• Tidak ada hasil yang ditemukan

TOTAL BAKTERI ASAM LAKTAT, KADAR AIR DAN PROTEIN KEJU PERAM SUSU KAMBING YANG MENGANDUNG PROBIOTIK Lactobacillus casei DAN Bifidobacterium longum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TOTAL BAKTERI ASAM LAKTAT, KADAR AIR DAN PROTEIN KEJU PERAM SUSU KAMBING YANG MENGANDUNG PROBIOTIK Lactobacillus casei DAN Bifidobacterium longum"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

244

TOTAL BAKTERI ASAM LAKTAT, KADAR AIR DAN PROTEIN KEJU PERAM SUSU KAMBING YANG MENGANDUNG PROBIOTIK Lactobacillus casei DAN Bifidobacterium longum ( TOTAL OF LACTIC ACID BACTERIA, MOISTURE AND PROTEIN CONTENTS OF RIPENED GOAT’S MILK CHEESE CONTAINING PROBIOTIC Lactobacillus casei AND Bifidobacterium

longum )

Astri Mardiani*, Juni Sumarmono, dan Triana Setyawardani Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

*astri.mardiani@yahoo.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh level starter bakteri asam laktat (BAL) yang berbeda terhadap total BAL, kadar air dan protein keju susu kambing yang disimpan selama 14 hari. Bahan yang digunakan adalah susu kambing Peranakan Etawa dan starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum). Metode penelitian ini adalah experimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdapat 3 perlakuan dan 6 kali ulangan. Perlakuannya yaitu P1 (2 %), P2 (4 %) dan P3 (6 %), dengan ratio starter BAL 1:1. Rataan total yang diperoleh untuk total BAL, kadar air dan protein keju susu kambing yang disimpan selama 14 hari secara berurutan adalah 9,28 log cfu/g, 42,53 % dan 21,41 %. Level starter BAL (2 %, 4 % dan 6 %) tidak berpengaruh terhadap total BAL, kadar air dan protein. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan starter BAL sebanyak 2 % direkomendasikan untuk membuat keju susu kambing yang mengandung probiotik.

Kata kunci: susu kambing, keju, probiotik, total BAL, kadar air dan protein ABSTRACT

The aim of this research was to study the effects of different levels of lactic acid bacteria (LAB) starter on total LAB, moisture and protein contents of goat’s milk cheese stored for 14 days. The materials used were Peranakan Etawa’s goat milk and LAB starter (Lactobacillus

casei and Bifidobacterium longum). The research method was experimental using a

completely randomized design (CRD). There were three LAB starter levels used as treatments, with 6 replicates. The treatments were P1 (2 %), P2 (4 %), and P3 (6 %), with

Lactobacillus casei : Bifidobacterium longum ratio 1:1. The total average values for total

LAB, moisture and protein contents of goat’s milk cheese stored for 14 days were 9,28 log cfu/g, 42,53 %, and 21,41 %, respectively. Levels of LAB starter (2 %, 4 %, and 6 %) have no significant effects on total LAB, moisture and protein contents. In conclusion, 2 % of LAB starter level is recommended to produce probiotic cheese from goat’s milk.

Keyword: goat’s milk, cheese, probiotic, total LAB, moisture and protein contents PENDAHULUAN

Susu merupakan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena memiliki komponen protein, lemak, vitamin, mineral dan laktosa yang cukup tinggi, akan tetapi susu tersebut harus memenuhi syarat kesehatan dan kebersihan. susu merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, selain itu susu dapat mudah rusak jika tidak ditangani dengan baik,

(2)

245

sehingga masa simpan susu relatif singkat. Langkah tepat untuk menangani kelebihan susu sebagai bahan pangan bernilai gizi tinggi adalah dengan cara mengolah susu tersebut menjadi produk olahan untuk memperpanjang masa simpan. Poling yang dilakukan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007 adalah bahwa sekitar 52 % masyarakat memilih keju sebagai produk olahan susu yang paling disukai dibandingkan yoghurt dan es krim. Rata-rata keju yang ada di pasaran berasal dari susu sapi dan hanya 6 % pemanfaatan susu kambing sebagai bahan baku dalam memproduksi keju (Dale, 2006).

Teknologi pengolahan pangan dengan menambahkan BAL probiotik pada keju dapat meningkatkan sifat fungsional keju. Bakteri asam laktat probiotik merupakan mikroorganisme yang mendukung kesehatan, dengan cara meningkatan fungsi kekebalan tubuh inang (Yildiz, 2010). Berdasarkan hal tersebut, beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui potensi BAL probiotik pada berbagai produk olahan keju. Penelitian Ong

et al. (2010) menjelaskan bahwa keju cheddar merupakan carrier BAL probiotik.

Istilah probiotik berasal dari kata probiotika yang merupakan substansi esensial aktif untuk kesehatan. Umumnya probiotik tersedia dalam bentuk susu fermentasi atau keju yang diberi bakteri BAL seperti Bifidobacterium spp. atau Lactobacillus spp. atau

Saccharomyces boulardii (Berg, 1996). Total BAL diharapkan tersedia di dalam usus adalah

109-1010 colony forming unit (cfu) (Sanders, 1998) atau 108-1011 cfu setiap serving (Rahayu,

2009) agar dapat dirasakan manfaatnya sebagai probiotik.

Kadar air dalam suatu bahan pangan dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme dalam bahan pangan. Penambahan enzim dan BAL mampu menurunkan nilai kadar air produk (Miskiyah et al., 2011). Proses pemutusan ikatan peptida yang terdapat pada protein dalam proses hidrolisis protein oleh enzim protease juga membutuhkan air. Semakin aktif daya proteolitiknya semakin banyak kebutuhan akan air, sehingga akan menurunkan nilai aktivitas air bahan (Winarno, 1997).

Penambahan BAL akan berpengaruh terhadap kadar protein keju. Kemampuannya yang dapat menghasilkan enzim proteolitik walaupun sifat proteolitiknya rendah, akan meningkatkan protein keju. Penambahan yakult dan yoghurt pada keju menunjukkan aktivitas proteolisis yang lebih tinggi dibandingkan kontrol (Murti dan Hidayat, 2009).

Level starter BAL akan mempengaruhi perubahan biokimia serta total BAL pada keju yang dibuat. Penelitian tentang total BAL, kadar air dan protein keju peram susu kambing menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan level penggunaan starter yang optimal dalam menghasilkan keju dengan kualitas baik. METODE

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah susu kambing Peranakan Etawa 24 lt, starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum) dalam media MRSB (de-Man

Rogosa Sharpe Broth), susu skim, garam, microbial renet, aquadest, spirtus, MRSA (de-Man Rogosa Sharpe Agar), alkohol, H2SO4, asam borat, indikator (methyl red) + BCG, natrium sitrat, NaCL proanalis, dan NaOH 0,1 N.

(3)

246

Alat yang digunakan dalam penelitan keju peram susu kambing yang mengandung probiotik adalah becker glass, tabung ulir, inkubator, buah tabung Scott, batang pengaduk, kompor, kain saring, panci, timbangan, termometer, alat pres, saringan, vortex, aluminium foil, lemari es, autoclave, toples, tip, spatula, sendok, cawan petri, micropipet , pisau, beban dengan berat 5 kg, bunsen, oven, desikator, tabung Kjeldahl, pipet tetes, destruktor, destilator dan alat titrasi.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah penggunaan level starter BAL Lactobacillus casei dan

Bifidobacterium longum (1:1) yang berbeda pada tahap pengasaman dalam pembuatan keju

susu kambing yang disimpan selama 14 hari. Susunan perlakuannya yaitu : P1= Penggunaan starter BAL 2 %

P2= Penggunaan starter BAL 4 % P3= Penggunaan starter BAL 6 %

Pembuatan inokulum, masing-masing bakteri Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum dalam MRSB ditanamkan ke dalam 10 ml MRSB pada tabung ulir sebanyak 0,3 ml

dengan menggunakan micropipet. Diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37o C dan larutan

MRSB yang terlihat keruh, itu menandakan bakteri berkembang dengan baik.

Pembuatan starter, susu skim dilarutkan dengan aquades dalam becker glass,

kemudian dipanaskan dan diaduk hingga 100o C selama 30 menit. Suhu susu skim

diturunkan hingga 40o C dan dimasukkan ke dalam 3 labu erlenmayer masing masing 20 ml,

40 ml dan 60 ml, kemudian ditambahkan inokulasi BAL dalam MRSB berturut turut 2 %, 4 % dan 6 %, selanjutnya diinkubasi selama 18 jam.

Pembuatan keju, susu kambing sebanyak 4,5 liter dipanaskan hingga 85o C selama 10

menit di dalam panci kemudian suhu susu diturunkan hingga 40o C. Susu tersebut

dipisahkan kedalam 3 panci lain masing masing P1 (980 ml), P2 (960 ml) dan P3 (940 ml), 4) dan ditambahkan starter pada P1 2 % (20 ml), P2 4 % (40 ml) dan P3 6 % (60 ml). Susu dan

starter diaduk rata dan kemudian diinkubasi selama 5 jam pada suhu 37o C, setelah itu

ditambahkan renet masing-masing 0,01 g yang dilarutkan pada 2 ml aquades dan setelah itu

diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37o C hingga menggumpal atau terbentuk curd,

selanjutnya curd dipotong-potong dan setelah itu dilakukan pemanasan pada suhu 40o C

selama 30 menit, kemudian lakukan whey separation dengan menggunakan kain saring dan setelah itu ditimbang. Tiga persen garam ditambahkan pada curd kemudian dilakukan pengepresan dengan beban 5 kg selama 1 jam. Curd dicelupkan ke dalam larutan garam 20 %, kemudian curd yang telah di pres ditimbang dan keju tersebut dibungkus dengan kain

saring untuk disimpan selama 14 hari di lemari pendingin dengan suhu 10o C.

Macam peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah total BAL, keju susu kambing yang disimpan selama 14 hari ditanam pada media MRSA dan dihitung dengan colony

counter (BAM, 2001). Peubah yang lainnya adalah kadar air yang akan dianalisis

menggunakan metode Oven dan kadar protein dianalisis dengan menggunakan metode Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1989).

(4)

247

HASIL DAN PEMBAHASAN Total Bakteri Asam Laktat

Penggunaan level starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum) yang berbeda pada penelitian keju susu kambing yang disimpan selama 14 hari, memperlihatkan rataan total BAL terendah dan tertinggi secara berturut-turut diperoleh pada level starter BAL 2 % dan 6 %. Kisaran rataan total BAL dalam penelitian ini adalah 8,99 s/d 9,44 log cfu/gr (Gambar 1). Analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh level starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum) tidak berpengaruh nyata pada total BAL yang dihasilkan.

Gambar 1. Pengaruh Level Starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium

longum) yang Berbeda terhadap Total BAL Keju Susu Kambing yang

Disimpan Selama 14 Hari

Ross et al. (2002) melaporkan bahwa, Lactobacillus dan Bifidobacterium merupakan BAL yang potensial untuk menjadikan keju tersebut sebagai pangan fungsional. Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian ini, penggunaan starter BAL Lactobacillus casei dan

Bifidobacterium longum pada level 2 %, 4 % dan 6 % menghasilkan keju yang memiliki total

BAL yang mampu mencapai standar bahan pangan probiotik dan menjadikan keju tersebut termasuk dalam pangan fungsional. Menurut Tamime et al. (2005), minimum total BAL dalam pangan probiotik adalah 6 log cfu/gr pada saat waktu kadaluarsa. Dosis yang dianjurkan agar dapat dirasakan manfaat dari probiotik tersebut yaitu 8 log cfu/gr setiap

serving (Rahayu, 2009).

Kemampuan mikroorganisme untuk tetap tumbuh dan berkembang merupakan hal yang terpenting untuk mempertahankan eksistensi dalam bahan pangan. Pertumbuhan

optimal mikroorganisme khususnya bakteri dicapai saat fase logaritmis atau eksponensial

yang merupakan fase dimana bakteri dapat berkembang biak secara eksponensial sampai 8.99 9.41 9.44 8.5 8.8 9.1 9.4 9.7 2 4 6 Tot al B A L (lo g cf u /g r)

(5)

248

jumlah maksimum yang dicapai setelah sebelumnya mengalami fase penyesuaian diri dengan kondisi baru, biasa disebut dengana fase lambat (Buckle et al., 1987). Kurangnya dukungan nutrisi dan kondisi lingkungan akan memepengaruhi kemampuan bakteri untuk tumbuh dan berkembang (Beresford et al., 2001), adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan tersebut adalah persaingan nutrisi dan ketersediaan kadar air.

Nutrisi keju yang mampu dimanfaatkan oleh BAL untuk mempertahankan hidupnya adalah komponen lemak, mineral susu (kalsium, fosfor dan magnesium) (Miller et al., 2007) dan yang paling penting adalah protein (Nisa et al., 2008) karena peptida dan asam amino yang dihasilkan dari perombakan protein menjadi sumber nitrogen untuk meningkatkan viabilitas BAL tersebut (Dave dan Shah, 1998). Nutrisi yang tersedia akan digunakan dalam proses metabolisme BAL, pertumbuhan dan viabilitas BAL pada proses fermentasi pangan ditentukan oleh kesesuaian dan kandungan nutrisi pangan itu sendiri (Nisa et al., 2008). Semakin banyak total BAL yang ada dalam suatu bahan pangan maka kompetisi antar BAL semakin ketat. Itu berarti semakin banyak total BAL dalam suatu bahan pangan, ketersedian nutrisi akan semakin menipis dan kelangsungan hidup BAL semakin pendek. Penggunaan starter BAL pada level 2 % dan 4 % memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang lebih optimal karena memiliki nutrisi yang lebih memadai dibandingkan level 6 %, sehingga hasil analisis total BAL menjadi tidak berbeda.

Bakteri asam laktat cenderung akan tumbuh pesat pada kadar air curd yang tinggi, sebaliknya pada kadar air yang rendah pertumbuhan BAL akan semakin menurun (Rahmawati, 2010). Kadar air curd akan mengontrol pertumbuhan BAL dengan mengatur tekanan osmotik terhadap dinding sel BAL (Daulay, 1991). Semakin rendah level penggunaan starter BAL maka ketersediaan air dalam keju lebih memadai dalam mengkontrol pertumbuhan BAL tersebut, sehingga pertumbuhan BAL pada level starter 2 % dan 4 % lebih optimal dibandingkan 6 %. Hal tersebut menyebabkan rataan total BAL pada penelitian ini tidak berbeda nyata.

Kesimpulan yang diperoleh adalah rekomendasi level penggunaan starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum) pada pembuatan keju susu kambing yang disimpan selama 14 hari sebanyak 2 % dari total bahan baku. Penggunaan level BAL sebanyak 2 % sudah mampu menghasilkan keju yang memiliki total BAL sesuai standar pangan probiotik. Standar minimal yang dibutuhkan agar suatu pangan disebut pangan probiotik yang memiliki manfaat khusus adalah 6 log cfu/gr.

Kadar Air

Penggunaan starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum) dengan level yang berbeda pada penelitian keju susu kambing yang disimpan selama 14 hari memberikan hasil yang tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air. Rataan kadar air pada penelitian ini berkisar antara 41,11 % s/d 42,72 %. Rataan kadar air tertinggi diperoleh dari keju dengan penggunaan starter BAL sebanyak 6 % dan rataan terendah diperoleh dari keju dengan level starter BAL 4 % (Gambar 2).

(6)

249

Gambar 2. Pengaruh Level Starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium

longum) yang Berbeda terhadap Kadar Air Keju Susu Kambing yang

Disimpan Selama 14 Hari

Standar kadar air pada keju cheddar adalah 41,7 % (Park et al., 2007). Hasil pengujian kadar air dalam penelitian ini masih berada pada kisaran tersebut, namun analisis statistik menunjukkan bahwa level starter BAL tidak berpengaruh terhadap kadar air keju dan hasil tersebut berbeda dengan yang dilaporkan oleh Miskiyah et al. (2011), bahwa penambahan enzim dan starter BAL berpengaruh dan akan menurunkan nilai kadar air produk. Level penggunaan starter BAL 2 %, 4 % dan 6 % menghasilkan rataan total BAL yang relatif sama sehingga air yang dibutuhkan oleh BAL untuk memetabolisme pangan tidak jauh berbeda, dan hal itu akan mempengaruhi kadar air keju yang dihasilkan.

Kadar air yang lebih sedikit, menjadikan keju sebagai produk yang memiliki masa simpan yang cukup panjang. Kadar air keju lebih dipengaruhi oleh faktor teknis dibandingkan dengan faktor biologis. Faktor teknis tersebut antara lain adalah cutting dan

salting.

Proses cutting merupakan proses pemotongan curd untuk memperluas permukaan, sehingga whey yang keluar lebih efektif (Daulay, 1991). Whey itu sendiri adalah cairan sisa pembuatan keju yang masih mengandung nutrisi, sehingga masih dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak (O’Connor, 1993). Semakin kecil potongan-potongan curd tersebut, maka semakin luas permukaan dan semakin banyak pula whey yang terbebas saat penyaringan. Sebaliknya, jika semakin besar potongan-potongan curd maka semakin sempit luas permukaan dan semakin sedikit whey yang terbebas dari curd saat penyaringan. Banyaknya

whey yang terjebak dalam curd maka kadar air keju semakin tinggi. Volume curd yang

berbeda harus diimbangi dengan teknik pemotongan yang sesuai karena hal tersebut akan menghasilkan volume potongan-potongan curd yang berbeda dan pada akhirnya akan mempengaruhi air yang terbebas.

41.76 41.11 42.72 40 40.5 41 41.5 42 42.5 43 43.5 44 44.5 45 2 4 6 K ad ar A ir (%)

(7)

250

Peranan garam dalam pembuatan keju memiliki 3 fungsi utama, selain berkontribusi secara langsung terhadap flavour dan sumber sodium, garam berfungsi untuk preservasi atau pengawetan karena berpengaruh terhadap pengurangan kadar air (Guinee, 2004). Kisaran penggunaan garam pada pembuatan keju adalah 1 % s/d 10 %, dan akan berpengaruh pada penggunaan lebih dari 2 % terhadap kadar air (Daulay, 1991; Satriya, 2007). Penggunaan garam 3 % pada penelitian ini dimungkinkan memiliki pengaruh terhadap kadar air namun dosisnya yang masih dalam batas minimal maka pengaruhnya tidak berbeda nyata.

Kesimpulan yang dapat diperoleh dalam penelitian ini bahwa penggunaan starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum) pada keju susu kambing yang disimpan selama 14 hari tidak berpengaruh pada kadar air. Kadar air pada level starter BAL 2 %, 4 % dan 6 % dalam penelitian ini masih sesuai dengan standar yaitu sekitar 41,7 %, secara kualitas masih belum mengalami penurunan. Dilihat dari kadar air keju dalam penelitian ini, menunjukan bahwa level starter BAL yang paling efisien adalah 2 %, level tersebut sudah mampu menghasilkan keju susu kambing yang disimpan selama 14 hari dengan kualitas yang relatif sama dibandingkan dengan keju yang menggunakan level starter BAL 4 % dan 6 %.

Kadar Protein

Penggunaan starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum) yang berbeda pada penelitian keju susu kambing yang disimpan selama 14 hari menunjukan hasil analisis statistik yang tidak berbeda terhadap kadar protein. Rataan kadar protein dalam penelitian ini berkisar antara 20,76 % s/d 21,86 %. Rataan kadar protein tertinggi berada pada level starter BAL 2 % dan rataan terendah pada level starter BAL 6 % (Gambar 3).

Gambar 3. Pengaruh Level Starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium

longum) yang Berbeda terhadap Kadar Protein Keju Susu Kambing

yang Disimpan Selama 14 Hari 21.86 21.6 20,76 20 20.8 21.6 22.4 2 4 6 K ad ar Pr o tei n (% )

(8)

251

Hasil penelitian mengindikasikan adanya trend kadar protein yang semakin menurun pada setiap peningkatan level pengunaan starter BAL. Hal itu pula yang terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Nisa et al. (2008) pada susu kedelai setelah pemeraman, bahwa peningkatan jumlah BAL akan diikuti dengan penurunan kadar protein. Semakin banyak total BAL dalam suatu bahan pangan maka kadar proteinnya semakin berkurang.

Trend kadar protein yang menurun pada setiap penggunaan level starter BAL tersebut,

disebabkan karena hasil pemecahan protein keju oleh BAL akan digunakan untuk pertumbuhannya sendiri. Protein dalam bahan pangan akan dipecah oleh BAL menjadi asam amino dan peptida yang digunakan sebagai sumber nitrogen dalam pertumbuhannya. Sistem yang harus dimiliki oleh BAL adalah sistem proteolitik yang mampu memecah protein pangan (Fox et al., 2000) menjadi sumber nitrogen (Dave dan Shah, 1998) dan sistem tersebut menyebabkan BAL mampu bertahan hidup. Level penggunaan starter BAL 2 %, 4 % dan 6 % menghasilkan rataan total BAL yang relatif sama dan hal tersebut berpengaruh pada kadar protein yang dihasilkan.

Rataan kadar protein pada penelitian ini masih dibawah standar keju cheddar yaitu sekitar 24,2 % (Buckle et al., 1987) bahkan 26 % (Scott, 1986). Belum tercapainya standar kadar protein yang berkisar antara 26 %, hal itu disebabkan waktu penyimpanan dalam penelitian ini terlalu singkat. Penelitian Utami (2005) membuktikan bahwa waktu penyimpanan mempengaruhi kadar protein keju, dan hasilnya adalah peningkatan kadar protein keju dapat dimaksimalkan hingga minggu ke-4 selama penyimpanan dan rataan kadar protein keju pada minggu ke-4, mampu mencapai rataan kadar protein sebanyak 27 % - 30 %.

Kesimpulan yang didapat pada penelitian ini adalah penggunaan starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum) pada level yang berbeda yaitu 2 %, 4 % dan 6 %, dilihat dari kadar protein yang dihasilkan ternyata tidak berbeda. Penggunaan starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium longum) dalam pembuatan keju susu kambing yang disimpan selama 14 hari direkomendasikan pada level 2 %. Level starter BAL 2 % sudah mampu menghasilkan keju susu kambing dengan kadar protein yang relatif sama dengan keju susu kambing yang menggunakan level starter BAL 4 % dan 6 %.

SIMPULAN

Penggunaan level starter BAL 2 %, 4 % dan 6 % tidak berpengaruh terhadap total BAL, kadar air dan protein keju susu kambing yang daisimpan selama 14 hari. Rataan total yang diperoleh untuk total BAL, kadar air dan protein keju susu kambing yang disimpan selama 14 hari adalah 9,28 log cfu/g, 42,53 % dan 21,41 %.

DAFTAR PUSTAKA

BAM [Bacteriological Analytical Manual]. 2001. Aerobic Plate Count. U.S. Food and Drugs Administration. www.fda.gov. (Diakses Tanggal 12 September 2012).

(9)

252

Beresford, T.P., N.A. Fitzsimons, N.L. Brennan, and T.M. Cogan. 2001. Recent Advances in Cheese Microbiology. International Dairy Journal. 11(4-7): 259-274.

Berg, R.D. 1996. The Indigenous Gastrointestinal Microflora. Departement of Microbiology and Immunology. Louisiana State University Medical Center. Shreveport 71106. USA. Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet, dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan

oleh H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Dale, J.S. 2006. Vermont Farmstead Cheese Marketing Study. Argosy Foundation Grant to

the Vermont Housing and Concervation.

www.vhcb.org/pdfs/farmsteadcheesereport.pdf. (Diakses Tanggal 14 Juni 2012). Daulay, D. 1991. Fermentasi Keju. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut

Pertanian Bogor.

Dave, R.I., and N.P. Shah. 1998. Inggredient Supplementation Effect on Viability of Probiotic Bacteria in Yoghurt. Journal of Dairy Science 81(11): 2804-2816.

Disnak [Dinas Peternakan]. 2007. Poling. www.disnak.jabarprov.go.id. (Diakses Tanggal 23 September 2012).

Fox, P.F., T.P. Guinee, T.M. Cogan, and P.L.H. McSweeney. 2000. Fundamentals of Cheese Science. Aspen Publication. London. UK.

Guinee, T.P. 2004. Salting and Role of Salt in Cheese. International Journal of Dairy Technology 57: 99–109.

Miller, G.D. J.K. Jarvis, and L.D. McBean. 2007. Handbook of Dairy Foods and Nutrition. 3rd Edition. Boca Ration: CRC Press.

Miskiyah, S. Usmiati, dan Mulyorini. 2011. Pengaruh Enzim Proteolitik dengan Bakteri Asam Laktat Probiotik terhadap Karakteristik Dadih Susu Sapi. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 16(4): 3004-311.

Murti, T.W., dan T. Hidayat. 2009. Pengaruh Pemakaian Kultur Tiga Macam Bakteri Asam Laktat dan Pemeraman Terhadap Komposisi Kimia dan Flavour Keju. Journal of the Indonesian Tropical Animal Agriculture 34 (1).

Nisa. F.C., J. Kunadi, dan R. Chisnasari. 2008. Viabilitas Dan Deteksi Subletal Bakteri Probiotik pada Susu Kedelai Fermentasi Instan Metode Pengeringan Beku (Kajian Jenis Isolat dan Konsentrasi Sukrosa sebagai Krioprotektan). Journal Teknologi Pertanian 9(1): 40-51.

O’Connor, C.B. 1993. Traditional Cheesemaking Manual. International Livestock Centre for Africa. Addis Ababa. Ethiopia.

Ong, L., A. Henriksson, and N.P. Shah. 2006. Development of Probiotic Cheddar Cheese Containing Lactobacillus acidophilus, Lb. casei, Lb. paracasei and Bifidobacterium spp. and the Influence of these Bacteria on Proteolytic Patterns and Production of Organic Acid. International Dairy Journal 16(5): 446–456.

Park, Y.W., M. Juarez, M. Ramoz, and G.F.W. Haenlein. 2006. Phsyco Chemical Characteristics of Goat and Sheep Milk. Small Ruminan Research 68: 88-113.

Rahayu, E.S. 2009. Perkembangan Terkini Penggunaan Probiotik dalam Industri Susu. Food Review Indonesia IV: 30-33.

(10)

253

Rahmawati, D. 2010. Pengaruh Metode Pateurisasi dan Jenis Starter yang Berbeda terhadap PH, Kadar Air dan Total Solid Keju Lunak Susu Kambing Peranakan Ettawa. Skripsi S1 Program Studi Produksi Ternak Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Ross, P.R., G. Fitzgerald , K. Collins, and C. Stanton. 2002. Cheese Delivering Biocultures: Probiotic Cheese. Australian Journal of Dairy Technology (5).

Sanders, M.E. 1998. Development of Consumer Probiotics for the US Market. Dairy and Food Culture Technologies. Littleton. USA.

Satriya, H. 2007. Pengaruh Jenis Rennet (Kambing dan Domba) dengan Taraf yang Berbeda terhadap Presentase Curd dan Kadar Air Keju Keras Cheddar. Skripsi SI Program Studi Produksi Ternak Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Scott, R. 1986. Cheesemaking Practice. Elsevier Applied Science Publisher. London.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian Edisi pertama. Liberty. Yogyakarta.

Tamime, A.Y., M. Saarela, A.K. Sondergaard, V.V. Mistry, and N.P. Shah. 2005. Production and Maintenance of Viability of Probiotic Micro-organisms in Dairy Product. Probiotik Dairy Products (3): 39-63.

Utami, D. 2005. Pengaruh Jenis Rennet dan Lama Pemeraman terhadap Kadar Air dan Kadar Protein Keju Susu Sapi. Skripsi S1 Program Studi Produksi Ternak Universitas Jenderal

Soedirman, Purwokwrto.

Gambar

Gambar 1.  Pengaruh Level Starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium  longum) yang Berbeda terhadap Total BAL Keju Susu Kambing yang  Disimpan Selama 14 Hari
Gambar 2.  Pengaruh Level Starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium  longum) yang Berbeda terhadap Kadar Air Keju Susu Kambing yang  Disimpan Selama 14 Hari
Gambar 3.  Pengaruh Level Starter BAL (Lactobacillus casei dan Bifidobacterium  longum) yang Berbeda terhadap Kadar Protein Keju Susu  Kambing  yang Disimpan Selama 14 Hari

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan (size), leverage, profitabilitas, tipe industri (profile), ukuran dewan komisaris, kepemilikan

EMCL bermitra dengan STIKes ICsada Bojonegoro menjalankan sebuah program pelatihan untuk mendukung kualitas pelayanan kesehatan masyarakat di desa-desa di sekitar lapangan Banyu

Tahap III akan membangun apartemen low rise dengan nilai sekitar Rp3 triliun seluas 5 ha dan akan diluncurkan pada tahun 2016, Tahap IV akan mengembangkan proyek

Receiver ULX-D menyambung ke sistem kontrol AMX atau Crestron via Ethernet, dengan menggunakan kabel serupa yang digunakan untuk memuat Shure Control (WWB6). Gunakan saja

Pemerintah pusat kembali mengeluarkan regulasi tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Berlakunya UU pajak dan retribusi daerah yang

Nadirah (2012) menjelaskan bahwa ikan yang terjangkit edwardsiellosis akan memperlihatkan gejala klinis sebagai berikut: (1) Terjadi luka pada kulit yang kemudian

tokoh masyarakat tentang keterlibatan gereja di dalam pengembangan ekonomi dan kemandirian. gereja

Pada penulisan skripsi ini dibahas tentang pengaruh adanya pilot pollution yang terjadi di kota Malang dengan memperhatikan kualitas jaringan teknologi WCDMA yang