• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk Serat Darmagandhul bisa dilihat di sini: Serat Darmagandhul (1) Serat Darmagandhul (2) Serat Darmagandhul (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Untuk Serat Darmagandhul bisa dilihat di sini: Serat Darmagandhul (1) Serat Darmagandhul (2) Serat Darmagandhul (3)"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

1

Serat Gatholoco

(2)

2 Terlepas dari segala kontroversinya, buku karangan ini adalah warisan budaya yang menarik untuk dikaji. Mengingat banyak para mahasiswa dan peneliti yang mengalami kesulitan dalam mengakses isi buku ini, semoga sedikit banyak tulisan ini bisa membantu...

Untuk Serat Darmagandhul bisa dilihat di sini: Serat Darmagandhul (1)

Serat Darmagandhul (2) Serat Darmagandhul (3)

Serat Gatholoco merupakan karya sastra Jawa anonim yang muncul pada awal abad 19 di jaman Mataram Surakarta.

Yang menarik adalah penyampaiannya yang sangat kontroversif dan vulgar. Tokoh Gatholoco dalam buku ini digambarkan sebagai sosok yang sangat buruk dan menjijikkan. Nama Gatholoco saja sudah memiliki arti yang sangat tabu yaitu “kelamin pria yang digosok”.

Gatholoco bukannya anti Islam, melainkan menggugat ketaktuntasan pemahaman terhadap Islam

Salah satu karya sastra jawa yang mengundang kontroversi yang seakan tak berujung adalah Serat Gatholoco, Saking kontroversialnya sehingga pernah dilarang peredarannya.

(3)

3

SERAT GATHOLOCO (1)

Diambil dari naskah asli bertuliskan huruf Jawa yang disimpan oleh

PRAWIRATARUNA.

Digubah ke aksara Latin oleh : RADEN TANAYA

Diterjemahkan dan diulas oleh : DAMAR SHASHANGKA

Purwaka Pupuh I Mijil

(Pembukaan, Kumpulan Syair I, Lagu ber-irama Mijil)

1. Prana putêk kapêtêk ngranuhi, wiyoganing batos, raosing tyas karaos kêkêse, têmah bangkit upami nyêlaki, rudah gung prihatin, nalangsa kalangkung.

Oleh sebab sesak yang semakin menjadi-jadi, yang muncul dalam hati, terasa bagai diiris-iris, bangkit semakin tak tertahan lagi, gelisah dan gundah, nelangsa berlebih-lebih.

2. Jroning kingkin sinalamur nulis, sêrat Gatholoco, cipteng nala ngupaya lêjare, tarlen muhung mrih ayêming galih, ywa kalatur sêdhih, minangka panglipur.

Ditengah keresahan sengaja aku menulis untuk menghibur, (menulis) sêrat Gatholoco, maksud hati mencari kejelasan, sehingga bisa menentramkan hati, supaya tidak sedih berlarut-larut, sebagai sarana menghibur diri.

3. Kang kinarya bebukaning rawi, Rêjasari pondhok, wontên Kyai jumênêng Gurune, tiga pisan wasis muruk ilmi, kathah para santri, kapencut maguru.

Sebagai cerita pembuka, (tersebutlah sebuah) pondok (pesantren) Rêjasari, ada Kyai

berkedudukan sebagai guru, berjumlah tiga orang sangat pandai mengajarkan ilmu, banyak para santri, terpikat untuk berguru.

4. Bakda subuh wau tiga Kyai, rujuk tyasnya condhong, Guru tiga ngrasuk busanane, arsa linggar sadaya miranti, duk wanci byar enjing, sarêng angkatipun.

(4)

4 Seusai (shalat) Subuh ketiga Kyai (tersebut), sepakat bersama-sama, ketiga Guru berganti busana, hendak melakukan perjalanan semua (santri) telah menanti, tepat ketika pagi menjelang, berangkatlah bersama-sama.

5. Murid nênêm umiring tut wuri, samya anggêgendhong, kang ginendhong kitab sadayane, gunggung kitab kawan likur iji, ciptaning panggalih, tuwi mitranipun.

Diiringi enam orang murid mengikut dibelakang, masing-masing membawa, yang dibawa banyak kitab, jumlah kitab sebanyak dua puluh empat buah, tujuan perjalanan, hendak bertandang ke tempat seorang sahabat.

6. Ingkang ugi dadya Guru santri, ing Cêpêkan pondhok, Kyai Kasan Bêsari namane, wus misuwur yen limpad pribadi, putus sagung ilmi, pra Guru maguru.

Yang juga berkedudukan sebagai seorang Guru dari banyak para santri, di pondok (pesantren) Cêpêkan, bernama Kyai Kasan Bêsari (Hassan Bashori), sudah terkenal akan kepandaiannya, menguasai segala macam ilmu, sehingga para Guru-pun berguru (kepadanya).

7. Datan wontên ingkang animbangi, pinunjul kinaot, langkung agêng pondhokan santrine, krana saking kathahipun murid, ujaring pawarti, pintên-pintên atus.

Tak ada yang mampu mengimbangi, terkenal dan dihormati, sangat besar pondok

pesantrennya, karena memang muridnya-pun sangat banyak, menurut kabar, beratas-ratus (orang).

8. Amangsuli kang lagya lumaris, sadaya mangulon, sêpi mendhung sumilak langite, saya siyang lampahnya wus têbih, sunaring hyang rawi, sagêt bênteripun.

Kembali menceritakan mereka yang tengah berjalan, bergerak ke barat, tak ada mendung bergelayut sangat terang langit dikala itu, semakin siang perjalanan mereka semakin jauh, sinar hyang rawi (matahari), terasa menyengat panas.

9. Marma reren sapinggiring margi, ngandhap wringin ayom, ayêm samya anyêrêng kacune, tinamakkên ayoming waringin, pan kinarya linggih, jengkeng sêmu timpuh.

Oleh karenanya memutuskan untuk berhenti dipinggir jalan, tepat dibawah pohon beringin yang sejuk, segar terasa semua mengeluarkan sapu tangan ( pada jaman itu sapu tangan yang dipakai kebanyakan berukuran besar, seukuran handuk mini pada jaman sekarang),

(5)

5 10. Êcisira cinublêskên siti, murid sami lunggoh, munggeng ngarsa ajejer lungguhe, kasiliring samirana ngidid, pating clumik muji, têsbehnya den etung.

Tongkat ditancapkan diatas tanah, para murid telah duduk semua, mengambil posisi duduk didepan ( dan menghadap Kyai Guru) berjajar-jajar, diterpa hembusan angin, bibir (ketiga Kyai Guru) berkomat-kamit melantunkan doa, sembari menghitung tasbih (masing-masing).

11. Murid nênêm ambelani muji, dikir lenggak-lenggok, manggut-manggut sirah gedheg-gedheg, dereng dangu nulya aningali, mring sajuga janmi, lir dandang lumaku.

Keenam murid mengikut berdoa, berdzikir kepalanya melenggak-lenggok, mengangguk-angguk kadang bergeleng-geleng pula, belum begitu lama lantas melihat, seorang manusia, (buruk rupa) bagaikan seekor burung gagak yang tengah berjalan.

Pupuh II Dandanggula

(Kumpulan Syair II, Lagu ber-irama Dandanggula)

1. Êndhek cilik remane barintik, tur aburik wau rainira, ciri kera ing mripate, alis barungut têpung, irung sunthi cangkême nguplik, waja gingsul tur pêthak, lambe kandêl biru, janggut goleng sêmu nyênthang, pipi klungsur kupingira anjêpiping, gulu panggêl tur cêndhak.

Berpostur pendek dan kecil dengan rambut keriting, kulit wajahnya kasar, bermata kera (arah pandang mata yang tidak normal), alisnya tebal dan bertemu ujung keduanya, hidung pesek mulut maju, gigi gingsul besar berwarna putih, bibirnya tebal berwarna biru, janggut tumpul (tidak runcing) dan melebar jelek, pipinya kempot bentuk daun telinga maju (seperti telinga gajah), sedangkan leher besar dan pendek.

2. Pundhak brojol sêmune angêmpis, punang asta cêndhak tur kuwaga, ting carênthik darijine, alêkik dhadhanipun, wêtêng bekel bokongnya canthik, sêmu ekor dhêngkulnya, lampahipun impur, kulit ambêsisik mangkak, ambêngkerok napasira kêmpas-kêmpis, sayak lêsu kewala. Pundak turun seperti luruh kebawah, tangannya pendek dan besar, jari jemarinya tidak rapi jelek, dadanya kempis, perut buncit kecil pantat kecil, lututnya kecil, tidak rapi saat berjalan, kulit tubuh seolah bersisik dengan warna gelap, saat bernafas suaranya terdengar dan tersengal-sengal, bagaikan orang yang tengah kelelahan.

3. Bêdudane pring tutul kinisik, apan blorok kuninge sêmu bang, asungsun tiga ponthange, bongkot têngah lan pucuk, timah budhêng ingkang kinardi, cupak irêng tur tuwa, gripis

(6)

6 nyênyêpipun, mêlêng-mêlêng sêmu nglênga, labêt saking kenging kukus sabên ari, pangoturik den asta.

Pipa rokok yang dibawa berasal dari pohon bambu berukuran kecil yang digosok, warnanya kuning bersemu merah, diberikan hiasan pada tiga tempat, dibagian pangkal tengah dan ujung, timah hitam yang dipakai hiasan, terlihat jelek berwarna hitam pekat, dibagian untuk

menghisap telah gripis (sedikit rusak), berminyak kehitam-hitaman, karena setiap saat terkena asap, walaupun begitu tetap saja dipakai.

4. Kandhutane klelet gangsal glindhing, alon lenggah cakêt Guru tiga, sarwi angempos napase, kapyarsa sênguk-sênguk, gandanira prêngus asangit, tumanduk mring panggenan, santri ingkang lungguh, Gatholoco ngambil sigra, kandhutane têgêsan kang aneng kendhit, gya nitik karya brama.

Bekal yang dibawa adalah candu tiga gelintir, pelan mengambil duduk dekat dengan ketiga Guru, terdengar suara nafasnya, tercium bau badan yang tidak sedap, prengus (istilah Jawa untuk mendefinisikan jenis bau yang mirip dengan bau kambing) sangit (istilah Jawa untuk mendefinisikan bau dari sisa pembakaran), menebar ke sekeliling, ditempat mana para santri tengah duduk, Gatholoco segera mengambil, bekal yang tersimpan dalam buntalan yang terikat dipinggangnya, lantas memantik korek api.

5. Nulya udut kebulnya ngêbuli, para santri kawratan sêdaya, asêngak sanget sangite, murid nênêm tumungkul, mêrgo sarwi atutup rai, sawêneh mithes grana, kang sawêneh watuk, mingsêr saking palênggahan, samya pindhah neng wurine guruneki, nyingkiri punang ganda. Seketika asap rokok menyebar, semua santri terganggu, sêngak (istilah Jawa untuk

mendefinisikan bau dari benda yang kotor) sangat sangit (lihat keterangan di syair: 5 diatas), kontan keenam murid mengalihkan pandangan dari Gatholoco, sembari menutup wajah (karena terganggu asap berbau tidak sedap), seorang lagi memencet hidung, seorang lagi terbatuk-batuk, segera mereka bergeser, duduk dibelakang para guru mereka, menghindari bau yang tak sedap.

6. Guru tiga waspada ningali, mring Wajuja ingkang lagya prapta, kawuryan mêsum ulate, sareng denira nebut, astagapirullah-hal-ngadim, dubillah minas setan, ilaha lallahu, lah iku manusa apa, salawase urip aneng dunya iki, ingsun durung tumingal.

Ketiga guru memperhatikan dengan seksama, kepada Wajuja (diambil dari nama sekelompok makhuk bar-bar pengganggu yang tertulis dalam Al-Qur’an, yaitu Ya’juj wa Ma’juj) yang baru

(7)

7 datang ini, terlihat tidak patut tingkahnya, hampir bersamaan mereka berucap, Astaghfirullahal ‘adzim (Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung), Audzubillahiminassyaithon (Aku berlindung kepada Allah dari gangguan setan), Laillahailallahu (Tiada Tuhan selain Allah), Manusia apakan ini? selama hidupku didunia ini, aku belum pernah menjumpai.

7. Janma ingkang rupane kayeki, sarwi noleh ngandika mring sabat, Padha tingalana kuwe, manusa kurang wuruk, datan wêruh sakehing Nabi, neng dunya wus cilaka, iku durung besuk, siniksa aneng akherat, rikêl sewu siksane neng dunya kuwi, mulane wêkas ingwang.

Manusia yang berwujud seperti ini, sembari menoleh berkatalah kepada para sahabat (para santri), Lihatlah itu, manusia kurang pengajaran, tidak mengenal Para Nabi, didunia sudah celaka, belum kelak, disiksa di akherat, berlipat seribu siksaannya lebih dari siksaan didunianya kini, oleh karenanya aku berpesan.

8. Ingkang pêthel sinauwa ngaji, amrih wêruh sarak Rasulullah, slamêt dunya akherate, sapa kang nêja manut, ing saringat Andika Nabi, mêsthi oleh kamulyan, sapa kang tan manut, bakale nêmu cilaka, Ahmad Ngarip mangkana denira eling, Janma iku sun kira.

Yang rajin dalam mengaji, supaya mengetahui syari’at Rasulullah, akan selamat dunia akhirat, barangsiapa yang berkehendak menurut, kepada syari’at Baginda Nabi, pastilah akan

mendapatkan kemuliaan, barangsiapa yang tak menurut, bakal menemukan celaka, begitulah pesan dari Ahmad Ngarip (Ahmad ‘Arif), Manusia itu aku duga.

9. Dudu anak manusa sayêkti, anak Bêlis Setan Brêkasakan, turune Mêmêdi Wewe, Gatholoco duk ngrungu, den wastani yen anak Bêlis, langkung sakit manahnya, nanging tan kawêtu, ngungkapi gembolanira, kleletipun sajêbug sigra ingambil, den untal babar pisan.

Bukan anak manusia sesungguhnya, akan tetapi anak Iblis Setan Brêkasakan (makhluk yang tidak karu-karuan hidupnya), keturunan Mêmêdi (makhluk yang menakutkan) atau Wewe (Jin perempuan yang berwujud jelek), Gatholoco mendengar akan hal itu, disebut sebagai anak Iblis, sangat-sangat sakit hatinya, akan tetapi didiamkan saja, membuka gembolannya kembali, diambilnya candu sekepal, dimakan sekaligus semuanya.

10. Pan sakala êndême mratani, mrasuk badan kulit dagingira, ludira otot bayune, balung kalawan sungsum, kêkiyatan sadaya pulih, kawistara njrêbabak, cahyanipun santun, Guru tiga wrin waspada, samya eram tyasnya ngungun tan andugi, pratingkah kang mangkana.

(8)

8 Seketika mabuklah dia, candu merasuk badan kulit dan dagingnya, darah otot dan kekuatannya, tulang dan sumsumnya, seluruh kekuatan terasa pulih, dapat dilihat dari wajahnya yang

memerah, cahaya wajahnya kembali, ketiga Guru waspada mengamati, heran hati mereka tak bisa memahami, kelakuan yang seperti itu.

11. Abdul Jabar ngucap mring Mad Ngarip, Lah ta mara age takonana, apa kang den untal kuwe, lan sapa aranipun, sarta manêh wismane ngêndi, apa panggotanira, ing sadinanipun, lan apa tan adus toya, salawase dene awake mbasisik, janma iku sun kira.

Abdul Jabar berkata kepada (Ah)mad Ngarip (Ahmad ‘Arif), Segeralah kamu tanyai, apa yang dimakannya barusan, dan siapa namanya, dan lagi rumahnya dimana, apa pekerjaannya, pekerjaan sehari-harinya, dan apakah tidak pernah mandi, sehingga kulitnya bersisik, manusia ini aku kira.

12. Ora ngrêti nyarak lawan sirik, najis mêkruh batal lawan karam, mung nganggo sênênge dhewe, sanajan iwak asu, daging celeng utawa babi, anggêr doyan pinangan, ora nduwe gigu, tan pisan wêdi duraka, Ahmad Ngarip mrêpeki gya muwus aris, Wong ala ingsun tannya. Tidak mengetahui syari’at dan larangannya, najis makruh batal apalagi haram, hanya menuruti kesenangan sendiri, walaupun daging anjing, daging celeng maupun babi, kalau suka pasti dimakannya, tak memiliki rasa jijik, tak takut akan durhaka, Ahmad Ngarip (Ahmad ‘Arif) mendekat dan segera berkata, Hai manusia jelek aku hendak bertanya.

13. Lah ta sapa aranira yêkti, sarta manêh ngêndi wismanira, kang tinannya lon saure, Gatholoco aranku, ingsun janma Lanang Sujati, omahku têngah jagad, Guru tiga ngrungu, sarêng denya latah-latah, Bêdhes buset aran nora lumrah janmi, jênêngmu iku karam. Siapakah namamu sesungguhnya? Dan lagi dimanakah rumahmu? Yang ditanya menjawab pelan, Gatholoco namaku, aku manusia Lanang Sujati ( Lelaki Sejati ), rumahku ditengah-tengah jagad, Ketiga Guru mendengar, bersamaan mereka tertawa terbahak-bahak, Monyet! Busyet! Nama tidak umum dipakai manusia, namamu saja itu sudah haram!

14. Gatholoco ngucap tannya aris, Dene sira padha latah-latah, anggêguyu apa kuwe, Kyai Guru sumaur, Krana saking tyasingsun gêli, gumun mring jênêngira, Gatholoco muwus, Ing mangka jênêng utama, Gatho iku têgêse Sirah Kang Wadi, Loco Pranti Gosokan.

Gatholoco tenang bertanya, Kenapa kalian terbahak-bahak? Mentertawai apakah? Kyai Guru menjawab, Hatiku sangat geli, heran kepada namamu, Gatholoco berkata, Padahal itu adalah

(9)

9 nama utama, Gatho itu artinya Kepala Yang Dirahasiakan ( Gathel : Penis ), Loco artinya

Dikocok.

15. Marma kabeh padha sun lilani, sakarsane ngundang marang ingwang, yekti sun sauri bae, têtêlu araningsun, kang sawiji Barang Kinisik, siji Barang Panglusan, nanging kang misuwur, manca pat manca lêlima, iya iku Gatholoco aran mami, prasaja tandha priya.

Maka aku rela jika kalian semua, mau memanggil aku apa, pasti aku akan terima, tiga namaku, yang pertama Barang Kinisik ( Barang yang sering digosok-gosokkan kepada lobang), satunya lagi Barang Panglusan (Barang yang sering dihaluskan dengan cara dikeluar masukkan), akan tetapi yang terkenal, di empat penjuru angin bahkan di-lima penjuru angin, ialah Gatholoco, tanda seorang pria sejati.

16. Kyai Guru mangsuli Tan bêcik, jênêngira iku luwih ala, jalaran bangêt sarune, karam najis lan mêkruh, iku jênêng anyilakani, jênêng dadi duraka, jênêng ora patut, wus kasêbut jroning kitab, nyirik karam yen mati munggah suwargi, kang karam manjing nraka.

Kyai Guru menjawab Tidak patut, namamu itu sangat-sangat jelek, karena sangat tabunya, bukah hanya makruh tapi sudah najis bahkan haram! Itu nama yang mencelakakan, nama yang membuat orang menjadi durhaka, nama yang tidak patut, sudah disebutkan didalam kitab, apabila menghindari hal-hal yang haram jika meninggal kelak pasti akan naik ke surga, yang tidak menghindari hal-hal yang haram pasti kelak masuk neraka.

17. Gatholoco menjêp ngiwi-iwi, gya gumujêng nyawang Guru tiga, sarwi mangkana ujare, Sarak-ira kang kliru, sapa bisa angêlus wadi, yêkti janma utama, iku apêsipun, priyayi kang lungguh Dêmang, myang Panewu Wadana Kliwon Bupati, liyane ora bisa.

Gatholoco mencibir memperolok-olok, lantas tertawa memperhatikan ketiga Guru, sembari berkata demikian, Pemahamanmu atas syari’at salah! Siapa saja yang mampu mengerti rahasia (proses penciptaan melalui sexualitas), dialah manusia utama, hal inilah kelemahan, seluruh manusia walaupun berpangkat Dêmang, berpangkat Panêwu berpangkat Wadana berpangkat Kliwon maupun Bupati sekalipun, semuanya tidak ada yang memahami.

________________

(10)

10 Diambil dari naskah asli bertuliskan huruf Jawa

Yang disimpan oleh : PRAWIRATARUNA.

Digubah ke aksara Latin oleh : RADEN TANAYA

Diterjemahkan dan diulas oleh : DAMAR SHASHANGKA

Sebelum melanjutkan ke-Pada (Syair) berikutnya (akan saya posting pada catatan bagian tiga), maka perlulah kiranya kita ulas beberapa Pada (Syair) yang telah saya posting pada catatan bagian pertama. Beberapa Pada (Syair) penting yang patut diulas agar tidak menimbulkan kesalah pemahaman adalah sebagai berikut :

1. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 9 :

Dudu anak manusa sayêkti, anak Bêlis Setan Brêkasakan, turune Mêmêdi Wewe, Gatholoco duk ngrungu, den wastani yen anak Bêlis, langkung sakit manahnya, nanging tan kawêtu, ngungkapi gembolanira, kleletipun sajêbug sigra ingambil, den untal babar pisan.

Bukan anak manusia sesungguhnya, akan tetapi anak Iblis Setan Brêkasakan (makhluk yang tidak karu-karuan hidupnya), keturunan Mêmêdi (makhluk yang menakutkan) atau Wewe (Jin perempuan yang berwujud jelek), Gatholoco mendengar akan hal itu, disebut sebagai anak Iblis, sangat-sangat sakit hatinya, akan tetapi didiamkan saja, membuka gembolannya kembali, diambilnya candu sekepal, dimakan sekaligus semuanya.

Penulis Gatholoco tampaknya mengambil pola pikir dari ajaran Shiwa Tantrayana yang sangat populer ditanah Jawa pada masa lampau. Dalam kitab Mahanirvana Tantra jelas disebutkan sebagai berikut :

“Pautvaa pitvaa punah pitvaa yaavat patati bhuutale, Punarutyaaya dyai potvaa punarjanma ga vidhate.”

“Minum, teruslah minum hingga kamu terjerembab ke tanah. Lantas berdirilah kembali dan minum lagi hingga sesudah itu kamu akan terbebas dari punarjanma (kelahiran kembali) dan mencapai kesempurnaan (Moksha).”

Maksud dari sutra ini, tak lain adalah meminum minuman spiritual, bukan minuman berwujud fisik yang mengandung alkhohol. Seseorang yang terus meminum anggur spiritualitas hingga

(11)

11 jatuh bangun, dan tetap tidak jera untuk terus mereguknya, maka hanya dengan jalan seperti itu, dapat dipastikan, Kesadaran akan tertempa, terbangun dan terasah.

Meminum anggur spiritualitas sehingga mabuk, atau dalam syair diatas digambarkan memakan CANDU SPIRITUALITAS, sehingga terikat betul dengan Ke-Illahi-an, sehingga KECANDUAN betul dengan Kesempurnaan, adalah prasyarat mutlak bagi siapa saja yang ingin menggapai

Kesadaran Purna.

2. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 11 :

Abdul Jabar ngucap mring Mad Ngarip, Lah ta mara age takonana, apa kang den untal kuwe, lan sapa aranipun, sarta maneh wismane ngêndi, apa panggotanira, ing sadinanipun, lan apa tan adus toya, salawase dene awake mbasisik, janma iku sun kira.

Abdul Jabar berkata kepada (Ah)mad Ngarip (Ahmad ‘Arif), Segeralah kamu tanyai, apa yang dimakannya barusan, dan siapa namanya, dan lagi rumahnya dimana, apa pekerjaannya, pekerjaan sehari-harinya, dan apakah tidak pernah mandi, sehingga kulitnya bersisik, manusia ini aku kira.

Masyarakat awan atau dalam istilah Tassawuf Islam disebut Mukmin ‘Am (seringkali ditulis dengan logat Mukmin Ngam dalam setiap sastra Jawa klasik) atau Walaka dalam istilah Shiwa Buddha, sudah barang tentu akan keheran melihat tingkah laku manusia-manusia aneh yang kecanduan spiritualitas seperti Gatholoco. Mereka akan bertanya-tanya, apa yang di-‘makan’-nya? Apa yang di-‘telan’-nya sehingga demikian ‘gila’-nya itu orang? Fenomena ini digambarkan secara konotatif dalam adegan diatas. Dimana sosok manusia Gatholoco menelan candu

didepan para agamawan sehingga membuat keheranan mereka.

Manusia Gatholoco akan membuat logika spiritual orang awam terjungkir-balikkan, bahkan mereka yang mengaku agamawan sekalipun akan dibuat kalang-kabut olehnya. Manusia Gatholoco sangat unik karena benar-benar mabuk oleh candu Illahi. Siapapun yang mabuk candu Illahi, maka Kesadarannnya akan terayun kesegala arah bagai Palu Illahi yang tanpa ampun akan menggedor sekat-sekat sempit pemahaman awam tentang syari’at. Fenomena yang dialami oleh manusia Gatholoco, akan sulit dipahami oleh mereka yang tidak mau menikmati candu yang sama.

(12)

12 Lah ta sapa aranira yêkti, sarta maneh ngêndi wismanira, kang tinannya lon saure, Gatholoco aranku, ingsun janma Lanang Sujati, omahku têngah jagad, Guru tiga ngrungu, sarêng denya latah-latah, Bêdhes buset aran nora lumrah janmi, jênêngmu iku karam.

Siapakah namamu sesungguhnya? Dan lagi dimanakah rumahmu? Yang ditanya menjawab pelan, Gatholoco namaku, aku manusia Lanang Sujati ( Lelaki Sejati ), rumahku ditengah-tengah jagad, Ketiga Guru mendengar, bersamaan mereka tertawa terbahak-bahak, Monyet! Busyet! Nama tidak umum dipakai manusia, namamu saja itu sudah haram!

Manusia Gatholoco akan menyatakan dirinya sebagai Lanang Sujati (Hal ini akan diuraikan dalam syair ke-18 pada bagian tiga) yang bertempat tinggal di TENGAH-TENGAH DUNIA. Tengah-tengah dunia menyiratkan bahwa DIA TIDAK DITIMUR TIDAK DIBARAT TIDAK DIUTARA TIDAK DISELATAN TIDAK PULA DI ATAS, DITENGAH ATAU DIBAWAH. SEMUA ARAH ADALAH TEMPATNYA.

Dualitas duniawi, senang-sedih, panas-dingin, tinggi-rendah, nikmat-sakit, hidup-mati dan sebagainya akan menyeret manusia awam kearah salah satu kutub-nya. Namun bagi manusia Gatholoco, dia telah mampu berpijak ditengah-tengah keduanya. Berpijak dalam keadaan seimbang total! Manusia Gatholoco telah melampaui dualitas duniawi!

Manusia Gatholoco tidak condong ke kanan maupun kekiri. Manusia Gatholoco telah

melampaui dualitas duniawi (Rwabhineda) sehingga tepatlah jika dikatakan KEDUDUKAN DIA BERADA DITENGAH-TENGAH JAGAD atau DUNIA!

4. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 14 :

Gatholoco ngucap tannya aris, Dene sira padha latah-latah, anggêguyu apa kuwe, Kyai Guru sumaur, Krana saking tyasingsun gêli, gumun mring jênêngira, Gatholoco muwus, Ing mangka jênêng utama, Gatho iku têgêse Sirah Kang Wadi, Loco Pranti Gosokan.

Gatholoco tenang bertanya, Kenapa kalian terbahak-bahak? Mentertawai apakah? Kyai Guru menjawab, Hatiku sangat geli, heran kepada namamu, Gatholoco berkata, Padahal itu adalah nama utama, Gatho itu artinya Kepala Yang Dirahasiakan ( Gathel : Penis ), Loco artinya Dikocok.

Inilah pernyataan Gatholoco yang sangat vulgar tentang arti namanya. Gatho atau GATHEL (maaf) dalam bahasa Jawa berarti PENIS, sedangkan LOCO artinya KOCOK. Gatholoco tak lebih berarti KOCOKAN DARI PENIS. Dan akibat dari aktifitas KOCOKAN ini, pada ujungnya memuncak

(13)

13 pada fenomena TERPANCARNYA CAIRAN SPERMA. Arti nama Gatholoco sangatlah tabu jika hal ini dikaitkan dengan etika masyarakat pada umumnya. Namun bagaimana-pun juga, manusia yang terdiri dari tiga bentukan badan (sarira) sesuai dengan mantra-mantra yang ada dalam ATMOPANISHAD, yaitu Badan Fisik atau ‘STHULA SARIIRA’, Badan Halus atau ‘SUKSMA SARIIRA’ dan Badan Sejati atau ‘ATMA SARIIRA’, semua memang tercipta dari fenomena ‘PANCARAN’ ini. Dalam istilah Tassawuf Islam, Badan Fisik (STHULA) disebut ‘JASAD’ dan dalam istilah Islam Kejawen, disebut ‘DHINDHING JALAL ARAN KIJAB (Dinding Agung Yang Disebut Hijab ; Penghalang/Tabir/Tirai)’.

Sedangkan Badan Halus (SUKSMA) dalam istilah Tassawuf Islam disebut ‘NAFS

(Pribadi/personil)’ dan dalam Islam Kejawen disebutROH ILAPI (Ruh Idlafi), DAMAR ARAN KANDHIL (Pelita bernama Kandil) dan SESOTYA ARAN DARAH (Cahaya bernama Darah) Badan Sejati (ATMA) dalam istilah Tassawuf Islam disebut ‘RUH’ dan dalam Islam Kejawen disebut ‘KAYU SAJARATUL YAKIN (Hayyu Syajaratul Yaqin ; Hidup Sebagai Pohon/Akar Keyakinan Utama)’ , NUR MUHAMMAD (Cahaya Terpuji) dan KACA ARAN MIRATULKAYAI (Cermin bernama Mir’atul Haya’; Mir’ah = Cermin, Haya’ = Malu) atau cukup disebut ‘KANG NGURIPI (Yang membuat manusia hidup)’.

Dalam istilah Kristiani, Badan Fisik (STHULA) dan Badan Halus (SUKSMA) , keduanya di sebut tataran ‘DAGING’. Dan Badan Sejati (ATMA) disebut ‘ROH KUDUS’!

Dalam tataran materi (Skala), proses terbentuknya Badan Fisik dan Badan Halus tidak bisa lepas dari fenomena ‘TERPANCARNYA SPERMA KEDALAM RAHIM SEBAGAI PUNCAK DARI SEBUAH AKTIFITAS SEXUAL’. Tak jauh beda pula pada tataran Immateri (Niskala), terciptanya Atma dan seluruh semesta ini tak lepas pula dari fenomena dahsyat ‘PANCARAN ENERGI PURUSHA ATAU SADASHIWA KEPADA APA YANG DINAMAKAN PRAKRTI.

BRAHMAN yang mutlak atau PARAMASHIWA, yaitu SUMBER SEGALA SUMBER HIDUP INI atau HIDUP itu sendiri (Tassawuf Islam menyebutnya ‘ALLAH’, Kejawen menyebutnya ‘URIP’ yang artinya adalah ‘Hidup’, Kristiani menyebutnya ‘ALLAH BAPA’), Yang Melampaui Segalanya, Mengatasi Segalanya, Tidak diketahui apa sesungguhnya Dia, Mengatasi segala pribadi, Sempurna, Yang Murni dan sebagainya, pada suatu saat, berkehendak mempersempit ke-Mutlak-an-Nya.

Proses ini dinamakan DOSHA atau KESALAHAN. Sebuah DOSHA yang memang disengaja oleh-Nya. BRAHMAN atau PARAMASHIWA yang mempersempit ke-Mutlak-an-Nya ini lantas

(14)

14 mengenakan sifat MAHA. MAHA ADA, MAHA KUASA, MAHA AGUNG, MAHA SUCI dan

sebagainya. Dia lantas dikenal dengan nama PURUSHA yang artinya YANG BERKEHENDAK atau SADASHIWA (Tassawuf Islam menyebutnya ‘NURUN ‘ALA NUURIN’ yang artinya ‘Cahaya Diatas Cahaya’. Kejawen menyebutnya ‘KANG GAWE URIP’ yang artinya ‘Yang Menyebabkan adanya kehidupan material’. Kristiani menyebutnya ‘ALLAH PUTRA’).

Bersamaan proses mempersempit ke-Mutlak-an-Nya tersebut, tercipta bayangan BRAHMAN atau PARAMASHIWA yang disebut PRAKRTI. PRAKRTI inilah cikal-bakal bahan materi seluruh alam semesta. (PRA : Sebelum, KRTI : Membuat). PRAKRTI mengandung unsur negatif dan positif semesta, PRAKRTI inilah yang sesungguhnya dalam tradisi agama timur tengah disebut PENGHULU MALAIKAT dan IBLIS itu sendiri!

Bahan-bahan positif dari PRAKRTI yang kelak membentuk Badan Halus dan Badan Kasar

manusia dengan unsur positif-nya, inilah yang disimbolkan sebagai MALAIKAT YANG MENJAGA MANUSIA. Sedangkan bahan-bahan negatif PRAKRTI yang kelak membentuk Badan Halus dan Badan Kasar manusia dengan unsur negatif-nya, inilah yang disimbolkan sebagai SETAN-SETAN YANG MENGGODA MANUSIA!

UNSUR POSITIF ALAM DIDALAM PRAKRTI ITULAH PARA PENGHULU MALAIKAT! UNSUR NEGATIF ALAM DIDALAM PRAKRTI ITULAH IBLIS.

SEGALA HAL YANG TERDAPAT DALAM BADAN HALUS DAN BADAN KASAR ANDA YANG

MENUNJANG KEARAH KEBENARAN, ITULAH MALAIKAT PENDAMPING ANDA! SEGALA HAL YANG TERDAPAT DALAM BADAN HALUS MAUPUN BADAN KASAR ANDA YANG SENANTIASA

MENGGANGGU ANDA BERJALAN DIJALAN KEBENARAN, ITULAH ANAK-ANAK IBLIS YANG DISEBUT SETAN! BUKALAH KESADARAN ANDA SAAT INI JUGA!

MALAIKAT tercipta dari CAHAYA. IBLIS tercipta dari API. CAHAYA dan API tidak bisa dipisahkan! Mengapa masih juga anda tidak mengerti dengan simbolisasi seperti ini?

Akibat PANCARAN ENERGI DARI PURUSHA ATAU SADASHIWA KEPADA PRAKRTI, maka terperciklah tak terhitung ATMA-ATMA sebagai percikan PURUSHA. Bagai API dengan PERCIKANNYA. Bagai AIR dengan TETESANNYA.

Bahkan dari proses PANCARAN ENERGI ini, tercipta pula bahan-bahan material alam semesta sebagai bakal wadah bagi Atma-Atma.

(15)

15 Dari PURUSHAatau SADASHIWA terciptalah ATMA-ATMA, dan dari bahan-bahan material akibat PANCARAN ENERGI PURUSHA ATAU SADASHIWA KEPADA PRAKRTI terciptalah kelak Badan Halus (SUKSMA) dan Badan Fisik (STHULA).

PRAKRTI HANYA SEKEDAR SEBAGAI TEMPAT PENAMPUNGAN SEMUA ITU. PRAKRTI IBARAT RAHIM SEMESTA!

Dan semua proses ini tak lain berawal dari PANCARAN ENERGI PURUSHA ATAU SADASHIWA KEPADA PRAKRTI.

Dan proses ini diulang kembali, dalam bentuk aktifitas badaniah antara laki-laki dan wanita yang dinamakan sexualitas. Dimana penis makhluk jantan harus dikocok didalam vagina makhluk wanita (Gatholoco) agar memancarlah sperma yang penuh dengan berjuta-juta bibit kehidupan (Atma) kedalam rahim.

Proses sexualitas, adalah proses pematangan agar Atma benar-benar dibungkus oleh Badan Halus (Suksma) dan Badan Fisik (Sthula) didalam kandungan seorang wanita selama rentang waktu sembilan bulan sepuluh hari.

Nama Gatholoco sangat tabu, tapi dari Gatholoco-lah seluruh kehidupan tercipta. Maka

sesungguhnya benar apa yang dikatakan Gatholoco, bahwa nama yang dipakainya adalah nama Rahasia Yang Mulia.

5. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 15 :

Marma kabeh padha sun lilani, sakarsane ngundang marang ingwang, yêkti sun sauri bae, têtêlu araningsun, kang sawiji Barang Kinisik, siji Barang Panglusan, nanging kang misuwur, manca pat manca lêlima, iya iku Gatholoco aran mami, prasaja tandha priya.

Maka aku rela jika kalian semua, mau memanggil aku apa, pasti aku akan terima, tiga namaku, yang pertama Barang Kinisik ( Barang yang sering digosok-gosokkan kepada lobang), satunya lagi Barang Panglusan (Barang yang sering dihaluskan dengan cara dikeluar masukkan), akan tetapi yang terkenal, di empat penjuru angin bahkan di-lima penjuru angin, ialah Gatholoco, tanda seorang pria sejati.

Nama lain GATHOLOCO adalah BARANG KINISIK (Benda yang digosok-gosokkan didalam lobang) dan satunya lagi BARANG PANGLUSAN (Benda yang dihaluskan dengan cara dikeluar

(16)

16 KESADARAN MANUSIA GATHOLOCO MAMPU MEMAHAMI, bahwasanya cikal bakal kehidupan manusia dan beberapa makhluk yang mulai berkembang Kesadaranya, HARUS MELALUI PROSES PANCARAN SPERMA KEDALAM RAHIM.

Lebih tinggi dari itu, KESADARAN MANUSIA GATHOLOCO JUGA MEMAHAMI, bahwa SELURUH SEMESTA RAYA INI TERCIPTA JUGA AKIBAT PANCARAN ENERGI PURUSHA ATAU SADASHIWA KEDALAM KANDUNGAN PRAKRTI!

Proses ini adalah sebuah proses yang SAKRAL dan SUCI. Jadi sangat-sangat tidak patut jika aktifitas sexual hanya dipergunakan untuk sekedar mengejar sensasi kenikmatan belaka! Manusia-manusia Gatholoco hanya akan MENGKOCOK PENIS MEREKA KEDALAM LIANG VAGINA sekedar untuk memberikan jalan bagi kelahiran kembali para Atma yang hendak melanjutkan proses evolusinya dialam manusia.

Manusia-manusia yang bukan manusia Gatholoco hanya akan melakukan PENGKOCOKAN PENIS MEREKA KEDALAM VAGINA sekedar untuk menikmati sensasi kenikmatannya belaka!

Laki-laki yang memahami hal ini, patut disebut PRIA SEJATI. Begitu juga wanita yang memahami akan hal ini, sepatutnya juga disebut WANITA SEJATI.

ITULAH BEDA MANUSIA GATHOLOCO DAN YANG BUKAN MANUSIA GATHOLOCO! SEMOGA ANDA SEMUA MEMAHAMI MAKSUD PENULIS GATHOLOCO DAN TIDAK SALAH MENGERTI KARENANYA!

_________________

SERAT GATHOLOCO (3)

Diambil dari naskah asli bertuliskan huruf Jawa yang disimpan oleh

PRAWIRATARUNA.

Digubah ke aksara Latin oleh : RADEN TANAYA

Diterjemahkan dan diulas oleh : DAMAR SHASHANGKA

(17)

17 18. Rehning ingsun tan dadi priyayi, mung jênêngku jênêng Wadi Mulya, supaya turunku têmbe, dadi priyayi agung, Abdul Jabar angucap bêngis, Dhapurmu kaya luwak, nganggo sira ngaku, lamun Sujatine Lanang, Gatholoco gumujêng alon nauri, Ucapku nora salah.

Walaupun aku bukan priyayi (bangsawan), akan tetapi namaku adalah Rahasia Mulia, supaya kelak para keturunanku, akan menjadi priyayi (bangsawan) besar (maksud Gatholoco,

bangsawan spiritualitas), Abdul Jabar berkata bengis, Rupamu saja seperti Luwak (binatang sejenis musang yang berwujud jelek)! Bisa-bisanya mengaku, sebagai Sujatine Lanang (Sejatinya Lelaki), Gatholoco tertawa dan menjawab pelan, Ucapanku tidak salah.

19. Ingsun ngaku wong Lanang Sujati, basa Lanang Sujati têmênan, wadiku apa dhapure, Sujati têgêsipun, ‘ingSUn urip tan nêJA maTI’, Guru tiga angucap, Dhapurmu lir antu, sajêge tan kambon toya, Gatholoco macucu nulya mangsuli, Ewuh kinarya siram.

Aku mengaku sebagai Lanang Sujati (Lelaki Sejati), arti dari Lanang Sujati (Lelaki Sejati)

sesungguhnya adalah, aku disebut LANANG karena memahami Rahasia Mulia barang (penis)-ku, sedangkan SUJATI (Sejati) artinya ‘ingSUn urip tan nêJA ma TI’ (Aku Yang Hidup Tak Dapat Mati Selamanya). Ketiga Guru berkata, Rupamu seperti hantu, tak pernah tersentuh air, Gatholoco cemberut lantas menjawab, Aku bingung hendak mandi dengan apa.

20. Upamane ingsun adus warih, badaningsun wus kaisen toya, kalamun adus gênine, jro badan isi latu, yen rêsika sun gosok siti, asline saking lêmah, sun dus-ana lesus, badanku sumbêr maruta, tuduhêna kinarya adus punapi, ujarnya Guru tiga.

Jikalau aku harus mandi menggunakan air, tubuhku sudah penuh dengan unsur air, jikalau harus mandi menggunakan api, didalam badan penuh unsur api, jikalau harus membersihkan diri dengan menggunakan tanah, sudah jelas daging ini berasal dari tanah, aku mandi

menggunakan angin leysus, badanku sumber dari angin, beritahu kepadaku apa yang harus aku pakai untuk mandi? Ketiga Guru menjawab.

21. Asal banyu yêkti adus warih, dimen suci iku badanira, Gatholoco sru saure, Sira santri tan urus, yen suciya sarana warih, sun kungkum sangang wulan, ora kulak kawruh, satêmêne bae iya, ingsun adus Tirta Tekad Suci Êning, ing tyas datan kaworan.

Tubuhmu berasal dari cairan (sperma) sudah layak jika mandi menggunakan air, agar suci dirimu itu, Gatholoco lantang menjawab, Kalian santri bodoh! Jikalau bisa suci karena mandi dengan air, aku akan berendam selama sembilan bulan saja, tidak perlu mencari ilmu

(18)

(Ke-18 Tuhan-an), ketahuilah bahwa sesungguhnya, aku telah mandi Air Tekad Suci yang Jernih, yaitu jernihnya hati tanpa dikotori oleh.

22. Bangsa salah kang kalêbu ciri, iya iku adusing manusa, ingkang sabênêr-bênêre, Kyai Guru sumaur, Wong dhapure lir kirik gêring, sapa ingkang pracaya, nduwe pikir jujur, sira iku ingsun duga, ora nduwe batal karam mêkruh najis, wêruhmu amung halal.

Segala macam perbuatan yang salah, itulah mandi yang sesungguhnya bagi manusia, mandi yang sebenar-benarnya mandi, Kyai Guru menyahut, Rupamu saja seperti kirik gêring (anjing penyakitan), siapa yang bakalan mempercayai, jika kamu memiliki kejujuran? Jika tak salah dugaanku, kamu pasti tidak mengenal peraturan tentang batal haram makruh najis, yang kamu ketahui hanya halal saja.

23. Najan arak iwak celeng babi, anggêr doyan mêsthi sira pangan, ora wedi durakane, Gatholoco sumaur, Iku bênêr tan nganggo sisip, kaya pambatangira, najan iwak asu, sun titik asale purwa, lamun bêcik tan dadi sêriking janmi, najan babi celenga.

Walaupun arak daging celeng dan babi, asal kamu doyan pasti kamu makan, tidak takut dosa, Gatholoco menyahut, Benarlah dan tidak salah, semua dugaanmu kepadaku itu, walaupun daging anjing, aku teliti asal usulnya, manakala diperoleh dengan jalan yang tidak menyakiti sesama manusia, begitupun juga walau daging babi dan celeng.

24. Ngingu dhewe awit saking cilik, sapa ingkang wani nggugat mring wang, halal-e ngungkuli cêmpe, sanajan iwak wêdhus, yen asale srana tan bêcik, karam lir iwak sona, najan babi iku, tinilik kawitanira, yen purwane ngingu dhewe awit gênjik, luwih saking maenda.

Apabila didapat dari hasil beternak sendiri (bukan hasil curian), siapa yang bakalan berani melarangku (untuk memakannya)? Halal-nya melebihi daging kambing, walaupun daging kambing, jika diperoleh dengan jalan tidak baik, itu haram melebihi daging anjing, telitilah asal usulnya, jika daging tersebut berasal dari binatang yang kita pelihara sendiri semenjak kecilnya, halal-nya melebihi kambing!

25. Najan wêdhus nanging nggonmu maling, luwih babi iku karam-ira, najan mangan iwak celeng, lamun asale jujur, mburu dhewe marang wanadri, dudu celeng colongan, halal-e kalangkung, sanajan iwak maesa, yen colongan luwih karam saking babi, ujarnya Guru tiga. Walaupun kambing namun hasil dari mencuri, melebihi babi itu haram-nya, walaupun memakan daging celeng, tapi jika diperoleh dengan cara yang jujur, berburu sendiri dihutan,

(19)

19 bukan celeng curian, halal-nya luar biasa, walaupun daging kerbau, namun hasil curian lebih haram dari babi, Ketiga Guru berkata.

26. Luwih halal padune si Bêlis, pantês têmên uripmu cilaka, kamlaratan salawase, tan duwe bêras pantun, sandhangane pating saluwir, kabeh amoh gombalan, sajêge tumuwuh, ora tau mangan enak, ora tau ngrasakake lêgi gurih, kuru tan darbe wisma.

Memang halal menurut Iblis! Pantas jika hidupmu celaka, melarat selamanya, tak memiliki makanan cukup, busana-pun compang camping, semua hanya gombal lusuh, selama hidup, tak pernah memakan makanan enak, tidak pernah menikmati rasa manis dan gurih, makanya kurus kering dan tak memiliki rumah.

27. Gatholoco ngucap anauri, Ingkang sugih sandhang lawan pangan, pirang kêthi momohane, kalawan pirang tumpuk, najis ingkang sira simpêni, Guru tiga duk myarsa, gumuyu angguguk, Sandhangan ingkang wus rusak, awor lêmah najisku kang tibeng bumi, kabeh wus awor kisma. Gatholoco menjawab, Yang kaya akan busana dan makanan, berapa peti jumlah busananya, berapa tumpuk persediaan makanannya, itu najis jika cuma kamu simpan sendiri, Ketiga Guru begitu mendengar, seketika tertawa geli, Pakaian yang sudah kotor dan jelek, kami jadikan satu ditanah bersama kotoranku, semua sudah kubuang menjadi satu ke tanah! (Lantas mana yang disebut najis dalam hal semua pakaian yg kumiliki?)

28. Gatholoco anauri malih, Yen mangkono isih lumrah janma, ora kinaot arane, beda kalawan Ingsun, kabeh iki isining bumi, sakurêbing akasa, dadi darbek-Ingsun, kang anyar sarwa

gumêbyar, Sun kon nganggo marang sanak-sanak mami, Ngong trima nganggo ala.

Gatholoco menyahuti lagi, Jikalau begitu jelas kalian hanya manusia lumrah, bukan manusia pilihan namanya, berbeda dengan-Ku, sesungguhnya semua yang ada dibumi, dan yang ada dibawah langit, adalah milik-Ku, yang baru dan gemerlap, sengaja Aku berikan kepada saudara-saudaraku (semua makhluk hidup), Aku rela memakai yang jelek-jelek saja.

29. Apan Ingsun trima nganggo iki, pêpanganan ingkang enak-enak, kang lêgi gurih rasane, pêdhês asin sadarum, Sun kon mangan mring sagung janmi, ingkang sinipat gêsang, dene Ingsun amung, ngawruhi sadina-dina, Sun tulisi sastrane salikur iji, Sun simpên jroning manah. Cukuplah Aku memakan yang ini saja, segala makanan yang enak-enak, yang manis gurih rasanya, pedas dan asin semuanya, Aku berikan untuk dimakan oleh seluruh manusia, dan semua makhluk yang bersifat hidup, sedangkan Aku hanyalah, meneliti setiap hari, Ku catat

(20)

20 dalam sebuah sastra sebanyak Duapuluh Satu buah (angka Dua melambangkan mereka yang masih terikat Dualitas duniawi, angka Satu melambangkan mereka yang telah lepas dari Dualitas duniawi. Manusia yang Kesadarannya tinggi, mampu meneliti dan mengamati kedua jenis tingkatan kesadaran para manusia tersebut. Inilah makna Sastra Salikur Iji atau Sastra Duapuluh Satu yang dimaksud Gatholoco), dan Aku simpan didalam hati.

30. Ingsun dhewe mangan sabên ari, Ingsun milih ingkang luwih panas, sarta ingkang pait dhewe, najise dadi gunung, kabeh gunung ingkang ka-eksi, mulane kang bawana, padha mêtu kukus, tumuse gêni Sun pangan, ingkang dadi padhas watu lawan curi, klelet ingkang sun pangan.

Yang Ku-makan setiap hari, Ku-pilih yang sangat panas, dan yang terlampau pahit (maksudnya semua unsur-unsur negatif Alam yang terlalu ekstrim), kotoran (batin)-Ku menjadi gunung, seluruh gunung yang terlihat, (maksudnya, semua unsur negatif yang terlalu ekstrim dari Alam, mampu didaur ulang menjadi unsur yang lebih positif melalui olah batin dari manusia-manusia yang berkesadaran tinggi. Dilambangkan dengan keberadaan sebuah gunung yang menyimpan api menakutkan, namun lava dari gunung berapi, sangat bermanfaat menyuburkan tanah, sehingga tanaman apapun akan gampang tumbuh disekeliling gunung berapi. Jelasnya, dari sesuatu yang menakutkan semacam gunung berapi, mampu didaur ulang menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi manusia. Begitu pula proses daur ulang yang secara tidak disadari telah dilakukan oleh manusia-manusia berkesadaran tinggi semacam Gatholoco kepada semua unsur negatif alam yang terlalu ekstrim), apa sebabnya dunia diliputi asap saja (maksudnya, banyak unsur api terlampau ekstrim yang sesungguhnya melingkupi dunia ini, namun berkat manusia-manusia yang penuh kesadaran semacam Gatholoco, secara tidak sengaja, mereka-mereka ini menyerap unsur api yang terlalu ekstrim tersebut dan didaur ulang menjadi unsur api positif yang lebih bermanfaat. Jika tidak ada manusia-manusia berkesadaran tinggi semacam Gatholoco, dapat dipastikan, meteor-meteor raksasa dan hal-hal ekstrim lainnya, akan menghantam dan mengacaukan bumi tanpa ada penghalang lagi! Sadarilah ini!), sebab api telah Aku makan, kotoran (batin)-Ku menjadi batu cadas (seperti halnya dipilihnya ‘Gunung’ sebagai sebuah perumpamaan proses pendaur ulang-an unsur ektrim Alam agar menjadi lebih bermanfaat, ‘Batu Cadas’ dipilih pula karena identik dengan kekokohan, sesuatu yang kokoh kuat. Maksudnya jelas, unsur ekstrim alam, bisa diubah menjadi sesuatu yang stabil demi keberlangsungan semesta sebagai tempat berevolusi. Berterima kasihlah kepada

(21)

manusia-21 manusia berkesadaran tinggi seperti Gatholoco!) Aku cukup memakan candu ini. (maksudnya candu spiritualitas)

31. Sadurunge Ingsun ngising najis, gunung iku yêkti durung ana, benjang bakal sirna maneh, lamun Ingsun wus mantun, ngising tai mêtu têka silit, titenana kewala, iki tutur-Ingsun, Guru tiga duk miyarsa, gya micara astane sarwi nudingi, Layak kuru tan pakra.

Sebelum Aku membuang kotoran (batin), seluruh gunung belumlah tercipta (maksudnya, dunia tidak akan stabil sebagai tempat yang sesuai bagi proses evolusi jiwa jika tidak ada manusia-manusia berkesadaran tinggi yang mampu mendaur ulang unsur-unsur ekstrim Alam seperti Gatholoco), kelak akan sirna kembali, jika Aku sudah tidak lagi, membuang kotoran lewat dubur, nyatakanlah kelak, apa yang Aku katakan ini. (maksudnya jika manusia-manusia yang berkesadaran tinggi hilang dari muka bumi, dapat dipastikan kiamat dunia akan tercipta!). Ketiga Guru begitu mendengar, segera berkata sembari menuding, Makanya kurus kering tidak lumrah manusia (tubuhmu).

32. Gatholoco sigra anauri, Mila ingsun kurune kalintang, krana nurut mring karsane, Gusti Jêng Nabi Rasul, sabên ari ingsun turuti, tindak mênyang ngêpaken, awan sore esuk, mundhut candhu lawan madat, dipun dhahar kalawan dipun obongi, Allah kang paring wikan. Gatholoco segera menjawab, Tubuhku kurus disebabkan, karena menuruti perintah, Gusti (Kang)jêng Nabi Rasul(lullah), setiap hari aku turuti, bertandang ke tempat madat, siang sore pagi, mengambil candu dan madat, dimakan langsung maupun dibakar lalu dihisap, Allah yang memberikan ijin. (Maksudnya Kangjêng Nabi Rasul dalam kesadaran Gatholoco, bukanlah Nabi Muhammad, melainkan Ruh-nya sendiri, Atma-nya sendiri. Suara Atma, suara Ruh, yang sering diistilahkan dengan SUARA NURANI, memerintahkan manusia-manusia seperti Gatholoco untuk terus mabuk spiritual, agar terus ke-Candu-an dengan Ke-Illahi-an. Dan Allah-pun me-ridloi!) 33. Kangjêng Rasul yen tan den turuti, muring-muring bangêt nggone duka, sarta bangêt

paniksane, ingsun tan bisa turu, Guru tiga samya nauri, Mung lagi tatanira, Kangjêng Nabi Rasul, karsa tindak mring ngêpaken, Kangjêng Rasul pêpundhene wong sabumi, aneng nagara Mekah. Kangjêng Rasul(lullah) manakala tidak ditaati perintahnya, marah-marah sangat berang, dan kejam menyiksa, membuat aku tak bisa tidur. (Maksud Gatholoco, jika SUARA NURANI-nya yang berasal dari Ruh-nya sendiri, dari Atma-nya sendiri tidak dia dengarkan, dampaknya akan

terjadi konflik batin yang berujung pada ketidaknyamanan diri, keresahan diri, sehingga membuat dia tidak bisa tidur!) Ketiga Guru segera menjawab, Ucapan tidak pantas,

(22)

22 mengatakan Kangjêng Nabi Rasul(lullah), mengutus agar bertandang ketempat madat!

Kangjêng Rasul(lullah) adalah sosok yang diagungkan oleh seluruh manusia, berada di negara Makkah!

34. Gatholoco anauri aris, Rasul Mêkah ingkang sira sêmbah, ora nana ing wujude, wus seda sewu taun, panggonane ing tanah Arbi, lêlakon pitung wulan, tur kadhangan laut, mung kari kubur kewala, sira sêmbah jungkar-jungkir sabên ari, apa bisa tumêka.

Gatholoco menjawab pelan, Rasul yang ada di Mekkah yang kamu agungkan, sudah tidak ada lagi wujudnya (Telah mencapai Kesempurnaan), sudah meninggal seribu tahun yang lalu, makamnya di tanah Arab, perjalanan selama tujuh bulan untuk kesana, harus menyeberangi lautan, sekarang hanya tinggal kuburannya saja, kamu agungkan setiap hari sembari berjungkir balik, tidak mungkin beliau menemuimu? (Nabi Muhammad telah mencapai Kesempurnaan. Sebelum mencapai tingkat ini, beliau telah meninggalkan PETUNJUK bagi para pengikutnya, yaitu Al-Qur’an dan Hadist demi pegangan sebagai acuan peningkatan Kesadaran mereka. Dari kedua petunjuk ini, para pengikut beliau harus mampu meneladani, mengamalkan dan HARUS MANDIRI! SEKALI LAGI, HARUS MANDIRI! KESADARAN TIDAK BISA DIBUAT OLEH ORANG LAIN! MAKA NABI MUHAMMAD TIDAK AKAN MUNGKIN TERUS HADIR MEMBERIKAN PETUNJUK, KARENA APA YANG TELAH BELIAU TINGGALKAN SUDAH CUKUP! BERSIKAPLAH DEWASA! JANGAN KAYAK ANAK KECIL YANG TERUS MEREPOTKAN ORANG TUA! MANDIRILAH! ITU MAKSUD GATHOLOCO! )

35. Sêmbahira dadi tanpa kardi, luwih siya marang raganira, tan nêmbah Rasule dhewe, siya marang uripmu, nêmbah Rasul jabaning dhiri, kabeh sabangsanira, iku nora urus, nêbut Allah siya-siya, pating brêngok Allah ora kober guling, kabrêbêgên suwara.

Pujianmu tiada guna, menyusahkan diri sendiri, tak mengagungkan Rasul (Utusan) sendiri ( Rasul sendiri, maksudnya adalah Atma, Ruh, Percikan Tuhan yang merupakan inti sari setiap makhluk! Ruh kita, Atma kita inilah UTUSAN YANG SESUNGGUHNYA), menyia-nyiakan hidupmu, mengagungkan Rasul diluar diri, semua orang yang sepertimu, tidak memahami yang

sebenarnya (Disini sebenarnya sebuah rahasia Sahadat Sejati telah diuraikan oleh Gatholoco, YAITU……….-maaf saya belum berani menguraikan

disini-………), menyebut nama Allah dengan sia-sia, teriak-teriak membuat Allah tidak sempat tidur, terganggu suara kalian yang sangat berisik (Ungkapan keprihatinan untuk

(23)

23 tidak perlu ditunjuk-tunjukkan. Lakukan diam-diam. Tidak usah berteriak-teriak! Itu maksud Gatholoco!)

36. Rasulullah seda sewu warsi, sira bêngok saking wisma-nira, bok kongsi modot gulune, masa bisa karungu, tiwas kêsêl tur tanpa kasil, Guru tiga angucap, Ujare cocotmu, layak mêsum ora lumrah, anyampahi pêpundhene wong sabumi, Gatholoco manabda.

Rasulullah telah meninggal seribu tahun yang lalu, kamu teriaki dari rumahmu (dengan harapan ditemui oleh beliau), walaupun sampai melar lehermu, tidak akan berkenan hadir menemuimu? Hanya melelahkan diri sendiri tiada guna ( maksud Gatholoco hanya melelahkan diri sendiri dan tiada guna jika memuji nama beliau dengan harapan agar ditemui dan mendapat tuntunan. Al-Qur’an dan Hadist, itu sudah cukup beliau berikan bagi acuan peningkatan Kesadaran para pengikut beliau!), Ketiga Guru berkata, Ucapan yang keluar dari cocot (bacot)-mu, adalah ucapan orang bingung dan tidak sopan, menghina sesembahan manusia se-dunia! Gatholoco berkata.

37. Bênêr mêsum saking susah mami, kadunungan barang ingkang gêlap, awit cilik têkeng mangke, kewuhan jawab-ingsun, yen konangan ingkang darbeni, supaya bisa luwar, ingsun njaluk rêmbug, kapriye bisane jawab, aywa nganti kêna ukum awak mami, Guru tiga miyarsa. Memang benar aku bingung disebabkan karena keprihatinanku, karena ketempatan barang yang bukan punyaku, semenjak aku kecil hingga sekarang ini, sulit aku memberikan jawaban, manakala nanti ditanya oleh yang punya, agar aku mampu terlepas dari masalah ini, bisakah aku meminta pendapat kalian, bagaimanakah jawabanku, jangan sampai aku terkena hukuman, Ketiga Guru begitu mendengar ucapan itu.

38. Asru ngucap Nyata sira maling, ora pantês rembugan lan ingwang, sira iku wong munapek, duraka ing Hyang Agung, lamun ingsun gêlêm mulangi, pakartine dursila, mring panjawabipun, ora wurung katularan, najan ingsun datan anglakoni maling, yen gêlêm mulangana.

Keras berkata Ternyata kamu maling! Tidak pantas meminta pendapat kami! Kamu orang munafik! Berdosa kepada Hyang Agung! Jika kami sampai bersedia memberikan pendapat, tidak urung bakal ketularan (dosanya)! Walaupun kami tidak ikut mencuri, manakala bersedia memberikan pendapat.

39. Nalar bangsat paturane maling, yêkti dadi melu kêna siksa, Gatholoco pamuwuse, Yen sireku tan purun, amulangi mring jawab maling, payo padha cangkriman, nanging

(24)

24 pamintengsun, badhenên ingkang sanyata, lamun sira têlu pisan tan mangrêti, guru tanpa paedah.

Sama saja menyetujui perbuatan bangsat seorang maling! Pasti akan ikut terkena siksa! Gatholoco berkata, Apabila kalian tidak bersedia, memberikan pemecahan masalah yang dihadapi seorang maling, baiklah mari kita bermain teka-teki, akan tetapi permintaanku, jawablah sungguh-sungguh, jika kalian bertiga tidak mampu menjawab, nyata kalian adalah Guru yang tiada guna!

40. Kyai Guru samya anauri, Mara age saiki pasalna, cangkrimane kaya priye, manira arsa ngrungu, yen wus ngrungu sayêkti bangkit, masa bakal luputa, ucapna den gupuh, angajak cangkriman apa, sun batange dimen padha den sêkseni, santri murid nom noman.

Para Kyai Guru menyetujui, Baiklah sekarang berikan, teka-teki yang seperti apa, kami akan mendengarkan, manakala sudah mendengar pasti akan paham, dan tidak mungkin salah menjawab, cepat ucapkan, mengajak bermain teka-teki yang seperti apa? Akan kami jawab dengan disaksikan, para murid santri yang masih muda-muda (kata muda dlm bahasa Jawa adalah Anom, menandakan syair berikutnya harus dilagukan dengan irama Sinom).

SERAT GATHOLOCO (4)

Diambil dari naskah asli bertuliskan huruf Jawa yang disimpan oleh

PRAWIRATARUNA.

Digubah ke aksara Latin oleh : RADEN TANAYA

Diterjemahkan dan diulas oleh : DAMAR SHASHANGKA

Ada beberapa Pada (Syair) yang terdapat pada Pupuh II, Dandanggula, yang harus diulas. Seperti dibawah ini :

(25)

25 Ingsun ngaku wong Lanang Sujati, basa Lanang Sujati têmênan, wadiku apa dhapure, Sujati têgêsipun, ‘ingSUn urip tan nêJA maTI’, Guru tiga angucap, Dhapurmu lir antu, sajêge tan kambon toya, Gatholoco macucu nulya mangsuli, Ewuh kinarya siram.

Aku mengaku sebagai Lanang Sujati (Lelaki Sejati), arti dari Lanang Sujati (Lelaki Sejati)

sesungguhnya adalah, aku disebut LANANG karena memahami Rahasia Mulia barang (penis)-ku, sedangkan SUJATI (Sejati) artinya ‘ingSUn urip tan nêJA ma TI’ (Aku Yang Hidup Tak Dapat Mati Selamanya). Ketiga Guru berkata, Rupamu seperti hantu, tak pernah tersentuh air, Gatholoco cemberut lantas menjawab, Aku bingung hendak mandi dengan apa.

Gatholoco menyadari bahwa siapapun yang meningkat Kesadarannya, berhak menyandang predikat sebagai Lanang Sujati (Lelaki Sejati) atau Wadon Sujati (Wanita Sejati). Pada ‘Pada’ (Syair) diatas, arti kata Lanang Sujati diuraikan oleh Gatholoco. Siapapun Lelaki yang memahami Kemuliaan Proses Penciptaan melalui Penis (Gathel)-nya, sebuah proses vital yang menjadi mata rantai sebuah perjalanan panjang evolusi jiwa, proses yang mampu ‘menarik’ kembali Atma atau Ruh dari ranah ‘kematian’ menuju ‘kehidupan kembali’ atau Reinkarnasi (dalam istilah Sanskerta disebut PUNARBHAWA : Kelahiran Kembali, atau PUNARJANMA : Manusia Yang Kembali hidup dari ranah kematian), proses berkesinambungan untuk menjadi penyebab ‘bangkitnya’ Atma atau Ruh agar kembali berjuang ditengah samudera kehidupan demi untuk melanjutkan peningkatan kembali KESADARAN mereka melalui tempaan badai dualitas duniawi (suka-duka, kaya-miskin, sakit-sehat, dll), maka siapapun mereka, kalau Lelaki berhak

menyandang predikat LANANG. Kalau Wanita berhak menyandang predikat WADON! Selama anda belum memahami kemuliaan dan pentingnya proses ini, maka sesungguhnya anda

belumlah pantas disebut LANANG atau WADON. Anda hanyalah sekedar spesies makhluk hidup yang melakukan sebuah aktifitas sexual tanpa kesadaran. Anda belumlah MANUSIA.

Kata ‘SUJATI’, Gatholoco mengartikan ‘ingSUn urip tan neJA maTI’ yang artinya ‘Aku Yang Hidup Tak Dapat Mati’. Siapakah itu? INGSUN (AHAM/AKU). Siapakah INGSUN (AHAM/AKU) tersebut? Tak lain adalah Atma atau Ruh kita!

Atma atau Ruh tidak diciptakan oleh siapapun! Atma atau Ruh adalah Percikan Brahman dalam definisi Weda atau Tiupan/Hembusan Nafas Allah dalam definisi Al-Qur’an atau

Pencitraan/Duplicate Allah dalam definisi Injil dan Taurat!

Atma dan Ruh adalah bagian langsung dari BRAHMAN, dari ALLAH, dari BAPA itu sendiri! Tidak ada yang menciptakan Ruh atau Atma. Yang diciptakan adalah Badan Halus (Suksma

(26)

26 Sariira/Nafs) dan Badan Kasar (Sthula Sariira/Jasad)! Sadarkah anda sekarang? Telitilah dengan seksama kitab suci anda, adakah firman yang menyatakan Ruh itu diciptakan?

LANANG SUJATI artinya, Manusia yang memahami kemuliaan proses penciptaan melalui penis/vagina-nya, yang merupakan lantaran untuk kelahiran kembali para Atma atau Ruh! 2. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 20 :

Upamane ingsun adus warih, badaningsun wus kaisen toya, kalamun adus gênine, jro badan isi latu, yen rêsika sun gosok siti, asline saking lêmah, sun dus-ana lesus, badanku sumbêr maruta, tuduhêna kinarya adus punapi, ujarnya Guru tiga.

Jikalau aku harus mandi menggunakan air, tubuhku sudah penuh dengan unsur air, jikalau harus mandi menggunakan api, didalam badan penuh unsur api, jikalau harus membersihkan diri dengan menggunakan tanah, sudah jelas daging ini berasal dari tanah, aku mandi

menggunakan angin leysus, badanku sumber dari angin, beritahu kepadaku apa yang harus aku pakai untuk mandi? Ketiga Guru menjawab.

Ini adalah jawaban yang merupakan kritik kepada para agamawan yang terlampau

mementingkan syari’at. Mereka-mereka yang terpaku pada tata lahir dan procedural belaka. Begitu sudah tunai, mereka merasa sudah cukup dan sempurna! Gatholoco menyengaja memberikan gambaran, bahwa AIR tidaklah cukup untuk mensucikan diri secara menyeluruh. AIR hanya mampu menggelontor kotoran LAHIR semata! Maka Gatholoco menyatakan, apa yang hendak aku gunakan untuk men-sucikan diri ini? Jikalau memakai AIR, bukankah JASAD FISIK atau STHULA SARIIRA ini berasal dari unsur AIR. Jikalau memakai API, bukankah JASAD FISIK atau STHULA SARIIRA ini juga berasal dari unsur API. Pun jikalau memakai ANGIN, bukankah JASAD FISIK atau STHULA SARIIRA inipun berasal dari unsur ANGIN? Begitu juga jika hendak disucikan dengan TANAH, bukankah JASAD FISIK atau STHULA SARIIRA inipun berasal dari unsur TANAH?

Keempat Unsur yang disebutkan Gatholoco, umum dipahami sebagai empat pembentuk JASAD FISIK manusia. Empat unsur Alam yang sangat vital, yaitu TANAH/LOGAM (PRTIWI), AIR (APAH), API/CAHAYA (TEJA) dan ANGIN (WAYU) .

Namun sesungguhnya ada satu unsur lagi yang juga sangat vital membentuk JASAD FISIK manusia, yaitu RUANG (AKASHA). Tanpa ada RUANG, maka tidak akan ada celah dan rongga dalam susunan anatomi JASAD FISIK. Sesungguhnya unsur RUANG menempati bagian yang penting. Dan RUANG menurut Weda, masih juga dikategorikan sebuah MATERI! Masih

(27)

27 merupakan BENDA FISIK! Para saintis modern telah pula mulai melakukan pengujian untuk membuktikan hipotesa bahwa RUANG masih juga merupakan MATERI.

Semesta ini terus mengembang. Terus membentuk ciptaan-ciptaan baru. Kemanakah segala benda ciptaan itu mengembang kalau tidak menuju RUANG. Berarti, begitu Semesta ini mengembang, maka akan terus tercipta RUANG baru!

Jauh-jauh hari, sebelum manusia modern bisa membuktikan bahwa semesta ini terus mengembang, dalam Weda telah disebutkan secara jelas tanpa harus ditafsir-tafsirkan lagi : “Semoga Brahman, yang bagaikan laba-laba dengan jejaringnya yang terus keluar dari dalam diri-Nya, yang dihasilkan oleh PRADHANA/PRAKRTI-Nya, sehingga terus tercipta Alam Semesta ini, berkenan memberikan berkah kepada kami, sehingga kami dapat kembali menyatu dengan-Nya.”

(Swetaswatara Upanishad:6:10)

Namun teori yang menyatakan bahwa RUANG termasuk dalam unsur vital pembentuk JASAD FISIK, tidak begitu bisa dipahami oleh masyarakat Jawa setelah ajaran Shiwa Buddha

meninggalkan Pulau Jawa. Sampai detik ini, masyarakat Jawa sudah terbiasa meyakini hanya ada empat unsur vital pembentuk JASAD FISIK manusia yaitu, TANAH/LOGAM (Sanskerta : PRTIWI, Jawa : BUMI), AIR (Sanskerta : APAH, Jawa : BANYU), API/CAHAYA (Sanskerta : TEJA, Jawa : GENI), UDARA (Sanskerta WAYU, Jawa : ANGIN). Sedangkan RUANG (AKASHA), terlupakan.

Masyarakat Bali masih bisa memahami. Mereka mengenalnya dengan istilah PANCA MAHA BHUTA (LIMA MAHA UNSUR MAKHLUK)!

Dan Gatholoco, tidak menyinggung tentang unsur RUANG karena dia tengah berdialog dengan masyarakat Jawa pasca Majapahit runtuh! Bahkan mereka yang tengah berdialog dengan Gatholoco ini, hanya mengenal keyakinan bahwa manusia tercipta dari AIR dan TANAH saja! 3. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 21 :

Asal banyu yêkti adus warih, dimen suci iku badanira, Gatholoco sru saure, Sira santri tan urus, yen suciya sarana warih, sun kungkum sangang wulan, ora kulak kawruh, satêmêne bae iya, ingsun adus Tirta Tekad Suci Êning, ing tyas datan kaworan.

Tubuhmu berasal dari cairan (sperma) sudah layak jika mandi menggunakan air, agar suci dirimu itu, Gatholoco lantang menjawab, Kalian santri bodoh! Jikalau bisa suci karena mandi

(28)

28 dengan air, aku akan berendam selama sembilan bulan saja, tidak perlu mencari ilmu (Ke-Tuhan-an), ketahuilah bahwa sesungguhnya, aku telah mandi Air Tekad Suci yang Jernih, yaitu jernihnya hati tanpa dikotori oleh.

AIR masih juga dianggap sebagai sarana mutlak sebagai alat pensuci. Gatholoco tertawa dan menjawab dengan cerdas. Jikalau memang hanya dengan memakai AIR aku bisa menjadi suci, bukankah lebih baik aku berendam selama sembilan bulan saja, tidak perlu mencari ilmu Ke-Tuhan-an? Pensuci yang sesungguhnya, tak lain adalah TIRTA TEKAD SUCI ÊNING (AIR TEKAD SUCI JERNIH) . Sebuah AIR ABSTRAK YANG KELUAR DARI TEKAD UNTUK MENSUCIKAN DAN MENJERNIHKAN SEGALA KEKOTORAN BATIN MANUSIA! ITULAH AIR YANG BISA

MENGGELONTOR SELURUH KEKOTORAN BATIN! 4. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 28 :

Gatholoco anauri malih, Yen mangkono isih lumrah janma, ora kinaot arane, beda kalawan Ingsun, kabeh iki isining bumi, sakurêbing akasa, dadi darbek-Ingsun, kang anyar sarwa gumêbyar, Sun kon nganggo marang sanak-sanak mami, Ngong trima nganggo ala.

Gatholoco menyahuti lagi, Jikalau begitu jelas kalian hanya manusia lumrah, bukan manusia pilihan namanya, berbeda dengan-Ku, sesungguhnya semua yang ada dibumi, dan yang ada dibawah langit, adalah milik-Ku, yang baru dan gemerlap, sengaja Aku berikan kepada saudara-saudaraku (semua makhluk hidup), Aku rela memakai yang jelek-jelek saja.

Atma adalah Percikan Brahman. Semesta ini adalah materi baru yang tercipta dari proses ‘Persempitan ke-Mutlak-an Brahman’.

Atma adalah percikan. Semesta adalah ciptaan. Atma tak berawal dan berakhir. Langgeng abadi. Semesta ini mempunyai awal dan akhir. Tiada abadi. Makanya Semesta ini disebut pula sebagai ALAM MAYA!

Jika Atma dan Brahman itu sesungguhnya adalah SATU KESATUAN TUNGGAL, maka seluruh benda ciptaan ini sesungguhnya adalah milik Sang Atma juga.

Manakala dalam kenyataannya, kini Sang Atma kadangkala tidak mampu menikmati apa yang sesungguhnya merupakan milik-nya sendiri diseluruh Semesta raya ini, hal itu dikarenakan Sang Atma tengah terikat oleh Buah Karma-nya! Buah Karma yang dibuat-nya dan harus dinikmati-nya sendiri! Jika Sang Atma telah lepas dari jeratan Buah Karma, maka Sang Atma akan kembali memperoleh KESADARAN PURNA-NYA, KESADARAN MUTLAK-NYA. Sang Atma akan mampu

(29)

29 merengkuh kembali segala milik-nya tanpa harus dibatasi lagi oleh takdir. Takdir yang

sesungguhnya dia buat sendiri tanpa disadari!

Seluruh PEMIKIRAN (MANASIKA) Sang Atma, seluruh UCAPAN (WACIKA) Sang Atma, seluruh TINDAKAN (KAYIKA) Sang Atma, sesungguhnya adalah aktifitas pembuatan sebuah takdir bagi diri Sang Atma sendiri. Jika seluruh PEMIKIRAN, UCAPAN dan PERBUATAN Sang Atma

cenderung positif, Sang Atma sesungguhnya telah menguntai takdir positif bagi diri-nya. Jika seluruh PEMIKIRAN, UCAPAN dan PERBUATAN Sang Atma cenderung negatif, sesungguhnya Sang Atma telah menguntai takdir negatif pula bagi diri-nya sendiri. Takdir bukan dibuat oleh Tuhan dari atas langit sana! Tidak ada Malaikat yang bertugas mencatat takdir anda! Yang ada, seluruh aktifitas anda yang keluar dari PEMIKIRAN, UCAPAN dan PERBUATAN, secara otomatis terekam oleh PRAKRTI! Terekam oleh ALAM! Dan Alam yang akan menumbuhkan buahnya, BAIK maupun BURUK, tergantung apa yang anda tanam! MALAIKAT ITU TAK LAIN ADALAH ALAM ITU SENDIRI! Sadari itu!

Dan buah perbuatan anda (Karmaphala ; Karma : Perbuatan, Phala : Buah) tidak bisa tidak, harus kembali kepada anda! Siapa yang menanam akan memetik! Siapa yang menabur angin akan menui badai! Tidak ada orang yang akan menggantikan! Dalam ungkapan Al-Qur’an sangat indah dinyatakan : SETIAP ORANG AKAN MEMIKUL DOSANYA SENDIRI! WALAUPUN ITU SEKECIL DZARROH (DEBU)!

Dan jika Sang Atma telah mampu terlepas dari ikatan samsara, terlepas dari lingkaran ‘penanaman’ dan ‘penuaian’ hasil aktifitas yang terus menerus tiada henti tersebut,

sesungguhnya Sang Atma akan kembali memiliki segala apa yang ada di seluruh semesta raya ini!

Inilah maksud Gatholoco! Dan manusia-manusia semacam Gatholoco, sesungguhnya telah mampu ‘memenuhi segala apa yang dikehendakinya’. Namun apalah arti dunia bagi manusia-manusia semacam dia! Karena KESADARAN PURNA yang telah dicapainya, tidak bisa

dibandingkan dengan seluruh kenikmatan dan gemerlapnya duniawi! KESADARAN PURNA lebih GEMERLAP DAN NIKMAT daripada segala macam gemerlap dan kenikmatan duniawi yang gampang menguap bagai embun di pagi hari!

(30)

30 Apan Ingsun trima nganggo iki, pêpanganan ingkang enak-enak, kang lêgi gurih rasane, pêdhês asin sadarum, Sun kon mangan mring sagung janmi, ingkang sinipat gêsang, dene Ingsun amung, ngawruhi sadina-dina, Sun tulisi sastrane salikur iji, Sun simpên jroning manah. Cukuplah Aku memakan yang ini saja, segala makanan yang enak-enak, yang manis gurih rasanya, pedas dan asin semuanya, Aku berikan untuk dimakan oleh seluruh manusia, dan semua makhluk yang bersifat hidup, sedangkan Aku hanyalah, meneliti setiap hari, Ku catat dalam sebuah sastra sebanyak Duapuluh Satu buah (angka Dua melambangkan mereka yang masih terikat Dualitas duniawi, angka Satu melambangkan mereka yang telah lepas dari Dualitas duniawi. Manusia yang Kesadarannya tinggi, mampu meneliti dan mengamati kedua jenis tingkatan kesadaran para manusia tersebut. Inilah makna Sastra Salikur Iji atau Sastra Duapuluh Satu yang dimaksud Gatholoco), dan Aku simpan didalam hati.

Manusia yang telah mencapai KESADARAN PURNA, maka KASIH yang ada didalam dirinya meluap-luap bagai gelombang samudera! Dia akan terus mendaur ulang segala unsur-unsur ekstrim Alam yang hendak mengacaukan ke-stabil-an semesta sebagai tempat yang masih harus ada.

Tempat yang masih harus ada sebagai media ber-evolusi bagi Atma-Atma yang masih belum mencapai KESADARAN PURNA!

Manusia-manusia yang telah mencapai KESADARAN PURNA, selain terus ‘membantu proses ke-stabil-an’ semesta, kadang pula mereka akan membimbing Atma-Atma lain, memandu

secukupnya, dengan tidak meninggalkan kemandirian dari mereka yang tengah di bimbing! Nabi Khidir, Babaji Maha Avatar, Semar, dll adalah contoh-contoh dari sosok manusia-manusia suci pembimbing ini!

Mereka akan mengamati, mana saja para Atma yang mulai mampu lepas dari Dualitas Duniawi, dilambangkan dengan angka SATU, dan mana saja para Atma yang masih saja terus terikat dalam Dualitas Duniawi, dan dilambangkan dengan angka DUA.

Inilah makna ucapan Gathoooco yang selalu mengamati seluruh Atma, dicatat dalam Sastra yang disebut SASTRA SALIKUR IJI atau SASTRA DUA PULUH SATU. DUA melambangkan mereka-mereka yang masih terikat Dualitas Duniawi dan belum saatnya mendapat bimbingan dari Manusia-Manusia Berkesadaran Purna. SATU melambangkan mereka-mereka yang mulai bisa lepas dari Dualitas Duniawi dan sudah saatnya dibimbing oleh Manusia-Manusia Berkesadaran Purna seperti Gatholoco!

(31)

31 6. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 30 :

Ingsun dhewe mangan sabên ari, Ingsun milih ingkang luwih panas, sarta ingkang pait dhewe, najise dadi gunung, kabeh gunung ingkang ka-eksi, mulane kang bawana, padha mêtu kukus, tumuse gêni Sun pangan, ingkang dadi padhas watu lawan curi, klelet ingkang sun pangan. Yang Ku-makan setiap hari, Ku-pilih yang sangat panas, dan yang terlampau pahit (maksudnya semua unsur-unsur negatif Alam yang terlalu ekstrim), kotoran (batin)-Ku menjadi gunung, seluruh gunung yang terlihat, (maksudnya, semua unsur negatif yang terlalu ekstrim dari Alam, mampu didaur ulang menjadi unsur yang lebih positif melalui olah batin dari manusia-manusia yang berkesadaran tinggi. Dilambangkan dengan keberadaan sebuah gunung yang menyimpan api menakutkan, namun lava dari gunung berapi, sangat bermanfaat menyuburkan tanah, sehingga tanaman apapun akan gampang tumbuh disekeliling gunung berapi. Jelasnya, dari sesuatu yang menakutkan semacam gunung berapi, mampu didaur ulang menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi manusia. Begitu pula proses daur ulang yang secara tidak disadari telah dilakukan oleh manusia-manusia berkesadaran tinggi semacam Gatholoco kepada semua unsur negatif alam yang terlalu ekstrim), apa sebabnya dunia diliputi asap saja (maksudnya, banyak unsur api terlampau ekstrim yang sesungguhnya melingkupi dunia ini, namun berkat manusia-manusia yang penuh kesadaran semacam Gatholoco, secara tidak sengaja, mereka-mereka ini menyerap unsur api yang terlalu ekstrim tersebut dan didaur ulang menjadi unsur api positif yang lebih bermanfaat. Jika tidak ada manusia-manusia berkesadaran tinggi semacam Gatholoco, dapat dipastikan, meteor-meteor raksasa dan hal-hal ekstrim lainnya, akan menghantam dan mengacaukan bumi tanpa ada penghalang lagi! Sadarilah ini!), sebab api telah Aku makan, kotoran (batin)-Ku menjadi batu cadas (seperti halnya dipilihnya ‘Gunung’ sebagai sebuah perumpamaan proses pendaur ulang-an unsur ektrim Alam agar menjadi lebih bermanfaat, ‘Batu Cadas’ dipilih pula karena identik dengan kekokohan, sesuatu yang kokoh kuat. Maksudnya jelas, unsur ekstrim alam, bisa diubah menjadi sesuatu yang stabil demi keberlangsungan semesta sebagai tempat berevolusi. Berterima kasihlah kepada manusia-manusia berkesadaran tinggi seperti Gatholoco!) Aku cukup memakan candu ini. (maksudnya candu spiritualitas)

Uraian diatas saya kira sudah cukup jelas. Dengan penambahan sedikit. Sosok-sosok Manusia Berkesadaran Tinggi seperti Gatholoco, hingga detik ini, dan sampai nanti jika Para Atma masih banyak yang belum terseberangkan dari lautan Dualitas Duniawi, akan selalu ada dan hadir! Walau jumlah mereka akan berkurang dan bertambah, sesuai dengan siklus perputaran Jaman

(32)

32 (Yuga). Dalam Jaman Kali Yuga ini, mereka akan semakin berkurang. Banyak dari

mereka-mereka yang akan MELEBUR DENGAN SUMBER ABADI SEMESTA! Pada Jaman Satya Yuga kelak, jumlah mereka akan bertambah. Jumlah mereka bertambah karena banyak para Atma-Atma baru dari Jaman Kali Yuga yang meningkat KESADARANNYA!

Manusia-Manusia Suci seperti mereka bukanlah monopoli agama tertentu! Karena mereka telah lepas dari Dualitas Duniawi.

Status agama ‘A’atau ‘B’, adalah status DUNIAWI! Bagaimana bisa mereka membimbing kita melepaskan diri dari ikatan Dualitas Duniawi jikalau mereka sendiri masih terikat dengan status keduniawian?

SESUNGGUHNYA MEREKA-MEREKA TELAH TERLEPAS DARI SEGALA MACAM STATUS, ATRIBUT DAN TETEK BENGEK BENDERA DUNIAWI! JANGAN MENJADI BODOH DENGAN MEMPERCAYAI SEBUAH KEYAKINAN BAHWA MANUSIA YANG TELAH MENCAPAI KESEMPURNAAN SEPERTI GATHOLOCO MASIH JUGA MENJADI MILIK AGAMA ‘A’ ATAU ‘B’!

PARA MANUSIA ILLAHI SEMACAM GATHOLOCO AKAN TERTAWA MELIHAT KEKONYOLAN KEYAKINAN SEMACAM ITU!

7. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 31 :

Sadurunge Ingsun ngising najis, gunung iku yêkti durung ana, benjang bakal sirna maneh, lamun Ingsun wus mantun, ngising tai mêtu têka silit, titenana kewala, iki tutur-Ingsun, Guru tiga duk miyarsa, gya micara astane sarwi nudingi, Layak kuru tan pakra.

Sebelum Aku membuang kotoran (batin), seluruh gunung belumlah tercipta (maksudnya, dunia tidak akan stabil sebagai tempat yang sesuai bagi proses evolusi jiwa jika tidak ada manusia-manusia berkesadaran tinggi yang mampu mendaur ulang unsur-unsur ekstrim Alam seperti Gatholoco), kelak akan sirna kembali, jika Aku sudah tidak lagi, membuang kotoran lewat dubur, nyatakanlah kelak, apa yang Aku katakan ini. (maksudnya jika manusia-manusia yang berkesadaran tinggi hilang dari muka bumi, dapat dipastikan kiamat dunia akan tercipta!). Ketiga Guru begitu mendengar, segera berkata sembari menuding, Makanya kurus kering tidak lumrah manusia (tubuhmu).

Gatholoco hanya sekedar menegaskan, bahwa tanpa adanya Manusia-Manusia Berkesadaran Tinggi, Manusia-Manusia Illahi, yaitu Manusia-Manusia yang Merupakan Perwujudan Illahi, kestabilan semesta tidak akan tercipta. Jika Para Sadhu (Manusia Sempurna) seperti mereka

(33)

33 mulai berkurang, maka dapat dipastikan, kekacauan semesta akan tercipta. Dan pada puncak chaos yang sedemikian, maka akan lahirlah seorang Buddha (Yang Tersadarkan) , seorang Awatara (Perwujudan Illahi) , seorang Mesias (Juru Selamat) , seorang Nabi (Manusia pilihan Tuhan) , yang akan kembali menstabilkan semesta diakhir Jaman Kali Yuga kelak!

Dalam Hindhuisme, Kalki Awatara kelak akan turun untuk menghancurkan Asura Kali dan mengakhiri Jaman Kali Yuga menuju ke Jaman Satya Yuga kembali. Dalam Buddhisme, Buddha Maitreya kelak akan turun manakala Dhamma sudah terlupakan! Dalam Kristianisme, Jesus akan turun untuk menghancurkan Lucifer dan mengakhiri dunia lama menuju dunia baru. Saat itulah Armagedon tengah tercipta! Dalam keyakinan Islam, Nabi Isa a.s. kelak akan turun untuk menghancurkan Dajjal!

Kalki, Maitreya, Jesus, Isa, apakah mereka pribadi yang beda? Mengapa masih ngotot menunjukkan keyakinannya sendiri yang paling benar? Sampai dibela-belain menumpahkan darah segala?

Sadarlah saudaraku!

8. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 32 :

Gatholoco sigra anauri, Mila ingsun kurune kalintang, krana nurut mring karsane, Gusti Jêng Nabi Rasul, sabên ari ingsun turuti, tindak mênyang ngêpaken, awan sore esuk, mundhut candhu lawan madat, dipun dhahar kalawan dipun obongi, Allah kang paring wikan. Gatholoco segera menjawab, Tubuhku kurus disebabkan, karena menuruti perintah, Gusti (Kang)jêng Nabi Rasul(lullah), setiap hari aku turuti, bertandang ke tempat madat, siang sore pagi, mengambil candu dan madat, dimakan langsung maupun dibakar lalu dihisap, Allah yang memberikan ijin. (Maksudnya Kangjêng Nabi Rasul dalam kesadaran Gatholoco, bukanlah Nabi Muhammad, melainkan Ruh-nya sendiri, Atma-nya sendiri. Suara Atma, suara Ruh, yang sering diistilahkan dengan SUARA NURANI, memerintahkan manusia-manusia seperti Gatholoco untuk terus mabuk spiritual, agar terus ke-Candu-an dengan Ke-Illahi-an. Dan Allah-pun me-ridloi!) Ruh ini, Atma ini, adalah Utusan, adalah Rasul yang sesungguhnya! Sebejat apapun manusia, searogan apapun manusia, sekejam dan sejahat apapun manusia, se-psikopat apapun manusia, pasti masih memiliki rasa bersalah! Dan rasa bersalah itu berasal dari SUARA RUH KITA! INILAH YANG SERING DIISTILAHKAN DENGAN SUARA HATI NURANI!

(34)

34 Masih terngiangkah anda semua dengan teriakan Jesus bahwa Dia datang bukan dengan hukum Taurat Musa, tapi Dia datang dengan Hukum Roh? Apakah itu? Tak lain adalah HUKUM YANG BERASAL DARI SUARA ROH. SUARA HATI NURANI!

Masih ingatkah anda sabda Bhagawan Manu melalui Bhagawan Bregu yang menyatakan bahwa ATMANASTUTI (SUARA ATMA) adalah Hukum tertinggi, bahkan melebihi Weda sekalipun? Lantas mengapakah anda memaksakan memberlakukan sebuah Hukum jika NURANI anda sendiri memberontak karenanya? Nurani anda adalah KEJUJURAN MURNI. Anda bisa menipu orang lain. Anda bisa menang berpekara dengan orang lain walau sebenarnya anda dipihak yang salah. Namun dalam kesendirian, pasti akan terdengar suara Ruh anda yang mengatakan bahwasanya sesungguhnya akulah yang salah. Ada sesal, ada kasihan dan ada rasa bersalah! Walaupun rasa itu kadang dengan mahirnya kita tepiskan melalui pembenaran-pembenaran dari Pikiran liar kita! Jika kita terbiasa menepis SUARA RUH, SUARA NURANI, anda akan menjadi orang MUNAFIK SEJATI! Manusia bisa membohongi manusia lain, tapi sesungguhnya tidak ada manusia yang bisa membohongi DIRINYA SENDIRI!

Dengan meditasi, volume SUARA NURANI ini akan semakin keras terdengar! Dengan

membiasakan sikap KASIH kepada sesama, volume SUARA RUH ini-pun akan semakin nyaring! Dan dengan membiasakan mengikuti SUARA ini, dapat dipastikan anda telah berada dijalan yang benar!

Suara tersebut sebenarnya adalah SUARA ANDA YANG SEJATI. YAITU ANDA YANG LEPAS DARI KUNGKUNGAN KESADARAN RELATIF, PIKIRAN RELATIF, PERASAAN RELATIF DAN MEMORY RELATIF ANDA!

Sadarilah, selama ini anda hidup dengan Kesadaran, Pikiran, Perasaan dan Memory Relatif anda. Anda belum hidup dalam ROH!

Jesus Kristus, focus membahas tentang hal ini! Anda selama ini tengah hidup dalam DAGING!! Dan anda sesungguhnya bukanlah DAGING! Anda adalah ROH! Siapa yang mengikuti kemauan DAGING, dia akan hidup ditengah orang-orang mati! Yaitu kegelapan kesengsaraan duniawi. Terikat proses kelahiran dan kematian yang tiada henti. Dunia yang penuh gemeretak-nya gigi karena kesedihan! Dunia dibawah KUASA GELAP IBLIS yang tak lain sesungguhnya adalah KUASA DUALITAS DARI PRAKRTI! Siapa yang HIDUP DALAM ROH, dia patut bersuka cita. Karena pembebasan akhir menuju KEDIAMAN BAPA, yaitu KERAJAAN ALLAH, telah nyata! Inilah

Referensi

Dokumen terkait

Ipak, funkcionalnost bibliografskih zapisa u modernom umreženom društvu pravilnicima ne može biti dovoljno dobro regulirana kao što je to bio slučaj u doba kataložnih listića..

 menyusun rencana program, kegiatan dan anggaran Sub Bidang Validasi, Pelayanan dan Verifikasi sesuai dengan rencana kerja Badan;.  melaksanakan validasi dan verifikasi

Even there was a tendency that communicative students dominate the quantity of interaction in their speaking especially in time of speaking but this research also

Proses pengembangan produk media audio dan audiovisual dilakukan dengan (1) pengambilan data yang berbentuk kuesioner terhadap siswa kelas X SMA Bopkri Banguntapan Bantul

POLISAKARIDA SENYAWAAN PEKTAT DAN PEKTIN • Merupakan salah satu jenis polisakarida structural yang terdapat di semua bagian jaringan tanaman darat,s ebagai bagian penyusun dinding

Dalam sistem ini setiap suara yang diperoleh oleh suatu partai atau. golongan dalam suatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah SEM ( structural Equation Modeling). Dari penelitian ini didapatkan hasil, pertama bahwa variabel Budaya

Secara umum cedera otak pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, dan ini terjadi pada kelompok usia remaja sampai dengan dewasa muda, penyebab trauma