• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah bahan tambahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk membantu teknik pengolahan baik dalam proses pembuatan, pengemasan, penyimpanan, pengangkutan makanan untuk menghasilkan makanan yang lebih baik atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Depkes RI, 1988; Cahyadi, 2008).

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan (Balai POM, 2003). Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang tidak memenuhi persyaratan dan tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan serta tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Winarno dan Tuti, 1994; Balai POM, 2003).

Bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut:

1. Pewarna yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan, contoh: Ponceau 4R.

2. Pemanis buatan yaitu bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, contoh: Sakarin.

(2)

3. Pengawet yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk, contoh: Asam Benzoat.

4. Antioksidan yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah proses oksidasi makanan, contoh: Asam Askorbat.

5. Penyedap rasa yaitu bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah rasa dan aroma, contoh: Monosodium Glutamat (MSG).

2.2 Pewarna

Menurut Winarno (1994), pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu pewarna bersertifikat dan pewarna tidak bersertifikat. Pewarna bersertifikat merupakan pewarna sintetik yang diizinkan penggunaannya dalam makanan. Untuk pewarna sintetik dikatakan aman apabila kandungan arsennya tidak boleh lebih dari 0,00014% dan timbalnya tidak lebih dari 0,001%, sedangkan logam berat lainnya tidak ada. Pewarna tidak bersertifikat adalah pewarna yang berasal dari bahan alami. Pewarna untuk makanan dapat digunakan dari zat warna alam dan zat warna sintetis seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tetapi ada juga pewarna sintetis yang dilarang digunakan untuk makanan, dapat dilihat pada Tabel 2.

Penambahan bahan pewarna pangan dilakukan untuk beberapa tujuan yaitu untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan (Balai POM, 2003).

(3)

Tabel 1. Zat Warna Makanan dan Minuman yang Diizinkan

Warna Nama Nomor Indeks

Warna (C.I. No ) 1. Zat Warna Alam

Merah Karmin 75470

Kuning Karoten 75130

Kuning Kurkumin 75300

Hijau Klorofil 75810

Coklat Karamel -

2. Zat Warna Sintetis

Merah Amaranth 16185

Merah Ponceau 4R 14700

Orange Sunsetyellow 15985

Kuning Tartrazine 19140

Hijau Fast Green 42053

Biru Briliant Blue 42090

(Depkes RI, 1973)

Tabel 2. Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya untuk Makanan

Warna Nama Nomor Indeks

Warna (C.I. No )

Merah Rhodamin B 45170

Merah Fast Red E 16045

Merah Citrus Red No 2 12156

Merah Ponceau 3R 14700

Merah Ponceau 6R 16290

Hijau Guinea Green 42085

Kuning Sudan-I 12055

Kuning Fast Yellow 13015

Kuning Auramine 41000

Kuning Butter Yellow 11020

Kuning Chrysoine S 14270

Orange Chrysoidine 11270

Orange Orange G 16230

Ungu Magenta 42510

(4)

2.2.1 Rhodamin B

Menurut Hidayat dan Saati (2006), rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Nama lazim dari rhodamin B adalah tetraethylrhodamine; D&C Red No. 19; rhodamine B chloride dan rumus kimia C28H31N2O3Cl. Berat molekul (BM) rhodamin B yaitu 479. Rumus bangun rhodamin B dapat dihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Rumus Bangun Rhodamin B

Pemerian rhodamin B yaitu hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan dan berfluoresensi. Rhodamin B sangat mudah larut dalam air dan dalam alkohol; sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Rhodamin B digunakan sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan pernis, sabun, pewarna kayu, bulu, kulit dan pewarna untuk keramik China (Budavari, 1989).

Penggunaan rhodamin B pada makanan dan minuman dalam waktu lama (kronis) akan mengakibatkan kanker dan gangguan fungsi hati. Namun demikian, bila terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. Bila rhodamin B tersebut masuk

(CH3CH2)2N

(5)

melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan urin yang berwarna merah maupun merah muda. Selain melalui makanan dan minuman, rhodamin B juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, jika terhirup akan terjadi iritasi pada saluran pernafasan. Mata yang terkena rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata. Jika terpapar pada bibir dapat menyebabkan bibir akan pecah-pecah, kering, gatal, bahkan kulit bibir terkelupas (Yuliarti, 2007).

2.3 Pengawet

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Penggunaan pengawet dalam bahan pangan harus tepat, baik jenis dan dosisnya (Cahyadi, 2008).

Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya baik yang bersifat langsung, misalnya keracunan maupun yang tidak bersifat langsung atau kumulatif, misalnya bahan pengawet yang bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2008).

Berdasarkan Permenkes No. 722/88 terdapat 26 jenis pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Adapun kelompok pengawet tersebut adalah: asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil p-hidroksi benzoat, kalium benzoat, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoat, kalsium

(6)

propionat, kalsium sorbat, natrium benzoat, metil p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitri, natrium propionat, natrium sulfit, nisin, propil -p- hidroksi benzoat. Penggunaan bahan pengawet tersebut harus mengikuti dosis yang ditetapkan (Depkes RI, 1988).

2.3.1 Natrium Benzoat

Natrium benzoat merupakan bahan yang dapat ditambahkan secara langsung ke dalam makanan. Natrium benzoat lebih efektif digunakan dalam makanan yang asam sehingga banyak digunakan sebagai pengawet di dalam sari buah-buahan, jeli, sirup dan makanan lainnya yang mempunyai pH rendah (Winarno dan Tuti, 1994).

Mekanisme kerja natrium benzoat sebagai bahan pengawet adalah berdasarkan permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam benzoat. Penggunaan bahan pengawet natrium benzoat tidak selalu aman terutama jika digunakan dalam jumlah yang berlebihan (Winarno dan Tuti, 1994).

Pemerian natrium benzoat yaitu granul atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau, stabil di udara. Kelarutan natrium benzoat yaitu mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90% (Ditjen POM, 1995).

Pengawet yang banyak dijual dipasaran dan digunakan untuk mengawetkan berbagai bahan makanan adalah benzoat, yang biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat karena lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap dan lain-lain (Cahyadi, 2008).

(7)

2.3.2 Asam Benzoat

Asam benzoat berfungsi sebagai bahan pengawet dan antioksidan karena pada umumnya antioksidan mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzen tidak jenuh disertai dengan gugus hidroksil atau gugus amina. Antioksidan dapat menghambat setiap tahap proses oksidasi, dengan penambahan antioksidan maka energi persenyawaan aktif ditampung oleh antioksidan sehingga reaksi oksidasi berhenti (Cahyadi, 2008).

Garam atau ester dari asam benzoat secara komersial dibuat dengan sintesis kimia. Bentuk aslinya asam benzoat terjadi secara alami dalam bahan gum benzoin. Natrium benzoat berwarna putih, granula tanpa bau, bubuk kristal atau serpihan dan lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat dan juga dapat larut dalam alkohol.

Asam benzoat sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas, dimana ia akan mengkristal setelah didinginkan, asam benzoat larut dalam alkohol dan eter dan jika direaksikan dengan larutan besi (III) klorida akan membentuk endapan besi (III) benzoat basa berwarna jingga kekuningan dari larutan-larutan netral (Vogel, 1985).

2.4 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Rhodamin B

Analisis kualitatif rhodamin B dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti cara reaksi kimia, cara kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis (KLT) dan spektrofotometer sinar tampak, sedangkan untuk analisis kuantitatif rhodamin B dilakukan dengan spektrofotometer sinar tampak.

(8)

2.4.1 Cara Reaksi Kimia

Cara reaksi kimia dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksi berikut: HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10% dan NH4OH 10%. Lalu diamati perubahan warna yang terjadi pada masing-masing sampel yang sudah dilakukan pemisahan dari bahan-bahan pengganggu (Cahyadi, 2008).

2.4.2 Cara Kromatografi Kertas

Sejumlah cuplikan ditambahkan dengan asam asetat encer kemudian dimasukkan benang wool bebas lemak dipanaskan di atas penangas air sambil diaduk-aduk. Benang wool dicuci dengan air hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan amoniak 10% di atas penangas air hingga sempurna. Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan baku pembanding. Elusi dengan eluen I (etilmetalketon : aseton : air = 70: 30 : 30) dan eluen II (2g NaCl dalam 100 ml etanol 50%) (Cahyadi, 2008).

2.4.3 Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatogafi Lapis Tipis (KLT) adalah kromatografi cair yang paling sederhana. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Untuk meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu fase gerak dan jenis semprot. Teknik spiking dengan menggunakan senyawa baku yang telah diketahui dianjurkan untuk lebih memantapkan pengambilan keputusan identifikasi senyawa. Kedua digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT. Pertama bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau densitometri. Kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar

(9)

senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis lain, misalkan dengan metode spektrofotometri (Rohman, 2007).

Menurut Hardjono (1985), faktor–faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf:

a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya

c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap d. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak

e. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan f. Teknik percobaan

g. Jumlah cuplikan yang digunakan h. Suhu

i. Kesetimbangan

2.4.4 Metode Spektrofotometri Sinar Tampak

Analisis kualitatif dan kuantitatif rhodamin B dapat dilakukan dengan metode spektrofotometer sinar tampak (Ditjen POM, 2006). Untuk analisis kualitatif rhodamin B dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak yaitu dengan membandingkan kurva absorbansi yang diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 450-750 nm (Kenkel, 1994) dan untuk analisis kuantitatif dengan spektrofotometer sinar tampak dengan mengukur absorbansinya kemudian kadar rhodamin B dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi y = ax + b.

Penelitian tentang analisis rhodamin B dalam makanan dan minuman telah dilakukan sebelumnya pada sampel saus, kerupuk, es doger dan cabai giling.

(10)

Metode yang dipakai untuk analisis kualitatif rhodamin B dalam makanan dan minuman adalah Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometer Sinar Tampak sedangkan untuk analisis kuantitatif rhodamin B adalah Spektrofotometer Sinar Tampak. Hasil analisis kadar rhodamin B pada berbagai sampel dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Rhodamin B pada Berbagai Sampel

No Sampel Kadar Rhodamin

B (mcg/g) Referensi 1. Es doger dari SDN 117477 Torgamba 0,59245±0,00032 Dalimunte, 2010 2. Kerupuk dari SDN 118371 Sumberjo 59,0527±0,2769 Dalimunte, 2010 3. Saus dari SDN 118169 Kampung Rakyat 50,5181±0,2988 Dalimunte, 2010

4. Kerupuk Bulat 65,5763±0,0306 Kakariawaty, 2010

5. Kerupuk Batang 7,1416 ± 0,0114 Kakariawaty, 2010

6. Cabai Giling ID 2,3450 ± 0,0002 Pulungan, 2012 7. Cabai Giling IE 2,3042 ± 0,0002 Pulungan, 2012

2.5Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Natrium Benzoat

Analisis kualitatif natrium benzoat dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti reaksi esterifikasi dan reaksi FeCl3, sedangkan untuk analisis kuantitatif

natrium benzoat dilakukan dengan metode titrasi dan spektrofotometer sinar UV.

2.5.1 Analisis Kualitatif Natrium Benzoat 2.5.1.1 Reaksi Esterifikasi

Sampel ditambah etanol ditambah asam sulfat dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dikocok. Mulut erlenmeyer ditutup dengan kapas yang telah

(11)

dibasahi dengan air, uapkan di atas penangas air, kapas akan tercium bau pisang ambon (Vogel, 1985).

2.5.1.2 Reaksi FeCl3

Sampel ditambahkan dengan larutan besi (III) klorida akan terbentuk endapan besi (III) benzoat basa yang berwarna jingga-kekuningan dari larutan-larutan netral (Vogel, 1985).

2.5.2 Analisis Kuantitatif Natrium Benzoat 2.5.2.1 Metode Titrasi

Penggunaan natrium benzoat dapat dilihat dari adanya perubahan warna saat melakukan titrasi dengan NaOH dari tidak berwarna menjadi warna merah jambu muda (Ditjen POM, 1995).

2.5.2.2 Metode Spektrofotometer Sinar UV

Untuk analisis kuantitatif dengan spektrofotometer sinar UV dengan mengukur absorbansinya kemudian kadar natrium benzoat dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi y = ax + b. Spektrofotometri sinar tampak adalah pengukuran absorbansi energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada suatu panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Spektrum ultraviolet dan sinar tampak mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bias didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Darchriyanus, 2004; Rohman, 2007). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara

(12)

200-400 nm, dan sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm (Darchriyanus, 2004; Ditjen POM, 1995).

Hukum Lambert-Beer (Beer’s Law) adalah hubungan linieritas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit (Darchriyanus, 2004). Menurut Rohman (2007) dan Day & Underwood (2002), Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan dan berbanding terbalik dengan transmitan.

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu (Rohman, 2007).

Menurut Rohman (2007), ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu:

1. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.

2. Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.

3. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal.

(13)

Menurut Rohman (2007), ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam analisis dengan spektrofotometer ultraviolet dan cahaya tampak yaitu:

1. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang maksimum dapat diperoleh dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku dengan konsentrasi tertentu.

2. Waktu Kerja (Operating Time)

Tujuannya ialah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.

3. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.

4. Pembacaan Absorbansi Sampel

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya terletak antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini disebabkan karena kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal.

(14)

5. Perhitungan Kadar

Perhitungan kadar dapat dilakukan dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan larutan standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan serapan linier, kemudian diplot menghasilkan suatu kurva kalibrasi, konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut.

Penelitian tentang analisis natrium benzoat dalam makanan dan minuman telah dilakukan sebelumnya pada sampel cabai giling, manisan buah, bumbu dan kecap mie instan. Metode yang dipakai untuk analisis kualitatif natrium benzoat adalah uji besi (III) klorida, sedangkan untuk analisis kuantitatif natrium benzoat adalah Spektrofotometer Sinar UV. Hasil analisis kadar natrium benzoat pada berbagai sampel dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisis Kadar Natrium Benzoat pada Berbagai Sampel

No Sampel Kadar Natrium

Benzoat (mcg/g)

Referensi

1. Manisan buah salak 0,63 Amalia, 2010

2. Manisan buah mangga 0,46 Amalia, 2010

3. Manisan buah kedongdong 0,66 Amalia, 2010 4. Alhamie 100 goreng extra pedas 0,0189 Manurung, 2010 5. ABC semur ayam pedas 0,0948 Manurung, 2010 6. Gagami 100 goreng special 0,0944 Manurung, 2010

7. Wings sambal goring 0,0191 Manurung, 2010

8. Cabai giling ID 0,0124 Pulungan, 2012

9. Cabai giling IID 0,0137 Pulungan, 2012

Gambar

Tabel  2.  Zat  Warna  Tertentu  yang  Dinyatakan  Sebagai  Bahan  Berbahaya  untuk  Makanan
Gambar 1. Rumus Bangun Rhodamin B
Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Rhodamin B pada Berbagai Sampel
Tabel 4. Hasil Analisis Kadar Natrium Benzoat pada Berbagai Sampel

Referensi

Dokumen terkait

Struktur modal mempunyai pengaruh terhadap profitabilitas, semakin membaiknya struktur modal memberikan keterlibatan pada kinerja manajemen dalam kebijakan pendanaan,

Materi penanaman akidah yang diajarkan terhadap anak-anak panti sosial bina netra yaitu tentang rukun iman.. Materi rukun iman yang diterima oleh anak- anak panti sosial bina

Untuk ukuran kekencangan baut atau mur yang lebih besar, mekanik dapat menggunakan kunci momen lain dengan momen maksimum lebih besar... Cylinder

Nilai sinyal kendali PID pada saat pengujian ketiga gangguan berlawanan arah jarum jam (CCW) pada saat diberikan gangguan pada time sampling 28 bernilai -62 dan pada time

Hasil empiris pada Tabel 1 menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas pada bank pembiayaan rakyat syariah ialah rasio efisiensi

beli dengan carasalam. Apabila cara ini tidak dipakai, maka tidak akan mengancam eksistensi harta, melainkan akan mempersulit orang yang. memerlukan

Negara kesatuan adalah Negara yang bersusunan tunggal artinya hanya ada satukekuasaan pemerintahan pusat yang memiliki kekuasaan untuk mengatur seluruh ddaerah dan

rendah dan sekolah menengah masing - masing (Kementerian Pelajaran Malaysia, 2008), b)Matapelajaran, Aspek yang sama antara PP dengan MKMP ialah mereka belajar semua