1
PELAKSANAAN PIDANA ADAT TERHADAP PERKAWINAN SESUKU DI NAGARI KINALI KABUPTEN PASAMAN BARAT
ARTIKEL
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
ROY JORDI
0910012111103
Program Kekhususan Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM
U N I V E R S I T A S B U N G H A T T A
P A D A N G
2
EXECUTION OF TRADITIONAL MARRIAGE PENALTY TRIBESMEN IN NAGARI KINALI KABUPATEN PASAMAN BARAT
Roy Jordi1, Fitriati2, Yetisma Saini1
1
Legal Studies, Faculty of Law, University of Bung Hatta
2
Jurisprudence, Faculty of Law, University of Taman Siswa Email: royjordi45@yahoo.com
ABSTRACT
In Indonesia regulations on marriage regulated in Law No. 1 Year 1974 on Marriage. In Minangkabau women are forbidden to marry men who have the same rate and vice versa. In fact there are indigenous Minangkabau who violate the rules of the marriage one of the tribes, in Nagari Kinali West Pasaman. The formulation of the problem is (1) how the implementation of criminal law sanctions against the marriage customs of the tribes in Nagari Kinali West Pasaman? (2) Does the legal consequences for those who do marriage one tribe in Nagari Kinali West Pasaman? The research approach used is the juridical sociological. Data sources include primary data and secondary data. Data collection techniques obtained through interviews and document study. Data were analyzed qualitatively. Conclusion The results of the study (1) the implementation of criminal law sanctions against the marriage customs of the tribes in Nagari Kinali West Pasaman namely the absence of sanctions in the form of waste saro 'and mandabiah Saikua Kace' (2) as a result of the law against those who do marriage one tribe in Nagari Kinali District West Pasaman will result ostracized by society and customs fines.
Keywords: Law, Customary Criminal, Marriage, Tribesmen. Pendahuluan
Perkawinan merupakan suatu perbuatan mulia dan merupakan kebutuhan rohani dan jasmani dalam
kehidupan manusia. Sesuatu
dijadikan Tuhan secara berpasang-pasangan, begitu juga manusia dijadikan oleh Sang Pencipta dua jenis, ada laki-laki dan perempuan,
sehingga atas dasar penciptaan itu, untuk membentuk sebuah keluarga yang sah, maka dibentuklah sebuah perkawinan.
Di Indonesia, peraturan mengenai perkawinan diatur dalam suatu produk hukum yang terdiri dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang
3 Perkawinan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, di samping itu, pelaksanaan perkawinan dilakukan menurut Hukum Adat daerah masing-masing.
Perkawinan mempunyai
ketentuan-ketentuan dan peraturan dalam pelaksanaannya. Menurut hukum Adat Minangkabau bahwa seorang perempuan dilarang kawin dengan seorang laki-laki yang mempunyai suku sama, begitu juga sebaliknya, seorang laki-laki dilarang menikahi seorang perempuan yang memiliki suku sama dengannya, yang mana garis keturunan di Minangkabau ditentukan menurut garis keturunan ibu atau biasa juga disebut dengan Matrilineal, sesuai dengan peraturan Adat Minangkabau
garis keturunan ibulah yang
menentukan suku seseorang karena seorang anak yang dilahirkan secara otomatis memiliki suku yang sama dengan ibunya sesuai dengan garis
keturunan berdasarkan garis
keturunan matrilineal tersebut.
Di Minangkabau sistem
perkawinan disebut dengan
perkawinan eksogami matrilokal atau eksogami matrilineal yaitu suatu sistem dimana perkawinan dilakukan dengan orang yang mempunyai suku
yang berbeda. Sesuai dengan
ketentuan tersebut, dijelaskan alasan
mengapa muncul larangan
melakukan perkawinan satu suku
adalah bahwa masyarakat di
Minangkabau memandang bahwa sesuku itu merupakan hubungan keluarga yang sedarah, karena berdasarkan garis keturunan Ibu, namun dalam perkembangan zaman, pada saat ini masih terdapatnya
4 pelanggaran terhadap ketentuan tidak bolehnya melakukan perkawinan sesuku tersebut.
Menurut undang-undang Nan Duo Puluah, alasan mengapa tidak diperbolehkannya larangan sesuku yaitu :
1. Menyempitkan pergaulan. Kenapa kita harus menikah dengan saudara terdekat kita sendiri, walaupun secara mata
kasar tidak kelihatan
hubungan persaudaraan
secara ketara kerana jarak atau tempat tinggal yang berbeda-beda. Tapi harus di ingat orang yang sesuku adalah orang-orang yang sedarah, mempunyai garis keturunan yang sama yang telah ditetapkan oleh para
tokoh dan ulama
Minangkabau yang terkenal dengan kejeniusannya di
dunia. "Ibaraiknyo cando surang se mah Laki-laki nan 'Iduik' atau cando surang se mah Padusi nan 'Kambang' " (Ibarat macam seorang lelaki yang gagah atau macam
seorang perempuan yang
cantik)
2. Dapat menyebabkan
perpecahan besar.
Apabila dua insan sesuku itu menikah maka tidak boleh dinafikan akan banyak terjadi perselisihan yang biasa berlaku dalam hidup berumah tangga. Ketika pernikahan sesuku terjadi, konflik besar akan lebih mudah terjadi, ibaratnya negara akan lebih mudah hancur apabila terjadi
perselisihan sesama
rakyatnya dari pada
perselisihan dengan negara lain.
5 "Bini bacakak jo laki, bini mangadu ka Amaknyo, nan laki mangadu pulo ka Amaknyo, Amaknyo surang-surang mangadu ka adiak-adiaknyo, ka mamaknyo, ka datuaknyo jo ka paeteknyo. Akhianyo tajadi cakak banyak padohal awak badunsanak jo sasuku. Suku hancua, urang lain batapuak tangan sambia galak kajang-kajang"
3. Mencipta keturunan yang kurang berkualitas.
Ilmu perubatan moden
mendapati keturunan yang berkualiti tinggi itu apabila si keturunan dihasilkan dari
orang tua yang tidak
mempunyai hubungan darah sama sekali.
4. Psikologis Anak Terganggu.
Pisikologis anak dari hasil pernikahan sesuku rentan mendapatkan perlakuan rasis dan dikucilkan teman-teman
sebayanya bahkan orang
sekampung.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka penulis akan mencoba membahasnya dalam sebuah skripsi dengan judul “Pelaksanaan Pidana Adat Terhadap Perkawinan Sesuku
Di Nagari Kinali Kabupaten
Pasaman Barat Propinsi Sumatera Barat”.
Metode penelitian A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat yuridis sosiologis (Sociological Research) yang menekankan pada praktek di lapangan dikaitkan dengan aspek hukum atau perundang-undangan
6 yang berlaku berkenaan dengan objek penelitian yang dibahas. B. Bahan Hukum
1. Bahan Hukum Primer.
Yaitu bahan-bahan
penelitian yang berasal dari
peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan judul dan permasalahan diantaranya;
a. Undang-Undang Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang- Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang
Perkawinan
c. Kitab Undang- Undang
Hukum Pidana (KUHP) d. Undang-undang Nan Duo
Puluah
e. Tambo Adat Minangkabau 2. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan-bahan
penelitian yang berasal dari
literatur atau hasil penelitian yang erat kaitannya dengan Hukum Pidana, Hukum Pidana Adat Minangkabau, dan jurnal. 3. Bahan Hukum Tersier
Yaitu merupakan
bahan-bahan yang memberikan
petunjuk terhadap bahan
hukum primer dan sekunder, yang lebih dikenal dengan bahan acuan bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum seperti kamus dan
ensiklopedi hukum yang
membantu menterjemahkan berbagai istilah hukum yang digunakan dalam tinjauan
pustaka maupun dalam
pembahasan dan bahan-bahan
primer, sekunder, dan
penunjang (tersier).
C. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
7 Wawancara dan studi dokumen adalah cara-cara yang dilakukan dalam pengumpulan bahan hukum yang cocok dengan tujuan penelitian. D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data kualitatif adalah gambaran secara keseluruhan tanpa
menggunakan angka-angka
akan tetapi menggunakan kata atau kalimat.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
A. Pelaksanaan Sanksi Hukum
Pidana Adat Terhadap Perkawinan
Satu Suku Di Nagari Kinali
Kabupaten Pasaman Barat
Apabila sanksi yang
diberikan buang saro’, maka
pasangan yang melakukan
perkawinan sasuku harus segera meninggalkan kampungnya secara sukarela. Apabila ia tidak mau meninggalkan kampungnya secara
sukarela maka ia akan diusir dari kampungnya secara paksa oleh orang kampungnya. Apabila ia ingin kembali ke kampungnya maka ia
harus mengadakan perjamuan
dengan memotong seekor sapi serta meminta maaf kepada ninik mamak. Apabila sanksi yang
diberikan mandabiah
saikua kace’, mulai saat dikeluarkannya putusan sanksi adat maka orang tersebut tidak lagi di ikut sertakan dalam pergaulan (sailia samudiak) sampai suatu saat ia menyadari
kesalahannya dan
membayar denda dengan mandabiah saikua kace’
dan mengundang ninik
mamak dalam sebuah
perjamuan.
Sanksi yang diberikan dari hasil kesepakatan
8 musyawarah antara ninik mamak harus dilakukan pelaku. Sanksi tersebut bertujuan agar pelaku menyadari kesalahannya
serta juga menjadi
peringatan bagi orang lain dan generasi sesudahnya
agar tidak melakukan
kesalahan yang sama. Menurut pelaku yang
pernah melakukan
perkawinan sasuku di
Kanagarian Kinali
Kabupaten Pasaman Barat ini meskipun pada awalnya ia bersikeras pada pilihan
untuk melakukan
perkawinan dengan wanita
yang juga sesuku
dengannya dan tidak
menghiraukan nasehat dari ninik mamak dan anggota sukunya serta tidak mau
meminta maaf dan
mengakui kesalahannya
kepada ninik mamak.
Namun setelah sanksi ia jalani ia mulai merasakan betapa beratnya sanksi yang diberikan tersebut. Lambat laun ia pun menyesali
kesalahannya dan mau
meminta maaf kepada ninik
mamak sukunya dan
memilih untuk mengakhiri perkawinannya.
Beratnya sanksi adat yang diberikan kepada pelaku yang melakukan
perkawinan sesuku
dirasakan sebagai beban
moral yang diberikan
masyarakat kepada dirinya.
Seperti pada sanksi
mandabiah saikua kace’,
sebelum ia memotong
9 putih maka ia tidak akan dibawa sailia samudiak oleh orang kampungnya. Apabila ada alek (pesta) di kampungnya ia tidak akan
diperhitungkan atau
diikutsertakan. Walaupun ia
tetap tinggal di
kampungnya maka
keberadaannya dianggap tidak ada. Apabila ia mengadakan pesta orang
kampung tidak akan
menghadiri pestanya,
kecuali bila terjadi
kematian dalam keluarga
yang melakukan
perkawinan sesuku
penduduk kampung akan menghadiri dan membantu prosesi pemakaman, setelah
pemakaman selesai
pasangan yang melakukan perkawinan sesuku beserta
keluarganya akan
dikucilkan kembali.
Apabila permintaan maaf pelaku yang telah
melakukan perkawinan
sesuku telah diterima oleh ninik mamak sukunya maka
keputusan menerima
kembali kemenakannya ini akan diumumkan oleh ninik
mamak secara tidak
langsung melalui malut ke mulut saja kepada anggota
sukunya. Walaupun
permintaan maaf pelaku telah diterima oleh ninik
mamak tapi dimata
penduduk kampungnya ia tetap cacat moral karena
perbuatannya telah
membuat malu sukunya.
Menurut Datuak
Rangkayo Basa pemuka adat di Kanagarian Kinali
10 Kabupaten Pasaman Barat
apabila pelaku yang
melakukan perkawinan
sesuku tidak mau mengakui kesalahannya serta tidak mau meminta maaf kepada ninik mamak maka sanksi
tersebut akan terus
berlanjut. Hal ini akan buruk terhadap keluarga
dan anak hasil dari
perkawinan sesuku tersebut. Jadi, berdasarkan uraian tersebut di atas
apapun sanksi yang
diberikan kepada pelaku perkawinan sesuku, akan membawa dampak negative terhadap anak-anak dari hasil perkawinan sesuku
dan anggota keluarga
mereka yang lain seperti ayah, ibu, kakak, atau adiknya.
Menurut Datuak
Rangkayo Basa dalam
kehidupan sehari-hari
sanksi adat terhadap
perkawinan sesuku
mandabiah saikua kace’ tidak lagi sepenuhnya dilakukan oleh masyarakat.
Si pelaku perkawinan
sesuku ini tetap tidak di
bawa sailia samudiak
dalam acara (alek) di
kampungnya seperti
batagak gala, dan upacara perkawinan kaumnya, tapi ia tetap diikutsertakan dalam acara hari besar nasional di kampungnya. Sanksi mandabiah saikua kace’
terakhir kali diberikan pada kasus perkawinan sesuku pada tahun 2008 yang dilakukan oleh Tuyun dan Ineng, dimana hubungan
11 pasangan tersebut sesuku
tapi tidak memiliki
hubungan darah. Dengan susah payah kedua keluarga pasangan yang melakukan perkawinan sesuku itu mencari seekor kerbau putih, namun kerbau putih tersebut tidak kunjung ditemukan juga. Karena tidak mampu menjalankan
sanksi yang telah
diputuskan secara
musyawarah oleh para ninik
mamak sukunya maka
pasangan itupun dikucilkan dari pergaulan masyarakat
begitu juga keluarga
mereka, karena tidak tahan
maka pasangan dan
keluarganya itu pun
memilih untuk pergi
meninggalkan kampungnya.
Kasus buang saro’ pernah juga diberikan pada perkawinan sesuku
pada tahun 2011, terhadap
perkawinan yang dilakukan oleh pasangan Andi dan Rinta, dimana hubungan pasangan tersebut adalah
mamak dengan kemenakan.
Pasangan yang melanggar tersebut diancam dengan sanksi di usir dari kampung apabila tidak membayar denda dan meminta maaf kepada ninik mamak.
B. Akibat Hukum Terhadap Orang Yang Melakukan Perkawinan Satu Suku Di Nagari Kinali Kabupaten Pasaman Barat
Kawin satu suku dilakukan maka akan mendapatkan kutukan dalam biduk rumah tangga dan keluarga (tidak Sakinah, Mawaddah, Warahmah), diprediksikan tidak akan dikarunia keturunan, Ada pun keturunan yang terlahir akan mengalami kecacatan fisik dan
12 keterbelakangan mental (akibat
genetika), Kalau mereka
mendapatkan keturunan maka
keturunan diperkirakan akan buruk laku (berakhlak buruk), Rumah tangganya akan selalu dirundung pertekengkaran, perseteruan, Mereka yang kawin sesuku diyakini sebagai pelopor kerusakan hubungan dalam kaumnya (kalangan satu suku), Menimbulkan kesenjangan dalam tatanan sosial.
Dampak hukum dari
perkawinan sesuku di Kanagarian Kinali Kabupaten Pasaman Barat juga berdampak bagi moral, psikis, dan mental baik bagi pelaku perkawinan sesuku tersebut, maupun bagi keluarga serta keturunan dari pelaku perkawinan sesuku tersebut, dari segi moral yaitu dengan adanya
perkawinan sesuku, maka
masyarakat banyak yang tidak mengenal lagi suku yang dimiliknya
pada saat ini, sedangkan dari segi psikis, para pelaku perkawinan
sesuku ini dikucilkan dari
masyarakat adatnya dan juga harus menanggung malu dari pengucilan tersebut, bukan hanya itu saja, pelaku perkawinan sesuku juga harus membayar denda yang ditetapkan kepadanya, apabila tidak bisa membayar denda tersebut, maka ia
akan tetap dikucilkan dari
masyarakat hukum adat sampai ia
bisa membayar denda yang
ditetapkan tersebut. Selain itu, akibat hukum dari perkawinan sesuku yang terjadi di Nagari Kinali Kabupaten Pasaman Barat yaitu para pelaku
perkawinan sesuku yang mana
dilakukan oleh Tuyun dan Ineng
serta Andi dan Rinta akan
mengakibatkan mereka dikucilkan dalam adat, artinya setiap pelaku perkawinan sesuku tidak diikut sertakan dalam acara adat apapun
13 juga, sealin acara kematian, namun setelah acara kematian tersebut para pelaku perkawinan sesuku dikucilkan kembali oleh masyarakat hukum adat yang ada di Nagari Kinali Kabupaten Pasaman Barat tersebut, selain dikucilkan dalam masyarakat hukum adat dan tidak diikut sertakan dalam acara adat, para pelaku perkawinan sesuku tersebut dapat dikenakan denda adat yang berupa denda seekor sapi ataupun seekor kerbau putih dan menjamu mamak-mamak dengan makan bersama dan para pelaku perkawinan sesuku itu tetap harus meminta maaf kepada mamak-mamaknya.
Simpulan
Setelah melakukan penelitian baik itu penelitian kepustakaan maupun penelitian di lapangan tentang Pelaksanaan Sanksi Hukum Pidana Adat Terhadap Perkawinan Sesuku Di Nagari Kinali Kabupaten
Pasaman Barat Propinsi Sumatera Barat, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan sanksi
hukum pidana adat terhadap
perkawinan satu suku di Nagari Kinali Kabupaten Pasaman Barat.
a. Buang Saro’
Buang saro’ yaitu dibuang sepanjang adat atau diusir selama-lamanya dari kampung dan kaumnya.
b. Mandabiah saikua kace’
Mandabiah kace’ disini adalah menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepada ninik mamak sukunya dengan membayar denda memotong seekor kace’ atau kerbau putih dan kemudian mengundang
ninik mamak dalam sebuah
perjamuan.
2. Akibat hukum
14 perkawinan satu suku di Nagari Kinali Kabupaten Pasaman Barat Ada pun keturunan yang terlahir akan mengalami kecacatan fisik dan keterbelakangan mental (akibat
genetika), Kalau mereka
mendapatkan keturunan maka
keturunan diperkirakan akan buruk laku (berakhlak buruk), Rumah tangganya akan selalu dirundung pertekengkaran, perseteruan, Mereka yang kawin sesuku diyakini sebagai pelopor kerusakan hubungan dalam kaumnya (kalangan satu suku), Menimbulkan kesenjangan dalam tatanan sosial..
Saran
Berdasarkan hasil pembahasan
mengenai pelaksanaan pidana adat terhadap perkawinan sesuku di Nagari Kinali
Kabupaten Pasaman Barat
pelaksanaan sanksi hukum pidana adat terhadap perkawinan satu suku
di Nagari Kinali Kabupaten Pasaman
Barat agar dapat ditegakkan
sebagaimana mestinya, supaya
generasi selanjutnya mengetahui siapa saja garis keturunannya yang sesuku dengannya karena akan berdampak buruk kepada keturunan selanjutnya, sehingga diminta kepada keturunan adat Minangkabau untuk menghindari kawin sesuku.
Daftar Pustaka
A. Buku-Buku
Amiruddin dan Zainal Asikin.
2012. Pengantar
Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada Datoek Toeah. Tanpa Tahun.
Tambo Alam
Minangkabau.
Bukittinggi: CV.
Pustaka Indonesia. Edison Piliang. 2014. Tambo
Minangkabau Budaya dan Hukum Adat di Minangkabau.
Bukittinggi : Kristal Multimedia
Hilman Hadikusuma. 1989. Hukum Pidana Adat.
Bandung: PT.
Alumni.
15 Hilman Hadikusuma. 1990.
Hukum Perkawinan Adat. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Iman Sudiyat. 1981. Hukum
Adat Sketsa Asas. Yogyakarta: Liberty. A. Ridwan Halim. 1985.
Hukum Adat Dalam Tanya Jawab. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Soepomo. 2007. Bab-Bab Tentang Hukum Adat. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Soerjono Soekanto. 2012. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada Tenofrimer. 2012. Jurnal
Hukum Pidana dan Kriminologi
DELICTI. Padang: Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum
Universitas Andalas.
Yaswirman. 2011.
Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam masyarakat Matrilineal Minangkabau. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Zainuddin Ali. 2010. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Garfika. B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Undang- Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang
Perkawinan
Kitab Undang- Undang
Hukum Pidana (KUHP) Undang-undang Nan Duo Puluah
Tambo Adat Minangkabau C. Sumber Lain.
Amir, Adat Minangkabau, PT
Mutiara Sumber Widya,
diakses dari
http://yisriakbar.blogspot.com
/2010/03/hukum-adat-minang-kabau.html
Afri, Larangan Nikah Sasuku, http://afrinolyefa.blogspot.co m/2014/01/larangan-nikah-sasuku-itu-tidak-salah.html Aster, Larangan Kawin Sasuku,
http://aster-juanda.blogspot.com/2012/10 /makalah-larangankawin-sasuku.html
Daniel, Perkawinan Menurut
Hukum Islam, http://denchiel78.blogspot.co m/2010/04/perkawinan-menurut-hukum-islam.html http://id.wikipedia.org/wiki/Huku m http://id.wikipedia.org/wiki/Perka winan
16 http://www.hukumonline.com/kli nik/detail/lt4be012381c490/s anksi-hukum-%28pidana,- perdata,-dan-administratif%29 Koentjaraningrat,2005,
Pengantar Antropologi II, Prineka Cipta, Jakarta,
diakses dari
http://misterrakib.blogspot.co m/2013/05/sanksi-adat-perkawinan-sesuku.html