ANALISIS RHODAMIN B
PADA JAJANAN ANAK-ANAK SEKOLAH DASAR
DI KABUPATEN LABUHAN BATU SELATAN
SKRIPSI
OLEH:
INAYAH DALIMUNTHE 050804068
FAKULTAS FARMASI
ANALISIS RHODAMIN B
PADA JAJANAN ANAK-ANAK SEKOLAH DASAR
DI KABUPATEN LABUHAN BATU SELATAN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
INAYAH DALIMUNTHE NIM : 050804068
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
ANALISIS RHODAMIN B
PADA JAJANAN ANAK-ANAK SEKOLAH DASAR
DI KABUPATEN LABUHAN BATU SELATAN
INAYAH DALIMUNTHE NIM : 050804068
OLEH:
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal : Maret 2010
Pembimbing I Panitia Penguji
(Prof.Dr.Jansen Silalahi,M.App.Sc,Ap) (Prof.Dr.rer.nat. Effendy De Lux Putra, SU.,Apt)
NIP. 195006071979031001 NIP. 195306191983031001
Pembimbing II
NIP. 195006071979031001 (Prof.Dr.Jansen
Silalahi,M.App.Sc,Ap)
NIP. 195201041980031002
(Drs. Fathur Rahman H.,M.Si., Apt.)
(Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt.) NIP. 195006221980021001
(Drs. Immanuel Meliala M.Si.,Apt) NIP. 195001261983031002
Dekan,
NIP. 195311281983031002
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena limpahan berkah, kasih
sayang dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul ”Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak-Anak Sekolah Dasar Di
Kabupaten Labuhan Batu Selatan ”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi, Universitas
Sumatera Utara.
Tujuan dari penelitian ini adalah Membuktikan ada tidaknya penggunaan
rhodamin B sebagai pewarna pada jajanan Anak-Anak Sekolah Dasar yang
beredar di Kabupaten Labuhan Batu selatan dan menentukan kadarnya. Melalui
penelitian ini diketahui bahwa 10,17% dari jajanan murid-murid Sekolah Dasar di
Kabupaten Labuhan Batu Selatan mengandung rhodamin B. Hendaknya hasil
penelitian ini dapat menjadi informasi mengenai pengaruh rhodamin B dalam
tubuh yaitu iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada
saluran pencernaan, keracunan, gangguan hati dan dapat menyebabkan kanker.
Penulis juga menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App. Sc,.Apt dan Drs. Fathur Rahman H.,
M.Si., Apt yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran hingga
selesainya penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sumadio
Hadisahputra, Apt., yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan, dan
juga kepada Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt., selaku dosen wali yang telah
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan
yang tulus kepada kedua orang tua, Ayahanda H. Bangun Dalimunthe dan Ibunda
Hj. Mahlan Harahap tercinta, serta Kak Nur, Kak Kulik, Bang Udin , Kak Tifa,
Bang Arul, Kak Adah, Bang Ayat dan seluruh keluarga yang tidak dapat
dituliskan satu persatu atas doa, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun
material dalam penyelesaian skripsi ini dan tidak lupa juga penulis menyampaikan
terimakasih kepada teman-temanku Kakariawaty, Kak Agnes, Bang Ilham, Bang
Eki, Dani, Anak-anak TD 10 (Qmakn, Yoyo, Rani, Uci, Liza, Dina), Dek Ida,
Astrie dan seluruh Farmasi stambuk 2005 yang namanya tidak dapat ditulis satu
persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam proses penelitian hingga
selesainya penulisan skripsi ini serta seluruh staf laboratorium Kimia Farmasi
Kualitatif yang telah membantu kelancaran penelitian ini.
Medan, Maret 2010 Penulis,
ANALISA RHODAMIN B PADA JAJANAN ANAK-ANAK SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN LABUHAN BATU SELATAN
Abstrak
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 28,Tahun 2004, Rhodamin B
merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam
produk-produk pangan, tetapi ternyata masih ditemukan dalam beberapa produk-produk makanan
dan minuman seperti saus, kerupuk dan es. Tujuan penelitian ini adalah untuk
melakukan pemeriksaan dan penetapan kadar Rhodamin B di dalam jajanan
anak-anak Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan.
Lokasi pengambilan sampel adalah Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan
Batu Selatan. Identifikasi Rhodamin B dilakukan dengan kromatografi lapis tipis
(KLT) menggunakan pengembang butanol, asam asetat glacial dan akuades (40 :
10 : 24) dan secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang
450-750 nm. Sedangkan penetapan kadar dilakukan secara spektrofotometri sinar
tampak pada panjang gelombang 557 nm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10,71% dari sampel yang diperiksa
mengandung Rhodamin B ( 3 dari 28 sampel). Kadar Rhodamin B pada sampel
yang diperiksa adalah 0,59245 mcg/g untuk Es doger dari SDN 117477
Torgamba, 59,0527 mcg/g untuk Kerupuk dari SDN 118371 Sumberjo, dan
50,5181 mcg/g untuk Saos dari SDN 118169 Kampung Rakyat. Dari penelitian ini
diketahui masih terdapatnya penggunaan Rhodamin B dalam jajanan anak-anak
sekolah dasar di Kabupeten Labuhan Batu Selatan
Hasil uji validasi dari metode spektrofotometri sinar tampak yang
digunakan untuk analsis kuantitatif diperoleh persen perolehan kembali 99,45 %
dengan RSD 0,99%. Ini menyatakan bahwa metode yang digunakan memberikan
ketepatan dan keteilitan yang baik. Limit deteksi 0,0928 mcg/ml dan limit
kuantitasi 0,3094 mcg/ml.
THE ANALYSIS OF RHODAMIN B IN ELEMENTARY SCHOOL KIDS’ SNACK IN SOUTH LABUHAN BATU DISTRICT AREA
Abstract
According to the Government Regulation of Republic Indonesia No.
28/2004, Rhodamine B is an additive coloring agent prohibited in use for food
product, but in reality it is still found in some food and beverage products such as
sauce, crackers and ice. The objective of this research is to examine and quantify
Rhodamine B in Elementary School kids’ snack around the area of South Labuhan
Batu District.
The locations of the sampel collection were elementary school in South
Labuhan Batu District. The identification of Rhodamine B was inducted using
Thin Layer Chromatography (TLC) with butanol, glacial acetic acid and aquadest
(40 : 10 : 24) as mobile phase, and using visible spectrophotometer at the
wavelength of 450-750 nm. While the determination of content was done using
visible spectrophotometer at the wavelength of 557 nm.
The result of the research showed that 10,71% of the tested sample
contained Rhodamine B (3 from 28 samples). The content of Rhodamine B in the
tested samples were 0,59245 mcg/g for doger ice from SDN 117477 Torgamba,
59,0527 mcg/g for crackers from SDN 118371 Sumberjo and 50,5181 mcg/g for
sauce from SDN 118169 Kampung Rakyat. From the research it was found that
the usage of Rhodamine B is still done in Elementary School kids’ snacks in
South Labuhan Batu district area.
The result of the validation test for the visible spectrophotometer used for
quantitative analysis was recovery percent of 99,45% with RSD 0,99%. This
shows that the used method gives good accuracy and precision. The detection
limit was 0,0928 mcg/ml and the quantitation limit was 0,3094 mcg/ml.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ………... LEMBAR PENGESAHAN ………... KATA PENGANTAR ... ABSTRAK ... ABSTRACT ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ...
1.2 Perumusan Masalah ...
1.3 Hipotesa ...
1.4 Tujuan Penelitian ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 2.1 Bahan Tambahan Pangan ……….
2.2 Bahan Pewarna ………....
2.3 Rhodamin B ……….
2.4 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Rhodamin B ………..
2.4.1 Cara Reaksi Kimia ……….
2.4.2 Cara Kromatografi Kertas ………..
2.4.4 Metode Spektrofotometri Sinar Tampak ………...
2.6 Perolehan Kembali ………...
2.7 Batas Deteksi dan Batas Kuantitatif ………
BAB III METODE PENELITIAN ... 3.1 Alat-Alat dan bahan-bahan yang digunakan ...
3.2 Sampel ...
3.3 Pembuatan Pereaksi ...
3.4 Prosedur Menghilangkan Lemak Bulu Domba………
3.5 Prosedur Kerja ...
3.5.1 Pemeriksaan Analisa Kualitatif...
3.5.1.1 Spektrofotometri Sinar Tampak ...
3.5.1.2 Kromatografi Lapis Tipis ...
3.5.2 Prosedur Analisa Kuantitatif...
3.5.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Rhodamin B ...
3.5.2.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ...
3.5.2.3 Penentuan Waktu Kerja Larutan Rhodamin B ...
3.5.2.4 Penentuan Kurva Kalibrasi ...
3.5.2.5 Uji Kuantitatif Sampel ...
3.6 Uji Validasi Metode Analisis ...
3.6.1 Penentuan Uji Perolehan Kembali ...
3.6.2 Uji Presisi ………...
3.6.2 Penentuan Batas Deteksi dan batas Kuantitasi ...
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4.1 Pemeriksaan Kualitatif Rhodamin B pada Sampel ………..
4.2 Penetapan Kadar ………...
4.2.1 Panjang Gelombang Maksimum Larutan Rhodamin B …...
4.2.2 Kurva Waktu Kerja Larutan Rhodamin B ...
4.2.3 Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B ...
4.2.4 Kadar Rhodamin B pada Sampel ...
4.3 Uji Validasi Metode Analisis ...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Kesimpulan ...
5.2 Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...
26
26
26
27
27
28
28 30
30
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Bahan Pewarna Sintesis yang Diizinkan di Indonesia ...
Tabel 2. Zat Pewarna Alami Bagi Makanan dan Minuman yang Diizinkan di Indonesia ...
Tabel 3. Bahan Pewarna Sintesis yang Dilarang di Indonesia ...
Tabel 4. Hasil pemeriksaan kualitatif Rhodamin B pada sampel dengan menggunakan Spektrofotometer Sinar Tampak dan kromatografi lapis tipis (KLT) ………
Tabel 5. Kadar Rhodamin B pada Sampel ... 5
6
6
24
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Rumus Bangun Rhodamin B ...
Gambar 2. A adalah kurva serapan baku pembanding Rhodamin B (λ maks 557 nm), B yaitu kurva serapan es doger dari SDN 117477
Torgamba (λ maks 558 nm), C yaitu kurva serapan kerupuk dari SDN
118371 Sumberjo (λ maks 556 nm) dan D yaitu kurva serapan saus
dari SDN 118169 Kampung Rakyat (λ maks 557 nm)………..
Gambar 3. Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B secara Spektrofotometri Sinar Tampak pada Panjang Gelombang 557 nm ...
7
23
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Contoh Pengukuran Harga Rf ……...…...
Lampiran 2. Data Pengukuran Waktu Kerja Larutan Rhodamin B ...
Lampiran 3. Data Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B pada Panjang
Gelombang 557 nm ……...
Lampiran 4. Perhitungan Persamaan Regresi ...
Lampiran 5. Contoh Perhitungan Kadar Rhodamin B pada Sampel ...
Lampiran 6. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Rhodamin B dalam kerupuk dari SDN 118371…………...
Lampiran 7. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Rhodamin B dalam Es Doger dari SDN 117477 Torgamba ...
Lampiran 8. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Rhodamin B dalam Saus dari SDN 118169 Kampung Rakyat ...
Lampiran 9. Hasil Analisa Kadar Rhodamin B dalam Sampel ...
Lampiran 10. Perhitungan Perolehan Kembali (%) ...
Lampiran 11. Perhitungan RSD...
Lampiran 12. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ...
Lampiran 13. Surat Sertifikasi Bahan Baku POM ...
Lampiran 14. Kromatogram Hasil Uji Kualitatif Rhodamin B dalam Sampel secara visiual dan di bawah sinar UV 254 nm...
Lampiran 15. Hasil Pengukuran Panjang Gelombang Maksimum Baku Pembanding dan Sampel Secara Spektrofotometri Sinar
Tampak………..
Lampiran 16. Sampel ...
Lampiran 17. Alat Spektrofotometri .UV-Vis dan Neraca Analitik ...
Lampiran 18. Daftar Distribusi t ...
ANALISA RHODAMIN B PADA JAJANAN ANAK-ANAK SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN LABUHAN BATU SELATAN
Abstrak
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 28,Tahun 2004, Rhodamin B
merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam
produk-produk pangan, tetapi ternyata masih ditemukan dalam beberapa produk-produk makanan
dan minuman seperti saus, kerupuk dan es. Tujuan penelitian ini adalah untuk
melakukan pemeriksaan dan penetapan kadar Rhodamin B di dalam jajanan
anak-anak Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan.
Lokasi pengambilan sampel adalah Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan
Batu Selatan. Identifikasi Rhodamin B dilakukan dengan kromatografi lapis tipis
(KLT) menggunakan pengembang butanol, asam asetat glacial dan akuades (40 :
10 : 24) dan secara spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang
450-750 nm. Sedangkan penetapan kadar dilakukan secara spektrofotometri sinar
tampak pada panjang gelombang 557 nm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10,71% dari sampel yang diperiksa
mengandung Rhodamin B ( 3 dari 28 sampel). Kadar Rhodamin B pada sampel
yang diperiksa adalah 0,59245 mcg/g untuk Es doger dari SDN 117477
Torgamba, 59,0527 mcg/g untuk Kerupuk dari SDN 118371 Sumberjo, dan
50,5181 mcg/g untuk Saos dari SDN 118169 Kampung Rakyat. Dari penelitian ini
diketahui masih terdapatnya penggunaan Rhodamin B dalam jajanan anak-anak
sekolah dasar di Kabupeten Labuhan Batu Selatan
Hasil uji validasi dari metode spektrofotometri sinar tampak yang
digunakan untuk analsis kuantitatif diperoleh persen perolehan kembali 99,45 %
dengan RSD 0,99%. Ini menyatakan bahwa metode yang digunakan memberikan
ketepatan dan keteilitan yang baik. Limit deteksi 0,0928 mcg/ml dan limit
kuantitasi 0,3094 mcg/ml.
THE ANALYSIS OF RHODAMIN B IN ELEMENTARY SCHOOL KIDS’ SNACK IN SOUTH LABUHAN BATU DISTRICT AREA
Abstract
According to the Government Regulation of Republic Indonesia No.
28/2004, Rhodamine B is an additive coloring agent prohibited in use for food
product, but in reality it is still found in some food and beverage products such as
sauce, crackers and ice. The objective of this research is to examine and quantify
Rhodamine B in Elementary School kids’ snack around the area of South Labuhan
Batu District.
The locations of the sampel collection were elementary school in South
Labuhan Batu District. The identification of Rhodamine B was inducted using
Thin Layer Chromatography (TLC) with butanol, glacial acetic acid and aquadest
(40 : 10 : 24) as mobile phase, and using visible spectrophotometer at the
wavelength of 450-750 nm. While the determination of content was done using
visible spectrophotometer at the wavelength of 557 nm.
The result of the research showed that 10,71% of the tested sample
contained Rhodamine B (3 from 28 samples). The content of Rhodamine B in the
tested samples were 0,59245 mcg/g for doger ice from SDN 117477 Torgamba,
59,0527 mcg/g for crackers from SDN 118371 Sumberjo and 50,5181 mcg/g for
sauce from SDN 118169 Kampung Rakyat. From the research it was found that
the usage of Rhodamine B is still done in Elementary School kids’ snacks in
South Labuhan Batu district area.
The result of the validation test for the visible spectrophotometer used for
quantitative analysis was recovery percent of 99,45% with RSD 0,99%. This
shows that the used method gives good accuracy and precision. The detection
limit was 0,0928 mcg/ml and the quantitation limit was 0,3094 mcg/ml.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai
pewarna tekstil. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.28, Tahun 2004, rhodamin
B merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam
produk-produk pangan. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi
kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, gangguan hati
dan dapat menyebabkan kanker. Zat warna Rhodamin B walaupun telah dilarang
penggunaanya ternyata masih ada produsen yang sengaja menambahkan zat warna
rhodamin B untuk produknnya (Judarwanto, 2009).
Harga menjadi salah satu alasan oleh produsen untuk menggunakan zat
pewarna tekstil untuk ditambahkan pada produk makanan dan minuman, dimana
zat pewarna tekstil ini relatif lebih murah dan biasanya warnanya lebih menarik
dibanding dengan zat pewarna untuk makanan. Pemberian zat pewarna berbahaya
dalam bahan makanan dan minuman juga disebabkan karena ketidaktahuan
tentang zat pewarna apa saja yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan
untuk ditambahkan pada makanan. Masyarakat kurang mengetahui bahwa
pewarna tekstil yang digunakan dalam makanan dapat menimbulkan gangguan
kesehatan tubuh yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit seperti
kanker dan tumor pada organ tubuh manusia (Judarwanto, 2009).
Pewarna rhodamin B banyak digunakan pada produk makanan dan
minuman industri rumah tangga, antara lain terdapat pada kerupuk, makanan
diberi zat pewarna ini biasanya berwarna lebih terang dan ditemukan pada
makanan dan minuman jajanan anak Sekolah Dasar (SD) (Mudjajanto, 2009).
Oleh karena itu, penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
apakah Rhodamin B terdapat dalam makanan dan minuman jajanan yang biasa
dijajakan di Sekolah Dasar di kabupaten Labuhan Batu Selatan. Jajanan yang
dipilih adalah makanan dan minuman yang memiliki warna merah yaitu saus,
kerupuk, permen, es, dan minuman kemasan. Analisis yang dilakukan yaitu
identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometri sinar
tampak sedangankan penentuan kadar dilakukan secara Spektrofotometri sinar
tampak.
I.2. Perumusan Masalah
1. Apakah rhodamin B digunakan sebagai pewarna pada jajanan anak-anak
Sekolah Dasar yang beredar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan?
2. Berapakah kadar rhodamin B yang terdapat dalam jajanan anak-anak
Sekolah dasar tersebut?
I.3. Hipotesa
1. Jajanan anak-anak Sekolah Dasar yang berada di Kabupaten Labuhan Batu
Selatan mangandung zat pewarna rhodamin B
2. Rhodamin B dalam jajanan anak-anak Sekolah Dasar di Kabupaten
Labuhan Batu Selatan terdapat dalam jumlah tertentu
I.4. Tujuan Penelitian
1. Membuktikan ada tidaknya penggunaan rhodamin B sebagai pewarna pada
jajanan anak-anak Sekolah Dasar yang beredar di Kabupaten Labuhan Batu
2. Menentukan kadar rhodamin B pada jajanan anak-anak Sekolah Dasar di
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kehatan RI No.
1168/Menkes/PER/X/1999 adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai
atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam
makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan,
perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi, 2008).
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan
atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan. Bahan tambahan
pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila, tidak digunakan untuk
menyembunyikan atau menutupi penggunaan bahan yang salah atau yang tidak
memenuhi persyaratan dan tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja
yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan serta tidak
digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (BPOM, 2003).
Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan penggunaannya antara
lain antioksidan, antikempal, pengatur keasamam, pemanis buatan, pemutih,
pengental, pengawet, pengeras, pewarna, penyedap rasa dan sekuestran (Cahyadi,
2008). Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang sering digunakan adalah pemanis
buatan, pewarna dan pengawet (BPOM, 2003).
2.2 Bahan Pewarna
Zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color dan
penggunaannya dalam makanan (Tabel 1). Untuk pewarna sintetik dikatakan
aman apabila kandungan arsennya tidak boleh lebih dari 0,00014% dan timbalnya
tidak lebih dari 0,001%, sedangkan logam berat lainnya tidak ada. Uncertified
color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami (Tabel 2) (Winarno,
2004). Beberapa zat pewarna sintetik yang dilarang penggunaannya dalam
makanan adalah Rhodamin B, Sudan-I, Metanil Yellow, dan Ponceau 3R (Tabel
3).
Penambahan bahan pewarna pangan dilakukan untuk beberapa tujuan,
yaitu untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna
makanan, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan dan mengatasi
perubahan warna selama penyimpanan (BPOM, 2003).
Tabel 1. Bahan Pewarna Sintesis yang diizinkan di Indonesia Pewarna
Nomor Indeks Warna (C.I.No.)
Batas Maksimum Penggunaan Amaran Amaranth: CI Food Red 9 16185 Secukupnya Biru berlian Brilliant blue FCF : CI 42090 Secukupnya
Eritrosin Food red 2
Eritrosin : CI 45430 Secukupnya
Hijau FCF Food red 14 Fast
green FCF : CI 42053 Secukupnya
Hijau S Food green 3
Green S : CI. Food 44090 Secukupnya
Indigotin Green 4
Indigotin : CI.Food 73015 Secukupnya
Ponceau 4R Blue I
Ponceau 4R : CI 16255 Secukupnya
Kuning Food red 7 74005 Secukupnya
Kuinelin Quineline yellow
CI. Food yellow 13 15980 Secukupnya
Kuning FCF Sunset yellow FCF
CI. Food yellow 3 - Secukupnya
Riboflavina Riboflavina 19140 Secukupnya
Tartrazine Tartrazine Secukupnya
Tabel 2. Zat Pewarna Alami bagi Makanan dan Minuman yang Diijinkan di Indonesia
Warna Nama Nomor Indeks Nama
Merah Alkanat 75520
Merah Cochineal red ( karmin ) 75470
Kuning Annato 75120
Kuning Karoten 75130
Kuning Kurkumin 75300
Kuning Safron 75100
Hijau Klorofil 75810
Biru Ultramarin 77007
Coklat Karamel -
Hitam Carbon black 77266
Hitam Besi oksida 77499
Putih Titanium dioksida 77891
Sumber: Winarno (2004)
Tabel 3. Bahan Pewarna Sintetis yang dilarang di Indonesia
Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna
(C.I.No.)
Citrus red No.2 12156
Ponceau 3 R (Red G) 161155
Ponceau SX (Food Red No. 1) 14700
Rhodamine B (Food Red No. 5) 45170
Guinea Green B (Acid Green No. 3) 42085
Magenta (Basic Violet No. 14) 42510
Chrysoidine (Basic Orange No. 2) 11270
Butter Yellow (Solveent yellow No. 2) 11020
Sudan I (Food Yellow No. 2) 12055
Methanil Yellow (Food Yellow No. 14) 13065 Auramine (Ext. D & C Yellow No.1) 41000 Oil Oranges SS (Basic Yellow No. 2) 12100 Oil Oranges XO (Solvent Oranges No. 7) 12140 Sumber: Cahyadi (2008).
2.3 Rhodamin B
Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai
pewarna tekstil. Nama lazim dari rhodamin B adalah tetraethylrhodamine; D&C
Red No. 19; rhodamine B chloride dan rumus kimia C28H31N2O3Cl, rumus bangun
O
COOH
(H3CH2C)2N N+(CH2CH3)
Cl
-Gambar 1. Rumus Bangun Rhodamin B
Pemerian rhodamin B yaitu hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan dan
berfluoresensi. Rhodamin B sangat mudah larut dalam air dan dalam alkohol;
sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Rhodamin B digunakan
sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan
pernis, sabun, pewarna kayu, bulu, kulit dan pewarna untuk keramik China
(Budavari, 1996).
Penggunaan rhodamin B pada makanan dan minuman dalam waktu lama
(kronis) akan mengakibatkan kanker dan gangguan fungsi hati. Namun demikian,
bila terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan
terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. Bila rhodamin B tersebut masuk
melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan
mengakibatkan gejala keracunan dengan urine yang berwarna merah maupun
merah muda. Selain melalui makanan dan minuman, rhodamin B juga dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan, jika terhirup akan terjadi iritasi pada saluran
pernafasan. Mata yang terkena rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang
ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata.Jika
terpapar pada bibir dapat menyebabkan bibir akan pecah-pecah, kering, gatal,
2.4 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Rhodamin B
Analisis kualitatif rhodamin B dapat dilakukan dengan beberapa cara
seperti cara reaksi kimia, cara kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis (KLT)
dan spektrofotometer sinar tampak, sedangkan untuk analisis kuantitatif rhodamin
B dilakukan secara spektrofotometer sinar tampak.
2.4.1 Cara Reaksi Kimia
Cara reaksi kimia dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksi
berikut : HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10%, dan NH4OH 10%. Lalu diamati
perubahan warna yang terjadi pada masing-masing sampel yang sudah dilakukan
pemisahan dari bahan-bahan pengganggu (Cahyadi, 2008).
2.4.2 Cara Kromatografi Kertas
Sejumlah cuplikan ditambahkan dengan asam asetat encer kemudian
dimasukkan benang wool bebas lemak dipanaskan di atas penangas air sambil
diaduk-aduk. Benang wool dicucu dengan air hingga bersih. Pewarna dilarutkan
dari benang wool dengan penambahan amoniak 10% diatas penangas air hingga
sempurna. Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan baku pembanding.
Elusi dengan eluen I (etilmetalketon : aseton : air = 70 : 30 : 30) den eluen II (2 g
NaCl dalam 100 ml etanol 50%) (Cahyadi, 2008).
2.4.3 Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatogafi Lapis Tipis (KLT) adalah metode kromatografi cair yang
paling sederhana. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang dapat dipakai dengan dua
tujuan. Pertama, digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku. Untuk
meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengna menggunakan lebih dari 1 fase
yang telah diketahui sangat dianjurkan untuk lebih memantapkan pengambilan
keputusan identifikasi senyawa. Kedua digunakan untuk analisis kuantitatif
dengan KLT. Pertama bercak diukur langsung pada lempeng dengan
menggunakan ukuran luas atau densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok
bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut
dengan metode analisis lain, misalkan dengan metode spektrofotometri (Rohman,
2007).
Analisis kualitatif rhodamin B dengan menggunakan metode Kromatografi
Lapis Tipis (BPOM, 2000) dengan prinsip membandingkan harga Rf, jika dilihat
secara visual berwarna merah jambu dan jika dilihat dibawah sinar UV 254nm
berfluoresensi kuning.
Faktor–faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi
lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf:
a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya
c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap
d. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak
e. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan
f. Teknik percobaan
g. Jumlah cuplikan yang digunakan
h. Suhu
2.4.4 Metode Spektrofotometri Sinar Tampak
Analisis kualitatif dan kuantitatif Rhodamin B dapat dilakukan dengan
metode spektrofotometer sinar tampak (BPOM, 2006). Untuk analisis kualitatif
Rhodamin B dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak yaitu dengan
membandingkan kurva absorbansi yang diukur secara spektrofotometer sinar
tampak pada panjang gelombang 450-750nm (kenkel, 1994) dan untuk analisis
kuantitatif dengan spektrofotometer sinar tampak dengan mengukur
absorbansinya kemudian kadar rhodamin B dalam sampel dapat dihitung dengan
menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi y = ax + b.
Spektrofotometri Sinar Tampak adalah pengukuran absorbansi energi
cahaya oleh suatu sistem kimia pada suatu panjang gelombang tertentu (Day,
2002). Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit
informasi tentang struktur yang bias didapatkan dari spektrum ini. Tetapi
spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari
analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang
gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Darchriyanus,
2004; Rohman, 2007). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara
200-400 nm, dan sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm
(Darchriyanus, 2004; Ditjen POM, 1995).
Hukum Lambert-Beer (Beer’s Law) adalah hubungan linieritas antara
absorban dengan konsentrasi larutan analit (Darchriyanus, 2004). Menurut
Rohman (2007) dan Day (2002), Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa
intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalan
panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal, dilakukan dengan
membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu
larutan baku pada konsentrasi tertentu.
Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal,
yaitu :
1. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada
panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap
satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
2. Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan
pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
3. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan
panjang gelombang maksimal.
Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam analisis dengan
spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak yaitu:
1. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk memperoleh panjang
gelombang maksimum dapat diperoleh dengan membuat kurva hubungan antara
absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku dengan konsentrasi
2. Waktu kerja (operating time)
Tujuannya ialah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu
kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan
absorbansi larutan.
3. Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi
kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang merupakan
hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi yang lurus
menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.
4. Pembacaan absorbansi sampel
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya terletak antara 0,2
sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini
disebabkan karena kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang
terjadi adalah paling minimal.
5. Perhitungan Kadar
Perhitungan kadar dapat dilakukan dengan metode regresi yaitu dengan
menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan
larutan standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit
menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan
serapan linier, kemudian di plot menghasilkan suatu kurva kalibrasi, konsentrasi
suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut (Rohman, 2007).
Rumus Perhitungan Kadar Rhodamin B.
K =
BS Fp x V x X
X = kadar Rhodamin sesudah pengenceran
V = Volume sampel (ml)
Fp = Faktor Pengenceran
BS= Berat sampel
2.6 Perolehan Kembali
Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan.
Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dapat ditentukan dengan dua
cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan
baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan
murni pembanding kimia ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa
sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya
dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan. Metode adisi dapat
dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada
sampel yang diperiksa lalu dianalisis lagi dengan metode tersebut (WHO, 1992).
Menurut WHO (1992), perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut : Uji perolehan kembali (%) = C*A
CA
CF− x 100%
Keterangan : CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan
larutan baku
CA= konsentrasi sampwl sebelum panambahan baku
2.7Batas Deteksi dan Batas Kuantitatif
Batas Deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih
dapat dideteksi. Batas Deteksi dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur
sebanyak 6 sampai 10 kali (Gandjar, 2007;Satiadarma, 2004).
Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus.
Batas Deteksi =
slope SD x
3
Batas Kuantitatif adalah kuantitatif terkecil analit dalam sampel yang
masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan masih memenuhi
criteria cermat dan seksama (WHO,1992).
Batas kuantitatif dapat dihitung dengan rumus.
Batas Kuantitatif =
slope SD x
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitiaan yang dilakukan adalah penelitiaan deskriptif yang
bertujuaan untuk menggambarkan sifat dari suatu keadaan secara sistematis, yaitu
untuk identifikasi dan penetapan kadar Rhodamin B dari beberapa jenis jajanan
anak di sekolah dasar. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi
Kualitatif.
3.1 Alat-alat dan Bahan-baha yang digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah Spektrofotometer
UV-Vis (Shimadzu mini 1240), neraca listrik, penangas air, dan alat-alat gelas
seperti erlenmeyer, gelas ukur, gelas beker, corong pisah, cawan penguap, dan
chamber, plat silika gel GF 254 (E. Merck) dan bulu domba.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini kecuali dinyatakan lain
berkualitas pro analisis dari E. Merck yaitu natrium hidroksida, asam asetat
glasial, asam klorida, amonium hidroksida, butanol, n-heksan, dietil eter,
rhodamin B (Balai POM), etanol (PT. Rudang Jaya) dan akuades (Laboratorium
Kimia Farmasi Kuantitatif).
3.2 Sampel
Metode sampling yang digunakan adalah random sampling. Tempat pengambilan sampel dilakukan di beberapa Sekolah Dasar di kabupaten Labuhan
Batu Selatan yang didasarkan pertimbangan bahwa tempat pengambilan sampel
adalah homogen. Kemudiaan dari sekolah-sekolah tersebut dilakukan
adalah jajanan murid-murid Sekolah Dasar yang berwarna merah seperti saos,
minuman, kembang gula dan kerupuk.
3.3 Pembuatan Pereaksi
Peraksi yang akan dibuat adalah air bebas karbondioksida, NaOH 10%,
NaOH 0,5%, HCL 0,1N, dan larutan amonia 2%. Air bebas karbondioksida
dibuat dengan cara air suling dididihkan selama 5 menit atau lebih dan didiamkan
sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbondioksida dari udara. NaOH 10%
dibuat dengan cara melarutkan 10 g natrium hidroksida P dalam air bebas
karbonsioksida secukupnya hingga 100 ml. NaOH 0,5% dibuat dengan cara
melarutkan 500 mg natrium hidroksida P dalam air bebas karbonsioksida
secukupnya hingga 100 ml. HCl 0,1 N dibuat dengan cara mengencerkan 8,5 ml
HCl 37% dengan air hingga 1000 ml (Ditjen POM., 1995). Sedangkan larutan
amonia 2% dibuat dengan cara melarutkan 2 ml amonia pekat dengan etanol 70%
hingga 200 ml (BBPOM., 2006).
3.4 Presedur Menghilangkan Lemak Bulu Domba
Bulu domba direndam selama sehari dengan sabun, kemudian dicuci hingga
bersih. Setelah itu dikeringkan. Bulu domba yang telah kering, direndam bengan
n-heksan, dikeringkan.
3.5 Prosedur Kerja
3.5.1 Prosedur Analisa Kualitatif 3.5.1.1 Spektrofotometri Sinar Tampak
Metode Spektofotometer Sinar Tampak berdasarkan prosedur dari
BBPOM, 2006. Baku pembanding rhodamin B dibuat dengan cara 50 mg
tanda. Dari larutan ini dipipet 2,5 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml
diencerkan dengan HCl 0,1N sampai batas tanda, lalu dikocok homogen.
Kemudian dipipet 2 ml dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml dan diencerkan
dengan HCl 0,1N sampai batas tanda.
Ditimbang sampel masing-masing berturut-turut kerupuk (± 15 g)
dihomogenkan, saus (± 45 g), dan es doger (± 90 g), kemudian dimasukkan
kedalam erlenmeyer 250 ml, ditambah dengan 100 ml larutan amonia 2%
kemudiaan ditutup dan didiamkan semalam sehingga semua pewarna larut.
Larutan disaring dan diuapkan di atas penangas air hingga kering. Residu
dilarutkan dengan 30 ml air, dimasukkan kedalam corong pisah 250 ml,
ditambahkan 6 ml larutan natrium hidroksida 10%. Lalu diekstraksi dengan 30
ml dietil eter. Ekstrak eter dipisahkan dan dicuci dengan 10 ml larutan natrium
hidroksida 0,5%. Ekstrak eter diekstraksi tiga kali, tiap kalinya dengan 10 ml
asam klorida 0,1N hingga lapisan eter tidak berwarna lagi. Ekstrak asam klorida
0,1N ditampung dalam labu tentukur 50 ml dan ditambahkan asan klorida 0,1 N
sampai batas tanda. Kemudian baku pembanding dan sampel diukur dengan
menggunakan spektofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 450-750 nm
(BBPOM., 2006).
3.5.1.2 Kromatografi Lapis Tipis
Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) berdasarkan prosedur dari Ditjen
POM, 2000. Sampel masing-masing ditimbang 30 g, dilarutkan masing-masing
sampel dalam 50 ml akuades kemudian ditambahkan asam asetat 6 %,
dimasukkan bulu domba dan panaskan diatas penangas air sambail diaduk-aduk
domba sambil dipanasi sampai semua warnanya terserap dan larutan manjadi
tidak berwarna. Bulu domba yang berwarna dicuci berulang-ulang dengan
akuades hingga bersih. Bulu domba yang telah bersih dimasukkan ke dalam
cawan penguap, ditambahkan larutan ammonia 10% secukupnya, dipanaskan di
atas penangas air hingga warna bulu domba luntur. Larutan berwarna yang
diperoleh dikumpulkan dalam cawan penguap dan diuapkan di atas penangas air
hingga kering dan dilarutkan dalam 2 ml air.
Baku pembanding dibuat dengan cara 50 mg Rhodamin B dilarutkan
dengan 100 ml akudes. Campuran sampel dan baku pembanding dibuat dengan
cara masing-masing 30 g sampel dilarutkan dalam 50 ml akuades, ditambahkan
50 mg rhodamin B dalam masing-masing larutan sampel, campur homogen
tambahkan asam asetat 6 %, kemudian dibuat perlakuan yang sama dengan
pembuatan larutan sampel (Ditjen POM, 2000).
Plat KLT berukuran 20 x 20 cm diaktifkan dengan cara dipanaskan di
dalam oven pada suhu 100°C selama 30 menit. Larutan sampel, baku
pembanding, dan campuran sampel dan baku pembanding, masing-masing
ditotolkan pada plat dengan menggunakan pipa kapiler pada jarak 2 cm dari
bagian bawah plat dan jarak antar noda adalah 2 cm. Kemudian dibiarkan
beberapa saat hingga mengering. Plat KLT yang telah mengandung cuplikan
dimasukkan kedalam chamber yang terlebih dahulu telah dijenuhkan dengan fase
gerak berupa n-butanol, asam asetat glasial, dan akuades (40 : 10 : 24). Dibiarkan
fasa bergerak naik sampai hampir mendekati batas atas plat. Kemudian Plat KLT
diangkat dan dibiarkan kering diudara. Diamati noda secara visual kemudian
merah jambu dan di bawah sinar UV 254 nm berfluoresensi kuning, menunjukkan
adanya rhodamin B (Ditjen POM, 2000).
3.5.2 Prosedur Analisa Kuantitatif
3.5.2.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Rhodamin B
Ditimbang dengan seksama 50 mg BPFI rhodamin B kemudiaan
dimasukkan dalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dengan HCl 0,1 N sampai
batas tanda. Diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 mcg/ml. Larutan ini
disebut larutan induk baku I (LIB I). Dari larutan ini dipipet 2,5 ml dimasukkan
kedalam labu tentukur 50 ml diencerkan dengan HCl 0,1N sampai batas tanda,
lalu dikocok homogen. Diperoleh larutan dengan konsentrasi 50 mcg/ml (LIB II)
(BBPOM, 2006).
3.5.2.2 Penentuaan Panjang Gelombang Maksimum
Dipipet 2 ml dari larutan induk baku II dan dimasukkan kedalam labu
tentukur 50 ml, ditambah dengan HCl 0,1N sampai batas tanda (konsentrasi 2
mcg/ml). Diukur serapan maksimum pada panjang gelombang 450-750 nm
dengan menggunkan blanko. Sebagai blanko digunakan HCl 0,1N (BBPOM,
2006).
3.5.2.3 Penentuaan Waktu Kerja Larutan Rhodamin B
Dipipet 2 ml dari larutan induk baku II dan dimasukkan kedalam labu
tentukur 50 ml , lalu ditambahkan HCl 0,1N sampai batas tanda (konsentrasi 2
mcg/ml). Diukur pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh salama 30
3.5.2.4 Penentuaan Kurva Kalibrasi
Dipipet larutan induk baku II dengan menggunakan maat pipet kedalam
labu tentukur 50 ml berturut-turut 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 2,5 ml; dan 3 ml. Kedalam
masing-masing labu tentukur ditambahkan HCl 0,1N sampai batas tanda
(kensentrasi masing-masing larutan 1; 1,5; 2; 2,5; dan 3 mcg/ml). Kemudiaan
diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh serta
menggunakan blanko (BBPOM, 2006).
3.5.2.5 Uji Kuantitatif Sampel
Ditimbang sampel masing-masing berturut-turut, kerupuk (± 15 g)
dihomogenkan, saus (± 45 g), dan es doger (± 90 g), kemudian dimasukkan
kedalam erlenmeyer 250 ml, ditambah dengan 100 ml larutan amonia 2%
kemudiaan ditutup dan didiamkan semalam sehingga semua pewarna larut.
Larutan disaring dan diuapkan diatas penangas air hingga kering. Residu
dilarutkan dengan 30 ml air, dimasukkan kedalam corong pisah 250 ml,
ditambahkan 6 ml larutan natrium hidroksida 10%. Lalu diekstraksi dengan 30 ml
dietil eter. Ekstrak eter dipisahkan dan dicuci dengan 10 ml larutan natrium
hidroksida 0,5%. Ekstrak eter diekstraksi tiga kali, tiap kalinya dengan 10 ml
asam klorida 0,1N hingga lapisan eter tidak berwarna lagi, ekstrak asam klorida
0,1N ditampung dalam labu tentukur 50 ml dan ditambahkan asan klorida 0,1 N
sampai batas tanda. Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 557
nm dan sebagai blanko digunakan HCl 0,1N (BBPOM, 2006).
Rumus Perhitungan Kadar rhodamin B : K =
BS Fp x V x X
Dimana K = Kadar total rhodamin B dalam sampel (mcg/g)
V = Volume sampel (ml)
Fp = Faktor Pengenceran
BS= Berat sampel
3.6 Uji Validasi Metode Analisis
Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan
akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis.
Uji validasi yang digunakan yaitu uji akurasi dengan parameter uji perolehan
kembali, batas deteksi, batas kuantitasi dan uji presisi dengan parameter relatif
standar deviasi (RSD).
3.6.1 Penentuan Uji Perolehan Kembali
Uji perolehan kembali dilakukan dngan menambahkan larutan baku
Rhodamin B konsentrasi 50 mcg/ml sebanyak 1 ml kedalam sampel kemudiaan
dianalisis dengan perlakuan yang sama pada sampel.
Menurut WHO (1992), perolehan kembali dapat dihitung menurut rumus
sebagai berikut:
% perolehan kembali = C*A
CA
CF− x 100%
Keterangan :
CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku
CA= konsentrasi sampwl sebelum panambahan baku
3.6.2 Uji Presisi
Uji presisi (keseksamaan) ditentukan dengan parameter RSD
(RelatifStandar Deviasi)dengan rumus :
% 100 X SD
RSD= x
Keterangan :
RSD = Relatif Standar Deviasi
SD = Standar Deviasi
X = Kadar rata-rata Rhodamin B dalam sampel
3.6.3 Penentuan Batas Deteksi Dan Batas Kuantitatif
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko
(WHO., 1992).
Batas deteksi dapat diukur dengan rumus sebagai berikut :
Batas deteksi =
Slope SB 3
Batas kuantitatif adalah kuantitatif analit terkecil dalam sampel yang
masih memiliki kriteria cermat dan seksama (WHO., 1992). Batas kuantitasi dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Batas kuantitasi =
Slope SB 10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeriksaan Kualitatif Rhodamin B pada Sampel
Pada penelitian ini sebelum dilakukan analisis kuantitatif terhadap
rhodamin B yang terdapat pada sampel, perlu dilakukan uji identifikasi untuk
mengetahui ada tidaknya rhodamin B pada sampel dengan metode
Spektrofotometri Sinar Tampak dan kromatografi lapis tipis (KLT). Berdasarkan
hasil identifikasi rhodamin B dengan menggunakan metode spektrofotometri
sinar tampak dan Kromatografi lapis tipis (KLT) diperoleh kurva serapan dan
[image:38.595.124.525.378.649.2]data pengukuran seperti ditunjukkan pada Gambar 2 dan Tabel 4.
Gambar 2. A adalah kurva serapan baku pembanding Rhodamin B (λ maks 557 nm), B yaitu kurva serapan es doger dari SDN 117477 Torgamba (λ maks 558 nm), C yaitu kurva serapan kerupuk dari SDN 118371 Sumberjo (λ maks 556 nm) dan D yaitu kurva serapan saus dari SDN 118169 Kampung Rakyat (λ maks 557 nm)
A B
Dari 28 sampel yang diambil dari 20 Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan
Batu Selatan yang dianalisis secara spektrofotometri sinar tampak pada rentang
panjang gelombang 450-750 nm terdapat 3 sampel yang positif mengandung
rhodamin B. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa ketiga sampel ini memberikan
bentuk kurva serapan dan panjang gelombang maksimum yang hampir sama
dengan bentuk kurva serapan dan panjang gelombang maksimum baku
pembanding rhodamin B. Kurva serapan dapat dilihat pada Lampiran 15.
Identifikasi sampel dilanjutkan lagi secara kromatografi lapis tipis (KLT),
terhadap sampel yang positif mengandung rhodamin B dan juga yang mewakili
sampel yang negatif pada pengukuran secara Spektofotometri Sinar Tampak
antara lain pada 2 sampel saus, 1 sampel es lilin, 1 sampel minuman kemasan, 1
sampel permen, dan 1 sampel kerupuk. Hasil kromatografi lapis tipis dapat dilihat
pada lampiran 14.
Tabel 4. Hasil pemeriksaan kualitatif Rhodamin B pada sampel dengan menggunakan Spektrofotometer Sinar Tampak dan kromatografi lapis tipis (KLT). No Lokasi Pengambilan Sampel Sampel Spektro- fotometri Sinar Tampak KLT Panjang Gelombang Maksimum (nm)
Visual Sinar UV
Rf Sampel
1 Baku
Pembanding 557
Merah
jambu Kuning 0,9235
2
SDN 116881 EMPL. Torgamba
1.Saus - - - -
2.Permen - - - (0,9000)
3
SDN 117477 Torgamba
1.Saus - - - -
2.Es Doger 558 Merah
jambu Kuning
[image:39.595.116.535.503.744.2]Tabel 4. (Lanjutan) 4 SDN 118263
Torgamba 1.Saus - - - -
5
SDN 118265 AFD III Aek
Torop
1.Saus - - - (0,8588)
2.Es lilin - - - -
6
SDN 118264 AFD II Aek
Torop
1.Saus - - - -
7
SDN 118297 Beringin
Jaya
1.Saus - - - -
8 SDN 112224 Kota Pinang
1.Saus - - - -
2.Es lilin - - - (0,8824)
9 SDN 115492
Mampang 1.Saus - - - -
10 SDN 116880
Tugu Sari 1.Saus - - - -
11 SDN 117478
Simatahari 1.Saus - - - -
12
SDN 118172 Normarak
1.Saus - - - -
2.Kerupuk - - - (0,8882)
13 SDN 118285
Batu Ajo III 1.Saus - - - (0,9000)
14
SDN 118260 Batang Gogar II
1.Saus - - - -
15 SDN 118371 Sumberjo
1.Saus - - - -
2.Kerupuk 556 Merah
jambu Kuning
0,8588 (0,8647) 16 SDN 117869 Kampung Rakyat
1.Saus - - - -
17
SDN 118169 Kampung
Rakyat
1.Saus 557 Merah
jambu Kuning
0,9058 (0,9117)
18 SDS Tolan II
1.Saus - - - -
2.Minuman
kemasan - - - (0,9058)
19 SDS Sri Pinang
1.Saus - - - -
[image:40.595.114.536.95.739.2]Tabel 4. (Lanjutan)
20 SDN 112257
Sei kanan 1.Saus - - - -
21 SDN 112229 Silangkitang
1.Saus - - - -
2.kerupuk - - - -
Keterangan : tanda - menunjukkan hasil negative dan tanda ( ) menunjukkan harga Rf sampel ditambah baku pembanding
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari seluruh sampel yang diidentifikasi
dengan kromatografi lapis tipis (KLT) secara visual terdapat tiga sampel yang
memberikan noda warna merah jambu dan di bawah sinar UV 254 nm
berfloresensi kuning dan ini sama dengan baku pembanding rhodamin B. Hasil
KLT dapat dilihat pada Lampiran 14.
Hasil identifikasi dengan parameter harga Rf, ternyata sampel no 3 (es
doger), no 15 (kerupuk) dan no 17 (saus), dengan penambahan baku pembanding
Rhodamin B masing-masing memberikan harga Rf 0,8588, 0,8647 dan 0,9117.
Harga Rf ini hampir sama dengan harga Rf sampel tanpa penambahan baku yaitu
0,8529, 0,8588 dan 0,9058. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa ketiga
sampel tersebut mengandung rhodamin B (Gritter, 1991). Perhitungan Harga Rf
dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.2 Penetapan Kadar
4.2.1 Panjang Gelombang Maksimum Larutan Rhodamin B
Penentuan panjang gelombang maksimum larutan rhodamin B dilakukan
pada konsentrasi 2 ppm dengan rentang panjang gelombang 450-750 nm. Kurva
serapan larutan Rhodamin dapat dilihat pada Gambar 2 A. Panjang gelombang
maksimum diperoleh pada 557 nm, panjang gelombang ini berbeda dengan yang
[image:41.595.110.538.112.202.2]Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) yaitu lebih kurang 3 nm. Ini berarti bahwa
panjang gelombang ini dapat diterima untuk analisis rhodamin B pada sampel.
4.2.2 Kurva Waktu Kerja Larutan Rhodamin B
Pada penentuan waktu kerja larutan baku rhodamin B diperoleh waktu
pengukuran yang stabil dari menit ke-10 sampai menit ke-23. Data pengamatan
dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari data waktu kerja, tidak diperoleh data yang
mempunyai kesamaan angka 4 desimal, sehingga yang diambil sebagai waktu
kerja yang terbaik adalah data yang mempunyai kesamaan angka 3 desimal,
dengan waktu kestabilan selama 13 menit.
4.3.3 Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B
Pembuatan kurva kalibrasi larutan rhodamin B dilakukan dengan membuat
larutan dengan berbagai konsentrasi pengukuran yaitu 1; 1,5; 2; 2,5; dan 3 ppm,
kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 557 nm. Linearitas kurva
kalibrasi larutan rhodamin B dapat dilihat pada Gambar 3. Data pengamatan dan
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 3.
[image:42.595.167.453.500.671.2]Dari hasil perhitungan kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis
Y = 0,1938X + 0,0050 dengan koefisien korelasi (r) 0,9997. Koefisien korelasi
ini dapat diterima karena memenuhi syarat yang telah ditetapkan yaitu 0,9950.
Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang positif antara
kadar dan serapan atau dengan kata lain meningkatnya konsentrasi maka
absorbansi juga akan meningkat.
4.3.4. Kadar Rhodamin B pada sampel
Penetapan kadar rhodamin B dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometri sinar tampak, dengan cara melarutkan pewarna yang terdapat
pada sampel dengan menggunakan larutan ammonia 2%, kemudiaan diekstraksi
dengan eter. Ekstak eter yang diperoleh diekstraksi lagi dengan asam klarida
hingga lapisan eter tidak berwarna, setelah itu diukur serapannya pada panjang
gelombang 557 nm. Hasil penetapan kadar rhodamin B pada sampel dapat dilihat
pada Tabel 5. Hasil perhitungan kadar, analisa statistik dan analisa kadar
[image:43.595.113.514.541.657.2]rhodamin B dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, 7, 8 dan 9.
Tabel 5. Kadar Rhodamin B pada sampel
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kadar rhodamin B dalam sampel
antara 0,59245 mcg/g - 59,0527 mcg/g, di mana kadar terendah diperoleh pada es
doger dari SDN 117477 Torgamba dan kadar tertinggi diperoleh pada kerupuk
No Sampel Kadar Rhodamin B
(mcg/g)
Standar Deviasi (SD) 1. Es doger dari SDN
117477 Torgamba
0,59245 ± 0,00032 0,0002
2. Kerupuk dari SDN 118371 Sumberjo
59,0527 ± 0,2769 0,1793
3 Saus dari SDN 118169 Kampung Rakyat
dari SDN 118371 Sumberjo dan saus dari SDN 118169 Kampung Rakyat
50,5181 mcg/g.
4.3.4. Uji Validasi Metode Analisis
Pada penelitian ini dilakukan juga uji validasi metode dengan maksud
untuk melihat sejauh mana kebenaran metode yang digunakan. Adapun uji
validasi yang digunakan yaitu uji akurasi dengan parameter persen perolehan
kembali dan presisi dengan parameter Relatif Standar Deviasi (RSD).
Uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali dilakukan pada
sampel kerupuk dari SDN 117477 Torgamba, dimana sejumlah larutan baku yang
sudah diketahui konsentrasinya ditambahkan ke dalam sampel yang sudah
diketahui kadarnya. Hasil perolehan kembali 99,45%. Persen perolehan kembali
ini dapat diterima karena memenuhi syarat akurasi dengan rentang rata-rata hasil
persen perolehan kembali 80-110%. Hasil perhitungan dapat dilihat pada
Lampiran 10. Untuk uji presisi dilakukan dengan parameter SD dan RSD. Dari
perhitungan diperoleh harga SD sebesar 0,9026 dan RSD sebesar 0,99%. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11. Dimana syarat dari RSD tidak boleh
lebih dari 2% (WHO, 1992). Maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
memiliki akurasi dan presisi yang baik. Batas deteksi dan kuantitasi yang
diperoleh dari penelitian ini adalah berturut-turut 0,0928 mcg/ml dan 0,3094
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
1. Dari 28 sampel jajanan murid Sekolah Dasar yang diambil dari 20 Sekolah
Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan yang diteliti, terdapat 3 sampel
yang mengandung Rhodamin B yaitu es doger (SDN 117477
Torgamba), saus ( SDN 118169 Kampung Rakyat) dan kerupuk (SDN
118371 Sumberjo) atau dengan kata lain sebanyak 10,117% jajanan
anak-anak Sekolah Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan mengandung
Rhobamin B.
2. Dari hasil penelitian diperoleh kadar Rhodamin B dalam sampel antara
0,59245 mcg/g - 59,0527 mcg/g, di mana kadar terendah diperoleh pada es
doger dari SDN 117477 Torgamba dan kadar tertinggi diperoleh pada
kerupuk dari SDN 118371 Sumberjo, dan saus dari SDN 118169
Kampung Rakyat 50,5181 mcg/g.
5.2. Saran
Disarankan kepada instansi terkait untuk melakukan pembinaan kepada
para pembuat makanan dan minuman jajanan anak-anak Sekolah Dasar khususnya
di Kabupaten Labuhan Batu Selatan tentang bahaya pemakaian Rhodamin B dan
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar POM. (2006). Intruksi Kerja : Penetapan Kadar Pewarna Rhodamin
B Dalam Makanan. Medan.
Balai POM. (2003). Bahan Tambahan Pangan. Direktorat SPKP, Deputi III. Jakarta. Hal: 9.
Balai POM. (2007). Public warning / Peringatan. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
Budavarai, S. (1989). The Merck Index , An Encylopedia of Chemical, Drugs and Biologicals. Eleven Edition. USA. Published by Merck & Co Ink Rahway.
Cahyadi, W. (2008). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi kedua. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Hal: 1-2, 61-65.
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Hal:712.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta, Hal: 1176.
Ditjen POM. (2000). Metode Analisis PPOM. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Gandjar, I.G dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Kedua, Penerbit Pustaka Pelajar. Jakarta. Hal: 120.
Gritter, R.J., dan James, M.R. (1991). Pengantar Kromatografi. Terbitan Kedua. Bandung: Penerbit ITB. Hal: 107, 133.
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol.I No.3. Hal: 117-133.
Holme,J.D. and Peck,H. (1983). Analitycal Biochemistry. Departement of Biological Sciences Sheffield City Polytecnic. London. New York. Hal: 39.
Judawanto, W. (2009). Perilaku Makan Anak Sekolah. Jakarta. Diambil dari :
Kenkel, J. (1994). Analytical Chemistry for Technicians. Second Edition. Lewis Publisher. Hal: 226.
Mudjajanto, E.S. (2009). Pertanyaan H. Eddy Setyo Mudjajanto, Pengamat
Teknologi Pangan dan Gizi. Diambil dari :
Stahl, E. (1985). Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerbit ITB Bandung. Hal: 3.
Sudjana. (2002). Metode Statistika. Edisi Statistika. Edisi Keenam. Penerbit Tarsito, Bandung. Hal: 168, 371.
Suyanti. (2007). Membuat Aneka Olahan Cabai. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Hal: 48.
WHO. (1992). Validation of Analytical Procedures Used in Examination of
Pharmaceutical materials. WHO Technical Report Series. No. 823. Hal:
117.
Winarno, F.G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal: 224.
Lampiran 1. Contoh Perhitungan Harga Rf
Harga Rf =
asal titik dari pelarut oleh digerakkan yang jarak asal titik dari senyawa oleh digerakkan yang jarak
Jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal = 17 cm
Harga Rf untuk baku pembanding =
17 7 , 15
= 0,9235
Harga Rf untuk sampel I + baku pembanding =
17 5 , 15
= 0,9117
Harga Rf untuk sampel I =
17 4 , 15
= 0,9058
Harga Rf untuk sampel VI + baku pembanding =
17 6 , 14
= 0,8588
Harga Rf untuk sampel VI =
17 5 , 14
= 0,8529
Harga Rf untuk sampel VIII + baku pembanding =
17 7 , 14
= 0,8647
Harga Rf untuk sampel VIII = 17
6 , 14
Lampiran 2. Data Pengukuran Waktu Kerja Larutan Rhodamin B
Keterangan :
Lampiran 4. Perhitungan Persamaan Regresi
No X Y XY X2 Y2
1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
2 1,0000 0,1880 0,1880 1,0000 0,0353
3 1,5000 0,2780 0,4170 2,2500 0,0773
4 2,0000 0,3810 0,7620 4,0000 0,1452
5 2,5000 0,4790 1,1975 6,2500 0,2294
6 3,0000 0,5820 1,7460 9,0000 0,3387
n=
6
∑X = 10,0000
X = 1,6667
∑ Y = 1,9080
Y =0,3180
∑XY = 4,3105 ∑X2 = 22,5000 ∑Y2 = 0,8259
a =
(
) (
)(
)
(
X) ( )
X /nn / Y X XY 2 2
∑
∑
∑
∑
∑
− −b =
Y - a X=
( )(
)
( )
10 /6 5 , 22 6 / 908 , 1 10 3105 , 4 2 − −b = 0,3180 – 0,0,1938(1,6667)
= 0,1938 b = -0,0050
maka, persamaan regresinya adalah Y = 0,1938 X - 0,0050
r =
(
) (
)(
)
(
)
(
)
[
X X /n]
[
(
Y)
(
Y)
/n]
n / Y X XY 2 2 2
2
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
− − −r =
( )(
)
(
) ( )
[
22,5 10 /6]
[
(
0,8259) (
1,9080)
/6]
6 / 908 , 1 10 3105 , 4 2 2 − − −Lampiran 5. Contoh Perhitungan Kadar Rhodamin B pada Sampel Berat sampel yang ditimbang = 15,642 gram
Serapan (Y) = 0,3581
Persamaan regresi Y = 0,1938X - 0,0050
Kadar Rhodamin (X) 0,3581 = 0,1938 X - 0,0050
X = 1938 , 0 0050 , 0 3581 , 0 +
X = 1,8478 mcg/ml
Rumus Perhitungan Kadar rhodamin B : K =
BS Fp x V x X
Dimana K = Kadar total rhodamin B dalam sampel (mcg/g)
X = kadar Rhodamin sesudah pengenceran
V = Volume sampel (ml)
Fp = Faktor Pengenceran
BS= Berat sampel
Kadar Total rhodamin B =
g 15,642 50/5 x ml 50 x mcg/ml 1,8478
= 59,0653 mcg/g
Kadar rhodamin pada sampel yang lain dapat dihitung dengan cara yang
Lampiran 6. Analisis Data Statistik untuk Menghitung Kadar Rhodamin B dalam kerupuk dari SDN 118371 Sumberjo
No Xi Xi- X (Xi-X)2
1 59,0653 0,2533 0,0642
2 59,9931 0,6745 0,4550
3 58,9267 0,3919 0,1536
4 59,2939 0,0247 0,0006
5 58,9247 0,3939 0,1552
6 59,7078 0,3892 0,1515
n=6 X = 59,3186 ∑ ( Xi-X)2 = 0,9801
SD =
(
)
1 n
X
Xi 2
− −
∑
= 5 9801 , 0
= 0,4427
Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 5 diperoleh nilai
ttabel =2,5706. Data diterima jika thitung < t tabel
thitung =
n SD
X -Xi
thitung data 1 = 1,4018
thitung data 2 = 3,7327 (data ditolak)
thitung data 3 = 2,1688
thitung data 4 = 0,1367
thitung data 5 = 2,1799
Karena ada data yang thitung > t tabel maka data itu dihitung kembali dengan cara
yang sama tanpa mengikutsertakan data yang thitung > t tabel.
No Xi Xi- X (Xi-X)2
1 59,0653 0,1184 0,0140
3 58,9267 0,2570 0,0660
4 59,2939 0,1102 0,0121
5 58,9247 0,2590 0,0671
6 59,7078 0,5241 0,2747
n= 5 X =59,1837 ∑ ( Xi-X) 2 =0,4339
SD =
(
)
1 n
X
Xi 2
− −
∑
= 5 4339 , 0
= 0,3294
Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 4 diperoleh nilai
ttabel = 2,7765. Data diterima jika thitung < t tabel
thitung =
n SD
X -Xi
thitung data 1 = 0.8038
thitung data 3 = 1,7447
thitung data 4 = 0,7481
thitung data 5 = 1,7583
Karena ada data yang thitung > t tabel maka data itu dihitung kembali dengan cara
yang sama tanpa mengikutsertakan data yang thitung > t tabel.
No Xi Xi-X (Xi-X)2
1 59,0653 0,0126 0,0002
3 58,9267 0,1260 0,0159
4 59,2939 0,2412 0,0582
5 58,9247 0,1280 0,0164
n= 4 X =59,0527 ∑ ( Xi-X)2 =0,0907
SD =
(
)
1 n
X
Xi 2
− −
∑
= 3 0907 , 0
=
0,1793Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 3 diperoleh nilai
ttabel = 3,1824. Data diterima jika thitung < t tabel
thitung =
n SD
X -Xi
thitung data 1 = 0,1448
thitung data 2 = 1,4483
thitung data 3 = 2,7724
thitung data 4 = 1,4713
Semua data diterima maka :
Kadar Rhodamin B (μ) = X ± ( t x SD/ n )
= 59,0527 ± ( 3,1824 x 0,0870)
Lampiran 7. Analisis Data Statistik untuk Menghitung Kadar Rhodamin B dalam Es doger dari SDN 117477 Torgamba
No Xi Xi-X (Xi-X)2
1. 0,5921 -0,0004 0.00000016
2. 0,5922 -0.0003 0.00000009
3. 0,5929 0,0004 0,00000016
4. 0,5927 0,0002 0,00000004
5. 0,5925 0,0000 0,00000000
6. 0,5924 -0,0001 0.00000001
n= 6 X =0,5925 ∑ ( Xi-X)2
=0,00000046
SD =
(
)
1 n
X
Xi 2
− −
∑
=
5 00000046 ,
0
=
0,0003Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 5 diperoleh nilai
ttabel =2,5706. Data diterima jika thitung < t tabel
thitung =
n SD
X -Xi
thitung data 1 = 3,2660 (data ditolak)
thitung data 2 = 2,4495
thitung data 3 = 3,2660 (data ditolak)
thitung data 4 = 1,6330
thitung data 5 = 0,0000
Karena ada data yang thitung > t tabel maka data itu dihitung kembali dengan cara
yang sama tanpa mengikutsertakan data yang thitung > t tabel.
No Xi Xi-X (Xi-X)2
2. 0,5922 -0,00025 0,0000000625
4. 0,5927 0,00025 0,0000000625
5. 0,5925 0,00005 0,0000000025
6. 0,5924 -0.00005 0,0000000025
n =4 X =0,59245 ∑ ( Xi-X)2
=0,00000013
SD =
(
)
1 n
X
Xi 2
− −
∑
=
3 00000013 ,
0
= 0,0002
Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 3 diperoleh nilai
ttabel =3,1824. Data diterima jika thitung < t tabel
thitung =
n SD
X -Xi
thitung data 2 = 2,5
thitung data 4 = 2,5
thitung data 5 = 0,5
thitung data 6 = 0,5
Semua data diterima maka:
Kadar Rhodamin B (μ) = X ± ( t x SD/ n )
= 0,59245 ± ( 3,1824 x 0,0001)
Lampiran 8. Analisis Data Statistik untuk Menghitung Kadar Rhodamin B dalam Saus dari SDN 118169 Kampung Rakyat
No Xi Xi-X (Xi-X)2
1. 50,6590 -0,2721 0,0740
2. 51,8519 0,9208 0,8479
3. 50,2460 -0,6851 0,4694
4. 50,6324 -0,3077 0,0947
5. 51,6624 0,7313 0,5348
6. 50,5439 -0,3872 0,1499
n= 6 X =50,9311 ∑ ( Xi-X)2 =2,1707
SD =
(
)
1 n
X
Xi 2
− −
∑
= 5 1707 , 2
=
0,6589Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 5 diperoleh nilai
ttabel =2,5706. Data diterima jika thitung < t tabel
thitung =
n SD
X -Xi
thitung data 1 = 1,0115
thitung data 2 = 3,4230 (data ditolak)
thitung data 3 = 2,5468
thitung data 4 = 1,1439
thitung data 5 = 2,7186 (data ditolak)
Karena ada data yang thitung > t tabel maka data itu dihitung kembali dengan cara
yang sama tanpa mengikutsertakan data yang thitung > t tabel.
No Xi Xi-X (Xi-X)2
1. 50,6590 0,1409 0,0199
3. 50,2460 -0,2721 0,0740
4. 50,6234 0,1053 0,0111
6. 50,5439 0,0258 0,0007
n =4 X =50,5181 ∑ ( Xi-X)2 =0,1057
SD =
(
)
1 n
X
Xi 2
− −
∑
= 3 1057 , 0
= 0,1877
Pada interval kepercayaan 95% dengan nilai α = 0,05 dan dk = 3 diperoleh nilai
ttabel =3,1824. Data diterima jika thitung < t tabel
thitung =
n SD
X -Xi
thitung data 1 = 1,5005
thitung data 3 = 2,8978
thitung data 4 = 1,1214
thitung data 6 = 0,2748
Semua data diterima maka:
Kadar Rhodamin B (μ) = X ± ( t x SD/ n )
= 50,5181 ± ( 3,1824 x 0,0939)
Lampiran 9. Hasil Analisis Kadar Rhodamin B dalam Sampel
1. Hasil Analisis Kadar Rh