• Tidak ada hasil yang ditemukan

8. Laporan Praktikum Biologi Respirasi Kecambah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "8. Laporan Praktikum Biologi Respirasi Kecambah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI “RESPIRASI KECAMBAH”

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Djukri, M.S.

Disusun oleh:

Nama : Sofyan Dwi Nugroho

NIM : 16708251021 / Pendidikan Sains B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

KEGIATAN 8

RESPIRASI KECAMBAH

A. TUJUAN

Mengetahui kecepatan respirasi kecambah pada tingkatan umur yang berbeda

B. DASAR TEORI

Proses tumbuh merupakan salah satu aktivitas fisiologi. Pada proses pertumbuhan ini banyak dipengaruhi berbagai faktor lingkungannya salah satunya seperti suhu udara. Proses pertumbuhan memiliki keterkaitan fungsi dengan aktivitas fisiologi lain yang merupakan satu kesatuan fungsi. Aktivitas fisiologi yang terkait dengan proses tumbuh ini antara lain meliputi respirasi, transpirasi, absorbsi, transportasi bahan, fotosintesa, dan proses biosintesa lainnya. Semua sel hidup melakukan respirasi secara terus-menerus untuk mencukupi kebutuhan energinya. Pada umumnya respirasi merupakan proses oksidasi substrat glukosa, berlangsung dalam rangkaian proses pemecahan (katabolisme) yang melibatkan sistem enzim pada glikolisis (jalur EMP) dan daur Trikarboksilat (daur krebs). Respirasi membutuhkan O2 dan

menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air (H2O), karbondioksida (CO2), dan panas

sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi berjalan sempurna, dari pembakaran substrat (karbohidrat, lipida, atau protein) akan menghasilkan rasio CO2/O2

tertentu disebut “Respiratory quotient” [RQ]. Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat glukosa. (Suyitno, 2014).

Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2 dan melepaskan CO2 dalam volume yang sama. Namun seperti kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar pertukaran gas secara sederhana. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Pati, fruktan, sukrosa, atau gula yang lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi. (Salisbury & Ross, 1995).

Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi. (Lovelles, 1997).

(3)

Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan tinggi. Secara umum, respirasi dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut.

C6H12O6 + O2 → 6CO2 + H2O + ENERGI

Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan. Proses transport

gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan CO2

yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini dikarenakan membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil O2 dari udara, O2 kemudian digunakan dalam proses respirasi

dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan transpor elektron.

Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air, CO2

dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi berjalan sempurna, dari pembakaram substrat (karbohidrat, lipida, atau protein) akan dihasilkan rasio CO2/O2 tertentu yang disebut dengan “Respiratory quotient” [RQ]. Respirasi dengan substrat

lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat glukosa. (Suyitno, 2007). Perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang digunakan dikenal dengan Respiratory

Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon, 1989).

Jumlah mol CO2 yang dilepaskan dan jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Hal ini bergantung pada bahan yang digunakan. Diketahui nilai RQ untuk karbohidrat = 1, protein < 1 (= 0,8 – 0,9), lemak <1 (= 0,7) dan asam organik > 1 (1,33). Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempuran tidaknya proses respirasi dan kondisi lainnya (Krisdianto dkk, 2005). Sebagian besar energi yang dilepaskan selama respirasi kira-kira 2870 kj atau 686 kcal per mol glukosa berupa bahang. Bila suhu rendah, bahang ini dapat merangsang metabolisme dan menguntungkan beberapa spesies tertentu, tapi biasanya bahang tersebut dilepas ke atmosfer atau ke tanah, dan berpengaruh kecil terhadap tumbuhan. Yang lebih penting dari bahan adalah energi yang terhimpun dalam ATP, sebab senyawa ini digunakan untuk berbagai proses esensial dalam kehidupan, misalnya pertumbuhan dan penimbunan ion. (Salisbury & Ross, 1995).

Respirasi merupakan rangkaian dari 50 atau lebih reaksi komponen, masing-masing dikatalisis oleh enzim yang berbeda. Respirasi merupakan oksidasi (dengan produk yang sama

(4)

seperti pembakaran) yang berlangsung di medium air dengan Ph mendekati netral, pada suhu sedang dan tanpa asap. Pemecahan bertahap dan berjenjang molekul besar merupakan cara untuk mengubah energi menjadi ATP. Lebih lanjut, sejalan dengan berlangsungnya pemecahan, kerangka karbon-antara disediakan untuk menghasilkan berbagai produk esensial lainnya dari tumbuhan. Produk ini meliputi asam amino untuk protein, nukleotida untuk asam nukleat, dan prazat karbon untuk pigmen porfirin (seperti klorofil dan sitokrom). Tentu saja bila senyawa tersebut terbentuk, pengubahan substrat awal respirasi menjadi CO2 dan H2O tidaklah lengkap. Biasanya hanya beberapa substrat respirasi yang dioksidasi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O (proses katabolik/penguraian), sedangkan sisanya digunakan dalam proses sintesis (anabolisme/pembentukan) terutama di dalam sel yang sedang tumbuh. Energi yang ditangkap dari proses oksidasi sempurna beberapa senyawa dapat digunakan untuk mensintesis molekul lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Bila tumbuhan sedang tumbuh, laju respirasi meningkat sebagai akibat dari permintaan pertumbuhan, tapi beberapa senyawa yang hilang dialihkan ke dalam reksi sintesis dan tidak pernah muncul sebagai CO2. (Salisbury & Ross, 1995).

Berbagai faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Ketersediaan substrat

Respirai bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati, fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan yang kahat gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan laju respirasi daun sering lebih cepat segera setelah matahari tenggelam, saat kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan gulanya lebih rendah. Selain itu, daun yang ternaungi atau daun bagian bawah biasanya berespirasi lebih lambat daripada daun sebelah atas yang terkena cahaya lebih banyak. Bila hal ini tidak terjadi, maka daun sebelah bawah akan lebih cepat mati. Perbedaan kandungan gula akibat tak berimbangnya laju fotosintesis mungkin yang menyebabkan laju respirasi yang lebih rendah pada daun yang ternaungi. (Salisbury & Ross, 1995). 2. Ketersediaan oksigen

Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.

(5)

3. Suhu

Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10, dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. Penjelasan tentang penurunan Q10 pada suhu yang tinggi ini adalah bahwa laju penetrasi O2 ke dalam sel lewat kutikula atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan suhu, tapi Q10 untuk proses fisika ini hanya 1,1, jadi suhu tidak mempercepat secara nyata difusi larutan lewat air. Peningkatan suhu sampai 40°C atau lebih, laju respirasi malahan menurun, khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka waktu yang lama. Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang semestinya terjadi. Pada kecambah kacang kapri, peningkatan suhu dari 25°C menjadi 45°C mula-mula meningkatkan respirasi dengan cepat, tapi setelah dua jam lajunya mula-mulai berkurang. Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu dua jam sudah cukup lama untuk merusak sebagian enzim respirasi. (Salisbury & Ross, 1995).

4. Jenis dan umur tumbuhan

Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan.

(6)

C. ALAT DAN BAHAN Alat:

- Botol jam 4 buah

- Sumbat (kantong plastik)

- Labu erlemenyer 200 mL 3 buah - Seperangkat alat titrasi

- Pipet - Termometer - Kain kasa - Bennag kasur - Karet gelang Bahan: - Biji kecambah - Larutan 0.5 N KOH - Larutan 0.1 N HCl - Larutan pp - Air D. LANGKAH KERJA

1. Menimbang biji kecambah umur 1 hari, 2 hari, masing-masing 25 gram. 2. Membungkus biji dengan kain kasa

3. Mengisi 4 botol jam masing-masing dengan 100 mL KOH 0.5 N

4. Memasukkan bungkusan kacang hijau ke dalam botol jam I dengan posisi digantung dengan menggunakan benang kasur, dan jangan sampai tercelup ke dalam larutan KOH yang terdapat dalam botol tersebut

5. Dengan cara yang sama menggantungkan bungkusan kain kasa yang berisi kecambah umur 1 dan 2 hari ke dalam botol jam II dan III. Botol jam IV hanya larutan KOH tanpa kecambah

6. Menutup keempat botol jam dengan sumbat yang rapat dan meletakkannya pada tempat yang sama

7. Menghentikan percobaan setelah 24 jam dan melakukan titrasi terhadap KOH yang terdapat pada masing-masing botol jam untuk menghitung seberapa banyak CO2 hasil respirasi

8. Mengulangi titrasi sebanyak 6 kali

Cara Titrasi

(7)

2. Menambahkan 2 tetes indicator pp pada KOH sehingga larutan menjadi berwarna merah

3. Menitrasi dengan HCL 0,1 N tetes demi tetes

4. Menghentikan titrasi ketika warna merah telah hilang

5. Mengulang titrasi sebanyak 6 kali pada masing-masing botol jam

E. DATA HASIL PRAKTIKUM Perlakuan Titrasi ke- Banyaknya HCL (ml) Rata-rata Jumlah HCl

Jumlah CO2 Hasil Respirasi (liter) Tanpa kecambah 1 19 46 0.024 2 43 3 53 4 48 5 62 6 51 Kecambah 0 hari 1 98 90,5 0.022 2 83 3 88 4 92 5 95 6 87 Kecambah 1 hari 1 130 146,3 0.019 2 155 3 150 4 143 5 152 6 148 Kecambah 2 hari 1 208 194,3 0.017 2 186 3 192 4 180

(8)

5 196

6 204

F. ANALISIS DATA a. Tanpa Kecambah

Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi:

Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 23jam Larutan KOH 0,5 N x 100ml

Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl

Reaksi : 2 KOH + CO2  K2CO3 + H2O

BaCl2 + K2CO3  BaCO3 + 2 KCl

Yang dititer : KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)

KOH + HCl  KCl + H2O

Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0.5 N = 0,5 X 1000 100ml

grol = 0.05 grol

KOH sisa habis dititer oleh 46 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter = jumlah yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut

Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0.05 grol – 4.6 x 10-3 grol) = 0.0454

grol

Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0.5 grol CO2.

Jadi tiap grol gasCO2 yang berkaitan dengan KOH = 0.5 x 0.0454 grol = 0.0227 grol

Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22.4 liter, maka volume

gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:

1 1 T V = 2 2 T V Keterangan:

V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C

P =76 CmHg, untuk tiap grol =22.4 liter Grol KOH = 0.1 x 46

1000 grol = 4.6 x 10

(9)

T1 = 00 C = 273 0K

V2 = Volume gas yang dicari

T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 30 + 273 = 303

22.4

273 =

𝑉2 303

V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =

22.4 𝑥 303 𝑥 0.0227 273

= 0.5644 liter Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =

0.5644

23 = 0.024 liter

b. Kecambah 0 Hari

Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi:

Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 23 jam Larutan KOH 0,5 N x 100ml

Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl

Reaksi : 2 KOH + CO2  K2CO3 + H2O

BaCl2 + K2CO3  BaCO3 + 2 KCl

Yang dititer : KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)

KOH + HCl  KCl + H2O

Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0.5 N = 0,5 X 1000 100ml

grol = 0.05 grol

KOH sisa habis dititer oleh 90.5 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter = jumlah yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut

Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0.05 grol - 9.05 x 10-3 grol) =

0.04095 grol

Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0.5 grol CO2.

Grol KOH = 0.1 x 90.5

1000 grol = 9.05 x 10

(10)

Jadi tiap grol gasCO2 yang berkaitan dengan KOH = 0.5 x 0.04095 grol = 0.020475

grol

Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22.4 liter, maka volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:

1 1 T V = 2 2 T V Keterangan:

V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C

P =76 CmHg, untuk tiap grol =22.4 liter T1 = 00 C = 273 0K

V2 = Volume gas yang dicari

T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 30 + 273 = 303

22.4

273 =

𝑉2 303

V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =

22.4 𝑥 303 𝑥 0.020475 273

= 0.50904 liter Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =

0.50904

23 = 0.022 liter

c. Kecambah 1 Hari

Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi:

Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 23 jam Larutan KOH 0,5 N x 100ml

Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl

Reaksi : 2 KOH + CO2  K2CO3 + H2O

BaCl2 + K2CO3  BaCO3 + 2 KCl

Yang dititer : KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)

KOH + HCl  KCl + H2O

Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0.5 N = 0,5 X 1000 100ml

grol = 0.05 grol

KOH sisa habis dititer oleh 146.3 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter = jumlah yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut

(11)

Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0.05 grol - 0.01463 grol) = 0.03537

grol

Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0.5 grol CO2.

Jadi tiap grol gasCO2 yang berkaitan dengan KOH = 0.5 x 0.03537 grol = 0.017685

grol

Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22.4 liter, maka volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:

1 1 T V = 2 2 T V Keterangan:

V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C

P =76 CmHg, untuk tiap grol =22.4 liter T1 = 00 C = 273 0K

V2 = Volume gas yang dicari

T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 30 + 273 = 303

22.4

273 =

𝑉2 303

V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =

22.4 𝑥 303 𝑥 0.017685 273

= 0.44 liter Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =

0.44

24 = 0.019 liter

d. Kecambah 2 Hari

Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi:

Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 23 jam Larutan KOH 0,5 N x 100ml

Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl

Reaksi : 2 KOH + CO2  K2CO3 + H2O

Grol KOH = 0.1 x 146.3

(12)

BaCl2 + K2CO3  BaCO3 + 2 KCl

Yang dititer : KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)

KOH + HCl  KCl + H2O

Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0.5 N = 0,5 X 1000 100ml

grol = 0.05 grol

KOH sisa habis dititer oleh 194.3 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter = jumlah yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut

Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0.05 grol - 0.01943 grol) = 0.03057

grol

Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0.5 grol CO2.

Jadi tiap grol gasCO2 yang berkaitan dengan KOH = 0.5 x 0.03057 grol = 0.015285

grol

Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22.4 liter, maka volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:

1 1 T V = 2 2 T V Keterangan:

V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C

P =76 CmHg, untuk tiap grol =22.4 liter T1 = 00 C = 273 0K

V2 = Volume gas yang dicari

T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 30 + 273 = 303

22.4

273 =

𝑉2 303

V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =

22.4 𝑥 303 𝑥 0.015285 273

= 0.38 liter Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =

0.38

23 = 0.017 liter

Grol KOH = 0.1 x 194.3

(13)

G. PEMBAHASAN

Percobaan yang dilakukan pada hari Sabtu, 3 Juni 2017 bertujuan untuk mengetahui kecepatan respirasi kecambah pada tingkatan umur yang berbeda. Alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan percobaan ini yaitu botol jam dan penutupnya, erlenmeyer dan seperangkat alat titrasi, pipet tetes, terrmometer, kain kasa, karet, dan kantung plastik. Bahan yang digunakan berupa kecambah, larutan KOH, HCl, indicator pp dan air.Percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh umur kecambah terhadap laju respirasi. Dalam percobaan respirasi tumbuhan ini, menggunakan bahan tanpa kecambah, kecambah berumur 0 hari, 1 hari, dan 2 hari. Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah menimbang biji kecambah kemudian membungkus dengan menggunakan kain kasa dan diikat dengan benang. Kemudian memasukkan bungkusan kecambah dengan cara digantungkan dengan benang pada mulut botol jam yang sudah diisi menggunakan larutan KOH. Pada botol jam 1 hanya diisikan larutan KOH sebagai kontrol. Botol jam 2 berisi kecambah umur 0 hari, botol jam 3 berisi kecambah umur 1 hari, dan botol jam 4 berisi kecambah umur 2 hari. Langkah selanjutnya adalah menutup keempat botol jam dengan sumbat yang rapat dan meletakkannya pada tempat yang sama. Setelah 24 jam, menghentikan percobaan dan melakukan titrasi terhadap KOH yang terdapat pada masing-masing botol jam untuk menghitung seberapa banyak CO2 hasil

respirasi yang diproduksi. Cara melakukan titrasi adalah dengan mengambil KOH dari botol jam sebanyak 25 mL. Kemudia menambahkan 2 tetes indicator pp pada KOH sehingga larutan menjadi berwarna merah. Langkah selanjutnya adalah menitrasi dengan HCL 0.1 N tetes demi tetes, dan menghentikan titrasi ketika warna merah telah hilang.

Hasil percobaan yang diperoleh adalah pada botol jam tanpa kecambah, setelah melakukan titrasi sebanyak 6 kali pengulangan rata-rata HCl yang diperlukan sampai warna larutan berubah menjadi bening adalah 46 mL. Pada botol jam 2 yang berisi kecambah umur 0 hari, rata-rata HCl yang diperlukan sampai warna larutan berubah menjadi bening adalah 90,5 mL. Kecambah umur 1 hari yang terdapat pada botol jam 3 memerlukan jumlah rata-rata HCl sampai warna larutan berubah menjadi bening sebesar 146,3 mL. Botol jam yang terakhir dengan kecamabah umur 2 hari memerlukan rata-rata HCl sampai warna larutan berubah menjadi bening sebesar 194,3 mL. Berdasarkan data rata-rata volume HCl yang diperlukan untuk melakukan titrasi, kita dapat menghitung laju respirasi masing-masing kecambah dengan menggunakan persamaan

(14)

1 1 T V = 2 2 T V

Berdasarkan rumus tersebut hasil laju respirasi msing-masing kecambah adalah 0.024 liter/jam pada botol jam tanpa kecambah (kontrol). Pada botol jam yang terisi kecambah umur 0 hari, laju respirasinya sebesar 0.022 liter. Kecambah umur 1 dan 2 hari yang terletak pada botol jam 3 dan 4 menghasilkan laju respirasi sebesar 0.019 dan 0.017 liter/jam. Hasil laju respirasi masing-masing kecambah yang digunakan menunjukkan semakin tua umur kecambah semakin sedikit laju respirasi yang dihasilkan. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Salisbury dan Ross, 1995 yang menyatakan bahwa tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan tumbuhan yang tua. Menurut Lakitan (2001) tipe dan umur tumbuhan juga mempengaruhi laju respirasi. Hal ini dikarenakan perbedaan morfologi antara berbagai jenis tumbuhan yang menyebabkan terjadinya perbedaaan laju respirasi antara tumbuhan tersebut.Semakin muda tumbuhan, kecepatan respirasinya akan semakin besar apabila dibandingkan tumbuhan yang lebih tua. Hal ini terjadi karena daya atau kemampuan tumbuhan untuk menyerap oksigen di udara juga telah berkurang sesuai teori laju respirasi yang menyatakan bahwa laju respirasi akan tinggi saat perkecambahan dan tetap tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif awal.

H. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan dan analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa umur tumbuhan sangat mempengaruhi laju respirasi. Semakin muda umur tumbuhan maka laju respirasinya akan semakin besar. Begitu pula sebaliknya yaitu semakin tua umur tumbuhan maka laju respirasinya akan cenderung menurun. Hal ini dikarenakan daya atau kemampuan tumbuhan untuk menyerap oksigen di udara juga telah berkurang.

I. DAFTAR PUSTAKA

Grol KOH = 0.1 x 46

1000 grol = 4.6 x 10

(15)

Campbell dan Reece. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA UniversitasLambung Mangkurat.

Lakitan, B. 2001. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Grafindo Persada. Jakarta.

Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah Tropik. Jakarta: PTGramedia.

Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB. Simbolon, Hubu, dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: FMIPA UNY.

(16)

J. LAMPIRAN

Hasil Titrasi

Referensi

Dokumen terkait

insang sehingga dapat mengambil oksigen langsung dari udara. d) Kandungan air tubuh yang tinggi. e) Toleransi terhadap fluktuasi salinitas yang besar terutama di daerah. tropis dimana

Respirasi adalah serangkaian reaksi biokimiawi yang memerlukan oksigen untuk mengoksidasi atau membakar zat-zat makanan guna mmenghasilkan energi diperlukan oleh

Pada hewan – hewan tingkat tinggi terdapat alat untuk proses pernafasan, yakni berupa paru – paru, insang atau trakea, sementara pada hewan – hewan tingkat rendah dan tumbuhan

Suatu ciri hidup yang hanya dimiliki khusus oleh tumbuhan hijau adalah kemampuan dalam menggunakan zat karbon dari udara untuk diubah menjadi

Prinsipnya untuk mengukur perbedaan kandungan oksigen terlarut dalam botol gelap (hanya respirasi) dan botol terang (terjadi fotosintesis dan respirasi), setelah

Bakteri aerob akan berada dipermukaan atas karena bakteri akan mengambil oksigen bebas dari udara, bakteri anaerob akan berada didasar jauh dari permukaan, bakteri yang anaerob

penurunan laju respirasi menghambat proses pematangan sehingga tomat yang disimpan pada suhu rendah mengalami susut bobot yang lebih kecil serta perubahan warna menjadi

Di urutan terakhir laju pertumbuhan yang paling lambat di penelitian ini adalah tanaman kacang hijau yang disiram menggunakan air PDAM, dikarenakan unsur-unsur yang dikandung air PDAM