• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapsus CML

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lapsus CML"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

Referat dan Laporan Kasus

Leukimia Mieloid Kronik

Oleh:

Sanjaya Soebagio I1A010017

Galih Rahman

I1A007051

Pembimbing:

DR. dr. Muhammad Darwin Prenggono Sp.PD-KHOM

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Juni, 2014

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dan Referat

Kronik Mieloid Leukimia

Oleh

Galih Rahman

Sanjaya Soebagia

Pembimbing

DR. dr. Muhammad Darwin Prenggono, Sp.PD-KHOM

Banjarmasin, Januari 2014 Telah setuju diajukan

.……….

DR. dr. Muhammad Darwin Prenggono, Sp.PD-KHOM

Telah selesai dipresentasikan

.………

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

DAFTAR ISI ... 3

BAB I PENDAHULUAN ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

BAB III LAPORAN KASUS ... 20

BAB IV PEMBAHASAN ... 37

BAB V PENUTUP ... 41 DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

Leukemia mieloid kronik (Chronic Myeloid Leukimia/CML) merupakan salah satu tipe kelainan mieloproliferasi kronik yang berkaitan dengan translokasi kromosom resiprok lengan panjang kromosom 22 ke kromosom lain (pada umumnya kromosom 9) (1).

Kromosom ini disebut sebagai kromosom philadelphia. CML ini menempati kasus terbanyak kedua dari semua tipe leukemia pada orang dewasa, yaitu sekitar 20% Insidensi CML terjadi antara 1-2 per 100.000 orang. CML dapat menyerang semua umur tetapi sering ditemukan antara usia 40-60 tahun. Penderita CML pada usia muda perkembangan penyakitnya akan lebih progresif (1).

NCI (National center institute) menyatakan bahwa frekuensi CML akan meningkat dengan bertambahnya umur dimulai dari 1 per 1000.000 orang pada usia 10 tahun pertama, 1 per 100.000 orang pada usia 50 tahun dan 1 per 10.000 orang pada usia 80 tahun. Penyebab translokasi Philadelphia ini belum diketahui secara spesifik (1).

Diduga penyebab dari translokasi philadelphia tersebut adalah radiasi pengion. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan insidensi CML pada individu yang selamat dari serangan bom atom di Jepang. Insidensi puncak terjadinya CML dijumpai 5 sampai 12 tahun setelah pajanan radiasi 6 CML dibedakan dari

(5)

leukemia akut berdasarkan progresinya yang lebih lambat. Sebaliknya berdasarkan pengobatannya CML lebih sulit diobati daripada leukemia akut (1,2).

Berikut ini akan dilaporkan kasus seorang laki-laki berusia 29 tahun yang didiagnosis leukimia mieloid akut. Pasien dirawat dari tanggal 19 April 2014 sampai dengan 25 April 2014 di ruang perawatan penyakit dalam pria dan kemudian pada tanggal 26 April 2014 pindah ke ruangan mawar RSUD Ulin Banjarmasin.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik (2).

Leukemia mieloid kronik (CML) adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten dan digolongkan sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif yang ditandai dengan peningkatan proliferasi dari seri sel granulosit tanpa disertai gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi dapat ditemukan berbagai tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan mieloblas), meta mielosit, mielosit, sampai granulosit. (3).

2.2 Etiologi

Terdapatnya kromosom Philadelphia (Ph) / kromosom 22q yang terbentuk dari translokasi resiprokal antara lengan panjang kromosom 9 ke kromosom 22 dan sebaliknya. Pada kromosom 22 yang rusak tadi terdapat penggabungan gen, yaitu: gen ABL (abelson) dari kromosom 9 & gen BCR (Break Cluster Region) pada kromosom 22. Gabungan gen ini dikenal dengan nama BCR-ABL (gen hybrid BCRABL) yang akan mensintesis protein 210kD. Pada kromosom 9 terbentuk gen resiprokal ABL-BCR (4,5).

(7)

Gambar 2.1 Proses terbentuknya kromosom Philadelphia (6)

Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui beberapa faktor yang dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti (4):

1. Radiasi

Radiasi dapat meningkatkan frekuensi LMA dan LMA. Tidak ada laporan mengenai hubungan antara radiasi dengan LLK. Beberapa laporan yang mendukung:

 Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia

 Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia

 Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang

2. Faktor leukemogenik

Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhifrekuensi leukemia:

(8)

- Bahan kimia industri seperti insektisida

- Obat untuk kemoterapi 3. Herediter

Penderita sindrom Down memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.

4. Virus

Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus dan virus leukemia feline.

2.3 Klasifikasi

Leukemia mieloid kronik mencakup enam tipe antara lain (3): 1. Leukemia mieloid kronik, Ph positif (CML, Ph+)

2. Leukimia mieloid kronik, Ph negatif (CML, Ph-) 3. Leukemia mieloid kronik juvenile

4. Leukemia eosinofilik

5. Leukemia mielomonositik kronik (CMML)

Tipe yang paling umum adalah leukemia mieloid kronik yang disertai dengan kromosom philadelphia (Ph).

2.4 Epidemiologi

Penyakit ini mencakup sekitar 15% leukimia dan dapat terjadi pada semua usia. Diagnosis CM kadang sulit ditegakkan dan dibantu oleh adanya kromosom Ph yang khas. Peningkatan masa sel mieloid tubuh total dalam jumlah besar

(9)

bertanggung jawab terhadap sebagian besar gambaran klinis penyakit ini. Pada sedikitnya 70% pasien, terjadi suatu metamorfosis terminal menjadi leukimia yang sering didahului oleh suatu fase akselerasi. Penyakit ini terjadi pada kedua jenis kelamin rasio laki-laki : perempuan (1,4 : 1) paling sering terjadi antara usia 40 dan 60 tahun, walaupun demikian penyakit ini dapat terjadi pada anak, neonatus, dan orang yang sangat tua (3).

Pada tahun 2000, terdapat sekitar 256.000 anak dan dewasa di seluruh dunia menderita penyakit sejenis leukimia, dan 209.000 orang diantaranya meninggal karena penyakit tersebut. Hampir 90% dari semua penderita yang terdiagnosa adalah dewasa (3).

2.5 Patofisiologi

Meskipun CML berasal dari sel induk mieloid multipoten, prasel granulosit menentukan jalur dominan sel. Tidak ada hambatan dalam maturasi sel induk leukemia sebagai mana dibuktikan dengan sejumlah besar sel matur dalam darah perifer. Kinetik sel dan tehnik biakan in vitro menunjukkan bahwa ada 10 sampai 20 kali lipat peningkatan masa prasel granulosit dalam sumsum tulang dan limpa, tetapi keadaannya tidak membelah lebih cepat daripada sel induk normal. Dasar peningkatan masa sel induk mieloid dalam CML tampaknya karena kegagalan sel induk untuk menanggapi isyarat fisiologis yang mengatur proliferasinya (4,6,7,8).

(10)

Gambar 2.2 Patofisiologi CML 2.6 Gambaran Klinis

Gejala-gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme, misalnya :penurunan berat badan, kelelahan, anoreksia, atau keringat malam. Splenomegali hampir selalu ada dan sering kali bersifat masif. Pada beberapa pasien, pembesaran limpa disertai denga rasa tidak nyaman, nyeri atau gangguan pencernaan. Gambaran anemia meliputi pucat, dipsnea, dan takikardia. Memar, epistaksis, menorhagia, atau perdarahan dari tempat-tempat lain akibat fungsional trombosit yang abnormal. Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah. Gejala yang jarang dijumpai berupa gangguan penglihatan dan

(11)

priapismus. Dari 50 % kasis diagnosa ditegakkan tidak sengaja dari pemeriksaan hitung darah rutin (3).

Tabel 2.1 Tanda dan gejala CML (9)

CML terbagi menjadi 3 fase yaitu (9):

1. Fase kronik. Kebanyakan orang pada fase kronis CML ketika mereka didiagnosis. Gejala CML lebih ringan dalam fase kronis. Leukosit masih dapat melawan infeksi. Setelah orang-orang dengan fase kronis CML memulai pengobatan, mereka dapat kembali ke kegiatan sehari-hari. 2. Fase akselerasi. Orang dengan fase akselerasi CML dapat mengalami

anemia (penurunan jumlah eritrosit dalam darah). Jumlah leukosit dapat meningkat atau menurun. Jumlah trombosit mungkin mengalami

(12)

penurunan. Sel blas akan meningkat. Limpa mungkin membesar. Orang dengan fase akselerasi CML mungkin merasa sakit.

3. Fase krisis blas. Orang dengan fase krisis blas CML mengalami peningkatan jumlah sel blas di sumsum tulang dan darah. Eritrosit dan trombosit menurun, serta dapat terjadi infeksi atau perdarahan. Pasien menjadi lelah atau sesak napas, sakit perut maupun sakit tulang.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada CML adalah: 1. Darah Tepi

Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3 atau lebih, apusan darah tepi eritrosit normokrom normositik, sering ditemukan polikromasi eritroblas asidofil atau polikromatofil. Tampak seluruh tingkatan diferensiasi dan maturasi seri granulosit, presentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat, sel blast < 5 %. anemia ringan (awal) menjadi progresif pada fase lanjut. trombosit dapat meningkat atau normal tergantung stadium penyakit, meningkat pada fase awal nilai alkali fosfatase netrofil selalu rendah. LDH meningkat. (3,5)

2. Sumsum Tulang

Hiperselular dengan sistem granulosit dominan,gambaran mirip dengan darah tepi, rasio mieloid : eritroid meningkat, megakaryosit pada fase kronis normal atau meningkat, stroma sumsum tulang mengalami fibrosis. Sel blas <30 %, spektrum lengkap seri mieloid dengan neutrofil dan mielosit meningkat (3,6).

(13)

3. Karyotipe/ sitogenetik kromosom philadelphia (Ph) pada 95 % kasus, kelainan pada kromosom (10,11).

PCR mendeteksi chimeric protein bcr-abl pada 99 % kasus, vitamin b12 serum dan daya ikatnya meningkat (3,4).

2.8 Diagnosis

Diagnosis CML ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang ada disertai dengan hasil pemeriksaan darah tepi ataupun sumsum tulang. Gambaran laboratorium pada CML adalah sebagai berikut (3):

a) Leukositosis biasanya berjumlah > 50.000 /1 dan kadang-kadang >500.000/ l. Spektrum lengkap sel-sel mieloid ditemukan dalam darah tepi. Jumlah neutrofil dan mielosit melebihi jumlah sel blas dan promielosid.

b) Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.

c) Biasanya ditemukan anemia normositik normokrom.

d) Jumlah trombosit mungkin meningkat (paling sering), normal atau menurun. e) Skor fosfatase alkali neutrofil selalu rendah.

f) Sumsum tulang hiperseluler dengan predominasi granulopesis.

Meningkat pada Menurun pada

- Infeksi

- Kehamilan

- Polisitemia vera

- Mielofibrosis

- Reaksi leukemia

(14)

g) Vitamin B12 serum dan daya ikat vitamin B12 meningkat. h) Kadar asam urat dalam serum biasanya meningkat.

2.8 Penatalaksanaan

Terapi CML tergantung pada dari fase penyakit, yaitu 1. Fase kronik:

Obat pilihan :

a. Busulpan (Myleran), dosis : 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari. Leukosit diperiksa tiap minggu. Dosis diturunkan setengahnya jika leukosit turun setengahnya. Obat dihentikan jika leukosit 20.000/mm3. Terapi dimulai jika leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Efek samping dapat berupa aplasia sumsum tulang berkepanjangan, fibrosis paru, bahaya timbulnya leukemia akut (2).

b. Kemoterapi Hydroxiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan mempertahankan hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi biasanya perlu diberikan seumur hidup (Hoffbrand, 2005) dan memerlukan pengaturan dosis lebih sering, tetapi efek samping minimal. Dosis mulai dititrasi dari 500 mg – 2000 mg. Kemudian diberikan dosis pemeliharaan untuk mencapai leukosit 10.000 – 15.000/mm3. Efek samping lebih sedikit dan bahaya, keganasan sekunder hampir tidak ada (2).

(15)

c. Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang diteliti dalam percobaan klinis dan tampaknya hasilnya menjanjikan. Zat STI 571 adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respons hematologik yang lengkap pada hampir semua pasien yang berada dalam fase kronik dengan tingkat konversi sumsum tulang yang tinggi dari Ph+ menjadi Ph-. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah imatinib mesylate (Gleevec). Imatinib diberika peroral 400 mg satu kali sehari. Imatinib merupakan terapi standar lini pertama pada CML selama 10 tahun terakhir ini dan memberikan outcome yang baik pada pasien CML. Pada studi IRIS (International Randomized Study of Interferon vs ST1571) terapi lini pertama dengan imatinib atau interferon dan cytarabin pada pasien yang didiagnosis dini CML, pasien dengan imatinib menunjukaan 8 tahun survival rate sekitar 85% dan bebas dari progresivitas penyakit 92%. Saat ini mulai didapatkan pasien yang resisten imatinib maupun yang tidak tahan terhadap efek samping Imatinib. Karena hal-hal tersebut sehingga mulai diteliti beberapa inhibitor tirosin kinase lainnya diantaranya dasatinib, nilotinib. Dasatinib diberikan 100 mg peroral satu kali sehari sedangkan nilotinib 400 mg dua kali sehari (6,10).

d. Interferon alfa biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hidroksiurea. Pada CML fase kronik interferon dapat

(16)

memberikan remisi hetologik pada 80% kasus, tetapi remisi sitogenetik hanya tercapai pada 5 – 10% kasus (2,6).

2. Terapi fase akselerasi dan krisis blas : dengan inhibitor tirosin kinase imatinib dosis 600mg atau 800mg, dasatinib atau nilotinib (11).

3. Transplantasi sumsum tulang: memberikan harapan penyembuhan jangka panjang terutama untuk penderita yang berumur <40 tahun. Sekarang yang umum diberikan adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation. Modus terapi ini merupakan satu – satunya yang dapat memberikan kesembuhan total (1).

4. Sekarang sedang dikembangkan terapi yang memakai prinsip biologi molekuler (targeted therapy). Suatu obat ini adalah imatinib mesylate (Gleevec) dapat menduduki ATP – binding site of abl oncogen sehingga menekan aktifitas tyrosine kinase sehingga menekan proliferasi seri myeloid (2).

(17)

2.9 Komplikasi

Beberapa masalah komplikasi dalam CML : 1. Masalah metabolik

Masalah metabolik terjadi akibat cepatnya sitolisis, yang akan mengakibatkan terjadinya hiperurikemia, hiperkalemia dan hiperfosfatemia. Hal tersebut harus di antisipasi, dan di terapi dengan pemberian cairan yang cukup, alkalinisasi dan pemberian allupurinol (1).

2. Hiperleukositosis

Peningkatan ekstrim dari leukosit pada CML dapat menyebabkan komplikasi leukostatik pada beberapa organ khususnya otak, paru, retina dan penis. Sejak leukosit kurang seimbang dengan eritrosit akan terjadi peningkatan viskositas darah akibat peningkatan fraksi leukosit tersebut. Myeloblas merupakan sel yang lebih kaku dibandingkan sengan leukosit lain, juga meningkatkan viskositas tersebut (3).

(18)

Jika hiperleukositosis mencapai > 200.000/mm3 atau > 50.000/mm3, penderita harus diterapi secara simultan dengan obat sitotoksik seperti hidroksiurea 50-75 mg/kgbb/hari dengan infus intravena, transfusi tukar dan transfusi eritrosit (3).

3. Priapismus

Nyeri persisten pada penis mungkin merupakan akibat obstruksi oleh leukemia, adanya penyumbatan pada korpora kavernosa akibat tertekannya saraf dan vena oleh pembesaran lien. Terapi mencakup pemberian analgetik, pemberian cairan yang cukup, kompres hangat, radioterapi (pada penis atau lien) dan pemberian kemoterapi dosis tinggi (50-74 mg/kgbb/hari intravena) (8).

4. Leukemia Meningeal

Leukemia meningeal pada CML fase kronis sering tidak diketahui dan jarang dijumpai pada stadium blas. Kejadian komplikasi ini akan meningkat bila penderita bertahan hidup lama pada fase blas. Gejala yang dijumpai berupa paralysis saraf pusat dan udema papil. Diagnosis dibantu dengan ditemukannya sel blas pada cairan cerebrospinal. Terapi adalah dengan memberikan metotreksat, walaupun hasilnya kurang memuaskan (2).

5. Myelofibrosis

CML sering terjadi bersama-sama dengan myelofibrosis dan akan meningkatkan produksi kolagen pada sumsum tulang atau terjadi penurunan degradasi kolagen (3).

(19)

2.11 Prognosis

CML memiliki karakteristik biphasic. Fase kronis awal adalah gangguan yang dapat berlangsung selama beberapa tahun. CML yang tidak diobati akan menyebabkan krisis blastic. Terkadang fase akselerasi mendahului fase blastic. Tanpa terapi yang efektif, angka ketahanan hidup fase kronis, akselerasi dan blastik masing-masing 2,5-5 tahun, kurang dari 1,5 tahun dan 3-6 bulan (11).

(20)

BAB II LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 29 tahun

Alamat : Karya Bersama RT 19 Satui Tanah Bumbu

RMK : 1046186

Jenis pembayaran : BPJS

Masuk RS : 19 April 2014

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Ruangan : Penyakit dalam pria

Keluhan utama : Nyeri Kepala

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluh nyeri kepala sejak ± 2 minggu SMRS. Nyeri kepala dirasakan muncul mendadak dan terus menerus. Nyeri kepala dirasakan dibagian kanan kepala dan menjalar sampai kebelakang. Nyeri dirasakan seperti dipompa dan terasa berat. Pasien juga mengeluhkan mual selama ± 2 minggu dan kadang

(21)

kadang disertai muntah. Muntah sebanyak 1x, berisi makanan yang dimakan, berlendir tetapi tidak ada darah. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 2 hari yang lalu. Demam disertai dengan menggigil. Pasien juga sering mengeluh nyeri perut. BAK lancar, kadang terasa sakit saat BAK. BAB frekuensi normal, tetapi agak keras. Pasien sering merasa kelelahan dan cepat lelah. Pasien merasa berat badannya mengalami penurunan. Sebelumnya pasien didiagnosis menderita leukemia (AML) 2 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien menyangkal pernah mengalami penyakit seperti kencing manis dan hipertensi.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Pasien menyangkal adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti kencing manis, hipertensi, asma, ataupun serupa dengan pasien.

Riwayat penyakit dahulu

tanggal penyakit Tempat perawatan Pengobatan dan operasi

2012 AML RS Suaka Insan

(22)

Riwayat Pribadi

Riwayat Alergi Tahun Bahan/Obat Gejala

- -

-Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Komposmentis

GCS : 4-5-6

2. Pengukuran

Tanda Vital : Tekanan darah : 120/70 mm/Hg

Nadi : 84 x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu : 37,3o C

3. Kulit : Warna : Sawo matang

Sianosis : Tidak ada

Hemangiom : Tidak ada

Turgor : Cepat kembali

Kelembaban : Cukup

Riwayat Imunisasi Tahun Jenis imunisasi

(23)

-Pucat : Tidak ada Lain-lain : Tidak ada 4. Kepala : Bentuk : Mesosefali

Rambut : Warna : Hitam

Tebal/tipis : Tipis Distribusi : Merata Alopesia : Tidak ada

Mata : Pelpebrae : Tidak ada edema Konjungtiva : Anemis (+/+) Sklera : Ikterik (-/-)

Pupil : Diameter : 3 mm / 3 mm Simetris : Isokor

Reflek Cahaya: +/+

Kornea : Jernih, reflek (+) Diplopia : (+)

Telinga : Bentuk : Simetris Sekret : Tidak ada Serumen : Minimal Nyeri : Tidak ada

Hidung : Bentuk : Simetris

Epistaksis : Tidak ada Sekret : Tidak ada Mulut : Bentuk : Simetris

(24)

Gusi : Tidak ada perdarahan gusi

Lidah : Bentuk : Simetris

Pucat/tidak : Tidak pucat Tremor/tidak : Tidak tremor Kotor/tidak : Tidak kotor

Warna : Merah muda

Faring : Hiperemi : Tidak ada

Edem : Tidak ada

Tonsil : Warna : Merah muda

Pembesaran : Tidak ada Abses/tidak : Tidak ada

5. Leher : Vena Jugularis : Pulsasi : Teraba Minimal Tekanan : Tidak meningkat Pembesaran KGB : Tidak ada Deviasi trakea : Tidak ada Peningkatan JVP : Tidak ada Kaku kuduk : Tidak ada

Massa : Tidak ada

Tortikolis : Tidak ada 6. Thoraks : Dinding dada/paru :

Bentuk : Simetris

Paru-paru : Inspeksi : Gerakan nafas simetris Palpasi : Fremitus vokal simetris

(25)

Perkusi : Sonor pada kedua paru Auskultasi : Suara nafas vesikuler

Ronkhi tidak ada Wheezing tidak ada Jantung : Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V LAA S Perkusi : - batas kanan

ICS II linea parasternalis D - batas kiri

ICS V Linea Aksilaris Anterior S Auskultasi : Murmur : Murmur (-),

Gallop (-)

7. Abdomen : Inspeksi : Perut tampak datar Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi :

Palpasi :

T D D T D D T T T

(26)

Hati : Tidak teraba

Lien : Teraba Schuffner IV Ginjal : Tidak teraba

Massa : Tidak ada Nyeri tekan

8. Ginjal dan Saluran kemih : Disuria (+)

9. Alat kelamin : Srikumsisi (+)

10. Ekstremitas : Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-), parese (-) Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-), parese (-)

RESUME DATA DASAR Oleh dokter:……….

Nama: Tn. Sunarto No.RM : 1040186 1. Keluhan utama : nyeri kepala

2. Anamnesis : nyeri kepala +, mual +, muntah +, nyeri perut + 3. Pemeriksaan fisik TD : 120/70 mmHg N : 84x/menit RR : 24 x/menit T : 37,3 0C - - -- - -- - +

(27)

SaO2 : 97% tanpa O2 Spleenomegali Schufner IV Konjungtiva anemis

Nyeri tekan abdomen

4. Laboratorium Hb : 8,0 g/dl Eritrosit : 3,0 juta/mm2 Leukosit : 53.100 ribu/mm2 Trombosit : 1.551 ribu/mm2 Ht : 24 vol% MCV : 80 fl MCH : 26 pg Daftar Masalah

No Masalah Data Pendukung

1 2 CML Cephalgia e.c CML Hb : 8,0 g/dl Leukosit: 53.100 ribu/mm2 Trombosit: 1.551 ribu/mm2 Penurunan berat badan Riwayat CML

Spleenomegali schufner III Nyeri kepala

- -

-- -

(28)

3 Anemia normositik normokromik Penurunan penglihatan Diplopia Lemah Konjunctiva pucat Hb : 8,0 g/dl MCV : 80 fl MCH : 26 pg Rencana awal Nama penderita: Tn. Sunarto No. CM 1040186

No Masalah Rencana Diagnosis Rencana terapi Rencana monitoring Rencana edukasi 1 CML DR, BMA Pro Kemoterapi

KU, TV Bed rest 2 Cephalgia e.c CML EEG, TD,

CT scan kepala PCT 500mg 3x1 Tramadol 3x1 Keluhan subjek TV Kurangi Aktivitas berat Hindari stress 3 Anemia Normositik hipokromik DR, MDT Tranfusi PRC 2kolf/hari DR, Hb, KU, TV, observasi etiologi anemia Diet TKTP Bed rest

LEMBAR CATATAN HARIAN DOKTER TINDAK LANJUT

Nama penderita: Tn. Sunarto No. CM 1040186 Tgl/

jam

No. Msl

Subyektif Obyektif Assesme nt Planning Paraf/ nama 20/4 /14 Sakit kepala (+) Nyeri perut (+) TD: 120/70 mmHg N: 80 x/menit CML Cephalgi a Anemia IVFD NaCl 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1 Inj. Metoclopramid 3x1

(29)

Mual/munta h (-/-) Demam (+) Ma/mi (+/+) RR: 20 x/menit T: 370C SaO2 : 92% Konjunctiva pucat +/+ Nyeri tekan abdomen Spleenomeg ali Schufner IV Lab tanggal 19/4/14 Hb : 8,0 g/dl MCV : 80 fl MCH : 26 pg normosit ik hipokro mik

Po. As. Mefenamat 3x1 O2 1-3 lpm (k/p) 21/4 /14 Sakit kepala (+) Nyeri perut (+) Mual/munta h (+/+) Demam (+) Ma/mi (+/+) TD: 120/80 mmHg N: 76 x/menit RR: 28 x/menit T: 36,30C SaO2 : 93% Nyeri tekan abdomen Spleenomeg ali Schufner IV Lab tanggal 20/4/14 SGOT: 55 SGPT: 113 CML Cephalgi a Anemia normosit ik hipokro mik IVFD NaCl 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1 Inj. Metoclopramid 3x1 Ketorolac 3x30 Transfuse PRC 2 kolf pre dexa Curcuma 3x1 Methioson 3x1 O2 1-3 lpm (k/p) Tanggal 23/4/14 cek SGOT SGPT DR MDT

(30)

22/4 /14 Sakit kepala (+) Nyeri perut (+) Mual/munta h (+/+) Ma/mi (+/+) BAB/BAK (+/+) TD: 120/70 mmHg N: 76 x/menit RR: 24 x/menit T: 36,50C SaO2 : 94% Nyeri tekan abdomen Spleenomeg ali Schufner IV 19/4/14 Hb : 8,0 g/dl MCV : 80 fl MCH : 26 pg Lab tanggal 20/4/14 SGOT: 55 SGPT: 113 CML Cephalgi a Anemia normosit ik hipokro mik IVFD NaCl 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1 Inj. Metoclopramid 3x1 Ketorolac 3x30 Curcuma 3x1 Methioson 3x1 Transfuse PRC 2 kolf pre dexa O2 1-3 lpm (k/p) Tanggal 23/4/14 cek SGOT SGPT DR MDT 23/4 /14 Sakit kepala (-) Nyeri perut (+) Mual/munta h (+/+) Ma/mi (+/+) BAB/BAK (+/+) TD: 120/70 mmHg N: 78 x/menit RR: 20 x/menit T: 36,30C Nyeri tekan abdomen Spleenomeg ali Schufner CML Cephalgi a Anemia normosit ik hipokro mik IVFD NaCl 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1 Inj. Metoclopramid 3x1 Ketorolac 3x30 Curcuma 3x1 Methioson 3x1 Post Transfuse PRC 2 kolf Cifodrox 3x 500mg Glivec 1 x 400mg

(31)

IV 19/4/14 Hb : 8,0 g/dl MCV : 80 fl MCH : 26 pg Lab tanggal 20/4/14 SGOT: 55 SGPT: 113 24/4 /14 Sakit kepala (-) Nyeri perut (+) Mual/munta h (+/+) Ma/mi (+/+) BAB/BAK (+/+) TD: 120/80 mmHg N: 86 x/menit RR: 22 x/menit T: 36,30C Nyeri tekan abdomen Spleenomeg ali Schufner IV Lab 23/4/14 Hb : 8,5 g/dl Leu : 89,1 Eri : 3,14 Ht : 25,9 MCV : 82,6 fl MCH : 27,1 pg SGOT: 68 SGPT: 135 CML Cephalgi a Anemia normosit ik hipokro mik IVFD NaCl 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1 Inj. Metoclopramid 3x1 Ketorolac 3x30 Curcuma 3x1 Methioson 3x1 Post Transfuse PRC 2 kolf Cifodrox 3x 500mg Glivec 1 x 400mg 25/4 /14 Sakit kepala (-) TD: 120/70 mmHg CML Cephalgi IVFD NaCl 20 tpm Inj. Ranitidin 2x1

(32)

Nyeri perut (+) Mual/munta h (+/-) Ma/mi (+/+) BAB/BAK (+/+) Batuk bedahak (+) N: 78 x/menit RR: 20 x/menit T: 36,30C Nyeri tekan abdomen Spleenomeg ali Schufner IV Lab 23/4/14 Hb : 8,5 g/dl Leu : 89,1 Eri : 3,14 Ht : 25,9 MCV : 82,6 fl MCH : 27,1 pg SGOT: 68 SGPT: 135 a Anemia normosit ik hipokro mik Inj. Metoclopramid 3x1 Ketorolac 3x30 Curcuma 3x1 Methioson 3x1 Cifodrox 3x 500mg Glivec 1 x 400mg PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil laboratorium darah pasien tanggal 11 September 2012 MORFOLOGI DARAH TEPI Eritrosit : normokromik normositik

Leukosit : kesan jumlah sangat meningkat, ditemukan: Blas : 14%

(33)

Promielosit : 2% Mielosit : 32% Metamielosit: 9% Stab : 24% Segmen : 13% Eosinofil : 5% Basofil : 1% Trombosit : kesan jumlah meningkat Kesan : Lihat hasil sumsum tulang

SUMSUM TULANG Sediaan dipulas: wright

Partikel : ada Kepadatan sel : meningkat Sel lemak : kurang

Kesan: Sumsum tulang hiperseluler dengan M/E rasio sanga meningkat Sistem eritropoetik aktivitas tertekan

Sistem granulopoetik aktivitas sangat meningkat proporsi mieloblas 14% dengan dominasi mielosit, metamielosit, stab dan segmen

Eosinofil dan basophil meningkat

Sistem trombopoetik aktivitas meningkat, megakaryosit mudah ditemukan Kesimpulan: CML stadium 2

Hasil laboratorium darah pasien tanggal 19 April 2014

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

Hemoglobin 8.0 14.0 – 18.0 g/dl Lekosit 53.1 4.0 – 10.5 ribu/ul Eritrosit 3.0 4.50 – 6.00 juta/ul Hematokrit 24 40 – 50 vol% Trombosit 1.551 150 – 450 ribu/ul MCV 80 800.0 – 97.0 Fl MCH 26 27.0 – 32.0 Pg MCHC 32 32.0 – 38.0 % Basofil 0 0-1 % Eosinofil 1 1-3 %

(34)

Batang 10 2-6 %

Segmen 12 50-70 %

Limfosit 75 20-40 %

Monosit 2 2-8 %

Hasil laboratorium darah pasien tanggal 20 April 2014

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

Glukosa darah sewaktu 111 70 – 120 mg/dl

SGOT 55 16 – 40 U/I SGPT 113 8 – 45 U/I Ureum 25 10 – 45 mg/dl Creatinin 1.3 0.4 – 1.4 mg/dl Natrium 136.2 135-146 mmol/l Kalium 3.8 3.4-5.4 mmol/l Clorida 98.7 95-100 mmol/l

Hasil laboratorium darah pasien tanggal 23 April 2014

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

Hemoglobin 8.5 14.0 – 18.0 g/dl Lekosit 89.1 4.0 – 10.5 ribu/ul Eritrosit 3.14 4.50 – 6.00 juta/ul Hematokrit 25.9 40 – 50 vol% Trombosit 1475 150 – 450 ribu/ul RDW-CV 18.0 11.5-14.7 % MCV 82.6 80.0 – 97.0 Fl MCH 27.1 27.0 – 32.0 Pg MCHC 34.8 32.0 – 38.0 % SGOT 68 16 – 40 U/I SGPT 135 8 – 45 U/I Diff count 0/0/0/10/2/1 Myeloblast 87%

Evaluasi hapusan darah tepi Eri: normokrom anisositosis

Leuko: kesan jumlah meningkat sel blast 87% Trombo: kesan jumlah meningkat, giant trombosit + Kesan AML

(35)

Hasil laboratorium darah pasien tanggal 24 April 2014

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

Hemoglobin 8.5 14.0 – 18.0 g/dl Lekosit 89.5 4.0 – 10.5 ribu/ul Eritrosit 3.17 4.50 – 6.00 juta/ul Hematokrit 26.5 40 – 50 vol% Trombosit 1736 150 – 450 ribu/ul MCV 83.5 80.0 – 97.0 Fl MCH 26.8 27.0 – 32.0 Pg MCHC 32.1 32.0 – 38.0 %

(36)

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala ini dirasakan sejak ± 2 minggu SMRS. Nyeri kepala dirasakan muncul mendadak dan terus menerus. Nyeri kepala dirasakan dibagian kanan kepala dan menjalar sampai kebelakang. Nyeri dirasakan seperti dipompa dan terasa berat. Pasien juga mengeluhkan adanya mual selama ± 2 minggu dan kadang kadang disertai muntah. Muntah sebanyak 1x, berisi makanan yang dimakan, berlendir tetapi tidak ada darah. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 2 hari yang lalu. Demam disertai dengan menggigil. Pasien juga sering mengeluh nyeri perut. BAK lancar, kadang terasa sakit saat BAK. BAB frekuensi normal, tetapi agak keras. Pasien sering merasa kelelahan dan cepat lelah. Pasien merasa berat badannya mengalami penurunan. Sebelumnya pasien didiagnosis menderita leukemia (CML) sejak 2 tahun yang lalu.

Dari anamnesis terhadap pasien didapatkan adanya keluhan nyeri kepala, demam, kelelahan, dan penurunan berat badan. Keluhan ini disertai dengan riwayat penyakit kelainan darah sejak 2 tahun yang lalu (CML).

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, tanda vital masih dalam batas normal, konjungtiva kedua mata pucat, penglihatan ganda, penurunan visus, abdomen tampak datar, pada perkusi abdomen ditemukan suara pekak pada regio hipokondrium kiri, regio epigastrium, regio lumbal kiri dan regio umbilikus; shifting dullness (-), pada palpasi abdomen ditemukan nyeri

(37)

tekan pada regio iliaca kiri; lien membesar hingga sejuah Scuffner IV. Dengan temuan pucat, splenomegali, maka pendekatan diagnostik pasien ini kini lebih diarahkan pada penyakit yang terkait limpa atau kelainan hematologi sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis ini.

Pada pemeriksaan laboratorium saat pasien datang tanggal 19 April 2014, didapatkan kelainan berupa kadar hemoglobin yang rendah (8 gram/dl), MCH rendah (26 pg), leukosit meningkat (53,1 ribu/ul) dengan peningkatan sel batang, segmen dan limfosit (masing-masing 10%, 12% dan 75%), trombosit meningkat (1.551 ribu/ul). Kadar Hb, MCH yang rendah menunjukkan pasien menderita anemia. Penyebab anemia ini masih harus ditelusuri dengan pemeriksaan penunjang seperti morfologi darah tepi.

Selain itu didapatkan kadar leukosit yang meningkat di atas 50.000 (53,1 ribu/ul) dengan peningkatan sel batang, segmen dan limfosit serta peningkatan trombosit. Hasil ini dapat mengarah ke leukemia myeloid kronik (CML). Untuk menegakkan diagnosis ini dilakukan pemeriksaan mikroskopik darah tepi.

Pada tanggal 23 April 2014 dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin dan mikroskopik darah tepi. Kadar Hb menurun (8,5 gr/dl), leukosit lebih meningkat dari pemeriksaan sebelumnya (89,1 ribu/ul), trombosit meningkat 1.475 ribu/ul serta peningkatan SGOT (68 U/l) dan SGPT (135 U/l). MDT menunjukkan hasil peningkatan leukosit terutama myeloblast 87%, dengan eritrosit normokrom anisositosis, peningkatan trombosit dengan giant trombosit. Pada kesan MDT diketahui AML. Pada pemeriksaan 2 tahun yang lalu (tanggal 11 september 2012) pada MDT ditemukan peningkatan leukosit dengan jumlah blas

(38)

14%, mielosit 32%, stab 24%, segmen 13%, dengan peningkatan trombosit dan pada pemeriksaan sumsum tulang didapatkan sumsum tulang kesan hiperseluler dengan M/E rasio meningkat, sistem granulopoetik aktivitas sangat meningkat proporsi mieloblas 14% dengan dominasi mielosit, metamielosit, stab dan segmen, kesimpulan dari MDT dan BMP saat itu adalah CML stadium 2. Dari kedua hasil tersebut didapatkan perbedaan. 2 tahun yang lalu pasien didiagnosis dengan CML sedangkan saat ini hasil MDT menunjukkan AML. Hal ini mungkin saja terjadi karena bisa didapatkan hasil pemeriksaan yang belum sesuai dengan diagnosis sehingga untuk memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan sumsum tulang.

Pada kasus ini, pasien diberikan terapi suportif berupa pemberian cairan intravena NaCl. Injeksi ranitidin diberikan pada pasien untuk mengurangi asam lambung atau dispepsia yang umum terjadi pada pasien-pasien rawat inap lama.

Selain terapi suportif, pasien juga diberikan terapi simptomatik, berupa injeksi metoklopramid untuk mengurangi mual yang dirasakan oleh pasien, ketorolac sebagai analgesik untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien, Curcuma® (pulverised curcuma roots) tablet dan Methioson® (methionine 100 mg, choline bitartrate 100 mg, vit B1 2 mg, vit B2 2 mg, vit B6 HCl 2 mg, vit B12 0,67 mcg, vit E 3 mg, biotin 100 mcg, pantothenate acid 3 mg, folic acid 400 mcg, nicotinamide 6mg) tablet sebagai hepatoprotektor. Pasien juga diberikan cifodrox 500mg, obat ini merupakan antibiotic yang digunakan untuk mengobati infeksi pada pasien.

(39)

Karena pasien memiliki nilai Hb di bawah 10 g/dL, maka diberikan pula transfusi PRC 2 kolf per hari untuk mengoreksi hal ini. Kemudian setelah transfusi seharusnya dilakukan pemeriksaan darah rutin kembali untuk mengetahui apakah nilai Hb setelah transfusi sudah meningkat atau belum. Pada pasien ini, pemeriksaan darah rutin hanya dilakukan 4 kali yaitu saaat masuk rumah sakit tanggal 19 april 2014, kemudian pada tanggal 20, 23 dan 24 april 2014. Pemeriksaan terakhir tanggal 24 april 2014 menunjukkan kadar Hb pasien masih dibawah 10 yaitu 8,5 gr/dl.

Untuk terapi CML, pasien diberikan gleevec 400 mg per oral satu kali sehari. Gleevec adalah imatinib mesylate, obat ini merupakan terapi standar lini pertama pada CML. Imatinib bekerja dengan menghambat protein ABL yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respons hematologik yang lengkap pada hampir semua pasien yang berada dalam fase kronik dengan tingkat konversi sumsum tulang yang tinggi dari Ph+ menjadi Ph-. Imatinib diketahui memiliki angka survival rate yang baik pada CML.

(40)

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus seorang laki-laki berusia 29 tahun yang didiagnosis Chronic Myeloid Leukimia, cephalgia dan anemia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Pasien telah ditatalaksana dengan terapi suportif dan simptomatik. Pasien dirawat sejak tanggal 19 april 2014 hingga 25 april 2014 dan pindah ke ruang mawar pada tanggal 26 april 2014.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

1. Athens, J.W., 2004. Acute Lymphoblastic Leukemia in Adults. In: Wintrobe’s Clinical Hematology (11thed.). Greer, J.P., Foerster, J., Lukens, J.N., Rodgers, M., Paraskevas, F., Glader, B. (Editor). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

2. Bakta, I.M., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

3. Druker et.al., 2006. Five-Year Follow-up of Patients Receiving Imatinib for Chronic Myeloid Leukemia, The New England Journal Medicine 2006;355:2408-17.

4. Vardiman JW. Chronic myelogenous leukemia., BCR-ABL1+. American Journal of Clinical Pathology 2009; 132: 252-260.

5. Robbins, S.L., Cotran, R.S., Kumar, V., 1999. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (ed.5). Mitchell, R.N., Kumar,V., Abbas, A.K., Fausto, N (editor). Jakarta: EGC.

6. Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC

7. Robbins & Cotran., 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (ed.7). Mitchell, R.N., Kumar,V., Abbas, A.K., Fausto, N (editor). Jakarta: EGC. 8. Monroy RH, Pablo VV, Jorge CF. Chronic myeloid leukemia: current

concepts in physiopathology and treatment. Cancerologia 2007; 2: 137-147 9. Walter J et al. The CML guide. New York: Leukimia and Lymphoma Society,

2012.

10. Wei G, Samudheen R, Liu D. First line treatment for chronic myeloid leukemia: dasatinib, nilotinib or imatinib. Journal of Hematology and Oncology 2010; 3(47): 1-10.

(42)

11. Buyukasik Y, Ibrahim CH, Osman I. Chronic myeloid leukemia: Practical issues in diagnosis, treatment and follow up. International Journal of Hematology and Oncology 2010; 2(20): 1-12.

Gambar

Gambar 2.1 Proses terbentuknya kromosom Philadelphia (6)
Gambar 2.2 Patofisiologi CML 2.6 Gambaran Klinis
Tabel 2.1 Tanda dan gejala CML (9)

Referensi

Dokumen terkait

Pertemuan internal dilakukan setiap sebulan sekali dengan dokter umum,koordinator tiap ruang, dan para anggota untuk membahas segala kebutuhan dan masalah yang

Dalam prakteknya umur pahat tidak hanya dipengaruhi oleh geometri pahat saja melainkan juga oleh semua factor yang berkaitan dengan proses pemesinan, yaitu antara lain jenis

Pandangan yang sama turut dinyatakan oleh Abdul Basit (2014) yang menjelaskan bahawa kesenian boleh digarap sebagai media dakwah yang menepati uslub-uslub dakwah

Hasil dari temuan penelitian ini berdasarkan hasil analisis data yang tergambar pada grafik analisis full model (Gambar 1) membuktikan dan memberi kesimpulan yaitu

Mengingat sangat berbahayanya logam timbal terhadap kesehatan manusia karena berdampak pada kerusakan sel dan jaringan termasuk sel darah merah, maka sangatlah

3.11.1.1 Setelah mengamati video kerusakan lingkungan (pemanasan global) siswa dapat mengidentifikasi perubahan lingkungan yang terjadi di lingkungan sekitar.. 3.11.2.1

Pada penelitian ini dengan subjek penelitian 34 kasus, didapatkan positif ekspresi 11,7% terdiri dari positif ekspresi lemah (+1) 2,9% dan ekspresi po- sitif sedang (+2) 8,8% dan

kebangsaan dalam diri siswa melalui materi pembelajaran sejarah yang berkaitan dengan keteladanan pahlawan nasional, guru sejarah yang mengajar di MAN 1 Sijunjung