN

Tezar Ramdhan dan Syarifah Aminah

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jakarta

Jln. Raya Ragunan No. 30 Pasar Minggu, Jakarta Selatan - 12540

Email: tezarrammdhan@yahoo.com

ABSTRAK

Telah diyakini bahwa sayuran merupakan sumber senyawa bioaktif terutama antioksidan alami seperti vitamin, karotenoid, flavonoid, dan senyawa fenolik lainnya. Tidak ada keraguan pula bahwa proses dan metode pemasakan menyebabkan perubahan signifikan dalam komposisi kimia sayuran dan mempengaruhi senyawa bioaktifnya baik dengan cara yang positif (meningkatkan kandungannya) ataupun negatif (menurunkan kandungannya). Dengan demikian, proses/ metode pemasakan dan pengaruhnya terhadap senyawa bioaktif sayuran telah menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji. Hasil dari beberapa eksperimen menunjukkan bahwa proses pemasakan mempengaruhi konten dan aktivitas antioksidan baik secara positif ataupun negatif. Pengaruh pemasakan terhadap kandungan antioksidan sayuran terutama disebabkan oleh pelunakan atau denaturasi jaringan tanaman atau gangguan selular dan pemisahan beberapa senyawa fenolik dari struktur selular. Namun, untuk beberapa sayuran, metode pemasakan tidak berpengaruh di mana konten dan aktivitas antioksidan tetap sama, sebelum dan setelah pemasakan.

Kata Kunci: Sayuran, antioksidan, metode pemasakan

ABSTRACT

It has been acknowledged that vegetables are good sources of bioactive compounds, especially natural antioxidants such as vitamins, carotenoids, flavonoids and other

phenolic compounds. There is no doubt that cooking induces significant changes in

chemical composition and affects the bioactive compound whether in a positive or

negative way. Thus, cooking procedures and its effect on bioactive compound of vegetables have become an interesting subject. The result of some experiments shows that cooking methods affect the content and acticity of vegetables antioxidant whether in term positif (increasing) or negatif way (decreasing/depleting). The effect of cooking on antioxidant content of vegetable mainly cause by softening or denaturation of the plant tissue or cellular disruption and disassociation of some phenolic compounds from cellular structures. However, for some vegetables, the cooking methods have no effect in which the antioxidant content and activity remain same, before and after cooking.

Key Words: vegetables, antioxidant, cooking methods

PENDAHULUAN

idak diragukan lagi bahwa sayuran merupakan sumber senyawa bioaktif, terutama antioksidan alami seperti vitamin, karotenoid, flavonoid dan senyawa fenolik lainnya. Saat ini, konsumen lebih sadar betapa pentingnya mengkonsumsi berbagai sayuran untuk mendapatkan antioksidan dan juga senyawa bioaktif lain secara alami. Sebagian besar, sebelum dikonsumsi, sayuran dimasak terlebih dahulu baik dengan cara direbus, ditumis, ataupun dikukus. Sementara itu, tidak diragukan pula bahwa proses pemasakan menyebabkan perubahan signifikan dalam komposisi kimia sayuran

T

(2)

Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 2, 2014 | 8

dan mempengaruhi senyawa bioaktifnya baik dengan cara yang positif (meningkatkan kandungannya) ataupun negatif (menurunkan kandungannya). Oleh karena itu, perhatian dan keingintahuan konsumen saat ini telah berkembang pula tidak hanya fokus terhadap kandungan bioaktif sayuran sebagai produk segar saja melainkan pula fokus terhadap kandungan bioaktif sayuran sebagai produk yang telah dimasak. Dengan demikian, prosedur dan metode pemasakan dan pengaruhnya terhadap senyawa bioaktif sayuran telah menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji. Untuk itu, makalah ini akan menunjukkan efek pemasakan terhadap senyawa antioksidan sayuran daun, sayuran umbi, dan sayuran buah. Sementara itu, metode pemasakan yang akan dibahas dalam makalah ini hanya metode pamasakan yang biasa dilakukan di rumah tangga terutama perebusan dan pengukusan dengan menggunakan kompor (api) dan pemasakan dengan menggunakan oven microwave.

PENGARUH PEMASAKAN TERHADAP KANDUNGAN ANTIOKSIDAN

SAYURAN

Perebusan adalah metode yang paling umum digunakan untuk memasak beberapa sayuran. Selain itu, pemasakan dengan metode pengukusan dan pemasakan dengan menggunakan oven microwave juga semakin umum dilakukan di rumah tangga. Hal itu pula yang mendasari kenapa ketiga metode tersebut merupakan metode pemasakan yang paling banyak diteliti dan dikaji efeknya terhadap senyawa bioaktif sayuran.

Faller dan Fialho (2009) melakukan percobaan untuk mengukur dan mengevaluasi pengaruh perebusan,

pemasakan dengan oven microwave, dan pengukusan terhadap polifenol larut air yang terkandung pada sayuran organik dan sayuran konvensional (kentang, wortel, bawang merah, brokoli, dan kubis). Untuk metode perebusan, sampel sayuran (100 g) dimasukkan ke dalam panci stainless steel yang berisi 150 mL air mendidih dan kemudian ditutup. Lama perebusan adalah 5 menit untuk kubis putih, 6 menit untuk brokoli, 6,5 menit untuk kentang dan 8 menit untuk bawang merah dan wortel. Untuk pemasakan dengan oven microwave skala rumah tangga, setiap sampel sayuran (100 g) ditempatkan di piring kaca dan kemudian diberi 6 mL air, kecuali untuk kentang dimana air yang ditambahkan adalah sebanyak 12 mL. Sayuran ditutupi dengan plastik yang diberi lubang kecil-kecil (pelubangan menggunakan garpu). Lama pemasakan dengan daya sembilan (potensi daya maksimal, 2450 W) adalah 3 menit untuk wortel dan kentang, 3,5 menit untuk kubis putih dan 4 menit untuk bawang merah dan brokoli. Sementara untuk metode pengukusan, sayuran (100 g) ditempatkan dalam kukusan stainless steel yang ditutupi dengan tutup kain dan dikukus di atas air mendidih pada tekanan atmosfer. Lama pemasakan adalah 10 menit untuk bawang merah, kentang dan kubis putih, serta 8 menit untuk wortel dan brokoli.

Hasilnya percobaan, seperti terlihat di Tabel 1, menunjukkan bahwa kandungan polifenol larut air bawang merah tidak terpengaruh meski dimasak dengan oven microwave, direbus maupun dikukus. Begitupun kentang organik yang dimasak dengan oven microwave tidak mengalami penurunan kandungan polifenol larut airnya. Sedangkan sayuran organik lainnya,

(3)

Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 2, 2014 | 9

mengalami kehilangan polifenol larut air setelah pemasakan. Potensi kehilangan bahkan mencapai lebih dari 50%.

Di sisi lain, data dari polifenol terhidrolisis (Tabel 2) justru mengalami peningkatan atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan sayuran sejenis yang masih mentah, terutama untuk wortel, bawang, dan kentang. Hasilnya menunjukkan bahwa polifenol larut air cenderung berkurang sementara polifenol terhidrolisis cenderung meningkat. Hal ini dapat disebabkan oleh karena terbebasnya polifenol dari matriks sel sayuran setelah pemanasan dan gangguan jaringan tanaman. Konversi

fenolat larut menjadi bentuk yang lebih larut juga dapat terjadi. Pengolahan makanan, seperti memotong dari jaringan sayuran dan paparan suhu yang lebih tinggi, dapat menyebabkan gangguan sel dan pemisahan beberapa senyawa fenolik dari struktur seluler seperti lignin dan polisakarida. Selain itu, setiap tanaman memiliki berbagai jenis senyawa fenolik dengan variasi ikatan yang berbeda-beda antara fitokimia dan struktur sel. Variasi ini dapat menyebabkan pembelahan fenolik yang lebih tinggi atau lebih rendah sesuai dengan jenis makanan dan panas yang diterapkan. Flavanols, Tabel 1. Kandungan polifenol yang dapat larut pada sayuran segar dan sayuran yang telah dimasak

Jenis Sayuran Teknik Budidaya

Polifenol larut air sayuran segar (mg GAE/ml

esktrak)

% Recovery

Rebus Microwave Kukus Wortel Organik Konvensional 0,521a 0,289ab 40,9b 110,7a 43,5b 150,3a 52,1b 44,3b Bawang merah Organik

Konvensional 0,195a 0,325a 380,0b 195,2b 273,6c 140,1a 249,2c 124,8a Kentang Organik Konvensional 0,399a 0,327a 74,2a 263,7b 111,0a 205,9b 87,0a 64,9a Brokoli Organik Konvensional 0,644a 0,525ab 76,0b 73,9a 71,1b 109,1a 63,0b 95,6a Kubis putih Organik

Konvensional 0,521a 0,289ab 86,3a 104,5a 61,5a 59,4b 36,1a 50,2b

Sumber : Faller and and Fialho (2009)

Tabel 2. Kandungan polifenol yang dapat dihidrolisis pada sayuran segar dan sayuran yang telah dimasak

Jenis Sayuran Teknik Budidaya

Polifenol sayuran segar (mg GAE/ml esktrak)

% Recovery

Rebus Microwave Kukus Wortel Organik Konvensional 0,808a 0,626a 77,6a 112,7a 87,3a 108,9a 80,2a 123,3a Bawang merah Organik

Konvensional 1,204a 0,932a 74,6b 156,0b 114,9c 155,3b 105,4ac 163,2b Kentang Organik Konvensional 0,352a 0,422a 181,4a 355,9b 180,8a 274,3ab 122,8a 85,6a Brokoli Organik Konvensional 2,315a 2,014ac 53,2b 65,0b 55,6b 81,4bc 46,9b 125,7a Kubis putih Organik

Konvensional 1,693a 1,365a 39,7b 34,9b 56,3b 55,2b 37,5b 100,6a

(4)

Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 2, 2014 | 10

misalnya, memiliki perilaku yang berbeda tergantung pada metode pemasakan yang dilakukan. Pemanggangan dan penumisan dapat menyebabkan kenaikan 7-25% konsentrasi quercetin, sedangkan perebusan dalam air mendidih dapat menyebabkan penurunan 18% konsentrasi flavonol.

Sementara itu, kapasitas penangkapan radikal oleh sayuran menurun setelah pemasakan (Tabel 3). Meskipun pemasakan cenderung menurunkan kandungan polifenol dalam sampel sayuran yang dianalisis, kenaikan atau penurunan kapasitas antioksidan tidak langsung dipengaruhi oleh modifikasi kandungan polifenol. Umumnya, konsentrasi yang lebih rendah dari senyawa fenolik dapat menyebabkan kapasitas antioksidan yang lebih rendah, namun kedua bawang baik yang organik maupun konvensional menunjukkan penurunan kapasitas penangkapan radikal walaupun memiliki tingkat pemulihan polifenol yang tinggi setelah pemasakan.

Percobaan sebelumnya yang dilakukan oleh Zhang dan Hamauzu (2004) menunjukkan adanya perubahan komponen

antioksidan, termasuk fenolat, asam askorbat dan karotenoid, pada brokoli, selama pemasakan konvensional dan pemasakan menggunakan microwave. Dalam percobaan ini, bunga dan batang brokoli dimasak dengan cara direbus konvensional dan menggunakan microwave selama 300 detik. Jumlah retensi fenolat pada bunga brokoli hingga 28,1-28,4% dan 55,6-57,8% pada batang brokoli yang dimasak. Sedangkan retensi asam askorbat adalah 34,1-34,4% dan 29,1-29,5%, masing-masing pada bunga dan batang brokoli. Jumlah karotenoid yang dipertahankan lebih baik dibandingkan total fenolat dan asam askorbat. Aktivitas antioksidan total dipertahankan pada 34,7-35,0% di bunga yang dimasak dan 34,6-34,7% pada batang yang dimasak. Aktivitas antioksidan fenolik dipertahankan pada 37,4% dan 64,7%, masing-masing pada bunga dan batang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen antioksidan dan aktivitas antioksidan dalam brokoli banyak yang hilang selama memasak. Kerugian ini harus diperhitungkan ketika menghitung asupan senyawa antioksidan dari brokoli yang dimasak (Tabel 4).

Tabel 3. Kapasitas antioksidan sayuran sebelum dan setelah pemasakan

Jenis Sayuran Teknik Budidaya % Kapasitas Penangkapan Radikal Bebas Segar Rebus Microwave Kukus Wortel Organik Konvensional 40,4a 48,3a 5,6b 3,4b 8,4b 12,3b 9,2b 2,1b Bawang merah Organik

Konvensional 60,6a 48,8a 14,8b 28,9b 18,9b 19,7b 14,1b 10,9b Kentang Organik Konvensional 11,2a 13,0a 26,3b 11,0a 30,3b 17,8a 32,4b 19,8a Brokoli Organik Konvensional 73,8a 78,9a 87,0b 91,7b 89,2b 89,7c 89,0b 90,0bc Kubis putih Organik

Konvensional 41,0a 57,2a 26,9b 18,0b 37,7a 30,4c 22,5b 10,8b

(5)

Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 2, 2014 | 11

Dalam percobaan lain, Turkmen et al. (2005) telah mempelajari efek pemasakan dengan microwave serta perebusan dan pengukusan metode konvensional terhadap total fenolat dan aktivitas antioksidan lada, labu, kacang hijau, kacang polong, daun bawang, brokoli dan bayam (Tabel 5). Jumlah fenolat sayuran segar berkisar 183,2-1344,7 mg/100 g (sebagai asam galat) berat

kering. Aktivitas antioksidan total berkisar antara 12,2% sampai 78,2%. Dengan pengecualian untuk bayam, pemasakan menurunkan kadar total fenolat secara signifikan. Setelah dimasak, total fenolat labu, kacang polong, dan daun bawang berkurang secara signifikan. Sebaliknya, kandungan total fenolik lada dan kacang hijau meningkat secara signifikan.

Tabel 4. Efek pemasakan terhadap total fenol, vitamin C, dan karotenoid brokoli

Bagian brokoli Komponen Antioksidan Metode Pemasakan Waktu Pemasakan (s) 0 30 60 90 120 300

Bunga Total fenol (mg/100 g FW) Konvensional 34,5 + 1,0 23,6 + 0,7 18,1 + 0,6 15,2 + 0,5 13,2 + 0,5 9,7 + 0,4 Microwave 34,5 + 1,0 24,1 + 0,7 18,5 + 0,7 15,5 + 0,6 13,2 + 0,5 9,8 + 0,4 Vitamin C (mg/100 g FW) Konvensional 103 + 3,5 83,5 + 2,6 68,7 + 2,1 54,2 + 2,0 42,1 + 1,9 35,2 + 1,5 Microwave 103 + 3,5 85,1 + 2,5 70,2 + 2,1 54,3 + 2,1 43,1 + 1,8 35,5 + 1,4 Total Karotenoid (mg/100 g FW) Konvensional 3,75 + 0,25 3,65 + 0,25 3,30 + 0,23 3,21 + 0,23 3,11 + 0,20 2,89 + 0,20 Microwave 3,75 + 0,25 3,70 + 0,25 3,35 + 0,24 3,23 + 0,23 3,10 + 0,20 2,90 + 0,20 Batang Total fenol

(mg/100 g FW) Konvensional 4,5 + 0,2 3,9 + 0,2 3,5 + 0,2 3,3 + 0,1 3,2 + 0,1 2,6 + 0,1 Microwave 4,5 + 0,2 4,0 + 0,2 3,7 + 0,1 3,3 + 0,1 3,1 + 0,1 2,5 + 0,1 Vitamin C (mg/100 g FW) Konvensional 124 + 3,8 100 + 3,5 82,5 + 2,7 64,7 + 2,1 50,5 + 1,9 36,0 + 1,5 Microwave 124 + 3,8 103 + 3,5 85,0 + 2,5 65,2 + 2,1 50,9 + 1,8 36,5 + 1,5 Total Karotenoid (mg/100 g FW) Konvensional 0,10 + 0,03 0,10 + 0,03 0,09 + 0,03 0,08 + 0,02 0,08 + 0,02 0,08 + 0,02 Microwave 0,10 + 0,03 0,10 + 0,03 0,10 + 0,03 0,08 + 0,02 0,08 + 0,02 0,08 + 0,02

Sumber: Zhang dan Hamauzu (2004)

Tabel 5. Efek berbagai metode pemasakan terhadap total fenol dan faktor retensi beberapa sayuran.

Sayuran

Total fenol ( mg GAE / 100 g DM)

Segar Rebus Kukus Microwave

Jumlah Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Lada 1344,8 + 26,25a 1538,4 + 78,92bc 114 1371,0 + 34,76ab 102 1696,1 + 53,91c 126 Labu 833,0 + 37,79b 497,3 + 9,72a 60 581,7 + 27,02a 70 555,6 + 26,75a 67 Kacang hijau 355,3 + 16,59a 405,2 + 14,95b 114 463,3 + 4,53c 130 457,4 + 9,30c 129 Buncis 183,3 + 10,23b 139,8 + 2,06a 76 160,6 + 3,1a 88 151,9 + 7,10a 83 Bawang 300,8 + 4,20c 193,9 + 10,87a 64 254,4 + 10,7b 85 245,5 + 6,41b 82 Brokoli 1204,3 + 12,6a 1129,2 + 20,30a 94 1415,5 + 52,6b 118 1510,4 + 17,65b 125 Bayam 1274,8 + 94,09a 1291,8 + 89,27a 101 1315,3 + 14,4a 103 1390,7 + 41,40a 109

(6)

Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 2, 2014 | 12

Begitupun, meskipun sedikit, kandungan total fenolat bayam juga diamati meningkat setelah pemasakan.

Terkait dengan kandungan karotenoid brokoli, Bernhardt dan Schlich (2006) meneliti pengaruh dari metode pemasakan domestik/rumah tangga (perebusan, microwave dan pengukusan).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua metode pemasakan mengarah ke rilis yang signifikan dari semua trans-b-karoten dan cis-isomernya. Dalam brokoli, beta karoten tergabung dalam karotenoid-protein-kompleks dalam kloroplas yang disebut carotenoproteins dan memiliki effek penghambatan pada extractability dari β -karoten dari matriks sayuran. Pemasakan menyebabkan pelunakan jaringan tanaman dan denaturasi protein sehingga karotenoid dapat diekstraksi jauh lebih mudah. Hal ini sering diasumsikan pula bahwa dengan meningkatnya daya terekstraksinya berhubungan dengan peningkatan bioavailabilitas beta karoten.

Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Mazzeo et al. (2011) menunjukkan pengaruh perebusan dan pengukusan terhadap kandungan total karotenoid wortel dan bayam (Tabel 6). Setelah perebusan, total kandungan karotenoid wortel dan bayam berkurang signifikan. Pengurangan tersebut kemungkinan terkait dengan pelepasan karoten ke dalam air mendidih.

Sebaliknya, pengukusan adalah prosedur memasak terbaik untuk menjaga total karoten pada bayam (Tabel 7).

KESIMPULAN

Metode pemasakan mempengaruhi kandungan antioksidan sayuran baik secara positif (meningkatkan) atau cara negatif (menurunkan). Namun demikian, secara umum, pemasakan lebih banyak menurunkan kandungan antioksidan sayuran. Pengaruh pemasakan pada kandungan antioksidan dari sayur terutama disebabkan oleh pelunakan atau denaturasi jaringan tanaman atau gangguan seluler dan pemisahan beberapa senyawa fenolik dari struktur selular. Untuk beberapa sayuran, metode memasak tidak berpengaruh di mana konten dan aktivitas antioksidan tetap sama, sebelum dan setelah memasak.

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., R. Batari, D.A. Sandrasari, B. Bolling, H. Wijaya. 2010. Flavonoid content and antioxidant activity of vegetables from Indonesia. Food Chemistry 121: 1231-1235

Tabel 7. Kandungan karotenoid wortel dan bayam setelah pemasakan

Perlakuan Total karotenoid (mg/100 g) Wortel: Segar Perebusan Pengukusan 237,9 + 1,8a 221,6 + 2,0b 208,6 + 8,0c Bayam: Segar Perebusan Pengukusan 370,8 + 20,4a 315,1 + 17,0b 378,8 + 20,9a

Tabel 6. β-Carotene and α-tocopherol contents (mg/100 g) pada brokoli

Jenis Segar Perebusa

n Pengukusan trans-β -carotene 0,05 + 0,01 0,27 + 0,04 0,21 + 0,03 cis-β -carotene 0,02 + 0,004 0,10 + 0,012 0,07 + 0,015 Α -tokoperol 0,32 + 0,05 1,54 + 0,16 1,58 + 0,16

(7)

Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 2, 2014 | 13

Bernhardt S. and Elmar Schlich. 2006. Impact of different cooking methods on food quality: Retention of lipophilic vitamins in fresh and frozen vegetables. Journal of Food Engineering 77: 327–333

Choi, E. M., & Hwang, J. K. (2005). Screening of Indonesian medicinal plants for inhibitor activity on nitric oxide production of raw 264.7 cells and antioxidant activity. Fitoterapia, 76, 194–203.

Faller A.L.K. and E. Fialho. 2009. The antioxidant capacity and polyphenol content of organic and conventional retail vegetables after domestic cooking. Food Research International 42: 210–215

Gomez-Lopez, V., Ragaert, P., Debevere, J., Devlieghere, F., 2008. Decontamination methods to prolong the shelf-life of minimally processed vegetables, state-of the-art. Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 48, 487–495.

Mazzeo T., Denis N’Dri, Emma Chiavaro, Attilio Visconti, Vincenzo Fogliano, Nicoletta Pellegrini. 2011. Effect of two cooking procedures on phytochemical compounds, total antioxidant

capacity and colour of selected frozen vegetables. Food Chemistry 128: 627–633

Murcia, M.A., A.M. Jiménez-Monreal, L. García-Diz, M. Carmona, L. Maggi, M. Martínez-Tomé. 2009. Antioxidant activity of minimally processed (in modified atmospheres), dehydrated and ready-to-eat vegetables. Food and Chemical Toxicology 47 : 2103–2110 Turkmen N., Ferda Sari, Y. Sedat Velioglu.

2005. The effect of cooking methods on total phenolics and antioxidant activity of selected green vegetables. Food Chemistry 93: 713–718

Villanueva, M.J., Tenorio, M.D., Sagardoy, M., Redondo, A., Saco, M.D., 2005. Physical chemicals, histological and microbiological changes in fresh green asparagus (Asparagus officinalis, L) stored in modified atmosphere packaging. Food Chem, 91, 609– 619.

Zhang D. and Yasunori Hamauzu. 2004. Phenolics, ascorbic acid, carotenoids and antioxidant activity of broccoli and their changes during conventional and microwave cooking. Food Chemistry 88: 503–509

Gambar

Tabel 2.  Kandungan polifenol yang dapat dihidrolisis pada sayuran segar dan sayuran yang telah  dimasak
Tabel 3. Kapasitas antioksidan sayuran sebelum dan setelah pemasakan
Tabel 5. Efek berbagai metode pemasakan terhadap total fenol dan faktor retensi beberapa sayuran

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya agar mahasiswa memperoleh pengalaman dan keterampilan lapangan dalam penyelenggaraan pendidikan atau

Kontrasepsi suntikan depogestin adalah mencegah terjadinya kehamilan dengan cara disuntik intra muskuler yang berdaya kerja 3 bulan dan tidak membutuhkan pemakaian

a) Dukungan emosional, mencakup ungkapan dan perilaku empati, afeksi, kepedulian, sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan.. b) Dukungan penghargaan,

Sistem informasi ini akan memiliki keuntungan ganda, baik bagi industri pariwisata maupun institusi pendidikan, yaitu :menyediakan informasi kebutuhan dan ketersediaan tenaga

Ke Depan nya Pusat Layanan Pustaka Universitas Terbuka, akan membuka akses Full Text bahan ajar / Modul online kepada masyarakat, khususnya mahasiswa UT yang ada di Pelosok

Hal itu terutama disebabkan oleh diundangkannya UU No.2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil (UU PBH) dan UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan berbagai macam pengetahuan akan mendesain sebuah Environment yang sesuai dengan cerita yang ingin di berikan dan karakter yang

Berikut adalah persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu: Tabel 2.2 Persamaan dan Perbedaan Penelitian No Nama, Tahun, dan Judul Persamaan Perbedaan