• Tidak ada hasil yang ditemukan

QUALITY CONTROL AGENS PENGENDALI HAYATI GOLONGAN JAMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "QUALITY CONTROL AGENS PENGENDALI HAYATI GOLONGAN JAMUR"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1 QUALITY CONTROL AGENS PENGENDALI HAYATI GOLONGAN JAMUR

1.1. Latar Belakang

Perubahan paradigma konsumen terhadap produk pertanian yang dikonsumsinya, produk yang dalam proses produksinya tidak ramah lingkungan dan tidak mengindahkan keselamatan, kesehatan konsumen akan ditolak pasar. Untuk mendukung permasalahan tersebut, khususnya di bidang perlindungan tanaman diperlukan peran laboratorium proteksi yang handal dalam mengembangkan Agen Pengendali Hayati (APH) yang terjaga kualitasnya untuk mengendalikan OPT secara alami, sesuai PP nomor 6 tahun 1995 (Perlindungan tanaman, pasal 10 ayat 2 penggunaan APH).

Peran laboratorium akhir-akhir ini menjadi sangat penting bagi masyarakat. Pengertian laboratorium menurut ISO 17025:2008 laboratorium merupakan instansi/lembaga yang melaksanakan kalibrasi dan pengujian. Sementara Pengujian adalah bentuk kegiatan teknis yang terdiri atas penetapan, penentuan satu atau lebih sifat atau karakteristik dari suatu produk, bahan, peralatan, organisme, fenomena fisik, proses atau jasa, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

Saat ini ada banyak produk Agens Pengendali Hayati (APH) tersebar dikalangan masyarakat, akan tetapi seringkali para produsen tidak memperhatikan kualitas dari agens hayati tersebut. Mengacu pada hal tersebut maka diperlukan adanya pengawasan maupun penilaian kualitas dari agens pengendali hayati (APH) yang tersebar di wilayah kerja BBPPTP Surabaya.

Pengawasan maupun penilaian kualitas Agens Pengendali Hayati (APH) juga merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya sesuai Permentan no 8 tahun 2008 yaitu melaksanakan penilaian kualitas, pengawasan dan evaluasi agens hayati OPT perkebunan. Sebagai laboratorium proteksi yang handal, tidak mungkin dapat dijalankan sendiri oleh BBPPTP Surabaya, oleh karena itu diperlukan dukungan dari laboratorium proteksi yang berada di UPTD wilayah kerja. Oleh karena itu pada tahun 2013 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya melaksanakan kegiatan Quality kontrol Agens Pengendali Hayati di UPTD wilayah kerja BBPPTP Surabaya. Hal

(2)

2 ini dilakukan untuk menjaga dan mengawasi peredaran APH di masyarakat agar tetap terjaga kualitasnya.

1.2. Tujuan

Mengetahui kualitas Agens Pengendali Hayati (APH) yang diproduksi UPTD Propinsi di wilayah kerja (BPTP Jawa Barat, BPTP Jawa tengah, BSPMB-PTKP DIY,UPTD Bali, BLPTP NTB dan UPTD NTT).

1.4.Manfaat

Manfaat dari kegitan ini adalah Agens Pengendali Hayati (APH) yang diproduksi oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) memiliki standart kualitas yang terkontrol dengan baik.

(3)

3 II. METODOLOGI

2.1. Waktu dan tempat

Kegiatan Quality kontrol Agens Pengendali Hayati dilaksanakan pada bulan juni sampai dengan November di 6 (enam) Propinsi wilayah kerja BBPPTP Surabaya yang meliputi (BPTP Jawa Barat, BPTP Jawa tengah, BSPMB-PTKP DIY,UPTD Bali, BLPTP NTB dan UPTD NTT). Sedangkan pengujian kualitas mutu APH dilaksanakan di Laboratorium BBPPTP Surabaya.

2.2.1. Alat dan Bahan Kegiatan 2.2.2. Alat

Alat yang digunakan untuk kegiatan penilaian kualitas dan pengawasan APH adalah Haemacytometer, mikroskop magnetic stirrer, syringe, cover glass, petridish dan Erlenmeyer 250 ml.

2.2.3. Bahan

Bahan yang digunakan untuk kegiatan penilaian kualitas dan pengawasan APH adalah berbagai sampel APH dari laboratorium UPTD di wilayah kerja BBPPTP Surabaya.

2.2.4. Cara Kerja dan Pelaksanaan 2.2.5. Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan di 6 (enam) laboratorium proteksi wilayah kerja. Sampel yang diambil ditempatkan pada tempat khusus agar tidak mengalami kerusakan.

2.2.6. Perhitungan Kualitas Agens Hayati

a. Siapkan haemacytometer tipe Neubauer Improve, letakkan pada meja benda mikroskop. Tutup dengan gelas penutup haemacytometer seperti Gambar 1.

(4)

4 b. Amati dengan perbesaran 100x, untuk mendapatkan bidang hitung pada

haemacytometer.

c. Ambil 0,2 ml contoh uji menggunakan syringe atau pipet

d. Teteskan suspensi spora secara perlahan pada bidang hitung dengan syringe atau pipet melalui kedua kanal pada sisi atas dan bawah hingga bidang hitung terpenuhi suspensi secara kapiler. Diamkan satu menit agar posisi stabil (Gambar 2).

Gambar 2 - Penetesan suspensi pada bidang hitung

e.Ulangi pengamatan untuk memperoleh fokus pada spora dan pada bidang hitung.

f.Hitung kerapatan spora yang terdapat pada kotak hitung (a+b+c+d+e) dengan perbesaran 400x dengan menggunakan hand counter. Lakukan pengecekan penghitungan untuk tiap kotak hitung.

(5)

5 0,2 mm

CATATAN Kotak no. 5 dengan luas 1mm x 1mm = 1 mm2 di bagi menjadi 25 kotak sehingga kotak a, b, c, d, e masing-masing memiliki luas 0,2 mm x 0,2 mm = 0,04 mm2

Gambar 3 - Kotak perhitungan pada haemacytometer g. Alur perhitungan kerapatan spora seperti tercantum dalam gambar 4.

Gambar 4 - Alur perhitungan spora

a b c d e 0,2 mm 1 mm 1 mm

(6)

6 h.Spora yang terletak pada garis batas kotak hitung hanya dihitung pada sisi kiri dan atas kotak hitung tersebut, sedangkan proses perhitungannya seperti Gambar 5.

Keterangan gambar: A : Spora yang dihitung B : Spora yang tidak dihitung

Gambar 5 - Perhitungan spora

i.Ulangi langkah C.4.i pada bidang hitung 2

Keterangan : A : Kanal 1

B : Bidang hitung 1 C : Bidang hitung 2 D : Kanal 2

Gambar 6 - Kanal pada haemacytometer

B C D A B A

(7)

7 j.Bersihkan haemacytometer.

k.Ulangi langkah C.4 a dan C.4 b, kemudian kocok suspensi spora dengan menggunakan magnetik strirer selama 3 menit.

l.Ulangi langkah C.4 f hingga C.4 l sebanyak 2 kali.

m.Setelah diketahui banyaknya spora pada kotak perhitungan, hitung jumlah spora/ml dengan cara sebagai berikut :

S = X

L (mm ) x t(mm)xd x 10

Keterangan :

S adalah kerapatan spora/ml

X adalah jumlah spora pada kotak a,b,c,d,e L adalah luas kotak hitung 0,04 mm2 T adalah kedalaman bidang hitung 0,1 mm D adalah faktor pengenceran

103 adalah volume suspensi yang dihitung ( 1 ml = 103 mm3)

CATATAN Rumus ini digunakan apabila Haemacytometer yang dipakai Neubauer Improve. Apabila menggunakan jenis yang lain, maka penghitungan disesuaikan dengan kondisi Haemacytometer.

(8)

8 III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Agens Pengendali Hayati (APH) dapat mengalami perubahan penurunan kualitas akibat penyimpanan yang terlalu lama maupun pengaruh lingkungan dimana APH tersebut diaplikasikan. APH yang memenuhi standart mutu merupakan salah satu hal yang penting yang dapat mempengaruhi kemampuan APH dalam mengendalikan populasi OPT di lapang. Oleh karena itu diperlukan pengujian mutu APH sebelum diaplikasikan di lapang.

Kegiatan quality control APH di wilayah kerja BBPPTP Surabaya merupakan kegiatan rutin yang bertujuan untuk menguji kualitas APH yang telah diproduksi oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di wilayah kerja BBPPTP Surabaya, sehingga mutunya dapat diketahui, selain itu juga untuk memantau pemanfaatan APH di wilayah kerja BBPPTP surabaya yang digunakan petani.

Hasil dan pembahasan kegiatan quality control APH di wilayah kerja sebagai berikut:

3.1. UPT Pengelolaan Kebun Dinas dan Laboratorium Hayati Provinsi NTT Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pertanian dan Perkebunan Propinsi Nusa Tenggara Timur Berlokasi di jalan Polisi Militer no 8 Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur. UPTD ini membawahi 11 laboratorium, 1 (satu) laboratorium lapangan dan 10 (sepuluh) sub. Laboratorium hayati yang berlokasi di seluruh kabupaten. Laboratorium tersebut adalah:

Tabel 1. Sub Laboratorium Hayati Propinsi NTT

No. Nama Laboratorium APH yang dikembangkan

1. Lab. Lapangan Kupang Isolat Trichoderma Isolat Beauveria bassiana Isolat Metharizium

Isolat Spicaria 2. Sub. Lab. Hayati Kupang Material Baculovirus 3. Sub. Lab. Hayati Pandawai Material Baculovirus 4. Sub. Lab. Hayati Lamboya Material Baculovirus 5. Sub. Lab. Hayati Nitta Material Tetrastikus, sp 6. Sub. Lab. Hayati Ndona Parasit Chellonus sp 7. Sub. Lab. Hayati Nangaroro Parasit Chellonus sp 8. Sub. Lab. Hayati Mauponggo Parasit Chellonus sp 9. Sub. Lab. Hayati Weebela Parasit Chellonus sp 10. Sub. Lab. Hayati Ende Parasit Chilocoru sp

(9)

9 Laboratorium lapangan mempunyai tugas dan fungsi membantu melaksanakan identifikasi, inventarisasi, uji lapang pengelolaan OPT dan musuh alami, sedangkan Sub laboratorium Hayati mempunyai tugas mengembangbiakkan APH. Data Produksi APH sekaligus hasil perhitungan kualitas mutu APH tersaji dalam tabel berikut :

Tabel 2. Produksi APH UPTD Pengelolaan Kebun Dinas dan Laboratorium Hayati

Jenis APH Produksi tahun 2012 (kg) Produksi tahun 2013 (kg) Metarhizium anisopliae - 200 kg Beauveria bassiana 3000 250 kg Trichoderma sp 250 300 kg Baculovirus sp - 200 ekor

Tetrastikus 200 pupa 2600 pupa

Chilocorus 1000 ekor 250 ekor

Tabel 3. Penyebaran APH UPTD Pengelolaan Kebun Dinas dan laboratorium Hayati

No. Jenis APH Daerah

penyebaran

volume OPT sasaran

1. B. basiana Kab. Nagekeo 250 kg Pengendalian Hama Helopeltis pada Tanaman Kakao 2. Trichoderma.sp Kab. TTS 250 kg Jamur Akar Putih pada

pembukaan lahan kakao

3. Metharizium. sp

Kab. Alor 200 kg Hama Oryctes

rhinoceros pada kelapa 4. Tetrastikus Kab. Flores Timur 1100

pupa

Hama pada tanaman Kelapa Brontispa sp. 5. Tetrastikus Kab. Flores Timur 1500

pupa

Hama pada tanaman Kelapa Brontispa sp. 6. Chilocorus Kab. Nagekeo 250

ekor

Hama Aspidiotus pada tanaman kelapa

Gambar 7. APH Trichoderma spp (A) dan APH Beauveria bassiana (B)

(10)

10 Tabel. 4. Hasil Penilaian Kualitas APH UPTD NTT

No. Nama Jamur Jumlah spora Viabilitas

1. B. bassiana 9,75 x 107 95,3 %

2. Metarrhizium anisopliae 17,12 x 106 25,66 %

Dari hasil perhitungan kualitas APH, rata-rata dari seluruh APH kerapatan spora cukup baik hanya saja Viabilitas Metarrhizium anisopliae cukup rendah dan tidak memenuhi syarat standar mutu APH.

3.2. Balai Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan Provinsi NTB. Balai Laboratorium Proteksi Tanaman Perkebunan (BLPTP) Dinas Perkebunan Propinsi Nusa Tenggara Barat berlokasi di daerah Narmada Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sebagai gambaran umum mengenai laboratorium BLPTP Dinas Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat, BLPTP ini sudah memiliki laboratorium APH yang sampai saat ini telah mengembangkan APH dari jenis Metarrhizium anisopliae, Beauveria bassiana dan Trichoderma harzianum. Peralatan yang dimiliki oleh laboratorium ini secara umum sudah lengkap terutama alat-alat untuk identifikasi, pengambilan sampel, kerapatan spora, uji viabilitas spora, uji antagonisme, dan alat pendukung kegiatan laboratorium lainnya, hanya saja sebagian besar alat yang dimiliki kondisinya banyak yang tidak terkalibrasi ataupun rusak. Produksi, penyebaran dan hasil perhitungan kualitas APH BLPTP NTB tersaji dalam tabel berikut : Tabel 5. Produksi APH BLPTP NTB

Jenis APH Produksi Tahun 2012

(kg) Produksi Tahun 2013 (kg) Metarrhizium anisopliae 100 300 Beauveria bassiana 619 765 Trichoderma sp 600 850 Metarrhizium anisopliae Starin Brontispa - 50 kg

(11)

11 Tabel 6. Penyebaran APH BLPTP NTB

Jenis APH OPT sasaran Penyebaran

Metarrhizium anisopliae Oryctes rhinoceros Kab. Lomok barat Beauveria bassiana PBKo Kab. Lombok utara Trichoderma sp JAP jambu mente Kab. Lombok utara Metarrhizium anisopliae

Starin Brontispa

Brontispa Kab. Lomok barat

Tabel 7. Hasil Penilaian Kualitas APH BLPTP NTB

No. Nama Jamur Jumlah

spora

Viabilitas

1. B. bassiana 1,95 x 108 37,67 %

2. Trichoderma spp 17,5 x 108 95,5 %

3. Metarhizium anisopliae str. Oryctes sp 5 x 108 86,9 % 4. Metarhizium anisopliae str. Brontispa sp 1,25 x 108 50,55 %

5. Synnematium sp 306 x 107 69 %

Dari hasil perhitungan kualitas APH, rata-rata dari seluruh APH kerapatan spora cukup bagus. Viabilitas juga bagus, hanya viabilitas Metarrhizium anisopliae str Brontispa sp dan viabilitas B. bassiana yang masih perlu ditingkatkan sehingga bisa memenuhi syarat standar mutu APH

Gambar 8. APH Produksi UPTD NTB yang Sudah Diformulasi (A & B)

(12)

12 3.3. Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Perlindungan Tanaman

Perkebunan Bali

Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Perlindungan Tanaman Perkebunan merupakan unit pelaksana Teknis Daerah Dinas Perkebunan Propinsi Bali yang mempunyai tugas dalam pelaksanaan / operasional teknis perlindungan tanaman perkebunan. UPT tersebut dipimpin oleh kepala UPT setingkat eselon III a dan memiliki 3 pejabat eselon Iva terdiri dari Kepala sub bagian tata usaha, seorang kepala seksi hama dan penyakit dan seksi gulma dan agens hayati.

Salah satu tugas dari laboratorium perlindungan tanaman yaitu melaksanakan penyiapan, perbanyakan dan penyebarluasan agens hayati potensial. Produksi, penyebaran dan hasil perhitungan kualitas APH UPTD Bali tersaji dalam tabel berikut :

Tabel 8. Produksi APH UPTD Bali.

Jenis APH Produksi tahun 2012 (kg) Produksi tahun 2013* (kg) Metarrhizium anisopliae - - Beauveria bassiana 1003 625 kg Trichoderma sp 3990 3000 kg Verticillium - - Gliocadium sp - 20 kg

Catatan: Produksi tahun 2013* sampai dengan bulan Juli.

Gambar 9. APH Trichoderma Formulasi Zeolit (A) APH Trichoderma Media Beras Jagung (B)

(13)

13 Tabel 9. Penyebaran APH UPTD Bali

Jenis APH OPT sasaran Penyebaran

Metarrhizium anisopliae Oryctes rhinoceros (Kwangwung)

- Beauveria bassiana Penggerek buah kopi

(PBKo)

Kec. Karangasem

Trichoderma sp JAP pada jambu Mete Kec. Karangasem

Tabel 10. Hasil Penilaian Kualitas APH UPTD Bali

No. Nama Jamur Jumlah spora Viabilitas

1. B. bassiana 19 x 108 80,97 %

2. Trichoderma 18,25 x 107 100 %

3. Metarhizium sp 3,29 x 109 67 %

Dari hasil perhitungan kualitas Agens Pengendali hayati (APH) Provinsi Bali, rata-rata kerapatan spora maupun viabilitas spora dari seluruh APH yang diproduksi cukup baik dan memenuhi syarat standar mutu APH.

3.4. Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Jawa Tengah

Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Jawa Tengah merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah. Tugas dan Fungsi BPTP Jawa Tengah adalah melayani masyarakat di bidang perkebunan, khususnya dalam teknis operasional pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) tanaman perkebunan melalui sistem pengendalian Hama Terpadu (PHT). BPTP Propinsi Jawa tengah terletak di Jalan Hasudin no. 833 Kota Salatiga dan memiliki luas areal lebih kurang 4 Ha.

BPTP Jawa Tengah Memiliki Laboratorium hama dan Penyakit, Laboratorium APH dan Laboratorium Pestisida nabati. Laboratorium APH dibagi menjadi 4 yaitu Laboratorium Perbanyakan APH Beauveria bassiana, Arthobrotrys, Laboratorium Perbanyakan APH Metharizium anisopliae serta Laboratorium perbanyakan APH Trichoderma spp. Masing-masing laboratorium lokasinya terpisah untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Dalam masing-masing laboratorium tersebut telah memiliki alat yang standar untuk sebuah laboratorium seperti Mikroskop, Autoclave, laminar air flow, oven dan kulkas. Laboratorium hama dan penyakit berfungsi sebagai laboratorium identifkasi OPT serta musuh alami dalam kegiatan eksplorasi, maupun pemurnian APH.

(14)

14 Dalam perbanyakan massal APH, BPTP Jawa Tengah mengembangbiakkan dengan media beras jagung, Media beras jagung dinilai lebih mudah dan praktis serta memudahkan petani untuk aplikasi di lapang. Data produksi dan penyebaran APH di propinsi Jawa Tengah tersaji dalam tabel berikut :

Tabel 11. Produksi APH BPTP Jawa Tengah

Jenis APH Produksi tahun 2012 (kg)

Produksi tahun 2013* (kg) M. anisopliae strain Oryctes 863 428

Beauveria bassiana (PBK) 193 -

Beauveria bassiana (PBKo) 678 1203

Trichoderma sp 901 1729

Artrobotrys 530 -

M. anisopliae strain L. stigma 436 200 Catatan: Produksi tahun 2013* sampai dengan bulan Juli

Tabel 12. Penyebaran APH BPTP Jawa Tengah

No. Jenis APH OPT sasaran Lokasi Penyebaran

1. Beauveria bassiana H. hampei, PBK, dan Helopeltis

Kabupaten sematrang dan wonogiri

2. Metarrhizium anisopliae

Oryctes rhinoceros Karanganyar dan Wonogiri. 3. Trichoderma spp Fusarium sp., Phytopthora palmivora. Cilacap, semarang, sukoharjo, karanganyar, banjarnegara, temanggung, brebes, cilacap

Gambar 10. Perbanyakan APH B. bassiana (A) dan APH B. bassiana (B)

(15)

15 4. Metarrhizium

anisopliae strain L. stigma

Lepidiota stigma Purworejo

5. Arthrobotrys sp. Nematoda -

Tabel 13. Hasil Penilaian Kualitas APH BPTP Jawa Tengah

No. Nama Jamur Jumlah spora Viabilitas

1. Metarrhizium 3,255 x 109 73 %

3. B. bassiana (PBKo) 4,87 x 108 91,81 % 4. Trichoderma spp 7,375 x 108 73,48 %

Dari hasil perhitungan kualitas APH, rata-rata jumlah spora dan viabilitas cukup baik dan memenuhi syarat standar mutu APH.

3.5.Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi Tanaman Kehutanan dan Perkebunan (BSPMB-PTKP) Propinsi DIY.

Balai Sertifikasi Pengawasan Mutu Benih dan Proteksi tanaman Kehutanan dan Perkebunan (BSPMB-PTKP) propinsi DIY adalah unit pelaksana teknis daerah yang mempunyai laboratorium hayati yang terletak di Harjobinangun, Pakem, Kabupaten Sleman. Salah satu tugas pokok Laboratorium hayati adalah mengembangkan APH golongan jamur yaitu Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, Trichoderma sp dan Spicaria sp. Produksi, penyebaran dan hasil perhitungan kualitas APH propinsi DIY tersaji dalam tabel berikut :

Tabel 14. Produksi APH BSPMB-PTKP DIY Jenis APH Produksi tahun 2012

(kg) Produksi tahun 2013 (kg) Metarrhizium sp 500 1118 Beauveria bassiana 203 302 Beauveria bassiana strain PBK 110 182 Beauveria zeuzera 75 123 Trichoderma sp 616 745 Spicaria sp 160 180 Verticillium 85 105

(16)

16 Tabel 15. Penyebaran APH BSPMB-PTKP DIY

Jenis APH Penyebaran

Metarrhizium sp Poskesbun Sleman Barat, Sleman Timur, Gunung kidul Barat, Gunung kidul timur, Bantul Timur, Bantul Barat, Kulonprogo Selatan, Instiper semanu.

Beauveria bassiana Poskesbun Sleman Timur, Gunungkidul Barat, Gunungkidul Timur, KulonProgo Selatan, Kulonprogo Utara, Instiper Semanu.

Beauveria bassiana strain PBK

Poskesbun Gunungkidul Timur, Kulonprogo selatan.

Beauveria zeuzera Poskesbun Sleman timur, Kulonprogo selatan, Kulonprogo selatan.

Trichoderma sp Poskesbun Sleman Barat, Sleman Timur, Bantul Timur, Bantul Barat, Kulonprogo selatan, Pakem Spicaria sp Poskesbun Sleman Timur, Gunungkidul Timur,

Kulonprogo selatan, Kulonprogo utara, Instiper Semanu.

Verticillium Poskesbun Gunungkidul Timur, Kulonprogo Selatan, Kulonprogo Utara.

Gambar 11. APH Trichoderma sp. (A) dan APH Metharizium sp (B)

(17)

17 Tabel 16. Hasil Penilaian Kualitas APH BSPMB-PTKP DIY

No. Nama Jamur Jumlah spora Viabilitas

1. Metarrhizium,sp 7,39 x 109 67,65 %

2. B. bassiana 1,93 x 108 75,2 %

3. Trichoderma 1,75 x 109 73,93 %

Dari hasil perhitungan kualitas APH, rata-rata jumlah spora dan viabilitas cukup baik dan memenuhi syarat standar mutu APH.

3.6 Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Jawa Barat.

Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Jawa Barat adalah Unit Pelaksanan Teknis Daerah (UPTD) dari Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan PERDA Jawa barat Nomor 5 Tahun 2002 dan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 57 tahun 2002. Adapun Tugas dan Fungsi BPTP Pasirjati Bandung adalah melayani masyarakat di bidang perkebunan, khususnya dalam teknis operasional pengendalian OPT melalui sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). BPTP mempunyai Instalasi Pelayanan Perlindungan Tanaman Perkebunan (IPPTP) sebanyak 10 unit di beberapa kabupaten.

BPTP Pasir Jati Jawa Barat juga memproduksi Agens Pengendali Hayati (APH) yang di sebarkan ke beberapa kabupaten di Propinsi Jawa Barat. Data produksi dan penyebaran APH di propinsi Jawa Barat tersaji dalam tabel berikut: Tabel 17. Produksi APH BPTP Jawa Barat

Jenis APH Produksi tahun 2012 (kg) Penyebaran (kg) Produksi tahun 2013 (kg) Penyebaran (kg) Metarrhizium sp 25 20 - - B. bassiana 255 207 675 511 Trichoderma sp 550 466 1500 1275 Spicaria sp 240 197 197 159 Paecilomyces sp 180 148 640 523

(18)

18 Tabel 18. Penyebaran APH BPTP Jawa Barat

No. Jenis APH Daerah

penyebaran

volume Keterangan

OPT sasaran 1. Spicaria sp Garut 20 kg Helopeltis sp pada

tanaman teh 2. Spicaria sp Subang 51 kg Helopeltis sp pada

tanaman teh 3. Spicaria sp Purwakarta 14 kg Helopeltis sp pada

tanaman teh 4. Spicaria sp Ciamis 10 kg Helopeltis sp pada

tanaman teh 5. Spicaria sp Banjar 8 kg Helopeltis sp pada

tanaman teh 6. Spicaria sp Cianjur 48 kg Helopeltis sp pada

tanaman teh

7. B. bassiana Garut 66 kg H. hampei, Kutu pada tanaman Kopi,

Helopeltis,sp pada tanaman teh dan kakao 8. B. bassiana Tasikmalaya 51,5 kg H. hampei, Kutu pada

tanaman Kopi, Helopeltis,sp pada tanaman teh dan kakao 9. B. bassiana Majalengka 24 kg H. hampei, Kutu pada

tanaman Kopi, Helopeltis,sp pada tanaman teh dan kakao 10. B. bassiana Sumedang 35 kg H. hampei, Kutu pada

tanaman Kopi, Helopeltis,sp pada tanaman teh dan kakao Gambar 12. Perbanyakan Isolat Murni APH (A)

Perbanyakan APH Media Padat Jagung Giling (B) A

(19)

19 11. B. bassiana Subang 30,5 kg H. hampei, Kutu pada

tanaman Kopi, Helopeltis,sp pada tanaman teh dan kakao 12. B. bassiana Purwakarta 22,3 kg H. hampei, Kutu pada

tanaman Kopi, Helopeltis,sp pada tanaman teh dan kakao 13. Paecilomyces sp. Garut 53 kg Nematoda

14. Paecilomyces sp. Tasikmalaya 36 kg Nematoda 15. Paecilomyces sp. Majalengka 41 kg Nematoda 16. Paecilomyces sp. Sumedang 29 kg Nematoda 17. Paecilomyces sp. Subang 40 kg Nematoda 18. Paecilomyces sp. Purwakarta 24 kg Nematoda 19. Paecilomyces sp Bandung 52 kg Nematoda 20. Paecilomyces sp Bandung

barat

43 kg Nematoda 21. Paecilomyces sp Ciamis 137 kg Nematoda 22. Paecilomyces sp Banjar 27 kg Nematoda 23. Paecilomyces sp Cianjur 40kg Nematoda

24. Trichoderma sp Garut 130 kg Rigidoporus,sp pada tan karet, Phytophthora sp pada tan kakao dan lada, penyakit akar pada tan teh dan kopi

25. Trichoderma sp Tasikmalaya 52,5 kg Rigidoporus,sp pada tan karet, Phytophthora sp pada tan kakao dan lada, penyakit akar pada tan teh dan kopi

26. Trichoderma sp Majalengka 55 kg Rigidoporus,sp pada tan karet, Phytophthora sp pada tan kakao dan lada, penyakit akar pada tan teh dan kopi

27. Trichoderma sp Sumedang 95 kg Rigidoporus,sp pada tan karet, Phytophthora sp pada tan kakao dan lada, penyakit akar pada tan teh dan kopi

(20)

20 28. Trichoderma sp Subang 85 kg Rigidoporus,sp pada tan

karet, Phytophthora sp pada tan kakao dan lada, penyakit akar pada tan teh dan kopi

29. Trichoderma sp Purwakarta 95 kg Rigidoporus,sp pada tan karet, Phytophthora sp pada tan kakao dan lada, penyakit akar pada tan teh dan kopi

30. Trichoderma sp Bandung 20 kg Rigidoporus,sp pada tan karet, Phytophthora sp pada tan kakao dan lada, penyakit akar pada tan teh dan kopi

31. Trichoderma sp Bandung barat

90 kg Rigidoporus,sp pada tan karet, Phytophthora sp pada tan kakao dan lada, penyakit akar pada tan teh dan kopi

32. Trichoderma sp Ciamis 70 kg Rigidoporus,sp pada tan karet, Phytophthora sp pada tan kakao dan lada, penyakit akar pada tan teh dan kopi

33. Trichoderma sp Banjar 70 kg Rigidoporus,sp pada tan karet, Phytophthora sp pada tan kakao dan lada, penyakit akar pada tan teh dan kopi

34. Trichoderma sp Cianjur 112,5 kg Rigidoporus,sp pada tan karet, Phytophthora sp pada tan kakao dan lada, penyakit akar pada tan teh dan kopi

35. Trichoderma sp Sukabumi 360 kg Rigidoporus,sp pada tan karet, Phytophthora sp pada tan kakao dan lada, penyakit akar pada tan teh dan kopi

36. Trichoderma sp BPTP 40 kg Rigidoporus,sp pada tan karet, Phytophthora sp pada tan kakao dan lada, penyakit akar pada tan teh dan kopi

(21)

21 Tabel 19. Hasil Penilaian Kualitas APH BPTP Jawa Barat

No. Nama Jamur Jumlah spora Viabilitas

1. Metarrhizium (PDA) 5.2 x 108 70,24% 2. Trichoderma sp 14.69 x 108 74,18%

3. Spicaria sp 9.008 x 108 75,26%

4. B. bassiana 14.975 x 108 76,63% 5. Paecilomyces sp. 4.28 x 108 73,63%

Dari hasil perhitungan kualitas Agens Pengendali Hayati BPTP Jawa barat seluruhnya berkualitas baik, rata – rata mempunyai kerapatan spora dan viabilitas tinggi serta memenuhi syarat standar mutu APH.

(22)

22 IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Hasil perhitungan kualitas agens pengendali hayati (APH) dari seluruh UPTD wilayah kerja rata-rata baik, hanya produk APH Metarrhizium spp dari NTT Metarhizium anisopliae str. Brontispa sp dan Beauveria bassiana dari NTB memiliki viabilitas dibawah standar. Viabilitas APH rendah dapat disebabkan karena beberapa faktor, antara lain umur biakan yang sudah terlalu lama, media tumbuh viabilitas spora yang kurang baik. Untuk mengatasi hal ini, maka sebaiknya dilakukan uji patogenesitas kembali ke serangga inangnya.

4.2. Saran

1. Produksi APH yang mengalami kontaminasi sebaiknya dimusnahkan agar tidak mengkontaminasi produk APH yang lainnya.

2. UPTD sebaiknya juga melakukan pengecekan kualitas APH produksinya sebelum disebarkan ke daerah-daerah.

(23)

Gambar

Gambar 2 - Penetesan suspensi pada bidang hitung
Gambar 3 -  Kotak perhitungan pada haemacytometer   g. Alur perhitungan kerapatan spora seperti tercantum dalam gambar 4
Gambar 6 - Kanal pada haemacytometer
Tabel 3. Penyebaran APH UPTD Pengelolaan Kebun Dinas dan laboratorium Hayati  No.  Jenis APH  Daerah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu, salah satu cara teknologi pengendalian rayap dengan menggunakan agens pengendali hayati berupa nematoda entomopatogen yang ramah lingkungan, murah,

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul: “ Efektivitas Agens Pengendali Hayati (APH) dan Insektisida Sintetik Untuk Pengendalian Hama

Beberapa mikovirus lain yang telah/sedang dikembangkan sebagai agens pengendali hayati adalah Mycoreovirus 1 (MyRV-1) untuk mengendalikan penyakit hawar kastanye,

Salah satu musuh alami (agens pengendali hayati) dari golongan patogen yang umum digunakan untuk mengendalikan serangga hama adalah jamur entomopatogen.. Jamur ini

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Tungau Predator Eksotis dan Potensi Tungau Predator Lokal sebagai Agens Pengendali Hayati Tungau Hama

Bakteri endofit yang unggul sebagai agens pengendali hayati, selain memiliki daya penghambatan yang kuat terhadap cendawan diharapkan memiliki karakter fisiologi

Pengembangan pengendali hayati (agens hayati) yang efektif dan efisien sebagai pengendali hama sangat penting untuk dapat meningkatkan produktivitas tanaman kapas

Pengembangan pengendali hayati (agens hayati) yang efektif dan efisien sebagai pengendali hama sangat penting untuk dapat meningkatkan produktivitas tanaman kapas