• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN BAKTERI STREPTOCOCCUS PADA SWAB TONSILOFARINGITIS DENGAN DARAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN BAKTERI STREPTOCOCCUS PADA SWAB TONSILOFARINGITIS DENGAN DARAH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN BAKTERI STREPTOCOCCUS PADA SWAB TONSILOFARINGITIS DENGAN DARAH

COMPARISON OF STREPTOCOCCUS BACTERIA ON THE SWAB WITH BLOOD TONSILOFARINGITIS

Dewi Isnaeni1, Rizalinda Sjahril2, Muh. Nasrum Massi3

1

Fakultas Farmasi Universitas Indonesi Timur 2

Program Studi Biomedik, Jurusan Mikrobiologi, Pascasarjana Universitas Hasanuddin 3

Program Studi Biomedik Jurusan Mikrobiologi, Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Alamat Koresponden :

Dewi Isnaeni

Jl. Muh. Jufri Lr.3 No.7 081342554794

(2)

Abstrak

Peneltian ini bertujuan (1) Mengisolasi keberadaan bakteri Streptococcus dari penderita tonsilofaringitis, (2). Membandingkan keberadaan bakteri Streptococcus dengan cara swab dan metode kultur darah.. Penelitian ini menggunakan desain penelitian yang digunakan yaitu analitik cross sectional, jumlah sampel yang digunakan adalah 50 sampel dengan spesimen swab tonsil-faring, dan darah penderita dengan tonsilofaringitis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kultur swab dan kultur darah..Hasil penelitian diperoleh hasil kultur Streptococcus sebesar 15 sampel (30%), dan 35 (70%) negatif kultur Streptococcus .Dari Kultur darah diperoleh hasil positif 13 (32,5%) dan kultur negative sejumlah 27 (67,5%) kedua-duanya non Streptococcus..Pada penelitian ini rata-rata diperoleh nilai skor 3-5 gejala.

.

Kata Kunci : Streptococcus, tonsilofaringitis, kultur.

Abstract

The study aims to: 1) Isolate the presence of the bacterium Streptococcus tonsilofaringitis patients, (2). Comparing the presence of the bacterium Streptococcus by swab and blood culture method. This study uses a research design that used the analytic cross sectional study, the number of samples used were 50 samples with tonsil-pharyngeal swab specimens, and blood of patients with tonsilofaringitis. The method used in this study is the swab culture method and blood culture. The results obtained Streptococcus culture results of 15 samples (30%), and 35 (70%) negative cultures Streptococcus. From blood cultures obtained 13 positive results (32.5%) and culture negative number of 27 (67.5%) second-both non Streptococcus .. In this study the average values obtained symptom score of 3-5.

(3)

PENDAHULUAN

Faringitis dan tonsilitis sering ditemukan bersamaan. Tonsilofaringitis merupakan peradangan yang berulang pada tonsil dan faring yang memiliki faktor predisposisi antara lain rangsangan kronis rokok, makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena hidungnya tersumbat, pengaruh cuaca dan pengobatan tonsilofaringitis sebelumnya yang tidak adekuat ( Adams, G.L. 1997). Tonsilitis kronis merupakan kondisi di mana terjadi pembesaran tonsil disertai dengan serangan infeksi yang berulang-ulang. Tonsillitis merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan pada masa anak-anak. Angka kejadian tertinggi terutama antara anak-anak dalam kelompok usia antara 5 sampai 10 tahun yang mana radang tersebut merupakan infeksi dari berbagai jenis bakteri (Brook dan Gober, dalam Hammouda, 2009). Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang terjadi di tenggorokan terutama terjadi pada kelompok usia muda ( Kurien, 2000)

Pola penyakit THT (Telinga Hidung Tenggorokan) bervariasi pada tiap-tiap negara. Banyak faktor lingkungan dan sosial diyakini bertanggung jawab terhadap etiologi infeksi penyakit ini. Penelitian yang dilakukan di Departemen THT Islamabad-Pakistan selama 10 tahun (Januari 1998-Desember 2007) dari 68.488 kunjungan pasien didapati penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai yakni sebanyak 15.067 (22%) penderita. Sementara penelitian yang dilakukan di Malaysia pada poli THT Rumah Sakit Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118 kunjungan pasien dan jumlah penderita penyakit Tonsilitis Kronis menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (8,1%) (Shah, 2007). Dalam analisa tentang kekambuhan penyakit-penyakit kronis pada saluran nafas atas dilakukan penelitian terhadap total populasi lebih dari 3,5 juta jiwa populasi di Amerika Serikat mendapatkan prevalensi penderita tonsilitis kronis sebesar 15,9/1.000 penduduk. Menurut penelitian di Rusia mengenai prevalensi dan pencegahan keluarga dengan tonsilitis kronis didapatkan data bahwa sebanyak 84 (26,3%) dari 307 ibu-ibu usia reproduktif didiagnosa tonsilitis kronis. (Awan Z,, et al, 2009)

Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%)). Sedangkan penelitian di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan 1024 pasien tonsilitis kronis atau 6,75% dari

(4)

seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas pada anak menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi, tonsilitis kronis menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7 persen pada perempuan) (Hannaford PC, et al, 2005).

Tonsil dan adenoid merupakan salah satu organ pertahanan tubuh utama yang terdapat pada saluran napas atas. Sistem pertahanan tubuh ini akan berfungsi sebagai imunitas lokal untuk menghasilkan antibodi yang akan melawan infeksi yang terjadi baik akut atau kronik, terbentuknya antigen disebabkan rangsangan bakteri, virus, infeksi serta iritasi lingkungan terhadap tonsil dan adenoid. Jika terjadi infeksi akan menyebabkan terjadinya tonsillitis yaitu radang tonsil palatina yang dapat juga disertai dengan peradangan pada faring. Radang ini dapat disebabkan oleh infeksi grup A Streptococcuus β hemolitikus, Pneumokokus, Staphylococcus dan Haemofilus influenza, biasanya menyerang anak pra sekolah sampai dewasa, dapat tmengakibatkan komplikasi seperti peritonsilar abses, parafaring abses, demam rematik dan glomerulonefritis akut dan radang katup jantung (Brodsky L, Poje C. 2006 )

Pemeriksaan laboratorium sangat penting pada penderita dengan demam tonsilofaringitis yang bertujuan agar bisa mengetahui proses perjalanan suatu penyakit dan letak infeksi penyebab suatu penyakit.. Maka dengan proses tersebut tenaga medis dapat menentukan obat dan terapi yang tepat sehingga penderita dengan demam tonsilofaringitis kronis tidak sampai mengalami tosilektomi dan meninggal.

Berdasarkan hal tersebut di atas dan mengingat pentingnya efisiensi waktu dalam pemeriksaan penyakit dengan demam tonsilofaringitis sehingga tidak menjadi kronis maka perlu dikembangkan suatu metode yang cepat dan aman dan menjadi gold standar yaitu metode kultur untuk mendeteksi keberadaan bakteri Streptococcus pada penderita tonsilofaringitis secara cepat dan dini.Tujuan dari penelitian ini Mengisolasi keberadaan bakteri Streptococcus dari penderita tonsilofaringitis Apakah bakteri Streptococcus dengan cara swab dan kultur darah.Membandingkan keberadaan bakteri Streptococcus dengan cara swab dan metode kultur darah.

(5)

BAHAN DAN METODE

Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik cross sectional untuk mengisolasi dan menigidentifikasi Streptococcus pada penderita dengan tonsilofaringitis dengan metode swab tonsil-faring dan kultur darah.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2012. Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Pendidikan UNHAS Lt.6.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah pasien penderita tonsilofaringitis di Puskesmas Kassi-Kassi kota Makassar. Sampel penelitian ini adalah sampel swab tonsil-faring dan darah sebanyak 50 sampel. Sampel adalah seluruh populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian. Cara pemilihan sampel pada penelitian ini adalah Consecutive Sampling, yaitu semua sampel swab tonsil-faring dan darah yang memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

HASIL

Berdasarkan table 1. hasil kultur darah didapatkan data bahwa terdapat mikroba yang tumbuh pada medium sejumlah 13(32.5%) dengan jenis mikroorganisme berupa

Staphyllococcus aureus dan Staphyllococcus epidermidis (data mikroorganisme dapat dilihat pada lampiran 2), sedangkan yang tidak tumbuh sebanyak 27(67,5%)

Hasil kultur tonsil-faring didperoleh data bahwa mikroba yang tumbuh pada medium NA sejumlah 49 dengan pengklasifikasian jenis Streptococcus yang tumnbuh sejumlah 15 (30%) dan yang Non Streptococcus yang tumbuh sejumlah 34 (68%) (data mikroorganisme dapat dilihat pada lampiran 2).

Dari histogram di atas dapat dibaca bahwa pasien penderita dengan demam tonsilofaringitis yang datang berobat ke puskesmas Kassi-Kassi Kota Makassar periode Mei-Juli pada tingkat usia 1-5 tahun sebanyak 7 orang (14%), usia 6-10 tahun sebanyak 17 orang (34%), usia 11-15 tahun sebanyak 12 orang (24%), dan usia > 15 tahun

(6)

sebanyak 14 orang (28%). Hal ini membuktikan bahwa penderita dengan demam tonsilofaringitis umumnya diderita pada anak-anak usia ≤ 15 tahun.

Untuk lebih meyakinkan bahwa koloni tersebut merupakan isolat Streptococcus dilakukan penanaman pada medium Blood Agar. Pada hasil kultur Streptococcus pada medium Blood Agar Domba diperoleh karakteristik Streptococcus berupa Streptococcus α-hemolitik sebanyak 5 isolat dan golongan Streptococcus β-hemolitik sebanyak 10 isolat

Golongan Streptococcus α-hemolitik ini mmenyebabkan hemolisis tidak sempurna pada eritrosit medium di sekitar koloni sehingga dihasilkan hemoglobin yang menyebabkan daerah sekitar koloni berwarna kehijauan. Sedangkan Streptococcus β-hemolitik menyebabkan hemolisis sempurna pada eritrosit medium di sekitar koloni sehingga dihasilkan hemoglobin yang menyebabkan derah sekitar koloni berwarna kuning.

Dilakukan pula pengamatan mikroskopik Streptococcus dengan melakukan pewarnaa Gram pada salah satu sampel sampel tonsil-faring yang menunjukkan rantai bulat pendek.

PEMBAHASAN

Penelitian ini adalah mengisolasi Streptococcus pada penderita tonsilofaringitis dengan metode swab dan kultur darah bertujuan untuk Mengisolasi keberadaan bakteri Streptococcus dari penderita tonsilofaringitis dengan cara swab dan kultur darah. dan membandingkan keberadaan bakteri Streptococcus dengan cara swab dan metode kultur darah. dengan gejala klinis berdasarkan Mc Isaac yaitu demam ≥38OC, tidak batuk, eksudat pada tonsil, kelenjar leher anterior bengkak dan nyeri, umur < 15 tahun. Selain itu terdapat pemeriksaan fisik berupa hiperemis, dan pus, Sampel berjumlah 50 yang terdiri dari pasien anak-anak dan dewasa yang diisolasi dari swab tonsil-faring dan darah vena.. Sampel diperoleh dari Puskesmas Kassi-Kassi Makasaar.

Penelitian ini menggunakan 50 sampel yang terdiri dari pasien anak-anak usia 1-15 tahun dan dewasa usia 1-15 tahun ke atas yang diperoleh dari Puskesmas Kassi-Kassi Makassar. Sampel berupa swab tonsil-faring dan darah. Pada penelitian ini dilakukan

(7)

pemeriksaan kultur swab tonsil-faring, kultur darah dan pemeriksaan mikroskopik yaitu pewarnaan Gram.

Berdasarkan hasil kultur darah didapatkan data bahwa terdapat mikroba yang tumbuh pada medium bactec sejumlah 13(32,5%) dengan jenis mikroorganisme berupa

Staphyllococcus aureus dan Staphyllococcus epidermidis (data mikroorganismenya dapat dilihat pada lampiran 2), sedangkan yang tidak tumbuh pada medium bactec sebanyak 27 (67,5%).

Hasil kultur tonsil-faring didperoleh data bahwa mikroba yang tumbuh pada medium NA sejumlah 49 (98%) dengan pengklasifikasian jenis Streptococcus yang tumbuh sejumlah 15(30%) dan yang Non Streptococcus yang tumbuh sejumlah 34 (68%) (data mikroorganisme dapat dilihat pada lampiran 2).

Kultur darah dilakukan hanya pada pasien dengan demam ≥ 38oC dengan maksud apakah pada penderita dengan demam tonsilofaringitis infeksi sudah mencapai aliran darah makanya perlu dilakukan kultur dua kali yaitu kultur tonsil-faring dan kultur darah pada. Dari hasil pemeriksaan kultur dua kali didapatkan 5 yang positif pada kultur darah dengan mikrobanya berupa Staphyllococcus epidermidis dan positif Streptococcus dari sampel tonsil-faring.

Dari 50 sampel yang diperoleh terdapat 36 (72%) pasien anak-anak dan 14 (28%) pasien dewasa. Menurut criteria Centor modifikasi Mc Isaac, dimana untuk penderita tonsilofaringitis umumnya ana-anak pada usia < 15 tahun. Dari kultur tonsil-faring didapatkan 15 positif Streptococcus yang didapatkan umumnya dari pasien anak-anak (10 orang) dan selebihnya pasien dewasa (5 orang).

Dari hasil perhitungan scoring berdasarkan skor Centor modifikasi Mc Isaac dari sampel positif Streptococcus pada kultur tonsil-faring didapatkan skor gejala klinis penderita tonsilofaringitis seluruhnya memiliki skor gejala 3-5 yang terdiri dari pasien anak sejumlah 10 (67%) dan dewasa sejumlah 5 (33%)antara 3-5.

Dari keselruhan sampel diperoleh skor 5 gejala 9 pasien (18%) yang diderita kelompok usia ≤ 15 tahun sebanyak 6 orang (88,9%), skor 4 gejala 33 pasien (66%)ang diderita kelompok usia ≤ 15 sebanyak 24 orang (72,72%), skor 3 gejala sejumlah 7 pasien

(8)

(14%) yang diderita oleh kelompok usia ≤ 15 sejumlah 4 orang (8%) yang derita oleh kelompok usia≤ 15 sejumlah 4 orang (57,14%), sedangkan skor 2 gejala hanya I pasien (2%) yaitu pada pasien usia > 15 tahun.

Menurut Brodsky, l et al (1991). Bila terdapat > 3 gejala kemungkinanbesar adalah infeksi oleh Streptococcus β-hemolitik grup A sehingga memerlukan pengobatan antibiotik. Sedangkan skor 2-3 gejala memerlukan pemeriksaan lanjut apakah infeksi oleh Streptococcus β-hemolitik grup A, dan jika skor kurang dari 2 gejala, umumnya disebabkan oleh infeksi virus.

Berdasarkan kriteria Centor modifikasi Mc Isaac pada pasien dengan demam tonsilofaringitis yang positif Streptococcus diperoleh data score rata-rata >2 yang berarti bahwa infeksi ini disebabkan oleh bakteri khususnya Streptococcus dan untuk tindakan lebih lanjut harus segera diberi antibiotik, jika tidak penyakit ini akan kronis dan dapat tmengakibatkan komplikasi seperti peritonsilar abses, parafaring abses, demam rematik dan glomerulonefritis akut dan radang katup jantung (Brodsky L, Poje C. 2006 )

Berdasarkan hasil diagnosis dari pemeriksaan kultur tonsil-faring pada medium Agar Darah didapatkan sifat hemolisis dari Streptococcus dari keseluruhan sampel positif yaitu bersifat Streptococcus α-hemolisis dan Streptococcus β-hemolitik Streptococcus golongan α-hemolisis menyebabkan hemolisis tidak sempurna pada eritrosit medium di sekitar koloni sehingga dihasilkan hemoglobin yang menyebabkan daerah sekitar koloni berwarna kehijauan sedangkan Streptococcus β-hemolitik menyebabkan hemolisis sempurna pada eritrosit medium di sekitar koloni sehingga dihasilkan hemoglobin yang menyebabkan derah sekitar koloni berwarna kuning. (Madjid, Baedah, 2001).

Menurut Jawetz,J.L. et al, 1986, penyajit tonsilofaringitis disebabkan oleh jenis Streptococcus β-hemolitik adalah bakteri pathogen utama pada manusia dikaitkan dengan invasi lokal atau sistemik dan gangguan immunologi pasca infeksi oleh Streptococcus.

Berdasarkan hasil pemeriksaan secara mikroskopik melalui preparat langsung dengan pewarnaan Gram, pada preparat ini diperlihatkan morfologi, cara berkelompok dan sifat pewarnaan dari bakteri Streptococcus yang berwarna biru yang tersusun seperti manik-manik dan bersifat Gram positif.

(9)

Dari keseluruhan sampel penelitian ini dengan menggunakan kultur darah mendapatkan hasil yang lebih akurat dan lebih cepat (1-4 hari), kultur tonsilfaring dengan cara konvensional membutuhkan waktu sekitar 4-5 hari karena butuh pemeriksaan lanjutan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil kultur Streptococcus diperoleh sebesar 15 sampel (30%), dan 35 (70%) negatif kultur Streptococcus. Dari Kultur darah diperoleh hasil positif 13 (32,5%) dan kultur negative sejumlah 27 (67,5%) kedua-duanya non Streptococcus. Pada penelitian ini rata-rata diperoleh nilai skor 3-5 gejala.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk tes RADT (Rapid Antigen Detection Test) pada sampel serum pada penderita dengan demam tonsilofaringitis.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, GL, (1997). Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring dalam Harjanto E dkk (ed) Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi ke 6, Penerbit Buku

Kedokteran EGC;Jakarta.

Awan Z Husain A, Bashir H, (2009),Statistical Analysis or Ear, Nose, and Throat (ENT) Disease in Paedi≤ 15 atric Population at PIMS

Islamabad: 10 Years Experience. JournalMedical Scient. 2009 Vol.17, No.2. p. 92-4.

Broodsky. L, Poje C. (2006) , Tonsilitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In: Bailey, Johnson JT editors, Head and Neck Surgery Otolaryngology, Lippincott Williams andWilkins, Philadelpia. p.1183-98.

Brooks GF, Butel JS, Morse SA. (2005), Patogenesis Infeksi Bakteri, Dalam : Jawetz, Menick, & Adelberg’s Mikrobiologi Kedokteran. 22nd Ed

Terjemahan Bonang G. Jakarta: EGC;2005.h.205-22.

Hannaford PC, Simpson JA, Dav, is A, McKerrow W, Mills R. , (2005) The Prevalence of EarNose

and Throat Problems in the Community: Result from a National Cross-SectionalPostal Survey in Scotland. Fampra Oxfort Journals .. 22: 227-3

(10)

Jawetz, J.L. et al.(1986) Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan, Edisi 16. EGC Penerbit Buku Kedokteran; Jakarta .

Jawetz, J.L. et al.(2008) Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan, Edisi 23 Penerbit Buku Kedokteran, EGC; Jakarta.

Kurien,M,( 2000), Throat Swab in the Chronic Tonsillitis: How Reliable and Valid is it?, Department of ENT Speech & Hearing, Microbiology, Medicine and Clinical Epidemiology Christian Medical College &

Hospital Vellore, Tamilnadu 632004 India, Singapore Med J 2000 Vol 41(7):324-326.

Madjid, Baedah, (2002), Mikrobiologi, , Bagian Mikrobiologi Fak Kedokteran UNHAS. 2002.

Shah, M. Atif Imran, (2007), Tonsillectomy;Quality-Of-Life Improvement In School Going Children, ENT Specialist PAF Hospital Rafiqui, Shorkot, Pakistan, Professional Med J Sep 2007; 14(3): 491-495

(11)

Tabel 1. Perbandingant isolasi Streptococcus dari sampel tonsil-faring dan kultur darah (N=50).

Kultur Tumbuh ≠ tumbuh Total

Darah 13 (32,5%) 27(67,5%) 40(100%)

Tonsil-faring

Streptococcus 15(30%) 1(2%) 50(100%)

Non Streptococcus 34 (68%)

Gambar . Histogram distribusi pasien tonsilofaringitis menurut usia

Gambar Streptococcus α-hemolitik daerah sekitar koloni berwarna hijau

0 5 10 15 20

(12)

Gambar Streptococcusβ-hemolitik , daerah sekitar koloni berwarna kekuningan

Gambar Pewarnaan Gram dari Streptococcus memperlihatkan Kokkus Gram Positif yang nampak berwarna biru

(13)

Hasil Pemeriksaan mikroba sampel apusan tenggorok dan sampel darah No KODE JK Umur

(thn)

Kultur Swab Kultur Darah (bactec) Suhu tubuh(oC)

Score 1 A1 P 10 Klebsiella pneomoniae Staphylococcus

epidermidis

38,4 5

2 A2 P 12 Proteus vulgaris Neg 38.5 4 3 A3 P 14 Proteus vulgaris Neg 38 4

4 A4 L 16 Negatif Staphylococcus

aureus

39,9 4

5 A5 P 2.3 Klebsiella pneomoniae Neg 38,3 4 6 A6 P 29 Staphylococcus epidermidis Neg 38 4 7 A7 L 12 Streptococcus sp Neg 38,4 4 8 A8 P 4,11 Streptococcus sp Staphylococcus epidermidis 38 4

9 A9 L 8 Proteus vulgaris Staphylococcus epidermidis

38,2 4

10 A10 L 4 Enterobacter Neg 38 4

11 A11 P 19 Streptococcus sp Neg 38 5

12 A12 L 63 Klebsiella pneomoniae Neg 38 3 13 A13 P 4,6 Proteus vulgaris Neg 38 4 14 A14 P 8 Enterobacter Staphylococcus

aureus

38,6 4

15 A15 P 7 Enterobacter Staphylococcus aureus

38,5 4

16 A16 L 11 Proteus vulgaris Staphylococcus epidermidis

38,4 4

17 A17 L 8 Proteus vulgaris Neg 38,4 5 18 A18 L 9 Enterobacter Neg 38 5 19 A19 L 5 Proteus vulgaris Neg 38,2 4 20 A20 P 47 Enterobacter

aglumerans

Neg 38,3 2

21 A21 P 8 Proteus vulgaris Neg 38 5 22 A22 P 19 Proteus vulgaris Neg 38.2 4 23 A23 P 13 Proteus vulgaris Neg 39 4 24 A24 P 6 Proteus vulgaris Neg 38,5 4

25 A25 L `11 Streptococcus sp Staphylococcus

epidermidis

39 5

26 A26 L 17 Streptococcus sp Neg 38,7 4

27 A27 P ,6 Klebsiella pneomoniae Neg 38 4 28 A28 P 23 Klebsiella pneomoniae Neg 38 4

29 A29 P 9 Streptococcus sp Neg 38.5 3

30 A30 L 9 Alcaligenes faecalis Staphylococcus aureus

39,8 3

31 A31 P 16 Streptococcus s ≠ Bactec 37,3 4

32 A32 L 3,8 Klebsiella pneomoniae Neg 38 4 33 A33 L 6 Proteus vulgaris ≠ Bactec 37 3 34 A34 P 6,2 Enterobacter Neg 38 3

35 A36 L 1,10 Enterobacter Neg 38,4 4

36 A38 P 40 Streptococcus s ≠ Bactec 37 3

(14)

38 A44 P 18 Klebsiella pneomoniae ≠ Bactec 37,5 3

39 A45 P 17 Streptococcus s Staphylococcus

epidermidis

38,5 4

40 A49 P 7 Klebsiella pneomoniae ≠ Bactec 37 4 41 A53 P 11 Klebsiella pneomoniae ≠ Bactec 37.4 4

42 A54 P 11 Streptococcus s ≠ Bactec 37 4

43 A55 L 9 Streptococcus s ≠ Bactec 37,5 4

44 A57 L 7 Klebsiella pneomoniae ≠ Bactec 37,3 4 45 A60 P 34 Enterobacter hapniae Staphylococcus

epidermidis

38,6 4

46 A61 P 13 Providencia alkalifaciens

Neg 38,6 4

47 A64 P 12 Streptococcus s Staphylococcus

epidermidis

38 5

48 A65 P 10 Streptococcus s Staphylococcus

epidermidis

38,3 5

49 A66 L 11 Streptococcus s Neg 38,3 5

50 A68 P 2 Klebsiella Sp Neg 38 4

. Hasil Isolasi Streptococcus pada medium Blood Agar.

No Kode JK Umur (tahun) Kultur Swab tonsil-faring pd medium Blood Agar 1 A7 L 12 Streptococcus α-hemolitik

2 A8 P 4,11 Streptococcus β-hemolitik

3 A11 P 19 Streptococcus β-hemolitik

4 A25 L 11 Streptococcus α-hemolitik

5 A26 L 17 Streptococcus β-hemolitik

6 A29 P 9 Streptococcus β-hemolitik

7 A31 P 16 Streptococcus α -hemolitik

8 A38 P 40 Streptococcus β-hemolitik

9 A41 L 15 Streptococcus β-hemolitik

10 A45 P 17 Streptococcus α-hemolitik

11 A54 P 11 Streptococcus β-hemolitik

12 A55 L 9 Streptococcus β-hemolitik

13 A64 P 12 Streptococcus α-hemolitik

14 A65 P 10 Streptococcus β-hemolitik

Gambar

Gambar  Streptococcus α-hemolitik daerah sekitar koloni berwarna hijau

Referensi

Dokumen terkait

Untuk pembangunan bangunan pengendali tersebut diperlukan suatu kegiatan Pengukuran dan Perencanaan Teknis pada aliran muara sungai Batang Muaro Samuik yang akan

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi usahatani tidak saja ditentukan oleh kemampuan manajerial dari petani yang lebih banyak diukur dari kemampuan petani untuk

Sedangkan variable kenaikan harga rokok dan pesan bergambar bahaya merokok tidak berpengaruh terhadap konsumsi rokok di Kecamatan Baitussalam kabupaten Aceh Besar, hal ini

tersebut untuk dikaji dan diteliti, apalagi bagi peneliti maupun bagi masyarakat umum, maka penulis akan membahasnya melalui penulisan Skripsi ini dengan judul Studi Komparasi

Setelah melakukan analisa struktur secara manual maupun menggunakan software, dan diperoleh gaya-gaya yang bekerja pada kolom, maka langkah selanjutnya adalah

Rekam Medis: kumpulan dari fakta-fakta atau bukti keadaan pasien, riwayat penyakit dan pengobatan masa lalu serta saat ini yang ditulis oleh profesi kesehatan yang

GMP diterapkan oleh industri yang produknya di konsumsi dan atau digunakan oleh konsumen dengan tingkat resiko yang sedang hingga tinggi yang meliputi produk   obat-obatan,

Arkeologisk forskning har visat att Rapa Nui koloniserades av polynesiska sjöfarare någon gång under det nionde århundradet efter vår tidräknings början och därefter varit