Bandung, 2 Maret 2019 171
TOLERANSI BERBAGAI VARIETAS KEDELAI (Glycine max L.)
TERHADAP NAUNGAN
TOLERANCY VARIOUS SOYBEAN VARIETIES (Glycine max L.) ON THE SHADE
Meilina Prasetyo1), Umi Trisnaningsih2) dan E. Tadjudin3)1)Program Studi Agronomi, Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon 2) Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon
3) Program Studi Agronomi, Pascasarjana Universitas Swadaya Gung Jati, Cirebon Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh naungan dan berbagai varietas terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai (Glycine max L.) dan untuk mengetahui varietas yang toleran naungan. Penelitian ini dilakukan di UPTD Balai Pengembangan Benih Palawija, Kabupaten Cirebon - Jawa Barat, Indonesia daribulan Maret hingga Juni 2018. Penelitian ini disusun dengan Rancangan Petak Terbagi, dengan dua faktor dan diulang sebanyak dua kali. Faktor pertama adalah naungan dengan dua taraf (naungan dan tanpa naungan). Faktor kedua adalah varietas dengan delapan taraf (Dering 1, Dega 1, Devon 1, Burangrang, Agromulyo, Grobogan, Anjasmoro dan Wilis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tinggi tanaman dan jumlah polong per tanaman antara kedelai yang ditanam dengan naungan dan tanpa naungan. Varietas yang berbeda menghasilkan tinggi tanaman, jumlah cabang umur, jumlah daun, jumlah biji per polong, bobot 100 butir, bobot biji kering per tanaman dan bobot biji per petak yang berbeda. Varietas Anjasmoro menghasilkan biji kering yang lebih tinggi dibanding kultivar lain, yaitu 20,35 g tanaman-1 atau 996,00 g petak-1 sedangkan varietas Dering 1 mengalami penurunan hasil yang paling besar, bila di bandingkan antara perlakuan naungan dengan tanpa naungan, yaitu sebesar 28,15%.
Kata kunci : Kedelai,Naungan,Varietas
ABSTRACT
The purpose of this research was to know the effect of shade and various varieties of soybeans to growth and yield of soybean (Glycine max L.) and to know the varieties which tolerance to shading. The research was conducted at UPTD Food Crop Seed Development Center, Cirebon Regency – West Java, Indonesia from March until June 2018. The research was used Split Plot Design with two factors first factor was shading (Shading and Without Shading) as the main plot and varieties (Dering 1, Dega 1, Devon 1, Burangrang, Agromulyo, Grobogan, Anjasmoro, Wilis) as subplot. The results showed that shade causes differences in plant height and number of pod per plant. Different varieties produce plant height, number of branches, number of leaves, number of seeds per pod, weight of 100 grains, dry seed weight per plant and different seed weights per plot. Anjasmoro variety produces dry seeds that are higher than other cultivars, namely 20.35 g plant-1 or 996.00 g plot-1 while Dering 1 has the greatest
Bandung, 2 Maret 2019 172 decrease in yield, when compared shade treatment to without shade, which is equal to 28.15%.
Keywords: Shading, Soybean, Varieties PENDAHULUAN
Kedelai (Glycine max L.) merupakan tanaman komoditas pangan urutan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman yang berfungsi sebagai sumber protein nabati dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Kedelai sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan dasar makanan dan minuman, seperti tempe, tahu, kecambah, susu kedelai dan lain – lain. Secara umum kedelai mengandung 9% air, 40% protein, 18% lemak, 3,5% serat, 7% gr gula dan sekitar 18% zat lainnya (Fachrudin, 2008).
Budidaya tanaman kedelai dapat dilakukan dua macam yaitu sistem budidaya monokultur dan tumpangsari. Sistem monokultur merupakan sistem budidaya tunggal yang mengusahakan satu jenis tanaman dalam satu lahan pertanaman. Sedangkan sistem tumpangsari merupakan sistem budidaya tanaman yang sekaligus menaman dua jenis tanaman atau lebih dalam satu lahan pertanaman, misalnya ubi kayu ditumpang sarikan dengan tanaman kedelai. Permasalahan yang terjadi dalam budidaya tumpangsari tanaman kedelai antara lain akan terjadi kompetisi dalam memperebutkan faktor-faktor yang diperlukan untuk pertumbuhan dengan tanaman lainnya, salah satunya cahaya. Cahaya yang rendah akan menyebabkan tanaman memiliki daun berukuran lebih besar, lebih tipis, ukuran stomata lebih besar, lapisan sel epidermis tipis, jumlah daun lebih banyak dan ruang antar sel
lebih banyak. Selain itu juga kekurangan cahaya akan menyebabkan proses fotosintesis dan pertumbuhan terganggu yang akan menimbulkan gejala etiolasi, dimana batang kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran lebih kecil, tipis, pucat (Chiangmai, Pootaeng-on, & Khewaram, 2013).
Menurut Susanto & Sundari (2011) tingkat toleransi tanaman kedelai terhadap cekaman naungan sangat ditentukan oleh besarnya penurunan hasil akibat cekaman naungan selain itu kondisi naungan akan menyebabkan penurunan bobot biji per tanaman dan bobot 100 biji per tanaman. Cekaman naungan terhadap tanaman kedelai yang berkriteria sangat toleran tidak akan mengakibatkan penurunan signifikan pada jumlah polong, ukuran biji, maupun hasil biji per tanaman. Lingkungan naungan sebesar 50% mengakibatkan umur panen lebih cepat, batang lebih tinggi, jumlah polong isi lebih sedikit, ukuran biji lebih kecil dan bobot biji menjadi lebih rendah dibandingkan di lingkungan yang tanpa naungan. Oleh karena itu penuruan hasil merupakan salah satu indikator toleransi terhadap naungan. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini bertujuan mengetahui varietas kedelai yang mana saja yang memberikan hasil dengan baik pada cekaman naungan akan menghasilkan varietas kedelai yang sesuai untuk digunakan dalam budidaya tumpangsari dengan tanaman lainnya.
Bandung, 2 Maret 2019 173
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Balai Pengembangan Palawija Desa Plumbon, Kabupaten Cirebon dengan ketinggian tempat ± 17 mdpl dimulai dari bulan Maret sampai Juni 2018. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini 8 varietas kedelai yaitu Dering 1, Dega 1, Burangrang, Agromulyo, Grobogan, Anjasmoro dan Wilis, pupuk kompos, pupuk SP-36, pupuk urea, pupuk KCl, peptisida Marshalm Decis dan Curacon.
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan dua perlakuan yaitu : Sebagai petak utama (N) yang terdiri dari dua taraf N1 : tanpa naungan dan N2 : naungan, sedangkan anak petak varietas kedelai (K) yang terdiri dari K1 : varietas Dering 1, K2 : varietas Dega 1, K3 : varietas Devon 1, K4 : varietas Burangrang, K5 : varietas Agromulyo, K6 : varietas Grobogan, K7 : varietas Anjasmoro dan K8 : varietas Wilis.
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan persiapan lahan dan pembuatan bedengan dengan ukuran 2 m x 2 m. Benih ditanam sedalam 3 cm dengan 2 benih per lubang. Pembuatan naungan terbuat dari paranet
dengan kerapatan 75% dengan lebar 3 m dan tinggi naungan 1 meter. Pemupukan dilakukan sesuai dosis anjuran kebutuhan pupuk kedelai yaitu pupuk organik (0,8 kg petak-1), urea (0,04 kg ha-1), SP-36 (0,03 kg ha-1) dan KCl (0,04 kg ha-1) yang dilakukan saat tanam. Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, indeks luas daun, volume akar, rasio pucuk akar, jumlah bintil efektif, bobot bintil akar, laju pertumbuhan tanaman, jumlah polong total per tanaman, jumlah biji per polong, bobot 100 butir biji, bobot biji kering per tanaman, bobot biji kering per petak, indeks panen dan penurunan hasil.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman
Pada penelitian ini dapat diketahui tidak terjadi interaksi anatara varietas dan naungan, namun secara mandiri perlakuan varietas dan naungan berbeda nyata. Hasil uji beda rataan tinggi tanaman kedelai pada perlakuan varietas dan naungan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tinggi tanaman kedelai pada perlakuan naungan dan berbagai varietas
Perlakuan 14 HST Rata-rata TinggiTanaman (cm) 21 HST 28 HST
Naungan : N1 (Tanpa Naungan) 14,037 b 23,775 b 34,175 b N2 (Naungan) 16, 287 a 26,925 a 39,350 a Varietas : K1 (varietas Dering 1) 14,000 a 24,300 ab 37,900 a K2 (varietas Dega 1) 16,250 a 26,850 a 40,050 a K3 (varietas Devon 1) 15,400 a 24,850 ab 35,000 ab K4 (varietas Burangrang) 15,450 a 26,900 a 37,400 a K5 (varietas Agromulyo) 15,050 a 24,250 ab 35,950 ab K6 (varietas Grobogan) 15,850 a 26,900 a 38,600 a
Bandung, 2 Maret 2019 174
K7 (varietas Anjasmoro) 16,050 a 26,100 a 38,150 a
K8 (varietas Wilis) 13,250 a 22,500 b 31,050 b
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa rataan tinggi tanaman pada perlakuan naungan lebih tinggi dibandingkan tanpa naungan pada semua umur pengamatan. Hal ini sejalan dengan penelitian Chairudin (2015) menyatakan bahwa naungan pada tanaman kedelai menyebabkan pertambahan tinggi tanaman dibandingkan pada kondisi cahaya penuh. Tanaman yang ditanam pada cahaya yang rendah akan terjadinya etiolasi. Etiolasi merupakan kondisi tanaman tidak mendapatkan cahaya yang cukup. Perlakuan varietas
berbeda nyata terhadap rataan tinggi tanaman, hal ini ditentukan faktor genetik dari masing – masing verietas dalam beradaptasi dengan lingkungan.
Jumlah daun (helai)
Pada penelitian ini dapat diketahui tidak terjadi interaksi anatara varietas dan naungan, namun secara mandiri perlakuan naungan berbeda nyata. Hasil uji beda rataan jumlah daun tanaman kedelai pada perlakuan varietas dan naungan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 . Jumlah daun tanaman kedelai pada perlakuan naungan dan berbagai varietas Perlakuan 14 HST Jumlah Daun (helai) 21 HST 28 HST
Naungan : N1 (Tanpa Naungan) 1,875 a 3,340 a 6,137 a N2 (Naungan) 1,850 a 3,490 a 6,287 a Varietas : K1 (varietas Dering 1) 1,350 b 3,300 a 5,900 ab K2 (varietas Dega 1) 2.000 b 3,700 a 7,100 a K3 (varietas Devon 1) 1,950 b 3,500 a 6,100 ab K4 (varietas Burangrang) 1,900 ab 3,100 a 5,600 b K5 (varietas Agromulyo) 1,950 ab 3,400 a 6,050 ab K6 (varietas Grobogan) 2,000 b 3,500 a 6,650 a K7 (varietas Anjasmoro) 2,150 a 3,350 a 6,600 ab K8 (varietas Wilis) 1,600 ab 3,450 a 5,700 b
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%.
Dari Tabel 2 dilihat bahwa perlakuan naungan tidak berbeda nyata terhadap jumlah daun, sedangkan perlakuan varietas berpengaruh nyata dimana varietas Dega 1 dan vareitas Grobogan merupakan kelompok rataan jumlah daun tertinggi
pada umur 28 HST. Hal ini disebabkan banyaknya jumlah daun juga dipengaruhi oleh ukuran buku varietas Dega 1 dan Grobogan memiliki ukuran buku yang sama. Menurut penelitian Siti Wahyuni, Umi Trisnaningsih & Meilina Prasetyo
Bandung, 2 Maret 2019 175 (2018) menunjukkan kultivar Dega 1 dan
Grobogan memiliki daun lebih banyak, semakin banyak daun maka banyak terjadinya proses fotosintesis. Tetapi, jumlah daun banyak menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Sehingga daun akan saling menanungi satu dengan yang lainnya dan menyebabkan proses fotosintesis tidak terbentuk.
Indeks Luas Daun
Pada penelitian ini dapat diketahui tidak terjadi interaksi anatara varietas dan naungan dan tidak terjadi adanyaperberbedaan yang nyata. Hasil uji beda rataan indeks luas daun tanaman kedelai pada perlakuan varietas dan naungan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Indeks luas daun tanaman kedelai pada perlakuan naungan dan berbagai varietas Perlakuan 14 HST Indeks Luas Daun 21 HST 28 HST
Naungan : N1 (Tanpa Naungan) 0,700 a 2,340 a 6,440 a N2 (Naungan) 0,871 a 2,440 a 6,520 a Varietas : K1 (varietas Dering 1) 0,031 a 0,180 a 0,410 a K2 (varietas Dega 1) 0,061 a 0,170 a 0,411 a K3 (varietas Devon 1) 0,040 a 0,120 a 0,410 a K4 (varietas Burangrang) 0,040 a 0,130 a 0,470 a K5 (varietas Agromulyo) 0,050 a 0,150 a 0,480 a K6 (varietas Grobogan) 0,050 a 0,160 a 0,440 a K7 (varietas Anjasmoro) 0,060 a 0,170 a 0,510 a K8 (varietas Wilis) 0,040 a 0,120 a 0,280 a
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%.
Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan naungan dan varietas tidak berbeda nyata pada indeks luas daun. Dimana Indeks luas daun merupakan rasio antara luas daun total dengan luas areal yang ditutupinya. Hal ini diduga tanaman kedelai ditentukan oleh pola perubahan nilai luas daun dan luas tajuk yang bentuknya hampir sama. Meskipun kecenderungan bentuk hubungan antara fase pertumbuhan dan luas daun, luas tajuk dan ILD hampir sama, sehingga belum meningkatkan nilai indeks luas daunnya sesuai dengan tahapan
perkembangan hingga mencapai luas daun maksimum, semakin tinggi tanaman maka akan menyebabkan daun semakin rimbun. Menurut penelitian Siti Wahyuni, Umi Trisnaningsih & Meilina Prasetyo (2018) menunjukkan apabila nilai ILD rendah maka pertumbuhan tanaman tidak optimal. Apabila daun pada tanaman memiliki luas yang sempit maka proses fotosintat yang dihasilkan sedikit.
Bandung, 2 Maret 2019 176
Jumlah Cabang (buah)
Pada penelitian ini dapat diketahui tidak terjadi interaksi anatara varietas dan naungan, namun secara mandiri perlakuan
naungan berbeda nyata. Hasil uji beda rataan jumlah cabang tanaman kedelai pada perlakuan varietas dan naungan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah cabang tanaman kedelai pada perlakuan naungan dan berbagai varietas Perlakuan 14 HST Jumlah Cabang (buah) 21 HST 28 HST
Naungan : N1 (Tanpa Naungan) 13,400 a 1,100 a 2,250 a N2 (Naungan) 13,400 a 1,175 a 2,275 a Varietas : K1 (varietas Dering 1) 0,450 a 1,050 b 2,100 ab K2 (varietas Dega 1) 0,800 a 1,400 ab 2,850 a K3 (varietas Devon 1) 0,900 a 1,150 ab 2,100 ab K4 (varietas Burangrang) 0,850 a 0,950 b 2,100 ab K5 (varietas Agromulyo) 1,000 a 1,100 ab 2,150 ab K6 (varietas Grobogan) 0,950 a 1,500 a 2,850 a K7 (varietas Anjasmoro) 0,950 a 0,950 b 2,100 ab K8 (varietas Wilis) 0,800 a 1,000 ab 1,850 b
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%.
Dari Tabel 4 terlihat bahwa perbedaan jumlah cabang pada delapan varietas yang diuji baru terlihat pada umur 21 HST. Dimana Varietas Grobogan merupakan kelompok paling tinggi dibandingkan dengan Varietas lainnya. Kemudian pada umur 28 HST terlihat Varietas Dega 1 adanya peningkatan rata-rata jumlah cabang yang paling tinggi dibandingkan Varietas lainnya. Hal ini disebabkan variabel pengamatan tinggi tanaman berpengaruh yang nyata, sehingga akan mengalami fase pembentukan vegetatif yaitu terbentuknya tunas pada ketiak batang, hal itu mengakibatkan serapan hara yang masuk ke batang akan terus berkembang atau terjadinya dominansi apikal pada pucuk batang akan
meningkatkan tinggi tanaman yang tentunya akan mempengaruhi tinggi percabangan awal. Menurut penelitian Siti Wahyuni, Umi Trisnaningsih & Meilina Prasetyo (2018) pertumbuhan cabang yang banyak akan menyebabkan pembentukan buku yang banyak sehingga lebih banyak tempat terbentuknya bunga.
Volume Akar (ml)
Pada penelitian ini dapat diketahui tidak terjadi interaksi anatara varietas dan naungan dan tidak terjadi adanyaperberbedaan yang nyata terhadap volume akar. Hasil uji beda rataan volume akar tanaman kedelai pada perlakuan varietas dan naungan dapat dilihat pada Tabel 5.
Bandung, 2 Maret 2019 177 Tabel 5.Volume akar tanaman kedelai pada perlakuan naungan dan berbagai varietas
Perlakuan 14 HST Volume Akar (ml) 21 HST 28 HST
Naungan : N1 (Tanpa Naungan) 0,150 a 1,437 a 2,061 a N2 (Naungan) 0,100 a 0,375 a 1,880 a Varietas : K1 (varietas Dering 1) 0,750 a 2,250 a 2,750 a K2 (varietas Dega 1) 0,750 a 0,750 a 1,250 a K3 (varietas Devon 1) 0,750 a 0,750 a 2,000 a K4 (varietas Burangrang) 0,750 a 0,750 a 2,250 a K5 (varietas Agromulyo) 0,750 a 0,750 a 2,250 a K6 (varietas Grobogan) 0,750 a 0,750 a 2,250 a K7 (varietas Anjasmoro) 0,750 a 1,500 a 2,000 a K8 (varietas Wilis) 0,750 a 0,500 a 1,000 a
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%.
Dari Tabel 5 terlihat bahwa tidak adanya perbedaan yang nyata pada perlakuan naungan dan varietas terhadap volume akar. Hal ini disebabkan pertumbuhan akar sama dan ukuran akar kecil. Pemberian naungan bertujuan untuk mengatur intensitas cahaya yang diterima tanaman, sehingga intensitas cahaya yang diterima tanaman akan berbeda pada setiap tingkat naungan. Menurut Haryanti (2010) tanaman yang tumbuh pada lingkungan dengan intensitas cahaya rendah akan memiliki ukuran akar yang lebih kecil, ini terjadi karena terhambatnya translokasi fotosintesis.
Rasio Pucuk Akar
Pada penelitian ini dapat diketahui tidak terjadi interaksi anatara varietas dan
naungan dan tidak terjadi adanyaperberbedaan yang nyata terhadap rasio pucuk akar. Hasil uji beda rataan rasio pucuk akar tanaman kedelai pada perlakuan varietas dan naungan dapat dilihat pada Tabel 6.
Dari Tabel 6 diapat dilihat bahwa perlakuan naungan dan varietas tidak berbeda nyata terhadap rasio pucuk akar. Hal ini diduga semua varietas tidak menunjukkan respon lebih baik terhadap naungan, sehingga pertumbuhan akar seragam dan mempunyai ukuran akar yang kecil, dikarenakan alokasi unsur hara yang terserap menuju kearah bagian atas tanaman untuk pembentukan polong sehingga pertumbuhan akar rendah.
Bandung, 2 Maret 2019 178 Tabel 6.Rasio pucuk akar tanaman kedelai pada perlakuan naungan dan berbagai varietas
Perlakuan 14 HST Rasio Pucuk Akar (RPA) 21 HST 28 HST
Naungan : N1 (Tanpa Naungan) 4,190 a 5,486 a 7,740 a N2 (Naungan) 3,850 a 4,432 a 8,010 a Varietas : K1 (varietas Dering 1) 3,900 a 5,565 a 8,230 a K2 (v arietas Dega 1) 3,300 a 4,857 a 7,350 a K3 (varietas Devon 1) 3,660 a 4,105 a 7,010 a K4 (varietas Burangrang) 4,520 a 5,145 a 6,620 a K5 (varietas Agromulyo) 3,500 a 4,660 a 8,450 a K6 (varietas Grobogan) 4,600 a 5,135 a 8,430 a K7 (varietas Anjasmoro) 3,510 a 5,432 a 7,040 a K8 (varietas Wilis) 5,170 a 4,775 a 7,050 a
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%.
Jumlah Bintil Akar dan Bobot Bintil Akar
Pada penelitian ini dapat diketahui tidak terjadi interaksi anatara varietas dan naungan dan tidak terjadi
adanyaperberbedaan yang nyata terhadap jumlah bintil akar dan bobot bintil akar dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah bintil akar dan bobot bintil akar tanaman kedelai pada perlakuan naungan dan berbagai varietas
Perlakuan Jumlah Bintil Akar (buah) Bobot Bintil Akar (g) Naungan : N1 (Tanpa Naungan) 5,130 a 0,100 a N2 (Naungan) 5,440 a 0,090 a Varietas : K1 (varietas Dering 1) 5,000 a 0,150 a K2 (varietas Dega 1) 5,250 a 0,070 a K3 (varietas Devon 1) 5,250 a 0,140 a K4 (varietas Burangrang) 3,750 a 0,060 a K5 (varietas Agromulyo) 3,750 a 0,080 a K6 (varietas Grobogan) 4,750 a 0,100 a K7 (varietas Anjasmoro) 7,250 a 0,110 a K8 (varietas Wilis) 4,000 a 0,050 a
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan naungan dan varietas terhadap
jumlah bintil dan bobot bintil akar tidak berbeda nyata. Hal ini tersedia P dalam
Bandung, 2 Maret 2019 179 tanah dan tanaman tercukupi maka dapat
merangsang pertumbuhan akar berikut bintil akarnya dan apabila pembentukan bintil akar berjalan baik, maka fiksasi N2 udara juga baik. Jumlah bintil akar tidak menunjukkan pengaruh yang nyata serta diduga karena adanya penurunan fotosintesis yang mungkin diakibatkan penurunan CO2 hasil dekomposisi bahan organik yang berada didalam tanah.
Laju Pertumbuhan Tanaman (LPT)
Pada penelitian ini dapat diketahui tidak terjadi interaksi anatara varietas dan naungan dan tidak terjadi adanyaperberbedaan yang nyata terhadap laju pertumbuhan tanaman. Hasil uji beda rataan laju pertumbuhan tanaman kedelai pada perlakuan varietas dan naungan dapat dilihat pada Tabel 8.
.
Tabel 8.Laju pertumbuhan tanaman kedelai pada perlakuan naungan dan berbagai varietas Perlakuan LPT 14 – 21 HST (gr/m2/minggu) LPT 21 – 28 HST (gr/m2/minggu) Naungan : N1 (Tanpa Naungan) 0,033 a 0,033 a N2 (Naungan) 0,020 a 0,020 a Varietas : K1 (varietas Dering 1) 0,040 a 0,040 a K2 (varietas Dega 1) 0,030 a 0,030 a 0,020 a K3 (varietas Devon 1) 0,020 a K4 (varietas Burangrang) 0,033 a 0,033 a K5 (varietas Agromulyo) 0,033 a 0,033 a K6 (varietas Grobogan) 0,020 a 0,020 a K7 (varietas Anjasmoro) 0,030 a 0,030 a 0,020 a K8 (varietas Wilis) 0,020 a
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%.
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan naungan dan varietas terhadap laju pertumbuhan tanaman tidak berbeda nyata. Laju pertumbuhan tanaman (LPT)
adalah kemampuan tanaman
menghasilkan bahan kering hasil asimilasi tiap satuan luas lahan tiap satuan waktu (g/m2/minggu) yang mana dipengaruhi oleh kemampuan tanaman menangkap photosynthetic Photoshynthetic active radiation (PAR) untuk akumulasi bahan kering sehingga semakin kecil cahaya yang diterima maka semakin kecil pula LPT. Tanaman kedelai merupakan tanaman C3, dimana proses fotosintesis pada tanaman
C3 berlangsung di sel mesofil. Pada suhu yang tinggi tanaman C3 akan membentuk proses fotorespirasi. Hal ini disebabkan suhu tinggi akan menyebabkan proses fotosintesis lebih cepat akibat konsentrasi O2 yang tinggi (Taiz, L., & Zeiger, 2002).
Laju Polong Per Tanaman, Jumlah Biji Per Polong dan Bobot 100 Butir
Pada penelitian ini dapat diketahui perlakuan naungan dan berbagai varietas tidak terjadi interaksi terhadap rata-rata jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong dan bobot 100 butir.
Bandung, 2 Maret 2019 180 Namun terlihat perlakuan naungan dan
varietas hanya secara mandiri berpengaruh terhadap jumlah polon per tanaman, jumlah biji per polong dan bobot 100 butir.
Hasil uji beda jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong dan bobot 100 butir tanaman kedelai pada perlakuan varietas dan naungan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9.Jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong dan bobot 100 butirtanaman
kedelai pada perlakuan naungan dan berbagai varietas Perlakuan
Jumlah Polong Per Tanaman
(buah)
Jumlah Biji Per
Polong (buah) Bobot 100 Butir (g) Naungan : N1 (Tanpa Naungan) 48,625 a 2,687 a 19.663 a N2 (Naungan) 33,050 b 2,500 a 18,791 a Varietas : K1 (varietas Dering 1) 37,700 a 2,250 ab 14,918 de K2 (varietas Dega 1) 33,600 a 3,000 a 25,833 a K3 (varietas Devon 1) 53,800 a 2,000 b 18,248 cd K4 (varietas Burangrang) 41,450 a 2,500 ab 18,415 cd K5 (varietas Agromulyo) 36,250 a 3,000 a 20,168 bc K6 (varietas Grobogan) 35,100 a 2,750 ab 24,583 ab K7 (varietas Anjasmoro) 50,500 a 2,250 ab 18,585 cd K8 (varietas Wilis) 42,700 a 3,000 a 13,083 e
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%.
Dari Tabel 9 dilihat bahwa adanya perbedaan yang nyata terhadap perlakuan naungan terhadap jumlah polong per tanaman. Hal ini disebabkan varietas yang ditanam tanpa naungan dapat menyerap cahaya sehingga proses fotosintesis akan terbentuk. Hal ini sesuai dengan Titik Sundar, (2015) menyatakan semakin tinggi intensitas naungan akan semakin berkurang jumlah cahaya yang diterima sehingga proses fotosintesis akan terganggu.
Jumlah biji per polong berpengaruh terhadap perlakuan varietas, varietas Deha 1, Agromulyo dan Wilis memiliki rataan jumlah biji per polong tertinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Gani (2000) menyatakan bahwa produktifitas varietas
ditentukan oleh faktor genetik terhadap lingkungan tumbuhnya. Perlakuan varietas terhadap 100 butir varietas Dega 1 memiliki nilai rataan tertinggi. Varietas Dega 1 memiliki ukuran biji yang lebih besar dibandingkan varietas lainnya (>14 g/100 biji).
Bobot Biji Kering Per Tanaman dan Per Petak
Pada penelitian ini didapat perlakuan naungan dan varietas tidak terjadi interkasi terhadap bobot biji kering per tanaman dan per petak. Namun terlihat perlakuan naungan dan varietas terjadi pengaruh nyata secara mandiri terhadap bobot biji kering per tanaman dan per petakHasil uji beda bobot biji kering per tanaman dan
Bandung, 2 Maret 2019 181 per petak kedelai pada perlakuan varietas dan naungan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10.Bobot biji kering per tanaman dan per petak kedelai pada perlakuan naungan dan
berbagai varietas
Perlakuan Bobot Biji Kering Per Tanaman (g tan -1)
Bobot Biji Kering Per Petak (g) Konversi ke ton/ha (t ha-1) Naungan : N1 (Tanpa Naungan) 19,120 a 1233,060 a 2,15 a N2 (Naungan) 14,560 b 616,880 b 1,07 b Varietas : K1 (varietas Dering 1) 14,700 ab 918,500 ab 1,60 ab K2 (varietas Dega 1) 15,750 ab 968,500 ab 1,69 ab K3 (varietas Devon 1) 19,500 ab 974,250 ab 1,70 ab K4 (varietas Burangrang) 12,700 b 736,750 c 1,28 c K5 (varietas Agromulyo) 17,650 ab 995,250 a 1,74 a K6 (varietas Grobogan) 17,400 ab 968,250 ab 1,69 ab K7 (varietas Anjasmoro) 20,350 a 996,000 a 1,74 a
K8 (varietas Wilis) 16,975 ab 840,250 abc 1,47 abc
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%.
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan tanpa naungan berbeda nyata dengan naungan terhadap bobot biji kering per tanaman dan per petak. Hal ini dikarenakan tanaman kedelai yang ternaungi menyebabkan terhambatnya laju fotosintesis sehingga berpengaruh terhadap hasil kedelai, serta terjadinya kompetisi cahaya yang dapat mempengaruhi fotosintesis. Hal ini sesuai dengan Adisarwanto, Subandi, & Sudaryono (2007) menyatakan bahwa tanaman kedelai dapat tumbuh pada lingkungan ternaungi pada fase generatif akan mengalami penurunan proses fotosintesis sehingga alokasi fotosintat ke organ reproduksi menjadi berkurang.
Perlakuan varietas menunjukkan perbedaan yang nyata varietas Anjasmoro dan Agromulyo memiliki rataan bobot biji kering per petak dan per tanaman paling tinggi. Hal ini disebabkan bobot biji kering per petak berkolerasi positif terhadap bobot biji kering per tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah cabang dan jumlah biji per polong.
Indeks Panen
Pada penelitian ini dapat diketahui tidak terjadi interaksi anatara varietas dan naungan dan tidak terjadi adanyaperberbedaan yang nyata terhadap indeks panen. Hasil uji beda rataan indeks panen tanaman kedelai pada perlakuan varietas dan naungan dapat dilihat pada Tabel 11.
Bandung, 2 Maret 2019 182 Tabel 11.Indeks panen tanaman kedelai pada perlakuan naungan dan berbagai varietas
Perlakuan Indeks Panen
Naungan : N1 (Tanpa Naungan) 0,729 a N2 (Naungan) 0,706 a Varietas : K1 (varietas Dering 1) 0,667 a K2 (varietas Dega 1) 0,690 a K3 (varietas Devon 1) 0,777 a K4 (varietas Burangrang) 0,705 a K5 (varietas Agromulyo) 0,715 a K6 (varietas Grobogan) 0,750 a K7 (varietas Anjasmoro) 0,735 a K8 (varietas Wilis) 0,700 a
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%.
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan naungan dan varietas tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap indeks panen. Hal ini disebabkan hasil asimilat lebih besar dialirkan dibagian tajuk tanaman dari pada ke bagian akar. Hal ini sesuai dengan penelitian dengan penelitian Noviyanti, Ratnasari, & Ashari (1992) indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan total bobot bahan kering tanaman pada saat panen. Nilai indeks panen tinggi menunjukkan varietas mampu mendistribusikan asimilat lebih banyak ke dalam polong dan adanya pembagian asimilat yang cenderung lebih besar ke daerah tajuk dari pada ke daerah akar. Tanaman yang ternaungi ditambah
kondisi cuaca yang basah ini tampaknya mendorong persaingan tajuk antar tanaman untuk mendapatkan cahaya sehingga asimilat lebih banyak diakumulasikan ke tajuk.
Penurunan Hasil
Berdasarkan selisih hasil bobot biji per petak tanpa naungan dan naungan menunjukkan penurunan hasil yang signifikan. Dapat dilihat pada Tabel 12. Penurunan hasil varietas kedelai terlihat urutan prsentase dari yang tertinggi hingga terendah yaitu Grobogan, Dega 1, Devon 1, Wilis, Agromulyo, Burangrang, Anjasmoro dan paling rendah Dering 1. Penurunan hasil biji pada berbagai varietas yang disebabkan kondisi naungan mengakibatkan terhambatnya proses metabolisme tanaman akibat intensitas cahaya rendah.
Tabel 12. Pengaruh Berbagai Varietas Kedelai dan Naungan Terhadap Penurunan Hasil (%) Perlakuan
Bobot Biji Per Petak
Penurunan Hasil (%) Tanpa Naungan (g) Naungan (g)
K1 (Dering 1) 1069,00 768,00 28,15
Bandung, 2 Maret 2019 183 K3 (Devon 1) 1340,00 556,00 54,59 K4 (Burangrang) 917,50 715,50 39,40 K5 (Agromulyo) 1279,00 549,50 44,05 K6 (Grobogan) 1390,00 546,50 60,68 K7 (Anjasmoro) 830,00 522,50 37,04 K8 (Wilis) 1112,50 568,00 48,94 KESIMPULAN
Tidak terjadi interaksi antara perlakuan naungan dan varietas terhadap semua variabel pertumbuhan dan hasil. Secara mandiri perlakuan naungan berperngaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 14, 21 dan 28 HST serta jumlah polong per tanaman.
Perlakuan varietas secara mandiri memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah cabang umur 21 dan 28 HST, jumlah daun umur 14 dan 28 HST, jumlah biji per polong, bobot 100 butir, bobot biji kering per tanaman dan bobot biji per petak.Varietas Anjasmoro memberikan hasil terbaik dengan bobot biji kering per tanaman 20,35 g/tanaman dan per petak yang menghasilkan 996,00 g/petak. Sedangkan, persentase penurunan hasil terendah yaitu Varietas Dering 1 sebesar 28,15% sehingga varietas tersebut cocok bila ditanam di antara tanaman tahunan.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T., Subandi, & Sudaryono. (2007). Teknologi Produksi Kedelai. Kedelai – Teknik Produksi Dan Pengembangan, 229–252. Retrieved from http://balitkabi.litbang.pertanian.go.i d/wp-content/uploads/2016/03/dele_10.tit is_.pdf
chairudin, efendi, S. (2015). Dampak Naungan Terhadap Perubahan karakter Agronomi dan Morfo-fisiologi daun pada tanaman kedelai. Floratek, 10, 26–35.
Chiangmai, P. N., Pootaeng-on, Y., & Khewaram, T. (2013). Evaluation of the Shade Tolerance of Moth Bean ( Vigna aconitifolia ) and Two Tropical Legume Species, 7(1), 19–31. Fachrudin. (2008). Budidaya
Kacang-Kacangan. Yogyakarta: kanisius. Gani, F. . (2000). Kedelai Varietas Unggul
Baru. In Instansi Penelitian dan Pengkajian Teknologi, Mataram. Haryanti. (2010). Pengaruh Cekaman
Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai. USU Digital Library, 2(3).
Noviyanti, R., Ratnasari, E., & Ashari, H. (1992). Pengaruh Pemberian Naungan terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Stroberi Varietas Dorit dan Varietas Lokal Berastagi The Effect of Shade on The Vegetative Growth of Strawberries Variety Dorit and Variety Local Berastagi.
Siti Wahyuni, U. T. dan M. P. (2018). Pertumbuhan dan Hasil Sembilan Kultivar Kedelai (Glycine max L) di Lahan Sawah. J. Agrosintesa, 1(2), 96– 10.
Susanto, G., & Sundari, T. (2011).
Perubahan Karakter Agronomi Aksesi Plasma Nutfah Kedelai di Lingkungan
Bandung, 2 Maret 2019 184 Ternaungi. Agronomi Indonesia,
39(1), 1–6.
https://doi.org/10.1016/S1470-2045(11)70102-4
Taiz, L., & Zeiger, E. (2002). Plant
Physiologi. In Massazchusetss Sinauer Associates, Inc.
Titik Sundari, G. W. A. S. (2015).
Pertumbuhan dan Hasil Biji Genotipe Kedelai di Berbagai Intensitas Naungan Growth and Seed Yield of Soybean Genotypes at Different Shade Intensities, 203–218.