• Tidak ada hasil yang ditemukan

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Strategi Pengelolaan Informasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Strategi Pengelolaan Informasi"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Muhammad Bagir,

S.E.,M.T.I

Strategi Pengelolaan Informasi

(2)

Prinsip Pengelolaan Informasi

Terdapat sejumlah prinsip dan paradigma:

 Struktur mengikuti proses  desain atau adopsi terhadap struktur yang akan dipergunakan harus menjamin terselenggaranya proses pengelolaan

informasi secara efektif, efisien, dan terkontrol dengan baik

 Budaya mengakselerasi proses  semakin ‘terbiasa’ seorang individu atau unit dalam melakukan

pengelolaan terhadap informasi, akan semakin

mempercepat dan meningkatkan kualitas manajemen informasi dimaksud

(3)

Prinsip Pengelolaan Informasi

(Cont’d)

 Paradigma berbagi menentukan sukses  pola pikir dan pola tindak (kematangan) seseorang yang berkeinginan dan berkemampuan (willingness and ability) untuk saling berbagi informasi merupakan kunci efektivitas pengelolaan informasi

 Politik organisasi (potensi konflik) harus dikelola  informasi memiliki karakteristik yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap dinamika individu (atau sekelompok individu) dalam berorganisasi; dan

 Kepemimpinan dan komunikasi adalah kunci  mengingat ‘musuh’ dari diterapkannya suatu inisiatif baru dalam berorganisasi adalah masalah asumsi dan/atau persepsi yang cenderung keliru (negatif) sehingga harus ada komitmen yang teguh dari pimpinan di berbagai lini dan konsistensi interaksi serta komunikasi yang terus-menerus.

(4)

Prinsip Struktur Organisasi

 Tidak ada rumusan baku mengenai struktur organisasi seperti apa yang paling tepat dalam mengelola

informasi di perusahaan selain mencoba mencari suatu keseimbangan antara target yang ingin dicapai dengan potensi serta situasi dan kondisi organisasi yang

bersangkutan. Dengan berbekal pada kelima prinsip pengelolaan informasi, setiap organisasi berusaha untuk mencari jalan ‘optimum’ dalam merancang struktur

organisasi yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan manajemen informasi yang ada

(5)

Ragam Model Struktur Organisasi

 Terkait dengan unit atau divisi yang bertanggung

jawab terhadap ekosistem pengelolaan informasi,

berdasarkan tingkat ‘kelekatan keterhubungan’ antar unit dalam organisasi dikenal klasifikasi struktur sebagai berikut :

 Functional Hierarchy  Weak Matrix

 Strong Matrix

 Skunk Works (Tiger Team)

(6)

Functional Hierarchy

 Bersifat kaku dan ketat,menekankan budaya kontrol berdasarkan hirarki yang jelas, dibagi pula atas wilayah fungsional,dan sangat cocok untuk organisasi semacam militer dan pemerintah (birokrasi). Unit yang

bertanggung jawab terhadap manajemen, sistem, dan teknologi informasi merupakan salah satu wilayah

fungsional yang berinteraksi dengan unit-unit organisasi lainnya berdasarkan kebijakan dan aturan main yang

jelas (SOP-Standard Operating Procedure).

 Mereka yang memiliki kompetensi dan keahlian di bidang terkait dengan manajemen, sistem, dan teknologi informasi pun dikumpulkan dalam unit sebagai sebuah ‘talent pool’. Jenjang karir bersifat vertikal dan berada dalam ruang lingkup internal unit dimaksud.

(7)

Weak Matrix

 Bersifat tidak terlampau kaku karena memiliki ruang untuk

berinteraksi di luar wilayah fungsi atau silos yang ada, memiliki fungsi ganda berdasarkan kebutuhan akan kompetensi tertentu, diatur melalui mekanisme ‘kelompok kerja’ berbasis penugasan khusus yang rutin maupun beorientasi program/proyek, dan sangat sesuai dengan organisasi semacam BUMN atau partai maupun organisasi kemasyarakatan.

 Dalam konteks ini, sebuah unit terkait dengan fungsi

manajemen, sistem, dan teknologi informasi tetap ada, dimana sebagian anggotanya yang berada dalam struktur unit terkait dialokasikan secara khusus (paruh waktu) sebagai bagian dari kelompok kerja(rutin maupun program/proyek) tertentu dimana didalamnya terdapat sejumlah individu dari beragam unit

organisasi untuk saling bekerjasama di bawah pimpinan salah satu atasan tertentu. Dilibatkannya individu terkait karena dibutuhkannya mereka yang ahli dan memiliki kompetensi manajemen, sistem, dan teknologi informasi dalam

menuntaskan pekerjaan

(8)

Strong Matrix

 Bersifat sangat terbuka dan interaktif, memiliki tugas ganda yang seimbang antara fungsional dan berbasis kerjasama

intensif, dipetakan berbasis misi utama organisasi, dan cocok untuk perusahaan berbasis produk dan/atau jasa komersial. Dalam konteks ini setiap individu memiliki dua domain kerja resmi, yaitu struktural dan fungsional.

 Secara struktural, individu dimaksud merupakan bagian dari satuan kerja atau unit yang terkait dengan sistem, teknologi, atau manajemen informasi, sementara secara fungsional, berdasarkan misi dan jenis produk/pelayanan organisasi, merupakan bagian dari satu atau lebih

kelompok kerja baik yang berbasis rutin maupun proyek. Biasanya, domain struktural dibutuhkan untuk keperluan administrasi, pelaporan, dan karir; sementara domain

fungsional (berbasis proses) dibutuhkan untuk memastikan terjadinya proses penciptaan produk dan/atau jasa (pelayanan)internal maupun eksternal yang cepat, murah, dan berkualitas baik.

(9)

Skunk Works (Tiger Team)

 bersifat bebas serta terbuka (cenderung ‘chaotic’),

dimana setiap individu dapat sewaktu-waktu dialokasikan pada satu atau sejumlah tim kerja dengan tujuan tertentu sesuai dengan dinamika organisasi.

 Model ini sangat sesuai untuk organisasi semacam firma hukum, konsultan industri, pusat medika, dan lembaga pendidikan non formal.

 Dalam konteks manajemen informasi, unit terkait hanya sebagai domain administratif belaka yang merupakan sebuah “talent pool” yang terdiri dari kumpulan ahli di bidang sistem, manajemen, dan teknologi informasi yang siap di-“deploy” dalam berbagai penugasan apa pun di wilayan internal maupun eksternal organisasi.

(10)

Budaya Manajemen Informasi

Organisasi

 Struktur dan proses pengelolaan informasi yang

diinstitutionalisasikan dan diadopsi oleh organisasi, secara lambat laun akan membentuk sebuah budaya manajemen informasi dalam organisasi.

 Budaya yang berasal dari kebiasaan ini pada dasarnya merupakan hasil dari interaksi antara struktur dan proses dengan komponen lain yang ada dalam ekosistem organisasi, seperti sejarah, jenis produk/pelayanan, karakteristik SDM, teknologi, kebijakan, tuntutan pelanggan (internal dan

eksternal), dan lain sebagainya. Dari berbagai variasi budaya yang ada, paling tidak dikenal 4 (empat) buah

pengelompokkan sebagai berikut (Boisot, 2007):

 Technocratic Utopianism  Anarchy

 Feudalism  Dictatorship

(11)

Technocratic Utopianism

 Merupakan budaya yang sangat kaku dalam mengelola informasi di organisasi. Biasanya organisasi terkait

memiliki aturan yang jelas, ketat, dan rinci mengenai bagaimana informasi harus dikelompokkan, disimpan, diatur, diperlakukan, dan dikelola oleh seluruh individu

yang berada dalam organisasi terkait. Seluruh manajemen pegelolaan informasi harus berdasarkan aturan yang telah disepakati (baca: “by the book”), baik yang

diinstitutionalisasikan melalui kebijakan, mekanisme, maupun prosedur yang berlaku.

 Organisasi semacam NASA, DOD (Department of

Defense), Bursa Saham, merupakan contoh yang biasa menerapkan budaya ini.

(12)

Anarchy

 Merupakan kebalikan dari Technocratic Utopianism, dimana dalam budaya ini tidak ada aturan sama sekali mengenai manajemen atau pengelolaan informasi,

karena semuanya secara bebas dan terbuka (cenderung “chaotic”) diserahkan kepada setiap individu dan/atau unit yang ada dalam organisasi. Contoh budaya ini kerap terlihat pada organisasi semacam konsultan, kemitraan, firma hukum, dan pendidikan.

(13)

Feudalism

 merupakan suatu kondisi dimana setiap unit organisasi menentukan sendiri-sendiri mekanisme baku

penanganan dan pengelolaan informasinya sesuai

dengan kebutuhan individu atau kelompok individu yang berada dalam unit tersebut. Adapun informasi yang

dibagi kepada pihak lain di luar unit terkait sifatnya sangat terbatas, alias hanya yang dianggap perlu saja.

(14)

Dictatorship

 merupakan kebalikan dari Feudalism dimana pimpinan eksekutif organisasi (Board of Directors) menentukan jenis dan kelompok informasi apa saja yang harus

dilaporkan oleh seluruh unit maupun individu organisasi ke pusat organisasi. Sementara itu, pimpinan pusat

organisasi tidak memiliki kewajiban untuk membagikan informasi yang ada ke seluruh unit terkait yang ada di bawahnya. Budaya ini jelas mirip dengan organisasi semacam militer atau pemerintahan (birokrasi).

(15)

Federalism

 merupakan bentuk budaya yang bersandar pada prinsip “demokrasi” dimana tata kelola atau manajemen

informasi yang diadopsi adalah berdasarkan konsensus dan kesepakatan bersama antara seluruh pemangku kepentingan dalam organisasi. Kesepakatan yang ada dituangkan dalam berbagai bentuk seperti standar, prosedur, mekanisme, proses, klasifikasi, dan hal-hal terkait lainnya. Organisasi semacam perseroan terbatas, partai atau ormas, maupun asosiasi merupakan contoh pengadopsi budaya ini.

(16)

Tingkat Kematangan dan Literasi

Pengguna Informasi

 Literasi informasi adalah mereka yang telah ‘melek’ atau paham benar mengapa informasi sangat penting bagi organisasi dan bagaimana seharusnya bersikap dan bertindak untuk mengelola aset strategis organisasi

tersebut untuk membantu pencapaian visi dan misi yang telah dicanangkan. Seseorang dikatakan telah ‘matang’ dan memiliki ‘literasi’ yang cukup jika paling tidak memiliki kemauan dan kemampuan (willingness and ability) dalam mengelola informasi yang ada di dalam organisasi.

Kumpulan dari individu dalam organisasi ini akan

menentukan tingkat kematangan sebuah organisasi dalam mengelola informasi yang dimilikinya

(17)

Tingkat Kematangan dan Literasi

Pengguna Informasi (Cont’d)

Dengan menggunakan indikator IMM (Information Maturity Model), sebuah organisasi dapat dibagi menjadi 6 (enam) tingkat kematangan (Baskarada, 2009):

 Tingkat 0 – jika organisasi sama sekali tidak perduli akan berbagai seluk beluk terkait dengan perlunya informasi dikelola.

 Tingkat 1 – jika organisasi tidak memiliki panduan mengenai cara mengelola informasi; dalam situasi ini hanya ada

sejumlah individu saja yang tahu cara yang baik dan benar dalam mengelola informasi organisasi.

 Tingkat 2 – jika paling tidak sebagian unit dalam organisasi telah sadar dan memiliki panduan yang baik mengenai tata cara mengelola informasi; di tengah-tengah sejumlah unit atau divisi organisasi lain yang masih belum memiliki pola pikir dan pola tindak baku yang dibutuhkan untuk mengelola informasi.

(18)

Tingkat Kematangan dan Literasi

Pengguna Informasi (Cont’d)

 Tingkat 3 – jika organisasi telah memiliki aturan dan

panduan yang jelas dalam mengelola informasi dan telah diikuti oleh seluruh unit organisasi yang ada; dalam konteks ini organisasi yang bersangkutan telah memiliki kebijakan, prosedur, mekanisme, peta alir, dan standar lain yang terkait dengan manajemen pengelolaan informasi yang baik dan benar.

 Tingkat 4 – jika organisasi telah benar--benar mengganggap informasi yang dimilikinya sebagai aset dan sumber daya strategis yang harus dikelola dengan sungguh-sungguh,

dimana dalam situasi ini kualitas dari informasi yang dimiliki benar--benar dijaga melalui pengembangan sejumlah

indikator dan instrumen sebagai pengukur kinerja dimaksud.  Tingkat 5 – jika organisasi benar-benar telah menerapkan

atau mengadopsi praktek terbaik (baca: best practices) dalam mengelola informasi yang telah dinyatakan sebagai aset dan sumber daya organisasi yang memiliki nilai tambah baik yang bersifat tangible (dapat dinyatakan dalam ukuran kuantitatif finansial) maupun intangible (tidak dapat diukur secara kuantitatif namun dapat dirasakan manfaatnya).

(19)

Tingkat Kematangan Manajemen

Informasi dalam Organisasi

 Menurut konsep Enterprise Content Management Maturity Model

(ECM3), ada 5 (lima) tingkat kematangan informasi dalam organisasi dipandang dari segi seberapa besar penerapan konsep tata kelola informasi dan teknologi informasi diadopsi oleh sumber daya

manusia terkait:

 Tingkat 1 (Unmanaged) – organisasi tidak secara formal melakukan manajemen informasi, terlihat dari berserakannya informasi yang tersimpan dalam berbagai format dan bentuk pada unit-unit

organisasi yang ada, sehingga sangat sulit untuk melakukan

pencarian informasi yang dibutuhkan. Media penyimpan seperti tape, disket, hard disk, compact disc, dan lain-lain berada dimana-mana dan tidak terawat.

 Tingkat 2 (Incipent) – organisasi memiliki satu unit atau kelompok kerja organisasi yang ditugaskan untuk mengelola sebagian besar dari informasi yang dimiliki dengan menggunakan beragam teknologi yang ada, paling tidak diperuntukkan untuk mengelola informasi

yang dianggap penting (core). Sub-organisasi atau tim kerja ini mulai menggunakan teknologi informasi seperti document

management, collaboration software, digital asset management, web content management, dan enterprise information portal.

(20)

Tingkat Kematangan Manajemen

Informasi dalam Organisasi

(Cont’d)

 Tingkat 3 (Formative) – organisasi telah melakukan penataan yang cukup terhadap informasi yang dimilikinya, karena telah dimilikinya prosedur baku dalam merencanakan, mengadakan, menyimpan, mengolah, mensintesa, dan mendistribusikan informasi yang dimiliki melalui penerapan teknologi informasi yang maksimum.

 Tingkat 4 (Operational) – organisasi telah secara sadar dan alami melakukan manajemen terhadap informasi yang dimilikinya dengan menggunakan beraneka ragam sistem teknologi yang ada. Dalam konteks ini hampir seluruh informasi yang dimiliki berbentuk atau direpresentasikan oleh berkas digital (elektronik), sehingga peranan teknologi informasi menjadi sangat krusial.

 Tingkat 5 (Pro-Active) – organisasi telah menerapkan berbagai model dan metode manajemen informasi dan sistem teknologi informasinya secara optimum, misalnya dengan mengadopsi kerangka konsep

berbagai pakai (baca: sharing) atau pendekatan ‘information on demand’. Pemahaman yang solit dan utuh mengenai pentingnya

melakukan manajemen informasi oleh seluruh lapisan SDM organisasi merupakan kunci keberhasilan inisiatif terkait.

(21)

Tiga Belas Dimensi Kematangan

dalam tiga Domain

(i) Domain Manusia – meliputi

a. business expertise – tingkat edukasi dan pemahaman pimpinan serta karyawan terhadap tata kelola informasi; b. information technology expertise – kemampuan dalam

memanfaatkan dan mengoperasikan sistem teknologi; c. process – tahapan dimana organisasi telah melakukan

pemetaan proses bisnis terkait dengan alur informasi; dan d. alignment – tingkat kolaborasi dan sinkronisasi dalam

pengeloaan informasi untuk kepentingan organisasi.

(22)

Tiga Belas Dimensi Kematangan

dalam tiga Domain (Cont’d)

(ii) Domain Informasi – meliputi

a. content/metadata – seberapa jauh organisasi telah melakukan analisa terhadap metada informasi yang dimiliki;

b. depth – kelengkapan akan pelaksanaan proses siklus hidup informasi dari tercipta hingga pemusnahan; c. governance – keberadaan kelengkapan kebijakan,

peraturan, standar, dan prosedur tata kelola informasi; d. re-use – kemungkinan dipergunakannya kembali obyek

informasi dalam sejumlah kesempatan di masa depan; dan

e. findability – kemampuan menemukan informasi yang dibutuhkan pada saat yang tepat.

(23)

Tiga Belas Dimensi Kematangan

dalam tiga Domain (Cont’d)

(iii) Domain Sistem – meliputi

a. scope – rentang atau spektrum fitur dan kapabilitas yang dapat diimplementasikan (diadopsi);

b. breadth – tingkat jangkauan pemanfaatan piranti dalam konteks ruang lingkup organisasi;

c. security – kemampuan mengelola aset informasi sesuai dengan ragam hak akses yang berlaku; dan

d. usability – kesesuaian aplikasi dengan beraneka ragam kebutuhan organisasi dalam mengelola informasi.

Referensi

Dokumen terkait

Simpangan baku(S) adalah nilai yang menunjukan tingkat variasi kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari nilai rata-ratanya... X = nilai rata-rata data n = jumlah data

Tujuan Hukum Acara Perdata adalah untuk memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh lembaga peradilan untuk mencegah pemaksaan kehendak pihak lain atau main

Menurut Aminullah (2003), ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam pendekatan sistem untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks, yaitu: (1) analisis kebutuhan,

Pencegahan preventif yang dilakukan oleh Kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pelaku penyebaran Berita Hoax adalah dengan cara membentuk Satuan Tugas

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan kasih sayang, ilmu, rezeki, dan hidayah- Nya, sehingga

Wawancara adalah proses untuk memperoleh informasi dengan mengajukan sejumlah petanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula, yaitu dengan kontak langsung

Sedangkan pengertian kuantitatif menurut Sugiyono (2007:13), adalah: “Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada

Dengan channel spacing yang tetap 0,2 nm, teknologi CWDM akan memiliki keterbatasan dalam hal jumlah panjang gelombang yang dapat dikonsumsi jika mengoptimalkan band