Webinar - Diskusi Publik
Perempuan sebagai Kepala Daerah :
Pola Kepemimpinan dan Kebijakan
TEMUAN RISET :
KABUPATEN GROBOGAN
SRI SUMARNI (1)
• Rekam jejak sebelum terpilih menjadi Bupati adalah pengusaha pupuk; anggota DPRD Grobogan pada periode 2004; 2009; 2014; Ketua DPRD Kab. Grobogan (2012-2014) dan (2014-2016). Karir politiknya diawali dengan menjadi pengurus di DPC PDIP (plt PAC kec.Godong bendahara DPC Ketua DPC PDIP Grobogan
• Dua kali maju dalam Pilkada yaitu 2010 dan 2015. Mengalami kekalahan pada pilkada 2010; Memenangkan pilkada 2015 diusung oleh PDIP, PKB, PAN, PPP dan Hanura.
Faktor Pendukung, tantangan dalam pencalonan dan kemenangan :
• Menang pada pilkada 2015, mendapat dukungan yang solid dari partai pengusung; dukungan dari tokoh agama (kyai), ormas, kades, kelompok tani
• Memiliki hubungan baik dan jaringan ke pengurus DPP PDIP tingkat provinsi Jawa Tengah dan DPP pusat
• Memiliki modal sosial yang kuat; merawat relasi dengan pemilihnya yang sangat baik (anggota DPRD Grobogan). Faktor ketokohan yang kuat di Grobogan
• Menghadapi tantangan dari internal partai pada awal mencalonkan bupati.
SRI SUMARNI (2)
Pola Kepemimpinan
• Berusaha menjalin hubungan baik dengan berbagai pihak, termasuk lawan politiknya.
• Relasi yang baik dengan internal partai, fraksi di DPRD.Relasi yang baik dengan masyarakat, organisasi dan kelompok-kelompok masyarakat, termasuk dengan media massa.
• Relasi dengan birokrasi dibangun dengan dasar kesamaan visi. Merapihkan tata kelola birokrasi, tidak ragu merombak jajaran birokrasi dengan cara tidak konfrontatif.
• Mendorong lebih banyak pemimpin perempuan (camat; kepala dinas; kepala desa).
• Ada kritikan dianggap kurang terobosan dalam kebijakan, sulit ditemui serta kemampuan berhadapan dengan publik yang kurang baik.
Pola Kebijakan
• Kebijakan yang dibuat diupayakan sejalan dengan partai
• Orientasi kebijakan merawat dan membangun Grobogan; menitikberatkan pada pembangunan
infrastruktur (jalan; jembatan; fasilitas publik; fasilitas kesehatan; membangun kawasan agrowisata)
TEMUAN RISET :
KABUPATEN JEMBER
FAIDA (1)
• Faida adalah pengusaha dan juga dokter - Direktur Rumah Sakit Bina Sehat Jember
• Tidak pernah berkecimpung dalam politik dan bukan merupakan kader partai
• Mencalonkan Pilkada 2015 bersama Abdul Muqit Arief
• Mendapatkan 17 kursi dukungan di DPRD: PDIP (7 kursi), Nasdem (5 kursi), Hanura (3 kursi) dan PAN (2 kursi)
Faktor Pendukung
• Dukungan DPC – figur kuat sebagai pemimpin vs kader partai
• Masyarakat menginginkan perubahan kepemimpinan dengan adanya gerakan no-ex birokrasi meskipun gerakannya tidak masif
• Dukungan: Non-Partisan (ibu-ibu), relawan dhuafa dan figur tokoh agama, media non-PWI/non-mainstream
• Tantangan: Isu agama tentang kepemimpinan perempuan sempat muncul
• Penting mendapatkan dukungan dari tokoh agama untuk menggalang kepercayaan masyarakat
FAIDA (2)
Pola Kepemimpinan dan Kebijakan
• Mengedepankan transparansi, disiplin, hands on, pola bebenah dengan prinsip “tegak lurus”
dengan jargon 3b (baik tujuannya, benar hukumnya dan betul caranya) - Reformasi birokrasi dan SOTK
• Hubungan dan komunikasi cenderung tidak harmonis dengan DPRD.
• Lebih mengedepakan profesionalitas daripada proses komunikasi politik = menjadi kekurangan karena jabatan adalah Bupati
• Program Pendidikan dengan pemberian beasiswa dan Kesehatan (revitalisasi puskesmas dan satu desa satu ambulan) = kurang politis
• Festival HAM (toleransi) dan Kongres untuk data tepat sasaran
• Keberpihakan pada tuntutan warga dalam membuat kebijakan ex. Menolak Tambang // kepentingan partai.
• Responsive Gender: unit ekonomi perempuan dan pengarustamaan gender dalam pembangunan – Revitaslisasi Pasar Tradisional
• Angka Kematian Ibu dan Anak: Turun 20 persen antara tahun 2017/2018
• Angka IPM mengalami kenaikan: 64,01 persen (2016), 64,96 persen (2017) dan 65, 96 persen (2018). (Badan Pusat Statistik)
TEMUAN RISET :
KOTA BATU
DEWANTI RUMPOKO (1)
• Dewanti lebih dulu aktif dan berkiprah di politik dibandingkan suaminya Eddy Rumpoko (pengusaha). Dewanti sejak tahun 1990 aktif melalui partai Golkar.
• Diminta suaminya tidak aktif di politik karena dianggap bukan orang politik dan tidak cocok berkiprah di dunia politik. Suaminya Eddy Rumpoko kemudian aktif menjadi politisi dari sebelumnya adalah pengusaha.
• Pada tahun 2007 mundur dari kader Golkar (tidak berpartai lagi) karena suaminya Eddy Rumpoko (pengusaha) maju dalam Pilkada Kota Batu melalui dukungan PDIP.
• Pada tahun 2014 ibu Dewanti menjadi pengurus PDIP Jatim Wakil Ketua Bidang Ekonomi. dua kali
mengikuti pilkada tahun 2015 di Kabupaten Malang dan tahun 2017 maju di pemilihan kepala daerah kota Batu diusung oleh PDIP dan menang pada pilkada Kota Batu pada tahun 2017.
Faktor pendukung dan tantangan dalam pencalonan dan kemenangan:
• Memiliki relasi langsung maupun tidak langsung dengan DPP partai menjadi salah satu kunci agar bisa dicalonkan
• Dukungan Ormas memiliki andil dalam kemenangan Dewanti Rumpoko
• Penting untuk memiliki track record yang baik bagi calon kepala daerah perempuan. Kegiatan sosial sebagai upaya membangun modal sosial.
DEWANTI RUMPOKO (2)
Pola Kepemimpinan dan Kebijakan
• Pengembangan pariwisata kota Batu (sebagai program lanjutan), ada peningkatan pariwisata
yang lebih baik dibandingkan dengan walikota sebelumnya (pada tahun 2017 jumlah wisatawan 5 juta dan meningkat pada tahun 2019 menjadi 7,2 juta), dan memiliki proyek ambisius kereta
gantung
• Program pengembangan UMKM sebagai prioritas, soal revitalisasi pasar Dewanti memiliki ketegasan yang sebelumnya tidak mampu dilakukan suaminya.
• Mengubah budaya kerja dalam konteks birokrasi yang memiliki beragam tantangan kapasitas dan kompetensi melalui disiplin dan ketepatan waktu kerja menjadi ciri khas dalam memimpin
birokrasi. Memulai tepat waktu dan menghindari lembur.
• Kehati-hatian dalam menggunakan anggaran berdampak pada penyerapan anggaran yang rendah.
• Masih perlu meningkatkan program yang responsive gender karena program yang banyak dilakukan mengarah pada revitalisasi UMKM dan pariwisata.
• Angka IPM selalu mengalami peningkatan dari tahun 2017-2019 dimana masing-masing adalah 74,26, 75,04, dan 75,88
TEMUAN RISET :
TRI RISMAHARINI (1)
• Walikota Surabaya terpilih hasil Pilkada 2010 dan 2015, diusung oleh PDIP pada kedua pilkada tersebut.
• Rekam jejak panjang sebagai birokrat dengan capaian kinerja signifikan pada Pemkot Surabaya; pernah menjabat Kabag Bina Pembangunan (2002-2005), Kadis Kebersihan dan Pertamanan(2005-2008), dan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (2008-2010).
• Pada 2010, PDIP memiliki bakal calon lain namun elektabilitasnya dianggap tidak bisa melampaui Risma; selain itu Risma memiliki kedekatan dengan kerabat lingkar elit partai; akhirnya DPP PDIP menurunkan rekomendasi untuk mencalonkan Risma.
• Kemenangan di 2015 diperoleh dengan dukungan publisitas oleh media untuk mendorong keterpilihan, serta dukungan kerja “Tim Inti” yang terdiri dari orang-orang dalam lingkar peer group Risma dan kalangan profesional / non-partai.
TRI RISMAHARINI (2)
Pola kepemimpinan:• Hubungan baik dengan jajaran birokrat sangat penting – faktor signifikan dalam menjalankan tugas; dukungan dari tim inti lingkar peer group dan kalangan profesional; hubungan yang dekat dengan warga karena metode kerja “turun langsung ke lapangan” dan terbuka menampung aspirasi masyarakat (melalui media dan medsos); dalam kerja sama dengan DPRD rapih dan tertib karena sangat memahami mekanisme perencanaan dan penganggaran;
• Hubungan dengan media: pada periode pertama hubungan baik dengan media lokal; di periode kedua media media lokal lebih kritis namun bias dalam pemberitaan karena kritik menjadi bersifat personal.
Pola kebijakan:
• Orientasi membereskan dan merawat kota; ada kritik pembangunan tidak merata, namun wajah kota Surabaya mengalami perubahan signifikan di bawah pemerintahan Risma.
• Garis kebijakan kerap berbeda dari partai pengusungnya, membuat fraksi-fraksi harus berstrategi dalam cara berkomunikasi dengan Risma dalam membahas kebijakan.
• Di periode pertama Risma sempat hampir di-impeach karena usulannya untuk menaikkan pajak reklame ditentang oleh fraksi-fraksi di DPRD Surabaya. Proses interpelasi hendak dimulai namun ditolak oleh Fraksi PKS.
• Risma dapat bertransformasi dari sosok birokrat di periode pertama menjadi semakin tahu cara menjadi politisi pada periode kedua masa jabatannya; terlihat dari kemampuannya memanfaatkan dukungan kuat masyarakat pada
TEMUAN RISET :
PROVINSI JAWA TIMUR
KHOFIFAH INDAR PARAWANSA (1)
• Gubernur Provinsi Jawa Timur, hasil Pilkada 2018, diusung Partai Demokrat, Golkar, Nasdem, PAN dan PPP. Aktivis di ormas keagamaan akar rumput, Ketua Muslimat selama 4 periode.
• Jejak karir politik di legislatif dan eksekutif: anggota DPR RI F-PPP hasil Pemilu 1992; anggota DPR RI F-PKB hasil Pemilu 1999; Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (1999 – 2001) di bawah
Presiden Abdurrahman Wahid; anggota DPR RI F-PKB hasil Pemilu 2004; Menteri Sosial (2014 – 2018) di bawah Presiden Jokowi.
• Afiliasi dengan partai cair, pola partai pengusung berbeda dalam 3 kali pilkada. Sebelum akhirnya terpilih, KIP dua kali maju sebagai cagub dan dua kali mengalami kekalahan: 1) pada Pilkada 2008 diusung PPP & koalisi 11 partai; lalu 2) Pilkada 2013 diusung PKB & koalisi 5 partai.
• Kemenangannya pada Pilkada 2018 terutama merupakan keberhasilan dukungan jaringan Muslimat NU di tingkat akar rumput bersama sumbangan suara signifikan dari wilayah basis Partai Demokrat, Emil Dardak – kader Demokrat - sebagai cawagub; kedekatan dengan sejumlah tokoh kuat NU di
Jatim; dan hubungan baiknya dengan Soekarwo (mantan Gubernur dua periode sebelumnya) menjadi faktor penting.
KHOFIFAH INDAR PARAWANSA (2)
Pola kepemimpinan
•
Akomodatif dan kolaboratif: cukup berhasil membangun relasi kerja dengan jajaran
birokrasi maupun fraksi-fraksi di DPRD untuk mendukung kelancaran program.
Pola kebijakan
•
Meneruskan program gubernur periode sebelumnya, berorientasi pada
program-program kesejahteraan dan bantuan sosial.
KERANGKA ANALISIS
Genovese & Steckenrider (2013) menawarkan tiga aspek ketika dalam upaya memahami dan menganalisis kepemimpinan politik perempuan, secara khusus dalam konteks sayap kekuasaan eksekutif:
• Bagaimana jabatan politik itu diraih (rise to power)
• Pola / gaya kepemimpinan (leadership style)
• Dampak kebijakan (policy consequences)
Magda Hinojosa (2012) dalam studinya tentang kaitan antara struktur partai dan kandidat perempuan baik dalam lembaga legislatif maupun sayap eksekutif menekankan pentingnya proses pencalonan / kandidasi. Menurutnya, sejumlah studi
kasus di negara-negara Amerika Latin menunjukkan struktur partai di pusat (DPP) justru lebih berpeluang memberi dukungan bagi kandidat perempuan, dibandingkan struktur partai di tingkat lokal.
Konsep 'kepemimpinan politik' perempuan (women's political leadership) menjadi lebih relevan dibandingkan 'keterwakilan politik' (political representation) dalam konteks analisis (pemimpin) perempuan di struktur kekuasaan pemerintahan / sayap eksekutif karena di dalamnya tidak hanya didiskusikan soal keberadaan / kehadiran tapi juga otoritas dan derajat otonomi tertentu dalam mengeksekusi otoritas yang dimiliki. Pemilihan kada secara langsung di Indonesia memperlihatkan semakin terbukanya peluang pencalonan dan keterpilihan perempuan sebagai pimpinan pemerintahan daerah (Satriyo 2010).
POLA KEPEMIMPINAN DAN KEBIJAKAN PEREMPUAN :
STUDI DI LIMA DAERAH
Pola Kepemimpinan : Cara memperoleh kekuasaan dan gaya kepemimpinan
- Pencalonan perempuan (pada awalnya) cenderung tidak mendapat dukungan dari struktur partai di daerah karena justru tersandung persaingan dengan struktur pengurus partai di daerah (yang umumnya didominasi laki-laki).
- Rekam jejak yang mencakup kinerja personal perempuan sangat diperhitungkan untuk dicalonkan sebagai kepala daerah. 'Elektabilitas' yang dijadikan tolok ukur utama oleh partai melalui survey popularitas sesungguhnya bersifat 'netral gender'. Dalam fase pencalonan, seringkali seorang calon kada perempuan dihadang isu personal, seperti status pernikahan, penampilan fisik, gaya bicara, keluwesan berkomunikasi dan lainnya yang hampir tidak pernah dipersoalkan dari seorang calon kada laki-laki.
- Negosiasi identitas gender dengan pelibatan tokoh agama menjadi faktor penting dalam memenangkan dukungan.
- Mendorong perubahan dalam kultur dan tata kelola birokrasi yang mengedepankan prinsip transparansi, disiplin (ketat menaati peraturan), dan manajemen waktu yang efisien.
- Bagi kada perempuan yang bukan kader partai, proses membangun jejaring dukungan kerja dan relasi dengan struktur birokrasi pemerintahan daerah serta partai politik di lembaga legislatif daerah menjadi tantangan berat tersendiri.
Pola Kebijakan : Fokus isu dan target penerima manfaat
- Keberpihakan pada konstituen dan fokus pada tujuan kerap menghadirkan tantangan politik terutama terkait kepentingan partai politik maupun struktur birokrasi pemerintahan daerah yang “terbiasa” dengan beragam arah kebijakan pimpinan sebelumnya.
- Fokus isu seperti pendidikan dan kesehatan serta layanan dasar kerap malah dikritik karena dianggap hal yang remeh dan “sepele” bagi kepentingan politik partai.
- Partai politik dan legislatif, kepala daerah perempuan yang bukan kader partai cenderung menemui tantangan lebih besar dalam bekerja sama dengan partai di DPRD sehingga implementasi beragam kebijakannya cenderung lebih sulit. Dukungan konstituen dan akar rumput menjadi kunci.
TERIMA KASIH
www.cakrawikara.id cakrawikara@gmail.com
@cakrawikara
@CakraWikara Cakra Wikara Indonesia