• Tidak ada hasil yang ditemukan

referat parese nervus 6 fix.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "referat parese nervus 6 fix.docx"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Telaah Ilmiah

Telaah Ilmiah

PARESE NERVUS ABDUCENS

PARESE NERVUS ABDUCENS

Oleh:

Oleh:

Yoga Malanda, S. Ked

Yoga Malanda, S. Ked

04101001023

04101001023

Dosen Pembimbing :

Dosen Pembimbing :

Dr. Hj. Devi Azri Wahyuni, SpM

Dr. Hj. Devi Azri Wahyuni, SpM

DEPARTEMEN ILMU BAGIAN MATA

DEPARTEMEN ILMU BAGIAN MATA

RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG

RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2014

2014

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

TELAAH ILMIAH

 berjudul

PARESE NERVUS ABDUCENS

Oleh

Yoga Malanda, S. Ked

04101001023

telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 17 Maret 2014 –  21 April 2014

Palembang,

April 2014

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan telaah ilmiah dengan judul “Parese Nervus Abducens” . Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Hj. Devi Azri Wahyuni, SpM selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian telaah ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para residen, teman-teman koas, dan semua  pihak yang telah membantu dalam penyelesaian telaah ilmiah ini.

Penulis menyadari sepunuhnya bahwa penyusunan telaah ilmiah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

Demikianlah penulisan telaah ilmiah ini, semoga bermanfaat. Amin

Palembang, April 2014

(4)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHA ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2

2.1. Anatomi dan fisiologi ... 2

2.2. kelainan Nervus VI ... 7

2.3. Lesi Nervus Abdusen pada Mata ... 8

2.4. Penatalaksanaan dan Prognosis... 11

BAB III KESIMPULAN... 13

(5)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

 Nervus VI merupakan salah satu saraf otak yang mengatur gerakan bola mata.  Nervus kranial keenam yang juga disebut sebagai nervus abdusen adalah saraf eferen somatik yang Mengontrol pergerakan otot tunggal yaitu otot rektus lateralis dari mata.  Nervus abducens muncul di antara pons dan mendula dan menempuh jalan di atas clivus ke klinoid posterior, menembus dura, dan berjalan di dalam sinus kavernosus. (semua nervus lain berjalan melalui dinding lateral sinus karvernosus.) setelah melalui fissure orbitalis superior di dalam anulus Zinn, nervus itu berlanjut ke lateral untuk mensarafi muskulus rektus lateralis.1

Disfungsi dari nervus kranial keenam ini dapat terjadi dari lesi sepanjang nukleus nervus keenam pada dorsal pons dan otot rektus lateral dalam orbital. Lesi nervus ini merupakan kelainan nervus VI yang didapat. Lesi N. VI akan melumpuhkan otot rektus lateralis, sehingga mata akan terganggu saat melirik ke arah luar (lateral, temporal) dan akan terjadi diplopia. Bila penderita melihat lurus ke depan posisi mata akan terlihat sedikit mengalami adduksi. Ini karena aksi dari otot rectus medialis yang tidak terganggu.10

Lesi dari nervus kranial keenam sering terjadi, sebagian besar disebabkan trauma, sindrom, inflamasi, tumor ataupun karsinoma. Terdapat beberapa tempat yang  potensial terjadi lesi pada N.VI yaitu lesi tingkat nukleus atau fasikulus, lesi tingkat

subarakhnoid/basiler, lesi tingkat puncak petrosus, lesi tingkat sinus kavernosus dan orbita. Lesi tingkat Nukleus dapat disebakan karena Horizontal gaze palsy, Sindrom Mobius, dan Sindrom Duane rektraksi, Lesi pada tingkat fasikulus disebabkan karena Palsi kranial nervus VI terisolasi, Anterior paramedial pons Ipsilateral CN VI palsy, ipsilateral CN VII palsy, dan mungkin juga karena hemiparesis. Etiologi dari lesi pada tingkat basiler yaitu infeksi TBC, jamur, bakteri, invasi langsung tumor dari sinus, fosa  posterior, nasofaring, sifilis meningovaskuler, sarkoidosis, Guillain-Barre Syndrome

dan herpes zoster.3

1.2. Tujuan

Tujuan pembuatan referat ini untuk menanmbah pengetahuan tentang parese nervus abducens.

(6)

BAB II

TINJAUANPUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

 Nervus abdusens adalah saraf motoris kecil dan mempersarafi m. rektus lateralis bola mata. Saraf ini muncul dari permukaan anterior otak, di antara  pinggir bawah pons dan medula oblongata. Mula-mula saraf ini terletak di dalam fosa kranii posterior, kemudian ia membelok dengan tajam ke depan, melintasi  pinggir superior pars petrosa os. temporalis. Setelah masuk sinus karvenosus, saraf ini berjalan ke depan bersama a. karoti sinterna, masuk ke rongga orbita melalui fisura orbitalis superior.8

 Nukleus motrik kecil terletak di bawah lantai dari upper part   ventrikel keempat; di dekat garis tengah dan di bawah kolikulus fasialis. Nukleus menerima serabut kortikonuklear afferent dari kedua sisi hemisfer serebral dan menerima traktus tektobulbar dari kolikulus superior yang menghubungkannya dengan korteks visual. Inti saraf ini juga menerima serabut dari fasikulus longitudinal medial yang menuhubungkan dengan nukleus dari nervus kranialis III, IV, dan VIII.9

(7)

Embriologi N. Abducens berasal dari Neural Crest yang mulai tumbuh  pada hari ke tiga puluh enam masa emrio. Inti syaraf ini berasal didalam pons  bagian dorsal dan di dalam lantai ventrikel empat diparamedian kanan kiri. Bagian dorsal inti ini dilingkari oleh N facialis sehingga membentuk suatu tonjolan di dasar ventrikel empat di atas Stria medullare yang dikenal dengan Colliculus Facialis.5

Gambar. 2 Letak nervus abducens

Dari inti N. Abducens Syaraf ini melewati Tegmentum Pontis dan keluar dari sebelah ventral batang otak setinggi Pons Medullary Junction, tepatnya diperbatasan Pons dengan pyramid. Setelah keluar dari batang otak syaraf ini masuk ke dalam sistema Pontis dan berjalan ke rostral antara Pan dan Clivus, menuju apex os Petrosus. Ditempat ini N. Abducens masuk kedalam Canalis Dorello dan menembus durameter untuk selanjutnya masuk ke dalam Sinu Cavemosus di laterocaudal dari a. Carotis Intema dan medial dari N Opthalmicus. Dari Sinus Cavernosus Syaraf ini masuk ke dalam Cavun orbita melalui Fissura Orbitalis Superior di Anulus Tendineus Communis, di laterocaudel N. Opthalmicus. Selanjutnya Syaraf ini menginervasi m. Rectus Lateralis dari arah medial.3, 6

Dalam perjalanannya N. Abducens menerima serabut propioseptik dari m. Rectus Lateralis. Serabut ini bersatu dengan N. Abducens dan memisahkan diri di dalam Sinus Cavemosus, selanjutnya bergabung dengan N. Opthalmicus dan berakhir di nucleus Mesencephalic N. Trigeminal.

Proyeksi Vestibuler penting Untuk mempertahankanl fiksasi pandangan selama gerakan kepala. Gerakan kepala akan mengaktitkan serabut afferent N vestibularis akibat terpacunya reseptor didalam canalis semi circllfalis. Dari nucleus vestibularis medialis akan menginhibisi inti motorik nervus III, IV, dan V ipsilateral

(8)

dan mengaktivasi kontra lateral lewat Fasiciculus Longitudinalis Medialis. Dengan demikian fiksasi visual tetap terpelihara saat kepala bergerak. Inti-inti nervus III, IV, dan V juga menerima input yang lebih complex yang melibatkan formatio recticuralis  pontin yang dimulai dari area 8 Brodmann, area 17, a8 dan 19 selia colliculus

superior. 3, 6

Gambar 3 : Nervus Abducens

Jika saraf abdusens mengalami kelumpuhan, mata tidak dapat bergerak ke lateral. Karena otot rektus medialis tidak lagi memiliki antagonis, mata agak berdeviasi ke arah nasal. Kondisi ini dikenal sebagai strabismus konvergen atau esotropia.4

Kerusakan pada setiap saraf motorik okular, menghasilkan penglihatan ganda, karena  bayangan objek pada retina tidak menutupi daerah yang bersangkutan. Yang menyebabkan mata bergerak ke semua arah adalah kerja gabungan dari keenam otot pada masing-masing sisi. Gerakan juga selalu secara halus atuned   dan konjugat, memastikan bahwa bayangan diproyeksikan secara tepat pada kedua fovea. Mekanisme sentral yang agak rumit mengendalikan lima sinergisme dari berbagai otot mata dan saraf-sarafnya. Tidak ada otot mata yang dipersarafi secara sendiri-sendiri.5

Bila seseorang menguji diplopia dengan kacamata merah hijau dan lampu tangan,  bayangan ganda dari sebuah objek ini timbul pada mata yang paralisis, jika pasien berusaha melihat ke arah otot yang paralisis normalnya akan menarik mata. Ketika pasien melihat ke arah ini, jarak antara bayangan ganda adalah yang terbesar. Bayangan yang paling luar  berasal dari mata yang lumpuh.5

(9)

Gambar 4 : nervus abdusen

Gerakan kedua bola mata

Keempat pasang otot okular bekerja sama sedemikian rupa sehingga gambar benda yang dilihat jelas dan tunggal. Melirik ke kiri horizontal berarti suatu gabungan antara muskulus rektus lateralis kiri dan muskulus rektus lateralis kanan. Bila dianalisa otot okular kiri dan kanan yang mana bekerja pada waktu melirik ke atas samping kanan atau kiri. Yang mengurus pengendalian otot-otot okular kedua sisi pada waktu melaksanakan lirikan mata (gaze movement) ialah korteks serebri area 8 berikut korteks visual, area 12, 18, dan 19. Pada  perangsangan area 8 tidak saja terjadi gerak lirikan bola mata, tetapi leher dan badan juga ikut

mengubah sikap, sesuai dengan gerakan kepala, leher atas jika kita menengok ke kanan atau kekiri. Gerakan mata ke suatu jurusan (ke kanan atau ke kiri) dinamakan gerakan konjugat. Tetapi dalam penghidupan, gerakan bola mata konjugat itu tidak selalu berarti melirikkan mata ke kanan atau ke kiri saja. Tetapi bisa juga menggerakkan kedua bola mata ke jurusan yang berlawanan. Seperti menatapkan kedua bola mata pada ujung hidung. Gerakan ini dinamakan gerakan diskonjugat .4,5,8

Juga gerakan itu diurus oleh area 8 dengan bantuan korteks visual. Terutama pada gerakan konjugat sikap badan berubah sesuai dengan arah lirikan. Dalam mengatur sikap  badan sehubungan dengan lirikan, sumbangan fungsional dari serebelum, gangglia basalia dan susunan vestibular diintegrasikan. Yang menyalurkan impuls integratif yang dicetuskan oleh kortes visual (area 17, 18 dan 19), pusat lirikan kortikal (area 8), gangglia basalia, inti vestibular dan serebelum ialah  fasikulus longitudinalis medialis. Impuls-impuls untuk gerakan konjugat dan diskonjugat disalurkan melalui serabut-serabut ekstrapiramidal ke substansia retikularis. Dari situ serabut-serabut substansia retikularis ikut menyusun fasikulus longitudinalis medialis yang berakhir di inti-inti nervus ilaocculomotorius, troklearis, dan

(10)

abdusens. Sebagian dari serabut serabut fasikulus longitudalis medialis berakhir pada inti motorik nervus fasialis dan hipoglosus dan sebagian pada motorneuron medulla spinalis  bagian servikal. Serabut-serabut retikular yang menerima impuls dari serebelum dan inti vestibularpun ikut menyusun fasikulus longitudinalis medialis. Dengan demikian impuls keseimbangan dan tonus dapat disampaikan kepada sel-sel motorik yang dihubungi fasikulus longitudinalis medialis. Gerakan bola mata merupakan hasil gabungan kegiatan sepasang otot okular. Kalau kegiaatan masing-masing otot okular ditinjau, maka otot rektus lateralis dan medialis menggerakan bola mata ke temporal dan nasal. Otot rektus superior dan inferior menarik bola mata ke atas dan ke bawah, pada waktu bola mata berada dalam posisi abduksi. Sedangkan gerakan bola mata ke bawah dan ke atas pada waktu bola mata dalam posisi abduksi merupakan kegiatan otot oblikus superior dan oblikus inferior. Tetapi jika bola mata menatap lurus ke depan, memutarkan bola mata ke atas dan ke bawah merupakan hasil kegiatan bersama beberapa otot okular. 4,5,8

(11)

Paralisis dari muskulus rektus lateralis (disarafi oleh nervus abdusens) memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut:

1. Bola mata yang terkena bersikap konvergensi, yaitu ke arah nasal. 2. Bola mata yang terkena tidak dapat digerakkan ke samping.

3. Bayangan terletak disebelah lateral dari gambar sebenarnya; bayangan itu akan lebih menjauhi ke samping apabila penderita disuruh melirik ke arah lesi.

Pasien yang tidak mampu melakukan abduksi mata yang sakit, pada kasus ekstrem menyebabkan strabismus konvergen saat istirahat, karena aksi rektus medial yang tidak dilawan. Terjadi diplopia saat melihat ke arah yang sakit, dengan arah diplopia horisontal. Palsi nervus VI tanpa kelainan lain seringkali disebabkan oleh kerusakan perdarahan saraf (vasa nervorum) akibat diabetes atau hipertensi. Kejadian-kejadian mikrovaskular seperti ini akan membaik,biasanya terjadi perbaikan komplet dalam satu bulan. Palsi nervus VI dapat  juga merupakan tanda lokalisasi yang salah dari peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini

karena nervus ini memiliki serabut saraf yang panjang dan berlekuk-lekuk di intrakranial. Jadi, saraf ini rentan terhadap efek peningkatan tekanan, yang dapat disebabkan oleh massa intrakranial, dan tidak harus menekan langsung nervus VI. 4, 5

Gambar 6: paralisis nervus abdusen

2.2 Kelainan Nervus VI

Walaupun fungsi saraf otak ke VI ini tampak sederhana, hanya mengurus 1 otot ekstrakuler ipsilateral, namun struktur yang unik dari N.VI dan hubungannya dengan struktur sekitarnya, berbagai kelainan/anomali dapat terjadi.6

(12)

 Kelainan Kongenital

Kelainan konginetal N.VI yang tersering adalah sindroma Mobius dan sindroma Duane retraction.

 Syndroma Mobius

Berupa suatu diplegi fasialis bersamaan dengan kelainan gaza horizontal, dan  pareseabduksi. Gaze horizontal biasanya absen total. Kelainan ini sering ditemukanbersamaan dengan kelainan neurologis dan m uskoluskletal lain (club foot, abnormalitis M. pectoralis, malformasi bronkus). Diduga etiologi syndroma ini adalah gangguan perkembangan N.VI, infeksi atau hipoksia intrauterin atau trauma.

 Duane’s Retraction Syndrome

Selalu ditandai dengan keterbatasan gerakan abduksi yang selalu disertai dengan  penyempitan dan retraksi bola mata saat abduksi mata. Kelainan ini disebabkan oleh hipo/aplasia dari Nukleus N.VI dan inervasi M.rektus lateral oleh vabang N.III. Kelainan  bilateral ditemukan pada 20% pasien. Sebagian besar pasien adalah wanita dengan mata kiri

lebih sering dibanding kanan. Terdapat 3 jenis Duane Retraction Syndrome yaitu: tipe I abduksi abnormal dengan adduksi normal, tipe II abduksi relatif normal tetapi adduksi terbatas; tipe III baik abduksi maupun adduksi abnormal. 50% pasien ditemukan kelainan kongenital neurologi dan dkletal lain.

2.3. Lesi Nervus Abdusen pada Mata

Terdapat 5 tempat yang potensial terjadi lesi pada N.VI yaitu lesi tingkat nukleus atau fasikulus, lesi tingkat subarakhnoid/basiler, lesi tingkat puncak petrosus, lesi tingkat sinus kavernosus dan orbita

Lesi tingkat Nukleus dan Fasikulus

Lesi pada tingkat ini menyebabkan kelainan horizontal gaze ipsilateral, sering  bersamaan dengan parese fasialis perifer sebagian bagian dari gejala klinis. Lesi sering  bersamaan dengan kelainan intraparenkimal batang otak seperti neoplasma, infeksi, kompresi inflamasi. Sebagai tambahan lesi metabolit Wernicke Korsakoff sindroma sering juga melibatkan nukleus N.VI, MS adalah penyebab lainnya yang sering melibatkan N.VI tingkat

(13)

abduksi, horizontal gaze dankelemahan fasialis, kehilangan pengecapan, analgesia fasialis, horner sindroma, ketuliaan ipsilateral. Sindroma Raymond adalah suatu kombinasi parese  N.VI dengan hemiplegi kontralateral, sebagai akibat keterlibatantraktus piramidalis yang  berdekatan dengan N.VI. Sindroma Millard-Gubler adalah kombinasi defisit abduksi hemiplegi kontralateral, parese fasialis ipsilateral. Struktur yang dikenal adalah fasikulus  N.VI, piramidalis dan fasikulus N.VI. 6, 7

Gambar 7: Nukleus abdusens dan koneksi sentralnya, B: Distribusi nervus abdusens

 Lesi Tingkat Basiler/subarakhnoid

Pada kelainan di meningeal basilis seperti infeksi TBC, jamur, bakteri, meningitis karsinomatos atau invasi langsung tumor dari sinus, fosa posterior, nasofaring, sifilis meningovaskuler, sarkoidosis, Guillain-Barre Syndrome dan herpes zoster. Dilatasi aneurisma, ektasia A. basilaris dapat menyebabkan kelainan otak multiple. Peningkatan tekanan intrakranial oleh sebab apa saja dapat mengganggu N.VI tingkat ini. Patologis yang sama terjadi pada traksi servikal, trauma, manipulasi neurosurgery dan lumbal punksi. 6

(14)

 Lesi Tingkat Petrosus

Ada 4 penyebab utama kerusakan di puncak os.petrosus. 6,7

1. Mastoiditis atau infeksi telinga tengah dapat menyebabkan peradangan difus os.petrosus dan trombosis sinus petrosus. Gejala klinis berupa nyeri telingan yang hebat dengan kombinasi parese N.VI, VII, VIII dan kadang V. Sindroma ini dikenal dengan sindroma Gradenigo

2. Trombosis sinus lateralis oleh karena mastoiditis menyebabkan peningkatan intrakranial yang hebat akibat gangguan drainase vena serebral. Parese N.VI dapat akibat langsung maupun tidak langsung

3. Karsinoma Nasofaring atau tumor sinus paranasal, metastase dapat menginfiltrasi fisura-fisura di basis kranil dengan parese N.VI yang tidak nyeri. Bila disertai hilangnya sekresi air mata dengan/ tanpa kelainan NV2 harus diduga proses di sphenopalatina

4. Parese N.VI Transient Benigna dapat terjadi menyusul infeksi pada anak. Gejala  biasanya membaik setelah beberapa minggu.

 Lesi tingkat Sinus Kavernosus

Lesi tingkat ini sering disebabkan oleh lesi vaskuler seperti fistula karotico

kavernosus, dural shunt, aneurisma intrakavernosa, iskhemik, inflamasi

infeksius/noninfeksius, neoroplasma dapat melibatkan N.VI bersamaan saraf otak lain. Kombinasi disfungsi okulosimpatetik dan defisit abduksi ipsilateral selalu menunjukkan lesi sinus kavernosus Trombosis sinus kavernosus komplikasi sepsis dari infeksi kulit wajah atas dan sinus paranasal. Klinis biasanya sering fatal. Parese N.VI diikuti nyeri hebat, eksoptalmus dan edema palpebra yang kemudian menjalar ke mata sebelahnya lagi. 3, 6, 7

Anuerisma intrakavernosa A.Karotis sering terjadi pada wanita usia lanjut dengan hipertensi. Bila dilatasi terjadi di segmen depan dari pinggir sinus dapat menyebabkan edema  palpebra, eksopthalmus, kebutaan dan lesi N.III dengan nyeri yang hebat. Bila lesi diposterior sinus akan terjadi iritasi N.VI dengan rasa nyeri dan parese N.VI. Bila ruptur aneurisma ke dalam sinus akan terjadi eksopthalmus pulsatif yang unilateral. Ini disebut Fistula Karotico kavernosa. Dapat juga terjadi pada frkatur basis kranii yang merobek karotis ditingkat sinus kavernosa. Hipertensi, Diabetes Melitus, Giant Cell Arteritis, migren dapat menyebabkan

(15)

 Lesi di Fisura Orbitalis Superior dan Orbita

Lesi N.VI di orbita yang terisolasi sangat jarang terjadi. Telah dilaporkan paralysis  N.VI orbita setelah anestesi dental. Parese N.VI bersama N.III, IV, VI difisura orbitalis

superior dapat disebabkan oleh infiltrasi karsinoma nasofaring, tumor benigna di orbita dengan visual loss, proptosis, diplopia yang kronik progresif. Lesi di fisura orbitalis superior atau intrakranial tepat belakang fisura jarang menyebabkan kelumpuhan saraf tanpa atau dengan proptosis ringan. Lesi di orbita cenderung menyebabkan proptosis sebagai gejala utama. 3, 6

2.4. Penalataksanaan dan Prognosis

Penatalaksanaan parese N.VI tergantung pada etiologi, penanganan parese  N.VI terisolasi berbeda dengan parese N.VI non isolasi (bersamaan dengan gejala

neurologis lain). 5, 6

 Parese N.VI terisolasi

Penatalaksanaan kasus parese N.VI yang terisolasi (isolated) adalah sebagai berikut:

1. Bila pasen <14 tahun dengan parese N.VI unilateral, tidak dibutuhkanpemeriksaan khusus lain kecuali bila berkembang gejala neurologi lain. Kemungkinan diagnosa adalah Parese N.VI beingna. Anamnesa episode infeksi atau imunisasi dapat membantu diagnosa. Pasien harus dikontrol tiap 2 minggu untuk menilai progresifitas  penyakit. Gejala biasanya menetap dalam 10-16 minggu setelah onset. Bila gejala

tidak membaik dalam 6 bulan, CT Scan perlu dilakukan. Tindakan operatif untuk memaksimalkan lapangan pandang binokuler tunggal.

2. Parese N.VI terisolasi pada umur 15-40 tahun masih kontraversi. Walaupun sebagian  besar kasus adalah benigna, pemeriksaan neurologik menyeluruh untuk mengesampingkan kemungkinan hipertensi, penyakit kolagen vaskuler dan multiple sclerosis. Pasien dikontrol 2 minggu, kemudian tiap 1 bulan. Bila gejala parese  bertambah atau timbul gejala neurologi lain CT/MRI, myelografi harus dilakukan. Bila penyembuhan tidak komplit, tindakan operatif perlu dipikirkan setelah 6 bulam stabil gejala.

3. Pasien berumur > 40 tahun, kemungkinan milroinfark vaskuler harus dipikirkan. Biasanya pasien mengeluh nyeri periokuler atau retrobulber selama 5-7 hari sebelum

(16)

terjadinya parese. Pemeriksaan ke arah hipertensi dan DM adalah penting. Pasien  berusia > 55 tahun, BSE perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan Giant Cell Arteitis (12%). Bila terdapat riwayat karsinoma (mamae atau prostat) pemeriksaan neuroimaging harus dilakukan

4. Parese N.VI akut dengan nyeri fasial dan retroaurikuler pada semua umur harus di CT Scan os. Petrosus dan mastoid untuk melihat kemungkinan tumor/inflamasi dipuncak  petrosus.

5. Parese N.VI bilateral pada anak maupun dewasa harus dianggap sebagai peninggian intrakranial sampai dibuktikan tidak. Begitu juga dengan kasus trauma

 Parese N.VI non terisolasi

Parese N.VI bersamaan dengan saraf kranial lain, atau dengan gejala neurologi lain perlu dilakukan CT Scan/MRI Lesi diruang subarakhnoid membutuhkan pemeriksaan likwor

Prognosis   tergantung pada etiologi dari masing-masing kasus. Pasien dengan gangguan pada nervus VI akan kembali fungsi normalnya setelah diterapi kausanya. 5

(17)

BAB III KESIMPULAN

 Nervus abducens muncul di antara pons dan mendula dan menempuh jalan di atas clivus ke klinoid posterior, menembus dura, dan berjalan di dalam sinus kavernosus. Setelah melalui fissure orbitalis superior di dalam anulus Zinn, nervus itu  berlanjut ke lateral untuk mensarafi muskulus rektus lateralis.1

Lesi N. VI akan melumpuhkan otot rektus lateralis, terdapat 4 tempat yang  potensial terjadi lesi pada N.VI yaitu lesi tingkat nukleus atau fasikulus, lesi tingkat

subarakhnoid/basiler, lesi tingkat puncak petrosus, lesi tingkat sinus kavernosus dan orbita. Lesi pada tingkat nukleus dan fasikulus sering bersamaan dengan kelainan intraparenkimal batang otak seperti neoplasma, infeksi, dan kompresi inflamasi menyebabkan kelainan horizontal gaze ipsilateral, Lesi pada tingkat Lesi Tingkat Basiler/subarakhnoid terjadi pada infeksi TBC, jamur, bakteri, meningitis karsinomatos atau invasi langsung tumor dari sinus, fosa posterior, nasofaring, sifilis meningovaskuler, sarkoidosis, Guillain-Barre Syndrome dan herpes zoster. 3

Lesi pada tingkat sinus kavernosus sering disebabkan oleh lesi vaskuler seperti fistula karotico kavernosus, dural shunt, aneurisma intrakavernosa, iskhemik, inflamasi infeksius/noninfeksius menyebakan edema palpebra, eksopthalmus, dan kebutaan. Sedangkan lesi tingkat  Fisura Orbitalis Superior dan Orbita karsinoma nasofaring, tumor benigna di orbita dengan visual loss, proptosis, diplopia yang kronik progresif. 11

(18)

Dafar Pustaka

1. Andrew G. Lee, Brazis Paul. (2003). Clinical Pathways in Neuro-Ophthalmology An Evidence-Based Approach, Second Edition E- book. Thieme Medical Publishers, New York, 296- 310.

2. American Academy of Ophthalmology. Basic of clinical science course  Neuroophthalmology. San Fransisco, 2008: 97-103

3. Cranial Nerve Nucleus. Available from : http://www.Wikipedia.org. (diakses pada tanggal 06 April 2014)

4. Duus, Peter.Diagnosis topik neurologi : anatomi, fisiologi, tanda, gejala/Peter Duus; editor: Wita J Suwono.Ed.2. EGC. Jakarta: 1996.

5. Ginsberg, Lionell. Lecture notes neurologi. E 6. d. 8. Erlangga. Jakarta: 2005.

7. Japardi, Iskandar. 2002. NERVUS ABDUCEN (N. VI). Fakultas Kedokteran Bag Bedah Universitas Sumatera Utara, USU digital library

8. Kanski JJ. Clinical opthalmology 5th edition. Butterworth-Heinerman Ltd. Oxford American. 2003: 596-647

9. Sidharta, Priguna. Mardjono, Mahar. Neurologis klinis dasar. Dian Rakyat. Jakarta: 2003. Hal: 131- 134.

10. Snell, R.S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran (edisi ke- 6). Terjemahan oleh : Liliana Sugiharto, dkk.EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 762-79.

11. Snell, R.S. 2010. Clinical Neuroanatomy (edisi ke-7). Lippincott Williams& Wilkins, Inc. Philadephia, hal 566-75.

12. Voughan D, Asbury T. (1996). Neuro- Oftalmologi, dalam Oftalmologi Umum, edisi 14, Jilid 1, Widya Medika, Jakarta, 301- 303.

(19)

Gambar

Gambar 1 : persarafan otot mata
Gambar 3 : Nervus Abducens
Gambar 4 : nervus abdusen
Gambar 5. Otot-otot pasangan searah dalam posisi menatap
+3

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun seseorang dengan peningkatan tekanan darah sedang, tetap memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena stroke dibandingkan seseorang dengan tekanan darah yang

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil tes yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa belum mencapai keberhasilan yang diharapkan. Dengan demikian

Sistem aturan dan pencariannya adalah menentukan jenis plat yang akan dipotong, kemudian dilanjutkan dengan ke pemilihan plat mentah yang dipotong sesuai dengan ketebalan dan

Vena-vena ini melalui permukaan kandung empedu langsung ke hati dan bergabung dengan vena kolateral dari saluran empedu bersama dan akhirnya menuju vena portal.. Aliran limfatik

Hasil penelitian tentang pengetahuan PMO TB paru sebelum dan sesudah diberikan media buku saku di wilayah kerja Puskesmas Banjarbaru dan Puskesmas Guntung Payung

Namun demikian, penyakit abiotik dapat mempengaruhi seluruh fase pertumbuhan tanaman hutan, mulai dari semai, pertumbuhan vegetatif, perkembangan sampaidengan komoditi yang

Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan

laboratorium software engineering juga memberikan pelatihan bagi mahasiswa dan juga masyarakat pada umumnya. Permasalahan yang timbul dalam pelatihan ini adalah