• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang akuntansi, antara lain: Arens (2006:15) : Auditing is the accumulation and

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang akuntansi, antara lain: Arens (2006:15) : Auditing is the accumulation and"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Kualitas Hasil Pemeriksaan

Terdapat beberapa pengertian audit yang diberikan oleh beberapa ahli di bidang akuntansi, antara lain: Arens (2006:15) : Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondance between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent independent person. Kemudian menurut Mulyadi (2002:43): Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomis, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil-hasil kepada pemakai yang berkepentingan. Berdasarkan pengertian mengenai audit tersebut dapat kita simpulkan bahwasanya audit merupakan proses sistematik yang dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten dalam melakukan pemeriksaan dan memberikan opini terhadap kewajaran dari laporan audit tersebut.

Kualitas hasil pemeriksaan adalah probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. KAP yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas

(2)

hasil pemeriksaan yang lebih besar dibandingkan dengan KAP yang kecil (Angelo, 1981, dalam Alim dkk., 2007). Hasil pemeriksaan tersebut haruslah memiliki kualitas yang baik sehingga menunjukan bahwa pelaksanaan pemeriksaan tersebut sudah mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Tidak mudah untuk menggambarkan dan mengukur suatu kualitas audit yang dihasilkan secara objektif hal ini dikarenakan kualitas hasil pemeriksaan ini merupakan suatu konsep yang komplek dan sulit untuk dipahami, hal ini yang menyebabkan sering sekali terdapat kesalahan dalam menentukan sifat dan kualitasnya. Suatu kualitas hasil pemeriksaan dijelaskan sebagai probabilitas atau kemungkinan dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya dengan pengetahuan dan keahlian auditor ( Angelo, 1981 dalam Efendy, 2010). Deis (1992) dalam Efendy (2010) melakukan penelitian tentang empat hal yang dianggap mempunyai hubungan dengan kualitas hasil pemeriksaan yaitu (1) lama waktu auditor telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan, semakin lama seorang auditor telah melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas hasil pemeriksaan yang dihasilkan akan semakin rendah; (2) jumlah klien, semakin banya jumlah klien maka kualitas hasil pemeriksaan akan semakin baik karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya; (3) kesehatan keuangan klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada kecenderungan klien tersebut untuk menekan auditor agar tidak mengikuti standar; dan (4) review oleh pihak ketiga, kualitas hasil pemeriksaan akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga. Menurut

(3)

Marxen (1990) dalam Efendy (2010), buruknya kualitas hasil pemeriksaan disebabkan oleh beberapa perilaku disfungsional, yaitu: Under reporting of time, premature sign off, alternatif/repalcement of audit procedure. Under reporting of time menyebabkan keputusan personel yang kurang baik, menutupi kebutuhan revisi anggaran, dan menghasilkan time pressure untuk audit dimasa datang yang tidak diketahui.

Sama halnya Haslinda (2010) dalam Sosuktisno (2003) yang menjelaskan

Premature sign-off (PMSO) merupakan suatu keadaan menunjukan auditor menghentikan satu atau beberapa langkah audit yang diperlukan dalam prosedur audit tanpa menggantikan dengan langkah yang lain. Sedangkan

altering/replacing of audit procedure adalah penggantian prosedur audit yang seharusnya telah ditetapkan dalam standar auditing. Kualitas hasil pemeriksaan adalah kemungkinan auditor menentukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien, begitu juga halnya kualitas hasil pemeriksaan yang ada didalam sektor swasta dijelaskan bahwa kualitas hasil pemeriksaan yang baik jika pelaksanaan audit yang dilakukan oleh auditor sesuai dengan ketentuan ataupun standar auditing yang telah berlaku, sehingga dapat disimpulkan kualitas hasil pemeriksaan disini adalah kualitas dari kerja seorang auditor yang ditunjukan dengan laporan hasil pemeriksaan yang dapat diandalkan dan sesuai dengan peraturan yang ada dimana dalam sektor publik sesuai dengan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) ataupun peraturan lainnya mengenai audit pemerintahan itu sendiri.

(4)

Kualitas audit ini juga berhubungan dengan seberapa baik sebuah pekerjaan diselesaikan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan, untuk auditor, kualitas kerja dilihat dari kualitas hasil pemeriksaan yang dihasilkan yang dinilai dari seberapa banyak auditor memberikan respon yang benar dari setiap pekerjaan audit yang diselesaikan (Alison dalam Mardisari, 2007). Pada sektor publik khususnya instansi pemerintahan, kualitas hasil pemeriksaan diartikan sebagai probabilitas seorang auditor atau pemeriksa dapat menemukan dan melaporkan suatu penyelewengan yang terjadi pada suatu instansi pemerintahan (baik pusat maupun daerah). Probabilitas dari temuan dan penyelewengan tergantung pada kemampuan teknikal pemeriksa dan probabilitas pelaporan kesalahan tergantung pada independensi pemeriksa dan kompetensi pemeriksa tersebut untuk mengungkapkan penyelewengan, dalam meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan itu maka diperlukannya banyak pelatihan-pelatihan bagi aparat pemeriksa itu sendiri. Prinsip-prinsip dasar dalam Pernyataan Standar Audit (PSA) No. 1170 menjelaskan bahwa Aparat Pengawasan Internal Pemerintahan (APIP) harus mengembangkan program dan mengendalikan kualitas hasil pemeriksaan, pernyataan ini mensyaratkan program pengembangan kualitas mencakup seluruh aspek kegiatan audit APIP. Program tersebut dirancang untuk mendukung kegiatan audit APIP, memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi serta memberikan jaminan bahwa kegiatan audit dilingkungan APIP sejalan dengan standar audit dan kode etik.

(5)

2.1.1.2 Pengetahuan

Adapun yang menunjang tentang kualitas hasil pemeriksaan adalah pengetahuan. Auditor perlu mengetahui pengetahuan yang mendasar tentang bidang apa yang akan diperiksanya.Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.Per/05/M.Pan/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 menyatakan auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Dalam Wikipedia pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dalam diri seseorang, diantaranya pendidikan, informasi/media massa, sosial budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman, usia, (Anonimous, 2011). Menurut pengetahuan adalah suatu fakta atau kondisi mengetahui sesuatu dengan baik yang didapat lewat pengalaman dan pelatihan. Definisi pengetahuan dalam ruang lingkup audit menurut Raharjo (1998) dalam Sucipto (2007: 7) pengetahuan auditor yang berkaitan dengan pemeriksaan atau audit adalah:

1. Pengetahuan tentang penguasaan teknis dan seluk-beluk kewajiban audit.

2. Pengetahuan jenis-jenis dokumen dalam operasi perusahaan dan alur dokumen dalam operasi perusahaan.

3. Pengetahuan atas berbagai indikasi terjadinya kekeliruan dan kecurangan dan kemampuan auditor untuk menguasai sisi psikologis. Pimpinan aparat pengawas intern pemerintah harus yakin bahwa latar belakang pendidikan dan kompetensi teknis dari aparat pengawas intern pemerintah harus memadai untuk pekerjaan pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, pimpinan aparat pengawas intern pemerintah wajib menciptakan

(6)

kriteria yang memadai tentang pendidikan dan pengalaman dalam mengisi posisi di lingkungan aparat pengawas intern pemerintah.

Secara umum ada lima pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor menurut Kusharyanti (2003) dalam Giu (2011: 13) yaitu: (1) Pengetahuan pengauditan umum, (2) Pengetahuan area fungsional, (3) Pengetahuan mengenai isu-isu akuntansi yang paling baru, (4) Pengetahuan mengenai industri khusus, (5) Pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Pengetahuan pengauditan umum seperti risiko audit, prosedur audit dan lain-lain kebanyakan diperoleh diperguruan tinggi, sebagian dari pelatihan dan pengalaman. Untuk area fungsional seperti perpajakan dan pengauditan dengan komputer sebagian didapatkan dari pendidikan formal perguruan tinggi, sebagian besar dari pelatihan dan pengalaman. Demikian juga dengan isu akuntansi, auditor biasa mendapatkannya dari pelatihan profesional yang diselenggarakan secara berkelanjutan. Pengetahuan mengenai industri khusus dan hal-hal umum kebanyakan diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Adapun faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi perkembangan pengetahuan akuntan pemeriksa menurut Sularso (1999) dalam Sucipto (2007: 8) antara lain:

1. Pengalaman audit

2. Diskusi mengenai audit dengan rekan sekerja

3. Pengawasan dan review pekerjaan oleh akuntan pemeriksa pengawasan 4. Program pelatihan

5. Tindak lanjut perencanaan audit 6. Penggunaan pedoman audit

(7)

2.1.1.2.1 Pengetahuan Standar Pemeriksaan

Prosedur berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan standar berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Jadi, berlainan dengan prosedur auditing, standar auditing mencakup mutu profesional (professional qualities) auditor independen dan pertimbangan (judgement) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit. Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:

a. Standar Umum

1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan saksama. b. Standar Pekerjaan Lapangan

1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

(8)

c. Standar Pelaporan

1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.

Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor, (IAI, 2001: 150.1 dan 150.2 dalam Agoes 2004: 30-31). Dalam melakukan pemeriksaan auditor harus mengetahui dan memahami standar pemeriksaan agar dapat menghasilkan audit yang berkualitas. IAI menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu. Dalam penelitian ini pengetahuan standar pemeriksaan yang diperlukan diukur dengan menggunakan beberapa indikator yaitu keahlian dan pelatihan teknis yang memadai, independensi dalam sikap mental, penggunaan kemahiran professional dengan cermat dan seksama, rencana pemeriksaan, telaah terhadap sistem pengendalian intern, pengumpulan bukti kompeten yang cukup, pernyataan tentang kesesuaian laporan keuangan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, pernyataan mengenai ketidakkonsistenan penerapan prinsip yang berlaku umum.

(9)

2.1.2 Pengalaman Kerja

Pengalaman Kerja Marinus dkk.(1997) dalam Herliansyah dkk.(2006) menyatakan bahwa secara spesifik pengalaman dapat diukur dengan rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu pekerjaan atau tugas. Purnamasari (2005) dalam Asih (2006) memberikan kesimpulan bahwa seorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami kesalahan dan 3) mencari penyebab munculnya kesalahan. Ashton (1991) dalam Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa dalam literatur psikologi, pengetahuan spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai faktor penting untuk meningkatkan kompetensi. Ashton juga menjelaskan bahwa ukuran kompetensi tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah unsur lain selain pengalaman. Pendapat ini didukung oleh Schmidt (1988) dalam Alim, dkk (2007) yang memberikan bukti empiris bahwa terdapat hubungan antara pengalaman bekerja dengan kinerja dimoderasi dengan lama pengalaman dan kompleksitas tugas. Selain itu, penelitian yang dilakukan Bonner (1990) dalam Alim, dkk (2007) menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifik tugas dapat meningkatkan kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis. Hal ini menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik akan tergantung pada kompetensi dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor (Hogarth, 1991 dalam Lubis, 2009). Hasil penelitian Bonner (1990) dalam Alim, dkk (2007) menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifik tugas membantu

(10)

kinerja auditor berpengalaman melalui komponen pemilihan dan pembobotan bukti hanya pada saat penetapan risiko analitis. Ashton (1991) menemukan bukti empiris bahwa perbedaan pengetahuan yang dimiliki auditor pada berbagai tingkat pengalaman, tidak dapat dijelaskan oleh lamanya pengalaman yang dimilikinya. Trotman (1991) dalam Mayangsari (2003) memberikan bukti empiris bahwa auditor berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, tetapi antara auditor yang berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman tidak berbeda dalam menemukan item-item yang umum. Penelitian serupa dilakukan oleh Tubbs (1992) dalam Alim, dkk (2007), menunjukkan bahwa subjek yang mempunyai pengalaman audit lebih banyak, maka akan menemukan kesalahan yang lebih banyak dan item-item kesalahannya lebih besar dibandingkan auditor yang pengalaman auditnya lebih sedikit. Wright (1987) dalam Alim, dkk (2007) memberikan bukti empiris bahwa dampak pengalaman auditor akan signifikan ketika kompleksitas tugas dipertimbangkan.

2.1.3 Independensi

Independensi menurut Halim (1997:34-35) merupakan suatu sikap mental yang dimiliki auditor untuk tidak memihak dalam melakukan audit. Independensi merupakan standar umum nomor dua dari tiga standar auditing yang ditetapkan oleh IAI yang menyatakan bahwa dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Independen berarti akuntan tidak mudah dipengaruhi. Akuntan tidak

(11)

dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan berkewajiban untuk jujur, tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas akuntan (Christiawan, 2002) dalam (Elfarina, 2007). Keberadaan akuntan sebagai suatu profesi tidak dapat dipisahkan dari karakteristik independensinya. Akuntan selalu dianggap orang yang harus independen. Tanpa adanya independensi, akuntan tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil auditan akuntan sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari akuntan. Masyarakat akan meminta pihak lain yang dianggap independen untuk menggantikan fungsi akuntan. Atau dengan kata lain, keberadaan akuntan ditentukan oleh independensinya.

Berkaitan dengan hal itu terdapat 4 hal yang mengganggu independensi akuntan, yaitu : (1) Akuntan memiliki mutual dengan klien (2) Mengaudit pekerjaan akuntan itu sendiri (3) Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan (4) Bertindak sebagai penasihat dari klien. Akuntan akan terganggu independensinya jika memiliki hubungan bisnis, keuangan dan manajemen atau karyawan dengan kliennya (Elfarina, 2007).

Menurut Supriyono (1988) dalam Elfarina (2007) meneliti 6 faktor yang mempengaruhi independensi, yaitu : (1) Ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien (2) Jasa-jasa lainnya selain jasa audit (3) Lamanya hubungan audit antara akuntan dengan klien (4) Persaingan antar KAP (5) Ukuran KAP (6) Audit fee

(12)

2.1.4 Kompetensi

Standar Umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Sedangkan, standar umum ketiga (SA seksi 230 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit akan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan saksama. Oleh karena itu, maka setiap auditor wajib memiliki kemahiran profesionalitas dan keahlian dalam melaksanakan tugasnya sebagai auditor. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Dalam melakukan audit, seorang auditor harus memiliki mutu personal yang baik, pengetahuan yang memadai, serta keahlian khusus di bidangnya. Kompetensi berkaitan dengan keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil dari pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, simposium (Suraida, 2005).

Definisi tentang kompetensi yang sering dipakai adalah karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Definisi kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur dengan pengalaman (Mayangsari, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto (1998) dalam Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di

(13)

Indonesia terdiri atas : (1) komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman, dan (2) Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Gudono (1999) melakukan penelitian untuk mengungkap persepsi tentang karakteristik keahlian auditor dari perspektif manajer partner, senior/supervisor, dan mahasiswa auditing. Penelitian mereka juga mengklasifikasikan karakteristik tersebut ke dalam lima kategori yaitu (1) komponen pengetahuan, (2) ciri-ciri psikologis, (3) strategi penentuan keputusan, (4) kemampuan berpikir dan (5) analisa tugas.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto (1998) dalam Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia terdiri atas: 1. Komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman juga mengatakan bahwa pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun dan memberikan kemajuan bagi pengetahuan. 2. Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan orang lain.

2.1.5 Kepatuhan Etika Auditor

Pengertian Etika menurut Firdaus (2005) adalah perangkat prinsip moral atau nilai. Masing-masing orang memiliki perangkat nilai, sekalipun tidak dapat diungkapkan secara eksplisit. Ludigdo (2001) mendefinisikan etika sebagai

(14)

seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan manusia atau masyarakat atau profesi. Penelitian yang dilakukan Ludigdo (2001) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis akuntan. Hasil yang diperoleh dari kuisioner tertutup menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan. Sedangkan hasil yang diperoleh dari kuisioner terbuka menunjukkan bahwa terdapat 24 faktor tambahan yang juga dianggap berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan dimana faktor religiusitas tetap merupakan faktor yang dominan. Lubis (2009), menyatakan bahwa kepatuhan pada kode etik yang baik/tinggi akan berpengaruh terhadap kualitas auditor yang baik/tinggi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PERMENPAN) Nomor : PER/04/M.PAN/03/2008 yang mengatur tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (KEAPIP), auditor wajib mematuhi prinsip-prinsip perilaku berikut ini:

a) Integritas

Auditor harus memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun

(15)

kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal.

b) Objektivitas

Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi audit. Auditor APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan.

c) Kerahasiaan

Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan.

d) Kompetensi

Auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. Sejumlah besar nilai etika dalam masyarakat tidak dapat dimasukkan dalam undang-undang karena sifat nilai tertentu yang memerlukan pertimbangan. Sebagian besar orang mendefinisikan perilaku tidak beretika sebagai perilaku yang berbeda dari sesuatu yang seharusnya dilakukan. Masing-masing orang menentukan apa yang dianggap tidak beretika, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Penting untuk memahami mengapa orang bertindak tidak beretika menurut kita. Terdapat penyebab orang tidak

(16)

beretika atau standar etika seseorang berbeda dari masyarakat secara keseluruhan atau seseorang memutuskan untuk bertindak semaunya.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

No. Peneliti Variabel Penelitian

Analisis Hasil Penelitian

1. Christiawan (2002) Independen : Kompetensi, Independensi, Dependen : Kualitas Audit Regresi Berganda Kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. 2. Alim, dkk (2007) Independen : Kompetensi, Independensi Dependen : Kualitas Audit Regresi Berganda Kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. 3. Nataline (2007) Independen : Batasan Waktu Audit, Pengetahuan Audit, Pemberian, Bonus, Pengalaman Kerja. Dependen : Kualitas Audit Regresi Berganda

Batasan waktu audit, pengetahuan audit, pemberian bonus dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap ku alitas audit. 4. Muhammad Fahdi (2007) Independen : Pengalaman Kerja, Independensi, Objektivitas, Integritas, Kompetensi, Motivasi. Dependen : Kualitas Hasil Pemeriksaan Regresi Berganda Pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas, kompetensi dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan/

(17)

5. Nur Samsi (2013) Independen : Pengalaman Kerja, Independensi, Kompetensi, Etika Auditor. Dependen : Kualitas Hasil Pemeriksaan Regresi Berganda Pengalaman kerja, independensi,

kompetensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

Sumber : Diolah dari berbagai referensi.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka Konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang diidentifikasikan sebagai masalah penting. Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian dan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan. Adapun kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut

(18)

H3 H1 H2 H4 H5 H6

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Keterangan :

X1 = Pengalaman Kerja X2 = Kompetensi X3 = Independensi

Y = Kualitas hasil pemeriksaan Z = Etika Auditor

H1 = Pengaruh pengalaman kerja terhadap kualitas hasil pemeriksaan H2 = Pengaruh independensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan H3 = Pengaruh kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan

H4 = Pengaruh hubungan interaksi antara etika auditor dan pengalaman kerja terhadap kualitas hasil pemeriksaan

H5 = Pengaruh hubungan interaksi antara etika auditor dan independensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan

H6 = Pengaruh hubungan interaksi antara etika auditor dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan

Pengalaman Kerja (X1) Independensi (X2) Kompetensi (X3) Etika Auditor (Z) KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN (Y) Etika Auditor (Z)

(19)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjelasan teori, kerangka konsep, dan untuk menjawab permasalahan penelitian, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Hubungan Pengalaman Kerja Terhadap Kualitas Hasil pemeriksaan

Sesuai dengan standar umum dalam Standar Profesional Akuntan Publik bahwa auditor disyaratkan memiliki pengalaman kerja yang cukup dalam profesi yang ditekuninya, serta dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis dan berpengalaman dalam bidang industri yang digeluti kliennya (Arens dkk., 2004). Pengalaman akuntan akan terus meningkat seiring dengan makin banyaknya audit yang dilakukan serta kompleksitas transaksi keuangan perusahaan yang diaudit sehingga akan menambah dan memperluas pengetahuannya di bidang akuntansi dan auditing (Christiawan, 2002). Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin lama masa kerja dan pengalaman yang dimiliki auditor maka akan semakin baik dan meningkat pula kualitas audit yang dihasilkan (Alim dkk., 2007). Hasil penelitian Herliansyah dkk. (2006) menunjukkan bahwa pengalaman mengurangi dampak informasi tidak relevan terhadap judgement auditor. Kidwell dkk. (1987) dalam Budi dkk. (2004) menemukan bahwa manajer dengan pengalaman kerja yang lebih lama mempunyai hubungan yang positif dengan pengambilan keputusan etis. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi dkk. (2004) bahwa pengalaman kerja tidak mempunyai pengaruh terhadap komitmen profesional maupun pengambilan keputusan etis. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah :

(20)

H1 : Pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

2. Hubungan Independensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan

Hasil penelitian Trisnaningsih (2007) mengindikasikan bahwa auditor yang hanya memahami good governance tetapi dalam pelaksanaan pemeriksaan tidak menegakkan independensinya maka tidak akan berpengaruh terhadap kinerjanya. Alim dkk. (2007) dan Cristiawan (2002) menemukan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Auditor harus dapat mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit dimana hal tersebut harus didukung dengan sikap independen. Mayangsari (2003) menemukan bahwa hasil pengujian hipotesis pertama dengan menggunakan alat analisis ANOVA diperoleh hasil bahwa auditor yang memiliki keahlian dan independen memberikan pendapat tentang kelangsungan hidup perusahaan yang cenderung benar dibandingkan auditor yang hanya memiliki salah satukarakteristik atau samasekali tidak memiliki keduanya. Hasil pengujian hipotesis kedua dengan menggunakan uji Simple Factorial Analysis of Variance

diperoleh hasil bahwa auditor yang ahli lebih banyak mengingat informasi yang

atypical sedangkan auditor yang tidak ahli lebih banyak mengingat informasi yang typical. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis yang dibangun adalah :

H2 : Independensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

(21)

3. Hubungan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan

Kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan audit yaitu pengetahuan dan kemampuan. Auditor harus memiliki pengetahuan untuk memahami entitas yang diaudit, kemudian auditor harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam tim serta kemampuan dalam menganalisa permasalahan. Christiawan (2002) dan Alim dkk. (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi kompetensi auditor akan semakin baik kualitas hasil pemeriksaannya. Gudono (1999) melakukan penelitian untuk mengungkap persepsi tentang karakteristik keahlian auditor dari pespektif manajer partner, senior/supervisor, dan mahasiswa auditing. Penelitian mereka juga mengklasifikasi-kan karakteristik tersebut ke dalam lima kategori yaitu (1) komponen pengetahuan, (2) ciri-ciri psikologis, (3) strategi penentuan keputusan, (4) kemampuan berpikir dan (5) analisa tugas. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah :

H3 : Kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan.

4. Hubungan Interaksi Kepatuhan Etika Auditor dan Pengalaman Kerja terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan

Marinus dkk. (1997) dalam Herliansyah dkk. (2006) menyatakan bahwa secara spesifik pengalaman dapat diukur dengan rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu pekerjaan atau tugas. Purnamasari (2005) dalam Asih (2006) memberikan kesimpulan bahwa seorang karyawan yang memiliki

(22)

pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami kesalahan dan 3) mencari penyebab munculnya kesalahan. Penelitian yang dilakukan oleh Alia (2001) dalam Lubis (2009) menyatakan ternyata pengalaman tidak berpengaruh terhadap keahlian auditor, sehingga pengalaman tidak berpengaruh pula terhadap kualitas auditor. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendro dan Aida (2006) yang menyatakan profesionalisme yang tinggi akan membuat kebebasan auditor semakin terjamin. Penelitian yang dilakukan Zoraifi, R. (2003) dalam Hidayat (2010) dengan 66 responden yang merupakan auditor yang bekerja di KAP kecil di wilayah Jawa Tengah dan DIY menyimpulkan bahwa ternyata lamanya kerja mempengaruhi perilaku etis auditor. Auditor yang mempunyai pengalaman kerja lebih lama mempunyai perilaku lebih etis dibanding auditor yang mempunyai pengalaman kerja yang singkat. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah :

H4 : Interaksi kepatuhan etika auditor dan pengalaman kerja dapat mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan.

5. Hubungan Interaksi Kepatuhan Etika Auditor dan Independensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan

Selanjutnya, Nichols (1976) dalam Alim, dkk (2007) menemukan bahwa ketika auditor dan manajemen tidak mencapai kata sepakat dalam aspek kinerja, maka kondisi ini dapat mendorong manajemen untuk memaksa auditor melakukan tindakan yang melawan standar, termasuk dalam pemberian opini. Kondisi ini

(23)

akan sangat menyudutkan auditor sehingga ada kemungkinan bahwa auditor akan melakukan apa yang diinginkan oleh pihak manajemen. Deis (1992) dalam alim (2007) mengatakan bahwa pada konflik kekuatan, klien dapat menekan auditor untuk melawan standar profesional dan dalam ukuran yang besar, kondisi keuangan klien yang sehat dapat digunakan sebagai alat untuk menekan auditor dengan cara melakukan pergantian auditor. Hal ini dapat membuat auditor tidak akan dapat bertahan dengan tekanan klien tersebut sehingga menyebabkan independensi mereka melemah. Posisi auditor juga sangat dilematis dimana mereka dituntut untuk memenuhi keinginan klien namun di satu sisi tindakan auditor dapat melanggar standar profesi sebagai acuan kerja mereka. Hipotesis dalam penelitian mereka terdapat argumen bahwa kemampuan auditor untuk dapat bertahan di bawah tekanan klien mereka tergantung dari kesepakatan ekonomi, lingkungan tertentu, dan perilaku termasuk di dalamnya mencakup etika profesional. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah :

H5 : Interaksi kepatuhan etika auditor dan independensi dapat mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan.

6. Hubungan Interaksi Kepatuhan Etika Auditor dan Kompetensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan

Selanjutnya, Behn (1997) dalam Widagdo (2002) mengembangkan atribut kualitas audit yang salah satu diantaranya adalah standar etika yang tinggi, sedangkan atribut-atribut lainnya terkait dengan kompetensi auditor. Audit yang berkualitas sangat penting untuk menjamin bahwa profesi akuntan memenuhi

(24)

tanggung jawabnya kepada investor, masyarakat umum dan pemerintah serta pihak-pihak lain yang mengandalkan kredibilitas laporan keuangan yang telah diaudit, dengan menegakkan etika yang tinggi (Widagdo, 2002). Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah :

H6 : Interaksi kepatuhan etika auditor dan kompetensi dapat mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan.

Gambar

Tabel 2.1  No.  Peneliti  Variabel

Referensi

Dokumen terkait

Jenis-jenis yang terperangkap dengan MT, menunjukkan bahwa dari 2 jenis yaitu (Nyctimenius varicornis dan Trypogeus javanicus) yang terkoleksi di jalur pendakian Apuy ternyata

Dan untuk mengetahui keotentikan dari firman Allah, maka Amina Wadud menerapkan pendekatan hermeneutika yang didasari dengan sosiohistoris, yang berujung pada

Yang harus diungkapkan antara lain rincian dan jumlah berdasarkan kelompok pendapatan komisi dan beban komisi untuk setiap jenis asuransi.  Perusahaan bukan merupakan

Pada tahun 2014 penelitian tentang generator fluks aksial juga telah dilakukan oleh Frasongko Budiyanto yang berjudul Generator Turbin Angin Putaran Rendah, jenis

Berdasarkan hasil tersebut terdapat pola kecenderungan hubungan yaitu persentase perilaku penghuni tidak sehat untuk memiliki perilaku sehat yang tidak baik

Tetapi, karena sudut azimut mengelilingi sumbu-z tak menentu, gambaran (b) lebih tepat, dengan setiap vektor terletak pada sudut azimut sebarang pada kerucut... Elektron Spin

5.1. 2) Tidak ditemukan sampel yang positif mengandung methanil yellow, peroksida, nitrit, sianida, rhodamin dan iodat. 3) Sampel yang positif mengandung bahan

Pada penelitian ini ditemukan bahwa faktor risiko tradisional yang paling kuat hingga paling lemah secara berturut – turut adalah sebagi berikut : usia 51-60 tahun, jenis